• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keanekaragaman Jambu Mete berdasarkan Karakter Morfologi Berdasarkan pengamatan dari 82 tanaman jambu mete terdapat variasi yang tinggi pada karakter warna tangkai bunga, warna mahkota bunga, bentuk buah semu, warna buah semu masak, ujung buah semu, dan bentuk ujung buah sejati. Warna tangkai bunga

Berdasarkan pada deskriptor jambu mete, karakter warna tangkai tidak termasuk dalam daftar organ yang dikarakterisasi. Penambahan pengamatan mengenai warna tangkai dipilih ketika pengamatan di lapangan dilakukan. Dijumpai dua variasi warna, yaitu hijau dan merah (Gambar 2).

Gambar 2 Warna tangkai bunga jambu mete. Hijau (A), merah (B) Warna mahkota bunga

Terdapat tiga macam warna yang dijumpai pada satu rangkaian bunga dalam satu pohon yaitu putih, krem, dan merah muda. Ketiga warna tersebut muncul dalam tahapan perkembangan bunga dari kuncup hingga bunga mekar. Bunga mekar pertama kali berwarna putih, kemudian berubah menjadi putih strip merah, krem, merah strip dan atau merah seluruhnya (Gambar 3).

Gambar 3 Warna mahkota bunga jambu mete. Putih (A), putih strip merah (B), merah dan merah strip (C), krem (D)

13 Bentuk buah semu

Terdapat tiga bentuk buah semu jambu mete di Kabupaten Bantul, yaitu mengerucut hingga membulat telur sungsang (Gambar 4), menyilinder (Gambar 5), dan membulat (Gambar 6). Di Kabupaten Wonogiri hanya ditemukan bentuk mengerucut hingga membulat telur sungsang. Bentuk buah semu muda dan masak tidak berubah, hanya terjadi perubahan ukuran saja.

Gambar 4 Bentuk buah semu jambu mete mengerucut hingga membulat telur sungsang. sampel pohon Bantul 41 (A), sampel pohon Bantul 14 (B), sampel pohon Wonogiri 2 (C)

Gambar 5 Bentuk buah semu jambu mete menyilinder.

Gambar 6 Bentuk buah semu jambu mete membulat. Sampel pohon Bantul 15 (A), sampel Pohon Bantul 62 (B)

14

Warna buah semu masak

Variasi warna buah semu masak di Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Bantul terdiri atas merah, kuning jingga, kuning, dan kuning kehijauan. Persilangan antar pohon berbuah semu jingga dengan merah, menghasilkan pohon berbuah semu jingga. Jika diamati secara berkelanjutan pada perkembangan jambu mete dari kuncup bunga hingga buah semu masak, maka variasi tangkai dan mahkota bunga tersebut akan menentukan warna buah semu masak. Munculnya tangkai bunga berwarna merah, warna rangkaian bunga merah, warna mahkota bunga putih strip merah dan keseluruhan merah maka buah semu yang akan muncul berwarna merah dan merah jingga. Munculnya tangkai bunga berwarna hijau, warna mahkota bunga krem dan putih maka buah semu yang akan muncul berwarna kuning dan kuning kehijauan.

Ujung buah semu dan perlekatan buah sejati

Terdapat dua bentuk ujung buah semu yaitu mendatar dan menyerong (Gambar 7). Bentuk ujung buah semu menyerong memiliki perlekatan dengan buah sejati yang kendur, sedangkan ujung buah semu yang mendatar memiliki perlekatan yang kuat.

Gambar 7 Bentuk ujung buah semu jambu mete. Mendatar (A), menyerong (B).

Bentuk ujung buah sejati

Terdapat tiga bentuk ujung buah sejati yaitu membulat, antara, dan menajam (Gambar 8). Bentuk ujung buah sejati berkorelasi dengan bentuk kacangnya. Jika bentuk ujung buah sejati membulat maka ujung kacang membulat, bentuk ujung kacang antara maka ujung kacang antara, dan bentuk ujung kacang menajam maka ujung kacang pun menajam.

Gambar 8 Bentuk ujung kacang jambu mete. Membulat (A), antara (B), menajam (C).

