PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE KEPALA BERNOMOR STRUKTUR DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR
IPS PADA SISWA SMPN 3 KOTA TANGERANG SELATAN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana S.Pd Pada Program Studi Pendidikan IPS
OLEH : RAHMA SOFIA NIM: 107015000964
JURUSAN PENDIDIKAN (TADRIS) IPS FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi berjudul: “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kepala Bernomor Struktur dalam Meningkatkan Hasil Belajar IPS Pada Siswa SMPN 3 Kota
Tangerang Selatan” oleh Rahma Sofia NIM: 107015000964 diajukan kepada Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah
dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 29 November 2011 di hadapan
dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd) dalam
bidang Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial.
Jakarta, 29 November 2011
Panitia Ujian Munaqasah
Ketua Sidang (Ketua Jurusan Pendidikan IPS) Tanggal Tanda Tangan
Drs. H. Nurochim, MM ... ………
NIP. 195907151984031003
Sekretaris Sidang
Dr. Iwan Purwanto, M.Pd ………… ……….
NIP. 197304242008011012 Penguji I
Dr. Iwan Purwanto, M.Pd ………… ………..
NIP. 197304242008011012
Penguji II
Maila Dinia Husni Rahim, MA, S.Pd …………. ………..
NIP. 197803142006042002
Mengetahui
Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
i ABSTRAK
Rahma sofia, Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kepala Bernomor
Struktur dalam Meningkatkan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial pada Siswa
SMPN 3 Kota Tangerang Selatan. Program Studi Sosiologi Antropologi, Jurusan
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilakukan dalam dua
siklus. Tiap siklus terdiri atas perencanaan, pelaksanaa, pengamatan dan refleksi.
Subjek penelitian adalah siswa kelas VIII.2 SMPN 3 Kota Tangerang Selatan
tahun pelajaran 2010/2011. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon
siswa terhadap penerapan model pembelajaran kooperatif tipe kepala bernomor
struktur. Instrumen yang digunakan berupa tes dan nontes. Indikator keberhasilan
pada penelitian ini adalah: ketuntasan belajar kelas dan peningkatan persentase
siswa yang mendapat nilai minimal 65 mencapai 100% melalui penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe kepala bernomor struktur. Dari hasil penelitian dari
siklus pertama ketuntasan belajar yang dicapai yaitu sebanyak 71,7 % dan siklus
kedua sebanyak 100 %. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
hasil belajar siswa pada materi permintaan dan penawaran dapat meningkat
melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe kepala bernomor struktur.
Siswa berharap agar model pembelajaran kooperatif tipe kepala bernomor struktur
dapat digunakan pada materi IPS pada konsep berikutnya.
Kata Kunci:
Penelitian Tindakan Kelas, Hasil Belajar Siswa, Model Pembelajaran Kooperatif
ii ABSTRACT
Rahma Sofia, “ The Aplication of Cooperatif Learning Type Number Head Together Structure In Improving Students’ Achievement in Understanding the Concept “Asking and Offering”. Strata I (S1). Department of Education and Social Science, Faculty of Tarbiyah and Teachers Training Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, 2011.
The research is a classroom action research. The research has two cycles. Every cycles consists of planning, applying, observing, and reflecting. The subject of the research are students of the class 8.2 at SMPN 3 Tangerang Selatan of the year of 2010/2011. The aims of this research are in order to know the improvement of students learning results and to know the students response to the application of cooperatif learning type number head together structure model. In this researc, researcher had use two instruments: the test and a non test instruments. The success of the research was indicated by the success of the class completed the learning processs and increase numbers of the students reaching minimum score of 65 up to 100%. In the fist cycle that leaning completeness of learning is 71,7% and in the second cycle is 100 % based on the result of the research, it can be concluded that social science bond cooperatif learning type number head together structure model. The students expect that the cooperatif learning type number head together structure model can be used for the next IPS concept.
Key word:
iii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
Syukur Alhamdulilah kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beserta salam
selalu tercurah pada Nabi junjungan kita nabi Muhammad SAW, kepada
keluarganya dan sahabat-sahabatnya.
Dalam pembuatan dan penulisan skripsi ini tak lepas dari dukungan dan
dorongan semua pihak. Penulis menyadari selama pembuatan dan penulisan
skripsi ini banyak terdapat hambatan dan kendala yang dihadapi baik yang bersifat
materil maupun moril. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan terimakasih yang setinggi-tingginya kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan keguruan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. H. Nurrochim.M.M. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial.
3. Dr. Rukmina Gonibala, M.Si. selaku pembimbing, terima kasih banyak atas
waktu, tenaga dan kesabarannya dalam memberikan bimbingan dan arahan
selama penulisan skripsi.
4. Maryono, SE, M.M.Pd. selaku kepala sekolah SMP Negeri 3 Kota Tangerang
Selatan, terima kasih telah memberikan izin untuk mengadakan penelitian di
sekolah tersebut.
5. Nita Marganingsih, S.Pd. selaku guru mata pelajaran IPS di SMP Negeri 3
Kota Tangerang Selatan, dan dewan guru beserta karyawan terima kasih atas
bantuan, izin, dan fasilitas selama pelaksanaan penelitian. Siswa siswi
terutama kelas VIII.2 yang menjadi subjek penelitian.
6. Kedua orang tua tersayang, ibu dan ayah atas do’a dan dukungan baik moril maupun materil.
iv
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan berbagai saran dan kritik sehingga dapat
memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ditemukan dalam penelitian ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak terutama bagi para pengembangan produk pendidikan dalam rangka
meningkatkan kualitas pembelajran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di sekolah.
