• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil pengelompokan isolat aktinomiset berdasarkan morfologi mikroskopis diperoleh 8 isolat yang termasuk ke dalam kelompok Streptomyces dan 88 isolat termasuk dalam kelompok non-streptomyces. Hasil selengkapnya disajikan pada Lampiran 1. Penapisan aktivitas antibakteri terhadap 96 isolat aktinomiset diperoleh 3 isolat yang menunjukkan aktivitas penghambatan terhadap E. coli

BioMCC-at.HH-13 78 dan BioMCC-at.HH-259, berturut-turut dengan diameter penghambatan sebesar 13,55, 13,88 and 14,71 mm (Lampiran 2). Aktivitas antibakteri ditunjukkan oleh zona bening di sekitar isolat (Gambar 3).

Gambar 3 Aktivitas antibakteri isolat aktinomiset BioMCC-at.HH-64, BioMCC-at.HH-78 dan BioMCC-at.HH-259 terhadap E.coli ATCC 35218 (ditandai oleh tanda panah)

Dari hasil pengelompokan isolat aktinomiset yang digunakan pada penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa 92% isolat aktinomiset yang digunakan merupakan kelompok non-streptomyces atau aktinomiset langka. Aktinomiset langka merupakan sumber potensial untuk penapisan senyawa aktif, dalam hal ini senyawa antibakteri, yang berasal dari mikrob (Berdy 2005). Hal ini terbukti dengan adanya aktivitas antibakteri dari isolat aktinomiset yang diujikan, yaitu diperoleh tiga isolat yang mampu menghambat E. coli ATCC 35218. Aktivitas antibakteri tertinggi dihasilkan oleh isolat BioMCC-at.HH-259 dengan diameter hambat 14,7 mm. Tingkat penghambatan yang dihasilkan oleh isolat aktinomiset BioMCC-at.HH-259 dan dua isolat lainnya termasuk dalam kategori lemah. Tingkat penghambatan diperoleh dengan mengurangi diameter penghambatan yang terbentuk dengan diameter kultur aktinomiset yang diujikan. Tingkat penghambatan 5 < 10 mm termasuk dalam kategori lemah, 10 < 20 mm kategori sedang, dan > 20 mm termasuk dalam kategori kuat (El-Tarabily et al. 2000).

Pola aktivitas antibakteri isolat aktinomiset aktif di dalam media agar berdasarkan umur kultur disajikan pada Gambar 4. Isolat BioMCC-at.HH-64 dan 78 mulai menunjukkan aktivitas antibakteri pada umur 3 hari, sedangkan isolat BioMCC-at.HH-259 mulai menunjukkan aktivitas antibakteri pada umur 6 hari. Aktivitas antibakteri paling tinggi terjadi pada kultur umur 9 hari dan mulai menurun pada kultur umur 12 hari.

14 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 0 3 6 9 12 15 D iam e te r p e n gh am b at an (m m )

Umur kultur (hari)

Gambar 4 Pola aktivitas antibakteri isolat aktinomiset BioMCC-at.HH-64 (), BioMCC-at.HH-78 (□) dan BioMCC-at.HH-259 () berdasarkan umur kultur pada media agar

Pola aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat kasar isolat aktinomiset aktif berdasarkan lama fermentasi di dalam kultur cair disajikan dalam Gambar 5. Hasil menunjukkan sampai hari ke-15 fermentasi, ekstrak etil asetat dari isolat BioMCC-at.HH-64 tidak menunjukkan aktivitas antibakteri. Ekstrak etil asetat isolat BioMCC-at.HH-78 menunjukkan aktivitas antibakteri setelah fermentasi 12 hari dan aktivitas antibakteri tidak terlihat pada ekstrak hasil fermentasi 15 hari. Ekstrak etil asetat isolat BioMCC-at.HH-259 juga menunjukkan aktivitas antibakteri setelah fermentasi 12 hari dan aktivitas antibakteri meningkat setelah fermentasi 15 hari. Dibandingkan dengan kontrol positif yang digunakan, yaitu ampisilin, aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat dari BioMCC-at.HH-259 setelah 15 hari fermentasi pada konsentrasi 1 mg per disc setara dengan aktivitas antibakteri ampisilin pada konsentrasi 30 µg per disc (Lampiran 3). Perbedaan konsentrasi yang cukup tinggi tersebut kemungkinan dikarenakan ekstrak etil asetat aktinomiset masih banyak mengandung pengotor baik dari media fermentasi maupun senyawa lainnya, sedangkan kontrol sudah merupakan senyawa murni dengan tingkat kemurnian 99%.

