• Tidak ada hasil yang ditemukan

Eksplorasi Data

Produk domestik regional bruto (PDRB) adalah besarnya produk domestik bruto (PDB) suatu daerah. Pertumbuhan ekonomi dapat dijadikan parameter makro ekonomi, baik dalam skala nasional maupun skala regional yang mencerminkan keadaan perekonomian suatu negara atau daerah. Gambar 1 menunjukkan penyebaran nilai PDRB di kabupaten/kota di Pulau Jawa yang berbeda-beda. Untuk mendeskripsikan sebaran nilai PDRB di Pulau Jawa dilakukan dengan pengelompokan berdasarkan kuartil. Kabupaten/kota dengan nilai PDRB tinggi (> 8.469 milyar rupiah) adalah kota di provinsi DKI Jakarta, Bogor, Bogor, Bandung, Bekasi, dan Surabaya. Kabupaten/kota tersebut merupakan daerah yang menjadi ibu kota provinsi, ibu kota Negara, pusat pemerintahan serta pusat perekonomian. Kabupaten/kota yang memiliki nilai PDRB rendah (< 3.072 milyar rupiah) diantaranya Wonosobo, Pacitan, Kebumen, Blora dan beberapa kabupaten/kota lainnya.

Tinggi rendahnya PDRB suatu kabupaten/kota dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya besaran PDRB yang dihasilkan suatu daerah, jumlah penduduknya, serta kondisi sosial dan kesejahteraan masyarakat yang berbeda antar kabupaten/kota. Kondisi geografis suatu daerah juga mempengaruhi nilai PDRB. Daerah yang menjadi pusat pemerintahan dan pusat perekonomian cenderung menghasilkan nilai PDRB yang tinggi seperti kota-kota didaerah DKI Jakarta, Surabaya, dan Bandung.

Gambar 1: Peta Keragaman Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Nilai koefisien korelasi antar peubah bebas selengkapnya tertera pada Tabel 1. Nilai koefisien korelasi tertinggi sebesar 0.92. Peubah bebas yang memiliki nilai koefisien korelasi tinggi diantaranya peubah rumah tangga menggunakan listrik dengan jumlah pertokoan dan pasar permanen, serta peubah IPM dengan rata-rata lama sekolah. Disamping itu, peubah bebas yang memiliki nilai korelasi rendah diantaranya peubah angka harapan hidup dengan jumlah penginapan dan hotel, serta rumah tangga menggunakan listrik dengan jumlah penginapan dan hotel. Adanya korelasi yang tinggi antar peubah bebas mengindikasikan tidak terpenuhinya asumsi multikolinieritas pada regresi linier berganda.

9 Tabel 1 Nilai koefisien korelasi antar peubah bebas

x1 x2 x3 x4 x5 x6 x7 x8 x9 x10 x2 0.79 x3 0.80 0.55 x4 0.26 0.24 0.61 x5 -0.10 -0.10 0.31 0.55 x6 -0.30 -0.10 -0.63 -0.60 -0.57 x7 -0.40 -0.20 -0.43 -0.10 -0.07 0.23 x8 -0.30 -0.10 -0.21 0.02 0.32 -0.11 0.583 x9 0.52 0.36 0.67 0.44 0.59 -0.57 -0.18 0.20 x10 -0.30 -0.10 -0.21 0.03 0.25 -0.09 0.586 0.92 0.10 x11 0.15 0.08 0.22 0.16 0.002 -0.17 -0.03 0.09 0.11 0.15

Model Regresi Terboboti Geografis (RTG)

Hasil uji heterogenitas spasial dengan menggunakan uji Breusch-Pagan

(BP) sebesar 27.693 dengan nilai-p 0.0073. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh heterogenitas spasial disetiap lokasi pengamatan pada data. Sehingga model yang tepat digunakan untuk mengatasi heterogenitas spasial yang terjadi pada nilai PDRB adalah model Regresi Terboboti Geografis (RTG).

