• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Eselon II Depkeu ( ) yang kemudian menjadi unit kerja Eselon I (1993-

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Eselon II Depkeu ( ) yang kemudian menjadi unit kerja Eselon I (1993-"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

10 2.1 Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

2.1.1 Sejarah Kementerian BUMN

Kementerian Negara BUMN merupakan transformasi dari unit kerja Eselon II Depkeu (1973-1993) yang kemudian menjadi unit kerja Eselon I (1993-1998 dan 2000-2001). Tahun (1993-1998-2000 dan tahun 2001 sampai sekarang, unit kerja tersebut menjadi Kementerian BUMN.

Organisasi Pemerintah yang memiliki Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) melaksanakan pembinaan terhadap Perusahaan Negara/Badan Usaha Milik Negara di Republik Indonesia telah ada sejak tahun 1973, yang awalnya merupakan bagian dari unit kerja di lingkungan Departemen Keuangan Republik Indonesia. Selanjutnya, organisasi tersebut mengalami beberapa kali perubahan dan perkembangan. Dalam periode 1973 sampai dengan 1993, unit yang menangani pembinaan BUMN berada pada unit setingkat Eselon II. Awalnya, unit organisasi itu disebut Direktorat Persero dan PKPN (Pengelolaan Keuangan Perusahaan Negara). Selanjutnya terjadi perubahan nama menjadi Direktorat Persero dan BUN (Badan Usaha Negara). Terakhir kalinya pada unit organisasi

(2)

setingkat eselon II, organisasi ini berubah menjadi Direktorat Pembinaan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) sampai dengan tahun 1993.

Selanjutnya, seiring dengan meningkatnya kebutuhan untuk mengoptimalkan pengawasan dan pembinaan terhadap Badan Usaha Milik Negara, dalam periode 1993 sampai dengan 1998, organisasi yang awalnya hanya setingkat Direktorat/Eselon II, ditingkatkan menjadi setaraf Direktorat Jenderal/Eselon I, dengan nama Direktorat Jenderal Pembinaan Badan Usaha Negara (DJ-PBUN).

Mengingat peran, fungsi dan kontribusi BUMN terhadap keuangan negara sangat signifikan, pada tahun 1998 sampai dengan 2000, pemerintah Republik Indonesia mengubah bentuk organisasi pembina dan pengelola BUMN menjadi setingkat Kementerian. Awal dari perubahan bentuk organisasi menjadi Kementerian terjadi di masa pemerintahan Kabinet Pembangunan VI, dengan nama Kementerian Negara Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN/Kepala Badan Pembinaan BUMN.

Pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2001, struktur organisasi Kementerian ini dihapuskan dan dikembalikan lagi menjadi setingkat eselon I di lingkungan Departemen Keuangan. Namun, di tahun 2001, ketika terjadi suksesi kepemimpinan di Republik Indonesia, organisasi tersebut dikembalikan lagi fungsinya menjadi setingkat Kementerian sampai dengan periode Kabinet Indonesia Bersatu ini. (Sumber www.bumn.go.id)

(3)

2.1.2 Visi dan Misi BUMN

Sebagai institusi pemerintah yang memiliki tugas dan tanggung jawab dalam rangka mengelola aset negara, Kementerian BUMN memiliki visi dan misi sebagai berikut:

A. Visi

Sejalan dengan Visi dan Misi Presiden dalam masa pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu II, posisi keberadaan BUMN sesuai dengan amanat pasal 33 ayat 2 UUD 1945, serta maksud dan tujuan pendirian BUMN berdasarkan UU Nomor 19 tahun 2003, maka Kementerian BUMN menetapkan Visi sebagai berikut: “Menjadi Pembina BUMN yang Profesional untuk meningkatkan nilai BUMN”

B. Misi

Untuk mewujudkan visi tersebut di atas, Kementerian BUMN menetapkan misi sebagai berikut:

1. Mewujudkan organisasi modern sesuai dengan tata kelola pemerintahan yang baik

2. Meningkatkan daya saing BUMN di tingkat nasional, regional, dan internasional

3. Meningkatkan Kontribusi BUMN kepada ekonomi nasional

(4)

2.1.3 Tugas Pokok dan Fungsi BUMN

Sesuai dengan Perpres Nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementrian Negara, tugas Kementrian BUMN adalah membidangi urusan pemerintahan dibidang pembinaan badan usaha milik Negara ddalam pemerintahan untuk membantu presiden dalam menyeleggarakan pemerintahan negara.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana diatur dalam pasal 2 (dua) kementrian BUMN menyelenggarakan fungsi:

a. Perumusan dan penetapan kebijakan dibidang pembinaan badan usaha milik negara.

b. Koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan dibidang pembinaan badan usaha milik negara.

c. Pengelolaan barang milik / kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementrian BUMN.

d. Pengawasan atas pelaksanaan tugas dilingkungan Kementrian BUMN.

(5)

2.2. Auditing

2.2.1 Pengertian Auditing

Auditing merupakan salah satu bentuk atestasi yaitu suatu komunikasi dari seorang expert mengenai kesimpulan tentang reabilitas dari pernyataan seseorang.