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 0 3 6 9 12 15 D iam et er p egh am bat an ( m m )

Lama Fermentasi (hari)

Gambar 5 Pola aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat isolat aktinomiset berdasar lama fermentasi (BioMCC-at.HH-64 (), BioMCC-at.HH-78 (□) dan BioMCC-at.HH-259 ())

15 Pola aktivitas antibakteri yang dihasilkan dari kultur agar dan cair pada penelitian ini sangatlah berbeda. Perbedaan tersebut dimungkinkan ketika uji aktivitas antibakteri dilakukan terhadap kultur agar isolat aktinomiset, maka banyak campuran senyawa lainnya yang memiliki aktivitas antibakteri terhadap

E.coli ATCC 35218 dan ketika dilakukan ekstraksi, senyawa tersebut tidak dapat larut di dalam etil asetat. Kasus seperti ini mungkin dikarenakan pelarut yang kurang sesuai dan proses pengocokan campuran yang tidak cukup (Gurung et al.

2009). Kemungkinan lainnya adalah karena perbedaan morfologi aktinomiset ketika ditumbuhkan di dalam media agar dan cair, yaitu sebagai miselia berfilamen di dalam media agar dan sebagai potongan-potongan miselia di dalam media cair, atau karena adanya modifikasi kimia dari senyawa aktif yang menjadi tidak aktif di dalam kultur cair (Bushell 1993). Aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat dari kultur cair, selain dipengaruhi oleh kondisi fermentasi termasuk komposisi media, aerasi dan jumlah inokulum; juga dipengaruhi oleh proses ekstraksi, termasuk pelarut yang digunakan dan lamanya pengocokan campuran (Qin et al. 2012).

Aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat isolat aktinomiset baru terlihat setelah 12 hari fermentasi, yaitu lebih lambat dibandingkan aktivitas antibakteri dari kultur agar. Pada kelompok aktinomiset dan mikrob berspora lainnya, produksi metabolit sekunder terjadi bersamaan, atau sedikit lebih awal, sebelum dimulainya sporulasi, hal ini terjadi ketika ditumbuhkan pada media agar atau padat. Dari hasil penelitian ini, isolat BioMCC-at.HH-259 menunjukkan aktivitas antibakteri yang lebih lambat dibandingkan dua isolat lainnya, kemungkinan karena dimulainya proses sporulasi yang juga lebih lambat. Produksi metabolit sekunder maupun sporulasi terjadi hampir bersamaan pada awal fase stasioner, dapat diduga bahwa kedua proses tersebut diatur oleh mekanisme yang tumpang tindih. Pada beberapa kasus tidak ada keterkaitan antara pembentukan spora dan produksi antibiotik, khususnya, oleh organisme yang tidak berspora. Dalam kultur cair, produksi metabolit sekunder umumnya terbatas sampai pada fase stasioner, dan lebih sering terjadi karena keterbatasan nutrisi (Bibb 2005; Glazer dan Nikaido 2007). Berdasarkan pola aktivitas antibakteri yang diperoleh di atas, menunjukkan bahwa produksi senyawa antibakteri E. coli ATCC 35218 oleh isolat aktinomiset BioMCC-at.HH-64, 78, dan 259 dipengaruhi oleh umur kultur dan lama fermentasi. Penggunaan media agar atau padat dalam penelitian ini lebih sesuai untuk produksi senyawa aktif antibakteri, karena membutuhkan waktu yang lebih cepat, namun penelitian lebih lanjut perlu dilakukan.

Hasil karakterisasi pola pertumbuhan isolat aktinomiset aktif di dalam 4 jenis media agar yang digunakan bervariasi antar isolat, meskipun secara umum semua isolat mampu tumbuh dengan baik pada lebih dari satu media yang berbeda (Tabel 2). Morfologi makroskopis masing-masing isolat di dalam keempat media ditampilkan dalam Gambar 6.