Jakarta, November 2011
DAFTAR ISI
ABSTRAK ………... i
ABSTRACT ……….……….. ii
KATA PENGANTAR …..………... iii
DAFTAR ISI ………...…….. v
DAFTAR TABEL ………... viii
DAFTAR GAMBAR ………... ix
DAFTAR LAMPIRAN……….………..…...………... x
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………..………...……….…... 1
B. Identifikasi Masalah ……….………...… 7
C. Pembatasan Masalah ………...………..………...…... 8
D. Perumusan Masalah………..…...…… 9
E. Tujuan Penelitian ………..……….. 9
F. Manfaat Penelitian ………..………..……..…… 9
BAB II. DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teoritis ………..………...……….…....… 11
1. Metode Pembelajaran Kooperatif .………....…………...….… 11
a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif ………..……. 11
b. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif ………...………....… 15 c. Tipe-tipe Pembelajaran Kooperatif ………..………..……….. 16 d. Model Pembelajran Kooperatif Tipe Kepala Bernomor Struktur …… 22
2. Hakikat Belajar ……….………...………. 27 a. Pengertian Belajar ……….………...………… 27 b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar …... 29
c. Prinsip Belajar ………...………..……….... 32
a. Pengertian Pendidikan IPS ……….. 35
b. Tujuan Pendidikan IPS ……… 35
c. Karakteristik Pendidikan IPS ……….………... 35
d. Ruang Lingkup Pendidikan IPS ……….……….. 36
B. Penelitian Yang Relevan ………...…….. 36
C. Kerangka Pikir ………....……….……… 37
D. Perumusan Hipotesis Penelitian ………..…….………….….. 38
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian ………...………. 39
B. Metode dan Desai Penelitian ….……….……… 40
C. Subjek Yang Terlibat Dalam Penelitian …………...……….. 44
D. Peran dan Posisi Dalam penelitian ………. 44
E. Tahap Intervensi Tindakan ……….……… 44
1. Pra Penelitian ……….……….. 44
2. Siklus I ………...……….. 45
3. Siklus II ………...………. 47
4. Penulisan Laporan Penelitian ………...… 47 F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan ……….………. 47
G. Data dan Sumber Data …………...………...…... 47
H. Instrumen-Instrumen Pengumpulan Data ………..………...…... 47
I. Teknik Pengumpulan Data ………...……….. 48
J. Teknik Pemeriksaan Kepercayaan (Trusworthiness) Studi ...… 48
K. Analisi Data ………..………... 52
L. Tindak Lanjut Perencanaan Tindakan ………...……….… 53
BAB IV. DESKRIPSI, ANALISIS DATA, INTERPRETASI HASIL ANALISIS, DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Sekolah ………. 55
D. Tindakan Pembelajaran Siklus II ...…. 73
E. Analisis Data …... 77
F. Interpretasi Hasil Analisis …... 92
G. Pembahasan Temuan Penelitian ... 93
H. Keterbatasan Dalam Penelitian ...… 94
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 95
B. Saran ... 96
DAFTAR PUSTAKA ... 97
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Langkah-Langkah Dalam Model Pembelajaran Kooperatif ……... 15
Tabel 2.2. Perbedaan Model Pembelajaran Kooperatif NHT (Number Head Together dengan Model Pembelajaran Kooperatif Kepala Bernomor Struktur …... 22
Tabel 2.3.Kelebihan dan kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala Bernomor Struktur ... 24
Table 3.1. Jadwal kegiatan penelitian ... 39
Tabel 4.1. Jumlah siswa SMPN 3 kota Tangerang Selatan tahun ajaran 2010/2011 ………..……… 56 Tabel 4.2. Hasil perolehan nilai tes awal siklus I ... 58
Tabel 4.3. Hasil perolehan nilai tes akhir siklus I ... 59
Tabel 4.4. Hasil perolehan nilai tes awal siklus II ... 60
Tabel 4.5. Hasil perolehan nilai tes akhir siklus II ... 61
Tabel 4.6. Deskripsi Data Preetest dan Posttest Pada Siklus I ... 64
Tabel 4.7.Deskripsi Data Preetest dan Posttest Pada Siklus II ... 66
Tabel 4.8. Perbandingan hasil belajar siswa siklus I dan II ………. 77 Tabel 4.9. Aktivitas siswa siklus I ………... 77 Tabel 4.10. Aktivitas guru siklus I ………... 78
Tabel 4.11. Aktivitas pembelajaran siklus I ……… 80 Tabel 4.12. Aktivitas siswa siklus II ……….... 82
Tabel 4.13. Aktivitas guru siklus II ……….. 83
Tabel 4.14. Aktivitas pembelajaran siklus II ………...……… 84
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1. Alur Penelitian ... 42
Gambar 4.1. Diagram Distribusi Pretest siklus I ... 62
Gambar 4.2. Diagram Distribusi Posttest siklus I ... 62
Gambar 4.3. Diagram Distribusi Pretest siklus II ... 63
Gambar 4.4. Diagram Distribusi Posttest siklus II ... 63
Gambar 4.5. Suasana Kelas Pada Saat Guru Melakukan Apersepsi ... 68
Gambar 4.6. Suasana Kelas Pada Saat Pembelajaran ... 69
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran …………...….. 100
Lampiran 2. Kisi-kisi Soal Instrumen Penelitian …...……... 130
Lampiran 3. Kisi-kisi Butir Soal ... 131
Lampiran 4. Instrumen Penelitian ... 133
Lampiran 5. Kunci Jawaban Instrumen Penelitian ... 141
Lampiran 6. Data Anatest ... 142
Lampiran 7. Skenario Pembelajaran Model Kooperatif Tipe Kepala Bernomor Struktur ... 152
Lampiran 8. Hasil Wawancara ………... 157
Lampiran 9. Profil Sekolah …………..……….. 161
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada saat sekarang, ilmu pengetahuan sangat dibutuhkan serta
kemajuan ke arah yang lebih baik di bidang pendidikan. Tidak hanya
kemajuan teknologi, tapi juga kemajuan ilmu pengetahuan, terutama dalam
jenjang pendidikan sekolah. Kemajuan teknologi tidak akan bermanfaat jika
tidak diiringi oleh majunya tingkat pendidikan suatu bangsa. Agar kita tidak
tertinggal jauh oleh lajunya perubahan dan perkembangan zaman di era global
ini, maka diperlukan suatu kinerja pendidikan yang bermutu tinggi.
Pendidikan yang berkualitas sangat diperlukan untuk mendukung terciptanya
manusia yang cerdas serta mampu bersaing di era globalisasi. Pendidikan
mempunyai peranan yang sangat besar dalam membentuk karakter,
perkembangan ilmu dan mental seorang anak, yang nantinya akan tumbuh
menjadi seorang manusia dewasa yang akan berinteraksi dan melakukan
banyak hal terhadap lingkungannya, baik secara individu maupun sebagai
makhluk sosial.
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan
Negara”.1
1
2
Masalah pendidikan erat kaitannya dengan proses belajar mengajar di
sekolah dan keadaan peserta didik. Proses pembelajaran di sekolah diharapkan
dapat mengembangkan segala potensi yang dimiliki peserta didik dan
mengarahkan peserta didik untuk menjadi orang yang berguna serta memiliki
pengetahuan luas akan segala hal. Proses pembelajaran akan berjalan dengan
sia-sia, jika tidak di ikuti oleh perubahan dalam sistem dan cara mengajar guru di
kelas. Rendahnya tingkat pendidikan di Indonesia tidak hanya disebabkan oleh
siswa itu sendiri, tapi juga guru juga memberikan peranan penting dalam hal ini.
Disamping itu diperlukan cara mengajar yang dapat mengaktifkan seluruh siswa,
tidak hanya sebagian siswa saja.
“Menurut data UNESCO, yang dikutip oleh Mudjia Rahardjo bahwa
peringkat Indonesia di bidang pendidikan semakin menurun, hal ini sebagaimana di ungkapkan oleh Mudjia Rahardjo bahwa pendidikan Indonesia dari peringkat 65 pada tahun lalu menjadi 69 pada tahun ini cukup menyesakkan dada. Pasalnya, peringkat pendidikan menjadi tolok ukur kemajuan sebuah bangsa. Karena itu, dengan menurunnya peringkat pendidikan tersebut mudah dipahami jika kualitas manusia Indonesia pada
umumnya rendah. Padahal pemerintah telah merumuskan „peningkatan daya saing’ atau competitiviness sebagai salah satu pilar visi pendidikan nasional. Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah juga telah memperoleh alokasi anggaran sebesar 20% dari APBN khusus pendidikan. Berbagai kebijakan untuk mendukungnya juga telah dibuat, mulai dari perangkat yuridis, sepertu Undang-Undang Guru dan Dosen, hinggan kebijakan operasional seperti Sertifikasi Guru, PLPG, Program Pendidikan Guru (PPG), Duel Mode, Sekolah Bertaraf Internasional (SBI), Ujian Nasional dan sebagainya. Semua kebijakan tersebut hakikatnya untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Indeks pembangunan pendidikan di Indonesia berada pada urutan 69 dari 127 negara yang
disurvei”.2
Rendahnya tingkat pendidikan di sekolah akan menimbulkan
permasalahan dalam suatu bangsa, diantaranya adalah keadaan suatu bangsa itu
tidak terkendalikan dengan baik. Melihat kenyataan tersebut, berarti ada yang
harus diperbaiki dalam sumber daya manusia Indonesia. Salah satu yang
mempengaruhi rendahnya sumber daya manusia adalah faktor pendidikan. Setiap
orang yang ingin berkembang dan maju pasti akan menempuh jenjang pendidikan.