Untuk memperoleh model pada setiap lokasi diperlukan lebar jendela yang diperoleh dengan metode validasi silang yang selanjutnya digunakan untuk memperoleh matriks pembobot pada proses pendugaan parameternya. Matriks

pembobot yang digunakan dalam penelitian ini adalah pembobot kernel Gaussian.

Lebar jendela yang dianggap sebagai jari-jari lingkaran disekitar titik lokasi pengamatan dalam hal ini bernilai 2.968, sehingga wilayah yang berada disekitar 2.968 derajat dari titik lokasi pengamatan masih memberikan pengaruh pada nilai PDRB. Langkah selanjutnya adalah membentuk matriks pembobot. Jika suatu lokasi semakin jauh dari titik lokasi pengamatan maka nilai pembobotnya semakin menurun sehingga pengaruh yang diberikan semakin kecil.

Hasil penduga parameter menggunakan RTG bisa bernilai positif ataupun negatif pada kabupaten/kota yang berbeda untuk peubah yang sama. Sehingga suatu peubah bebas yang sama bisa memberi kontribusi positif maupun negatif terhadap nilai PDRB. Sifat lokal dari model RTG dapat ditunjukkan dari hasil nilai penduga parameternya. Ringkasan penduga parameter pada model RTG dapat dilihat pada Tabel 2. Penduga yang memiliki jangkauan koefisien terbesar

adalah b4 dengan nilai 18.04 yang merupakan peubah angka melek huruf (X4).

Jangkauan terkecil adalah b11 dengan nilai 0.35 yang merupakan peubah jumlah

hotel dan penginapan (X11). Selain itu peubah persentase kemiskinan memiliki

10

Tabel 2. Ringkasan penduga parameter pada model RTG

Koefisien RTG Minimum Rata-Rata Maksimum Jangkauan

3.57 7.29 9.07 5.50 -3.63 -0.84 3.27 6.90 -1.29 -0.42 1.44 2.74 -4.64 -1.54 3.18 7.82 -3.85 6.52 14.18 18.04 -1.24 -0.65 0.44 1.68 -1.22 -0.60 0.15 1.37 -1.84 3.54 11.96 13.81 -1.34 2.57 6.05 7.40 -2.51 3.95 7.40 9.91 -0.88 -0.51 0.51 1.40 1.02 1.10 1.36 0.35

Peta hasil dugaan nilai PDRB pada model RTG (Gambar 2) menunjukkan bahwa terdapat beberapa wilayah dengan pendugaan yang kurang sesuai dengan nilai PDRB awal. Seperti hasil dugaan daerah Garut masuk kategori rendah yang seharusnya berada dikategori tinggi. Hal ini disebabkan hasil prediksi dari model RTG kurang akurat.

Nilai F-hitung yang dihasilkan dari pengujian model RTG sebesar 2.8948 dengan nilai-p sebesar 0.0006. Nilai-p yang dihasilkan lebih kecil dari taraf nyata

0.05 sehingga diperoleh keputusan tolak H0. Hal ini menunjukkan bahwa model

RTG mampu mendeskripsikan data dengan lebih baik dibandingkan dengan model OLS pada taraf nyata 5%. Pendugaan parameter dengan model RTG

menghasilkan nilai R2 sebesar 68.89 %. Nilai ini hanya mampu menjelaskan

keragaman nilai PDRB sebesar 68.89%, sisanya dijelaskan oleh peubah lain diluar model.

Gambar 2 Peta Dugaan nilai PDRB pada model RTG

Nilai korelasi lokal beberapa peubah bebas untuk setiap lokasi pengamatan tertera di Gambar 3. Informasi yang diperoleh dari Gambar 3 bahwa terdapat beberapa peubah bebas yang berkorelasi sangat tinggi dengan peubah bebas lainnya untuk setiap lokasi pengamatan. Peubah bebas tersebut diantaranya adalah

peubah X8 dan X10. Nilai korelasi tertinggi antara peubah X8 dan X10 sebesar

0.943 dan terendah sebesar -0.269. Nilai korelasi yang tinggi mengindikasikan bahwa adanya multikolinearitas lokal yang terjadi pada model RTG.

