PEMODELAN REGRESI KOMPONEN UTAMA DAN LASSO
TERBOBOTI GEOGRAFIS (GLOBAL DAN LOKAL)
(Studi Kasus: Data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
pada 113 Kabupaten/kota di Pulau Jawa)
IRA YULITA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pemodelan Regresi Komponen Utama dan Lasso Terboboti Geografis (Global dan Lokal) (Studi Kasus: Data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada 113 Kabupaten/kota di Pulau Jawa) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2016
RINGKASAN
IRA YULITA. Pemodelan Regresi Komponen Utama dan Lasso Terboboti
Geografis (Global dan Lokal) (Studi Kasus: Data Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) pada 113 Kabupaten/kota di Pulau Jawa). Dibimbing Oleh ANIK
DJURAIDAH dan AJI HAMIM WIGENA.
Pada model regresi linier berganda diasumsikan tidak ada multikolinieritas antar peubah bebas dan antar pengamatan bersifat saling bebas. Multikolinieritas adalah ada korelasi yang tinggi antar peubah bebas. Multikolinieritas pada regresi linier berganda dapat diatasi dengan mentransformasi peubah bebas awal menjadi peubah baru (komponen utama) yang tidak berkorelasi. Di samping itu masalah ini
dapat diatasi dengan menambahkan regularisasi L1 (Least Absolute Shrinkage and
Selection Operator (Lasso)).
Pemodelan spasial dapat dilakukan berdasarkan jenis efek spasial yang terjadi pada data yang akan diteliti. Efek spasial terdiri dari dependensi spasial dan
keheterogenan spasial. Dependensi spasial dapat diselesaikan dengan
menambahkan komponen otoregresif pada peubah tidak bebas, galat, atau keduanya pada model regresi. Keheterogenan spasial dapat diselesaikan dengan Regresi Terboboti Geografis (RTG).
Seperti pada model regresi berganda, pada model RTG juga diasumsikan tidak ada multikolinieritas antar peubah bebas. RTG dengan kasus multikolinieritas dapat diselesaikan dengan Regresi Komponen Utama Terboboti Geografis (RKUTG) dan Regresi Lasso Terboboti Geografis (RLTG). RKUTG dan RLTG bersifat global dan lokal. Pada RKUTG global komponen utama dibentuk secara global, sedangkan RKUTG lokal komponen utama dibentuk secara lokal. Pada
RLTG global parameter penyusutan pada regularisasi L1 ditentukan secara global,
sedangkan RLTG lokal parameter penyusutan pada pada regularisasi L1
ditentukank secara lokal. Tujuan penelitian ini adalah menentukan model RKUTG (global dan lokal) serta RLTG (global dan lokal) dengan matrik pembobot kernel Gaussian pada data nilai PDRB di Pulau Jawa tahun 2013 serta memperoleh model dugaan terbaik dari model tersebut.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2013. Peubah tidak bebas adalah nilai PDRB. Peubah bebas terdiri dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM), pendidikan, angka harapan hidup, rata-rata lama sekolah, angka melek huruf, pengeluaran perkapita, persentase penduduk miskin, rumah tangga menggunakan gas, rumah tangga menggunakan listrik, jumlah pertokoan dan pasar, serta jumlah penginapan dan hotel. Untuk menentukan model RKUTG global, komponen utama global dibentuk berdasarkan matriks ragam peragam peubah tak bebas, sedangkan pada RKUTG lokal, komponen utama lokal dibentuk berdasarkan matriks ragam peragam peubah tak bebas dengan menggunakan matriks pembobot lokasi. Pada
model RLTG global parameter penyusutan pada regularisasi sama untuk semua
lokasi, sedangkan pada RLTG lokal parameter penyusutan pada regularisasi berbeda untuk setiap lokasi.
Hasil penelitian menunjukan model RKUTG global dan lokal menghasilkan
lokal menghasilkan pseudo R2 masing-masing sebesar 88.63% dan 98.61%. Model
terbaik adalah model dengan menggunakan metode RLTG lokal dengan nilai R2
sebesar 98.61%. Nilai ini menunjukkan bahwa 98.61% keragaman nilai PDRB mampu dijelaskan oleh model sedangkan sisanya dijelaskan oleh peubah-peubah lain diluar model. Peubah bebas yang nyata disetiap kabupaten/kota di Pulau Jawa berbeda-beda. Jakarta Pusat dengan dugaan nilai PDRB tertinggi dipengaruhi oleh seluruh peubah bebas. Sedangkan peubah bebas yang nyata untuk Kota Sukabumi yang memiliki dugaan nilai PDRB terendah adalah jumlah pertokoan dan pasar.
SUMMARY
IRA YULITA. Geographically Weighted Principal Component and Geographically
Weighted Lasso (Global and Local) Models (case study: Gross Regional Domestic
Product (GRDP) data at 113 districts/cities in Java). Supervised by ANIK
DJURAIDAH dan AJI HAMIM WIGENA.
The multiple linear regression model assumed there are no multicollinearity between independent and independent variables. Multicolinearity is a high correlation between independent variables. Multicollinearity in multiple linear regression can be solved by transforming the independent variables into principal components that are not correlated. Besides that this problem can be solved by
adding regularization L1 (Least Absolute Shrinkage and Selection Operator
(Lasso)) to the criteria sum square error.
Spatial modeling can be performed when data have spatial effect, i.e. spatial dependency and spatial heterogeneity. Spatial dependencies can be handled by adding autoregresive at the dependent variable, error, or both. While spatial heterogeneity can be handled by Geographically Weighted Regression (GWR).
The GWR model like multiple linear regression also assumed no multicollinearity between independent variables. GWR with multicollinearity cases can be solved by Geographically Weighted Principal Component Regression (GWPCR) and Geographically Weighted Lasso (GWL). The type of GWPCR and GWL are global and local. The principal component for the global GWPCR is formed globally, while for local GWPCR principal component is formed locally. Shrinkage parameter in global GWL formed globally, while shrinkage parameter in local GWL formed locally. The purpose of this study are determining the GWPCR model (global and local) and GWL (global and local) model with Gaussian kernel on the data of GRDP in Java in 2013 and obtain the best estimator models.
The data used in this research are secondary data from the Central Bureau of Statistics (BPS). Variables dependent is the value of GRDP. Independent variables consist of the human development index (HDI), education, life expectancy, the average length of school, literacy rates, spending per capita, the percentage of poor people, households use gas, household electricity use, number of shops and markets, and number of inns and hotels. The model of global GWPCR is determined by global principal component, variance covariance matrix is formed based on the dependent variable. While local GWPCR is used local principal component, variance covariance matrix is formed based on the dependent variable.
