• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Tutupan Lahan

Identifikasi tutupan lahan dilakukan dengan cara mengambil sampel penggunaan lahan pada tiap-tiap tutupan lahan di Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang. Identifikasi tutupan lahan dilakukan untuk menyesuaikan keadaan lapangan yang sebenarnya dengan peta penelitian. Lokasi sebaran tutupan lahan yang ada di lapangan didokumentasi dengan kamera digital.

Kenampakan citra diidentifikasikan berdasarkan ukuran, bentuk, tekstur, pola bayangan dan asosiasinya. Hasil identifikasi tutupan lahan di lapangan didapat bahwa tutupan lahan yang ada di lapangan antara lain adalah: permukiman, lahan terbuka, hutan, kebun campuran, sawah, dan badan air. Oleh karena itu, klasifikasi tutupan lahan didasarkan pada tutupan lahan yang sebenarnya dari hasil pengecekan lapangan. Hasil pengecekan lapangan kemudian dijadikan bahan dasar dalam proses klasifikasi citra untuk memetakan tutupan lahan yang ada di Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang.

Klasifikasi Tutupan Lahan

Citra yang digunakan dalam klasifikasi tutupan lahan merupakan citra satelit Landsat TM 5 tahun 2006 dengan menggunakan kombinasi saluran (band) 543, yang mana saluran 5, 4 dan 3 sangat sesuai untuk merefleksikan kondisi vegetasi. Lillesand dan Kiefer (1986) menyatakan bahwa saluran 4 (hijau) dan 5 (merah) paling baik digunakan untuk mendeteksi kenampakan vegetasi. Saluran 5 lebih disukai karena pada saluran 5 daya tembus atmosfer lebih baik dibanding saluran 4 hingga mampu menghasilkan kontras yang tinggi.

Metode yang digunakan untuk pengelompokkan penutupan lahan dan sebaran agroforestri adalah klasifikasi terbimbing (supervised classification) kemudian diuji ketelitiannya dengan menggunakan metode maximum likelihood. Uji ketelitian tersebut dilakukan untuk menghasilkan areal tutupan lahan yang akurat. Sebelum melakukan proses klasifikasi terbimbing (supervised classification), terlebih dahulu dibuat training area (signature editor) kemudian

dideliniasi dengan menggunakan AOI tools sampel-sampel wilayah tiap kategori kelas yang akan diklasifikasi. Sampel-sampel wilayah disesuaikan dengan kondisi sebenarnya di lapangan yang didapat dari kegiatan pengecekan lapangan. Kondisi tutupan lahan yang didapat pada saat pengecekan lapangan disajikan pada Lampiran 1 dan hasil pengecekan lapangan dapat dilihat pada Lampiran 2. Dari hasil klasifikasi terbimbing (supervised classification) diperoleh pembagian tutupan lahan dan luas areal tutupan lahan. Luas lahan yang diperoleh dari hasil klasifikasi citra Landsat TM 5 (Thematic Mapper) tahun 2006 untuk Kota Medan dan untuk Kabupaten Deli Serdang adalah seluas 288.968,14ha (Tabel 4).

Tabel 4. Klasifikasi tutupan lahan data citra Landsat TM 5 Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang

No Tutupan Lahan Luas (Ha) Persen (%)

1. Permukiman 27.054,71 9,36 2. Lahan Terbuka 43.264,06 14,97 3. Hutan 61.576,16 21,31 4. Kebun Campuran 112.168,56 38,82 5. Sawah 22.255,80 7,70 6. Badan Air 3.045,02 1,06 7. Awan 19.603,83 6,78 Total 288.968,14 100,00

Klasifikasi tutupan lahan yang didapat dari hasil klasifikasi terbimbing (supervised classification) kemudian dilakukan uji ketelitian atau evaluasi akurasi untuk dapat melihat nilai akurasi dari klasifikasi yang telah dilakukan. Pengukuran separabilitas dilakukan untuk memperoleh kualitas ketelitian dari proses klasifikasi. Metode yang dipilih yaitu Transformed Divergence (TD) karena baik dalam mengevaluasi keterpisahan antar kelas, juga memberikan estimasi yang terbaik untuk pemisahan kelas (Jaya, 2002).