11 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 2 4 6 8 10

Gambar 3 Nilai korelasi lokal antara peubah xi dan xj

Selain dengan korelasi lokal, multikolinieritas pada model RTG juga dapat dilihat dari nilai VIF lokalnya. Diagram kotak garis pada Gambar 4 menunjukkan nilai VIF lokal untuk setiap peubah bebas. Rata-rata nilai VIF memiliki selang antara 1.15 hingga 10.52, sehingga dapat disimpulkan beberapa peubah bebas dalam penelittian ini mengindikasikan adanya multikolinearitas lokal. Peubah bebas yang memiliki nilai VIF lokal yang tinggi diantaranya adalah peubah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan rumah tangga yang menggunakan listrik. Angka harapan hidup, angka melek huruf, rumah tangga menggunakan gas, dan jumlah hotel dan penginapan memiliki nilai VIF yang bersifat global karena memiliki keragaman yang kecil dengan rata-rata selang nilai VIF sebesar 2.361 sampai 2.410. Adanya multikolinieritas dapat menyebabkan hasil dugaan parameter memiliki ragam yang besar sehingga dapat menyebabkan kesalahan dalam interpretasi model.

Gambar 4 Nilai VIF lokal

x2_x1 x3_x1 x4_x3 x9_x3 x3_x4 x7_x10 x8_x10 x4_x1 x5_x1 -0 .2 0 .0 0 .2 0 .4 0 .6 0 .8 1 .0

12

Model Regresi Komponen Utama Terboboti Geografis (RKUTG)

Salah satu cara untuk mengatasi masalah multikolinieritas lokal adalah dengan menggunakan metode RKUTG. Metode RKUTG dibagi menjadi dua yaitu global dan lokal. Metode ini akan menghasilkan peubah baru atau yang disebut dengan komponen utama yang merupakan kombinasi linier dari peubah-peubah asli. Komponen untama yang terbentuk secara keseluruhan adalah sebanyak 11 komponen utama.

Komponen utama yang akan digunakan untuk mewakili keseluruhan peubah asli dapat menggunakan kriteria akar ciri. Pembentukan model komponen

utama dengan cara mengambil akar ciri yang lebih besar dari 1 . Atau

memilih r buah komponen utama sebagai penyumbang terbesar keragaman data

yang menghasilkan total keragaman lebih dari 0.75 atau ∑ .

Keragaman total yang dapat diterangkan oleh komponen utama ke-i terhadap keragaman total adalah:

untuk i=1,2,…,r.

RKUTG Global

Nilai akar ciri global tertera pada Tabel 3 yang menunjukkan bahwa akar ciri yang memiliki nilai lebih dari 1 adalah tiga akar ciri pertama. Hal ini menunjukkan bahwa ada tiga komponen utama yang bisa digunakan untuk mewakili seluruh peubah asli. Namun jika menggunakan tiga komponen utama proporsi keragaman yang dihasilkan kurang dari 75%. Pada penelitian ini akan digunakan seluruh komponen utama untuk mewakili peubah asli, hal ini diperkuat dengan proporsi keragaman yang dihasilkan. Proporsi keragaman dari komponen utama global menunjukkan bahwa seluruh komponen utama pertama menghasilkan persentase keragaman kumulatif 100% yang artinya dengan menggunakan seluruh komponen utama dapat menjelaskan sebesar 100% dari keragaman total peubah awal.

