• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pencirian Dan Standardisasi Kultivar Jambu Mete (Anacardium Occidentale L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pencirian Dan Standardisasi Kultivar Jambu Mete (Anacardium Occidentale L.)"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

PENCIRIAN DAN STANDARDISASI KULTIVAR

JAMBU METE (

Anacardium occidentale

L.)

SARAH FEBRIANI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pencirian dan Standardisasi Kultivar Jambu Mete (Anacardium occidentale L.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2016

Sarah Febriani

(4)
(5)

RINGKASAN

SARAH FEBRIANI. Pencirian dan Standardisasi Kultivar Jambu Mete (Anacardium occidentale L.). Dibimbing oleh ALEX HARTANA dan MIEN AHMAD RIFAI.

Jambu mete (Anacardium occidentale L.) merupakan tanaman tropis yang berasal dari Amerika Selatan seperti Bolivia, Brazil, Ekuador, Peru dan saat ini telah banyak dibudidayakan di beberapa daerah Indonesia. Kultivar unggul jambu mete yang tercantum dalam SK Menteri Pertanian RI belum dikenal petani, apalagi karena sistem penamaan tanaman budi daya dalam Undang-Undang No 29 tahun 2000 dan Peraturan Pemerintah nomor 13 tahun 2004 tidak sejalan dengan Kode Internasional Tata Nama Tanaman Budi Daya 2009. Penelitian kultivar jambu mete saat ini hanya mengkaji sektor ekonomi dan belum mencakup standardisasi kultivar. Pengenalan ciri kultivar yang Distinct (berbeda), Uniform

(seragam), dan Stable (stabil) (DUS) diharapkan mampu memberikan informasi bagi produsen dan konsumen. Oleh karena itu dilakukan penelitian untuk mengeksplorasi keberagaman jambu mete dan mengelasifikasikan kelompok kultivar jambu mete berdasarkan karakter yang mudah, praktis dan tidak menimbulkan kerancuan dan mempelajari permasalahan jambu mete di lingkup petani.

Lima puluh dua sampel tanaman dikoleksi dari Kabupaten Wonogiri (Jawa Tengah) dan 66 contoh tanaman dari Kabupaten Bantul (Daerah Istimewa Yogyakarta). Sebanyak 82 sampel tanaman yang memiliki organ vegetatif dan generatif yang lengkap dianalisis. Pengelompokan sampel tanaman menggunakan metode Pair Group Method with Average (UPGMA) dan koefisien kemiripan Simple Matching (SM).

Jambu mete memiliki variasi yang tinggi pada karakter warna tangkai bunga, warna mahkota bunga, bentuk buah semu, warna buah semu masak, bentuk panggul kacang, dan bentuk ujung kacang. Berdasarkan dendogram 8 karakter terpilih yang praktis dan tidak menimbulkan kerancuan terdiri atas warna buah semu masak, bentuk buah semu masak, permukaan buah semu, ujung buah semu, aroma buah, panggul kacang, bentuk ujung buah sejati, dan berat kacang. Pengelompokan jambu mete dalam dendogram menjadi 4 kelompok yaitu

Anacardium Grup Brambang, Anacardium Grup Senja, Anacardium Grup Lumut dan Anacardium Grup Pancawarna.

Jika membandingkan dengan kode tata nama internasional tanaman budi daya maka PP nomor 13 tahun 2004 memiliki beberapa kekurangan. Salah satu kekurangannya yaitu kode tata nama internasional tanaman budi daya mengatur penulisan kultivar dalam tanda kutip tunggal („) di awal dan akhir nama kultivar, namun berbagai nama kultivar unggul jambu mete di Indonesia belum menerapkan aturan tersebut. Sebagai contoh penulisan kultivar yang benar yaitu jambu mete „Meteor‟ atau Anacardium occidentale „Meteor‟.

(6)

petani dalam mengenal kultivar. Perlu adanya pengajian dan penyesuaian Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2004, Undang-Undang nomor 29 tahun 2000 dan Surat Keputusan terhadap Kode Internasional Tata Nama Tanaman Budi Daya supaya kultivar-kultivar jambu mete Indonesia diakui secara internasional.

(7)

SUMMARY

SARAH FEBRIANI. Characterization and Standardization of Cashew Cultivar (Anacardium occidentale L.). Supervised by ALEX HARTANA and MIEN Nomenclature for Cultivated Plants. Standardization of cashew cultivars was important to provide information to the farmers and consumers about characters distinctness, uniformity and stability (DUS). The aims of this study were to explore and classify cashew cultivars based on simple and practical characters and to study the cashew cultivars problem in the farmers.

Fifty two cashew plants from Wonogiri (Central Java) and 66 cashew plants from Bantul (Yogyakarta) were observed based on cashew apple and kernel. Specimen were grouped based on its similarity with eight characters. Unweighted Pair Group Method with Average (UPGMA) and Simple Matching simmilarity method was used to group.

Cashew has high variations in the characters of flower color, cashew apple shape, cashew apple colour, flanks of nut, and shape of nut apex. Based on the dendogram, 8 selected characters mature cashew apple colour, cashew apple shape, skin of cashew apple, cashew apple apex, flesh odour, flanks of nut,shape of nut apex, nut weight. Cashew was classified into 4 groups which are

Anacardium Brambang Group, Anacardium Senja Group, Anacardium Lumut Group, and Anacardium Pancawarna Group.

Both legislation and government regulation to cultivated plant are not in accordance with the International Code of Nomenclature for Cultivated Plants. One of the mistaken is the implementation of international nomenclature code cultivars in writing single quotation marks (') at the beginning and in the end of the cultivar name. As a matter of fact, the indonesian cashew cultivars should be implemented the rule yet. For example the correct cultivars name was cashew 'Meteor' or Anacardium occidentale 'Meteor'.

Continous processes are needed to provide the knowledge of farmers and consumers about distinctive and uniformity of cultivated plant. Cashew cultivars released by the government can be grouped into 4 groups based on the dendogram, so that this result is able to can simplify the whole cultivars in Indonesia and also help farmers to identify the cultivars. Review and adaptation are neded for Government Regulation and legislation cultivar with the International Code of Nomenclature of Plant Cultivation, so that Indonesian cultivar will be Internationally certified.

(8)

©

Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Biologi Tumbuhan

PENCIRIAN DAN STANDARDISASI KULTIVAR

JAMBU METE (

Anacardium occidentale

L.)

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(10)
(11)
(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini ialah Pencirian dan Standardisasi Kultivar Jambu Mete (Anacardium occidentale L.).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Alex Hartana dan Prof Dr Mien Ahmad Rifai selaku pembimbing, serta Dr Deby Arifiani yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Kelompok Tani Catur Makaryo Desa Wisata Karang Tengah, dan Kelompok Giri Makmur 1, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul Yogyakarta serta seluruh masyarakat dan petani kecil di Kabupaten Wonogiri yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Direktorat Jenderal Penelitian Tinggi (DIKTI) yang telah mendanai penelitian ini melalui Beasiswa Unggulan 2012. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2016

(14)
(15)

DAFTAR ISI

Asal dan Persebaran Jambu Mete 3

Botani dan Syarat Tumbuh Jambu Mete 3

Pemanfaatan Jambu Mete 4

Kultivar Jambu Mete 4

Pengembangan Budi Daya Jambu Mete Indonesia 4

Klasifikasi Tanaman Budi Daya 6

Standardisasi Kultivar 6

Peraturan Sistem Tanaman Budi Daya Nasional dengan

Kode Internasional Tata Nama Tanaman Budi Daya 7 Permasalahan Pengembangan Jambu Mete di Indonesia 8

3 METODE 10

Waktu dan Tempat Penelitian 10

Koleksi Sampel Jambu Mete di Lapangan 10

Pengamatan Morfologi 10

Pengelompokan Sampel Tanaman Jambu Mete 11

Pembuatan Kunci Identifikasi 11

Identifikasi Masalah Jambu Mete di Petani 11

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 12

Keanekaragaman Jambu Mete berdasarkan Karakter Morfologi 12

(16)

DAFTAR TABEL

1 Nama-nama kultivar jambu mete di Indonesia 8

2 Karakter dan sifat karakter yang digunakan dalam penyusunan kelompok

dendogram 15

DAFTAR GAMBAR

1 Peta lokasi pengambilan sampel tanaman jambu mete 10

2 Warna tangkai bunga jambu mete 12

3 Warna mahkota bunga jambu mete 12

4 Bentuk buah semu jambu mete mengerucut hingga membulat telur

sungsang 13

5 Bentuk buah semu jambu mete menyilinder 13

6 Bentuk buah semu jambu mete membulat 13

7 Bentuk ujung buah semu jambu mete 14

8 Bentuk ujung kacang jambu mete 14

9 Dendogram pengelompokan 82 tanaman jambu mete dengan 75 karakter

morfologi 16

10 Dendogram pengelompokan 75 karakter morfologi 17 11 Dendogram pengelompokan 82 tanaman jambu mete dengan delapan

karakter morfologi 18

DAFTAR LAMPIRAN

1 Karakter morfologi yang diamati. Beberapa karakter diambil dan dimodifikasi dari deskriptor jambu mete (Anacardium occidentale L.)

