• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deskripsi Data

Peta persebaran jumlah anggaran pertanian yang diterima masing-masing daerah di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 terlihat pada Gambar 1. Kab/kota yang mendapatkan anggaran terendah berada di Kota Pekalongan, Kota Tegal dan Kota Semarang. Sementara daerah yang memiliki anggaran terbesar adalah Magelang, Grobogan dan Brebes.

Gambar 1 Peta anggaran pertanian kab/kota di Jawa Tengah tahun 2012 Peubah 1 adalah pertumbuhan ekonomi yang memiliki korelasi negatif sebesar -0.1343 dengan anggaran pertanian di suatu kab/kota di Jawa Tengah. Penyebaran pertumbuhan ekonomi dapat terlihat pada Gambar 2. Kab/Kota denga pertumbuhan ekonomi tertinggi berada pada daerah Sragen, Kota Magelang, Kota Semarang. Sedangkan Kab/Kota dengan pertumbuhan ekonomi terendah berada pada daerah Rembang, Demak dan Kudus.

12

Pada Gambar 3 terlihat persebaran jumlah penduduk miskin Kab/Kota di Jawa Tengah yang menggambarkan adanya daerah dengan jumlah penduduk miskin tertinggi membentuk pola mengelompok yaitu daerah Brebes, Cilacap dan Banyumas. Sedangkan daerah yang yang memiliki jumlah penduduk miskin terendah berada pada daerah Kota Salatiga dan Kota Magelang. Adapun korelasi antara peubah anggaran pertanian dengan jumlah penduduk miskin sebesar 0.5230.

Gambar 3 Peta penduduk miskin kab/kota di Jawa Tengah tahun 2012 Hal yang hampir serupa dengan Gambar 3 terjadi pada Gambar 4 yang menunjukan pola pengelompokan pada daerah yang memiliki jumlah penduduk pertanian yang tinggi yaitu daerah Grobogan, Brebes dan Wonogiri. Sedangkan Kab/Kota yang memiliki jumlah penduduk pertanian yang kurang yaitu Kota Surakarta dan Kota Magelang. Jumlah penduduk pertanian memiliki korelasi positif yang tinggi dengan anggaran pertanian yakni sebesar 0.7297

Gambar 4 Peta penduduk pertanian kab/kota di Jawa Tengah tahun 2012 Gambar 5 terlihat pola penyebaran luas panen Kab/Kota di Jawa Tengah pada tahun 2012 yang menunjukkan adanya pengelompokan beberapa wilayah. Luas panen memiliki korelasi yang cukup tinggi dengan anggaran pertanian yaitu sebesar 0.6299. Kab/Kota di Jawa Tengah yang memiliki luas panen yang

13

tertinggi berada pada wilayah Cilacap, Grobogan dan Pati. Sedangkan daerah yang memiliki luas panen yang relatif rendah berada pada daerah Kota Tegal, Kota Magelang dan Kota Surakarta.

Gambar 5 Peta luas panen kab/kota di Jawa Tengah tahun 2012

Pola yang terjadi pada Gambar 6 berikut ini terlihat bahwa masih terjadi pengelompokan yang cukup banyak baik itu pada daerah yang memiliki produktivitas yang rendah, sedang dan tinggi. Kab/Kota yang memiliki produktivitas yang tinggi berada pada daerah Sukuharjo dan Kota Surakarta, sedangkan daerah yang memiliki produktivitas rendah berada pada daerah Pekalongan dan Batang. Produktivitas memiliki korelasi positif dengan anggaran pertanian namun nilainya cukup rendah yaitu 0.1864.

Gambar 6 Peta produktivitas kab/kota di Jawa Tengah tahun 2012

Pada Gambar 7 berikut ini terlihat persebaran PDRB Kab/Kota di Jawa Tengah yang menggambarkan bahwa beberapa daerah membentuk mengelompok. Daerah yang memiliki PDRB yang tinggi berada pada daerah Cilacap dan Kota Semarang, sedangkan daerah yang memiliki PDRB yang relatif rendah berada pada daerah Kota Magelang dan Kota Salatiga. Adapun korelasi antara PDRB dengan anggaran pertanian yaitu sebesar 0.1697.