Kriteria yang digunakan dalam memisahkan individu-individu dalam pasangan kelasnya menurut Jaya (2002) adalah:

(1) Tidak terpisah: ≤ 1600

(2) Jelek keterpisahannya: 1601 – 1699 (3) Sedang keterpisahannya: 1700 – 1899 (4) Baik keterpisahannya: 1900 – 1999, dan (5) Sangat baik keterpisahannya: 2000

Hasil dari analisis separabilitas dapat dilihat pada Lampiran 3. Secara umum hasil analisis separabilitas menunjukkan kisaran dari baik sampai sangat baik, dengan separabilitas paling rendah adalah Kebun Campuran dengan nilai 1.901,56. Analisis akurasi dilakukan dengan menggunakan matrik kesalahan (confusion matrix) yang disebut juga matrik contingency, yang hasilnya disajikan pada Lampiran 4. Akurasi dihitung dengan menggunakan rumus Kappa accuracy.

Kappa accuracy dipergunakan karena memperhitungkan semua elemen

dalam matrik contingency. Kappa accuracy juga digunakan untuk menguji kesignifikanan antara dua matrik kesalahan dari metode yang berbeda atau kombinasi band yang berbeda (Jaya, 2002). Untuk akurasi yang lain,

pengklasifikasian harus diulang jika overall accuracy besarnya kurang dari 85%. Semakin tinggi akurasinya, baik overall accuracy maupun kappa accuracy maka pengklasifikasian yang dilakukan akan semakin baik. Jika dilihat dari uji separabilitasnya, maka antara permukiman, lahan terbuka, hutan, kebun campuran, sawah, dan badan air mempunyai separabilitas yang cukup baik.

Hasil akurasi dari pengklasifikasian kedua citra termasuk baik karena nilai overall accuracy-nya sebesar 97,44% dan 96,75% (lebih besar dari 85%) dan nilai rata-rata dari producers accuracy adalah sebesar 98,07% dan 97,04%; nilai rata-rata users accuracy sebesar 97,66% dan 98,51%; dan nilai kappa accuracy- nya adalah sebesar 96,62% dan 98,40% sehingga tidak perlu dilakukan pengklasifikasian ulang. Badan Survey Geologi Amerika Serikat (USGS) telah memberikan syarat untuk tingkat ketelitian/akurasi sebagai kriteria utama bagi sistem klasifikasi penutupan lahan yang disusun. Tingkat ketelitian klasifikasi minimum dengan menggunakan penginderaan jauh harus tidak kurang dari 85%. Setelah hasil analisis separabilitas maupun analisis akurasi dinilai baik, maka dibuat peta output hasil klasifikasi disajikan pada Gambar 2.

Nilai akurasi sangat ditentukan oleh pengambilan titik (training area) di lapangan, dimana perbedaan koordinat antara citra dan hasil cek lapangan sangat berpengaruh. Untuk memperoleh nilai akurasi yang lebih tinggi lagi diperlukan evaluasi kembali pada training area yang telah dibuat. Semakin banyak training area maka akan semakin tinggi tingkat akurasi klasifikasi yang dihasilkan.

Gambar 2. Peta tutupan lahan Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang hasil klasifikasi citra Landsat TM 5 tahun 2006

PETA LOKASI KOTA MEDAN DAN KABUPATEN DELI SERDANG

Medan Deli Serdang Langkat Serdang Bedagai Karo

Analisa Tutupan Lahan

Penutupan lahan dikelompokkan menjadi 8 (delapan) kelas, yaitu: 1. Permukiman

Kawasan permukiman adalah perkotaan, pedesaan, pelabuhan, bandara, industri yang memperlihatkan pola alur yang rapat. Permukiman memiliki tekstur halus sampai kasar, warna magenta, ungu kemerahan, pola disekitar jalan utama, luas sebesar 27.054,71 ha.

2. Lahan Terbuka

Seluruh kenampakan lahan terbuka tanpa vegetasi (singkapan batuan puncak gunung, kawah vulkanik, dan pasir pantai), tanah terbuka bekas kebakaran dan tanah terbuka yang ditumbuhi rumput/alang-alang. Lahan terbuka memiliki pola dengan bentuk menyebar diantara perkebunan dan permukiman, berwarna putih kemerahan dengan tekstur halus dan luas berdasarkan klasifikasi adalah sebesar 43.264,06 ha.

3. Hutan

Seluruh kenampakan hutan di pegunungan , hutan bakau, nipah dan nibung yang berada di sekitar pantai yang belum ditebang dan yang telah menampakkan bekas penebangan (kenampakan alur dan bercak bekas penebangan). Bekas penebangan yang parah dimasukkan dalam lahan terbuka. Hutan, memiliki tekstur kasar dengan pola menyebar tidak beraturan dengan warna hijau hingga hijau tua, luas sebesar 61.576,16 ha.