2
3
“Kualitas suatu bangsa tergantung dengan kualitas pendidikan warganya.
Standar untuk mengukur daya saing suatu bangsa paling tidak dipengaruhi oleh tiga hal penting; pertama, tingkat penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi suatu bangsa; kedua, kemampuan manajemen suatu bangsa; ketiga, kemampuan sumber daya manusia. Untuk meningkatkan daya saing, penekanannya adalah terhadap peningkatan mutu pendidikan baik dari segi proses maupun produk harus menjadi komitmen bersama antara
pemerintah, masyarakat, dan orang tua peserta didik”.3
Masalah pendidikan yang sangat kompleks, diantarnya adalah kurang
termotivasinya anak didik untuk belajar. Hal ini dilatarbelakangi oleh berbagai
faktor salah satunya adalah karena faktor anak didik itu sendiri karena tidak giat
belajar dan asik bermain yang didukung oleh banyaknya game online yang lebih
menarik bagi mereka dibanding belajar serta dipengaruhi oleh guru itu sendiri.
Sehingga, banyak kita temukan rendahnya hasil belajar.
“Upaya peningkatan mutu pendidikan tidak terlepas dari kualitas guru.
Guru merupakan orang yang seharusnya ditiru. Guru yang berkualitas akan menghasilkan siswa yang berkualitas pula. Guru bukan hanya orang yang berdiri mentransfer ilmu pengetahuan di dalam kelas. Guru bukanlah orang yang setiap harinya mengajar di kelas. Namun lebih dari itu, guru merupakan pendidik dan merupakan orang yang pantas menjadi panutan, teladan bagi semua elemen masyarakat. Para guru haruslah bijaksana, mampu menjalankan program kerjanya dan meningkatkan kinerja untuk
menjadi guru profesional yang berkarakter baik.”4
Keberhasilan pembelajaran dapat dilihat dari kualitas peserta didik. Jika
peserta didik mampu menguasai apa yang mereka pelajari sesuai dengan tujuan
pembelajaran yang diharapkan maka dapat dipastikan keberhasilan pembelajaran
telah tercapai. Untuk mencapai hal tersebut tidak terlepas dari peran serta guru
untuk menciptakan suasana belajar yang kondusif, sehingga dapat meningkatkan
pemahaman siswa akan materi yang akan di pelajari.
Guru harus mampu menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan
situasi dan kondisi yang ada di kelas. Jika guru tidak mampu menciptakan suasana
belajar yang kondusif maka akan mengakibatkan suasana belajar menjadi sangat
pasif, sehingga semangat belajar siswa akan lemah dan berakibat pada hasil
4
Pada kenyataannya, dari hasil observasi di kelas yang peneliti lakukan
terhadap 39 siswa kelas VIII di SMPN 3 Kota Tangerang Selatan pada tanggal 21
april 2011, ternyata masih banyak guru yang menggunakan metode konvensional
seperti ceramah saat mengajar. Padahal sangat banyak model pembelajaran yang
bisa diterapkan, agar siswa tidak merasa bosan dengan kondisi belajar yang bisa
dibilang sudah biasa-biasa saja. Selain itu, guru hanya memperhatikan
sekelompok anak yang pintar dan kurang memperhatikan anak yang kurang
pintar. Hal ini menyebabkan terjadinya diskriminasi di kelas itu sendiri, dan
peserta didik merasa di anak tirikan sehingga tidak jarang lagi terjadi situasi
belajar yang kurang kondusif di kelas. Sebagian peserta didik sibuk dengan
aktivitas mereka masing, mengobrol, main HP dan mengerjakan tugas untuk
pelajaran berikutnya.
“Kita tentu bisa menyadari bahwa guru merupakan pihak yang paling
banyak berhubungan dengan proses belajar mengajar di sekolah. Guru yang baik adalah guru yang peka terhadap perkembangan belajar dan prestasi anak didik di sekolah. Peran guru sebagai pendidik merupakan peran-peran yang berkaitan dengan tugas-tugas memberi bantuan dan dorongan, tugas-tugas pengawasan dan pembinaan serta tugas-tugas yang berkaitan dengan mendisiplinkan anak agar anak itu menjadi patuh terhadap aturan-aturan sekolah dan norma hidup dalam keluarga dan masyarakat. Guru sebagai penanggung jawab pendisiplinan anak harus mengontrol setiap aktivitas anak-anak agar tingkat laku anak tidak menyimpang dengan norma-norma yang ada”.5
Pembelajaran IPS memiliki cakupan yang kompleks. Hal ini dapat
menyulitkan guru untuk menstruktur materi pembelajaran secara cermat
berdasarkan tipe isi dalam kaitannya dengan tujuan pembelajaran. Banyak guru
yang sembarangan dalam memilih metode pembelajaran IPS. Tak heran banyak
ditemukan permasalahan dalam pembelajaran IPS salah satunya adalah siswa
pasif dalam kegiatan pembelajaran IPS yang berdampak pada rendahnya daya
serap dan hasil belajar siswa.
“Hal ini disebabkan juga oleh beberapa faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah hambatan yang muncul dalam diri siswa itu sendiri misalnya kemampuan awal siswa yang rendah. Adapun faktor
5
5
eksternal adalah yang muncul dari luar diri siswa yaitu lingkungan kelas, kondisi kelas, dan metode mengajar sebagai contoh kegiatan belajar mengajar kurang menarik, pendekatan kurang mengena, jumlah siswa dalam kelas terlalu besar, bobot kurikulum yang terlalu berat, dan
lingkungan yang kurang menunjang”.6
Selain masalah di atas, permasalahan yang peniliti temukan saat observasi
adalah sistem pembelajaran di SMPN 3 Kota Tangerang Selatan di kelas 8.2
cenderung masih bersifat teacher centered, dapat dijadikan sebagai salah satu
faktor yang menyebabkan rendahnya mutu dan hasil belajar siswa di sekolah.
Pada pembelajaran sistem teacher centered ini, suasana kelas cenderung kaku,
para siswa pasif dan lambat dalam menyerap konsep yang disampaikan guru.
Metode yang digunakan oleh guru hanya menerapkan sistem pembelajaran
ceramah, sehingga suasana belajar terasa tidak menyenangkan. Sistem
pembelajaran seperti ini sering membuat siswa bosan dan jenuh untuk belajar,
karena guru hanya mengajar dengan cara yang monoton.
Selain penerapan sistem pembelajaran yang monoton, guru juga sering
menekankan hapalan kepada siswa. Guru menganggap dengan menghapal dapat
membuat siswa menyerap pelajaran dengan maksimal. Pada hal sesungguhnya
belajar itu bukanlah dengan cara menghapal materi sampai tuntas, karena
pelajaran yang sudah dihafal hanya tersimpan dalam memori jangka pendek dan
kebanyakan dari hafalan tersebut dapat hilang dalam beberapa hal.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan guru guna meningkatkan mutu
pendidikan melalui meningkatkan hasil belajar siswa, yaitu dengan menggunakan
berbagai metode pembelajaran terbaru yang sedang marak diterapkan oleh
kalangan guru-guru kreatif. Salah satu metode yang cukup efektif untuk
menunjang keberhasilan belajar siswa adalah metode pembelajaran kooperatif.