Pengertian auditing menurut Arens (2008;4) yang diterjemahkan oleh Gina Gania. Auditing adalah pengumpulan dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara informasi itu dengan kriteria yang telah ditetapkan. Auditing harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen.

Menurut Sukrisno Agoes (2004:3) pengertian auditing adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.

Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan pengertian audit adalah suatu komunikasi yang dilakukan oleh pihak independen (auditor) kepada pihak manajemen perusahaan mengenai pemeriksaan terhadap laporan keuangan yang disusun manajemen dengan melakukan penelusuran, observasi terhadap bukti-bukti dan catatan-catatan guna memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.

2.2.2 Jenis-jenis Audit

(6)

1. General Audit (Pemeriksaan Umum)

Adalah suatu pemeriksaan umum atas laporan keuangan yang dilakukan oleh KAP independen dengan tujuan untuk memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan dimana tingkat kewajaran disesuaikan dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.

2. Special Audit (Pemeriksaan Khusus)

Adalah suatu pemeriksaan terbatas (sesuai dengan permintaan auditee) yang dilakukan oleh KAP independen dan pada akhirnya auditor tidak perlu memberikan pendapat terhadap penyajian laporan keuangan secara keseluruhan akan tetapi pendapat diberikan terbatas pada pos atau masalah tertentu yang diperiksa.

Ditinjau dari jenis pemeriksaan, audit dapat dibedakan atas:

1. Management Audit (Operational Audit)

Adalah suatu pemeriksaan terhadap kegiatan operasi suatu perusahaan, termasuk kebijakan akuntansi dan kebijakan operasional yang telah ditentukan oleh manajemen, untuk mengetahui apakah kegiatan operasi tersebut sudah dilakukan secara efektif, efisien dan ekonomis.

Efektif berarti kegiatan operasi dapat mencapai tujuan atau sasaran sesuai dengan waktu yang telah ditentukan atau berhasil atau dapat bermanfaat sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

(7)

Efisien berarti kegiatan operasi berjalan dengan biaya tertentu dapat mencapai hasil atau manfaat yang telah ditetapkan atau berdaya guna.

Ekonomis berarti kegiatan operasi berjalan dengan pengorbanan yang serendah-rendahnya dapat mencapai hasil yang optimal atau dilakanakan secara hemat.

2. Compliance Audit (Pemeriksaan Ketaatan)

Adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui apakah perusahaan sudah mentaati peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan yang berlaku, baik yang ditetapkan oleh pihak intern perusahaan maupun pihak ekstern. Pemeriksaan bisa dilakukan baik oleh KAP maupun bagian internal audit.

3. Internal Audit (Pemeriksaan Intern)

Adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan, maupun ketaatan terhadap kebijakan manajemen yang telah ditentukan. Laporan internal audit berisi temuan pemeriksaan (audit findings) mengenai penyimpangan dan kecurangan yang ditemukan, kelemahan pengendalian intern, beserta saran-saran perbaikannya (recommendations).

(8)

4. Computer Audit

Adalah pemeriksaan oleh KAP terhadap perusahaan yang memproses data akuntansinya dengan menggunakan EDP (Electronic Data Processing) System.

( Sukrisno Agoes 2004:9)

2.2.3 Standar Auditing

Menurut PSA No.01 (SA Seksi 150), standar auditing berbeda dengan prosedur auditing. “Prosedur” berkaitan dengan tindakan yang harus dilaksanakan, sedangkan “Standar” berkenaan dengan kriteria atau ukuran mutu kinerja tindakan tersebut dan berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai melalui penggunaan prosedur tersebut.

Standar auditing yang telah ditetapkan dan disahkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari sepuluh standar yang dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok besar, yaitu:

a. Standar Umum

1. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.

2. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, indepedensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.

(9)

3. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama. b. Standar Pekerjaan Lapangan

1. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya.

2. Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.

3. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan, keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.

c. Standar Pelaporan

1. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

2. Laporan auditor harus menunjukkan, jika ada, ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.

3. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.

(10)

4. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggungjawab yang dipikul oleh auditor .

(IAI,2001:150.1&150.2).

2.3 Kertas Kerja Pemeriksaan

2.3.1 Pengertian Kertas Kerja Pemeriksaan

Menurut Alfred F Kaunang (2012,50), Kertas kerja pemeriksaan adalah dokumen yang berisi seluruh informasi yang diperoleh, analisis yang dibuat, dan kesimpulan yang didapat selama melaksanakan audit. Kertas kerja pemeriksaan terdiri dari semua dokumen yang dibuat sendiri dan juga yang diperoleh dari hasil kerja auditor sebagai dasar informasi yang dipakai untuk membuat suatu kesimpulan dan opini.

2.3.2 Kegunaan Kertas Kerja Pemeriksaan

a. Bahan bukti dalam memberikan pendapat dan saran perbaikan (audit report).