14

Gambar 7 Peta PDRB kab/kota di Jawa Tengah tahun 2012

Peubah yang terakhir adalah peubah produksi padi, yang penyebarannya terlihat pada Gambar 8. Produksi padi mempunyai korelasi yang cukup tinggu dengan anggaran pertanian yaitu sebesar 0.6231. Persebaran produksi padi terlihat memiliki pola mengelompok antara beberapa daerah. Kab/Kota di Jawa Tengah pada tahun 2012 yang memiliki produksi padi tertinggi yaitu Cilacap dan Grobogan, sedangkan produksi padi yang rendah berada pada daerah Kota Magelang dan Kota Surakarta.

Gambar 8 Peta produksi kab/kota di Jawa Tengah tahun 2012

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, terlihat bahwa peubah pada kab/kota yang memiliki kedekatan secara geografis, memiliki kemiripan nilai. Hal ini mengindikasikan bahwa nilai pengamatan pada suatu kab/kota tidak saling bebas, melainkan ada ketergantungan spasial. Ketergantungan spasial terdapat pada peubah respon, dan pada peubah-peubah bebasnya. Nilai peubah yang tidak saling bebas ini, melanggar salah satu asumsi yang digunakan pada regresi biasa yang menggunakan metode kuadrat terkecil. Pada data dengan ketergantungan spasial, nilai penduga yang dihasilkan dengan metode kuadrat terkecil akan menjadi bias dan inkonsisten (LeSage 2008).

15

Analisis Korelasi antar Peubah

Berdasarkan Gambar 9 terlihat bahwa setiap peubah memiliki pola hubungan yang cukup berbeda terhadap anggaran pertanian. Peubah yang selalu memiliki hubungan negatif dengan anggaran pertanian yaitu pertumbuhan ekonomi, sedangkan peubah PDRB terjadi hubungan negatif hanya pada tahun 2008, tahun berikutnya berkorelasi positif lemah untuk peubah lainnya cenderung memiliki hubungan yang positif. Di antara semua peubah penjelas, peubah jumlah penduduk miskin, luas panen yang memiliki pola sama. Dari pola-pola tersebut dapat diidentifikasi kemungkinan peubah yang berpengaruh nyata adalah jumlah penduduk miskin, jumlah penduduk pertanian, PDRB, luas panen dan produktivitas.

Gambar 9 Koefisien korelasi antara peubah penjelas dengan anggaran pertanian Analisis selanjutnya adalah perlu mengetahui hubungan antara masing-masing peubah yang digunakan dalam penelitian. Pada Tabel 2 terdapat matriks korelasi antar peubah yang menunjukkan adanya hubungan yang erat antara peubah penjelas atau adanya indikasi terjadi multikolinearitas yang kuat antara peubah luas panen dan produksi. Beberapa metode yang digunakan dalam mengatasi masalah ini adalah regresi stepwise, melakukan transformasi data, dan mengeluarkan salah satu variabel yang berkorelasi tinggi. Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah mengeluarkan salah satu variabel yang berkorelasi tinggi.

Tabel 2 Nilai korelasi antar peubah

Peubah Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 Y 1.00 X1 -0.13 1.00 X2 0.42 -0.06 1.00 X3 0.63 -0.11 0.76 1.00 X4 0.53 -0.05 0.75 0.76 1.00 X5 0.25 0.12 0.20 0.32 0.27 1.00 X6 0.15 0.11 0.23 0.09 0.29 -0.03 1.00 -0.4 -0.2 0 0.2 0.4 0.6 0.8 2008 2009 2010 2011 2012 Korelasi T a hu n Produksi PDRB Produktivitas