16

Tabel 2 Pola pertumbuhan isolat aktinomiset aktif pada berbagai media agar

1 2 3 1 2 3 1 2 3

ISP2 Bagus Hitam Hitam Sedang Hitam

kecoklatan Hitam Bagus Hitam Hitam ISP4 Bagus Hitam Tidak berwarna Bagus Hitam Tidak berwarna Bagus Hitam Tidak berwarna

MS Kurang bagus Oranye-hitam

kecoklatan Tidak berwarna Bagus

Hitam

kecoklatan Tidak berwarna Bagus Hitam Tidak berwarna BM Sedang Oranye-hitam

kecoklatan Tidak berwarna Bagus Hitam Tidak berwarna Sedang Krem Tidak berwarna BioMCC-at.HH-78

BioMCC-at.HH-64 BioMCC-at.HH-259

Media

Gambar 6 Morfologi makroskopis isolat aktinomiset aktif di dalam 4 jenis media agar setelah 21 hari inkubasi (1 BioMCC-at.HH-64, 2 BioMCC-at.HH-78, 3 BioMCC-at.HH-259; A ISP2, B ISP4, C MS, D BM) Secara keseluruhan, pertumbuhan ketiga isolat aktinomiset tumbuh dengan bagus pada ke empat media yang berbeda. Koloni yang tumbuh memperlihatkan warna miselium mulai dari tidak berwarna, oranye, sampai hitam kecoklatan atau kehijauan. Morfologi koloni tunggal yang terbentuk juga tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, kecuali koloni isolat BioMCC-at.HH-78 di dalam media ISP2. Pada umumnya koloni yang dibentuk oleh isolat aktinomiset pada permukaan media agar terdapat tiga tipe. Tipe pertama terdiri dari koloni pucat kasar atau halus yang dapat dengan mudah terlepas dari media padat. Koloni ini jarang ditutupi dengan miselia aerial dan biasanya dibentuk oleh aktinomiset dengan fase miselia sementara. Tipe ke dua, koloni yang hampir tanpa miselia substrat dan terdiri dari hifa aerial yang melekat kuat pada media. Tipe ke tiga, merupakan koloni yang padat dan kasar biasanya membawa hifa aerial yang

17 melekat erat pada media melalui hifa yang menembus ke dalam media (Kalakoutskii dan Agre 1976). Berdasarkan tipe-tipe koloni di atas, ketiga isolat aktinomiset termasuk ke dalam tipe yang pertama.

Hasil karakterisasi pola pertumbuhan isolat aktinomiset di dalam empat jenis media cair bervariasi antar isolat (Gambar 7). Berdasarkan PMV yang diperoleh, pertumbuhan ketiga isolat di dalam media ISP4 menunjukkan pertumbuhan yang relatif lebih bagus dibandingkan di dalam media lainnya.

Gambar 7 Pola pertumbuhan isolat aktinomiset aktif di dalam media cair ISP2 (), ISP4 (), MS () dan BM ()

Pola pertumbuhan isolat aktinomiset di dalam media cair ditandai dengan biomassa (% PMV) yang diperoleh, semakin tinggi persentase PMV yang terbentuk menandakan pertumbuhan yang semakin bagus. Hasil memperlihatkan bahwa isolat BioMCC-at.HH-64 menunjukkan pertumbuhan relatif paling bagus di dalam media ISP4, diikuti pertumbuhan dalam media ISP2, MS, dan BM. Pola yang sama juga diperlihatkan oleh isolat BioMCC-at.HH-259. Media pertumbuhan yang paling bagus untuk pertumbuhan isolat BioMCC-at.HH-78 adalah media ISP4, yang diikuti oleh pertumbuhan di dalam media ISP2, BM dan MS. Secara keseluruhan pertumbuhan terbaik ditunjukkan oleh pertumbuhan isolat aktinomiset di dalam media ISP4. Media ISP4 memiliki komposisi paling lengkap dibandingkan dengan media lain yang digunakan, yaitu mengandung

soluble starch, ammonium sulfat, dan kalium fosfat, berturut-turut adalah sebagai

0 2 4 6 8 10 12 0 3 6 9 12 15 P M V ( %) BioMCC-at.HH-64 0 2 4 6 8 10 12 0 3 6 9 12 15 P M V ( %) BioMCC-at.HH-78 0 2 4 6 8 10 12 0 3 6 9 12 15 P M V ( %)

Lama fermentasi (hari)

18

sumber karbon, nitrogen, dan fosfat. Media tersebut juga menyediakan elemen mikro sebagai sumber logam, seperti zat besi dan mangan. Pola pertumbuhan di dalam media ini juga bervariasi antar isolat, hal ini dimungkinkan karena kemampuan untuk mencerna komponen media juga bervariasi (Kalakoutskii dan Agre 1976; Glazer dan Nikaido 2007).