(11)

c. Memungkinkan atasan untuk langsung menilai bahwa pekerjaan yang didelegasikan telah dilaksanakan dengan baik.

d. Membantu auditor untuk menilai hasil kerja yang telah dilakukan sesuai dengan rencana, dan mencakup semua aspek financial serta operasional yang dapat disajikan pedoman untuk memberikan pendapat dan saran perbaikan.

e. Sebagai dasar bahwa prosedur audit telah diikuti, pengujian telah dilakukan, informasi telah diterima, masalah ditemukan, sebab-sebab masalah diketahui, dan akibat dari masalah diungkapkan untuk mendukung pendapat dan saran perbaikan yang diberikan.

f. Memungkinkan staf auditor lain untuk dapat menyesuaikan dengan tugas yang diberikan dari periode ke periode sesuai dengan rencana penggantian staf audit.

g. Sebagai alat bantu untuk mengembangkan profesionalisme bagi Internal Audit Division.

h. Menunjukkan kepada pihak lain bahwa suatu pekerjaan audit telah dilaksanakan sesuai dengan standar keahlian yang dimiliki oleh staf audit hingga laporan evaluasi akhir yang sesuai dengan audit proses.

2.3.3 Isi dan Bentuk Kertas Kerja Pemeriksaan

a. Isi dan bentuk kertas kerja tidak dapat ditentukan secara pasti dan standar karena sangat bergantung pada jenis pemeriksaan yang dilakukan serta

(12)

tujuan dibuatnya kertas kerja. Meski demikian, kertas kerja pemeriksaan harus mencakup aspek:

1. Perencanaan

2. Pengujian dan evaluasi atas kecukupan dan keefektifan dari system internal control yang ada.

3. Audit prosedur yang telah dijalankan, informasi yang telah didapat, dan kesimpulan yang diambil.

4. Review 5. Reporting 6. Follow up

b. Kertas kerja harus lengkap, termasuk bukti pendukung untuk mendapatkan suatu kesimpulan.

c. Selain hal-hal diatas, kertas kerja juga dapat menyampaikan: 1. Dokumen perencanaan dan audit program

2. Control questionnaire, flowchart, checklist, dan narrative 3. Catatan dan memo hasil interview

4. Data organisasi, misalnya struktur organisasi dan job description 5. Fotokopi dari kontrak-kontrak dan perjanjian yang penting 6. Informasi tentang kebijakan operasional dan financing 7. Hasil dan evaluasi atas kontrol yang ada

8. Surat konfirmasi

9. Analisis atas transaksi, proses, dan saldo akun 10.Hasil dari prosedur analytical review

(13)

11.Audit report dan komentar manajemen

12.PICA (Problem Indentification & Corrective Action) dari auditee d. Media kertas kerja dapat berbentuk kertas, disket, foto, maupun media

lainnya.

e. Jika auditor menggunakan informasi keuangan dalam laporannya, maka kertas kerja harus mendokumentasikan dokumen akuntansi yang dipakai atau rekonsiliasi atas data tersebut.

f. Kertas kerja dapat dikategorikan sebagai permanent file dan current file

2.3.4 Persiapan Pembuatan Kertas Kerja

Kertas kerja audit harus rapi, jelas, ringkas, dan komentar yang disampaikan harus bersifat umum dan dapat diterima. Hindari pernyataan atas praduga yang tanpa dasar, semua komentar harus didukung dengan data dan fakta.

Memanfaatkan laporan, daftar, dan schedule yang dibuat oleh petugas dari perusahaan yang sedang diaudit sangat membantu dibandingkan menyalin kembali dan menyesuaikannya dengan bentuk kertas kerja (standard audit working paper), dengan catatan bahwa kertas kerja tersebut sudah direview, diberi tanda oleh staf yang mengerjakan, serta tanggal (sama seperti kertas kerja yang umum) dibuat oleh staf audit, dan ini merupakan bagian dari kertas kerja auditor.

Kertas kerja harus dibuat dan disesuaikan dengan standar formulir yang tersedia. Penyajian yang lebih jelas dan keterangan yang rinci harus dibuat

(14)

sebagai dukumen pendukung yang disajikan secara terpisah, dan merupakan satu kesatuan dengan kertas kerja induk.

Sebagian kertas kerja hanya akan memuat daftar pertanyaan atau catatan-catatan atas diskusi yang telah dilakukan sebelumnya, hal yang sangat penting adalah menyediakan tempat yang cukup dalam kertas kerja untuk membuat catatan-catatan penting agar sesuatu yang dievaluasi diketahui dengan jelas.

Semua schedule atau daftar-daftar dan kertas kerja harus dapat dikaitkan satu sama lain sehingga memudahkan untuk mengidentifikasi, dan dapat disajikan sebagai sumber informasi.