The global GWL model use shrinkage parameter in the regularization same for
all location, while the local GWL use shrinkage parameter in the regularization different for each location.
The results showed GWPCR models of global and local have pseudo R2
respectively by 67.74% and 66.43%. GWL models of global and local have pseudo
R2 respectively by 88.63% and 98.61%. The best model is a model using GWL
local with pseudo R2 98.61%. This value indicates that 98.61% GRDP value
influenced by all the independent variables. Significant variables for the city of Sukabumi which has the lowest value of GRDP is number of shops and markets.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
PEMODELAN REGRESI KOMPONEN UTAMA DAN LASSO
TERBOBOTI GEOGRAFIS (GLOBAL DAN LOKAL)
(Studi Kasus: Data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
pada 113 Kabupaten/kota di Pulau Jawa)
IRA YULITA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada
Program Studi Statistika
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Subhanahu wa ta‟ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga Beliau, para Sahabat serta para penerus perjuangan Beliau hingga
akhir zaman. Penelitian ini berjudul “Pemodelan Regresi Komponen Utama dan
Lasso Terboboti Geografis (Global dan Lokal) (Studi Kasus: Data Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) pada 113 Kabupaten/kota di Pulau Jawa )”.
Penulisan karya ilmiah ini tidak lepas dari bantuan,bimbingan, dan petunjuk dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih khususnya kepada:
1. Dr Ir Anik Djuraidah, MS selaku pembimbing I dan Dr Ir Aji Hamim Wigena,
MSc selaku pembimbing II yang dengan kesabaran telah banyak memberi bimbingan, arahan, serta saran kepada penulis selama penyusunan tesis ini.
2. Dr Ir Erfiani, MSi selaku penguji luar komisi yang telah memberikan masukan
dan arahan yang sangat membangun dalam penyusunan tesis ini.
3. Seluruh staf pengajar pascasarjana Departemen Statistika IPB yang telah
banyak memberikan ilmu dan arahan selama perkuliahan sampai dengan penyusunan karya ilmiah ini.
4. Teman-teman statistika angkatan 2013 atas kebersamaan, kekompakannya,
bantuan dan masukannya selama bersama-sama menempuh kuliah.
5. Kedua orang tua serta seluruh keluarga atas do‟a, dukungan, dan kasih sayang
yang diberikan.
6. Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI) sebagai sponsor pemberi beasiswa
BPPDN yang mendukung kelanjutan studi S2 penulis.
7. Seluruh pihak yang namanya tidak dapat disebutkan satu per satu.
Atas segala bantuan yang diberikan, penulis hanya bisa berdoa dengan harapan semoga semua kebaikan yang penuh keikhlasan tersebut dicatat sebagai amal
ibadah dan mendapatkan balasan berupa pahala disisi Allah Subhanahu wa ta‟ala.
Aamiin Ya Rabbal „Alamin. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat serta dapat
menambah wawasan bagi para pembaca.
DAFTAR ISI
Regresi Terboboti Geografis (RTG) 3
Regresi Komponen Utama Terboboti Geografis (RKUTG) 4
Regresi Lasso Terboboti Geografis (RLTG) 5
3 METODE PENELITIAN
Data 6
Metode Analisis 6
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Eksplorasi Data 8
Model Regresi Terboboti Geografis (RTG) 9
Model Regresi Komponen Utama Terboboti Geografis (RKUTG) 12
RKUTG Global 12
RKUTG Lokal 13
Model Regresi Lasso Terboboti Geografis (RLTG) 14
DAFTAR GAMBAR
1 Peta Keragaman Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 8
2 Peta Dugaan Nilai (PDRB) pada model RTG 10
3 Nilai korelasi lokal antara peubah xi_xj 11
4 Nilai VIF lokal 11
5 Peta dugaan nilai PDRB dengan metode RKUTG Global 13
6 akar ciri RKUTG lokal 13
7 Peta dugaan nilai PDRB dengan metode RKUTG Lokal 14
8 Peubah bebas yang nyata model RLTG global 14
9 Peta dugaan nilai PDRB dengan metode RLTG Global 15
10 Peta dugaan nilai PDRB dengan metode RLTG Lokal 15
11 Peta sebaran sebaran peubah bebas yang dengan nilai PDRB rendah 16
12 Peta sebaran sebaran peubah bebas yang dengan nilai PDRB sedang 16
13 Peta sebaran sebaran peubah bebas yang dengan nilai PDRB tinggi 17
14 Peta sebaran jumlah peubah bebas yang nyata pada model RLTG Lokal 18
DAFTAR LAMPIRAN
1 Diagram Alir 21
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Menurut Anselin (1998) regresi spasial merupakan hasil pengembangan dari metode regresi linier. Pengembangan itu berdasarkan adanya pengaruh lokasi atau spasial pada data yang dianalisis. Data spasial merupakan data yang berorientasi geografis dan memiliki sistem koordinat tertentu sebagai dasar referensinya. Hukum pertama tentang geografi yang dikemukakan W Tobler’s dalam Anselin (1988) menyebutkan bahwa segala sesuatu saling berhubungan satu dengan yang lainnya, tetapi sesuatu yang dekat lebih mempunyai pengaruh daripada sesuatu yang jauh. Pemodelan spasial dapat dilakukan berdasarkan jenis efek spasial yang terjadi pada data. Efek spasial terdiri dari dependensi spasial dan keheterogenan spasial. Dependensi spasial dapat diselesaikan dengan menambahkan komponen otoregresif pada peubah tidak bebas, galat, atau keduanya pada model regresi. Keheterogenan spasial dapat diselesaikan dengan Regresi Terboboti Geografis (RTG).
Pada RTG diasumsikan tidak adanya multikolinieritas antar peubah bebas. Multikolinieritas pada RTG dapat diatasi dengan membentuk model RTG dengan terlebih dahulu mentransformasi peubah bebas awal ke peubah baru (komponen utama) yang tidak berkorelasi/RKUTG. Disamping itu untuk masalah ini dapat
diatasi dengan menambahkan regularisasi L1 (Lasso) yang disebut RLTG.
Menambahkan regularisasi L2 (Ridge) yang disebut Regresi Ridge Terboboti
Geografis (RRTG).