(17)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jambu mete (Anacardium occidentale L.) merupakan tanaman pertanian tropik yang berasal dari Amerika Selatan meliputi negara Bolivia, Brazil, Ecuador, dan Peru (Vavilov 1951; Hou 1978; Behrens 1998; Azam-Ali dan Judge 2000). Jambu mete pertama kali diperkenalkan dari Brazil ke Nigeria pada abad ke-16 untuk program penanaman hutan, mengurangi erosi, dan konservasi tanah (Mitchell dan Mori 1987; Aliyu dan Awopetu 2006). Namun setelah itu jambu mete dikembangkan menjadi tanaman pertanian ekspor di berbagai negara.

Benua Asia, Afrika, dan Amerika Selatan merupakan kawasan utama yang mengembangkan penanaman jambu mete. Kawasan Asia terutama di India, Vietnam, dan Indonesia menjadi negara penghasil jambu mete terbesar (FBSPL 2014). Jambu mete di Indonesia banyak ditanam di provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara (IICB 2012).

Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri (Balittri) sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Badan Litbang Pertanian yang menangani komoditas mete, mengeluarkan beberapa kultivar unggul nasional antara lain „GG1‟, „PK 36‟, dan „MR 851 (Daras et al. 2007; Saefudin 2009). Kultivar unggul nasional tersebut dilepas berdasarkan SK Menteri Pertanian nomor 63/Kpts/SR.120/1/2004 dan 64/Kpts/SR.120/1/2004 tahun 2004 (Daras et al. 2007), akan tetapi petani belum mengenal kultivar unggul jambu mete. Hal ini dikarenakan jumlah biji atau bibit masing-masing kultivar unggul sangat terbatas sehingga belum mampu tersebar luas ke kawasan pengembangan jambu mete lainnya. Balittri melakukan kegiatan perakitan kultivar unggul tanaman untuk usaha peningkatan produksi jambu mete terus-menerus, akan tetapi hal tersebut tidak diimbangi usaha sosialisasi kepada petani. Dibandingkan dengan pembudidayaan jambu mete di Vietnam penyebarluasan kultivar unggulnya dilakukan oleh perusahaan swasta yang memberikan secara gratis bahan tanaman kultivar unggul, penyuluhan hingga pemasaran hasil, sedangkan peran pemerintah lebih bersifat fasilitasi dan pembuatan perangkat peraturan (Daras 2007).

Pemerintah Indonesia telah mengatur sistem tata nama budi daya dalam Undang-Undang No 29 tahun 2000 dan Peraturan Pemerintah nomor 13 tahun 2004, sedangkan secara internasional tata penamaan kultivarnya diatur dalam Kode Internasional Tata Nama Tanaman Budi Daya tahun 2009. Peraturan sistem tata nama budi daya Indonesia tidak sejalan dengan tata aturan kode internasional, sehingga kultivar tanaman budi daya jambu mete Indonesia belum diakui secara internasional. Permasalahan ini ditambah pula dengan aturan tata nama yang belum dipahami oleh petani, produsen, dan konsumen secara benar.

Secara taksonomi, kultivar jambu mete Indonesia belum memiliki klasifikasi tanaman budi daya yang baku. Penelitian kultivar jambu mete saat ini hanya mengkaji sektor ekonomi dan belum mencakup standardisasi kultivar. Standardisasi kultivar diperlukan untuk memberikan suatu informasi yang pasti untuk mengenal ciri kultivar yang ada di pasaran. Pengenalan ciri kultivar yang

(18)

2

mampu memberikan informasi bagi produsen dan konsumen (Rifai 2010). Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk memberikan informasi bagi para pelaku agronomi, petani, dan konsumen jambu mete untuk mencapai keseragaman bentuk atau kualitas dalam setiap produk yang diinginkan.

Tujuan Penelitian

(19)

3 makin meluas hingga menjangkau Malaysia dan Indonesia. Bangsa Portugis mulai mengintroduksi jambu mete di Indonesia dan pengembangannya dilakukan secara bertahap hingga menjangkau di seluruh wilayah Indonesia (Koerniati dan Hadad 1996). Madura merupakan sentra produksi pertama kali jambu mete (Dibyo et al. 2008). Tanaman jambu mete ini mulai dijadikan sebagai tanaman reboisasi di Sulawesi Tenggara oleh Departemen Kehutanan pada tahun 1969 (Hadad et al. 1995). Linnaeus dalam Spesies Plantarum tahun 1753 (Hou 1978).

Jambu mete termasuk tanaman yang memiliki daun tidak meranggas, tinggi pohon 12 m, panjang percabangan utama 0.5–1.5 m. Jambu mete berdaun berseling, melonjong hingga membundar telur sungsang, ukuran daun sekitar 20x15 cm, permukaan daun kasar, daun muda jambu mete berwarna merah kecoklatan dan akan berubah warna menjadi hijau tua ketika daun dewasa, permukaan daun gundul, tulang dan urat daun terlihat jelas; panjang tangkai daun 1–2 cm, bengkak pada pangkal, rata pada permukaan atas. Jambu mete memiliki keunikan tersendiri pada buahnya. Buah jambu mete terdiri atas dua tipe yaitu buah semu dan buah sejati. Buah semu merupakan perkembangan tangkai buah yang membesar dan memiliki variasi permukaan warna merah, kuning, dan hijau. Perbungaan jambu mete terletak di terminal dan bersifat renggang, merunduk, malai bunga banyak, panjang ibu tangkai bunga hingga 25 cm, aroma bunga wangi, bunga terdiri atas bunga jantan dan hermaprodit; jumlah sepal 5, melanset hingga melonjong membulat telur sungsang, berbulu balig; jumlah petal 5, memita-melanset, ukuran petal 7–13 mm x 1–1.5 mm, tertekuk balik, keputih-putihan pada antesis, merah muda-merah, jumlah stamen 10; 9 stamen pendek dan 1 stamen panjang. Buah sejati berbentuk ginjal, 3 cm x1.2 cm, berwarna abu-coklat, buah semu berukuran 10–20 cm x 4–8 cm, mengkilap, halus dan berair, berwana merah hingga kuning (Eijnatten 1992).

(20)

4

Pemanfaatan Jambu Mete

Daging buah semu jambu mete bisa dimanfaatkan untuk rujak, salad buah, masakan tumisan, dodol, manisan, pakan ternak, dan minuman jus, serta dapat juga difermentasikan menjadi minuman beralkohol (cashew wine) (Asogwa et al. 2008). Buah sejati merupakan perkembangan bakal buah untuk menghasilkan biji yang biasa dikenal dengan kacang mete. Kacang mete mengandung 47% lemak, 21% protein, dan 22% karbohidrat (Ohler 1979).

Tidak hanya buah semu dan kacangnya saja yang dapat dimanfaatkan, daun mudanya dapat dijadikan lalapan, cairan pada kulit kacang (cashew nut shell liquid/ CSNL) biasa digunakan untuk pelumas rem kendaraan bermotor, cat, pernis, pelapis jaring ikan, dan perekat kayu tripleks (Murthy dan Sivasambari 1985; Eijnatten 1992; Akaranta et al. 1996), sedangkan kulit batang dan akar dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional (Eijnatten1992).

