PEMETAAN SEBARAN SUHU PERMUKAAN DAN
HUBUNGANNYA TERHADAP PENUTUPAN LAHAN DENGAN
MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT LANDSAT TM 5
(Studi Kasus: Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang)
SKRIPSI
Oleh :
EDEN DESMOND PARDEDE 051201042
DEPARTEMEN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PEMETAAN SEBARAN SUHU PERMUKAAN DAN
HUBUNGANNYA TERHADAP PENUTUPAN LAHAN DENGAN
MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT LANDSAT TM 5
(Studi Kasus: Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang)
SKRIPSI
Oleh :
EDEN DESMOND PARDEDE 051201042/MANAJEMEN HUTAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
EDEN DESMOND PARDEDE: Pemetaan Sebaran Suhu Permukaan dan Hubungannya Terhadap Penutupan Lahan dengan Menggunakan Data Citra Satelit Landsat TM 5 (Studi Kasus Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang). Dibimbing oleh NURDIN SULISTIYONO dan BEJO SLAMET.
Penelitian ini menggunakan data citra Landsat TM 5 yang mencakup Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang. Tujuan penelitian ini adalah untuk memetakan sebaran suhu permukaan Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang serta mengetahui hubungan suhu permukaan terhadap keberadaan tutupan lahan. Suhu permukaan diperoleh dari band thermal sedangkan tutupan lahan Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang diperoleh dengan menggunakan metode klasifikasi terbimbing. Hasil akhir penelitian menunjukkan bahwa suhu permukaan >29,380C memusat di Kota Medan dan suhu permukaan <29,380C menyebar di Kabupaten Deli Serdang. Jenis tutupan lahan yang sedikit vegetasi, yaitu lahan terbuka dan pemukiman memiliki suhu permukaan paling tinggi yaitu 26,990C-30,910C. Korelasi Bivariat sebesar -0.522 menunjukkan adanya hubungan terbalik antara suhu permukaan dan NDVI, yang berarti semakin tinggi kerapatan vegetasi maka semakin rendah suhu permukaan di Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang.
ABSTRACT
EDEN DESMOND PARDEDE: Mapping of Land Surface Temperatur Distribution and Its Correlation to The Land Cover by Using Satellite Image Data of Landsat TM 5 (Case Study: Medan City and Deli SerdangRegency). Under supervised by NURDIN SULISTIYONO and BEJO SLAMET.
This research uses Satellite Image Data of Landsat TM 5 of Medan City and Deli Serdang Regency. The aim of this research are to map of land surface themperature of MedanCity and Deli Serdang Regency and to know the correlation between surface temperature for the existence of land cover. Land surface temperature derived from thermal band while land cover of Medan City and Deli Serdang Regency was obtained by using unsupervised classification methods. Results of the research conclude that the surface temperature >29,380C is centered in Medan City and the surface temperature <29,380C is spreaded in Deli Serdang. Less vegetation landcover types is vacantland and residential have the highest land surface temperature 26,990C-30,910C. Bivariate Correlation of -0.522 is showed an inverse correlation between land surface temperature and NDVI means the higher of vegetation density the lower land surface temperature of Medan City and Deli Serdang Regency.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Desa Pon, Kabupaten Sedang Bedagai pada tanggal 25 April 1987 dari ayahanda M. Pardede dan ibunda A. Napitupulu. Penulis merupakan anak kelima dari enam bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar dari Sekolah Dasar (SD) Swasta R.A. Kartini tahun 1996. Pada tahun 1999 lulus dari Sekolah Menengah Pertama (SMP) Swasta R.A. Kartini, dan Pada tahun 2005 lulus dari Sekolah Menegah Atas (SMA) Negeri 1 Tebingtinggi. Melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) penulis diterima menjadi mahasiswa di Program Studi Manajemen Hutan, Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian (S1).
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Pemetaan Sebaran Suhu Permukaan dan Hubungannya Terhadap Penutupan Lahan dengan Menggunakan Data Citra Landsat TM 5 (Studi Kasus: Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang)”.
Penulis telah banyak mendapat bantuan, dukungan dan bimbingan selama penelitian hingga penyusunan skripsi ini selesai. Penulis menyampaikan terimakasih kepada ayahanda M. Pardede dan ibunda A. Napitupulu, Akim M Hara Pardede, S. T., Yessika P Tobing, S. KM., Renova Wasty H Pardede, S.E., Fernando Aritonang, Hardi Sintong Pardede, Gain Singkat Pardede, S.H, Shine Mega Pardede, serta keluarga yang selalu memberikan dorongan semangat serta doa yang tulus; Bapak Nurdin Sulistiyono, S.Hut, M.Si serta Bapak Bejo Slamet, S.Hut, M.Si selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis; Ade, Devi, Inge, Lastria, Sigit, dan teman-teman khususnya Program Studi Manajemen Hutan 2005 yang telah membantu dan memberikan dukungan semangat selama ini.
DAFTAR ISI Pengertian Sistem Informasi Geografis ... 4
Penerapan Sistem Informasi Geografis ... 6
Pengertian Penginderaan Jauh ... 7
Sistem Penginderaan Jauh Satelit Landsat TM ... 8
Sistem Pengelolaan Data Spasial ... 10
Terapan Penginderaan Jauh Untuk Kehutanan ... 11
Penginderaan Dengan Tenaga Thermal ... 12
Aplikasi Menggunakan Citra Inframerah Termal... 13
Suhu Udara Permukaan ... 13
Pengaruh Radiasi Matahari Terhadap Permukaan Bumi ... 14
Pulau Panas Perkotaan (Urban Heat Island) ... 15
Pengumpulan data ... 19
Analisis citra ... 20
Analisis suhu permukaan ... 23
Klasifikasi NDVI ... 24
Korelasi Bivariat ... 26
HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Tutupan Lahan ... 28
Klasifikasi Tutupan Lahan ... 28
Analisa Tutupan Lahan ... 33
Landsat Surface Temperature (LST) ... 34
Normal Differential Vegetation Index (NDVI) ... 39
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 44
DAFTAR TABEL
No. Hal
1. Saluran citra landsat TM dan kegunaannya ... 9
2. Klasifikasi NDVI ... 25
3. Interpretasi nilai koefisien korelasi ... 26
DAFTAR GAMBAR
No. Hal
DAFTAR TABEL
No. Hal
1. Kondisi tutupan lahan di lapangan ... 47
2. Hasil pengukuran GPS di lapangan ... 48
3. Analisis separabilitas ... 56
4. Analisis akurasi... 57
5. Data suhu harian BMG tahun 2006 ... 58
6. Data pengukuran suhu lapangan, suhu citra Landsat dan NDVI... 59
7. Koreksi suhu permukaan Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang .. 60
8. Korelasi Bivariat Suhu dan NDVI ... 61
ABSTRAK
EDEN DESMOND PARDEDE: Pemetaan Sebaran Suhu Permukaan dan Hubungannya Terhadap Penutupan Lahan dengan Menggunakan Data Citra Satelit Landsat TM 5 (Studi Kasus Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang). Dibimbing oleh NURDIN SULISTIYONO dan BEJO SLAMET.
Penelitian ini menggunakan data citra Landsat TM 5 yang mencakup Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang. Tujuan penelitian ini adalah untuk memetakan sebaran suhu permukaan Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang serta mengetahui hubungan suhu permukaan terhadap keberadaan tutupan lahan. Suhu permukaan diperoleh dari band thermal sedangkan tutupan lahan Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang diperoleh dengan menggunakan metode klasifikasi terbimbing. Hasil akhir penelitian menunjukkan bahwa suhu permukaan >29,380C memusat di Kota Medan dan suhu permukaan <29,380C menyebar di Kabupaten Deli Serdang. Jenis tutupan lahan yang sedikit vegetasi, yaitu lahan terbuka dan pemukiman memiliki suhu permukaan paling tinggi yaitu 26,990C-30,910C. Korelasi Bivariat sebesar -0.522 menunjukkan adanya hubungan terbalik antara suhu permukaan dan NDVI, yang berarti semakin tinggi kerapatan vegetasi maka semakin rendah suhu permukaan di Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang.
ABSTRACT
EDEN DESMOND PARDEDE: Mapping of Land Surface Temperatur Distribution and Its Correlation to The Land Cover by Using Satellite Image Data of Landsat TM 5 (Case Study: Medan City and Deli SerdangRegency). Under supervised by NURDIN SULISTIYONO and BEJO SLAMET.