15 Pengelompokan Jambu Mete

Delapan puluh dua tanaman jambu mete dari Kabupaten Bantul dan Kabupaten Wonogiri mengelompok ke dalam 2 kelompok A dan B pada kemiripan 63% (Gambar 9) berdasarkan 75 karakter morfologi. Kelompok A merupakan tanaman jambu mete yang ditanam di Wonogiri Jawa Tengah, mempunyai permukaan kulit buah semu kasar dan kusam. Sedangkan Kelompok B seluruhnya berasal dari Kabupaten Bantul dengan kesamaan karakter yakni permukaan kulit buah semu licin dan mengkilap.

Penggunaan 75 karakter morfologi terlalu banyak dan tidak praktis bagi peneliti agronomi dan petani untuk mengelompokkan serta mengidentifikasi kultivar jambu mete. Oleh karena itu, dilakukan pemilihan karakter dengan cara mengelompokkan karakter dengan metode UPGMA dari matriks data yang diputar (75x82). Dari dendogram yang dihasilkan (Gambar 10) maka karakter dipilih berdasarkan pertimbangan syarat-syarat distinct, uniform, dan stable

dengan memperhatikan kesederhanaan demi kepraktisan. Setiap jumlah karater yang terpilih maka dilakukan analisis ulang dengan pengelompokan UPGMA. Hasil pengelompokan karakter UPGMA (Gambar 10) dicoba untuk dipilih kembali karakternya hingga akhirnya mendapatkan karakter yang dirasa mampu menunjukkan pengelompokan sampel yang tetap. Maka hasil dari berulang kali analisis pengelompokan karakter dengan UPGMA, terpilihlah delapan karakter yang memenuhi syarat distinct, uniform, stable, sederhana &praktis (Tabel 2). Tabel 2 Karakter dan sifat karakter yang digunakan dalam penyusunan kelompok

dendogram

No Karakter dan sifat karakter

1 Warna buah semu masak: kuning-hijau (0), kuning-jingga (1), jingga-merah (2)

2 Bentuk buah semu: menyilinder (0), mengerucut hingga membulat telur sungsang (1), membulat (2)

3 Permukaan buah semu: licin dan mengkilap (0), kasar dan kusam (1) 4 Ujung buah semu: mendatar (0), menyerong (1)

5 Aroma buah: tidak menyengat (0), menyengat (1) 6 Panggul kacang: membulat (0), menonjol (1) 7 Bentuk ujung buah sejati: membulat (0), antara (1)

8 Berat kacang: ringan (3–4 g) (0), intermediet (5–6 g) (1), berat (7–8 g) (2) Pengelompokan menggunakan delapan karakter (Gambar 11) menghasilkan pola yang serupa dengan dendogram menggunakan 75 karakter (Gambar 9). Delapan puluh dua tanaman jambu mete terbagi menjadi Kelompok A dan B pada kemiripan 68%. Kelompok A mengelompok berdasarkan kesamaan karakter permukaan kulit buah semu kasar dan kusam; ujung buah semu mendatar; bentuk buah semu mengerucut hingga membulat telur sungsang; aroma buah tidak menyengat. Kelompok B mengelompok berdasarkan kesamaan karakter permukaan buah semu licin dan mengkilap dan panggul kacang menonjol.

16

Gambar 9 Dendogram pengelompokan 82 tanaman jambu mete dengan 75 karakter morfologi.

17

18

Gambar 11 Dendogram pengelompokan 82 tanaman jambu mete dengan delapan karakter morfologi.

19 Kelompok II memiliki karakter warna buah semu masak kuning jingga, permukaan buah semu kasar dan kusam, ujung buah semu mendatar, bentuk buah semu mengerucut hingga membulat telur sungsang, aroma buah tidak menyengat, bentuk ujung buah sejati membulat dan berat kacang ringan (3–6 g).

Kelompok III memiliki karakter warna buah semu kuning kehijauan, ujung buah semu mendatar, permukaan buah semu licin dan mengkilap, bentuk buah semu mengerucut hingga membulat telur sungsang, aroma buah menyengat, panggul kacang membulat, panggul kacang menonjol, dan bentuk ujung buah sejati bersifat antara. Semua anggota Kelompok IV memiliki karakter panggul kacang menonjol dan bentuk ujung buah sejati membulat akan tetapi memiliki ketiga macam warna buah.