Kultivar Jambu Mete

Jambu mete menjadi salah satu komoditas pertanian dan memiliki nilai ekonomi yang penting dalam bahan baku industri makanan. Kacang mete sebagai bahan baku industri menempati posisi prioritas dan memiliki prospek yang baik, sehingga Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri (Balittri) melakukan usaha pemuliaan jambu mete. Pelepasan kultivar jambu mete „GG1‟, „PK36‟, „MR851‟, „B02‟, „SM9‟, „Meteor Yk‟, „MPF1‟, dan „MPEl‟ sebagai kultivar unggul oleh Balittri telah disahkan serta bersertifikasi hukum yang dituangkan dalam SK Menteri Pertanian (Daras et al. 2007). Di Indonesia terdapat empat kebun percobaan yang mengoleksi kultivar jambu mete yang berasal dari berbagai daerah dan kultivar introduksi. Total sebanyak 259 koleksi kultivar jambu mete ditanam di kebun percobaan Cikampek Jawa Barat, Muktiharjo Jawa Tengah, Pakuwon Sukabumi, dan Asembagus Jawa Timur (Ferry 2012).

Pengembangan Budi Daya Jambu Mete Indonesia

Pengembangan kultivar unggul jambu mete di Indonesia dilakukan dengan beberapa cara, antara lain sebagai berikut.

(21)

5 sudah tua kurang lebih 30 tahun, kondisi kebun tidak terawat dan masih minimnya proses peremajaan pohon induk.

2. Penanaman biji. Cara ini memerlukan berbagai nomor biji jambu mete yang telah dikoleksi oleh Kebun Percobaan. Kelemahan dari cara ini memerlukan waktu yang lama karena meliputi proses penanaman, penyiangan, pemupukan serta pengendalian terhadap hama dan penyakit. Dengan cara tersebut maka terdapat catatan lengkap pengamatan dari tahun ke tahun. Catatan lengkap pengamatan tanaman jambu mete secara keseluruhan untuk membandingkan masing-masing sifat vegetatif dan generatifnya, serta penghasil produksi tertinggi sehingga bisa terlihat pohon yang memiliki karakteristik superior. Pengamatan secara keseluruhan tersebut dapat memprediksi produksi hanya dengan melihat bagian morfologi seperti luas kanopi, jumlah tunas per m2, persentase bunga hermaprodit, jumlah bunga per tangkai, bobot gelondong, bobot kacang atau rendemen kacang. Pengamatan secara keselutuhan tersebut dicoba dengan menguji 12 benih jambu mete antara lain Jepara (F2-10), Tegineneng (A3-2), Madura (M4-2), Gunung Gangsir (293), Gunung Gangsir (180), Balakrisnan (B 02), Mojokerto (XII/8), Madura (L3-3), Segayung (21) (SM9), Jatiroto Jambon (III/4-5), Wonogiri (C6-5) dan Yogya Putih (XII/8) (Dibyo et al. 2008). Berdasarkan penelitian tersebut terlihat bahwa jambu mete SM9 memiliki produksi tinggi dengan 11,76 kg/pohon gelondong pada umur 7 tahun. SM9 telah mengungguli kultivar unggul lainnya yang telah dikeluarkan oleh pemerintah terlebih dahulu yaitu GG1 dengan produktivitas 8,59 kg/ph/thn gelondong pada umur 7-8 tahun. SM9 merupakan nama yang akan diusulkan sebagai kultivar. Kultivar ini berasal dari varietas A 9 yakni hasil introduksi dari Srilanka, sedangkan nama asalnya adalah Segayung Jawa Tengah dan akan diusulkan sebagai calon kultivar dengan nama Segayung Muktiharjo 9 atau SM9. Penanaman jambu mete dari biji memiliki beberapa persyaratan yakni biji harus bersertifikasi, ukuran biji seragam dan pada saat panen harus dipilih antara biji yang akan dijual untuk konsumsi dan untuk dijadikan bibit. Perbanyakan jambu mete dengan menggunakan biji memiliki kendala variasi karakter fenotipik yang tidak sama dengan induknya (Valencia et al. 2008). Besarnya variasi karakter pada jambu mete ini disebabkan jambu mete memiliki sifat penyerbukan silang yang prosesnya dilakukan oleh serangga.

(22)

6

Pertanian Nomor 92/Permentan/OT.140/9/2013 mengenai standar operasional prosedur sertifikasi benih dan pengawasan mutu benih tanaman jambu mete harus memiliki informasi lengkap mengenai (Kementan 2013):

a. Asal usul benih batang bawah dan entres

b. Pemeriksaan dokumen benih untuk kebun entres c. Surat Keputusan penetapan kebun entres

d. Kebun entres telah direkomendasikan oleh instansi yang berwenang. Segala persyaratan tersebut telah dipenuhi maka dilanjutkan dengan pemeriksaan lapangan untuk sertifikasi benih tanaman jambu mete siap tanam asal grafting dengan mencatat umur benih (bulan), tinggi benih (cm), diameter batang (mm), warna daun, kesehatan tanaman, hasil sambungan, kompatibilitas batang atas dan bawah, ukuran dan warna polibeg. Tahapan selanjutnya mengenai kelayakan benih untuk mendapatkan sertifikasi bergantung pada ketentuan yang berlaku tentang Pengawasan dan Pengujian Mutu Benih Perkebunan (Undang-Undang Nomor 12 tahun 1992, Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1995, dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 39 Tahun 2006) dan dari hasil pemeriksan lapangan. Hasil pemeriksaan tersebut mencantumkan varietas/klon, lokasi (desa, Kecamatan dan Kabupaten), asal benih dan tolok ukur standar benih.

Menteri Pertanian telah menyusun Standar Operasional Prosedur Sertifikasi Benih dan Pengawasan Mutu Benih Tanaman Jambu Mete namun belum mengatur cara pemberian nama kultivar yang berasal dari metode grafting. Belum adanya aturan tersebut memberikan kesulitan pemberian nama kutivar gabungan dari asal benih entres dan batang bawah, atau hanya dari nama asal benih entres dan batang bawah saja. Kesulitan inilah yang menyebabkan terjadinya kerancuan di lapangan.

Klasifikasi Tanaman Budi Daya

Berbeda halnya dengan klasifikasi tumbuhan yang diatur oleh International Code of Nomenclature, klasifikasi tanaman budi daya diatur oleh kode Internasional tata nama tanaman budi daya (International Code of Nomenclature for Cultivated Plants). Kode tata nama tanaman tersebut mengatur tanaman budi daya ke dalam grup/ grex dan kultivar, serta terdapat pasal yang mengatur beberapa hal kaitannya dengan penamaan kultivar. Salah satu aturan dalam kode internasional tersebut menggunakan tanda baca petik („‟), pemberian nama kulta juga berdasarkan atas asal tanaman, karakter yang menonjol, atau alasan lainnya (ISHS 2009); (Fitmawati et al.2009). Namun disayangkan, para petani lokal tidak mengetahui adanya nama-nama jambu mete yang disebutkan dalam SK Menteri Pertanian. Bahkan selama ini para pemulia dan peneliti jambu mete lebih sering menyebut kultivar dengan nama varietas. Padahal varietas merupakan istilah yang digunakan untuk kategori tumbuhan sedangkan kultivar merupakan kategori tanaman budi daya (ISHS 2009). Banyak hal yang harus dikoreksi dalam penamaan tanaman budi daya jika itu benar mengacu pada kode tata nama tanaman budi daya.

Standardisasi Kultivar

(23)

7 sehingga data siap digunakan sebagai informasi untuk mengenal kultivar jambu mete oleh semua pihak yang berkepentingan. Kegiatan penelitian ini menghasilkan seperangkat ciri yang dapat mendukung pembedaan antar kultivar dan diharapkan memberikan hasil pengelompokan yang stabil. Kestabilan penamaan diharapkan akan menjamin produk di pasaran (Fitmawati 2009). Standardisasi kultivar menjadi salah satu keharusan bagi kultivar untuk memenuhi ketentuan Distinct, Uniform, Stable (DUS) bagi tanaman budi daya. Distinct, Uniform, Stable berguna untuk mempertelakan dan memetakan variasi tanaman budi daya secara tegas sehingga jelas terbedakan dengan kultivar lainnya dan untuk melegalisasi peraturan bagi kepentingan konsumen, produsen produk jambu mete, dan tata niaganya (Rifai 2010).