Pertumbuhan dan produksi antibiotik oleh aktinomiset dan mikrob lain yang berspora di dalam batch culture, terutama dipengaruhi oleh dua faktor. Pertama adalah sifat dasar dan konsentrasi komposisi media yang berbeda seperti karbon, nitrogen, fosfat, dan sumber logam. Sumber karbon yang dapat secara langsung tersedia untuk pertumbuhan, seperti glukosa, seringkali menekan produksi antibiotik namun sangat bagus untuk pertumbuhan. Polisakarida seperti, pati, lebih sering digunakan dalam produksi antibiotik. Kedua, kondisi kultivasi seperti suhu, pH, waktu inkubasi, ketersediaan oksigen, serta tipe dan konsentrasi inokulum. Dalam kultur kocok, faktor paling penting yang berpengaruh terhadap perpindahan massa gas dalam media kultivasi adalah bentuk dan volume labu kultivasi, volume media, agitasi, dan kekentalan media (El-Enshasy et al. 2000; Himabindu dan Jetty 2006).

Hasil pengamatan morfologi mikroskopis isolat aktinomiset aktif menunjukkan bahwa semua isolat termasuk ke dalam kelompok non-streptomyces, yaitu genus Micromonospora. Berdasarkan morfologinya isolat aktinomiset aktif memiliki spora tunggal berbentuk bola dengan ukuran 0,6 -0,9 µ m yang terletak pada pangkal cabang hifa yang pendek atau panjang, dan beberapa berkembang dalam satu kelompok (Gambar 8).

Micromonospora merupakan salah satu genus aktinomiset selain

Streptomyces, yang dikenal sebagai penghasil antibiotik dunia, dan genus ini masih sangat sedikit diteliti dibandingkan dengan Streptomyces. Beberapa senyawa bioaktif baru merupakan hasil isolasi dari spesies Micromonospora, dan menunjukkan aktivitas antitumor, antiparasit, and antimikrob (Charan et al. 2004; Igarashi et al. 2007; Gärtner et al. 2011; Sakai et al. 2012). Anggota dari genus

Micromonospora yang dikenal sebagai penghasil antibiotik antara lain adalah M. purpurea dan M. echinospora, keduanya merupakan penghasil gentamisin, dan M. chalcea yang merupakan penghasil izumenolida. Gentamisin merupakan 18 antibiotik dengan spektrum luas, bersifat basa, dan terlarut dalam air, dengan aktivitas tinggi terhadap bakteri Gram-negatif dan Mycobacterium tuberculosis

Gambar 8 Morfologi mikroskopis isolat aktinomiset aktif setelah inkubasi 21 hari pada media agar ISP2, spora ditunjukkan oleh tanda panah (perbesaran 1000x)

19 (Himabindu dan Jetty 2006), sedangkan, izumenolida merupakan inhibitor beta-laktamase (Liu et al. 1980). Dari hasil pengamatan morfologi dapat disimpulkan bahwa isolat aktinomiset aktif dalam penelitian ini termasuk dalam kelompok non-streptomyces (aktinomiset langka).

Hasil isolasi DNA isolat aktinomiset aktif dilakukan elektroforesis di dalam gel agarose dan hasil pengamatan menunjukkan terbentuknya pita tunggal pada gel dengan ukuran ± 700 pb. Gambar elektroforesis DNA di dalam gel agarose tidak disajikan karena kualitas gambar yang tidak bagus. Hasil kuantifikasi konsentrasi DNA isolat aktinomiset adalah 62,62 ng/ul untuk isolat BioMCC-at.HH-64, 39,48 ng/ul untuk BioMCC-at.HH-78 dan 90,24 ng/ul untuk isolat. Tingkat kemurnian masing-masing amplikon adalah 1,90 untuk isolat BioMCC-at.HH-64, 1,79 untuk BioMCC-at.HH-78 dan 1,93 untuk BioMCC-at.HH-259 (Tabel 3).