2.3.5 Filling

Semua kertas kerja audit harus di-file berurutan sesuai dengan indeks yang diberikan. Setiap file kertas kerja harus dapat diidentifikasikan, dan pada halaman pertama tertera:

a. Index file-file reference b. Nama perusahaan c. Subjek yang diaudit d. Tempat

e. Tanggal kunjungan hingga selesai f. Tanggal laporan

(15)

2.3.6 Pengawasan dan Pengamanan

Kertas kerja yang berisi informasi rahasia perlu dijaga,diamankan, dan disimpan pada tempat yang tidak mudah diambil atau dibaca oleh staf lain, atau orang yang tidak mempunyai kepentingan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh internal audit. Setiap staf internal audit wajib menjaga dan mengamankan kertas kerja secara terus-menerus.

Jika file kerta kerja (audit working paper file) hilang, hal itu harus segera dilaporkan pada corporate controller. Setiap tugas yang telah selesai, semua audit file, harus dikembalikan pada tempat yang telah disiapkan.

2.3.7 Review Procedure

Semua kertas kerja harus direview:

a. Diparaf atau diberi tanda pada setiap kertas kerja oleh staf yang diberi tanggung jawab penugasan.

b. Secara berkala direview oleh corporate controller.

c. Kesimpulan yang diperoleh atas hasil audit harus diungkapkan, sedangkan file kertas kerja umumnya berisikan bukti-bukti yang menyatakan bahwa pekerjaan audit telah selesai dan telah direview oleh staf yang bertanggungjawab, serta semua masalah telah diungkapkan.

(16)

2.3.8 Standar Kode Audit (Audit Tick Mark)

Kode atau tanda telah diperiksa (audit ticks) merupakan standar yang lazim dipakai oleh auditor dalam melaksanakan tugas dengan maksud untuk menghemat waktu. Semua kode yang digunakan harus diberi penjelasan di dalam kertas kerja dan harus ada hubungan dengan audit program, serta sebagai pembuktian atas pekerjaan yang telah dilakukan (audit procedure)

Standar kode audit sebagai berikut:

 = vouch ¢ = contra o / s = outstanding c / f = cross footing ɸ = nil β = balance \ = paid in slip c = calculation / = bank statement

(17)

Catatan:

Kode audit harus ditempatkan pada angka dimana telah dilakukan pemeriksaan sesuai dengan audit prosedur atau program, atau jika tidak dilakukan prosedur pemeriksaan, sebaiknya pemberian tanda tersebut diabaikan.

Pada saat memberikan kode pada buku besar, journal entry, dan dokumen lainnya disarankan menggunakan pulpen merah dan memberi tanda kecil yang terlihat jelas.

Penggunaan kode audit pada kertas kerja harus disertai dengan penjelasan tentang dokumen apa yang diperiksa dan dokumen apa yang tidak tersedia. Sementara itu, transaksi yang terjadi sebagai dasar pemeriksaan harus dibuatkan kertas kerja. Jika didapatkan suatu pencatatan atas transaksi yang tidak umum atau wajar, dokumen tersebut sebaiknya difotokopi dan ditelusuri hingga ke dokumen asli atas transaksi tersebut untuk diyakinkan kebenarannya, dan dokumen itu harus di file sebagai salah satu kertas kerja.

2.3.9 Audit File yang Permanent

Permanent file terdiri dari berbagai macam schedule dan ada hubungannya dengan setiap pelaksanaan audit, yang pada umumnya digabungkan menjadi 1 (satu) dengan permanent file. Schedule atau daftar yang diperoleh harus berupa sumber informasi yang berhubungan dengan aktivitas, kelangsungan bisnis

(18)

perusahaan, sistem, prosedur, dan ketentuan atau kebijaksanaan lain yang sangat penting untuk kepentingan audit.

Isi permanent file harus selalu direview dan diupdate pada setiap pekerjaan audit yang dilakukan dan harus mengacu pada situasi terkini.

Isi dari permanent audit file pada umumnya adalah sebagai berikut:

1. Struktur organisasi perusahaan

2. Daftar kantor-kantor cabang dan lokasinya

3. Daftar sewa beli serta sewa dan biaya yang dibayarkan 4. Daftar polis asuransi

5. Daftar personil perusahaan

6. Daftar tanda tangan dari personil yang diberi wewenang serta batasan wewenang

7. Contoh tanda tangan 8. Daftar nama bank 9. Daftar petty cash

10.Daftar evaluasi pengendalian internal

11.Buku petunjuk operasional, finance dan accounting 12. Chart of account

13. Flowchart

14.Daftar dokumen penjualan (perjanjian), kontrak, dan standar perjanjian-perjanjian yang ada dalam perusahaan (peraturan kepegawaian)

(19)

2.3.10 Current Working Paper

Current file dibuat setiap melaksanakan audit. Kertas kerja ini harus dibuat dengan jelas dan secara eksplisit memberikan informasi berikut:

a. Hasil review dari internal controll dan pengembangan dari sebuah rencana audit, atau update dari planning.

b. Korespondensi dari auditee untuk memulai suatu audit, konfirmasi, memvalidasi temuan, dan mengonfirmasi semua tindakan perbaikan yang diambil.

c. Melakukan suatu tes untuk mencapai tujuan audit yang telah diidentifikasi. d. Kesimpulan yang diambil oleh auditor dari hasil kerja.

e. Audit report dan distribusinya.