Peraturan Sistem Tanaman Budi Daya Nasional dengan Kode Internasional Tata Nama Tanaman Budi Daya

Indonesia memiliki Undang-Undang nomor 29 tahun 2000 yang mengatur Perlindungan Varietas Tanaman. Bab II bagian pertama pasal 2 butir 1 dalam undang-undang tersebut tertulis “ varietas yang dapat diberi PVT meliputi varietas dari jenis atau spesies tanaman baru yang baru, unik, seragam dan diberi nama”. Pasal tersebut sebagai dasar bahwa pemerintah akan menyetandarkan semua varietas yang baru. Butir-butir dalam pasal berikut ini menjelaskan apa yang dimaksud dengan varietas unik, seragam, dan stabil:

Butir 3 “ Suatu varietas dianggap unik apabila varietas tersebut dapat dibedakan secara jelas dengan varietas lain yang keberadaannya sudah diketahui secara umum pada saat penerimaan permohonan hak PVT”.

Butir 4 “Suatu varietas dianggap seragam apabila sifat-sifat utama atau penting pada varietas tersebut terbukti seragam meskipun bervariasi sebagai akibat dari cara tanam dan lingkungan yang berbeda-beda”.

Butir 5 “Suatu varietas dianggap stabil apabila sifat-sifatnya tidak mengalami perubahan setelah ditanam berulang-ulang, atau untuk yang diperbanyak melalui siklus perbanyakan khusus, tidak mengalami perubahan pada setiap akhir siklus tersebut”.

Indonesia juga memiliki Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2004 yang mengatur penamaan pendaftaran dan penggunaan varietas asal untuk pembuatan varietas turunan esensial. Bab III pasal 4 pada PP tersebut mengatur mengenai penamaan varietas lokal harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. mencerminkan identitas Varietas Lokal yang bersangkutan;

b. tidak menimbulkan kerancuan karakteristik, nilai atau identitas suatu Varietas Lokal;

c. tidak telah digunakan untuk nama Varietas yang sudah ada; d. tidak menggunakan nama orang terkenal;

e. tidak menggunakan nama alam;

f. tidak menggunakan lambang negara; dan/atau

g. tidak menggunakan merek dagang untuk barang dan jasa yang dihasilkan dari bahan propagasi seperti benih atau bibit atau bahan yang dihasilkan dari Varietas lain, jasa transportasi atau penyewaan tanaman.

(24)

8

bahwa nama kultivar harus mencerminkan identitas varietas lokal yang bersangkutan maka penciri identitas dari nama kultivar belum terlihat jelas.

Tabel berikut contoh nama-nama kultivar jambu mete yang dikoleksi dari 4 kebun percobaan yang terdapat di daerah Cikampek, Muktiharjo, Asembagus, dan Pakuwon.

Tabel 1 Nama-nama kultivar jambu mete di Indonesia

No Daerah Asal Kultivar

1. Wonogiri „Wonogiri Merah‟, „Jambon‟, „Kuning‟, „Hijau‟, „Wonogiri‟ dan „Ngadirojo‟

2. Pasuruan „Pasuruan Merah‟, „Putih‟, „Kuning‟, „293‟, „180 3. Mojokerto „Mojokerto Merah‟, „Hijau‟, „Kuning‟,

„Mojokerto‟, „Wonosari‟

4. Sleman „Sleman Merah‟ dan „Putih‟

5. Sulawesi Selatan „Pangkep‟, „Barru‟, „Maros‟, „MR 851‟, „PK 36‟ 6. Yogya „Yogya putih XII/8‟, „XII/2‟

7. Pasuruan „Pasuruan V/8‟

13. Sumba Barat Daya „Sum BLBPT‟

14. Ende „Ende 163‟, MKL‟

(25)

9 mete yang mempunyai ukuran kacang besar dan produksi tinggi untuk memenuhi kebutuhan konsumen pasar dalam dan luar negeri.

Saat ini Indonesia hanya mampu menyuplai 6.3% dari kebutuhan dunia, sementara peningkatan kebutuhan hampir 10% terus terjadi per tahunnya (Indrawanto et al. 2005; Ferry 2012). Usaha peningkatan produktivitas juga akan meningkatkan daya saing mete nasional dengan mendorong industri mete dalam negeri menjadi produk untuk diekspor.

(26)

10

3 METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Februari 2013 hingga April 2014. Tanaman jambu mete diambil melalui eksplorasi dengan menggunakan metode eksplorasi di Kabupaten Wonogiri Jawa Tengah yang meliputi empat kecamatan yaitu Ngadirojo, Sidoharjo, Jatisrono, dan Jatiroto, serta kebun budi daya jambu mete Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul Yogyakarta (Gambar 1). Pengamatan morfologi dan identifikasi spesimen dilakukan di Laboratorium Biologi Tumbuhan Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi Institut Pertanian Bogor (PPSHB IPB).

Gambar 1 Peta lokasi pengambilan sampel tanaman jambu mete. Lokasi pengambilan sampel ( ) di Kabupaten Wonogiri Jawa Tengah (A) dan Kabupaten Bantul Yogyakarta (B). (Sumber: http://www.pn-wonogiri.go.id/ dan http://www.gloriaamanda-hotel.com/map/).

Koleksi Sampel Jambu Mete di Lapangan

Sampel tanaman yang berasal dari Kabupaten Wonogiri berjumlah 52 tanaman dan dari Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul sebanyak 66 tanaman. Sampel tanaman diamati dan dikarakterisasi mengikuti deskriptor International Board for Plant Genetic Resource (IBPGR 1986). Delapan puluh dua sampel tanaman jambu mete yang memiliki kelengkapan organ vegetatif dan generatif dikoleksi dan disimpan di laboratorium Sistematika Tumbuhan Institut Pertanian Bogor.

Pengamatan Morfologi

Keseluruhan karakter dalam pengamatan berjumlah 94 (Lampiran 1) Sebanyak 82 sampel tanaman yang memiliki organ vegetatif dan generatif yang lengkap dianalisis lebih lanjut berdasarkan 75 karakter morfologi yang telah dipilih, terdiri atas 40 karakter kualitatif dan 35 karakter kuantitatif.

(27)

11 .

Pengelompokan Sampel Tanaman Jambu Mete

Pengelompokan 82 sampel tanaman jambu mete berdasarkan kemiripan 75 karakternya menggunakan metode UPGMA (Unweighted Pair Group Method with Arithmatic Average) dengan koefisien kesamaan menggunakan Simple Matching (SM). Hasil analisis ditransformasi menjadi data skor membentuk matriks data morfologi berukuran (82x75). Pengelompokan karakter berdasarkan keeratan antar 75 karakter morfologi jambu mete untuk memilih karakter penciri kelompok kultivar jambu mete digunakan UPGMA dari matriks data yang diputar (75x82). Pemilihan karakter berdasarkan dendrogram kelompok karakter mempertimbangkan syarat-syarat karakter distinct, uniform, dan stable dengan memperhatikan kesederhanaan demi kepraktisan. Delapan karakter organ buah semu, dan buah sejati terpilih digunakan untuk mengelompokkan kembali 82 sampel jambu mete. Hasil pengelompokan UPGMA berbentuk dendogram menggunakan program kompurter NTSYS (Numerical Taxonomy and Multivariate System) versi 2.02 (Rohfl 1998).

Pembuatan Kunci Identifikasi

Pembuatan kunci identifikasi dilakukan dengan pengelompokan karakter morfologi terlebih dahulu. Penyeleksian karakter dilakukan untuk mengetahui karakter apa saja yang memudahkan dalam pencirian kelompok tanaman. Syarat karakter yang terpilih antara lain karakter tersebut praktis dan tidak menimbulkan kerancuan oleh petani.

Identifikasi Masalah Jambu Mete di Petani

(28)

12

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Keanekaragaman Jambu Mete berdasarkan Karakter Morfologi

Berdasarkan pengamatan dari 82 tanaman jambu mete terdapat variasi yang tinggi pada karakter warna tangkai bunga, warna mahkota bunga, bentuk buah semu, warna buah semu masak, ujung buah semu, dan bentuk ujung buah sejati.

Warna tangkai bunga

Berdasarkan pada deskriptor jambu mete, karakter warna tangkai tidak termasuk dalam daftar organ yang dikarakterisasi. Penambahan pengamatan mengenai warna tangkai dipilih ketika pengamatan di lapangan dilakukan. Dijumpai dua variasi warna, yaitu hijau dan merah (Gambar 2).