Pada RKUTG diawali dengan membentuk komponen utama secara global dan lokal. Komponen utama global dibentuk berdasarkan matriks ragam peragam peubah tak bebas, sedangkan komponen utama lokal dibentuk berdasarkan matriks ragam peragam peubah tak bebas dengan menggunakan matriks pembobot lokasi. Selanjutnya skor komponen utama global maupun lokal digunakan sebagai peubah bebas pada RTG.
Lasso menduga model linier melalui minimisasi jumlah kuadrat sisaan
dengan regularisasi yaitu ∑ | ̂ | dengan parameter penyusutan. Pada
RLTG global parameter penyusutan pada regularisasi sama untuk semua
lokasi, sedangkan pada RLTG lokal parameter penyusutan pada regularisasi
berbeda untuk setiap lokasi. Pada RRTG ditambahkan suatu kendala yaitu
∑ dengan merupakan besaran yang mengendalikan besarnya
penyusutan dengan nilai . Seperti halnya pada Lasso, RRTG juga dapat
bersifat global maupun lokal.
Hasil penelitian Sukmantoro (2014), pemodelan RRTG pada data nilai tanah perumahan Pondok Indah, menghasilkan prediksi lebih teliti dibandingkan RTG. Rohmaniyah (2014) melakukan analisis komponen utama terboboti geografis (AKUTG) pada data sumber-sumber pendapatan daerah kabupaten/kota di Jawa Tengah untuk mengatasi masalah multikolinieritas. Penelitian lainnya yakni Miranti (2015) melakukan pemodelan RLTG lokal pada data prevalensi
malaria dan menghasilkan pseudo R2 sebesar 99.65%.
2
PDRB merupakan jumlah nilai tambah yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah tertentu. Menurut BPS (2015) pendekatan produksi merupakan salah satu pendekatan untuk menghitung nilai PDRB. Pendekatan produksi dikelompokkan menjadi 9 lapangan usaha (sektor) diantaranya listrik, gas, hotel, jasa perusahaan, serta jasa layanan pemerintah. Setiap sektor tersebut dirinci lagi menjadi sub-sub sektor.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Menentukan model RKUTG global dan lokal dengan fungsi pembobot
kernel Gaussian pada data PDRB di Pulau Jawa tahun 2013
2. Menentukan model RLTG global dan lokal dengan fungsi pembobot
kernel Gaussian pada data PDRB di Pulau Jawa tahun 2013
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
Regresi Terboboti Geografis (RTG)
Model RTG adalah pengembangan dari model regresi linier dengan mempertimbangkan spasial (lokasi) yang merupakan salah satu pendekatan titik yang efektif untuk mengatasi masalah heterogenitas spasial. Secara sistematis
model dari RTG menurut (Fotheringham et al. 2002) adalah sebagai berikut:
∑ (1)
dengan adalah nilai amatan peubah tak bebas lokasi ke-i, menyatakan
koordinat lokasi dengan adalah derajat lintang dan adalah derajat bujur dari
lokasi ke-i, adalah nilai bebas ke-k dari lokasi ke-i, merupakan nilai
parameter ke-k dari lokasi ke-i dan adalah sisaan ke-i.
Pendugaan koefisien pada RTG dilakukan dengan metode kuadrat terkecil
terboboti atau dikenal dengan istilah (Weighted Least Square) (Fotheringham et
al. 2002) dengan persamaan sebagai berikut:
(2)
Multikolinieritas merupakan kondisi terdapat hubungan linier yang hampir
sempurna (near dependence) pada kolom-kolom matriks X. Apabila terjadi
hubungan linier yang sempurna akan menyebabkan | | sehingga kondisi
ini disebut dengan multikolinieritas sempurna (exact multicollinearity) ( Draper &
Smith 1998). Menurut Gujarati (2004), cara mendeteksi adanya multikolinieritas
adalah dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) setiap peubah bebas.
Dalam model spasial multikolinieritas dapat dideteksi dengan korelasi lokal Pearson dan VIF lokal yaitu dengan menambahkan fungsi pembobot. Nilai toleransi yang mengindikasikan adanya mutikolinearitas bernilai kurang dari 0,20 atau 0,10 dan atau nilai VIF-nya lebih besar dari 5 atau 10. Nilai VIF yang lebih besar dari 10 sangat mempengaruhi dugaan kuadrat terkecil dari koefisien regresi
( Friday et. al 2012 mengacu O' Brien 2007). Nilai korelasi untuk setiap peubah
bebas pada setiap lokasi ke-i adalah
∑ ( ̅ ( ̅ √∑ ( ̅ ∑ ( ̅
(3)
4
(4)
adalah koefisien determinasi antara dengan peubah bebas lainnya
utuk setiap lokasi .
Menurut Fotheringham et al. (2002) pemilihan fungsi pembobot
merupakan salah satu penentu hasil dari analisis regresi spasial. Fungsi pembobot yang digunakan untuk membangun model dalam penelitian ini adalah fungsi
pembobot kernel Gaussian, dengan formula sebagai berikut
[ ]
fungsi pembobot dan menyebabkan besarnya pengaruh suatu lokasi terhadap lokasi lain. Merupakan lingkaran dengan radius b dari titik pusat lokasi yang digunakan sebagai dasar menentukan bobot setiap pengamatan terhadap model regresi pada lokasi tersebut. Pemilihan lebar jendala yang tepat untuk fungsi
Kernel Gaussian adalah dengan menggunakan nilai Cross Validation (CV) atau
validasi silang yang minimum dengan formula:
∑ ̂
dengan ̂ adalah nilai dugaan dengan pengamatan dilokasi ke-i
dihilangkan dari proses prediksi. Pencarian nilai lebar jendela yang optimum diperoleh melalui proses iterasi dengan mengubah nilai lebar jendela (b) hingga
didapatkan CV yang minimum (Fotheringham et al. 2002).
Regresi Komponen Utama Terboboti Geografis (RKUTG)
Multikolinieritas adalah ada korelasi yang tinggi antar peubah bebas. Salah satu analisis untuk mengatasi multikolinieritas pada regresi linier berganda adalah analisis komponen utama. Komponen utama merupakan kombinasi linier dari peubah yang diamati. Kombinasi linier yang dipilih adalah kombinasi liner yang dapat menjelaskan keragaman data terbesar. Komponen utama yang terbentuk bersifat orthogonal, tidak berkorelasi dan informasinya tidak tumpang tindih. Skor komponen utama yang dihasilkan digunakan pada analisis regresi, dan disebut dengan Regresi Komponen Utama (RKU).