2.4 Audit Internal

2.4.1 Pengertian Audit Internal

Menurut Busra Emka (2006:27) Pemeriksaan Intern (Internal Auditing) adalah suatu kegiatan yang bebas dalam suatu organisasi untuk memeriksa kembali semua kegiatan perusahaan. Selain itu pemeriksaan intern berfungsi memberikan laporan kepada manajemen, atau merupakan suatu alat pengendalian manajemen yang berfungsi untuk mengukur dan mengevaluasi efektivitas dari Sistem Pengendalian Intern.

Menurut Amin Widjadja (2009:1) Audit internal adalah kegiatan assurance dan konsultasi yang independen dan objektif, yang dirancang untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan kegiatan operasi organisasi.

(20)

Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa audit internal merupakan suatu kegiatan dimana di dalamnya terdapat pihak yang independen yang bertugas melakukan pemeriksaan dan mengevaluasi kinerja operasional suatu perusahaan dan memberikan saran-saran perbaikan kepada pihak manajemen perusahaan.

2.4.2 Auditor Internal

Pengertian auditor Internal menurut Amin Widjadja Tunggal (2009:44). Auditor internal adalah yang melaksanakan pengendalian langsung secara teratur dari waktu ke waktu. Audit internal yang dilakukan oleh auditor internal yang berkompeten akan meningkatkan nilai tambah organisasi dan harus selalu menyesuaikan diri dengan perkembangan lingkungan.

Menurut Wuryan Andayani (2008:16), auditor internal memiliki peranan penting dalam semua hal berkaitan dengan pengelolaan perusahaan dan resiko-resiko dalam menjalankan usaha. Auditor internal harus melakukan kontrol dibidang akuntansi sedangkan auditor eksternal bertujuan untuk menentukan kewajaran atas penyajian posisi keuangan perusahaan apakah telah sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten dengan tahun sebelumnya.

(21)

2.4.3 Tahap Audit Internal

Pelaksanaan kegiatan audit intern merupakan tahapan-tahapan penting yang dilakukan oleh seorang internal auditor dalam proses auditing untuk menentukan prioritas, arah dan pendekatan dalam proses audit intern. Tahapan-tahapan dalam pelaksanaan kegiatan audit intern, menurut Hiro Tugiman (2006:53) adalah sebagai berikut :

a. Tahap perencanaan audit

b. Tahap pengujian dan pengevaluasian informasi c. Tahap penyampaian hasil audit

d. Tahap tindak lanjut (follow up) hasil audit

Penjelasan dari tahapan-tahapan di atas adalah sebagai berikut :

a. PerencanaanAudit

Tahap perencanaan audit merupakan langkah yang paling awal dalam pelaksanaan kegiatan audit inten, perencanaan dibuat bertujuan untuk menentukan objek yang akan diaudit atau prioritas audit, arah dan pendekatan audit, perencanaan alokasi sumber daya dan waktu, dan merencanakan hal-hal lainnya yang berkaitan dengan proses auditing. Menurut Hiro Tugiman (2006:53) audit intern haruslah merencanakan setiap pemeriksaan. Perencanaan haruslah didokumentasikan dan harus meliputi :

(22)

2. Memperoleh informasi dasar (background information) tentang kegiatan-kegiatan yang akan diperiksa

3. Penentuan berbagai tenaga yang diperlukan untuk melaksanakan audit 4. Pemberitahuan kepada para pihak yang dipandang perlu

5. Melaksanakan survey untuk mengenali kegiatan yang diperlukan, risiko-risiko dan pengawasan-pengawasan

6. Penulisan program audit

7. Menentukan bagaimana, kapan dan kepada siapa hasil-hasil audit akan disampaikan

8. Memperoleh persetujuan bagi rencana kerja audit

b. Pengujian dan pengevaluasian informasi

Pada tahap ini audit intern haruslah mengumpulkan, menganalisa, menginterprestasi dan membuktikan kebenaran informasi untuk mendukung hasil audit. Menurut Hiro Tugiman (2006:59), proses pengujian dan pengevaluasian informasi adalah sebagai berikut :

1. Dikumpulkannya berbagai informasi tentang seluruh hal yang berhubungan dengan tujuan-tujuan pemeriksa dan lingkup kerja

2. Informasi haruslah mencukupi, kompeten, relevan dan berguna untuk membuat suatu dasar yang logis bagi temuan audit dan rekomendasi-rekomendasi

(23)

4. Dilakukan pengawasan terhadap proses pengumpulan, penganalisaan, penafsiran dan pembuktian kebenaran informasi

5. Dibuat kertas kerja pemeriksaan

c. Penyampaian hasil pemeriksaan

Laporan audit intern ditujukan untuk kepentingan manajemen yang dirancang untuk memperkuat penngendalian audit intern, untuk menentukan ditaati tidaknya prosedur atau kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan oleh manajemen. Audit intern harus melaporkan kepada manajemen apabila terdapat penyelewengan atau penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di dalam suatu fungsi perusahaan dan memberikan saran-saran atau rekomendasi untuk perbaikannya.