Metode pembelajaran kooperatif lebih menekankan pada keaktifan siswa
di kelas. Dengan metode ini, suasana belajar menjadi lebih bersemangat dan tidak
kaku. Siswa bekerjasama dengan kelompoknya untuk bersaing dengan kelompok
lain guna menjadi kelompok terbaik. Metode pembelajaran yang menyenangkan
6
6
dapat meningkatkan motivasi siswa untuk belajar dengan sungguh-sungguh. Jika
siswa sudah termotivasi untuk belajar, maka akan mudah bagi guru untuk
mentransfer pelajaran kepada siswa dan siswa pun akan lebih mudah menerima
dan menyerap materi-materi pelajaran. Salah satu contoh dari pembelajaran
kooperatif adalah tipe Kepala Bernomor Struktur.
“Kepala Bernomor Struktur pada dasarnya merupakan sebuah varian
diskusi kelompok, dengan ciri khasnya adalah guru memberikan penugasan pada masing-masing siswa berdasarkan nomor yang dimilikinya. Cara ini menjamin keterlibatan otak semua siswa karena Kepala Bernomor Struktur merangsang kemampuan berpikir siswa untuk memecahkan masalah yang diberikan guru. Teknik ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling berbagi ide dengan seluruh anggota kelompoknya dan dapat mempertimbangkan jawaban yang paling tepat untuk menjawab pertanyaan atau memecahkan permasalahan yang
diberikan guru”.7
Pembelajaran Kepala Bernomor Struktur, juga mendorong siswa untuk
meningkatkan semangat kerjasama. Melalui teknik Kepala Bernomor Struktur
siswa bisa belajar dengan menyenangkan tanpa ada perasaan tertekan dengan
konsep yang sedang dipelajari dan siswa juga bisa leluasa untuk mengungkapkan
hasil pemikirannya khususnya tugas kelompok yang diberikan guru. Pembelajaran
Kepala Bernomor Struktur dapat membuat siswa dengan mudah menyerap
konsep-konsep yang dipelajari, sebab siswa terjun langsung dalam memecahkan
masalah dalam belajar.
Selain itu, model pembelajaran ini dapat membuat suasana belajar yang
rekreatif, karena pemakaian topi di kepala para siswa membuat mereka senang
dalam belajar dan merasa model pembelajaran ini sangat unik lantaran adanya
topi.
Berdasarkan hasil observasi pra peneltian dapat ditemukan beberapa
permasalahan yang dihadapi oleh kelas 8. 2 dalam belajar dikelas yaitu: Pada saat
kegiatan belajar mengajar pada mata pelajaran IPS dikelas 8.2 masih ditemukan
banyak kendala terutama masalah penggunaan metode pembelajaran yang
monoton, ceramah, dan hafalan yang diberikan oleh guru yang belum menunjang
7
7
semangat siswa untuk belajar. Kondisi demikian membuat siswa pasif dalam
mengikuti pembelajaran dan mengakibatkan rendahnya hasil belajar siswa.
“Menurut teori belajar kognitif yang dikemukakan oleh Jean Piaget dan Jerome Bruner menyebutkan bahwa belajar adalah proses mental yang aktif untuk mencapai, mengingat dan menggunakan pengetahuan, sehingga aktivitas membaca dan mencatat menjadi aktivitas yang sangat penting dalam belajar. Perkembangan kognitif ditandai dengan kecakapan mengemukakan beberapa alternatif secara simultan, memilih tindakan yang tepat dan memberikan prioritas yang berurutan dalam bebagai
situasi”.8
Untuk menumbuhkan semangat belajar dalam diri siswa diperlukan suatu
model belajar yang tepat agar siswa terbiasa untuk aktif dan semangat dalam
belajar, sehingga bisa mendukung agar hasil belajar siswa bagus. Model
pembelajaran yang tepat mengaktifkan seluruh siswa antara lain model
pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif menuntut siswa untuk
aktif dan bekerjasama dengan teman-temannya agar bisa memecahkan suatu
permasalah yang dihadapi mereka, serta siswa mempunyai tanggung jawab
terhadap tugas yang mereka miliki. Disamping itu, pembelajaran kooperatif ini
tidak akan membuat siswa tertekan, karena mereka diberikan kesempatan untuk
bekerjasama dalam kelompok belajar mereka di kelas.
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian tindakan kelas dengan judul ”Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kepala Bernomor Struktur dalam Meningkatkan Hasil Belajar IPS Pada Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti, maka dapat
di identifikasikan masalah sebagai berikut :
1. Metode pembelajaran yang monoton. Hal ini dapat diketahui dari observasi dan wawancara yang peneliti
lakukan, selama peneliti melaksanakan observasi guru tidak terlihat menggunakan model pembelajaran selama
proses pembelajaran berlangsung, hal ini diperkuat oleh data hasil wawancara dengan siswa, data tersebut
menunujukan bahwa guru sangat jarang menggunakan model pembelajaran saat proses belajar mengajar di
kelas.
8
8
2. Masih banyak guru yang menerapkan sistem hapalan. Hal ini dapat diketahui dari hasil wawancara yang peniliti
lakukan dengan guru IPS yang mengajar di kelas VIII. Dari 3 guru yang peniliti wawancarai, semuanya
menerapkan sistem hapalan saat mengajar.
3. Umumnya pembelajaran di kelas masih bersifat teacher centered. Selama peneliti melaksanakan observasi, proses belajar mengajar di kelas masih bersifat teacher centered. Semua kegiatan di kelas selalu di lakukan oleh guru, siswa hanya mendengar penjelasan dari guru.
4. Siswa pasif dalam mengikuti pembelajaran. Hal ini dapat diketahui dari hasil observasi yang peniliti lakukan di
kelas 8.2. Siswa kebanyakan diam dan mendengarkan penjelasan dari guru.
5. Guru sering menerapkan metode ceramah. Hal ini dapat di lihat saat proses belajar di kelas, guru sering
menerapkan metode ceramah.
6. Rendahnya hasil belajar IPS. Rendahnya hasil belajar IPS dapat diketahui dari nilai hasil belajar siswa,
berdasarkan data dari hasil wawancara dengan guru IPS sebelum melaksanakan penelitian dikatakan bahwa nilai
hasil belajar siswa kelas 8.2 rendah, tidak sampai 50 % dari jumlah siswa yang mendapat nilai bagus.
7. Model pembelajaran kooperatif belum maksimal. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang peniliti
lakukan dapat diketahui bahwa guru hanya menerapkan model pembelajaran konvensional, hal ini disebabkan
karena penerapan model pembelajaran menggunakan waktu yang lumayan lama dan tidak semua guru
mengetahui apa yang dimaksud model pembelajaran kooperatif.
C. Pembatasan Masalah
Dari identifikasi masalah yang di uraikan di atas diperoleh gambaran
permasalahan yang cukup luas. Namun karena keterbatasan waktu dan
kemampuan, maka penulis membatasi masalah yang akan di bahas yaitu
hanya pada:
1. Rendahnya hasil belajar IPS pada siswa SMPN 3 Kota Tangeran Selatan.
2. Penerapan model pembelajaran kooperatif mempengaruhi hasil belajar IPS
pada siswa SMPN 3 Kota Tangeran Selatan.
D. Perumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian ini adalah Bagaimana pembelajaran dengan
menggunakan model Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala Bernomor Struktur
dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa?
E. Tujuan Penelitian
9
1. Meningkatkan hasil belajar IPS (Ekonomi) dalam konsep Permintaan dan
Penawaran pada siswa kelas 8.2 SMPN 3 Kota Tangerang Selatan melalui
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe kepala bernomor struktur.
2. Mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
kepala bernomor struktur terhadap semangat dan keaktifan belajar IPS
siswa kelas 8.2 SMPN 3 Kota Tangerang Selatan.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian dilakukan agar dapat bermanfaat bagi peneliti, para
peserta didik, guru dan komponen pendidikan di sekolah. Manfaat penelitian
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
a. Sebagai suatu karya ilmiah, hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan mengenai
penerapan model pembelajaran koopearatif tipe kepala bernomor
struktur terhadap peningkatan hasil belajar IPS.
b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pedoman untuk kegiatan
penelitian berikutnya yang sejenis.
c. Akan memperkaya khazanah dari Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
d. Riset ini merupakan bukti empiris tentang filsafat pendidikan
konstruktivisme.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi siswa
Diharapkan berani mengemukakan pendapat, ide dan gagasan yang
mereka miliki dan juga harus meningkatkan motivasi, hasil belajar.
b. Bagi sekolah
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam metode
pembelajaran di sekolah, sehingga proses serta hasil kegiatan belajar
mengajar optimal.
10
Diharapkan dapat menggunakan metode yang variatif, salah satunya
yaitu dengan menggunakan metode yang dapat melibatkan siswa secara
aktif yaitu Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kepala Bernomor
Struktur dalam pembelajaran IPS, agar proses belajar mengajar menjadi
menyenangkan.
d. Bagi penulis
Dapat menambah pengetahuan dan dapat mengembangkan ilmu yang
diperoleh selama menjalani kuliah.
e. Bagi para akademisi
Dapat menambah ilmu pengetahuan di bidang pendidikan, sehingga
dapat menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kepala
Bernomor Struktur untuk diaplikasikan dalam proses pembelajaran
guna meningkatkan kualitas pembelajaran IPS bagi para siswa.
f. Bagi peneliti lebih lanjut
Dapat memberi sumbangsih pengetahuan dan sebagai referensi dalam
penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kepala Bernomor
11
BAB II
DESKRIPSI TEORI, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS
A. Deskripsi Teoritis
1. Metode Pembelajaran Kooperatif
a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Sistem pembelajaran kooperatif atau cooperative learning merupakan
sistem pengajaran yang memberi kesempatan lebih banyak kepada anak didik
untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam menyelesaikan tugas yang
diberikan oleh guru. “Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang lebih
mengutamakan sistem belajar berkelompok”. 9
Sistem pembelajaran kooperatif senantiasa mendorong siswa untuk
bekerja sama dengan seluruh anggota kelompoknya sehingga terjalin suatu
interaksi yang kuat dan tercipta suatu kerja sama kelompok yang efektif.
“Istilah kooperatif memiliki makna yang luas, yaitu menggambarkan keseluruhan proses sosial dalam belajar dan mencakup pula pengertian kolaboratif. Dukungan teori konstruktivisme sosial Vygotsky telah meletakkan arti penting model pembelajran kooperatif. Konstruktivisme sosial Vygotsky menekankan bahwa pengetahuan dibangun dan dikonstruksi secara mutual. Peserta didik berada dalam konteks sosiohistoris. Keterlibatan dengan orang lain membuka kesempatan bagi mereka mengevaluasi dan memperbaiki pemahaman. Dengan cara ini, pengalaman dalam konteks sosial memberikan mekanisme penting untuk
perkembangan pemikiran peserta didik”.10
9
Ina Karlina, Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) sebagai Salah Satu Strategi Membangun Pengetahuan Siswa. Artikel Pendidikan.
10
12
Pembelajaran kooperatif bernaung dalam teori konstruktivisme.
Pembelajaran ini muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah
menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi
dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling
membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks.11
Menurut Slavin, “pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok, siswa dalam satu kelas dijadikan kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 orang untuk memahami konsep yang difasilitasi oleh guru.” Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dengan setting kelompok-kelompok kecil dengan memperhatikan keberagaman anggota kelompok-kelompok sebagai wadah siswa bekerjasama dan memecahkan suatu masalah melalui interaksi sosial dengan teman sebayanya, memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mempelajari sesuatu dengan baik pada waktu yang bersamaan dan ia menjadi narasumber bagi teman yang lain. Jadi Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama diantara siswa.12
Cooperative learning merupakan strategi pembelajaran yang banyak
menarik perhatian kalangan pelajar. Cooperative learning adalah strategi
pembelajaran yang cukup berhasil pada kelompok-kelompok kecil, di mana
pada tiap kelompok tersebut terdiri dari siswa-siswa dari berbagai tingkat
kemampuan, melakukan berbagai kegiatan belajar untuk meningkatkan
pemahaman mereka tentang materi pelajaran yang sedang dipelajari. Setiap
anggota kelompok bertanggung jawab untuk tidak hanya belajar apa yang
diajarkan tetapi juga untuk membantu rekan belajar, sehingga bersama-sama
mencapai keberhasilan. Semua siswa berusaha sampai semua anggota
kelompok berhasil memahami dan melengkapinya.
Metode pembelajaran kooperatif adalah suatu metode pembelajaran
yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok dan dalam pembentukan
kelompok harus berdasarkan karakteristik yang dikedepankan oleh
pembelajaran kooperatif yaitu kelompok belajar yang heterogen. Setiap siswa
yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda
11
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: Kencana Predana Media Group, 2009), h. 56.
12
13
(tinggi, sedang dan rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok
berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan
gender. Metode pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama dalam
menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan
keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Tujuan metode
pembelajaran kooperatif adalah meningkatkan hasil belajar akademik siswa
dan siswa dapat menerima berbagai bentuk keragaman dan keunikan dari
temannya, serta berguna dalam pengembangan keterampilan sosial siswa.
Dalam pembelajaran kooperatif dikembangkan diskusi dan komunikasi
dengan tujuan agar siswa saling berbagi kemampuan, saling belajar berpikir
kritis, saling menyampaikan pendapat, saling memberi kesempatan
menyalurkan kemampuan, saling membantu belajar, saling menilai
kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman lain. Penerapan
pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam belajar,
dapat meningkatkan interaksi siswa dengan siswa lainnya, meningkatkan
penguasaan materi pelajaran yang dipelajari serta dapat meningkatkan
motivasi siswa agar berperan aktif selama berlangsungnya proses
pembelajaran.
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan
sengaja mengembangkan interaksi yang saling asuh antarsiswa untuk
menghindari ketersinggungan dan kesalah pahaman yang dapat menimbulkan
permusuhan.13
Cooperative Learning adalah suatu model pembelajaran di mana siswa
belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang
anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompoknya yang
bersifat heterogen.14
13
Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), h. 337.
14
14
Cooperative learning adalah salah satu konsep belajar yang menekankan
sekali aspek kerja sama, bukan persaingan. Belajar, pada intinya adalah
berinteraksi, dan saling membantu dalam memperoleh pengetahuan.15
Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu strategi dan model
pembelajaran yang cukup berhasil jika diterapkan di kelas dan membuat siswa
aktif, karena dalam pembelajaran kooperatif ini siswa di bagi dalam
kelompok-kelompok kecil. Tiap kelompok terdiri dari siswa berbagai tingkat
kemampuan yang berbeda, agar mereka dapat saling bertukar ide dan
bekerjasama melakukan berbagai kegiatan belajar untuk meningkatkan
pemahaman mereka tentang materi yang akan dipelajari. Dengan adanya
kerjasama dalam kelompok belajar ini, mendukung siswa berperan aktif
sehingga bersama-sama mencapai keberhasilan setiap anggota kelompok.