Luas Panen Penduduk Pertanian Jumlah Penduduk Miskin

16

X7 0.53 -0.02 0.73 0.77 0.99 0.37 0.30 1.00

Eksplorasi Hubungan Spasial

Salah satu cara untuk melihat adanya pengaruh spasial dengan menggunakan plot pencaran Moran. Berdasarkan Gambar 10 hasil plot pencaran moran antara anggaran pertanian suatu daerah dengan daerah tetangganya terlihat bahwa setiap daerah yang berdekatan cenderung membentuk pola cluster. Dari hasil yang didapatkan dapat dijadikan indikasi bahwa adanya kemungkinan pengaruh spasial antara daerah yang berdekatan. Jika dilihat dari plot pencaran moran dari tahun 2008 sampai tahun 2012, hanya pada tahun 2008 yang membentuk pola lain hal itu dikarenakan adanya pengaruh krisis keungan pada tahun itu sehingga mengakibatkan persebaran anggaran masing-masing kab/kota tidak menentu sedangkan untuk tahun berikutnya tidak begitu menunjukan perubahan yang terlalu nyata, dalam artian bahwa hubungannya masih cukup stabil.

Gambar 10 Plot pencaran moran anggaran pertanian tahun 2008-2012 Berdasarkan hasil plot pencaran moran di atas, terlihat bahwa data anggaran pertanian plot-plot menyebar di beberapa kuadran. Detail persentase komposisi setiap kuadran dapat dilihat pada Tabel 2 sebaran data anggaran pertanian hampir sama diseluruh kuadran.

Tabel 3 Persentase komposisi setiap kuadran I - IV

Kuadran 2008 2009 2010 2011 2012 I (High-High) 28.57% 22.56% 25.71% 14.29% 28.57% II (Low-High) 20% 25.71% 28.57% 25.71% 28.57% III (Low-Low) 28.57% 22.86% 20% 25.71% 22.86% 2 0 -2 2 0 -2 2 0 -2 2 0 -2 2 0 -2 2 0 -2 2 0 -2 2 0 -2 2 0 -2 2 0 -2 WY*Y-2008 0 WY_1*Y-2009 0 WY_2*Y-2010 0 WY_3*Y-2011 0 WY_4*Y-2012 0

17

IV (High-Low) 22.86% 28.57% 25.71% 34.29% 20% Pada Tabel 3 persentase kab/kota yang masih tetap berada dalam kuadran yang sama walaupun sudah berganti tahun (match) yaitu sebanyak 62.86% kab/kota yang masih dalam kuadran yang sama dari pada tahun 2008 dan 2009, ada 74.29% kab/kota yang masih dalam kuadran yang sama tahun 2009 dan 2010, 74.29% kab/kota yang masih dalam kuadran yang sama tahun 2010 dan 2011, sedangkan pada tahun 2011 dan 2012 terjadi penurunan persentase akibat ada beberapa kab/kota yang mengalami perubahan lokasi kuadran yakni 54.29%.

Tabel 4 Persentase kab/kota berdasarkan macth kuadran dari tahun 2008-2012

Tahun 2009 2010 2011 2012 2008 62.86% 74.29% 68.57% 48.57% 2009 74.29% 71.43% 68.57% 2010 74.29% 65.71% 2011 54.29% Pendugaan Parameter

Analisis data panel yang dilakukan untuk melihat bagaimana pengaruh lokasi / unit dan waktu yang terdapat dalam model. Berdasarkan hasil plot moran terlihat bahwa hanya lokasi yang memiliki pengaruh sedangkan untuk waktu terlihat tidak memiliki perubahan atau memiliki pola sehingga hanya dilakukan satu arah untuk melihat pengaruh lokasi saja tanpa melihat pengaruh waktu.

Pendekatan yang digunakan dalam menduga model data panel yaitu dengan pengaruh tetap dan model dengan pengaruh acak. Lokasi / unit yang digunakan dalam penelitian ini adalah keseluruhan kabupaten / kota yang ada di Provinsi Jawa Tengah. Hasil pendugaan dari model pengaruh tetap dapat dilihat pada Tabel.2. Ada 4 peubah yang berpengaruh nyata yaitu jumlah penduduk miskin, jumlah penduduk pertanian, PDRB dan Produksi pada taraf nyata 15%.