4. Kebun Campuran

Seluruh kawasan perkebunan, baik yang sudah ditanami maupun yang belum (masih berupa lahan kosong) dan semua aktivitas pertanian di lahan kering seperti tegalan, kebun campuran dan ladang. Kebun campuran memiliki bentuk dan pola

bergerombol hingga menyebar dengan tekstur halus dan luas berdasarkan klasifikasi adalah sebesar 112.168,56 ha.

5. Sawah

Semua aktivitas pertanian di lahan basah yang dicirikan oleh pola pematang. Sawah mempunyai bentuk dan pola yang menyebar diantara permukiman dan perkebunan, berwarna ungu muda hingga ungu tua, mempunyai luas sebesar 22.255,80 ha.

6. Badan Air

Semua kenampakan perairan, termasuk laut, sungai, danau, waduk, terumbu karang dan lamun (lumpur pantai). Khusus kenampakan tambak di tepi pantai dimasukkan ke pertanian lahan basah. Badan air berwarna biru, untuk sungai dengan bentuk yang berkelok-kelok, danau dengan bentuk mengumpul dan relatif besar, genangan- genangan air berbentuk spot dengan luas sebesar 3.045,02 ha.

7. Awan

Semua kenampakan awan yang menutupi suatu kawasan. Jika terdapat awan tipis yang masih memperlihatkan kenampakan di bawahnya dan masih memungkinkan untuk ditafsir, penafsiran tetap dilakukan.

Land Surface Temperature (LST)

Penginderaan jauh merekam energi dari permukaan bumi pada band thermal dengan mengumpulkan, menampilkan dan menginterpretasi unsur thermal dari permukaan bumi. Energi thermal pada dasarnya diemisikan oleh permukaan bumi, bukan dipantulkan oleh permukaan bumi. Estimasi temperatur permukaan dari data thermal diperoleh dengan mengkonversi nilai digital piksel citra harus dikonversi terlebih dahulu ke radiance menggunakan data kalibrasi sensor. Weng

(2003) menyatakan bahwa radiance yang dikonversi dari nilai digital tidak merepresentasikan temperatur permukaan sesungguhnya tapi merupakan sinyal campuran atau jumlah dari berbagai fraksi energi. Fraksi ini antara lain energi yang dipancarkan dari tanah, upwelling radiance dari atmosfer, dan juga downwelling radiance dari langit. Dengan demikian, istilah suhu permukaan

disini bukan suhu sesungguhnya tapi diasumsikan bisa menggambarkan perilaku thermal dari tutupan permukaan.

Hasil pengolahan data citra satelit Landsat TM 5 untuk band 6 pada studi area diperoleh rentang suhu 18,71 hingga 28,87. Dengan acuan hasil pengukuran suhu harian Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang dari BMG yang disajikan pada Lampiran 5 sesuai tanggal yang sama pada citra satelit Landsat TM 5, maka hasil suhu permukaan yang diperoleh dari pengolahan band thermal dinyatakan lebih rendah sehingga dilakukan koreksi nilai suhu dengan memanfaatkan data hasil pengukuran suhu di lapangan yang disajikan pada Lampiran 6. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa model persamaan regresi yang diperoleh layak digunakan dalam pembuatan sebaran suhu secara spasial karena memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,045. Priyatno (2008)menyatakan bahwa tingkat signifikansi 0,05 atau 5 % berarti tingkat kesalahan dalam pengambilan keputusan sebanyak- banyaknya sebesar 5% dan tingkat kepercayaan sebesar 95 %, sehingga dapat dinyatakan bahwa model ini nyata pada tingkat kepercayaan 95 % dengan nilai signifikansi sebesar 0,045 (sig < 0,05). Model regresi yang terbentuk adalah Y = 23,617 + 0,2568 band 6. Hasil proses hitungan suhu permukaan pada studi area setelah menggunakan model regresi diperoleh klasifikasi suhu permukaan yang disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Peta sebaran suhu Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang hasil klasifikasi citra Landsat TM 5 tahun 2006

PETA LOKASI KOTA MEDAN DAN KABUPATEN DELI SERDANG

Medan Deli Serdang Langkat Serdang Bedagai Karo

Hasil overlay peta tutupan lahan dengan peta sebaran suhu menunjukkan bahwa sebaran suhu tertinggi adalah pemukiman sebesar 27,500C-30,910C dan sebaran suhu paling rendah adalah awan sebesar 23,060C-29,470C. Korelasi suhu permukaan dan tutupan lahan disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Hubungan suhu permukaan dan tutupan lahan