Petani di Kabupaten Bantul mengelompokkan kultivar jambu mete mereka berdasarkan warna buah semu masaknya, sedangkan di Kabupaten Wonogiri tidak ada nama spesifik untuk jambu mete. Terdapat kesamaan dan perbedaan pola antara kelompok dari hasil penelitian dengan kelompok kultivar yang dikenal petani Bantul. Petani di Kabupaten Bantul Yogyakarta telah Petani mengenal jambu mete Brambang (dalam Bahasa Jawa berarti bawang merah) untuk jambu mete berkulit semu merah, jambu mete Senja untuk buah semu berkulit kuning jingga, dan jambu mete Lumut untuk buah semu berkulit kuning kehijauan. Kesamaan pola pengelompokan petani dengan hasil penelitian pada Kelompok I termasuk dalam Grup Brambang, Kelompok II termasuk dalam Grup Senja, dan Kelompok III termasuk dalam Grup Lumut. Pengelompokan petani tidak dapat diterapkan pada Kelompok IV, semua warna buah dimiliki oleh kelompok tersebut, sehingga perlu diwadahi sebagai grup tersendiri yang diusulkan dengan nama Grup Pancawarna yang berarti memiliki banyak warna.

Hasil penelitian yang diungkapkan dalam Gambar 11 dibandingkan dengan praktek yang dilakukan petani Kabupaten Bantul, terlihat serupa atau sangat erat hubungannya dengan kelompok I,II, III dan IV dengan kelompok yang dikenal oleh petani. Dari pernyataan ini dapat disimpulkan bahwa berdasarkan hal tersebut diusulkan Kelompok I dinamakan Anacardium Grup Brambang, Kelompok II

Anacardium Grup Senja, Kelompok III Anacardium Grup Lumut dan Kelompok IV Anacardium Grup Pancawarna. Berdasarkan permukaan buah semu dan bentuk ujung buah sejati maka disusunlah kunci identifikasi untuk memisahkan kelompok kultivar jambu mete:

1a. Permukaan buah semu kasar dan kusam; buah semu masak jingga kemerahan; aroma buah tidak menyengat...Anacardium Grup Brambang 1b. Permukaan buah semu licin dan mengkilap; buah semu masak kuning jingga; panggul kacang menonjol...Anacardium Grup Senja 2a. Bentuk ujung buah sejati bersifat antara, warna buah semu kuning kehijauan,

panggul kacang membulat...Anacardium Grup Lumut 2b. Bentuk ujung buah sejati membulat; warna buah semu jingga

kemerahan,kuning jingga, dan kuning kehijauan; panggul kacang menonjol; ...Anacardium Grup Pancawarna

Indonesia memiliki banyak kultivar dengan nama-nama pengenal yang dikeluarkan oleh pemerintah. Kultivar jambu mete „PK 36‟ yang terdapat pada Keputusan Menteri Pertanian Nomor 64/Kpts/SR.120/1/2004 memiliki karakter antara lain warna buah sejati abu-abu, warna buah semu kuning kemerahan, dan

20

bentuk buah semu lonjong yang serupa dengan hasil pengelompokan pada

Anacardium Grup Brambang. Kultivar jambu mete „Meteor YK‟ berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 338/Kpts/Sr.120/3/2008 memiliki karakter antara lain bentuk buah bulat segitiga, warna buah kulit masak merah mengkilap, dan warna buah sejati putih keabu-abuan. Akan tetapi, jambu mete „Meteor YK‟ yang ditemukan di lapangan memiliki warna buah semu kuning jingga, sehingga termasuk dalam Anacardium Grup Senja. Perbedaan warna buah semu antara kultivar „Meteor YK‟ di lapang dan SK terdapat beberapa kemungkinan antara lain kultivar tersebut memiliki dua tipe warna buah semu dan kesalahan dalam menafsirkan warna. Kultivar „MR851‟ berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 63/Kpts/SR.120/1/2004 memiliki karakter warna buah semu kuning, bentuk buah semu lonjong dan warna buah sejati abu-abu yang serupa dengan hasil pengelompokan pada Anacardium Grup Lumut. Kultivar jambu mete di Indonesia sangat banyak namun belum semuanya dapat dikelompokkan ke dalam grup di atas, hal ini dikarenakan terbatasnya informasi yang dapat diakses mengenai deskripsi kultivar jambu mete, sehingga hal ini menyulitkan kultivar apa saja yang termasuk dalam Anacardium Grup Pancawarna.