Tabel 3 Akar ciri global

KU Akar ciri Persentase keragaman kumulatif KU1 3.99 36.3 KU2 2.79 61.7 KU3 1.38 74.2 KU4 0.97 83.1 KU5 0.59 88.5 KU6 0.42 92.3 KU7 0.38 95.8 KU8 0.21 97.8 KU9 0.13 99 KU10 0.06 99.5 KU11 0.05 100

13 Skor komponen utama yang dihasilkan digunakan sebagai peubah baru untuk analisis RKUTG. Penduga parameter yang dihasilkan menggunakan RKUTG bisa bernilai positif ataupun negatif pada lokasi yang berbeda untuk peubah yang sama. Hal ini mengakibatkan peubah bebas yang sama bisa memberi kontribusi positif maupun negatif terhadap nilai PDRB di suatu wilayah. Peta hasil dugaan nilai PDRB pada model RKUTG global (Gambar 5) menghasilkan

R2 sebesar 67.7% yang menunjukkan bahwa sebesar 67.7% keragaman nilai

PDRB di Pulau Jawa mampu dijelaskan oleh model sedangkan sisanya dijelaskan peubah lain diluar model.

Gambar 5 Peta Dugaan nilai PDRB pada model RKUTG Global

RKUTG Lokal

Diagram kotak garis (Gambar 6) menunjukkan nilai akar ciri lokal yang dihasilkan yang kemudian akan digunakan untuk mendapatkan model RKUTG. Setiap lokasi pengamatan memiliki akar ciri yang berbeda-beda. Akar ciri yang dihasilkan menunjukkan keragaman yang berbeda-beda untuk setiap komponen utama yang terbentuk. Dari sebelas komponen utama, empat komponen utama pertama menghasilkan rata-rata keragaman lebih dari 75%. Namun penelitian ini akan menggugunakan seluruh komponen utama dengan persentase keragaman kumulatif 100% untuk mewakili seluruh peubah asli.

Gambar 6 akar ciri RKUTG lokal Peubah bebas 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 0 1 2 3 4 5

14 X1 X3 0 2 4 6 8 10

Peta hasil dugaan nilai PDRB pada model RKUTG Lokal dapat dilihat pada Gambar 7. Hasil dugaan nilai PDRB wilayah DKI Jakarta, Surabaya, dan Bandung masuk kategori tinggi dengan nilai sebenarnya juga masuk kategori

tinggi. Model RKUTG lokal menghasilkan nilai R2 sebesar 66.43% yang

menunjukkan bahwa sebesar 66.43% keragaman nilai PDRB mampu dijelaskan oleh model sedangkan sisanya dijelaskan oleh peubah-peubah lain diluar model.

Gambar 7 Peta Dugaan nilai PDRB pada model RKUTG Lokal

Model Regresi Lasso Terboboti Geografis (RLTG)

RLTG Global

Peubah bebas yang nyata pada model RLTG global adalah peubah bebas

yang masuk dalam batasan parameter penyusutan (s) yang telah diduga. Hasil

analisis (Gambar 8) menunjukkan bahwa ada dua peubah bebas yang nyata dalam

pemodelan nilai PDRB yaitu peubah IPM dan rata-rata lama sekolah .

Peubah IPM dan rata-rata lama sekolah memiliki nilai koefisien tinggi dibeberapa lokasi pengamatan. Nilai koefisien IPM tinggi meliputi kota Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, dan Surabaya. Nilai koefisien rata-rata lama sekolah tinggi meliputi kota Bekasi, Jakarta Barat, Kota Bogor dan Kota Sukabumi. Untuk nilai koefisien IPM terendah meliputi Ciamis, Wonogiri, Blora dan Klaten. Selain itu nilai koefisien rata-rata lama sekolah yang terendah meliputi Lamongan, Blitar, Bondowoso, dan Madiun.

Gambar 8 peubah bebas yang nyata model RLTG global Peubah bebas Jakarta Pusat Jakarta Selatan Surabaya Bekasi Jawa Barat Bogor Sukabumi

15 Peta dugaan nilai PDRB pada model RLTG global (Gambar 9) menginformasikan bahwa terdapat 29 kabupaten/kota dengan nilai PDRB tertinggi (> 8.469) diantaranya beberapa kota di provinsi DKI Jakarta, Bogor, Bekasi, Surabya. Terdapat 38 kabupaten/kota yang memiliki nilai PDRB terendah (< 3.072) diantaranya Blora, Wonosobo, Pacitan, Wonogiri. Model RLTG Global

menghasilkan nilai R2 sebesar 88.63% yang berarti bahwa model RLTG Global

mampu menjelaskan keragaman nilai PDRB pada 113 kabuptan/kota di Pulau Jawa sebesar 88.63%, sisanya 11.37% dijelaskan oleh peubah diluar model.