No Tutupan Lahan Suhu (0C) Rata-Rata Suhu

(0C) Luas (Ha) 1 Pemukiman 27,57-30,91 29,78 27.054,71 2 Lahan terbuka 26,99-30,65 29,47 43.264,06 3 Sawah 28,37-30,76 29,35 22.255,80 4 Badan air 27,74-29,15 29,15 3.045,02 5 Kebun campuran 27,09-30,08 28,87 112.168,56 6 Hutan 25,51-30,24 27,57 61.576,16 7 Awan 23,06-29,47 24,58 19.603,83

Hasil klasifikasi sebaran suhu menunjukkan bahwa suhu tertinggi adalah >29,380C memusat di seluruh wilayah Kota Medan dan sekitarnya, sedangkan suhu <29,380C lebih banyak menyebar di seluruh wilayah Kapubaten Deli Serdang. Hasil klasifikasi tutupan yang menunjukkan keberadaan pemukiman yang memusat di Kota Medan sedangkan keberadaan vegetasi menyebar di Kabupaten Deli Serdang. Hal inilah yang menggambarkan urban heat island. Irwan (1997) menyatakan bahwa urban heat island adalah suatu kondisi dimana suhu udara perkotaan yang padat bangunan lebih tinggi dari pada suhu udara terbuka di sekitarnya atau di desa (pinggir kota) dimana kesan urban heat island terhadap wilayah di tepi kota bergantung pada besar dan luasnya kota.

Hasil overlay peta tutupan lahan dengan peta sebaran suhu menunjukkan bahwa rata-rata suhu tertinggi adalah pemukiman sebesar 29,780C dengan rentang

suhu 27,570C-30,910C. Sonjaya (2007) menyatakan bahwa akibat yang ditimbulkan dengan adanya radiasai matahari yang mencapai permukaan bumi yang menerima radiasi tergantung dari bentuk dan macam permukaan bumi yang menerima radiasi tersebut. Banyaknya bangunan adalah salah satu faktor yang refleksi lebih panas terjadi dan akan meningkatkan suhu permukaan di daerah perkotaan daripada daerah sekitarnya. Atap dan aspal mengakibatkan terjadinya reflektifitas sehingga suhu udara di daerah perkotaan meningkat.

Hasil peta sebaran suhu menunjukkan bahwa daerah dengan suhu <29,380C merupakan daerah yang bervegetasi banyak. Suhu 26,520C-29,340C berada di tutupan lahan yang berkelimpahan vegetasi yaitu kebun campuran dan hutan. Hal ini merupakan hasil disipasi energi surya dengan menyerap panas sekitarnya melalui proses evaporasi dari daun. Fenomena suhu udara kota yang lebih panas di pusatnya menjadi masalah yang sangat penting sehingga diperlukan ruang terbuka hijau (RTH). Dahlan (1992) menyatakan bahwa RTH sangat penting mengingat tumbuh-tumbuhan mempunyai peranan sangat penting dalam alam, yaitu dapat dikategorikan menjadi fungsi lansekap, ekologi, dan estetika.

Hasil overlay peta tutupan lahan dengan peta sebaran suhu menunjukkan rata-rata suhu tutupan lahan hutan sebesar 27,570C dengan rentang suhu 25,510C- 30,240C. Hal ini disebabkan karena keberadaan hutan yang menyebar, suhu yang tinggi merupakan hutan mangrove sedangkan suhu rendah adalah hutan pegunungan. Tutupan lahan lainnya yang berkelimpahan vegetasi adalah kebun campuran dengan rentang suhu 27,090C -30,080C dan rata-rata suhu 28,870C.

Lahan terbuka dan badan air adalah jenis tutupan lahan yang memiliki sedikit vegetasi atau tidak bervegetasi. Lahan terbuka memiliki rata-rata suhu

29,470C dengan rentang suhu 26,990C-30,650C yang keberadaannya menyebar diantara pemukiman dan kebun campuran. Badan air memiliki rata-rata suhu 27,740C dengan rentang suhu 27,740C-29,150C.