This research uses Satellite Image Data of Landsat TM 5 of Medan City and Deli Serdang Regency. The aim of this research are to map of land surface themperature of MedanCity and Deli Serdang Regency and to know the correlation between surface temperature for the existence of land cover. Land surface temperature derived from thermal band while land cover of Medan City and Deli Serdang Regency was obtained by using unsupervised classification methods. Results of the research conclude that the surface temperature >29,380C is centered in Medan City and the surface temperature <29,380C is spreaded in Deli Serdang. Less vegetation landcover types is vacantland and residential have the highest land surface temperature 26,990C-30,910C. Bivariate Correlation of -0.522 is showed an inverse correlation between land surface temperature and NDVI means the higher of vegetation density the lower land surface temperature of Medan City and Deli Serdang Regency.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan infrastruktur perkotaan akhir-akhir ini menunjukkan perencanaan yang kurang baik. Permasalahan tidak terbatas pada kondisi sosialnya, namun juga pada komponen lingkungan lainnya. Dalam hal ini kompleksitas permasalahan senantiasa muncul seiring dengan meningkatnya pembangunan fisik seperti pembangunan jalan, gedung perkantoran, industri, pemukiman dan lainnya yang sering mengakibatkan luasan ruang terbuka hijau terus menurun disertai dengan menurunnya kualitas lingkungan hidup. Kondisi lingkungan hidup yang makin buruk seperti pencemaran udara, peningkatan suhu, penurunan air tanah, dan lain-lain khususnya di perkotaan menyebabkan terganggunya keseimbangan ekologi akibat perubahan tutupan lahan perkotaan (Tampubolon dkk., 2008).
Pengelolaan lingkungan perkotaan harus dilaksanakan dengan perencanaan yang terarah dan terpadu untuk mendapatkan sasaran dan tujuan yang maksimal. Sarana serta media yang mendukung kesuksesan rencana tersebut sangat diperlukan agar perencanaan dapat dilaksanakan dengan baik. Pengelolaan lingkungan banyak memanfaatkan berbagai teknologi baik dalam penyediaan, penyimpanan, pengolahan atau penyajian data. Teknologi penginderaan jauh merupakan pendekatan berbasis spasial yang dapat merekam dan menganalisis perubahan yang terjadi. Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1990).
Tampubolon dkk. (2008) mengemukakan bahwa penginderaan jauh memiliki kemampuan yang lebih dalam hal cakupan tutupan spasial serta kontinuitas temporalnya, sehingga dapat digunakan sebagai alternatif dalam pengukuran suhu permukaan. Penginderaan jauh tidak bisa secara langsung menentukan suhu permukaan, tapi memiliki kemampuan untuk estimasi temperatur permukaan dari data thermal, nilai digital piksel citra harus dikonversi terlebih dahulu ke radiance menggunakan data kalibrasi sensor, kemudian data radiance dikonversikan menjadi data suhu permukaan.
terutama dalam menentukan posisi geografis suatu lokasi dan menyajikan tampilan dari kawasan perkotaan tersebut. Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis (SIG) akan mendukung kelancaran perencanaan pembangunan kota sehingga tujuan dan sasarannya akan tercapai.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Memetakan sebaran suhu permukaan Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang.
2. Mengetahui hubungan suhu permukaan terhadap keberadaan tutupan lahan Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang.
3. Mengetahui hubungan suhu permukaan dan NDVI dengan memanfaatkan data citra Landsat TM 5
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Sistem Informasi Geografis
Sistem Informasi Geografis dalam Susanto (2007), adalah sistem yang berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan data dan manipulasi informasi geografis. SIG atau GIS (Geographic Information System) merupakan suatu bentuk sistem informasi yang menyajikan informasi dalam bentuk grafis dengan menggunakan peta sebagai antar muka. Aplikasi SIG saat ini banyak digunakan untuk perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian yang berkaitan dengan wilayah geografis. Dalam pemanfaatannya, SIG banyak diaplikasikan untuk :
a) Pengolahan dan penentuan SDA b) Perencanaan umum tata ruang
c) Perencanaan dan pengolahan tata guna lahan
d) Pengaturan infrastruktur seperti: jaringan listrik, telepon, jalan kereta api, saluran pipa air minum dan sebagainya.
Komponen yang membangun GIS menurut Howard (1996) terdiri dari 5 (lima) bagian :
a. Perangkat lunak (software)
Komponen software ini mencakup didalamnya adalah software GIS, seperti software GIS Arcinfo, dan juga perangkat software pendukung lainnya, yaitu Operating System, dan software database lainnya, seperti Oracle. Komponen - komponen software adalah: Alat untuk memasukkan & memanipulasi informasi geografik, DBMS (sebuah database untuk sistem pengelolaan), dan Alat untuk menyokong pertanyaan-pertanyaan geografik, menganalis dan Memvisualisasikan GUI (Graphical User Interface).
b. Perangkat keras
Hardware komputer digunakan untuk mendukung bekerjanya GIS dan komponen hardware pendukung lainnya diantaranya adalah plotter, printer, scanner, digitizer.
c. Sumber daya manusia
Operator komputer GIS diperlukan untuk menjalankan GIS, ahli programmer dibutuhkan untuk pembuatan aplikasi GIS, ahli analisis sistem GIS diperlukan untuk mendesain suatu sistem GIS, dan seterusnya.
d. Data
data komersial. GIS akan menggabungkan ruang data dengan sumber-sumber data lainnya dan menggunakan DBMS untuk mengorganisasikan dan memelihara serta mengatur data. Sistem GIS yang digunakan, hendaknya dapat menangani berbagai format software GIS.
e. Metode
Metode adalah suatu prosedur atau ketentuan pembangunan suatu GIS. Kesuksesan GIS beroperasi tergantung pada perencanaan desain yang baik dan metoda- metoda bisnis, yang merupakan model dan beroperasi khusus untuk tiap-tiap organisasi.
Penerapan Sistem Informasi Geografis
Subaryono (2005) mengemukakan bahwa SIG sering digunakan untuk pengambilan keputusan dalam suatu perencanaan. Para pengambil keputusan akan lebih mudah untuk menganalisa data yang ada dengan menggunakan SIG. Kegiatan pembangunan saat ini tidak lepas dari penggunaan Sistem Informasi Geospasial. Aplikasi SIG dalam pembanguna sebagai berikut:
1. SIG berbasis jaringan jalan: pencarian lokasi (alamat), manajemen jalur lalu lintas, analisis lokasi (misal pemilihan lokasi halte bus, terminal, dll), dan evakuasi (bencana).
2. SIG berbasis sumberdaya (zona): pengelolaan sungai, tempat rekreasi, genangan banjir, tanah pertanian, hutan, margasatwa, pencarian lokasi buangan limbah, analisis migrasi satwa, analisis dampak lingkungan.
4. SIG berbasis manajemen fasilitas: lokasi pipa bawah tanah, keseimbangan beban listrik, perencanaan pemeliharaan fasilitas, deteksi penggunaan energi.
Pengertian Penginderaan Jauh
Departemen Kehutanan (1997) mendefenisikan penginderaan jauh sebagai teknik mendeteksi dan mempelajari objek tanpa adanya kontak fisik dengan objek sasaran tersebut. Lillesand dan Kiefer (1990) mendefenisiskan penginderaan jauh sebagai ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang objek, daerah, atau gejala dengan menganalisis data yang diperoleh menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap objek, daerah, atau gejala yang dikaji.
Istilah penginderaan jauh salah satunya adalah citra penginderaan jauh yang selanjutnya disingkat dengan. Citra merupakan gambaran yang terekam oleh kamera atau sensor lainnya. Interpretasi citra merupakan pembuatan mengkaji foto udara dan atau citra dengan maksud untuk mengidentifikasi obyek dan menilai arti pentingnya obyek tersebut. Penafsir citra mengkaji citra dan berupaya melalui proses penalaran untuk mendeteksi, mengidentifikasi, dan menilai arti pentingnya obyek yang tergambar pada citra. Dengan kata lain maka penafsir citra berupaya untuk mengenali obyek yang tergambar pada citra dan menterjemahkannya ke dalam disiplin ilmu tertentu seperti geologi, geografi, ekologi, dan disiplin ilmu lainnya (Sutanto, 1999).
upaya mencirikan obyek yang telah dideteksi dengan menggunakan keterangan yang cukup. Pada tahap analisis dikumpulkan keterangan lebih lanjut.
Penginderaan jauh saat ini diterima tidak hanya terbatas sebagai alat pengumpul data mentah, tetapi pengolahan data mentah secara manual dan otomatis, dan analisis citra serta penyajian hasil informasi yang diperoleh. Penginderaan jauh tersebut menggunakan energi yang berfungsi sama dengan sifat cahaya, dan tidak hanya meliputi spektrum tampak, tetapi juga meliputi spektrum ultraviolet, inframerah dekat, inframerah tengah, inframerah jauh dan gelombang radio (Howard, 1996).