5
Hasil prosedur komponen utama lokal ini selanjutnya digunakan pada pemodelan RTG yang disebut dengan pemodelan RKUTG lokal.
Regresi Lasso Terboboti Geografis(RLTG)
Lasso diperkenalkan oleh Tibshirani (1996), merupakan teknik regresi
penyusutan. Lasso menduga model linier ̂ ̂ ∑ ̂ melalui minimisasi
jumlah kuadrat sisaan (∑ ∑ dengan suatu kendala yaitu
∑ | ̂ | dengan s adalah parameter penyusutan. Ukuran numerik s diperoleh
melalui proses validasi silang. Karena kendala tersebut, Lasso menyusutkan
sejumlah koefisien dengan membuatnya menjadi 0. Penduga parameter dengan
regularisasi Lasso didefinisikan sebagai berikut:
( ̂ ∑ ( ∑
∑ | |
Untuk regresi Lasso peubah x dan y dibakukan terlebih dahulu.
Penambahan regularisasi Lasso dalam suatu pemodelan RTG dikenal dengan
istilah Regresi Lasso Terboboti Geografis (RLTG). Pada RLTG parameter dapat
bersifat global dan lokal, dan disebut RLTG global serta RLTG lokal. Pada model
RLTG global parameter penyusutan pada regularisasi sama untuk semua
6 periode tertentu. PDRB dapat menggambarkan kemampuan suatu daerah mengelola sumber saya alam yang dimilikinya. Menurut Todaro (2004) ada tiga faktor atau komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi, yaitu 1) Akumulasi modal yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru pada tanah, peralatan fisik, dan modal atau sumber daya manusia, 2) Pertumbuhan penduduk, yang pada akhirnya akan memperbanyak jumlah angkatan kerja, dan 3) Kemajuan teknologi. Peubah tak bebas yang digunakan adalah nilai PDRB pada setiap kabupaten/kota di Pulau Jawa. Peubah bebas yang digunakan adalah :
1. Indeks Pembangunan Manusia/IPM
2. Angka harapan hidup
3. Rata-rata lama sekolah
4. Angka melek huruf
5. Pengeluaran perkapita
6. Persentase penduduk miskin
7. Rumah tangga menggunakan gas
8. Rumah tangga menggunakan listrik
9. Pendidikan
10.Jumlah pertokoan dan pasar
11.Jumlah penginapan dan hotel
Metode Analisis
Tahapan-tahapan analisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Eksplorasi data untuk mengetahui gambaran umum mengenai kondisi data
2. Melakukan uji Breuch-Pagan untuk mengetahui adanya keheterogenan
spasial pada data. Hipotesisnya sebagai berikut:
jika tidak ditolak maka kehomogenan ragam terpenuhi sehingga
= konstan, dengan statistik uji BP sebagai berikut:
7
3. Melakukan Pemodelan RTG pada data tersebut dengan tahapan :
a. Menduga nilai lebar jendala kernel Gaussian dengan Validasi
Silang.
b. Menghitung nilai pembobot kernel Gaussian (W)
c. Menduga nilai parameter model RTG untuk masing-masing lokasi
berdasarkan nilai lebar jendala dan pembobot kernel yang diperoleh pada langkah sebelumnya.
4. Mendeteksi multikolinearitas pada model RTG dengan menghitung nilai
korelasi lokal Pearson sesuai persamaan (3) dan VIF lokal dengan
persamaan (4) pada setiap peubah bebasnya
5. Memodelkan data PDRB dengan metode RKUTG dan metode RLTG
melalui pemusatan global dan lokal
6. Tahapan penyelesaian dengan RKUTG global
i. Menentukan komponen utama yang digunakan untuk mewakili
(menggantikan) data asli dengan criteria keragaman yang dijelaskan adalah 70%-80%
ii. Menghitung skor komponen utama
iii. Menduga nilai lebar jendala kernel Gaussian dengan Validasi Silang.
iv. Menghitung nilai pembobot kernel Gaussian (W)
v. Pembentukan model RKUTG global dengan menggunakan skor
komponen utama dan berdasarkan nilai lebar jendala dan pembobot kernel untuk memperoleh penduga parameter disetiap lokasi
8. Tahapan penyelesaian dengan RKUTG lokal
i. Menentukan komponen utama yang digunakan untuk mewakili
(menggantikan) data asli dengan kriteria keragaman yang dijelaskan adalah 70%-80%
ii. Menghitung skor komponen utama
iii. Pembentukan model RKUTG lokal untuk memperoleh penduga
parameter disetiap lokasi
9. Tahapan RLTG global
i. Menduga nilai parameter penyusutan
ii. Menduga solusi akhir koefisien parameter RLTG sesuai batasan
penyusutan dengan terlebih dahulu menentukan pembobot kernel
Gaussian (W)
10.Tahapan RLTG lokal
i. Menduga nilai parameter penyusutan(si)
ii. Menduga solusi akhir koefisien parameter RLTG sesuai batasan
penyusutan (si) dengan terlebih dahulu menentukan pembobot kernel
Gaussian (W)
11.Membandingkan hasil R2 antara RKUTG-global, RKUTG-lokal,
8
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Eksplorasi Data
Produk domestik regional bruto (PDRB) adalah besarnya produk domestik bruto (PDB) suatu daerah. Pertumbuhan ekonomi dapat dijadikan parameter makro ekonomi, baik dalam skala nasional maupun skala regional yang mencerminkan keadaan perekonomian suatu negara atau daerah. Gambar 1 menunjukkan penyebaran nilai PDRB di kabupaten/kota di Pulau Jawa yang berbeda-beda. Untuk mendeskripsikan sebaran nilai PDRB di Pulau Jawa dilakukan dengan pengelompokan berdasarkan kuartil. Kabupaten/kota dengan nilai PDRB tinggi (> 8.469 milyar rupiah) adalah kota di provinsi DKI Jakarta, Bogor, Bogor, Bandung, Bekasi, dan Surabaya. Kabupaten/kota tersebut merupakan daerah yang menjadi ibu kota provinsi, ibu kota Negara, pusat pemerintahan serta pusat perekonomian. Kabupaten/kota yang memiliki nilai PDRB rendah (< 3.072 milyar rupiah) diantaranya Wonosobo, Pacitan, Kebumen, Blora dan beberapa kabupaten/kota lainnya.