Hubungan kerja seperti itu memungkinkan timbulnya persepsi yang
positif tentang apa yang dapat dilakukan siswa untuk mencapai keberhasilan
belajar berdasarkan kemampuan dirinya secara individu dan peran serta dari
anggota kelompok lain selama belajar bersama dalam kelompok. Metode
pembelajaran kooperatif membuat suasana belajar di kelas menjadi lebih
menyenangkan dan membuat siswa lebih merasa akrab dengan temannya
karena sistem dalam pembelajaran kooperatif membagi siswa kepada beberapa
kelompok belajar guna menunjang kerja sama seluruh anggota kelompok
untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru.
Keterlibatan langsung siswa dalam pelaksanaan pembelajaran sangat
besar sekali manfaatnya karena sedikit banyaknya dapat membuat siswa lebih
cepat menyerap konsep yang diberikan oleh guru. Dengan demikian maka
daya ingat siswa akan konsep yang telah diberikan guru menjadi lebih kuat
dan siswa dapat menyimpan konsep tersebut dalam jangka waktu yang lama.
Dengan kemudahan siswa menyerap dan lamanya daya ingat siswa terhadap
konsep yang telah diberikan guru, maka kita dapat berkesimpulan lebih
15
15
optimis bahwa model pembelajaran kooperatif ini dapat memberikan dampak
yang positif dalam meningkatkan hasil belajar siswa.
Tabel 2.1
Langkah-langkah dalam model pembelajaran kooperatif, yaitu: 16
Langkah Indikator Tingkah laku guru
Langkah 1 Menyampaikan tujuan
Langkah 2 Menyajikan informasi. Guru menyajikan informasi kepada
siswa.
Langkah 5 Evaluasi. Guru mengevaluasi hasil belajar
tentang materi yang telah
Karakteristik model pembelajaran kooperatif, yaitu :
1. Pembelajaran secara tim
16
16
Tim harus mampu membuat setiap siswa belajar. Semua anggota
kelompok harus saling membantu dalam mencapai tujuan pembelajaran
karena kriteria keberhasilan pembelajaran ditentukan oleh keberhasilan
tim. Kelompok harus bersifat heterogen dimaksudkan agar setiap
anggota kelompok dapat saling memberikan pengalaman, saling
memberi dan menerima, dan diharapkan setiap anggota memberikan
konstribusi terhadap keberhasilan kelompok.
2. Didasarkan pada manajemen kooperatif
Dalam manajemen kooperatif harus terdapat fungsi perencanaan, fungsi
organisasi dan fungsi kontrol.
3. Kemauan untuk bekerja sama
Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan
secara kelompok, sehingga setiap anggota kelompok harus saling
membantu dan bekerja sama.
4. Keterampilan bekerja sama
Kemauan bekerja sama harus dipraktikkan melalui aktivitas dan kegiatan
yang tergambar dalam keterampilan bekerja sama. Siswa perlu dibantu
mengatasi berbagai hambatan dalam berinteraksi dan berkomunikasi,
sehingga tiap siswa dapat menyampaikan ide, mengemukakan pendapat,
dan memberikan kontribusi kepada keberhasilan kelompok. 17
c. Tipe-tipe Pembelajaran Kooperatif 18
1. Lesson study
Lesson Study adalah suatu metode yang dikembangkan di Jepang yang
dalam bahasa Jepangnya disebut Jugyokenkyuu. Lesson study merupakan
suatu proses dalam mengembangkan profesionalitas guru-guru di Jepang
dengan jalan menyelidiki dan menguji praktik mengajar mereka agar
menjadi lebih efektif.
17
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Sanjaya Group, 2008), h. 244-245.
18
17
Lesson study dapat meningkatkan cara mengajar guru di kelas
dengan menggunakan model pembelajaran lesson study, guru melihat,
menguji dan menggunakan seluruh kemampuan yang dimiliki pada saat
proses belajar mengajar. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan
efektifitas waktu yang digunakan saat mengajar.
2. Examples non examples
Examples non examples adalah metode belajar yang menggunakan
contoh-contoh. Contoh-contoh dapat dari kasus atau gambar yang relevan
dengan kompetensi dasar (KD).
Metode belajar seperti dapat meningkatkan pemahaman siswa
karena disamping memberikan materi, guru langsung memberikan
contoh-contoh yang berhubungan dengan materi yang di ajarkan. Sebagai
contoh, pada saat materi penawaran guru langsung memberikan gambar
orang yang berada di pasar. Hal ini dilakukan agar siswa lebih paham dan
dapat menganalisis gambar tersebut.
3. Picture and picture
Picture and picture adalah suatu metode belajar yang menggunakan
gambar dan dipasangkan / diurutkan menjadi urutan logis.
Metode belajar ini dengan menggunakan gambar yang
berhubungan dengan materi, selain gambar guru juga bisa menggunakan
potongan bagan dan menyuruh siswa menyusun dengan benar. Setelah itu
guru mengkonfirmasi urutan tersebut, jika ada urutan yang salah guru
memperbaikinya dan memberikan penjelasan ulang. Penggunaan metode
belajar ini masih kurang dipakai di sekolah.
4. Numbered heads together
Numbered heads together adalah suatu metode belajar dimana setiap
siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok kemudian secara
acak guru memanggil nomor dari siswa.
Model pembelajaran numbered heads together dapat mengaktifkan
seluruh siswa karena dalam model pembelajaran ini, setiap siswa dituntut
18
dalam kelompok mendapat nomor dan guru memanggil salah satu nomor
untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok mereka. Jika mereka
menjawab dengan benar, maka guru akan memberikan hadiah dan salah
akan diberikan hukuman. Hal ini dilakukan agar siswa termotivasi untuk
belajar.
5. Cooperative script
Skrip kooperatif adalah metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan
dan secara lisan mengikhtisarkan bagian-bagian dari materi yang
dipelajari.
Bekerja berpasangan sangat bagus tapi jika guru tidak bisa
mengelola kelas dengan baik, akan menyebabkan suasana kelas menjadi
gaduh. Dalam pembelajaran skrip kooperatif ini diperlukan guru yang
tegas agar siswa melakukan tugas dengan baik. Jika guru tidak bisa
mengelola kelas dengan baik, sebaiknya model pembelajaran ini tidak
digunakan karena akan menyebabkan kelas kurang kondusif, jika siswa
yang berpasangan tidak mendiskusikan bahan yang diberikan gur tapi
malah mengobrol dengan temannya.
6. Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Problem based instruction (PBI) memusatkan pada masalah
kehidupannya yang bermakna bagi siswa, peran guru menyajikan
masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan dan
dialog.
Model pembelajaran ini tidak dapat diterapkan pada setiap mata
pelajaran. Model pembelajaran berdasarkan masalah dapat
mengembangkan ide-ide yang dimiliki oleh setiap siswa.
7. Explicit instruction
Pembelajaran langsung khusus dirancang untuk mengembangkan belajar
siswa tentang pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang
dapat diajarkan dengan pola selangkah demi selangkah.
Pembelajaran langsung hampir sama dengan pembelajaran biasa
19
menyelesaikan satu persatu langkah dan semua siswa diharapkan
mengerti akan materi yang telah diberikan.
8. Inside–outside–circle (lingkaran kecil – lingkaran besar)
Siswa saling membagi informasi pada saat yang bersamaan, dengan
pasangan yang berbeda dengan singkat dan teratur.
Model pembelajaran ini memerlukan waktu yang lama, dan butuh
pengelolaan kelas yang baik dari guru. Perpindahan posisi juga akan
menyulitkan siswa, model pembelajaran ini bisa diterapkan dengan baik
jika dilakasanakan di jenjang pendidikan yang cukup tinggi.