Sistem Penginderaan Jauh Satelit Landsat TM
Tabel 1. Saluran citra Landsat TM dan kegunaan utamanya
Band Panjang Gelombang (μm)
IFOV
(m) Kegunaan Umum
1 0,45 – 0,52 (blue) 30 x 30 • Penetrasi tubuh air
• Analisis penggunaan lahan, tanah dan vegetasi
• Pembedaan vegetasi dan lahan
2 0,52 – 0,60 (green) 30 x 30 • Pengamatan puncak pantulan vegetasi pada saluran hijau yang terletak diantara dua saluran penyerapan, yang dimaksudkan untuk membedakan jenis vegetasi dan tingkat kesehatan masing-masing vegetasi
3 0,63 – 0,69 (red) 30 x 30 • Saluran yang terpenting untuk membedakan jenis vegetasi
• Terletak pada salah satu daerah penyerapan klorofil dan memudahkan pembedaan antara lahan terbuka dan lahan bervegetasi
4 0,76 – 0,90 (near IR) 30 x 30 • Saluran yang peka terhadap biomassa vegetasi
• Identifikasi jenis tanaman
• Memudahkan pembedaan tanah dan tanaman, serta lahan dan air
5 1,55 – 1,75 (mid IR) 30 x 30 • Saluran terpenting untuk pembedaan jenis tanaman, kandungan air pada tanaman dan kondisi kelembaban tanah 6 10,4 – 12,5 (thermal) 120 x 120 • Pembedaan formasi batuan
• Pemetaan hidrothermal 7 2,08 – 2,35 (mid IR) 30 x 30 • Analisis pemetaan vegetasi
• Pembedaan kelembaban tanah • Pemetaan thermal
Landsat TM mempunyai 7 saluran spektral (band), yaitu saluran 1 dengan gelombang biru (0,45-0,52µm), saluran 2 dengan gelombang hijau (0,52-0,60µm), saluran 3 dengan gelombang merah (0,63-0,69µm), saluran 4 dengan gelombang inframerah dekat (0,76-0,90µm), saluran 5 dengan gelombang inframerah tengah (1,55-1,75µm), saluran 6 dengan gelombang thermal (10,40-12,50µm), saluran 7 dengan gelombang inframerah tengah (2,08-2,35 µ m). Setiap benda memiliki ciri khas tertentu dalam memancarkan gelombang elektromagnetik sesuai dengan nilai reflektansinya (Lillesand dan Kiefer, 1987).
Sistem Pengelolaan Data Spasial
Pengelolaan data spasial menurut Budiyanto (2005), merupakan hal yang penting dalam pengelolaan lingkungan. Pengelolaan yang tidak benar dapat menimbulkan berbagai dampak yang merugikan. Bencana dalam skala besar dan kecil merupakan contoh dari sistem pengelolaan data spasial yang tidak terencana dan terorganisir dengan baik. Banyak pihak yang terkait dengan masalah ini. Pengelolaan lahan selalu memanfaatkan berbagai data, baik data spasial terestris maupun data penginderaan jauh. Pengelolaan data banyak dilakukan oleh lembaga-lembaga seperti BAPPEDA (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) dan lembaga swadaya masyarakat lainnya. Beberapa lembaga secara khusus mengelola data-data spasial untuk tujuan-tujuan tertentu, seperti BAKOSURTANAL (Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional)yang mengelola berbagai data spasial untuk tujuan evaluasi, survey dan pemetaan.
untuk meregistrasikan basis data spasial, artinya semua basis data spasial harus diregistrasikan dalam sistem koordinat yang sama. Bagi software yang tidak bisa melakukan “on the fly projection” untuk menangani berbagai macam sistem koordinat proyeksi atau datum, maka registrasi setiap layer informasi harus diregistrasi dalam sistem datum dan sistem koordinat proyeksi yang sama. Software ArcGIS mempunyai kemampuan untuk menangani persoalan perbedaan sistem proyeksi peta yang digunakan, akan tetapi untuk perbedaan datum dalam sumber data tetap harus dilakukan transformasi datum (Budiyanto, 2005).
Terapan Penginderaan Jauh Untuk Kehutanan
Pertambahan penduduk dunia yang cepat, perubahan penggunaan lahan dan penurunan tutupan hutan, pengindraan jauh telah berperan sebagai suatu disiplin yang sedang tumbuh, dan memberikan alat yang bermanfaat dalam pengelolaan dalam bidang kehutanan. Penginderaan jauh dapat dipandang sebagai cabang geografi yang menekankan pada pengamatan tentang bentuk lahan dan vegetasi dari jarak jauh; tetapi arti pentingnya di dalam pandangan-pandangan baru atas hokum biofisika dan bidang baru studi yang mendasar, tidak boleh dipandang secara berlebihan (Howard, 1996).
Saat ini hampir tidak mungkin inventarisasi hutan dilakukan tanpa menggunakan data penginderaan jauh. Pengumpulan data lapangan biasanya lebih akurat dan cermat, tetapi pengumpulan data dengan cara ini membutuhkan waktu yang lama. Untuk tujuan praktis dalam bidang kehutanan, dapat dilakukan dengan cara mengawinkan data pengideraan jauh, data lapangan, dan uji silang hasil analisis citra dengan sample lapangan (Howard, 1996).
Penginderaan Dengan Tenaga Thermal
Aplikasi penginderaan jauh untuk lingkungan hidup menggunakan citra Landsat, Reflected infrared pada band 4 (near infrared), band 5,7 (middle infrared) dan thermal infrared pada band 6, merupakan karakteristik utama untuk
Aplikasi Menggunakan Citra Inframerah Thermal
Pemetaan penggunaan lahan dan penutupan lahan dapat diperoleh dengan sejumlah kecil aplikasi citra inframerah thermal karena resolusi spasial sistem penyiaman garis thermal agak kasar dan bahwa penekannya untuk merekam emisi thermal dari penutupan lahan. Variasi rona citra inframerah thermal sangat berhubungan dengan emisivitas material yang membentuk penutupan lahan. Aplikasi citra inframerah thermal yang lebih umum adalah untuk memetakan atau mendeteksi hilangnya panas dari tipe penggunaan lahan tertentu, seperti hunian (perumahan), komersial atau industri. Permukaan seperti atap, intensitas energi radiasi dari atap tergantung pada temperatur permukaan, panjang gelombang radiasi dan sifat fisik material. Sifat-sifat fisik yang menentukan efisiensi permukaan pada energi emisi yaitu emisivitasnya (Lo, 1996).
Suhu Udara Permukaan
hari (24 jam) disebut dengan amplitudo suhu harian. Suhu udara permukaan terjadi sebagai akibat adanya radiasi panas matahari yang sampai ke permukaan bumi, yang sebagian besar nilainya tergantung dari bentuk dan jenis permukaan bumi yang menerima radiasi tersebut. Radiasi matahari yang dipancarkan, sebagian diterima oleh permukaan bumi juga sebagian diserap oleh atmosfer dan dipancarkan kembali ke angkasa (Sonjaya, 2007).
Pengaruh Radiasi Matahari Terhadap Permukaan Bumi
Sonjaya (2007) mengemukakan bahwa panjang gelombang semakin pendek bila suhu permukaan benda yang memancarkan radiasi semakin tinggi. Matahari dengan suhu permukaannya sebesar 6.000 K, radiasinya mempunyai kisaran panjang gelombang antara 0.3-0.4 m. Sebagai perbandingan, permukaan bumi yang bersuhu 300 K (atau 27 0C) memancarkan radiasi dengan kisaran panjang gelombang 4.0-80.0 m dengan pancaran energi terkuat pada panjang gelombang 10 m. Akibat yang ditimbulkan dengan adanya radiasi matahari yang mencapai permukaan bumi, sebagian besar tergantung dari bentuk dan macam permukaan bumi yang menerima radiasi tersebut, tentu saja selain itu juga tinggi rendahnya suhu suatu tempat di permukaan bumi dalam posisinya terhadap matahari tergantung kepada :
1. Intensitas penyinaran radiasi matahari yang diterima oleh permukaan bumi, yang dipengaruhi oleh besar-kecilnya sudut datang sinar matahari terhadap permukaan bumi tersebut, dan
Radiasi matahari tidak seluruhnya dapat sampai dan diserap oleh permukaan bumi, kurang lebih hanya 43% karena pada waktu memasuki atmosfer bumi radiasi matahari tersebut terhalang dengan adanya proses penyerapan (absorption), pemantulan (reflection), dan pemancaran (scattering). Radiasi ultra violet hampir seluruhnya diserap oleh lapisan ozon pada bagian atas stratosfer dan hanya satu-satunya gas yang dapat menyerap radiasi terlihat atau cahaya tampak adalah uap air. Radiasi matahari pada saat kondisi cuaca berawan, sebagian besar dipantulkan kembali oleh puncak-puncak awan dan partikel-partikel lainnya yang terdapat di dalam atmosfer, dan hanya sebagian yang berhasil mencapai permukaan bumi, baik secara langsung (direct radiation) maupun tidak langsung (sky radiation). Jumlah kedua radiasi matahari tersebut (direct radiotian + sky radiation) disebut radiasi global (global radiation). Radiasi matahari yang
mencapai permukaan bumi mengakibatkan sebagian dari radiasi tersebut akan dipantulkan kembali ke angkasa dan sebagian lainnya akan diserap karena hal tersebut tergantung pada bentuk dan macam permukaan bumi yang menerima radiasi matahari (Sonjaya, 2007).
Pulau Panas Perkotaan (Urban Heat Island)
berkembang dengan cepat setelah matahari terbenam. Kesan pulau panas terhadap wilayah di tepi kota bergantung kepada besar dan luasnya kota. Fenomena suhu udara kota yang lebih panas di pusatnya menjadi masalah yang sangat penting (Irwan, 1997).
Pulau panas terjadi di daerah yang berpenduduk padat, daerah perkantoran, pusat-pusat pertokoan, daerah industri, dan bandara udara. Menurut Irwan (1997), hal ini terjadi karena adanya penambangan panas yang berasal dari aktivitas manusia maupun polusi yang dihasilkan oleh pabrik dan dari kendaraan bermotor. Selain itu juga disebabkan karena permukaan jalan dan dinding bangunanan yang menyimpan panas yang diterimanya mulai dari pagi hari hingga siang hari dan akan melepaskan panas tersebut kembali ke udara setelah matahari terbenam. Oleh sebab itu, untuk mengurangi efek pulau panas perkotaan perlu dilakukan penghijauan kota.