Menurut Hiro Tugiman (2006:68) audit intern harus melaporkan hasil audit yang dilaksanakannya yaitu :

1. Laporan tertulis yang ditandatanngani oleh ketua audit intern

2. Pemeriksa intern harus terlebih dahulu mendiskusikan kesimpulan dan rekomendasi

3. Suatu laporan haruslah objektif, jelas, singkat terstruktur dan tepat waktu 4. Laporan haruslah mengemukakan tentang maksud, lingkup dan hasil dari

pelaksanaan pemeriksaan

(24)

6. Pandangan dari pihak yang diperiksa tentang berbagai kesimpulan atau rekomendasi dapat pula dicantumkan dalam laporan pemeriksaan

7. Pimpinan audit intern mereview dan menyetujui laporan audit

d. Tindak lanjut hasil pemeriksaan

Audit intern terus menerus meninjau atau melakukan tindak lanjut (follow up) untuk memastikan bahwa terhadap temuan-temuan pemeriksaan yang dilaporkan telah dilakukan tindakan yang tepat. Audit intern harus memastikan apakah suatu tindakan korektif telah dilakukan dan memberikan berbagai hasil yang diharapkan, ataukah manajemen senior atau dewan telah menerima risiko akibat tidak dilakukannya tindakan korektif terhadap berbagai temuan yang dilaporkan.

2.5 Kas

Kas merupakan hal penting bagi sebagian besar organisasi karena sebenarnya penerimaan dan pengeluaran kas mengalir melalui akun ini pada suatu waktu. Pengeluaran untuk siklus perolehan dan pembayaran biasanya dibayarkan dari akun ini, dan penerimaan kas dari siklus penjualan dan penerimaan kas disetorkan ke akun ini.

(25)

2.5.1 Pengertian Kas

Sebagaimana dibawah ini pengertian kas yang dikemukakan oleh Soemarso ( 2002:296) menyatakan bahwa:

“Kas adalah segala sesuatu (baik yang berbentuk uang atau bukan) yang dapat tersedia dengan segera dan diterima sebagai alat pelunasan kewajiban pada nominalnya.”

Adapun pengertian kas yang dikemukakan oleh Konrath yang diterjemahkan oleh Sukrisno Agus ( 2008:145) menyatakan bahwa:

Kas adalah uang dan surat berharga lainnya yang dapat digunakan setiap saat serta surat berharga lainnya yang sangat lancar, yang memenuhi syarat :

1. Setiap saat dapat diukar menjadi uang. 2. Tanggal jatuh temponya sangat dekat.

3. Kecil resiko perubahan nilai yang disebabkan perubahan tingkat bunga.

Dari uraian di atas, kas dapat diartikan sebagai alat pembayaran yang dapat digunakan kapan pun karena memiliki sifat siap sedia dan mudah diuangkan.

2.5.2 Klasifikasi Kas

Ikatan Akuntansi Indonesia (2009: 22) menyatakan bahwa:

Kas terdiri dari; saldo kas (Cash on Hand) dan rekening giro. Setelah kas (Cash Equivalent) adalah investasi yang sifatnya sangat likuid, berjangka pendek dan

(26)

yang dengan cepat dapat dijadikan kas dalam jumlah tertentu tanpa menghadapi risiko perubahan nilai yang signifikan.

2.5.3 Tujuan Audit Kas

Adapun tujuan dari audit kas menurut Sukrisno Agoes (2012:167) adalah sebagai berikut:

1. Untuk memeriksa apakah terdapat internal control yang cukup baik atas kas dan setara kas dan transaksi penerimaan dan pengeluaran kas dan Bank, dengan ciri-ciri sebagai berikut:

a. Pemisahan tugas dan tanggung jawab.

b. Rekonsiliasi bank dibuat rutin dan harus ditelaah (direview). c. Digunakan imprest fund system untuk mengelola kas kecil. d. Penerimaan kas, check dan giro, disetor ke Bank.

e. Uang kas harus disimpan ditempat yang aman dan dikelola dengan baik.

f. Blangko check dan giro disimpan ditempat yang aman.

g. Check dan Giro ditulis atas nama dan ditandatangani oleh 2 orang. h. Kasir diasuransikan atau diminta uang jaminan.

i. Gunakan kwitansi yang bernomor urut cetak (prenumbered). j. Pengeluaran kas yang sudah dibayar harus distempel lunas.

2. Memeriksa apakah saldo kas dan setara kas yang ada di neraca per tanggal neraca benar-benar ada dan dimiliki perusahaan (Existence.)

(27)

3. Untuk memeriksa apakah ada pembatasan untuk penggunaan saldo kas dan setara kas.

4. Untuk memeriksa, seandainya ada saldo kas dan setara kas dalam valuta asing, apakah saldo tersebut dikonversikan kedalam rupiah dengan menggunakan kurs tengah BI pada tanggal neraca dan apakah selisih kurs yang terjadi sudah dibebankan atau dikreditkan ke Laba Rugi tahun berjalan.

5. Untuk memeriksa apakah penyajian di Neraca sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia (Presentation dan Disclosure.)