Permasalahan Jambu Mete di Lapangan

Lembaga, peneliti, dan pemulia tanaman telah banyak melakukan riset untuk pelepasan nama kultivar unggul jambu mete. Hal ini menyebabkan semakin banyak lagi ragam kultivar yang ada di lapangan, dan hal lain yang membuat kesulitan adalah tanaman jambu mete memiliki sistem penyerbukan terbuka. Penyerbukan terbuka mengakibatkan tidak terkontrolnya variasi buah semu dan buah sejati jambu mete sehingga bisa menjadi pemicu berubahnya keseragam dan kestabilan hasil budi daya jambu mete.

Pemerintah juga mengeluarkan sertifikasi benih dan menyimpulkan adanya perbedaan karakter spesifik daerah lokal tertentu jambu mete dari ukuran kacang dan rasa kacangnya, namun petani tidak mengetahui nama-nama kultivar yang dikeluarkan. Petani tidak mengelompokkan antar masing-masing pohon kultivar yang sejenis ketika masa panen. Petani tidak memisahkan buah sejati jambu mete berdasarkan bentuk buah semu, warna buah semu, bentuk panggul kacang, bentuk ujung kacang, bentuk pangkal kacang, dan berat kacang melainkan hanya berdasarkan perkiraan besar dan kecil. Jambu mete hasil panen dijual petani ke pengepul dalam bentuk gelondong kacang.

Pengepul memberikan harga sesuai kesepakatan dengan petani, bisa berupa uang ataupun barang pokok yang sedang dibutuhkan petani. Pada proses jual beli inilah pengepul memainkan harga tidak selayaknya. Proses dilanjutkan dengan pengupasan dari kulit luarnya. Pada proses pengupasan ini juga terjadi pemilihan kembali berdasarkan kacang belah atau utuh, dan ukuran kacang besar atau kecil. Harga beli untuk kacang belah atau utuh dan ukurannya mampu mempengaruhi perbedaan harga. Pengemasan dan pelabelan harga kacang mete utuh besar diberi kisaran harga yang lebih mahal dibanding kacang mete belah kecil. bahkan ada kecurangan dari pengepul yang melekatkan kembali (pengeleman) kacang yang terbelah hasil dari pengupasan dan dijual dengan harga utuh. Proses pengeleman tersebut dilakukan dengan pati.

21 Kerancuan standardisasi kultivar jambu mete terjadi saat proses panen, pengemasan, dan pelabelan. Nama kultivar jambu mete yang berbeda bisa terdapat dalam satu kemasan jambu mete yang dijual di pasaran. Bahkan apabila permintaan pasar untuk kacang mete meningkat maka pengepul akan mencari kacang mete ke daerah lain yang memiliki pasokan berlebih dan mencampurkannya. Misalkan saja jumlah permintaan kacang mete di Imogiri meningkat namun jumlah barang terbatas, maka pengepul akan mencari kacang mete di daerah Wonogiri, Bima, Bali, dan Madura kemudian mencampurkannya dengan kacang mete Imogiri dan memberikan label kacang mete Imogiri dalam kemasan tersebut. Dengan cara seperti itu maka sudah tidak ada lagi identitas karakter jambu mete tiap daerah.

Permasalahan lainnya yaitu undang-undang yang telah dibuat oleh pemerintah tidak diketahui dan diberlakukan oleh petani. Undang-undang hanya berlaku bagi kalangan pemulia dalam dasar upaya pelepasan kultivar tapi tidak bagi para petani yang merupakan kunci pelaku standardisasi di lapangan. Jika undang-undang dan peraturan pemerintah hanya diberikan pada petani dalam bentuk eksemplar, maka kemungkinan hanya akan tersimpan tanpa dibaca. Jika pemerintah berperan aktif dan sudah jelasnya sistem standardisasi jambu mete maka petani dengan mudah menerapkan pemisahan jambu mete ketika panen. Upaya tersebut menjadi dasar petani untuk memiliki pengetahuan dalam proses pemilihan dan pengumpulan sehingga tidak lagi menjual kacang mete ke tengkulak yang menaksir harga tidak selayaknya.