Gambar 2 Warna tangkai bunga jambu mete. Hijau (A), merah (B) Warna mahkota bunga

Terdapat tiga macam warna yang dijumpai pada satu rangkaian bunga dalam satu pohon yaitu putih, krem, dan merah muda. Ketiga warna tersebut muncul dalam tahapan perkembangan bunga dari kuncup hingga bunga mekar. Bunga mekar pertama kali berwarna putih, kemudian berubah menjadi putih strip merah, krem, merah strip dan atau merah seluruhnya (Gambar 3).

(29)

13 Bentuk buah semu

Terdapat tiga bentuk buah semu jambu mete di Kabupaten Bantul, yaitu mengerucut hingga membulat telur sungsang (Gambar 4), menyilinder (Gambar 5), dan membulat (Gambar 6). Di Kabupaten Wonogiri hanya ditemukan bentuk mengerucut hingga membulat telur sungsang. Bentuk buah semu muda dan masak tidak berubah, hanya terjadi perubahan ukuran saja.

Gambar 4 Bentuk buah semu jambu mete mengerucut hingga membulat telur sungsang. sampel pohon Bantul 41 (A), sampel pohon Bantul 14 (B), sampel pohon Wonogiri 2 (C)

Gambar 5 Bentuk buah semu jambu mete menyilinder.

(30)

14

Warna buah semu masak

Variasi warna buah semu masak di Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Bantul terdiri atas merah, kuning jingga, kuning, dan kuning kehijauan. Persilangan antar pohon berbuah semu jingga dengan merah, menghasilkan pohon berbuah semu jingga. Jika diamati secara berkelanjutan pada perkembangan jambu mete dari kuncup bunga hingga buah semu masak, maka variasi tangkai dan mahkota bunga tersebut akan menentukan warna buah semu masak. Munculnya tangkai bunga berwarna merah, warna rangkaian bunga merah, warna mahkota bunga putih strip merah dan keseluruhan merah maka buah semu yang akan muncul berwarna merah dan merah jingga. Munculnya tangkai bunga berwarna hijau, warna mahkota bunga krem dan putih maka buah semu yang akan muncul berwarna kuning dan kuning kehijauan.

Ujung buah semu dan perlekatan buah sejati

Terdapat dua bentuk ujung buah semu yaitu mendatar dan menyerong (Gambar 7). Bentuk ujung buah semu menyerong memiliki perlekatan dengan buah sejati yang kendur, sedangkan ujung buah semu yang mendatar memiliki perlekatan yang kuat.

Gambar 7 Bentuk ujung buah semu jambu mete. Mendatar (A), menyerong (B).

Bentuk ujung buah sejati

Terdapat tiga bentuk ujung buah sejati yaitu membulat, antara, dan menajam (Gambar 8). Bentuk ujung buah sejati berkorelasi dengan bentuk kacangnya. Jika bentuk ujung buah sejati membulat maka ujung kacang membulat, bentuk ujung kacang antara maka ujung kacang antara, dan bentuk ujung kacang menajam maka ujung kacang pun menajam.

(31)

15 mempunyai permukaan kulit buah semu kasar dan kusam. Sedangkan Kelompok B seluruhnya berasal dari Kabupaten Bantul dengan kesamaan karakter yakni permukaan kulit buah semu licin dan mengkilap.

Penggunaan 75 karakter morfologi terlalu banyak dan tidak praktis bagi peneliti agronomi dan petani untuk mengelompokkan serta mengidentifikasi kultivar jambu mete. Oleh karena itu, dilakukan pemilihan karakter dengan cara mengelompokkan karakter dengan metode UPGMA dari matriks data yang diputar (75x82). Dari dendogram yang dihasilkan (Gambar 10) maka karakter dipilih berdasarkan pertimbangan syarat-syarat distinct, uniform, dan stable

dengan memperhatikan kesederhanaan demi kepraktisan. Setiap jumlah karater yang terpilih maka dilakukan analisis ulang dengan pengelompokan UPGMA. Hasil pengelompokan karakter UPGMA (Gambar 10) dicoba untuk dipilih kembali karakternya hingga akhirnya mendapatkan karakter yang dirasa mampu menunjukkan pengelompokan sampel yang tetap. Maka hasil dari berulang kali analisis pengelompokan karakter dengan UPGMA, terpilihlah delapan karakter yang memenuhi syarat distinct, uniform, stable, sederhana &praktis (Tabel 2). Tabel 2 Karakter dan sifat karakter yang digunakan dalam penyusunan kelompok

dendogram

No Karakter dan sifat karakter

1 Warna buah semu masak: kuning-hijau (0), kuning-jingga (1), jingga-merah (2)

2 Bentuk buah semu: menyilinder (0), mengerucut hingga membulat telur sungsang (1), membulat (2)

3 Permukaan buah semu: licin dan mengkilap (0), kasar dan kusam (1) 4 Ujung buah semu: mendatar (0), menyerong (1)

5 Aroma buah: tidak menyengat (0), menyengat (1) 6 Panggul kacang: membulat (0), menonjol (1) 7 Bentuk ujung buah sejati: membulat (0), antara (1)

(32)

16

Gambar 9 Dendogram pengelompokan 82 tanaman jambu mete dengan 75 karakter morfologi.

(33)

17

(34)

18

(35)

19 Kelompok II memiliki karakter warna buah semu masak kuning jingga, permukaan buah semu kasar dan kusam, ujung buah semu mendatar, bentuk buah semu mengerucut hingga membulat telur sungsang, aroma buah tidak menyengat, bentuk ujung buah sejati membulat dan berat kacang ringan (3–6 g).

Kelompok III memiliki karakter warna buah semu kuning kehijauan, ujung buah semu mendatar, permukaan buah semu licin dan mengkilap, bentuk buah semu mengerucut hingga membulat telur sungsang, aroma buah menyengat, panggul kacang membulat, panggul kacang menonjol, dan bentuk ujung buah sejati bersifat antara. Semua anggota Kelompok IV memiliki karakter panggul kacang menonjol dan bentuk ujung buah sejati membulat akan tetapi memiliki ketiga macam warna buah.

Petani di Kabupaten Bantul mengelompokkan kultivar jambu mete mereka berdasarkan warna buah semu masaknya, sedangkan di Kabupaten Wonogiri tidak ada nama spesifik untuk jambu mete. Terdapat kesamaan dan perbedaan pola antara kelompok dari hasil penelitian dengan kelompok kultivar yang dikenal petani Bantul. Petani di Kabupaten Bantul Yogyakarta telah Petani mengenal jambu mete Brambang (dalam Bahasa Jawa berarti bawang merah) untuk jambu mete berkulit semu merah, jambu mete Senja untuk buah semu berkulit kuning jingga, dan jambu mete Lumut untuk buah semu berkulit kuning kehijauan. Kesamaan pola pengelompokan petani dengan hasil penelitian pada Kelompok I termasuk dalam Grup Brambang, Kelompok II termasuk dalam Grup Senja, dan Kelompok III termasuk dalam Grup Lumut. Pengelompokan petani tidak dapat diterapkan pada Kelompok IV, semua warna buah dimiliki oleh kelompok tersebut, sehingga perlu diwadahi sebagai grup tersendiri yang diusulkan dengan nama Grup Pancawarna yang berarti memiliki banyak warna.