Tabel 3 Hasil kuantifikasi konsentrasi dan kemurnian DNA hasil isolasi

Kode Isolat Konsentrasi (ng/ul) Kemurnian

BioMCC-at.HH-64 62,62 1,90

BioMCC-at.HH-78 39,48 1,78

BioMCC-at.HH-259 90,24 1,93

Berdasarkan hasil kuantifikasi konsentrasi DNA hasil isolasi di atas menunjukkan bahwa DNA yang diperoleh cukup untuk dilakukan amplifikasi, demikian juga dengan tingkat kemurnian yang diperoleh. DNA dapat dikatakan murni atau terbebas dari kontaminan protein jika memiliki kemurnian 1,8 – 2,0. Sekuens 16S rRNA dari produk PCR dengan ABI Genetic Analyzer menunjukkan hasil yang cukup bagus dan dapat dilihat dari kromatogram yang terbentuk (Lampiran 5-10), panjang sekuens yang diperoleh berkisar antara 610-720 pb dari total sekitar 1500 pb sekuen 16S rRNA. Hasil sekuens parsial selanjutnya dilakukan analisis menggunakan perangkat lunak BioEdit untuk mendapatkan sekuen konsensus (Lampiran 11).

Hasil pensejajaran sekuen parsial 16S rRNA dari ketiga isolat aktinomiset aktif dengan sekuen di database GenBank menggunakan program blastn

menunjukkan bahwa ketiga isolat memiliki tingkat kemiripan tertinggi dengan

Micromonospora chersina sebesar 99 % (Tbael 4).

Tabel 4 Hasil pensejajaran sekuens parsial 16S rRNA isolat aktinomiset aktif dengan galur acuan yang terdapat pada databaseGenBank

Kode isolat Panjang

sekuens (pb) Strain acuan No Akses

Tingkat kemiripan (%)

BioMCC-at.HH-64 724 M. chersina R-Ac 138 FN649453 99

BioMCC-at.HH-78 613 M. chersina RT III8 EU274367 99

BioMCC-at.HH-259 647 M. chersina R-Ac 135 FN649452 99

Penghitungan jarak genetik dan tingkat homologi antar isolat aktinomiset (Tabel5) dilakukan menggunakan p-distance dan hasil menunjukkan bahwa isolat 64 memiliki tingkat homologi 98,17 % dengan

BioMCC-at.HH-20

259 dengan jarak genetik 0,8. Isolat aktinomiset BioMCC-at.HH-78 memiliki tingkat homologi 42 % dengan kedua isolat aktinomiset lainnya.

Tabel 5 Persentase nilai jarak genetik (bawah diagonal) dan homologi (atas diagonal) antara isolat aktinomiset aktif A B C D A 99,00 42,40 98,50 B 1,0 42,57 99,17 C 57,6 57,4 42,74 D 1,5 0,8 57,3 AM. chersina DSM44151, B BioMCC-at.HH-64, C BioMCC-at.HH-78, D BioMCC-at.HH-259

Hasil analisis molekuler terhadap ketiga isolat aktif diperoleh sekuen parsial dengan panjang masing-masing adalah 724, 613, dan 647 pb untuk isolat BioMCC-at.HH-64, BioMCC-at.HH-78, dan BioMCC-at.HH-259. Masing-masing sekuen 16S rRNA dari isolat selanjutnya dibandingkan dengan sekuen 16S rRNA yang tersedia di database GenBank dengan blastn. Hasil menunjukkan bahwa ketiga isolat memiliki kemiripan dengan Micromonospora chersina,

dengan tingkat kemiripan 99 %, yaitu BioMCC-at.HH-64 memiliki kedekatan tertinggi dengan M. chersina R-Ac138 (FN649453), isolat HH-78 dengan M. chersina RtIII8 (EU274367), dan isolat BioMCC-at.HH-259 dengan M. chersina

R-Ac135 (FN649452). Isolat aktif aktinomiset, meskipun ketiganya teridentifikasi 99% memiliki kedekatan dengan M. chersina, namun berdasarkan penghitungan jarak genetik antar sekuen 16S rRNA dari ketiga isolat tersebut ternyata memiliki jarak genetik yang cukup jauh. Isolat BioMCC-at.HH-78 hanya memiliki tingkat homologi sekitar 42% dengan dua isolat lainnya, dan isolat BioMCC-at.HH-64 dan BioMCC-at.HH-259 memiliki tingkat homologi 99,17 % satu sama lain.