Penghijauan Kota
1. Pertanian perkotaan, fungsi utamanya adalah untuk mendapatkan hasilnya untuk konsumsi yang disebut dengan hasil pertanian kota seperti hasil hortikultur.
2. Taman kota, mempunyai fungsi utama untuk keindahan dan interaksi sosial 3. Hutan kota, mempunyai fungsi utama untuk peningkatan kualitas lingkungan.
Manfaat Penghijauan Kota
Penghijauan menurut Nazaruddin (1996) merupakan usaha penataan lingkungan dengan mengguanakan tanaman sebagai materi pokoknya. Beberapa manfaat penghijauan kota adalah:
1. Manfaat estetis
Pohon memiliki berbagai macam bentuk tajuk yang khas, sehingga menciptakan keindahan tersendiri. Manfaat estetis atau keindahan dapat diperoleh dari tanaman yang sengaja ditata sehingga tampak menonjol keindahannya.
2. Manfaat orologis
Akar pohon dengan tanah merupakan satu kesatuan yang kuat sehingga mampu mencegah erosi atau pengikisan tanah. Pepohonan yang tumbuh di atas tanah akan mengurangi erosi. Manfaat orologis ini penting untuk mengurangi tingkat kerusakan tanah, terutama longsor, dan penyangga kestabilan tanah.
3. Manfaat hidrologis
4. Manfaat klimatologis
Iklim yang sehat dan normal yang penting untuk keselarasan hidup mausia. Faktor-faktor iklim dan kelembaban, curah hujan, ketinggian tempat, dan sinar matahari akan membentuk suhu harian maupun bulanan yang sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan manusia.
5. Manfaat edaphis
Manfaat edaphis berhubungan erat dengan lingkungan hidup satwa di perkotaan yang semakin terdesak lingkungannya dan tempat huniannya.
6. Manfaat ekologis
Keserasian lingkungan bukan hanya baik untuk satwa, tanaman, atau manusia saja. Kehidupan makhluk hidup di alam saling ketergantungan. Apabila salah satunya musnah maka makhluk hidup lainnya akan terganggu hidupnya. 7. Manfaat protektif
Pohon dapat menjadi pelindung dari teriknya matahari di siang hari sehingga manusia memperoleh keteduhan. Pohon juga dapat menjadi pelindung dari terpaan angin kencang dan peredam suara kebisingan.
8. Manfaat hygienis
Dengan adanya tanaman, bahaya polusi mampu dikurangi karena kemampuan tanaman menyaring debu dan menghisap kotoran di udara. Bahkan tanaman mampu menghasilkan oksigen yang dibutuhkan manusia.
9. Manfaat edukatif
METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Pengolahan data dan analisis citra dilaksanakan di Laboratorium Inventarisasi Hutan Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universistas Sumatera Utara. Data dan citra yang digunakan mengambil lokasi di Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April 2009 - April 2010.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: citra satelit Landsat TM 5 (path/row 129/57 dan 129/58) tahun 2006, peta digital administrasi Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang, data suhu harian tahun 2006 dari stasiun BMG, data pengukuran suhu lapangan tahun 2009, data dasar berupa kondisi umum wilayah penelitian, yang mencakup kondisi fisik lapangan, penggunaan lahan, letak geografis, dan luas wilayah.
Alat yang digunakan dalam penelitian terdiri dari: Personal Computer (PC), perangkat lunak (software) ERDAS 9.1 , Arc View 3.3, dan SPSS 12.0, Global Positioning System (GPS), kamera, dan alat tulis.
Metode Penelitian
Pengumpulan Data
dan data pendukung diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisikia (BMG), Balai Pembinaan Kawasan Hutan (BPKH), dan Badan Pusat Statistik (BPS).
Analisis Citra
Analisis Citra Landsat TM bertujuan untuk memperoleh peta penutupan lahan dari kawasan yang diteliti. Analisis citra dapat dilakukan melalui beberapa tahap sebagai berikut:
1. Subset Image
Subset image adalah memotong (cropping) citra untuk menentukan daerah kawasan yang diteliti dari citra tersebut. Proses pemotongan citra dilakukan dengan cara penentuan lintang dan bujur sesuai dengan batas wilayah studi dan dibatasi oleh batas administrasi masing-masing kecamatan.
2. Koreksi Citra
Koreksi citra merupakan prosedur operasi agar diperoleh data yang sesuai dengan aslinya. Citra hasil rekaman sensor penginderaan jauh mengalami berbagai distorsi yang disebabkan oleh gerakan sensor, faktor media antara, dan faktor objeknya sendiri, sehingga perlu diperbaiki atau dipulihkan kembali. Koreksi citra terdiri dari :
a. Koreksi Geometris
b. Koreksi Radiometrik
Koreksi radiometrik dilakukan untuk menghilangkan gangguan yang ditimbulkan oleh kesalahan sistem optik pada sensor, gangguan atmosfer, pengaruh sudut elevasi matahari.
3. Perbaikan Citra (Image enhancement)
Image Enhancement bertujuan untuk meningkatkan mutu citra, baik untuk
memperoleh keindahan gambar maupun untuk kepentingan analisis citra. Secara umum teknik perbaikan citra terdiri dari :
a. Perbaikan Spasial (Spatial Enhancement)
Spatial enhancement bertujuan memperbaiki citra (memberikan efek
kontras, penajaman tepi dan atau penghalusan citra) menggunakan nilai-nilai pixel yang bersangkutan dan yang ada disekitarnya.
b. Perbaikan Radiometrik (Radiometrik Enhancement)
Radiometrik enhancement adalah teknik memperbaiki citra menggunakan
nilai individu pixel yang bersangkutan saja. Teknik manipulasi citra dilakukan dengan menggunakan modifikasi histogram.
c. Perbaikan Spektral (Spectral enhancement)
Spectral Enhancement adalah teknik perbaikan citra menggunakan
4. Klasifikasi Citra (Image classification)
Klasifikasi citra bertujuan untuk pengelompokan atau segmentasi terhadap kenampakan-kenampakan yang homogen dengan menggunakan teknik kuantitatif. Klasifikasi citra yang digunakan yakni klasifikasi terbimbing (supervised classification). Klasifikasi terbimbing adalah proses klasifikasi dengan pemilihan
kategori informasi yang diinginkan dan memilih training area untuk tiap kategori penutup lahan yang mewakili sebagai kunci interpretasi.
5. Uji Ketelitian
Uji ketelitian dilakukan dengan menggunakan metode maksimum likelihood. Uji ketelitian bertujuan untuk menguji kebenaran dari hasil interpretasi
yang diperoleh dengan cara pengecekan di lapangan serta pengukuran beberapa titik (sampel area) yang dipilih dari setiap bentuk penutup lahan yang homogen. Besarnya tingkat akurasi akan diperoleh dari hasil uji ketelitian. Makin tinggi nilai akurasi maka makin baik klasifikasi yang dibuat dan makin mendekati kondisi sebenarnya di lapangan. Adapun diagram alir analisis perubahan lahan dapat disajikan pada Gambar 1. Besarnya tingkat akurasi dapat dihitung dari matriks analisis akurasi dengan formulasi sebagai berikut:
Keterangan :
N = Jumlah semua piksel yang digunakan untuk pengamatan r = Jumlah baris/lajur pada matriks kesalahan (jumlah kelas) Xkk = Jumlah piksel pada kelas bersangkutan (diagonal matriks) Xkt = ΣXij (jumlah semua kolom pada baris ke i)
Xtk = ΣXij (jumlah semua kolom pada lajur ke j)
Analisis Suhu Permukaan
Penginderaan jauh merekam energi dari permukaan bumi pada band thermal (3µ m-15µ m) dengan mengumpulkan, menampilkan dan menginterpretasi unsur thermal dari permukaan bumi. Energi thermal pada dasarnya diemisikan oleh permukaan bumi, bukan dipantulkan oleh permukaan bumi. Untuk estimasi temperatur permukaan dari data thermal, nilai digital piksel citra harus dikonversi terlebih dahulu ke radiance menggunakan data kalibrasi sensor. Namun, radiance yang dikonversi dari nilai digital tidak merepresentasikan temperatur permukaan sesungguhnya tapi merupakan sinyal campuran atau jumlah dari berbagai fraksi energi. Fraksi ini antara lain energi yang dipancarkan dari tanah, upwelling radiance dari atmosfer, dan juga downwelling radiance dari langit (Tampubolon et al, 2008).
Rumus konversi nilai radiance menjadi nilai suhu permukaan menurut Weng (2003) adalah sebagai berikut:
a. Konversi nilai kecerahan menjadi radiance
DN Lλ=0,1238+0,005632156. dimana :
Lλ = spektral radiance pada sensor (W/m2.sr. µm) DN = nilai piksel terkalibrasi dalam nilai digital (band 6) b. Mengkonversikan radiance menjadi temperatur satelit efektif
Temperatur satelit efektif mengasumsikan emisivitas sama untuk semua kelas tutupan lahan. Formula konversinya adalah :
273
Klasifikasi NDVI (Normalized Difference Vegetation Index)
Yang and Young (2005) mengemukakan beberapa hal mendasar antara kelas informasi dan kelas spektral. Kelas informasi didefinisikan oleh manusia sedangkan kelas spektral menyatu dengan data penginderaan jauh serta harus diidentifikasi dan diberi label oleh seorang analis. Tujuan dari klasifikasi digital adalah untuk menerjemahkan kelas spektral ke dalam kelas informasi penyusunan peta vegetasi menggunakan nilai NDVI dari citra satelit.