Tinggi rendahnya PDRB suatu kabupaten/kota dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya besaran PDRB yang dihasilkan suatu daerah, jumlah penduduknya, serta kondisi sosial dan kesejahteraan masyarakat yang berbeda antar kabupaten/kota. Kondisi geografis suatu daerah juga mempengaruhi nilai PDRB. Daerah yang menjadi pusat pemerintahan dan pusat perekonomian cenderung menghasilkan nilai PDRB yang tinggi seperti kota-kota didaerah DKI Jakarta, Surabaya, dan Bandung.
Gambar 1: Peta Keragaman Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
9
Tabel 1 Nilai koefisien korelasi antar peubah bebas
x1 x2 x3 x4 x5 x6 x7 x8 x9 x10
Hasil uji heterogenitas spasial dengan menggunakan uji Breusch-Pagan
(BP) sebesar 27.693 dengan nilai-p 0.0073. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh heterogenitas spasial disetiap lokasi pengamatan pada data. Sehingga model yang tepat digunakan untuk mengatasi heterogenitas spasial yang terjadi pada nilai PDRB adalah model Regresi Terboboti Geografis (RTG).
Untuk memperoleh model pada setiap lokasi diperlukan lebar jendela yang diperoleh dengan metode validasi silang yang selanjutnya digunakan untuk memperoleh matriks pembobot pada proses pendugaan parameternya. Matriks
pembobot yang digunakan dalam penelitian ini adalah pembobot kernel Gaussian.
Lebar jendela yang dianggap sebagai jari-jari lingkaran disekitar titik lokasi pengamatan dalam hal ini bernilai 2.968, sehingga wilayah yang berada disekitar 2.968 derajat dari titik lokasi pengamatan masih memberikan pengaruh pada nilai PDRB. Langkah selanjutnya adalah membentuk matriks pembobot. Jika suatu lokasi semakin jauh dari titik lokasi pengamatan maka nilai pembobotnya semakin menurun sehingga pengaruh yang diberikan semakin kecil.
Hasil penduga parameter menggunakan RTG bisa bernilai positif ataupun negatif pada kabupaten/kota yang berbeda untuk peubah yang sama. Sehingga suatu peubah bebas yang sama bisa memberi kontribusi positif maupun negatif terhadap nilai PDRB. Sifat lokal dari model RTG dapat ditunjukkan dari hasil nilai penduga parameternya. Ringkasan penduga parameter pada model RTG dapat dilihat pada Tabel 2. Penduga yang memiliki jangkauan koefisien terbesar
adalah b4 dengan nilai 18.04 yang merupakan peubah angka melek huruf (X4).
Jangkauan terkecil adalah b11 dengan nilai 0.35 yang merupakan peubah jumlah
hotel dan penginapan (X11). Selain itu peubah persentase kemiskinan memiliki
10
Tabel 2. Ringkasan penduga parameter pada model RTG
Koefisien RTG Minimum Rata-Rata Maksimum Jangkauan
3.57 7.29 9.07 5.50
Peta hasil dugaan nilai PDRB pada model RTG (Gambar 2) menunjukkan bahwa terdapat beberapa wilayah dengan pendugaan yang kurang sesuai dengan nilai PDRB awal. Seperti hasil dugaan daerah Garut masuk kategori rendah yang seharusnya berada dikategori tinggi. Hal ini disebabkan hasil prediksi dari model RTG kurang akurat.
Nilai F-hitung yang dihasilkan dari pengujian model RTG sebesar 2.8948 dengan nilai-p sebesar 0.0006. Nilai-p yang dihasilkan lebih kecil dari taraf nyata
0.05 sehingga diperoleh keputusan tolak H0. Hal ini menunjukkan bahwa model
RTG mampu mendeskripsikan data dengan lebih baik dibandingkan dengan model OLS pada taraf nyata 5%. Pendugaan parameter dengan model RTG
menghasilkan nilai R2 sebesar 68.89 %. Nilai ini hanya mampu menjelaskan
keragaman nilai PDRB sebesar 68.89%, sisanya dijelaskan oleh peubah lain diluar model.
Gambar 2 Peta Dugaan nilai PDRB pada model RTG
Nilai korelasi lokal beberapa peubah bebas untuk setiap lokasi pengamatan tertera di Gambar 3. Informasi yang diperoleh dari Gambar 3 bahwa terdapat beberapa peubah bebas yang berkorelasi sangat tinggi dengan peubah bebas lainnya untuk setiap lokasi pengamatan. Peubah bebas tersebut diantaranya adalah
peubah X8 dan X10. Nilai korelasi tertinggi antara peubah X8 dan X10 sebesar
11
Gambar 3 Nilai korelasi lokal antara peubah xi dan xj
Selain dengan korelasi lokal, multikolinieritas pada model RTG juga dapat dilihat dari nilai VIF lokalnya. Diagram kotak garis pada Gambar 4 menunjukkan nilai VIF lokal untuk setiap peubah bebas. Rata-rata nilai VIF memiliki selang antara 1.15 hingga 10.52, sehingga dapat disimpulkan beberapa peubah bebas dalam penelittian ini mengindikasikan adanya multikolinearitas lokal. Peubah bebas yang memiliki nilai VIF lokal yang tinggi diantaranya adalah peubah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan rumah tangga yang menggunakan listrik. Angka harapan hidup, angka melek huruf, rumah tangga menggunakan gas, dan jumlah hotel dan penginapan memiliki nilai VIF yang bersifat global karena memiliki keragaman yang kecil dengan rata-rata selang nilai VIF sebesar 2.361 sampai 2.410. Adanya multikolinieritas dapat menyebabkan hasil dugaan parameter memiliki ragam yang besar sehingga dapat menyebabkan kesalahan dalam interpretasi model.
Gambar 4 Nilai VIF lokal
x2_x1 x3_x1 x4_x3 x9_x3 x3_x4 x7_x10 x8_x10 x4_x1 x5_x1
-12
Model Regresi Komponen Utama Terboboti Geografis (RKUTG)
Salah satu cara untuk mengatasi masalah multikolinieritas lokal adalah dengan menggunakan metode RKUTG. Metode RKUTG dibagi menjadi dua yaitu global dan lokal. Metode ini akan menghasilkan peubah baru atau yang disebut dengan komponen utama yang merupakan kombinasi linier dari peubah-peubah asli. Komponen untama yang terbentuk secara keseluruhan adalah sebanyak 11 komponen utama.