Hasil pembentukan dendogram filogenetik (Gambar 9) yang disimpulkan menggunakan metode Neighbor-Joining menunjukkan bahwa dua isolat, BioMCC-at.HH-64 dan BioMCC-at.HH-259 terdapat dalam satu kelompok yang sama dan memiliki kedekatan hubungan dengan M. chersina. Isolat BioMCC-at.HH-78 terpisah dari isolat lainnya dan terdapat satu kelompok dengan M. olivasterospora, M. viridifaciens, and M. echinaurantiaca.

21

Gambar 9 Dendogram filogenetik berdasar sekuen gen 16S rRNA isolat aktinomiset aktif dan genus lainnya (akar dari bootstrap). Isolat aktif ditunjukkan oleh simbol tebal. Persentasi bootstrap value

berdasar pada 500 kali ulangan data ditunjukkan pada nodes;

bootstrap value lebih rendah dari 40 % dibuang

Berdasarkan dendogram filogenetik ketiga isolat terbagi menjadi dua kelompok, yaitu isolat BioMCC-at.HH-64 dan 259 terdapat dalam satu kelompok, sedangkan isolat BioMCC-at.HH-78 terdapat di dalam kelompok lainnya. Hasil ini di perkuat oleh hasil penghitungan jarak genetik, yang menunjukkan bahwa

22

isolat BioMCC-at.HH-78 memiliki jarak genetik yang cukup jauh dengan dua isolat aktinomiset aktif lainnya, yaitu 57 % dengan tingkat homologi 42 %. Berbeda dengan kedua isolat aktif lainnya, yang memiliki jarak genetik cukup dekat yaitu 0,8 dengan tingkat homologi 99,17 %. Menurut Koch et al. (1996), tingkat kekerabatan Micromonospora spp. tinggi, berkisar dari 97-99%, dan tingkat kemiripan untuk beberapa tipe galur Micromonospora juga sangat tinggi (>98%), sehingga untuk menentukan status suatu spesies tidak bisa hanya dengan data hasil sekuen 16S rRNA, namun perlu dilakukan hibridisasi DNA-DNA untuk memastikan tipe galur dari spesies tersebut. Dua isolat dapat dianggap sebagai satu spesies apabila hibridisasi DNA-DNA lebih dari 70% (Goris et al. 2007). Kasus seperti ini banyak dilaporkan terjadi pada kelompok aktinomiset, terutama pada beberapa tipe galur dari spesies Micromonospora. Sebagai contoh kasus adalah M. echinospora subsp. ferruginea dan M. echinospora subsp. echinospora,

memiliki sekuen 16S rRNA yang sangat identik (tingkat kemiripan 99,7%); namun subspesies ke tiga, M. echinospora subsp. pallida, memiliki keterkaitan yang jauh dengan kedua subspesies lainnya. Hal ini kemungkinan karena perbedaan konsentrasi menakuinon dan komposisi asam lemak yang terkandung dalam isolat tersebut(Koch et al. 1996).

Micromonospora chersina pertama kali dipublikasikan oleh Tomita et al. (1992), miselia muda dari spesies ini bercabang secara monopodial dan membentuk spora tunggal (berbentuk bola dengan duri tumpul yang pendek) yang tidak bertangkai atau muncul pada sporofor yang pendek atau panjang, dan tidak membentuk miselia aerial. Isolat ini dikenal sebagai penghasil dienemisin, yaitu suatu antitumor-antibiotik, dengan aktivitas spektrum luas, tidak hanya aktif terhadap sel tumor namun juga aktif terhadap bakteri dan cendawan (Konishi et al. 1991). Dienemisin, khususnya dienemisin A hingga saat ini masih diteliti untuk kemungkinan penggunaannya dalam pengobatan (Tuttle et al. 2005). Publikasi mengenai aktivitas anti beta-laktamase yang dihasilkan oleh species ini belum pernah dilaporkan.

Hasil analisis kromatografi dengan KCKT terhadap ekstrak etil asetat dari fermentasi 12 hari isolat BioMCC-at.HH-78 dan 259 disajikan dalam Lampiran 12. Kromatogram KCKT dari ekstrak etil asetat BioMCC-at.HH-259 menunjukkan terbentuknya puncak tunggal yang muncul antara menit 15 – 16, dan berdasarkan hasil tersebut dilakukan analisis menggunakan QTOF-MS dan hasil menunjukkan terbentuknya fragmen dengan serapan tertinggi yaitu dengan berat molekul 186,12 Da (Gambar 10).