(Red (R) yang lebih dikenal dengan saluran merah) dan band 4 (Near Infrared (NIR) yang lebih dikenal dengan saluran inframerah dekat). Kelebihan kedua saluran ini untuk identifikasi vegetasi adalah objek akan memberikan tanggapan spektral yang tinggi. Lillesand dan Kiefer (1990) menambahkan bahwa tranformasi NDVI mengikuti persamaan berikut:
RED
Nilai NDVI berkisar antara -1 hingga +1. Nilai NDVI yang rendah (negatif) menunjukkan tingkat vegetasi yang rendah seperti awan, air, tanah kosong, bangunan, dan unsur non-vegetasi lainnya. Sedangkan nilai NDVI yang tinggi (positif) menunjukkan tingkat vegetasi hijau yang tinggi. Jadi, nilai NDVI sebanding dengan kuantitas tutupan vegetasinya. Klasifikasi NDVI disajikan pada Tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2. Klasifikasi NDVI
No. Kelas NDVI Keterangan
Korelasi Bivariat
Hubungan anatara dua variabel atau lebih dapat diperoleh dengan menggunakan teknik korelasi. Hubungan antara dua variabel disebut korelasi bivariat. Korelasi yang melibatkan lebih dari dua variabel disebut korelasi multivariat (Hartono, 2004). Bilangan koefisien korelasi (r) digunakan untuk mengetahui kuat, sedang atau lemahnya hubungan diantara variabel. Besarnya koefisien korelasi bergerak antara 0 sampai +1 dan antara 0 hingga -1. Koefisien korelasi sebesar +1 atau -1 berarti memiliki korelasi yang sempurna sedangkan koefisien korelasi 0 menunjukkan tidak adanya korelasi. Jika nilai r diantara -1 hingga 1 maka hubungan diantara variabel dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3: Interpretasi nilai koefisien korelasi
r Interpretasi
0 Tidak berkorelasi 0.01-0.20 Sangat rendah
0.21-0.40 Rendah
0.41-0.60 Agak rendah
0.61-0.80 Cukup
0.81-0.99 Tinggi
1 Sangat tinggi
Gambar 1. Langkah Kerja Penelitian Citra Landsat
TM
Subset Image
Koreksi
Geometris Radiometrik
Image Enhancement
Radiometrik Spektral Spasial
Supervised Classification
Peta Penutupan Lahan Citra
Terkoreksi
NDVI
Peta Sebaran Nilai NDVI
LST
HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Tutupan Lahan
Identifikasi tutupan lahan dilakukan dengan cara mengambil sampel penggunaan lahan pada tiap-tiap tutupan lahan di Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang. Identifikasi tutupan lahan dilakukan untuk menyesuaikan keadaan lapangan yang sebenarnya dengan peta penelitian. Lokasi sebaran tutupan lahan yang ada di lapangan didokumentasi dengan kamera digital.
Kenampakan citra diidentifikasikan berdasarkan ukuran, bentuk, tekstur, pola bayangan dan asosiasinya. Hasil identifikasi tutupan lahan di lapangan didapat bahwa tutupan lahan yang ada di lapangan antara lain adalah: permukiman, lahan terbuka, hutan, kebun campuran, sawah, dan badan air. Oleh karena itu, klasifikasi tutupan lahan didasarkan pada tutupan lahan yang sebenarnya dari hasil pengecekan lapangan. Hasil pengecekan lapangan kemudian dijadikan bahan dasar dalam proses klasifikasi citra untuk memetakan tutupan lahan yang ada di Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang.
Klasifikasi Tutupan Lahan
Citra yang digunakan dalam klasifikasi tutupan lahan merupakan citra satelit
Landsat TM 5 tahun 2006 dengan menggunakan kombinasi saluran (band) 543, yang
mana saluran 5, 4 dan 3 sangat sesuai untuk merefleksikan kondisi vegetasi. Lillesand
dan Kiefer (1986) menyatakan bahwa saluran 4 (hijau) dan 5 (merah) paling baik
digunakan untuk mendeteksi kenampakan vegetasi. Saluran 5 lebih disukai karena pada
saluran 5 daya tembus atmosfer lebih baik dibanding saluran 4 hingga mampu
Metode yang digunakan untuk pengelompokkan penutupan lahan dan sebaran agroforestri adalah klasifikasi terbimbing (supervised classification) kemudian diuji ketelitiannya dengan menggunakan metode maximum likelihood. Uji ketelitian tersebut dilakukan untuk menghasilkan areal tutupan lahan yang akurat. Sebelum melakukan proses klasifikasi terbimbing (supervised classification), terlebih dahulu dibuat training area (signature editor) kemudian
dideliniasi dengan menggunakan AOI tools sampel-sampel wilayah tiap kategori kelas yang akan diklasifikasi. Sampel-sampel wilayah disesuaikan dengan kondisi sebenarnya di lapangan yang didapat dari kegiatan pengecekan lapangan. Kondisi tutupan lahan yang didapat pada saat pengecekan lapangan disajikan pada Lampiran 1 dan hasil pengecekan lapangan dapat dilihat pada Lampiran 2. Dari hasil klasifikasi terbimbing (supervised classification) diperoleh pembagian tutupan lahan dan luas areal tutupan lahan. Luas lahan yang diperoleh dari hasil klasifikasi citra Landsat TM 5 (Thematic Mapper) tahun 2006 untuk Kota Medan dan untuk Kabupaten Deli Serdang adalah seluas 288.968,14ha (Tabel 4).
Tabel 4. Klasifikasi tutupan lahan data citra Landsat TM 5 Kota Medan dan
Kabupaten Deli Serdang
Klasifikasi tutupan lahan yang didapat dari hasil klasifikasi terbimbing (supervised classification) kemudian dilakukan uji ketelitian atau evaluasi akurasi untuk dapat melihat nilai akurasi dari klasifikasi yang telah dilakukan. Pengukuran separabilitas dilakukan untuk memperoleh kualitas ketelitian dari proses klasifikasi. Metode yang dipilih yaitu Transformed Divergence (TD) karena baik dalam mengevaluasi keterpisahan antar kelas, juga memberikan estimasi yang terbaik untuk pemisahan kelas (Jaya, 2002).
Kriteria yang digunakan dalam memisahkan individu-individu dalam pasangan kelasnya menurut Jaya (2002) adalah:
(1) Tidak terpisah: ≤ 1600
(2) Jelek keterpisahannya: 1601 – 1699 (3) Sedang keterpisahannya: 1700 – 1899 (4) Baik keterpisahannya: 1900 – 1999, dan (5) Sangat baik keterpisahannya: 2000
Hasil dari analisis separabilitas dapat dilihat pada Lampiran 3. Secara umum hasil analisis separabilitas menunjukkan kisaran dari baik sampai sangat baik, dengan separabilitas paling rendah adalah Kebun Campuran dengan nilai 1.901,56. Analisis akurasi dilakukan dengan menggunakan matrik kesalahan (confusion matrix) yang disebut juga matrik contingency, yang hasilnya disajikan pada Lampiran 4. Akurasi dihitung dengan menggunakan rumus Kappa accuracy.
Kappa accuracy dipergunakan karena memperhitungkan semua elemen
pengklasifikasian harus diulang jika overall accuracy besarnya kurang dari 85%. Semakin tinggi akurasinya, baik overall accuracy maupun kappa accuracy maka pengklasifikasian yang dilakukan akan semakin baik. Jika dilihat dari uji separabilitasnya, maka antara permukiman, lahan terbuka, hutan, kebun campuran, sawah, dan badan air mempunyai separabilitas yang cukup baik.
Hasil akurasi dari pengklasifikasian kedua citra termasuk baik karena nilai overall accuracy-nya sebesar 97,44% dan 96,75% (lebih besar dari 85%) dan nilai rata-rata dari producers accuracy adalah sebesar 98,07% dan 97,04%; nilai rata-rata users accuracy sebesar 97,66% dan 98,51%; dan nilai kappa accuracy-nya adalah sebesar 96,62% dan 98,40% sehingga tidak perlu dilakukan pengklasifikasian ulang. Badan Survey Geologi Amerika Serikat (USGS) telah memberikan syarat untuk tingkat ketelitian/akurasi sebagai kriteria utama bagi sistem klasifikasi penutupan lahan yang disusun. Tingkat ketelitian klasifikasi minimum dengan menggunakan penginderaan jauh harus tidak kurang dari 85%. Setelah hasil analisis separabilitas maupun analisis akurasi dinilai baik, maka dibuat peta output hasil klasifikasi disajikan pada Gambar 2.