Tutupan lahan dengan rata-rata suhu terendah sebesar 24,580C adalah awan dengan rentang suhu 23,060C-29,470C. Keberadaan awan mempengaruhi pengkelasan suhu karena terhalang oleh sensor penginderaan jauh. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wikantika (2008), bahwa proses pengambilan data oleh sensor penginderaan jauh tidak mungkin lepas dari pengaruh awan. Semakin banyak kandungan awan maka akan semakin kecil wilayah yang dapat dideteksi kandungan klorofil dan sebaran suhunya.

Normalized Differential Vegetation Index (NDVI)

Tingkat kerapatan vegetasi pada citra satelit dapat ditunjukan oleh besarnya nilai NDVI. Hal ini disebabkan nilai NDVI memiliki sensivitas yang tinggi terhadap perubahan kerapatan tajuk vegetasi. Nilai index NDVI ini mempunyai rentang dari -1.0 (minus 1) hingga 1.0 (positif 1). Nilai yang mewakili vegetasi berada pada rentang 0.1 hingga 0.7, diatas nilai ini menggambarkan tingkat kesehatan tutupan vegetasi. Hasil proses hitungan NDVI dalam studi area, diperoleh nilai NDVI dengan rentang nilai antara -0.22 hingga 0.77, dengan rata-rata nilai rentang 0.1 hingga 0.5. Nilai NDVI rendah terdapat di daerah pemukiman dan perairan (tambak), sedangkan nilai NDVI tinggi terdapat didaerah hutan dan perkebunan. Sebaran nilai NDVI dapat dilihat di gambar 5.

Gambar 4. Peta tutupan lahan Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang hasil klasifikasi citra Landsat TM 5 tahun 2006

PETA LOKASI KOTA MEDAN DAN KABUPATEN DELI SERDANG

Medan Deli Serdang Langkat Serdang Bedagai Karo

Hasil analisis korelasi bivariat pearson product moment diperoleh nilai korelasi sebesar -0.522 dengan nilai signifikansi sebesar 0,004 (sig < 0,05). Hal ini berarti korelasi antara NDVI dengan suhu permukaan mempunyai hubungan yang nyata dan terbalik dengan nilai signifikansi yang rendah. Nilai korelasi antara suhu dan NDVI pada tahun 2006 dapat ditampilkan pada Lampiran 8. Tampubolon (2008) menyatakan bahwa koefisien korelasi sebesar +1 atau -1 berarti memiliki korelasi yang sempurna sedangkan koefisien korelasi 0 menunjukkan tidak adanya korelasi. Semakin kecil nilai NDVI maka semakin besar suhu udara. Hal ini berarti semakin kecil tutupan vegetasi Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang, maka semakin tinggi pula suhu udaranya. Perubahan area vegetasi bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi perubahan temperatur. Faktor-faktor lainnya yaitu iklim, curah hujan, dan tingkat pencemaran.

Ruang terbuka hijau yang sempit menyebabkan radiasi panas dari sinar matahari tidak dipantulkan, namun langsung diserap oleh gedung-gedung, dinding, dan atap. Departemen Pekerjaan Umum (2005) menyatakan bahwa sarana dan prasarana seperti fasilitas gedung, jalan, pertokoan, permukiman, pabrik menyebabkan berkurangnya jumlah ruang vegetasi di kota. Sarana transportasi yang semakin meningkat menyebabkan naiknya kuantitas gas. Besarnya jumlah penduduk, banyaknya bangunan-bangunan, kendaraan bermotor yang memacetkan jalan, dan kebisingan menyebabkan perkotaan terasa semakin sesak dan tidak nyaman. Dalam melakukan kegiatan sehari-hari, suatu hal yang sangat diperhatikan adalah kenyamanan dalam melakukan suatu kegiatan, apalagi jika berhubungan dengan kegiatan kesenangan atau bermain maka faktor

kenyamanan merupakan prioritas yang sangat penting. Sebagian besar kota di Indonesia saat ini dirasakan tidak nyaman, penuh kebisingan, panas waktu siang hari, polusi udara, banjir jika musim penghujan. Salah satu penyebabnya adalah hilangnya salah satu daya dukung lingkungan.