Gambar 9 Peta Dugaan nilai PDRB pada model RLTG Global

RLTG Lokal

Peta hasil dugaan nilai PDRB (Gambar 10) menunjukkan bahwa, nilai PDRB yang sangat tinggi yaitu dengan jangkauan 8.469 sampai 96.423 terdapat di daerah sekitar provinsi DKI Jakarta dan kota Surabaya. RLTG lokal melakukan pemilihan model dengan menyusutkan beberapa koefisien ke nol (Lampiran 2). Peubah bebas yang memiliki nilai VIF besar menyebabkan koefisien parameter menjadi mengecil bahkan bernilai nol. Setiap kabupaten/kota di Pulau Jawa memiliki peubah bebas nyata yang berbeda-beda. Hal ini menunjukkan bahwa setiap daerah memiliki keunggulan masing-masing dalam meningkatkan nilai

PDRB. Model RLTG lokal menghasilkan pseudo R2 sebesar 98.61% yang

menunjukkan bahwa sebesar 98.61% keragaman nilai PDRB mampu dijelaskan oleh model sedangkan dijelaskan oleh peubah-peubah lain diluar model.

16

Peubah bebas nyata dari model RLTG lokal untuk daerah yang memiliki dugaan nilai PDRB rendah tertera pada Gambar 11. Wilayah yang memiliki dugaan nilai PDRB rendah adalah 31 kabupaten/kota di provinsi Jawa Timur. Adapun wilayah tersebut diantaranya adalah Kota Sukabumi, Depok, Kota Tegal, Pacitan, Magetan, Batu, Kota Probolinggo, Kota Madiun, Wonogiri, dan Kebumen. Dugaan nilai PDRB di 31 kabupaten/kota tersebut dipengaruhi oleh peubah bebas yang berbeda-beda. Dugaan nilai PDRB Kota Sukabumi dipengaruhi oleh IPM. Nilai PDRB kabupaten Pacitan dipengaruhi oleh IPM, rata-rata lama sekolah, angka melek huruf, pengeluaran perkapita, presentase penduduk miskin, RT menggunakan listrik, pendidikan, jumlah pertokoan dan pasar, serta jumlah penginapan dan hotel. Untuk kabupaten Magetan nilai PDRB dipengaruhi oleh IPM, rata-rata lama sekolah, angka melek huruf, pengeluaran perkapita, persentase penduduk miskin, RT menggunakan gas, RT menggunakan listrik, pendidikan, serta jumlah penginapan dan hotel. Hampir semua kabupaten/kota yang memiliki nilai PDRB rendah dipengaruhi oleh rata-rata lama sekolah, pendidikan, IPM, serta persentase penduduk miskin. Kabupaten/kota yang memiliki nilai PDRB rendah tersebut merupakan daerah di pesisir barat Jawa Timur yang berada jauh dari pusat perekonomian.

Gambar 11

Peta sebaran peubah bebas yang nyata pada daerah dengan nilai PDRB rendah Peubah bebas nyata dari model RLTG lokal untuk daerah yang memiliki dugaan nilai PDRB dengan kategori sedang tertera pada Gambar 12. Wilayah dengan dugaan nilai PDRB kategori sedang adalah wilayah di seluruh kabupaten/kota di provinsi Jawa tengah, Yogyakarta, dan sebagian kecil di Jawa Barat. Jawa tengah terletak di tengah-tengah pulau Jawa dan diapit oleh dua provinsi besar Jawa Barat dan Jawa Timur, dan satu Daerah Istimewa Yogyakarta.