Nilai akurasi sangat ditentukan oleh pengambilan titik (training area) di
lapangan, dimana perbedaan koordinat antara citra dan hasil cek lapangan sangat
berpengaruh. Untuk memperoleh nilai akurasi yang lebih tinggi lagi diperlukan evaluasi
kembali pada training area yang telah dibuat. Semakin banyak training area maka akan
Gambar 2. Peta tutupan lahan Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang hasil klasifikasi citra Landsat TM 5 tahun 2006
PETA LOKASI KOTA MEDAN DAN KABUPATEN DELI SERDANG
Medan Deli Serdang Langkat
Analisa Tutupan Lahan
Penutupan lahan dikelompokkan menjadi 8 (delapan) kelas, yaitu:
1. Permukiman
Kawasan permukiman adalah perkotaan, pedesaan, pelabuhan, bandara, industri
yang memperlihatkan pola alur yang rapat. Permukiman memiliki tekstur halus
sampai kasar, warna magenta, ungu kemerahan, pola disekitar jalan utama, luas
sebesar 27.054,71 ha.
2. Lahan Terbuka
Seluruh kenampakan lahan terbuka tanpa vegetasi (singkapan batuan puncak
gunung, kawah vulkanik, dan pasir pantai), tanah terbuka bekas kebakaran dan
tanah terbuka yang ditumbuhi rumput/alang-alang. Lahan terbuka memiliki pola
dengan bentuk menyebar diantara perkebunan dan permukiman, berwarna putih
kemerahan dengan tekstur halus dan luas berdasarkan klasifikasi adalah sebesar
43.264,06 ha.
3. Hutan
Seluruh kenampakan hutan di pegunungan , hutan bakau, nipah dan nibung yang
berada di sekitar pantai yang belum ditebang dan yang telah menampakkan bekas
penebangan (kenampakan alur dan bercak bekas penebangan). Bekas penebangan
yang parah dimasukkan dalam lahan terbuka. Hutan, memiliki tekstur kasar dengan
pola menyebar tidak beraturan dengan warna hijau hingga hijau tua, luas sebesar
61.576,16 ha.
4. Kebun Campuran
Seluruh kawasan perkebunan, baik yang sudah ditanami maupun yang belum (masih
berupa lahan kosong) dan semua aktivitas pertanian di lahan kering seperti tegalan,
bergerombol hingga menyebar dengan tekstur halus dan luas berdasarkan klasifikasi
adalah sebesar 112.168,56 ha.
5. Sawah
Semua aktivitas pertanian di lahan basah yang dicirikan oleh pola pematang. Sawah mempunyai bentuk dan pola yang menyebar diantara permukiman dan perkebunan, berwarna ungu muda hingga ungu tua, mempunyai luas sebesar 22.255,80 ha.
6. Badan Air
Semua kenampakan perairan, termasuk laut, sungai, danau, waduk, terumbu karang
dan lamun (lumpur pantai). Khusus kenampakan tambak di tepi pantai dimasukkan
ke pertanian lahan basah. Badan air berwarna biru, untuk sungai dengan bentuk
yang berkelok-kelok, danau dengan bentuk mengumpul dan relatif besar,
genangan-genangan air berbentuk spot dengan luas sebesar 3.045,02 ha.
7. Awan
Semua kenampakan awan yang menutupi suatu kawasan. Jika terdapat awan tipis
yang masih memperlihatkan kenampakan di bawahnya dan masih memungkinkan
untuk ditafsir, penafsiran tetap dilakukan.
Land Surface Temperature (LST)
(2003) menyatakan bahwa radiance yang dikonversi dari nilai digital tidak merepresentasikan temperatur permukaan sesungguhnya tapi merupakan sinyal campuran atau jumlah dari berbagai fraksi energi. Fraksi ini antara lain energi yang dipancarkan dari tanah, upwelling radiance dari atmosfer, dan juga downwelling radiance dari langit. Dengan demikian, istilah suhu permukaan
disini bukan suhu sesungguhnya tapi diasumsikan bisa menggambarkan perilaku thermal dari tutupan permukaan.
Gambar 3. Peta sebaran suhu Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang hasil klasifikasi citra Landsat TM 5 tahun 2006
PETA LOKASI KOTA MEDAN DAN KABUPATEN DELI SERDANG
Medan Deli Serdang Langkat
Hasil overlay peta tutupan lahan dengan peta sebaran suhu menunjukkan bahwa sebaran suhu tertinggi adalah pemukiman sebesar 27,500C-30,910C dan sebaran suhu paling rendah adalah awan sebesar 23,060C-29,470C. Korelasi suhu permukaan dan tutupan lahan disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Hubungan suhu permukaan dan tutupan lahan
No Tutupan Lahan Suhu (0C) Rata-Rata Suhu
(0C) Luas (Ha)
1 Pemukiman 27,57-30,91 29,78 27.054,71
2 Lahan terbuka 26,99-30,65 29,47 43.264,06
3 Sawah 28,37-30,76 29,35 22.255,80
4 Badan air 27,74-29,15 29,15 3.045,02
5 Kebun campuran 27,09-30,08 28,87 112.168,56
6 Hutan 25,51-30,24 27,57 61.576,16
7 Awan 23,06-29,47 24,58 19.603,83
Hasil klasifikasi sebaran suhu menunjukkan bahwa suhu tertinggi adalah >29,380C memusat di seluruh wilayah Kota Medan dan sekitarnya, sedangkan suhu <29,380C lebih banyak menyebar di seluruh wilayah Kapubaten Deli Serdang. Hasil klasifikasi tutupan yang menunjukkan keberadaan pemukiman yang memusat di Kota Medan sedangkan keberadaan vegetasi menyebar di Kabupaten Deli Serdang. Hal inilah yang menggambarkan urban heat island. Irwan (1997) menyatakan bahwa urban heat island adalah suatu kondisi dimana suhu udara perkotaan yang padat bangunan lebih tinggi dari pada suhu udara terbuka di sekitarnya atau di desa (pinggir kota) dimana kesan urban heat island terhadap wilayah di tepi kota bergantung pada besar dan luasnya kota.
suhu 27,570C-30,910C. Sonjaya (2007) menyatakan bahwa akibat yang ditimbulkan dengan adanya radiasai matahari yang mencapai permukaan bumi yang menerima radiasi tergantung dari bentuk dan macam permukaan bumi yang menerima radiasi tersebut. Banyaknya bangunan adalah salah satu faktor yang refleksi lebih panas terjadi dan akan meningkatkan suhu permukaan di daerah perkotaan daripada daerah sekitarnya. Atap dan aspal mengakibatkan terjadinya reflektifitas sehingga suhu udara di daerah perkotaan meningkat.
Hasil peta sebaran suhu menunjukkan bahwa daerah dengan suhu <29,380C merupakan daerah yang bervegetasi banyak. Suhu 26,520C-29,340C berada di tutupan lahan yang berkelimpahan vegetasi yaitu kebun campuran dan hutan. Hal ini merupakan hasil disipasi energi surya dengan menyerap panas sekitarnya melalui proses evaporasi dari daun. Fenomena suhu udara kota yang lebih panas di pusatnya menjadi masalah yang sangat penting sehingga diperlukan ruang terbuka hijau (RTH). Dahlan (1992) menyatakan bahwa RTH sangat penting mengingat tumbuh-tumbuhan mempunyai peranan sangat penting dalam alam, yaitu dapat dikategorikan menjadi fungsi lansekap, ekologi, dan estetika.
Hasil overlay peta tutupan lahan dengan peta sebaran suhu menunjukkan rata-rata suhu tutupan lahan hutan sebesar 27,570C dengan rentang suhu 25,510 C-30,240C. Hal ini disebabkan karena keberadaan hutan yang menyebar, suhu yang tinggi merupakan hutan mangrove sedangkan suhu rendah adalah hutan pegunungan. Tutupan lahan lainnya yang berkelimpahan vegetasi adalah kebun campuran dengan rentang suhu 27,090C -30,080C dan rata-rata suhu 28,870C.
29,470C dengan rentang suhu 26,990C-30,650C yang keberadaannya menyebar diantara pemukiman dan kebun campuran. Badan air memiliki rata-rata suhu 27,740C dengan rentang suhu 27,740C-29,150C.
Tutupan lahan dengan rata-rata suhu terendah sebesar 24,580C adalah awan dengan rentang suhu 23,060C-29,470C. Keberadaan awan mempengaruhi pengkelasan suhu karena terhalang oleh sensor penginderaan jauh. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wikantika (2008), bahwa proses pengambilan data oleh sensor penginderaan jauh tidak mungkin lepas dari pengaruh awan. Semakin banyak kandungan awan maka akan semakin kecil wilayah yang dapat dideteksi kandungan klorofil dan sebaran suhunya.