2.5.4 Prosedur Audit Kas

Prosedur audit kas menurut Mulyadi (2002: 379)

1. Prosedur Awal

a. Usut saldo kas yang tercantum di neraca ke saldo akun kas yang ada. Untuk memeperoleh keyakinan bahwa saldo kas yang tercantum di neraca didukung dengan catatan akuntansi yang dapat dipercaya kebenaran mekanisme pencatatannya, maka saldo kas yang dicantumkan di neraca di usut ke akun buku besar berikut ini:

1. Kas : merupakan rekening di bank

2. Kas dalam perjalanan : merupakan penerimaan kas yang pada tanggal pembuatan laporan keuangan belum disetor ke bank

3. Dana kas kecil : berupa sisa uang tunai yang berada di tangan pemegang dana kas kecil.

(28)

b. Hitung kembali saldo akun kas dibuku besar.

Untuk memperoleh keyakinan mengenai ketelitian penghitungan saldo akun kas, auditor menghitung kembali saldo akun tersebut, dengan cara menambah saldo awal dengan jumlah pendebitan dan menguranginya dengan jumlah pengkreditan akun tersebut. c. Usut saldo awal akun kas ke kertas kerja tahun yang lalu.

Sebelum auditor melakukan pengujian terhadap transaksi rinci yang menyangkut akun kas, auditor memperoleh keyakinan atas kebenaran saldo awal akun tersebut. Untuk mencapai tujuan ini, auditor melakukan pengusutan saldo awal akun kas ke kertas kerja tahun lalu. Kertas kerja tahun lalu dapat menyediakan informasi tentang berbagai koreksi yang diajukan oleh auditor dalam audit tahun lalu, sehingga auditor dapat mengevaluasi tindak lanjut yang telah ditempuh oleh klien dalm menanggapi koreksi yang diajukan auditor. d. Lakukan review terhadap mutasi luar biasa dalam jumlah dan sumber

posting dalam akun kas.

Ketidakberesan dalam transaksi penerimaan dan pengeluaran kas dapat ditemukan melalui review atas mutasi luar biasa, baik dalam jumlah maupun sumber posting dalam akun kas.

e. Usut posting pendebitan dan pengkreditan akun kas ke jurnal yang bersangkutan.

Pendebitan di dalam akun kas diusut ke jurnal penerimaan kas dan kredit akun tersebut di usut ke jurnal pengeluaran kas untuk

(29)

memperoleh keyakinan bahwa mutasi penambahan dan pengurangan kas berasal dari jurnal.

2. Prosedur Analitik

Pada tahap awal pengujian substantif terhadap kas, pengujian analitik dimaksudkan untuk membantu auditor dalam memahami bisnis klien dan dalm menemukan bidang yang memerlukan audit lebih intensif. Untuk itu auditor melakukan perhitungan berbagai ratio berikut ini:

Ratio : Ratio kas dengan aktiva lancar Formula : Kas

Aktiva lancar Sumber : Mulyadi (2002,379)

Ratio yang telah dihitung tersebut kemudian dibandingkan dengan harapan auditor, misalnya rasio tahun yang lalu, rasio industri atau rasio yang dianggarkan. Disamping itu, auditor perlu membandingkan saldo akun kas yang tercantum di neraca dengan saldo kas pada akhir tahun yang lalu. Pembandingan ini membantu auditor untuk mengungkapkan;

a. Peristiwa atau transaksi yang tidak biasa. b. Perubahan akuntansi.

c. Perubahan usaha. d. Fluktuasi acak. e. Salah saji.

3. Pengujian terhadap transaksi rinci a. Verifikasi Pisah Batas (Cutoff)

(30)

Dimaksudkan untuk membuktikan apakah klien menggunakan pisah batas yang konsisten dalm memperhitungkan transaksi penerimaan dan pengeluaran kas yang termasuk dalam tahun yang diperiksa dibanding tahun sebelumnya.

b. Buatlah Daftar Transfer Bank dalm Periode Sebelum dan SesudahTanggal Neraca untuk Menemukan Kemungkinan Terjadinya Kemungkinan Check Kitting.

Check kitting dilakukan untuk menutupi pemakaian kas perusahaan dengan cara melakukan transfer rekening dari bank ke rekening bank yang dananya digelapkan pada saat bank-bank menyiapkan pembuatan rekening koran bank.

Pengertian kitting yang dikemukakan oleh Arrens et al ( 2008:396) yang telah diterjemahkan oleh Gina Gania bahwa:

Kitting adalah transfer uang dari satu bank ke bank lainnya tetapi pencatatannya tidak benar sehingga dana dicatat sebagai aktiva pada kedua akun; praktik ini digunakan oleh penggelap uang untuk menutupi pencurian kas.