Hasil penelitian yang diungkapkan dalam Gambar 11 dibandingkan dengan praktek yang dilakukan petani Kabupaten Bantul, terlihat serupa atau sangat erat hubungannya dengan kelompok I,II, III dan IV dengan kelompok yang dikenal oleh petani. Dari pernyataan ini dapat disimpulkan bahwa berdasarkan hal tersebut diusulkan Kelompok I dinamakan Anacardium Grup Brambang, Kelompok II

Anacardium Grup Senja, Kelompok III Anacardium Grup Lumut dan Kelompok IV Anacardium Grup Pancawarna. Berdasarkan permukaan buah semu dan bentuk ujung buah sejati maka disusunlah kunci identifikasi untuk memisahkan kelompok kultivar jambu mete:

1a. Permukaan buah semu kasar dan kusam; buah semu masak jingga kemerahan; aroma buah tidak menyengat...Anacardium Grup Brambang 1b. Permukaan buah semu licin dan mengkilap; buah semu masak kuning jingga; panggul kacang menonjol...Anacardium Grup Senja 2a. Bentuk ujung buah sejati bersifat antara, warna buah semu kuning kehijauan,

panggul kacang membulat...Anacardium Grup Lumut 2b. Bentuk ujung buah sejati membulat; warna buah semu jingga

kemerahan,kuning jingga, dan kuning kehijauan; panggul kacang menonjol; ...Anacardium Grup Pancawarna

(36)

20

bentuk buah semu lonjong yang serupa dengan hasil pengelompokan pada

Anacardium Grup Brambang. Kultivar jambu mete „Meteor YK‟ berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 338/Kpts/Sr.120/3/2008 memiliki karakter antara lain bentuk buah bulat segitiga, warna buah kulit masak merah mengkilap, dan warna buah sejati putih keabu-abuan. Akan tetapi, jambu mete „Meteor YK‟ yang ditemukan di lapangan memiliki warna buah semu kuning jingga, sehingga termasuk dalam Anacardium Grup Senja. Perbedaan warna buah semu antara kultivar „Meteor YK‟ di lapang dan SK terdapat beberapa kemungkinan antara lain kultivar tersebut memiliki dua tipe warna buah semu dan kesalahan dalam menafsirkan warna. Kultivar „MR851‟ berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 63/Kpts/SR.120/1/2004 memiliki karakter warna buah semu kuning, bentuk buah semu lonjong dan warna buah sejati abu-abu yang serupa dengan hasil pengelompokan pada Anacardium Grup Lumut. Kultivar jambu mete di Indonesia sangat banyak namun belum semuanya dapat dikelompokkan ke dalam grup di atas, hal ini dikarenakan terbatasnya informasi yang dapat diakses mengenai deskripsi kultivar jambu mete, sehingga hal ini menyulitkan kultivar apa saja yang termasuk dalam Anacardium Grup Pancawarna.

Permasalahan Jambu Mete di Lapangan

Lembaga, peneliti, dan pemulia tanaman telah banyak melakukan riset untuk pelepasan nama kultivar unggul jambu mete. Hal ini menyebabkan semakin banyak lagi ragam kultivar yang ada di lapangan, dan hal lain yang membuat kesulitan adalah tanaman jambu mete memiliki sistem penyerbukan terbuka. Penyerbukan terbuka mengakibatkan tidak terkontrolnya variasi buah semu dan buah sejati jambu mete sehingga bisa menjadi pemicu berubahnya keseragam dan kestabilan hasil budi daya jambu mete.

Pemerintah juga mengeluarkan sertifikasi benih dan menyimpulkan adanya perbedaan karakter spesifik daerah lokal tertentu jambu mete dari ukuran kacang dan rasa kacangnya, namun petani tidak mengetahui nama-nama kultivar yang dikeluarkan. Petani tidak mengelompokkan antar masing-masing pohon kultivar yang sejenis ketika masa panen. Petani tidak memisahkan buah sejati jambu mete berdasarkan bentuk buah semu, warna buah semu, bentuk panggul kacang, bentuk ujung kacang, bentuk pangkal kacang, dan berat kacang melainkan hanya berdasarkan perkiraan besar dan kecil. Jambu mete hasil panen dijual petani ke pengepul dalam bentuk gelondong kacang.

(37)

21 Kerancuan standardisasi kultivar jambu mete terjadi saat proses panen, pengemasan, dan pelabelan. Nama kultivar jambu mete yang berbeda bisa terdapat dalam satu kemasan jambu mete yang dijual di pasaran. Bahkan apabila permintaan pasar untuk kacang mete meningkat maka pengepul akan mencari kacang mete ke daerah lain yang memiliki pasokan berlebih dan mencampurkannya. Misalkan saja jumlah permintaan kacang mete di Imogiri meningkat namun jumlah barang terbatas, maka pengepul akan mencari kacang mete di daerah Wonogiri, Bima, Bali, dan Madura kemudian mencampurkannya dengan kacang mete Imogiri dan memberikan label kacang mete Imogiri dalam kemasan tersebut. Dengan cara seperti itu maka sudah tidak ada lagi identitas karakter jambu mete tiap daerah.

Permasalahan lainnya yaitu undang-undang yang telah dibuat oleh pemerintah tidak diketahui dan diberlakukan oleh petani. Undang-undang hanya berlaku bagi kalangan pemulia dalam dasar upaya pelepasan kultivar tapi tidak bagi para petani yang merupakan kunci pelaku standardisasi di lapangan. Jika undang-undang dan peraturan pemerintah hanya diberikan pada petani dalam bentuk eksemplar, maka kemungkinan hanya akan tersimpan tanpa dibaca. Jika pemerintah berperan aktif dan sudah jelasnya sistem standardisasi jambu mete maka petani dengan mudah menerapkan pemisahan jambu mete ketika panen. Upaya tersebut menjadi dasar petani untuk memiliki pengetahuan dalam proses pemilihan dan pengumpulan sehingga tidak lagi menjual kacang mete ke tengkulak yang menaksir harga tidak selayaknya.

Permasalahan di atas tidak akan terjadi apabila sejak awal pengetahuan

distinctive sudah dimiliki oleh petani dan konsumen. Konsumen mampu membedakan atau mengenali rasa dan ukuran dari masing-masing kultivar jambu mete dari daerah tertentu, sehingga ketika pengoplosan terjadi maka konsumen bisa merasakan perbedaannya. Begitu juga untuk petani, pengetahuan mengenai perbedaan dan keseragaman (uniformity) jambu mete dari berbagai kultivar harus dimiliki, sehingga pada saat panen petani sudah mengumpulkan jambu mete yang seragam ukurannya dan berani menentukan harga antara jambu mete yang memiliki ukuran yang sama. Untuk menerapkan pengetahuan distinctive dan

uniformity bagi para petani dan konsumen memang bukan pekerjaan mudah dan praktis, namun perlu proses panjang dan bertahap.

Kerancuan penciri identitas varietas lokal terjadi karena petani tidak mengetahui nama-nama kultivar dan terbatasnya informasi karakterisasi pada setiap nama kultivar yang dikeluarkan. Internasional memiliki kode untuk mengatur penamaan tata nama tanaman budi daya. Kode tersebut diperbaharui setiap 5 tahun sekali, jika membandingkan dengan kode tata nama internasional tanaman budi daya maka PP nomor 13 tahun 2004 memiliki beberapa kekurangan. Salah satu kekurangannya yaitu kode mengatur penulisan kultivar dalam tanda kutip tunggal („) di awal dan akhir nama kultivar, namun berbagai nama kultivar unggul jambu mete di Indonesia, belum menerapkan aturan tersebut (ISHS 2009). Sebagai contoh penulisan kultivar yang benar yaitu jambu mete „Meteor‟ atau

Anacardium occidentale „Meteor‟. Penulisan nama kultivar yang umum dibuat saat ini, ditulis tanpa tanda kutip tunggal atau menggunakan tanda dalam kurung [( )].

(38)

22

(39)

23

5 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Jambu mete di Kabupaten Wonogiri dan Bantul memiliki variasi tinggi pada warna tangkai dan mahkota bunga, bentuk buah semu, warna buah semu masak, bentuk ujung buah semu dan perlekatan buah sejati, serta bentuk ujung buah sejati. Karakter terpilih yang praktis dan tidak menimbulkan kerancuan terdiri atas warna buah semu masak, bentuk buah semu, permukaan buah semu, ujung buah semu, aroma buah, panggul kacang, bentuk ujung buah sejati, dan berat kacang. Kepraktisan karakter diperlukan untuk mempermudah identifikasi penamaan kultivar jambu mete di lapang. Pengelompokan sampel tanaman jambu mete berdasarkan dendogram dan dibandingkan dengan praktek yang dilakukan petani maka diusulkan Kelompok I Anacardium Grup Brambang, Kelompok II

Anacardium Grup Senja, Kelompok III Anacardium Grup Lumut dan Kelompok IV Anacardium Grup Pancawarna.

Saran

(40)

24

DAFTAR PUSTAKA

Azam-Ali S, Judge E. 2000. The global cashew industry opportunities for small scale processors. Di dalam: Proceedings of the International workshop on cashew production and processing cashing in on cashew; 2000 November; Marawila, Sri Lanka (LK). hlm. 1-10.

Akaranta O, Donbebe W, Odozi TO. 1996. Plywood adhesives based on red-onion-skin extract modified with cashew nut-shell liquid. Bioresource Technol. 56:279-280.