Normalized Differential Vegetation Index (NDVI)
Gambar 4. Peta tutupan lahan Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang hasil klasifikasi citra Landsat TM 5 tahun 2006
PETA LOKASI KOTA MEDAN DAN KABUPATEN DELI SERDANG
Medan Deli Serdang Langkat
Hasil analisis korelasi bivariat pearson product moment diperoleh nilai korelasi sebesar -0.522 dengan nilai signifikansi sebesar 0,004 (sig < 0,05). Hal ini berarti korelasi antara NDVI dengan suhu permukaan mempunyai hubungan yang nyata dan terbalik dengan nilai signifikansi yang rendah. Nilai korelasi antara suhu dan NDVI pada tahun 2006 dapat ditampilkan pada Lampiran 8. Tampubolon (2008) menyatakan bahwa koefisien korelasi sebesar +1 atau -1 berarti memiliki korelasi yang sempurna sedangkan koefisien korelasi 0 menunjukkan tidak adanya korelasi. Semakin kecil nilai NDVI maka semakin besar suhu udara. Hal ini berarti semakin kecil tutupan vegetasi Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang, maka semakin tinggi pula suhu udaranya. Perubahan area vegetasi bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi perubahan temperatur. Faktor-faktor lainnya yaitu iklim, curah hujan, dan tingkat pencemaran.
kenyamanan merupakan prioritas yang sangat penting. Sebagian besar kota di Indonesia saat ini dirasakan tidak nyaman, penuh kebisingan, panas waktu siang hari, polusi udara, banjir jika musim penghujan. Salah satu penyebabnya adalah hilangnya salah satu daya dukung lingkungan.
Penutupan lahan sebagian besar, terutama di pusat kota, tertutup oleh jalan, bangunan dan lain-lain dengan karakter yang sangat kompleks dan berbeda dengan karakter ruang terbuka hijau. Susanti (2006) menyatakan geometri tiga dimensi, kota cenderung untuk menjebak radiasi dekat permukaan, dan dengan demikian menurunkan radiasi gelombang panjang yang mungkin dapat dilepaskan. Energi yang cukup besar yang disimpan kota sepanjang siang hari, dilepaskan pada malam hari dengan proses yang sangat lambat. Proses pendinginan di kawasan perkotaan ini jauh lebih lambat bila dibandingkan dengan pendinginan yang terjadi di kawasan non perkotaan yang memiliki jumlah vegetasi cukup banyak. Polusi udara yang tinggi adalah faktor lain yang menjadi ciri kawasan perkotaan. Polusi udara perkotaan terdiri dari gas dan partikel/unsur/butir padat yang diemisi oleh industri, transportasi, sistem pemanas dan lain lain. Polusi udara yang teremisi, merubah komposisi atmosfir perkotaan, menurunkan transmisivitas dan meningkatkan daya serap terhadap radiasi matahari. Dengan kata lain, polusi udara menyerap cahaya matahari dan visibilitas udara menurun, sehingga lebih sedikit radiasi matahari yang menjangkau permukaan tanah.
cenderung terjadi pada jam-jam puncak, yaitu pada kondisi dimana arus lalu lintas yang terjadi sangat tinggi. Dalam rentang waktu satu tahun, di negara-negara subtropis, konsentrasi polutan tertinggi cenderung terjadi pada waktu musim dingin ketika banyak polusi udara berbahaya dipancarkan karena konsumsi berbagai macam bahan bakar dan ketika atmosfir dalam keadaan paling stabil yang memperkecil kemungkinan udara untuk bercampur. Namun, pada musim panas, kabut photochemical tidak jarang pula terbentuk.
Evaporasi dalam sebuah kota dapat berkurang secara signifikan karena permukaan artifisial tidak menyerap air sebagaimana halnya permukaan alami. Lebih dari itu, selama musim hujan, air mengalami run off dengan cepat ke dalam sistem drainase kota dan permukaan di perkotaan menjadi cepat kering. Karena air di atas permukaan tanah jumlahnya sedikit, panas yang ada tidak digunakan untuk evaporasi, melainkan digunakan untuk memanaskan atmosfer kota. Penting untuk disadari bahwa kondisi vegetasi di suatu daerah atau kawasan, sangat berpengaruh terhadap suhu udara.
sebaiknya dibangun dengan memperhatikan arah angin, sehingga polusi udara terbawa oleh angin dan tidak mencemari ke area-area dimana dibutuhkan kualitas udara yang baik seperti area permukiman.
Efek pulau panas harus dikurangi melalui penghematan energi. Penghematan energi bisa secara langsung maupun tidak langsung. Upaya penghematan energi secara langsung adalah pengatapan dengan bahan yang dingin yaitu bahan yang dapat memantulkan radiasi matahari yang akan mengurangi konduksi panas pada bangunan dan penanaman vegetasi yang akan melindungi tembok dan jendela gedung dari sinar matahari langsung, pengatapan dengan bahan yang dingin dan pavement yang dingin di sekitar kita, sehingga menjaga keseimbangan energi permukaan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Suhu Permukaan >29,380C memusat di Kota Medan dan suhu permukaan <29,380C menyebar di Kabupaten Deli Serdang.
2. Jenis tutupan lahan bervegetasi sedikit, yaitu lahan terbuka dan pemukiman memiliki suhu permukaan paling tinggi sebesar 26,990C-30,910C, yang berarti semakin sedikit vegetasi maka semakin tinggi suhu permkaan di Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang.
3. Nilai korelasi bivariat antara Suhu Permukaan dan NDVI sebesar -0,522 menunjukkan hubungan terbalik, yang berarti semakin tinggi kerapatan vegetasi maka semakin rendah suhu permukaan di Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang.
Saran
1. Penelitian yang memanfaatkan data citra satelit untuk memperoleh data spasial suhu permukaan yang akurat sebaiknya meggunakan data pengukuran suhu lapangan sesuai tanggal pengambilan citra satelit.
DAFTAR PUSTAKA
Budiyanto, E. 2002. Sistem Informasi Geografis Menggunakan Arc View GIS. Penerbit Andi. Yogyakarta
Clemonds, Matthew. 2005. Exploring The Relationship Between Vegetation Measeurments and Temperature in Residential Areas by Intergrating Lidar and Remotely Imagery.Texas A & M University. Texas
Dahlan, E.N. 1992. Hutan Kota Untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup. Kerjasama IPB dengan APHI.
Departemen Kehutanan. 1997. Handbook of Indonesian Forestry. Departemen Kehutanan. Jakarta. Hal: 43
Departemen Pekerjaan Umum. 2005. Ruang Terbuka Hijau (RTH) Wilayah Perkotaan. Lab. Perencanaan Lanskap Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor
Hartono. 2004. Statistik Untuk Penelitian. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Howard, J. A. 1996. Penginderaan Jauh Untuk Sumber Daya Hutan Terori dan Aplikasi. Universitas Gadjah Mana. Yogyakarta
Irwan, Z.D. 1997. Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota. PT. Bumi Aksara. Jakarata
Kim, H. M., B. K. Kim, and K. S. You. 2005. A Correlation Analysis Algorithm Between Land Surface Temperature and Vegetation Index. International Journal of Information Processing Systems Vol. 1 No. 1
Lillesand, T. M. dan Kiefer, R. W. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Lintz, J.Jr. dan D.S. Simonett. 1976. Remote Sensing of Environment. Addison-Wesley Publishing Company. London
Lo, C.P. 1996. Terapan Penginderaan Jauh. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Hal 24-35
Nazarudddin. 1996. Penghijauan Kota. Penebar Swadaya. Jakarta
Qin, Z, K. and M. Berliner. 2001. A Mono-Algorithm for Retrieving Land Surface Temperature from Landsat TM data and Its application to The Israel-Egypt Border Region. International Journal of Remote Sensing. 22 (18), pp. 3719-3746
Sonjaya, I. 2007. Menghitung Evapotranspirasi Potensial Dengan Menggunakan Indeks Panas Di Stasiun BMG Dan SMPK Kalimantan Selatan. Stasiun Klimatologi Banjarbaru. Banjar Baru
Subaryono. 2005. Pengantar Sistem Informasi Geografis. Jurusan Teknik Geodesi. Fakultas Teknik. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Susanti. I. 2006. Aspek Iklim dan Perencanaan Tata Ruang. Jurnal PPI Edisi Vol. 8/XVII/November 2006. LAPAN. Jakarta
Sutanto. 1999. Penginderaan Jauh. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Tampubolon, T., S. Darmawan, R. Wikantika, H. S. Lim, dan A. Khairuddin. 2008. Analisis Hubungan NDVI dan Temperatur Terhadap Tutupan Lahan dengan Data Landsat-ETM. Universitas Negeri Medan. Medan