Gambar 12

17 Kabupaten/kota tersebut diantaranya adalah Trenggalek, Situbondo, Pati, Surakarta, Karanganyar, Mojokerto, Kediri, Bojonegoro, Cirebon, serta Cianjur. Nilai PDRB di kabupaten Situbondo dipengaruhi oleh pengeluaran perkapita, persentase penduduk miskin, jumlah pertokoan dan pasar, serta jumlah penginapan dan hotel. Peubah bebas yang mempengaruhi nilai PDRB di kabupaten Surakarta adalah angka melek huruf, persentase penduduk miskin, dan RT menggunakan gas. Untuk kabupaten Cirebon, nilai PDRB dipengaruhi oleh persentase penduduk miskin, RT menggunakan gas, pendidikan, serta jumlah pertokoan dan pasar. Hampir semua kabupaten/kota yang memiliki nilai PDRB dengan kategori sedang dipengaruhi oleh rata-rata lama sekolah, pendidikan, IPM, persentase penduduk miskin, RT menggunakan listrik, RT menggunakan gas, serta jumlah pertokoan dan pasar.

Peubah bebas nyata dari model RLTG lokal untuk daerah yang memiliki dugaan nilai PDRB dengan kategori tinggi tertera pada Gambar 13. Wilayah dengan dugaan nilai PDRB tinggi adalah wilayah di DKI Jakarta, Banten, serta sebagian kabupaten/kota di provinsi Jawa Barat. Adapun wilayah tersebut diantaranya adalah Bekasi, Bogor, Kota Surabaya, Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Kota Semarang, dll. Sebagian besar kabupaten/kota dengan nilai PDRB tinggi dipengaruhi oleh seluruh peubah bebas. Kabupaten/kota tersebut merupakan daerah yang menjadi ibu kota provinsi, ibu kota Negara, pusat pemerintahan serta pusat perekonomian.

Gambar 13

Peta sebaran peubah bebas yang nyata pada daerah dengan nilai PDRB tinggi

Kebaikan Model

Nilai pseudo R2 untuk masing-masing model yang dihasilkan tertera di

Tabel 4. Model RLTG lokal menghasilkan nilai pseudo R2 yang tinggi sebesar

98.61%. Hal ini berarti bahwa model RLTG lokal cukup baik dalam menjelaskan heterogenitas spasial pada data nilai PDRB. Disamping itu, model RLTG lokal mampu mengatasi masalah multikolinieritas yang belum dapat diatasi dengan model RTG.

18 Tabel 4 Nilai R2 Model Pseudo R2 RTG 68.89% RKUTG global RKUTG lokal RLTG global 67.74% 66.43% 88.63% RLTG lokal 98.61%

Peta sebaran jumlah peubah bebas yang nyata pada model RLTG lokal tertera pada Gambar 14. IPM merupakan peubah bebas yang nyata terhadap nilai PDRB pada di 80 kabupaten/kota di Pulau Jawa. Pendidikan berpengaruh terhadap nilai PDRB di 67 kabupaten/kota. Disamping itu peubah kemiskinan berpengaruh terhadap nilai PDRB di 69 kabupaten/kota.

Kota Jakarta Pusat dengan nilai PDRB tertinggi (96.423 Milyar Rupiah) dipengaruhi oleh seluruh peubah bebas. Rata-rata kabupaten/kota yang memiliki nilai PDRB sedang tidak dipengaruhi oleh IPM. Sebagai contoh, nilai PDRB di kabupaten Cimahi (7.344 Milyar Rupiah) hanya dipengaruhi oleh pendidikan dan presentase penduduk miskin. Untuk Kota Sukabumi dengan nilai PDRB rendah (1.921 Milyar Rupiah) dipengaruhi oleh jumlah pertokoan dan pasar.

Gambar 14

Peta sebaran jumlah peubah bebas yang nyata pada model RLTG Lokal

19

Dokumen terkait