Penutupan lahan sebagian besar, terutama di pusat kota, tertutup oleh jalan, bangunan dan lain-lain dengan karakter yang sangat kompleks dan berbeda dengan karakter ruang terbuka hijau. Susanti (2006) menyatakan geometri tiga dimensi, kota cenderung untuk menjebak radiasi dekat permukaan, dan dengan demikian menurunkan radiasi gelombang panjang yang mungkin dapat dilepaskan. Energi yang cukup besar yang disimpan kota sepanjang siang hari, dilepaskan pada malam hari dengan proses yang sangat lambat. Proses pendinginan di kawasan perkotaan ini jauh lebih lambat bila dibandingkan dengan pendinginan yang terjadi di kawasan non perkotaan yang memiliki jumlah vegetasi cukup banyak. Polusi udara yang tinggi adalah faktor lain yang menjadi ciri kawasan perkotaan. Polusi udara perkotaan terdiri dari gas dan partikel/unsur/butir padat yang diemisi oleh industri, transportasi, sistem pemanas dan lain lain. Polusi udara yang teremisi, merubah komposisi atmosfir perkotaan, menurunkan transmisivitas dan meningkatkan daya serap terhadap radiasi matahari. Dengan kata lain, polusi udara menyerap cahaya matahari dan visibilitas udara menurun, sehingga lebih sedikit radiasi matahari yang menjangkau permukaan tanah.

Pusat kota pada umumnya lebih terpolusi dibanding bagian pinggir kota, tetapi hal tersebut tergantung pada sebaran lokasi industri dan intensitas penggunaan jalan-jalan. Pada siang hari, konsentrasi polusi udara tertinggi

cenderung terjadi pada jam-jam puncak, yaitu pada kondisi dimana arus lalu lintas yang terjadi sangat tinggi. Dalam rentang waktu satu tahun, di negara-negara subtropis, konsentrasi polutan tertinggi cenderung terjadi pada waktu musim dingin ketika banyak polusi udara berbahaya dipancarkan karena konsumsi berbagai macam bahan bakar dan ketika atmosfir dalam keadaan paling stabil yang memperkecil kemungkinan udara untuk bercampur. Namun, pada musim panas, kabut photochemical tidak jarang pula terbentuk.

Evaporasi dalam sebuah kota dapat berkurang secara signifikan karena permukaan artifisial tidak menyerap air sebagaimana halnya permukaan alami. Lebih dari itu, selama musim hujan, air mengalami run off dengan cepat ke dalam sistem drainase kota dan permukaan di perkotaan menjadi cepat kering. Karena air di atas permukaan tanah jumlahnya sedikit, panas yang ada tidak digunakan untuk evaporasi, melainkan digunakan untuk memanaskan atmosfer kota. Penting untuk disadari bahwa kondisi vegetasi di suatu daerah atau kawasan, sangat berpengaruh terhadap suhu udara.

Dampak faktor antropogenic pada iklim perkotaan tergantung pada ukuran kota, struktur spasial, jumlah penduduk, dan konsentrasi industri. Kota kecil dengan bangunan-bangunan yang relatif rendah dan menyebar di antara area hijau, tanpa pabrik-pabrik atau industri, akan cenderung memiliki pengaruh yang lebih kecil terhadap perubahan iklim perkotaan dibandingkan dengan kota-kota besar dengan bangunan-bangunan yang tinggi. Iklim perkotaan dapat diperbaiki oleh perencanaan struktur perkotaan dengan cara mengurangi dampak negatif faktor-faktor alam dan antropogenic. Misalnya melalui penempatan daerah hijau (misalnya taman) dan badan air daerah lokasi-lokasi yang strategis. Pabrik-pabrik

sebaiknya dibangun dengan memperhatikan arah angin, sehingga polusi udara terbawa oleh angin dan tidak mencemari ke area-area dimana dibutuhkan kualitas udara yang baik seperti area permukiman.

Efek pulau panas harus dikurangi melalui penghematan energi. Penghematan energi bisa secara langsung maupun tidak langsung. Upaya penghematan energi secara langsung adalah pengatapan dengan bahan yang dingin yaitu bahan yang dapat memantulkan radiasi matahari yang akan mengurangi konduksi panas pada bangunan dan penanaman vegetasi yang akan melindungi tembok dan jendela gedung dari sinar matahari langsung, pengatapan dengan bahan yang dingin dan pavement yang dingin di sekitar kita, sehingga menjaga keseimbangan energi permukaan.

Menurut Dahlan (1992), dalam pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan, dikembangkan pola tata ruang yang menyerasikan tata guna lahan, air, serta sumber daya alam lainnya dalam satu kesatuan tata lingkungan yang harmonis dan dinamis serta ditunjang oleh pengelolaan perkembangan kependuduka n yang serasi. Tata ruang perlu dikelola berdasarkan pola terpadu melalui pendekatan wilayah dengan memperhatikan sifat lingkungan alam dan lingkungan sosial.

Dokumen terkait