Aliyu OM, Awopetu JA. 2006. Multivariate analysis of cashew (Anacardium occidentale L.) germplasm in Nigeria. Silvae Genet. 56:3-4.

Aliyu OM. 2007. Clonal propagation in cashew (Anacardium occidentale L.): effect of rooting media on the root-ability and sproutingof air-layers. Trop Sci.

47(2): 65-72.

Asogwa EU, Hammed LA, Ndubuaku TCN. 2008. Integrated production and protection practices of cashew (Anacardium occidentale L.) in Nigeria. Afr J Biotechnol. 7(25):4868-4873.

Baihaki A. 2004. Mengantisipasi persaingan dalam menuju swasembada varietas unggul. Di dalam: Simposium Peripi; 2004 Agust 5-7; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Balittro. hlm 17.

Behrens R. 1998. About the spacing of cashew nut trees. Di dalam: Proceedings of International Cashew and Coconut Conference. 1997 Feb 17-21; Dar es Salaam, Tanzania. Inggris (GB): BioHybrid International Limited. hlm. 48-52. Chaikiattiyos S. 1998. Integrated Production Practices of Cashew in Thailand.

Bangkok, Thailand. Bangkok (TH): FAO, Reg. Office for Asia and the Pacific.hlm 61-67.

Chau NM. 1998. Integrated Production Practices of Cashew in Vietnam. Bangkok, Thailand. Bangkok (TH): FAO, Reg. Office for Asia and the Pacific.hlm 68-73.

Chipojola FM, Mwase WF, Kwapata MB, Bokosi JM, Njoloma JP, Maliro MF. 2009. Morphological characterization of cashew (Anacardium occidentale L.) in four populations in Malawi. Afr J Biotechno .8(20):5173-5181.

Daras U, Wahyudi A, Hadad M. 2007. Teknologi unggulan jambu mete pembenihan dan budi daya pendukung varietas unggul. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. hlm 8-9; [diunduh 2013 Maret 5]. Tersedia pada : http:// www.perkebunan.litbang.pertanian.go.id.pdf.

Daras U. 2007. Strategi dan inovasi teknologi peningkatan produktivitas jambu mete di Nusa Tenggara. JPPP. 26(1):25-34.

[Ditjenbun] Direktorat Jenderal Perkebunan. 2007. Statistik Perkebunan Indonesia 2006. Jambu mente. Jakarta (ID): Ditjenbun. hlm 52.

(41)

25 [FBSPL] Foretell Business Solution Private Limited. 2014. Cashew Handbook 2014 Global Perspective. 4th edition. [diunduh 2015 November 18]. Tersedia pada www.cashewinfo.com.

Ferry Y. 2012. Pengembangan industri perbenihan jambu mete. Perspektif . 11(1):33-44.

Fitmawati, Hartana A, Purwoko BS. 2009. Taksonomi Mangga Budi Daya Indonesia dalam Praktik. J Agron Indonesia. 37(2):130-137.

Hou D. 1978. Anacardiaceae. Di dalam: CGGJ Van Steenis, editor. Flora Malesiana Series 1. Volume 8. Netherlands (NL): Sijthoff&Noordhoff International Publishers Alphen Aan Den Rijn, The Netherlands. hlm 420-421. Hadad M, Kartosoewarno S, Koerniati S. 1995. Pemutihan Blok Penghasil Tinggi

Jambu Mete Di Daerah Propinsi Sultra. Bogor (ID): Balittro.hlm 31.

Hartman HT, Kester DE. 1975. Plant Propagation Principles and Practices. 3th ed. Prentice-Hall. Inc. hlm 727.

[IBPGR] International Board for Plant Genetic Resource. 1986. Cashew (Anacardium occidentale L) descriptors. Food Agriculture Organization of the United Nations (FAO). Italia (IT).

[IICB] Indonesian Investment Coordinating Board. 2012. Komoditi jambu mete. [Internet]. [diunduh 2013 Februari 20]. Tersedia pada: http://regionalinvestment.bkpm.go.id/newsipid/id/commodityarea.php.

[ISHS] International Society For Horticultural Science. 2009. International Code of Nomenclature for Cultivated Plants. 8th ed.Brickell CD, Alexander C, David JC, Hetterscheid WLA, Leslie AC, Malecot V, Xiaobai Jin, Cubey JJ (eds). Belgium (BE): ISHS.

Indrawanto CE, Mujono, Zaubin R, Sriwulan I. 2005. Perspektif Perkembangan Pemasaran dan Pasca Panen Jambu Mente. Warta Litbang tani industri. Bogor (ID):Puslitbangbun. hlm 12-14.

Murthy BGK, Sivasambari MA. 1985. Recent trends in CNSL utilization. Cashew Research and Development: Proceedings of the International Cashew Symposium; 1979 March 12-15; Cochin, Kerala, India (IN). hlm 201-207. Nakasone HY, Paull RE. 1998. Tropical Fruits. London (GB): CAB International.

hlm 432.

Ohler JG. 1979. Cashew. Netherlands (NL): Koninklijk Instituut Voo de Tropen. hlm 260.

[Kementan] Kementerian Pertanian. 2013. Peraturan Menteri Pertanian. Nomor 92/Permentan/OT.140/9/2013. 2013. Standar Operasional Prosedur Sertifikasi Benih dan Pengawasan Benih Tanaman Jambu Mete (Anacardium occidentale

(42)

26

Rao EVVB. 1998. Integreated Production Practices of Cashew in India. Bangkok, Thailand. Bangkok (TH): FAO, Reg. Office for Asia and the Pacific. hlm 260.

Rifai MA. 2010. Sudah siapkah bangsa Indonesia mengelasifikasikan tanaman budi dayanya?. Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI). Jakarta. (ID).

Podium AIPI.1(1):29-35.

Rohfl FJ. 1998. NTSYSpc, Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis System Version 2.0. User Guide. New York, U.S: Applied Biostatic Inc.

Saefudin 2009. Kesiapan teknologi sambung pucuk dalam penyediaan bahan tanaman jambu mete. JPPP. 28(4):149-155.

Valencia LDC,Magdalita PM, Dela Cruz Jr FS, Namuco LO. 2008. Red princess: A new variety of cashew (Annacardium occidentale L.). Philipp J Crop Sci.

33(3):90-93.

Vavilov NI. 1951. The Origin, Variation, Immunity and Breeding of Cultivated Plants. New York (US): The Ronald Press Company. hlm 40-43

Wicaksono INA, Indriati G, Hadad M. 2011. Karakter pohon induk jambu mete muna sebagai calon varietas. Buletin RISTRI. 2(2):131-136.

(43)

27

(44)
(45)

29 Lampiran 1 Karakter morfologi yang diamati. Beberapa karakter diambil dan

dimodifikasi dari deskriptor jambu mete (Anacardium occidentale

L.) dan penambahan karakter morfologi baru.

No Karakter Sifat Karakter (Skor)

A Habitus

1 Bentuk kanopi pohon Tegak dan padat (0); tegak dan terbuka (1); menyebar (2)

6 Sudut percabangan batang meruncing (0); menumpul (1) 7 Pola percabangan Intensif (0);ekstensif (1) 8 Panjang ruas. Pendek 1–3 cm Tidak ada (0); ada (1) 9 Panjang ruas. Panjang >3 cm Tidak ada (0); ada (1) 10 Diameter ranting. Kecil 1–3 cm Tidak ada (0); ada (1) 11 Diameter ranting. Besar >3 cm Tidak ada (0); ada (1)

12 Sudut antara anak daun dan batang meruncing (0); menumpul (1) C Daun

13 Jumlah daun per ranting. Sedikit (3–10) Tidak ada (0); ada (1) 14 Jumlah daun per ranting. Banyak (>10) Tidak ada (0); ada (1) 15 Bentuk daun melonjong Tidak ada (0); ada (1) 16 Bentuk daun membundar telur sungsang Tidak ada (0); ada (1) 17 Bentuk daun melanset Tidak ada (0); ada (1) 18 Bentuk ujung daun membundar Tidak ada (0); ada (1) 19 Bentuk ujung daun bertakik Tidak ada (0); ada (1) 20 Bentuk ujung daun melancip Tidak ada (0); ada (1)

21 Tepi daun Halus (0); bergelombang (1)

22 Warna daun muda Merah kehijauan (0);hijau

terang (1)