Komponen utama yang akan digunakan untuk mewakili keseluruhan peubah asli dapat menggunakan kriteria akar ciri. Pembentukan model komponen
utama dengan cara mengambil akar ciri yang lebih besar dari 1 . Atau
memilih r buah komponen utama sebagai penyumbang terbesar keragaman data
yang menghasilkan total keragaman lebih dari 0.75 atau ∑ .
Keragaman total yang dapat diterangkan oleh komponen utama ke-i terhadap keragaman total adalah:
∑ untuk i=1,2,…,r.
RKUTG Global
13
Skor komponen utama yang dihasilkan digunakan sebagai peubah baru untuk analisis RKUTG. Penduga parameter yang dihasilkan menggunakan RKUTG bisa bernilai positif ataupun negatif pada lokasi yang berbeda untuk peubah yang sama. Hal ini mengakibatkan peubah bebas yang sama bisa memberi kontribusi positif maupun negatif terhadap nilai PDRB di suatu wilayah. Peta hasil dugaan nilai PDRB pada model RKUTG global (Gambar 5) menghasilkan
R2 sebesar 67.7% yang menunjukkan bahwa sebesar 67.7% keragaman nilai
PDRB di Pulau Jawa mampu dijelaskan oleh model sedangkan sisanya dijelaskan peubah lain diluar model.
Gambar 5 Peta Dugaan nilai PDRB pada model RKUTG Global
RKUTG Lokal
Diagram kotak garis (Gambar 6) menunjukkan nilai akar ciri lokal yang dihasilkan yang kemudian akan digunakan untuk mendapatkan model RKUTG. Setiap lokasi pengamatan memiliki akar ciri yang berbeda-beda. Akar ciri yang dihasilkan menunjukkan keragaman yang berbeda-beda untuk setiap komponen utama yang terbentuk. Dari sebelas komponen utama, empat komponen utama pertama menghasilkan rata-rata keragaman lebih dari 75%. Namun penelitian ini akan menggugunakan seluruh komponen utama dengan persentase keragaman kumulatif 100% untuk mewakili seluruh peubah asli.
14 Bandung masuk kategori tinggi dengan nilai sebenarnya juga masuk kategori
tinggi. Model RKUTG lokal menghasilkan nilai R2 sebesar 66.43% yang
menunjukkan bahwa sebesar 66.43% keragaman nilai PDRB mampu dijelaskan oleh model sedangkan sisanya dijelaskan oleh peubah-peubah lain diluar model.
Gambar 7 Peta Dugaan nilai PDRB pada model RKUTG Lokal
Model Regresi Lasso Terboboti Geografis (RLTG)
RLTG Global
Peubah bebas yang nyata pada model RLTG global adalah peubah bebas
yang masuk dalam batasan parameter penyusutan (s) yang telah diduga. Hasil
analisis (Gambar 8) menunjukkan bahwa ada dua peubah bebas yang nyata dalam
pemodelan nilai PDRB yaitu peubah IPM dan rata-rata lama sekolah .
Peubah IPM dan rata-rata lama sekolah memiliki nilai koefisien tinggi dibeberapa lokasi pengamatan. Nilai koefisien IPM tinggi meliputi kota Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, dan Surabaya. Nilai koefisien rata-rata lama sekolah tinggi meliputi kota Bekasi, Jakarta Barat, Kota Bogor dan Kota Sukabumi. Untuk nilai koefisien IPM terendah meliputi Ciamis, Wonogiri, Blora dan Klaten. Selain itu nilai koefisien rata-rata lama sekolah yang terendah meliputi Lamongan, Blitar, Bondowoso, dan Madiun.
15
Peta dugaan nilai PDRB pada model RLTG global (Gambar 9) menginformasikan bahwa terdapat 29 kabupaten/kota dengan nilai PDRB tertinggi (> 8.469) diantaranya beberapa kota di provinsi DKI Jakarta, Bogor, Bekasi, Surabya. Terdapat 38 kabupaten/kota yang memiliki nilai PDRB terendah (< 3.072) diantaranya Blora, Wonosobo, Pacitan, Wonogiri. Model RLTG Global
menghasilkan nilai R2 sebesar 88.63% yang berarti bahwa model RLTG Global
mampu menjelaskan keragaman nilai PDRB pada 113 kabuptan/kota di Pulau Jawa sebesar 88.63%, sisanya 11.37% dijelaskan oleh peubah diluar model.
Gambar 9 Peta Dugaan nilai PDRB pada model RLTG Global
RLTG Lokal
Peta hasil dugaan nilai PDRB (Gambar 10) menunjukkan bahwa, nilai PDRB yang sangat tinggi yaitu dengan jangkauan 8.469 sampai 96.423 terdapat di daerah sekitar provinsi DKI Jakarta dan kota Surabaya. RLTG lokal melakukan pemilihan model dengan menyusutkan beberapa koefisien ke nol (Lampiran 2). Peubah bebas yang memiliki nilai VIF besar menyebabkan koefisien parameter menjadi mengecil bahkan bernilai nol. Setiap kabupaten/kota di Pulau Jawa memiliki peubah bebas nyata yang berbeda-beda. Hal ini menunjukkan bahwa setiap daerah memiliki keunggulan masing-masing dalam meningkatkan nilai
PDRB. Model RLTG lokal menghasilkan pseudo R2 sebesar 98.61% yang
menunjukkan bahwa sebesar 98.61% keragaman nilai PDRB mampu dijelaskan oleh model sedangkan dijelaskan oleh peubah-peubah lain diluar model.
16
Peubah bebas nyata dari model RLTG lokal untuk daerah yang memiliki dugaan nilai PDRB rendah tertera pada Gambar 11. Wilayah yang memiliki dugaan nilai PDRB rendah adalah 31 kabupaten/kota di provinsi Jawa Timur. Adapun wilayah tersebut diantaranya adalah Kota Sukabumi, Depok, Kota Tegal, Pacitan, Magetan, Batu, Kota Probolinggo, Kota Madiun, Wonogiri, dan Kebumen. Dugaan nilai PDRB di 31 kabupaten/kota tersebut dipengaruhi oleh peubah bebas yang berbeda-beda. Dugaan nilai PDRB Kota Sukabumi dipengaruhi oleh IPM. Nilai PDRB kabupaten Pacitan dipengaruhi oleh IPM, rata-rata lama sekolah, angka melek huruf, pengeluaran perkapita, presentase penduduk miskin, RT menggunakan listrik, pendidikan, jumlah pertokoan dan pasar, serta jumlah penginapan dan hotel. Untuk kabupaten Magetan nilai PDRB dipengaruhi oleh IPM, rata-rata lama sekolah, angka melek huruf, pengeluaran perkapita, persentase penduduk miskin, RT menggunakan gas, RT menggunakan listrik, pendidikan, serta jumlah penginapan dan hotel. Hampir semua kabupaten/kota yang memiliki nilai PDRB rendah dipengaruhi oleh rata-rata lama sekolah, pendidikan, IPM, serta persentase penduduk miskin. Kabupaten/kota yang memiliki nilai PDRB rendah tersebut merupakan daerah di pesisir barat Jawa Timur yang berada jauh dari pusat perekonomian.