23

Gambar 10 Spektrum massa senyawa dari ekstrak etil asetat isolat BioMCC-at.HH-259

Kromatogram ekstrak etil asetat isolat BioMCC-at.HH-259 menunjukkan perbedaan yang cukup nyata dengan kromatogram dari isolat BioMCC-at.HH-78. Hasil analisis KCKT memperlihatkan bahwa dari kromatogram ekstrak etil asetat isolat BioMCC-at.HH-259 terdapat satu puncak yang dominan yang muncul pada waktu retensi 15-16 menit. Berdasarkan hasil ini, selanjutnya ekstrak dilakukan analisis menggunakan QTOF-MS untuk pendugaan awal berat molekul senyawa aktif. Hasil menunjukkan bahwa senyawa dari ekstrak etil asetat isolat BioMCC-at.HH-259 mempunyai berat molekul ±186,12 Da. Hasil pencarian melalui database yang terdapat pada ChemSpider, senyawa yang memiliki berat molekul paling mendekati adalah senyawa naphtylethylenediamine (N-(1-Naphthyl

)-1,2-ethanediamine), dengan rumus molekul C12H14N2. Senyawa ini bersifat polar dan dapat larut dalam air. Aktivitas antibakteri dari senyawa tersebut belum pernah dilaporkan, namun senyawa turunannya, N-(1-Naphthyl)-1,2-ethanediamine dihydrochloride, telah digunakan sebagai pereaksi kuantitatif (sebagai coupling agent) untuk analisis dengan metode spektrofotometrik protein tiol (Verma et al.1991); sulfonamid dan thallium (III) (Nagaraja et al. 2008). Struktur molekul

naphtylethylenediamine dan senyawa turunannya, N-(1-Naphthyl

)-1,2-ethanediaminedihydrochloride dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11 Struktur molekul naphtylethylenediamine (kiri) dan N-(1-Naphthyl) 1,2-ethanediaminedihydrochloride (kanan)

24

Senyawa bioaktif yang dihasilkan isolat aktinomiset pada penelitian ini kemungkinan adalah inhibitor beta-laktamase atau senyawa antibakteri yang sedikit dihidrolisis atau tidak dapat dihidrolisis oleh aktivitas beta-laktamase yang dihasilkan oleh bakteri target (Babic et al. 2006). Bakteri E. coli ATCC 35218 merupakan bakteri resisten beta-laktam, tidak bersifat patogen dan memproduksi beta-laktamase tipe TEM-1. Dalam studi uji tantang mikrob, bakteri tersebut digunakan sebagai bakteri pengganti untuk EHEC E. coli O157:H7 (Gurtler et al. 2010). Pada bakteri Gram-negatif, beta-laktamase merupakan mekanisme resistensi yang sangat penting terhadap antibiotik beta-laktam. Beta-laktamase merupakan enzim yang diproduksi oleh bakteri yang menghidrolisis cincin beta-laktam dan menjadikan antibiotik tidak aktif sebelum target penicillin binding protein (PBP). Terdapat dua prinsip untuk menghadapi resistensi terhadap beta-laktam termasuk menemukan inhibitor dan inactivator beta-laktamase dan antibiotik baru yang menunjukkan daya ikat yang lebih kuat terhadap PBP dan tidak atau sedikit dihidrolisis oleh beta-laktamase (Babic et al. 2006). Pada saat ini terdapat 3 jenis inhibitor beta-laktamase yang digunakan untuk pengobatan: asam klavulanat, sulbaktam, dan tazobaktam, yang penggunaannya dikombinasikan dengan antibiotik lainnya (Miller et al. 2001).

Agen antibakteri merupakan salah satu metabolit sekunder yang diproduksi oleh aktinomiset. Metabolit sekunder diproduksi sebagai respon akan terbatasnya ketersediaan nutrisi, dan tidak diperlukan untuk pertumbuhan mikrob penghasilnya, akan tetapi menyediakan fungsi pertahanan diri untuk hidup di alam. Berbeda dengan metabolit sekunder, metabolit primer berhubungan dengan pertumbuhan dan pemeliharaan hidup, yang berkenaan dengan pelepasan energi dan penyusunan makromolekul penting seperti gula, protein, asam nukleat, dan asam organik. Suatu organisme akan mengalami kematian jika metabolisme primer berhenti (Demain dan Fang 1995).

Pada penelitian ini, dari 96 isolat aktinomiset yang digunakan untuk

Dokumen terkait