23 Warna daun tua Hijau tua (0); kuning (1)

24 Aroma daun Seperti mangga (0);tidak

menyengat (1)

(46)

30

Lampiran 1 Karakter morfologi yang diamati. Beberapa karakter diambil dan dimodifikasi dari deskriptor jambu mete (Anacardium occidentale

L.) dan penambahan karakter morfologi baru (Lanjutan)

No Karakter Sifat Karakter (Skor)

D Bunga

34 Bentuk perbungaan piramida mendelta Tidak ada (0); ada (1) 35 Bentuk perbungaan piramida luas Tidak ada (0); ada (1) 36 Bentuk perbungaan runjung (piramida

sempit)

Tidak ada (0); ada (1) 37 Warna mahkota bunga putih Tidak ada (0); ada (1) 38 Warna mahkota bunga putih garis merah Tidak ada (0); ada (1) 39 Warna mahkota bunga krim garis merah Tidak ada (0); ada (1) 40 Warna mahkota bunga merah garis Tidak ada (0); ada (1) 41 Warna mahkota bunga hijau dengan merah

tompok

Tidak ada (0); ada (1) 42 Warna tangkai putik Tidak ada (0); ada (1) 43 Kepadatan perbungaan Tidak ada (0); ada (1) 44 Tipe percabangan bunga Tidak ada (0); ada (1) 45 Perluasan perbungaan helikoid Tidak ada (0); ada (1) 46 Perluasan perbungaan terbatas Tidak ada (0); ada (1)

47 Ukuran perbungaan Kecil (0);besar (1)

48 Jumlah bunga mekar. Sedikit ≤ 10 Tidak ada (0); ada (1) 49 Jumlah bunga mekar. Banyak. >10 Tidak ada (0); ada (1) 50 Jumlah bunga kuncup. Sedikit. ≤ 10 Tidak ada (0); ada (1) 51 Jumlah percabangan bunga. Sedikit. 5–7 Tidak ada (0); ada (1) 52 Jumlah percabangan bunga. Banyak. >7 Tidak ada (0); ada (1) 53 Panjang ranting bunga: Pendek. (7–10 cm) Tidak ada (0); ada (1) 54 Panjang ranting bunga: Panjang (> 10 cm) Tidak ada (0); ada (1) E Buah semu

55 Warna buah semu masak Kuning, kuning-hijau (0);kuning-jingga tua, (1); jingga kemerahan-merah (2)

56 Bentuk buah semu Menyilinder (0);Mengerucut

hingga;membulat telur sungsang (1);Membulat (2) 57 Bentuk pangkal buah semu Menyudut (0);Membundar

(1);Merata (2);Menyerong merata (3)

58 Permukaan buah semu Halus dan licin (0);Kasar dan kusam (1)

59 Berabungan pada buah semu Tidak ada (0);Mematah (1);Mengutuh (2)

60 Ujung buah semu Rata (0);Menyerong (1)

(47)

31

Lampiran 1 Karakter morfologi yang diamati. Beberapa karakter diambil dan dimodifikasi dari deskriptor jambu mete (Anacardium occidentale

L.) dan penambahan karakter morfologi baru (Lanjutan)

No Karakter Sifat Karakter (Skor)

62 Rongga pada ujung buah semu Tidak ada (0);Dangkal (1);Dalam (2)

63 Aroma buah Tidak menyengat

(0);Menyengat (1)

64 Hasil perasan Rendah (0);Antara

(1);Tinggi (2)

65 Kualitas perasan (perasan kelat) Sedikit (0);Antara (1);Kelat (2)

66 Keasaman perasan Sedikit (0);Antara

(1);Asam (2)

67 Kemanisan perasan Sedikit (hambar)

(0);Antara (1);Manis (2) F Buah sejati

68 Perlekatan buah sejati dengan buah semu. Kendur

Tidak ada (0);Ada (1) 69 Perlekatan buah sejati dengan buah semu.

Ketat

Tidak ada (0) Ada (1) 70 Perlekatan tangkai buah. Antara Tidak ada (0)

Ada (1)

71 Warna buah sejati Kelabu (0);Abu kelabu (1)

72 Bentuk buah sejati Mengginjal

(0);melonjong-menjorong (1)

73 Bentuk pangkal buah sejati merata Tidak ada (0);Ada (1) 74 Bentuk pangkal buah sejati menyerong merata Tidak ada (0);Ada (1) 75 Bentuk pangkal buah sejati membulat Tidak ada (0);Ada (1) 76 Kampuh buah sejati membulat Tidak ada (0);Ada (1) 77 Kampuh buah sejati menyudut Tidak ada (0);Ada (1) 78 Panggul buah sejati membulat Tidak ada (0);Ada (1) 79 Panggul buah sejati menonjol Tidak ada (0);Ada (1) 80 Bentuk ujung buah sejati membundar Tidak ada (0);Ada (1) 81 Bentuk ujung buah sejati bersifat antara Tidak ada (0);Ada (1) 82 Posisi relatif kampuh dan ujung buah sejati.

Projeksi kampuh di depan ujung buah sejati

Tidak ada (0);Ada (1) 83 Posisi relatif kampuh dan ujung buah sejati.

Projeksi kampuh sejajar ujung buah sejati

Tidak ada (0);Ada (1) 84 Posisi relatif kampuh dan ujung buah sejati.

Projeksi kampuh dibelakang ujung buah sejati

(48)

32

Lampiran 1 Karakter morfologi yang diamati. Beberapa karakter diambil dan dimodifikasi dari deskriptor jambu mete (Anacardium occidentale

L.) dan penambahan karakter morfologi baru (Lanjutan)

No Karakter Sifat Karakter (Skor)

(49)

33

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kendal, Jawa Tengah pada tanggal 17 Februari 1989 sebagai putri pertama dari empat bersaudara dari ayah (alm) Jamaluddin Saragih dan ibu Mamar Maryati. Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Biologi, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto (UNSOED) dan lulus pada tahun 2012. Selama menempuh pendidikan sarjana, penulis pernah menjadi asisten praktikum Struktur dan Perkembangan Tumbuhan I, Taksonomi Tumbuhan dan Kultur In Vitro Tumbuhan. Penulis juga aktif dalam Paduan Suara Mahasiswa Fakultas Biologi UNSOED dan Unit Kegiatan Mahasiswa Unit Penelitian Ilmiah Fakultas Biologi Unsoed (UPI FABIO UNSOED) dan menjabat sebagai Kepala Departemen Keorganisasian.

Gambar

Tabel 1 Nama-nama kultivar jambu mete di Indonesia
Gambar 1 Peta lokasi pengambilan sampel tanaman jambu mete. Lokasi pengambilan sampel ( ) di Kabupaten Wonogiri Jawa Tengah (A) dan Kabupaten Bantul Yogyakarta (B)
Gambar 3 Warna mahkota bunga jambu mete. Putih (A), putih strip merah (B), merah dan merah strip (C), krem (D)
Gambar 5 Bentuk buah semu jambu mete menyilinder.
+5

Referensi

Dokumen terkait

Sistem yang sedang Peneliti analisis juga akan memiliki beberapa kelebihan diantaranya adalah dapat mengajukan surat pengantar KTP dan KK secara online dan dapat

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel tekanan eksternal, komitmen manajemen, sistem pengendalian internal, akuntabilitas dan kompetensi sumber daya manusia

Seluruh dosen Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang yang dengan rela memberikan bekal ilmu pengetahuan bagi penulis untuk menjalani kehidupan

Pada proses ini, tembaga hasil dari smelter yaitu berupa anoda akan di elektrorefining dengan proses elektrolisis menggunakan Stainless Steel (SS) Blank sebagai

Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan pengertian audit adalah suatu komunikasi yang dilakukan oleh pihak independen (auditor) kepada pihak manajemen perusahaan

bahwa penyelenggaraan perlindungan perempuan dan anak korban kekerasan sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2005 tentang

E-Marketing juga dapat digunakan sebagai media untuk melaksanakan Relationship Marketing yang dapat diartikan sebagai usaha pengenalan produk atau jasa dari suatu perusahaan

Hasil analisis tidak ada perbedaan antara penerimaan diri dengan kompetensi interpersonal antara remaja laki-laki dan perempuan di panti asuhan yatim Muhammadiyah gubug,