Gambar 11
Peta sebaran peubah bebas yang nyata pada daerah dengan nilai PDRB rendah
Peubah bebas nyata dari model RLTG lokal untuk daerah yang memiliki dugaan nilai PDRB dengan kategori sedang tertera pada Gambar 12. Wilayah dengan dugaan nilai PDRB kategori sedang adalah wilayah di seluruh kabupaten/kota di provinsi Jawa tengah, Yogyakarta, dan sebagian kecil di Jawa Barat. Jawa tengah terletak di tengah-tengah pulau Jawa dan diapit oleh dua provinsi besar Jawa Barat dan Jawa Timur, dan satu Daerah Istimewa Yogyakarta.
Gambar 12
17
Kabupaten/kota tersebut diantaranya adalah Trenggalek, Situbondo, Pati, Surakarta, Karanganyar, Mojokerto, Kediri, Bojonegoro, Cirebon, serta Cianjur. Nilai PDRB di kabupaten Situbondo dipengaruhi oleh pengeluaran perkapita, persentase penduduk miskin, jumlah pertokoan dan pasar, serta jumlah penginapan dan hotel. Peubah bebas yang mempengaruhi nilai PDRB di kabupaten Surakarta adalah angka melek huruf, persentase penduduk miskin, dan RT menggunakan gas. Untuk kabupaten Cirebon, nilai PDRB dipengaruhi oleh persentase penduduk miskin, RT menggunakan gas, pendidikan, serta jumlah pertokoan dan pasar. Hampir semua kabupaten/kota yang memiliki nilai PDRB dengan kategori sedang dipengaruhi oleh rata-rata lama sekolah, pendidikan, IPM, persentase penduduk miskin, RT menggunakan listrik, RT menggunakan gas, serta jumlah pertokoan dan pasar.
Peubah bebas nyata dari model RLTG lokal untuk daerah yang memiliki dugaan nilai PDRB dengan kategori tinggi tertera pada Gambar 13. Wilayah dengan dugaan nilai PDRB tinggi adalah wilayah di DKI Jakarta, Banten, serta sebagian kabupaten/kota di provinsi Jawa Barat. Adapun wilayah tersebut diantaranya adalah Bekasi, Bogor, Kota Surabaya, Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Kota Semarang, dll. Sebagian besar kabupaten/kota dengan nilai PDRB tinggi dipengaruhi oleh seluruh peubah bebas. Kabupaten/kota tersebut merupakan daerah yang menjadi ibu kota provinsi, ibu kota Negara, pusat pemerintahan serta pusat perekonomian.
Gambar 13
Peta sebaran peubah bebas yang nyata pada daerah dengan nilai PDRB tinggi
Kebaikan Model
Nilai pseudo R2 untuk masing-masing model yang dihasilkan tertera di
Tabel 4. Model RLTG lokal menghasilkan nilai pseudo R2 yang tinggi sebesar
18 tertera pada Gambar 14. IPM merupakan peubah bebas yang nyata terhadap nilai PDRB pada di 80 kabupaten/kota di Pulau Jawa. Pendidikan berpengaruh terhadap nilai PDRB di 67 kabupaten/kota. Disamping itu peubah kemiskinan berpengaruh terhadap nilai PDRB di 69 kabupaten/kota.
Kota Jakarta Pusat dengan nilai PDRB tertinggi (96.423 Milyar Rupiah) dipengaruhi oleh seluruh peubah bebas. Rata-rata kabupaten/kota yang memiliki nilai PDRB sedang tidak dipengaruhi oleh IPM. Sebagai contoh, nilai PDRB di kabupaten Cimahi (7.344 Milyar Rupiah) hanya dipengaruhi oleh pendidikan dan presentase penduduk miskin. Untuk Kota Sukabumi dengan nilai PDRB rendah (1.921 Milyar Rupiah) dipengaruhi oleh jumlah pertokoan dan pasar.
Gambar 14
Peta sebaran jumlah peubah bebas yang nyata pada model RLTG Lokal
19
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan model RKUTG global
maupun lokal menghasilkan nilai pseudo R2 sebesar 67.74% dan 66.43%. Model
RLTG global maupun lokal menghasilkan nilai pseudo R2 sebesar 88.63% dan
20
DAFTAR PUSTAKA
Anselin L. 1988. Spatial Econometrics. Method and Model. Kluwer Academic
Publisher. Netherland.
Arbia G. 2006. Spatial Econometrics: Statistical Foundation and Application to
Regional Convergence. Berlin: Springer.
[BPS]. Badan Pusat Statistik. 2015. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten/Kota di Indonesia 2009-2010. BPS. Jakarta
Efron B, Hastie T, Johnstone I, Tibshirani R. (2004). Least angle regression.
Annals of Statistics 32 (2) : 407 – 451
Fatulloh 2013. Penerapkan metode Regresi Terboboti Geografis(RTG) untuk data
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Pulau Jawa tahun 2010. [skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Fotheringham S, Brunsdon C, Charlton M. 2002. Geographically Weighted
Regression: The Analysis of Spatially Varying Relationships. John Willey and Sons. New York.
Gollini I, Lu B, Charlton M, Brunsdon C, Harris P. 2013. GWmodel: an R Package for Exploring Spatial Heterogeneity using Geographically Weighted Models. (http://arxiv.org/pdf/1306.0413.pdf.)
Harris P, Brunsdon C, Charlton M. 2011. Geographically weighted principal
components analysis. International Journal of Geographical Information
Science. 25(10): 1717-1736.
Johnson RA, Wichern DW. 2007. Applied Multivariate Statistical Analysis. Sixth
edition, Prentice Hall. New Jersey
Leung Y, Mei CL, Zhang WX. 2000. Statistical tests for spatial nonstationarity
based on the Regresi Terboboti Geografismodel, Journal of Environ Plan A, 32,: 9-32.