Tabel 5 Penduga parameter model pengaruh tetap

Peubah Penjelas Koefisien Galat Baku Nilai-p Jumlah Penduduk Miskin (X1) -56.72 21.57 0.01*

Pertumbuhan Ekonomi (X2) 194.51 485.30 0.68

Jumlah Penduduk Pertanian (X3) -0.02 0.01 0.11*

Produktivitas (X4) 79.66 115.84 0.49

PDRB (X6) 0.23 0.13 0.07*

Produksi (X7) -0.02 0.01 0.06*

Konstanta 28393.83 6637.68 0.00*

*ζyata pada α = 15%

Selanjutnya setelah dilakukan pengujian terhadap model data panel dengan pengaruh acak. Pada Tabel 5 dapat dilihat peubah yang berpengaruh nyata terhadap anggaran pertanian pada taraf nyata 15% yaitu jumlah penduduk miskin, jumlah penduduk pertanian, produksi dan PDRB.

18

Tabel 6 Penduga parameter model pengaruh acak

Peubah Penjelas Koefisien Galat Baku Nilai-p Jumlah Penduduk Miskin (X1) -26.66 11.54 0.02*

Pertumbuhan Ekonomi (X2) -73.88 451.93 0.87

Jumlah Penduduk Pertanian (X3) 0.02 0.01 0.02*

Produktivitas (X4) -29.29 94.02 0.75

PDRB (X6) 0.09 0.05 0.05*

Produksi (X7) 0.01 0.01 0.02*

Konstanta 13570.52 5141.68 0.01*

*ζyata pada α = 15%

Berdasarkan hasil diatas maka perlu dilakukan kajian lebih dalam mengenai kemungkinan ada kemungkinan bahwa bukan anggaran dari tetangga yang berpengaruh terhadap dirinya, akan tetapi efek lain yang tidak dapat diukur yang biasa disebut sebagai efek acak. Untuk memastikan peubah WY atau efek acak yang memberikan pengaruh spasial paling kuat, maka dilakukan uji lagrange multiplier.

Pengujian Model Spasial

Selain munggunakan plot pencaran moran, pengecekan mengenai adanya kebergantungan spasial dapat dilakukan melalui pengujian LM. Pengujian ini untuk mengetahi spesifikasi khusus pengaruh kebergantungan spasial yang terjadi yaitu kebergantungan pada lag (SAR) atau pada galat (SEM). Sebelum dilakukan uji LM terlebih dahulu menentukan matriks pembobot yaitu matrik pembobot invers jarak dan matriks pembobot ketetanggaan (queen contigiuty).

Berdasarkan hasil uji LM dengan menggunakan pembobot invers jarak seperti yang terlihat pada Tabel 6, dapat disimpulkan bahwa model SAR yang cukup baik untuk mengakomodir keberagaman data pada penelitian ini. Terlihat bahwa p-value untuk SAR kurang dari α = 5%.

Tabel 7 Uji pengganda Lagrange

Jenis Pembobot SAR/SEM Uji LM Nilai Khi

Kuadrat Nilai-p Pembobot invers jarak LM-SAR 33.30 3.84 7.87 x 10 -9 LM-SEM 0.05 3.84 8.16 x 10-1 Pembobot queen contiguity LM-SAR 21.62 2.07 3.14 x 10-6 LM-SEM 0.05 3.84 8.51 x 10-1

Selanjutnya hasil uji LM dengan menggunakan pembobot ketetanggaan yang terlihat pada Tabel 7, dapat diambil kesimpulan bahwa model SAR yang digunakan terlihat dari nilai p-value yang kurang dari alpha 5%. Dari hasil uji LM diatas dengan penggunakan pembobot invers jarak dan pembobot ketetanggaan maka dibentuk model SAR dari data hasil indentifikasi model data panel (non spasial). Kemudian untuk mengakomodir pengaruh spasial antar lokasi maka dimasukan juga peubah otoregresi dari anggaran pertanian. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 8 yang terlihat bahwa peubah yang nyata yaitu jumlah penduduk

19

miskin, jumlah penduduk pertanian, produksi dan PDRB dengan nilai AIC sebesar 19.27.