Permasalahan di atas tidak akan terjadi apabila sejak awal pengetahuan

distinctive sudah dimiliki oleh petani dan konsumen. Konsumen mampu membedakan atau mengenali rasa dan ukuran dari masing-masing kultivar jambu mete dari daerah tertentu, sehingga ketika pengoplosan terjadi maka konsumen bisa merasakan perbedaannya. Begitu juga untuk petani, pengetahuan mengenai perbedaan dan keseragaman (uniformity) jambu mete dari berbagai kultivar harus dimiliki, sehingga pada saat panen petani sudah mengumpulkan jambu mete yang seragam ukurannya dan berani menentukan harga antara jambu mete yang memiliki ukuran yang sama. Untuk menerapkan pengetahuan distinctive dan

uniformity bagi para petani dan konsumen memang bukan pekerjaan mudah dan praktis, namun perlu proses panjang dan bertahap.

Kerancuan penciri identitas varietas lokal terjadi karena petani tidak mengetahui nama-nama kultivar dan terbatasnya informasi karakterisasi pada setiap nama kultivar yang dikeluarkan. Internasional memiliki kode untuk mengatur penamaan tata nama tanaman budi daya. Kode tersebut diperbaharui setiap 5 tahun sekali, jika membandingkan dengan kode tata nama internasional tanaman budi daya maka PP nomor 13 tahun 2004 memiliki beberapa kekurangan. Salah satu kekurangannya yaitu kode mengatur penulisan kultivar dalam tanda kutip tunggal („) di awal dan akhir nama kultivar, namun berbagai nama kultivar unggul jambu mete di Indonesia, belum menerapkan aturan tersebut (ISHS 2009). Sebagai contoh penulisan kultivar yang benar yaitu jambu mete „Meteor‟ atau

Anacardium occidentale „Meteor‟. Penulisan nama kultivar yang umum dibuat saat ini, ditulis tanpa tanda kutip tunggal atau menggunakan tanda dalam kurung [( )].

Kode internasional juga mengatur pemberian nama dari kultivar hasil perakitan jambu mete dengan metode sambung batang bawah. Aturannya jika

22

batang bawah dan batang atas adalah sebuah kultivar, maka tanaman hasil perakitan diberi nama dengan mempertahankan nama kultivar dari batang atas. Hasil penelitian mengenai perakitan tanaman jambu mete selama ini belum menerapkan aturan tersebut dalam memberikan nama. Standardisasi kultivar jambu mete di lapangan sebaiknya lebih diutamakan dibanding perakitan bibit unggul jambu mete untuk memperbanyak produktifitas, untuk membuat jambu mete Indonesia diakui secara internasional dan mampu bersaing secara global.

23

5 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Jambu mete di Kabupaten Wonogiri dan Bantul memiliki variasi tinggi pada warna tangkai dan mahkota bunga, bentuk buah semu, warna buah semu masak, bentuk ujung buah semu dan perlekatan buah sejati, serta bentuk ujung buah sejati. Karakter terpilih yang praktis dan tidak menimbulkan kerancuan terdiri atas warna buah semu masak, bentuk buah semu, permukaan buah semu, ujung buah semu, aroma buah, panggul kacang, bentuk ujung buah sejati, dan berat kacang. Kepraktisan karakter diperlukan untuk mempermudah identifikasi penamaan kultivar jambu mete di lapang. Pengelompokan sampel tanaman jambu mete berdasarkan dendogram dan dibandingkan dengan praktek yang dilakukan petani maka diusulkan Kelompok I Anacardium Grup Brambang, Kelompok II

Anacardium Grup Senja, Kelompok III Anacardium Grup Lumut dan Kelompok IV Anacardium Grup Pancawarna.

Saran

Kultivar unggul yang dikeluarkan oleh pemerintah dapat dikelompokkan ke dalam 4 grup tersebut sehingga dapat menyederhanakan seluruh kultivar yang ada di Indonesia dan juga membantu petani dalam mengenal kultivar. Seyogianya perlu adanya pengkajian dan penyesuaian Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2004, Undang-Undang nomor 29 tahun 2000, dan Surat Keputusan pengeluaran kultivar dengan perkembangan klasifikasi tanaman budi daya internasional seperti yang diatur dalam Kode Internasional Tata Nama Tanaman Budi Daya.

24

Dokumen terkait