Jika misalnya perusahaan memiliki rekening giro di Bank BNI dan di Bank Niaga, dan pejabat perusahaan menggunakan uang untuk kepentingan pribadi dengan menggunakan uang yang ada di Bank BNI. Untuk menutupi kecurangannya, pejabat perusahaan tersebut membuat cek untuk mengeluarkan uang dari bank Niaga dan ditransfer ke rekening giro bank BNI. Dengan demikian rekening koran dari kedua bank tersebut

(31)

menunjukan saldo kas dibank seolah-olah tidak terjadi pemakaian oleh pejabat tersebut.

c. Buatlah dan Lakukan Analisis terhadap Rekonsiliasi Bank 4 (Empat) Kolom

Rekonsiliasi bank 4 (empat) kolom digunakan oleh auditor untuk membuktikan kebenaran saldo kas di bank.

Contoh dari rekonsiliasi bank 4 (empat) kolom PT XXX

Pembuktian Ketelitian Saldo Kas

Saldo peneri- Penge- Saldo

Awal maan luaran Akhir

Saldo Kas menurut rekening koran Setoran dalam perjalanan

Cek yang beredar Cek kosong

Saldo bank setelah di-adjust

Sumber; Mulyadi, AUDITING edisi 6, 2002

d. Periksa adanya Kemungkinan Penggelapan Kas dengan Cara Lapping Penerimaan dan Pengeluaran kas.

Lapping dapat terjadi jika penyimpanan kas merangkap fungsi sebagai pencatatan transaksi penerimaan dan pengeluaran kas. Lapping dilakukan oleh karyawan tersebut dengan cara tidak mencatat penerimaan kas dari debitur tertentu dan memasukan uang yang diterima tersebut ke

(32)

dalam sakunya sendiri. Untuk menutupi kecurangannnya dengan mengkredit akun piutang kepada debitur lain digunakan untuk menutupi kecurangannya dengan mengkredit akun piutang kepada debitur pertama. 4. Pengujian terhadap Akun Rinci

Keberadaan kas yang dicantumkan dineraca dibuktikan dengan menghitung kas yang ada ditangan klien pada tanggal neraca dan untuk kas klien yang disimpan di bank dengan cara memeriksa rekonsiliasi bank yang dibuat oleh klien pada tanggal neraca dan mengirim surat konfirmasi bank. a. Hitung kas yang ada ditangan klien.

b. Rekonsiliasi catatan kas dengan catatan rekening koran bank yang bersangkutan.

c. Lakukan konfirmasi saldo kas dibank.

d. Periksa cek yang beredar pada tanggal neraca ke dalam rekening koran bank. Untuk membuktikan penyelesaian cek yang beredar pada tanggal neraca, auditor mengusut penguangan cek tersebut ke dalam rekening koran bank yang diterima klien.

5. Verifikasi Penyajian Kas di Neraca

a. Periksa jawaban konfirmasi dari bank mengenai batasan yang dikenakan terhadap pemakian rekening tertentu klien di bank.

Seperti tersebut dalam prinsip penyajian kas di neraca, kas yang disimpan di bank hanya dapat disajikan sebagai unsur kas jika tidak terdapat batasan penggunaanya dari bank atau batasan yang dikenakan oleh kontrak perjanjian tertentu. Dari jawaban konfirmasi bank dapat diketahui

(33)

batasan-batasan, jika ada yang dikenakan oleh bank atas penggunaan rekening-rekening bank klien.

b. Lakukan wawancara dengan manajemen mengenai batasan penggunaan kas klien.

Informasi mengenai batasan atas penggunaan berbagai dan kas yang dibentuk oleh klien dapat diperoleh dari wawancara dengan manajer keuangan. Informasi ini akan menentukan apakah suatu unsur disajikan dalm kasus atau harus dipisahkan tersendiri dalm kelompok aktiva lancar, atau bahkan harus disajikan terpisah dalam kelompok aktiva tidak lancar.

Referensi

Dokumen terkait

Pada saat penghentian pengakuan atas aset keuangan secara keseluruhan, maka selisih antara nilai tercatat dan jumlah dari (i) pembayaran yang diterima, termasuk

- Hubungkan dua titik tersebut, sehingga membentuk garis lurus yang merupakan grafik persamaan yang di cari.. Menyatakan Persamaan Garis Jika

Komponen-komponen dari suatu sistem tenaga listrik pada umumnya terdiri dari pusat pembangkit, dalam hal ini yang digambarkan adalah generatornya., transformator

Keempat risk level tersebut diakibatkan oleh beberapa faktor seperti jenis kegiatan yang dilakukan untuk memproduksi sebuah link berbeda-beda, menggunakan mesin atau alat yang

Analisis keunggulan komparatif dengan nilai RCA menunjukkan bahwa komoditi teh Indonesia yang berdaya saing kuat adalah teh hijau HS 090210 dan teh hitam HS 090240 karena

Melaksanakan studi kasus dengan menggunakan pendekatan asuhan kebidanan yang meliputi pengkajian data, merumuskan diagnosa/masalah kebidanan, perencanaan

KESATU : Membentuk Tim Pelaksana Teknis Penyusunan Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sumedang dan Menunjuk Tenaga Ahli Bidang Pemerintahan pada Sub

Berdasarkan pada uraian yang telah diberikan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa estimator linier dalam bentuk umum untuk model linier pada kasus homoskedastik dan