Tabel 8 Hasil dugaan parameter model SAR dengan pembobot ketetanggaan Peubah Penjelas Koefisien Galat Baku Nilai-p

Rho 0.24 0.11 0.02*

Jumlah Penduduk Miskin (X1) -22.26 11.73 0.05* Pertumbuhan Ekonomi (X2) -264.23 459.82 0.56 Jumlah Penduduk Pertanian (X3) 0.03 0.01 0.01*

Produktivitas (X4) -62.42 95.20 0.51 PDRB (X6) 0.08 0.05 0.08* Produksi (X7) 0.01 0.01 0.03* Konstanta 10688.46 5299.66 0.04* AIC 19.27 *ζyata pada α = 15%

Tabel 9 Hasil dugaan parameter model SAR dengan pembobot invers jarak Peubah Penjelas Koefisien Galat Baku Nilai-p

Rho 0.01 0.01 0.05*

Jumlah Penduduk Miskin (X1) -23.50 11.43 0.04*

Pertumbuhan Ekonomi (X2) -98.93 443.13 0.82

Jumlah Penduduk Pertanian (X3) 0.02 0.01 0.02*

Produktivitas (X4) -23.72 92.19 0.79 PDRB (X6) 0.08 0.04 0.08* Produksi (X7) 0.02 0.01 0.02* Konstanta 10498.90 5283.76 0.05* AIC 19.23 *ζyata pada α = 15%

Berdasarkan hasil pendugaan model SAR dengan menggunakan pembobot invers jarak dapat terlihat pada Tabel 9, peubah yang nyata yaitu jumlah penduduk miskin, jumlah penduduk pertanian, produksi dan PDRB. Penentuan model yang digunakan dengan melihat nilai AIC yang terkecil yaitu 19.23 yang berasal dari penggunaan pembobot invers jarak, walaupun perbedaan nilai antara pembobot invers jarak dan pembobot ketetanggaan tidak terlalu signifikan.

Hasil perhitungan pada analisis spasial data panel, didapatkan bahwa model yang diduga yaitu model spasial data panel dengan model pengaruh acak dan model spasial otoregresi. Persamaan model yang terbentuk dari model pengaruh acak dengan SAR sebagai berikut:

y it=0.01 wijy jt−23.50 1 + 0.02 3 + 0.08 6 + 0.02 7 N j=1 + it

Model diatas memiliki nilai konstanta yang berbeda-beda untuk setiap lokasi karena adanya pengaruh lintas lokasi ( ) yang nilainya dapat dilihat pada Lampiran 4. Dari hasil tersebut, beberapa peubah nyata pada alpha 15% termasuk peubah autoregresi spasial dari peubah anggaran pertanian (WY). Nilai koefisien dari WY adalah positif, hal ini menunjukan adanya korelasi spasial yang positif antar lokasi dari peubah anggaran pertanian di Jawa Tengah.

20

Pengujian Asumsi Model Spasial Data Panel

Setelah diperoleh model spasial data panel yaitu model pengarah acak dengan SAR maka langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian asumsi. Asumsi yang diuji antara lain kehomogenan ragam dan kenormalan.

Salah satu cara melihat kehomogenan ragam sisaan adalah dengan plot antara sisaan dengan y. Berdasarkan hasil plot sisaan pada Gambar 11, terlihat bahwa plot sisaan acak dan tidak membentuk pola tertentu sehingga dapat disimpulkan bahwa asumsi kehomogenan ragam terpenuhi. Namun jika diperhatikan per kabupaten untuk beberapa kabupaten terlihat masih ada pengaruh waktu sebelumnya, sehingga perlu dipertimbangkan pengaruh waktu dalam pemodelan. 35000 30000 25000 20000 15000 10000 5000 0 10000 5000 0 -5000 -10000 y dugaan Ga la t

Gambar 11 Plot sisaan berdasarkan kab/kota di Jawa Tengah

Uji kenormalan sisaan dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov yang telihat pada Gambar 12. Uji tersebut menghasilkan nilai-p sebesar 0.150 yang lebih besar dari nilai 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa galat menyebar normal. 10000 5000 0 -5000 -10000 99.9 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0.1 Galat P e rs e n

21

Dokumen terkait