9. Cooperative integrated reading and composition (CIRC)
Pada metode ini siswa dibentuk kelompok untuk memberikan tanggapan
terhadap wacana/ kliping.
Metode pembelajaran cooperative integrated reading and
composition sering diterapkan pada mata pelajaran bahasa indonesia.
Pada mata pelajaran IPS juga bisa diterapkan dengan memberikan
wacana yang berhubungan dengan masalah perekonomian, situasi
masyarakat sekarang dan lain-lain. Setelah guru memberikan wacana,
para siswa menganalisis wacana tersebut dan menyampaikan tanggapan
mereka.
10. Student facilitator and explaining
Siswa mempresentasikan ide atau pendapat pada rekan peserta lainnya.
Model pembelajaran ini bisa menciptakan suasana belajar yang
interaktif, apabila guru membimbing dengan baik jalannya presentasi
yang dilakukan oleh para siswa.
11.Course review horay
Suatu metode pembelajaran dengan pengujian pemahaman
menggunakan kotak yang diisi dengan nomor untuk menuliskan
jawabannya, yang paling dulu mendapatkan tanda benar langsung
20
Metode pembelajaran ini dapat meningkatkan semangat belajar
siswa di kelas dan menghilangkan rasa tertekan siswa saat mengerjakan
tugas yang diberikan oleh guru. Karena pemeriksaan tugas yang
diberikan guru, benar jika para siswa berteriak horay.
12. Talking stick
Metode pembelajaran dengan bantuan tongkat, siapa yang memegang
tongkat wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa mempelajari
materi pokoknya.
Metode pembelajaran talking stick menuntut siswa untuk siap jika
suatu waktu mereka diberi pertanyaan oleh guru, jika tongkat berhenti
pada mereka. Agar tidak membosankan, saat metode ini berlangsung
bisa digabungkan dengan nyanyian-nyanyian saat melempar tongkat. Hal
ini dilakukan agar para siswa tidak merasa terbebani.
13. Bertukar Pasangan
Siswa berpasangan kemudian bergabung dengan pasangan lain dan
bertukar pasangan untuk saling menanyakan dan mengukuhkan jawaban
masing-masing.
14. Snowball throwing
Dibentuk kelompok yang diwakili ketua kelompok untuk mendapat
tugas dari guru kemudian masing-masing siswa membuat pertanyaan
yang dibentuk seperti bola (kertas pertanyaan) lalu dilempar ke siswa
lain yang masing-masing siswa menjawab pertanyaan dari bola yang
diperoleh.
Cara belajar kelompok seperti ini kurang berjalan dengan baik jika
siswa tidak melakukan sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh guru.
Lemparan bola tersebut bisa disalahkan untuk bermain dan melempar
teman. Oleh karena itu, guru harus lebih tegas jika ingin menerapkan
motode pembelajaran ini.
21
Siswa membentuk kelompok berpasangan, kemudian seorang
menceritakan materi yang disampaikan oleh guru dan yang lain sebagai
pendengar setelah itu berganti peran.
16. Mind mapping
Suatu metode pembelajaran yang sangat baik digunakan untuk
pengetahuan awal siswa atau untuk menemukan alternatif jawaban.
17. Student teams achievement divisions (STAD)
Siswa dikelompokkan secara heterogen kemudian siswa yang pandai
menjelaskan anggota lain sampai mengerti.
Metode ini sudah terbilang sangat lama, dan pembelajarannya
hanya berbentuk diskusi. Metode ini sudah banyak diterapkan oleh guru,
walaupun para guru tidak tau nama metode yang dipakai tapi
penerapannya sama dengan student teams achievment divisions.
18.Kepala Bernomor Struktur
Siswa dikelompokkan dengan diberi nomor dan setiap nomor mendapat
tugas berbeda dan nantinya dapat bergabung dengan kelompok lain yang
bernomor sama untuk bekerjasama.
Pembelajaran berkelompok seperti kepala bernomor struktur bisa
meningkatkan keaktifan siswa, karena masing-masing siswa memiliki
bertanggungjawab terhadap tugasnya. Kepala bernomor struktur juga
bisa menciptakan suasan belajar yang menyenangkan dan membuat
siswa tidak merasa tertekan.
19. Scramble
Metode pembelajaran dengan membagikan lembar kerja yang diisi
siswa.
Metode pembelajaran ini membuat siswa senang mengerjakan
tugas yang diberikan guru, lembaran kerja ini akan memudahkan siswa
karena siswa hanya menyusun kata-kata yang telah disediakan guru
dalam lembaran kerja menjadi sebuah jawaban yang benar.
22
Siswa diberikan lembar kegiatan kemudian menjawab soal dan
mengarsir huruf dalam kotak sesuai jawaban, dan lain-lain.
Pembelajaran dengan word square sangat membantu siswa karena
mereka hanya mengarsir huruf dalam kotak jawaban, tapi metode ini
akan membuat siswa malas untuk berfikir karena jawaban telah tersedia.
d. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kepala Bernomor Struktur
“Model Pembelajaran Kepala Bernomor Struktur merupakan modifikasi dari model pembelajaran Numbered Heads Together yang dipakai oleh Spencer Kagan. Kepala Bernomor Terstruktur ini memudahkan pembagian tugas. Dengan pembelajaran seperti ini, siswa belajar melaksanakan tanggung jawab pribadinya dalam saling keterkaitan dengan rekan-rekan kelompoknya”.19
Kepala Bernomor Struktur merupakan jenis pembelajaran kooperatif
yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Pembelajaran
dengan Kepala Bernomor Struktur dapat melibatkan lebih banyak siswa dalam
menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek
pemahaman siswa terhadap isi pelajaran tersebut. Kepala Bernomor Struktur
bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia
anak didik. Perbedaan yang mendasar antara keduanya adalah pada penugasan
dan masuk keluarnya anggota kelompok.
Tabel 2.2
Perbedaan Model Pembelajaran KooperatifNHT (Number Head Together dengan
Model Pembelajaran Kooperatif Kepala Bernomor Struktur 20
NHT (Number Head Together) Kepala Bernomor Struktur
1. Siswa dibagi dalam kelompok,
Anita Lie, Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. (Jakarta : PT.
Grasindo, 2008), h. 60.
20
23
4. Guru memanggil salah satu nomor
siswa dengan nomor yang
dipanggil melaporkan hasil
kerjasama mereka.
5. Tanggapan dari teman yang lain,
kemudian guru menunjuk nomor
3. Jika perlu, guru bisa menyuruh
kerja sama antar kelompok. Siswa
disuruh keluar dari kelompoknya
dan bergabung bersama beberapa
siswa bernomor sama dari
kelompok lain. Dalam kesempatan
ini siswa dengan tugas yang sama
bisa saling membantu atau
mencocokkan hasil kerja sama
mereka
4. Laporkan hasil dan tanggapan dari
kelompok yang lain.
5. Kesimpulan.
Layaknya pembelajaran kooperatif, Kepala Bernomor Struktur juga
mengedepankan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Kepala
Bernomor Struktur menerapkan pembelajaran yang berpusat pada siswa atau
student centered. Karena dalam Kepala Bernomor Struktur memakai sistem
pembelajaran berkelompok, jadi sangat diharapkan agar terjalin interaksi yang
saling mendukung antara sesama siswa sehingga dapat memupuk rasa kerja
sama dan tanggung jawab dari masing-masing siswa atau anggota kelompok.
Tata cara pelaksanaan Kepala Bernomor Struktur adalah :
1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran.