Miranti I. 2015. Pemodelan prevalensi malaria di Indonesia dengan regresi lasso terboboti geografis. [tesis]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Myers RH. 1990. Classical and Modern Regression With Application. Second Edition. PWS-Kent Publishing Company, Boston
Rohmaniyah A. 2014. Analisis sumber-sumber pendapatan daerah kabupaten dan
kota di Jawa Tengah dengan metode Geographically Weighted Principal
Component Analysis (GWPCA). Jurnal Gaussian. 3(3): 283-292.
Sukmantoro D. 2014. Geographically Weighted Ridge Regression dalam
Pemodelan Nilai Tanah. Jurnal its.ac.id
Tibshirani R. 1996. Regression Shrinkage and Selection Via The Lasso. Journal
of the Royal Statistical Society. 58(1) :267-288.
Wheeler D, Tiefelsdorf M. 2005. Multicollinearity and correlation among local
regression coefficients in geographically weighted regression. Journal of
22
Lampiran 2 Penduga Parameter Model RLTG Lokal
Kabupaten/Kota
Pacitan 0.47 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Ponorogo 20.39 0.00 -2.36 8.84 3.193 0.00 5.75 0.00 26.18 7.08 -10.99
Trenggalek 17.16 0.00 -0.15 1.92 2.91 0.00 0.00 -1.12 15.84 9.17 -3.52
Tulungagung 16.51 0.00 -1.43 2.95 4.06 -2.57 0.00 -1.46 17.31 7.34 -6.00
Lumajang 15.48 0.00 0.00 0.82 2.77 0.00 0.00 -0.68 10.79 9.69 0.00
Bondowoso 21.99 -17.41 2.74 17.51 5.88 -8.77 6.05 4.09 38.07 8.10 -25.91
Pasuruan 11.91 0.00 0.00 11.79 0.00 -8.74 0.00 -7.11 30.35 3.07 -8.00
Jombang 2.85 4.16 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 3.99 0.00 0.00
Nganjuk 6.37 0.00 -1.83 4.73 4.39 -4.92 3.36 1.32 10.78 0.00 -5.42
Madiun 7.52 0.73 -1.12 6.25 0.00 0.00 0.00 1.19 3.28 0.00 0.00
Magetan 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 -1.55 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Ngawi 7.22 0.00 -1.35 0.00 0.00 0.00 -1.61 2.15 0.00 1.72 1.63
Bojonegoro 18.63 -48.15 14.34 27.15 1.81 27.65 1.05 1.12 -0.12 7.95 3.27
Tuban 0.00 -13.10 2.17 14.15 -0.64 -21.01 2.34 0.90 2.66 6.06 0.00
Lamongan 5.48 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Kota Kediri 0.00 -16.23 -5.71 2.05 24.44 -41.05 8.01 0.003 19.13 2.58 -17.37
Blitar 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 -6.57 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Kota Malang 5.51 0.00 0.00 5.79 2.46 -2.89 1.65 1.55 5.02 0.00 0.00
Kota Probolinggo 0.86 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Kota Pasuruan 0.89 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Kota Mojokerto 2.05 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.30 0.00
25
Lanjutan Lampiran 2
Kabupaten/Kota
Kota Magelang 8.52 -26.56 8.40 8.36 4.02 -14.39 -2.61 -0.99 -1.73 7.61 7.53
Surakarta 6.38 -15.92 -0.10 1.26 4.87 -13.81 -2.19 -4.45 -3.54 6.65 8.37
Salatiga 5.61 -8.39 0 0.16 2.16 -8.15 -1.48 -3.45 -1.86 4.96 6.28
Kota Semarang 6.50 4.13 5.75 0.00 0.00 0.00 0.00 -4.35 12.06 4.53 0.00
Kota Pekalongan 6.36 0.00 6.65 0.00 0.00 1.37 -3.84 0.00 5.97 5.20 0.00
Kota Tegal 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1.11 -5.83 0.00 1.96 0.00 0.00
Bogor 7.28 0.00 5.86 0.00 0.00 2.82 -2.08 0.00 4.93 1.02 0.00
Sukabumi 14.91 20.94 -4.98 -10.40 -8.36 17.24 7.89 -11.97 14.81 -1.76 -1.39
Cianjur 0.00 0.00 3.37 0.00 0.00 10.71 -2.23 0.00 5.47 0.00 0.00
Bandung 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 17.18 0.00 0.00 0.00 5.35 0.00
Garut 0.00 0.00 0.00 6.83 0.00 20.78 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Tasikmalaya 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 6.96 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Ciamis 0.56 0.00 0.00 0.00 0.00 3.76 0.00 0.00 1.10 0.00 0.98
Kuningan 0.00 0.00 0.00 6.39 3.61 13.52 -6.17 0.00 0.00 4.40 8.30
Cirebon 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 6.61 -1.53 0.00 2.48 0.55 0.00
Majalengka 26.62 -10.60 16.59 25.77 -12.87 8.84 -2.22 0.00 -13.15 -4.12 14.58
Sumedang 0.00 0.00 0.00 5.78 -3.31 23.11 -0.48 0.00 -5.67 2.55 6.68
Indramayu 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 11.59 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Subang 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 11.39 0.00 0.00 0.00 4.19 0.00
Purwakarta -2.66 0.05 5.43 0.00 -1.31 12.38 -2.28 0.00 -8.39 1.93 15.54
Karawang 4.87 0.00 6.95 0.00 -1.73 6.21 -8.44 0.00 9.01 0.00 0.00
26
Lanjutan Lampiran 2
Kabupaten/Kota
Kota Bogor 12.05 4.01 7.58 -6.81 -7.71 5.31 -8.59 0.82 23.85 0.00 -17.32
Kota Sukabumi 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 6.46 0.00
Kota Bandung 10.39 0.00 6.35 0.00 0.00 1.64 -5.32 0.00 8.39 1.65 0.00
Jakarta Selatan 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 17.43 -12.89 0.00 0.00 0.00 0.00
27
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sigli, Aceh pada tanggal 01 Juli 1990, sebagai anak keempat dari pasangan Abdullah daud dan Ratnawati. Pendidikan sekolah menengah ditempuh di SMA Negeri 10 Fajar Harapan dengan Program IPA, lulus pada tahun 2008. Pada tahun 2008 penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Matematika, UNSYIAH dan lulus tahun 2012