Van, T.n T. 2005. Relationship Between Surface Temperature and Land Cover Typs Using Thermal Infrared Remote Sensing, In Case of Ho Chi Minh City. Vietnam National University. Ho Chi Minh. Vietnam
Weng, Q. 2003. fractal Analysis of Satellite-Detected Urban Heat Island Effect. International Journal of Photogrammetric Engineering and Remote Sensing. 69, pp. 555-566
Weng, Q., L. Dengsheng, and S. Jacquelyn. 2003. Estimation of Land Surface Temeperatur Vegetation Abundance Relationship for Urban Heat Islan Studies. International Journal of Remote Sensing of Environtment. 89, pp 467-483
Wikantika, R, H. Firman, dan D. Soni. 2008. Ekstraksi Suhu dan Klorofil dari Satelit MODIS untuk Zona Tangkapan Ikan. http://wikantika.wordpress. com /remote-sensing-world [19 Maret 2009]
A B
C D
E F
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kondisi tutupan lahan di lapangan berdasarkan pengecekan lapangan
Keterangan:
(A) Permukiman, (B) Lahan Terbuka,
(C) Hutan, (D) Kebun Campuran,
No. X Y Tipe Tutupan Lahan
11 487087 390844 Kebun Campuran
12 486938 391138 Kebun Campuran
13 486800 391995 Pemukiman
20 487019 394723 Kebun Campuran
21 487023 394667 Pemukiman
22 487026 394521 Kebun Campuran
23 487021 394150 Badan Air
24 486811 393920 Kebun Campuran
25 486547 393454 Hutan
32 484293 392588 Kebun Campuran
33 484255 392607 Sawah
34 483735 392620 Sawah
35 483608 392626 Kebun Campuran
36 483508 392631 Pemukiman
44 481676 392399 Kebun Campuran
45 481375 392438 Pemukiman
46 481016 392547 Kebun Campuran
47 480816 392604 Lahan Terbuka
48 480571 392663 Kebun Campuran
49 480360 392728 Pemukiman
50 479852 392315 Kebun Campuran
51 479661 392146 Lahan Terbuka
52 479357 391905 Kebun Campuran
53 478914 391445 Kebun Campuran
54 478397 391040 Kebun Campuran
55 478059 390705 Pemukiman
No. X Y Tipe Tutupan Lahan
59 476316 389213 Pemukiman
60 476175 389257 Kebun Campuran
61 476086 389285 Badan Air
62 475792 389351 Hutan
63 475477 389053 Kebun Campuran
64 474855 388605 Pemukiman
71 474289 389566 Kebun Campuran
72 473819 389751 Sawah
73 473192 389930 Pemukiman
74 473133 389956 Kebun Campuran
75 472524 390136 Sawah
84 466081 391063 Kebun Campuran
85 465801 391062 Pemukiman
86 464904 390860 Pemukiman
87 464842 391172 Badan Air
88 460307 390045 Kebun Campuran
89 458409 389385 Kebun Campuran
90 457839 389145 Pemukiman
91 457256 388232 Kebun Campuran
92 456982 387226 Lahan Terbuka
93 456862 386865 Kebun Campuran
94 456558 386401 Pemukiman
95 455819 386070 Kebun Campuran
96 455680 385941 Pemukiman
97 455151 384625 Pemukiman
98 455045 383958 Pemukiman
99 455163 382703 Kebun Campuran
100 455974 381752 Pemukiman
101 455909 380894 Pemukiman
102 455888 380443 Kebun Campuran
103 455881 380099 Pemukiman
104 455860 379370 Kebun Campuran
105 455705 378947 Kebun Campuran
106 455542 378245 Pemukiman
107 455666 377500 Hutan
108 455876 376738 Kebun Campuran
109 455900 376388 Pemukiman
110 455868 376259 Hutan
111 455490 375898 Kebun Campuran
112 455192 375516 Hutan
113 455341 375063 Hutan
114 455384 373787 Hutan
No. X Y Tipe Tutupan Lahan
117 453773 371748 Hutan
118 454019 370468 Pemukiman
119 454268 369658 Pemukiman
120 453897 369260 Hutan
121 453859 368707 Badan Air
122 453335 368344 Hutan
123 453266 367786 Hutan
124 453214 367300 Kebun Campuran
125 453000 367096 Pemukiman
126 452892 366520 Kebun Campuran
127 452819 365702 Lahan Terbuka
128 452575 364818 Kebun Campuran
129 451888 364255 Pemukiman
130 451427 363612 Kebun Campuran
131 451305 361427 Sawah
132 450586 362724 Hutan
133 450780 363163 Kebun Campuran
134 451073 363365 Pemukiman
135 451685 363699 Kebun Campuran
136 451850 363986 Pemukiman
137 451903 364158 Kebun Campuran
138 453274 367677 Kebun Campuran
139 455811 370017 Hutan
140 455843 370228 Badan Air
141 455941 370936 Sawah
142 456070 371143 Sawah
143 456240 371603 Sawah
144 456530 372440 Kebun Campuran
145 457043 373363 Kebun Campuran
146 457662 373662 Kebun Campuran
147 458478 373996 Sawah
148 458936 374334 Kebun Campuran
149 459454 374564 Kebun Campuran
150 460351 374941 Pemukiman
151 460903 375813 Kebun Campuran
152 461107 376062 Sawah
153 461231 376162 Kebun Campuran
154 461052 376869 Pemukiman
155 460892 377284 Badan Air
156 460631 377518 Badan Air
157 460584 378391 Kebun Campuran
158 460514 379112 Kebun Campuran
159 461196 380371 Pemukiman
160 461530 381129 Sawah
161 461553 382819 Sawah
162 461561 383099 Sawah
163 462265 383120 Kebun Campuran
164 462489 383113 Sawah
165 463017 383512 Lahan Terbuka
166 463634 383969 Kebun Campuran
167 464197 384151 Sawah
168 464364 384480 Sawah
169 464351 384727 Pemukiman
170 464418 385335 Kebun Campuran
171 464660 386380 Pemukiman
No. X Y Tipe Tutupan Lahan
175 465152 389960 Badan Air
176 464015 391515 Hutan
177 465090 391473 Pemukiman
178 465411 392647 Pemukiman
179 465573 393795 Badan Air
180 465079 394837 Pemukiman
181 464205 394835 Pemukiman
182 462889 394734 Hutan
183 462506 394855 Badan Air
184 462316 394831 Pemukiman
185 462330 395167 Lahan Terbuka
186 462632 395942 Pemukiman
187 462731 396248 Pemukiman
188 462939 396755 Pemukiman
189 463229 397099 Pemukiman
190 462121 396812 Pemukiman
191 461195 396849 Hutan
192 460746 396878 Badan Air
193 460210 396441 Pemukiman
194 460484 396960 Pemukiman
195 460689 398624 Badan Air
196 460585 398858 Pemukiman
197 460394 399626 Kebun Campuran
198 459554 399433 Pemukiman
199 460272 394378 Pemukiman
200 459981 393984 Pemukiman
201 459555 393405 Pemukiman
202 459331 393106 Pemukiman
203 458917 392548 Pemukiman
204 458505 391918 Pemukiman
205 458416 392106 Sawah
206 458397 392342 Kebun Campuran
207 458436 392583 Pemukiman
208 458462 392852 Lahan Terbuka
209 458487 393119 Pemukiman
210 458480 393496 Pemukiman
211 458839 393363 Pemukiman
212 459582 393442 Kebun Campuran
213 460056 394095 Hutan
214 460286 394417 Pemukiman
215 460348 395191 Pemukiman
216 460155 396196 Hutan
217 460400 396814 Pemukiman
218 460513 397311 Lahan Terbuka
219 460760 398772 Lahan Terbuka
220 461351 398812 Lahan Terbuka
221 461560 398803 Lahan Terbuka
222 461664 398801 Lahan Terbuka
223 462000 398793 Badan Air
224 462589 398706 Kebun Campuran
225 463599 398678 Badan Air
226 463769 398688 Hutan
227 463749 399239 Lahan Terbuka
228 463544 399813 Hutan
229 463460 400121 Hutan
230 463244 400684 Hutan
No. X Y Tipe Tutupan Lahan
233 464002 401292 Kebun Campuran
234 464476 401231 Sawah
235 464596 401746 Lahan Terbuka
236 464593 401999 Hutan
237 464292 402633 Kebun Campuran
238 463395 403649 Lahan Terbuka
239 462722 404271 Pemukiman
240 462942 404683 Hutan
241 462998 405244 Pemukiman
242 463057 405506 Lahan Terbuka
243 462907 406185 Pemukiman
244 462798 406643 Kebun Campuran
245 462831 406880 Lahan Terbuka
246 462993 407367 Lahan Terbuka
247 463208 407813 Pemukiman
248 463424 408001 Lahan Terbuka
249 463817 408732 Pemukiman
250 464255 409344 Lahan Terbuka
251 464460 409773 Lahan Terbuka
252 464476 410091 Pemukiman
253 464395 410487 Lahan Terbuka
254 464192 412024 Lahan Terbuka
255 463994 412515 Pemukiman
256 463976 413291 Pemukiman
257 463890 414019 Pemukiman
258 464035 415075 Badan Air
259 464169 415251 Pemukiman
260 464379 415423 Lahan Terbuka
261 464546 415648 Lahan Terbuka
262 464680 415937 Pemukiman
263 464590 417339 Lahan Terbuka
262 464622 417574 Pemukiman
265 464783 418617 Pemukiman
266 464907 418629 Badan Air
267 465042 418639 Pemukiman
268 464807 418133 Pemukiman
269 465424 418193 Hutan
270 465594 418498 Pemukiman
271 465750 418546 Pemukiman
272 466246 418616 Pemukiman
273 466614 418613 Pemukiman
274 467131 418660 Badan Air
275 466725 418451 Pemukiman
276 465971 418198 Pemukiman
277 465902 417952 Hutan
278 465276 417744 Badan Air
279 465052 416843 Lahan Terbuka
280 464670 416826 Pemukiman
281 464748 416097 Pemukiman
282 463933 414406 Pemukiman
283 463947 413373 Kebun Campuran
284 464094 412804 Kebun Campuran
285 464262 411865 Hutan
286 463996 411516 Kebun Campuran
287 463730 411385 Pemukiman