2. Siswa dibagi dalam beberapa kelompok beranggotakan 3-4 siswa. Siswa
24
3. Guru memberi tugas siswa, penugasan diberikan kepada setiap siswa
berdasarkan nomor terhadap tugas yang berangkai. Misalnya : siswa nomor satu bertugas mencatat soal. Siswa nomor dua mengerjakan soal
dan siswa nomor tiga melaporkan hasil pekerjaan dan seterusnya.
4. Jika perlu, guru bisa menyuruh kerja sama antar kelompok. Siswa disuruh
keluar dari kelompoknya dan bergabung bersama beberapa siswa
bernomor sama dari kelompok lain. Dalam kesempatan ini siswa dengan
tugas yang sama bisa saling membantu atau mencocokkan hasil kerja sama
mereka.
5. Melaporkan hasil kerja kelompok dan tanggapan dari kelompok yang lain.
6. Kesimpulan.21
Setelah berakhirnya diskusi, guru juga bisa memberikan kuis individu
kepada siswa. Berdasarkan hasil kuis sebaiknya guru membuat skor
perkembangan tiap siswa, lalu mengumumkan hasil kuis dan memberi
penghargaan pada siswa yang mendapat skor paling tinggi.
Tabel 2.3
Kelebihan dan kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala
Bernomor Struktur 22
Metode pembelajaran saat ini umumnya masih mengedepankan metode
ceramah atau konvensional, di mana situasi belajar bersifat teacher centered.
25
Paradigma ini tidaklah begitu menguntungkan bagi perkembangan siswa
karena siswa hanya menjadi objek pendengar tanpa melakukan aktivitas
bermakna selama proses pembelajaran berlangsung. Ketidak aktifan siswa
dapat menyebabkan siswa menjadi bosan dalam menghadapi proses belajar,
sehingga siswa tidak lagi berkonsentrasi terhadap materi pelajaran yang
disampaikan guru. Jika kondisi ini berlangsung terus menerus maka dapat
mempengaruhi prestasi belajar siswa yaitu terjadinya penurunan hasil belajar
siswa.
Maka sudah sepantasnya dalam proses pembelajaran mengedepankan
peran aktif siswa. Siswa harus merasakan dan melakukan aktivitas belajar
sepenuhnya, guru hanya sebagai fasilitator yang mengarahkan siswa selama
proses pembelajaran berlangsung. Dengan demikian siswa dapat merasakan
bahwa belajar itu sangat bermakna dan penting hingga pada akhirnya belajar
bukan lagi merupakan suatu hal yang membosankan.
Salah satu metode pembelajaran yang dapat menciptakan suasana belajar
yang menyenangkan dan membuat siswa saling membantu, bekerja sama dan
saling melengkapi serta mengembangkan keterampilan siswa adalah
pembelajaran kooperatif tipe kepala bernomor struktur yang menjadikan siswa
turut berperan aktif dalam proses pembelajaran. Siswa akan mengalami
sendiri, merasakan apa yang benar-benar mereka pelajari. Dalam
pembelajaran kooperatif tipe kepala bernomor struktur ini siswa yang
mengalami kesulitan akan mendapat bantuan dari temannya dalam satu tim,
sehingga interaksi ini sangat membantu siswa dalam belajar sebagai umpan
balik positif di antara mereka.
Sistem pembelajaran kepala bernomor struktur akan mengarahkan siswa
pada proses belajar yang inovatif yaitu melalui proses interaksi yang terjadi
dalam kelompok selama proses pembelajaran, terlebih lagi pada saat
penyelesaiaan tugas kelompok yang diberikan oleh guru. Kepala bernomor
struktur pada dasarnya merupakan sebuah varian diskusi kelompok, dengan
ciri khasnya adalah guru hanya menunjuk salah satu siswa yang dapat
26
kelompoknya. Cara ini menjamin keterlibatan otak semua siswa. Cara ini juga
merupakan suatu upaya individual dalam diskusi kelompok. Dalam
pembelajaran kepala bernomor struktur, kesulitan pemahaman materi yang
dialami dapat dipecahkan bersama dengan anggota kelompok melalui
bimbingan guru. Untuk itu pembelajaran kepala bernomor struktur menitik
beratkan pada keaktifan siswa dan memerlukan interaksi sosial yang baik
antara semua kelompok. Namun tidak hanya interaksi di dalam kelompok saja
tetapi ada beberapa nilai lebih dari pembelajaran ini, di antaranya :
a. Adanya saling ketergantungan positif di setiap anggota.
b. Semua anggota tim bekerja sama.
c. Setiap anggota memiliki tanggung jawab yang harus dipikul.
d. Anggota tim menunjukkan kemampuannya dan juga kemampuan timnya.
Pembelajaran kepala bernomor struktur memberikan kesempatan kepada
siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang
paling tepat. Selain itu, pembelajaran kepala bernomor struktur juga
mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama siswa.
Pembelajaran ini dikembangkan untuk mencapai 3 tujuan yaitu: hasil belajar
kognitif, penerimaan tentang keragaman pendapat, dan pengembangan
keterampilan membaca, menjawab pertanyaan, menerima jawaban teman.
Setiap model pembelajaran memiliki kekurangan dan kelebihan, maka di
sini dituntut profesionalitas seorang guru yang harus teliti dan cermat untuk
memilih model pembelajaran yang tepat bagi suatu konsep tertentu yang akan
diajarkan pada siswa di kelas. Pembelajaran kepala bernomor struktur juga
sangat baik jika diterapkan dalam pembelajaran IPS, khususnya pada konsep
perusahaan dan badan usahan, sebab dalam konsep ini terdapat banyak istilah
dan beberapa materi hafalan yang harus dikuasai siswa. Padatnya materi dapat
membuat mereka bosan dan enggan untuk belajar sehingga menimbulkan
sikap malas pada siswa. Untuk menyikapi masalah ini, maka diperlukan
kebijaksanaan dari seorang guru dalam menyajikan konsep kepada siswa.
Salah satu alternatifnya adalah penerapan kepala bernomor struktur, karena
27
membuat siswa aktif bekerja sama dalam kelompoknya, kepala bernomor
struktur juga merangsang kerja otak siswa mengembangkan daya nalarnya
dalam menyelesaikan suatu permasalahan sehingga memudahkan mereka
memahami konsep yang sedang dipelajari. Oleh karena itu, metode
pembelajaran kooperatif tipe kepala bernomor struktur diduga dapat
mempengaruhi kemajuan siswa dalam belajar sehingga meningkatkan hasil
belajar siswa.
2. Hakikat Belajar a. Pengertian Belajar
Belajar merupakan proses orang memperoleh kecakapan, keterampilan,
dan sikap. Belajar dimulai dari masa kecil sampai akhir hayat seseorang.
Rasullah SAW., menyatakan dalam salah satu hadistnya bahwa manusia harus
belajar sejak dari ayunan hingga liang lahat.23
Menurut Gagne, “belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan
yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut akan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara
alamiah”. Menurut Harold Spears, “Learning is to observe, to read, to imitate, to try something themselves, to listen, to follow direction. (Dengan kata lain, bahwa belajar adalah mengamati, membaca, meniru,
mencoba sesuatu, mendengar dan mengikuti arah tertentu)”. Menurut Morgan, Learning is any relatively permanent change in behaviour that is a result of past experience. (Belajar adalah perubahan perilaku yang bersifat permanen sebagai hasil pengalaman).24
Menurut James O. Whittaker, “belajar didefinisikan sebagai proses di
mana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.
“Learning may be defined as the process by which behavior originates or is
altered through training or experience”.25
23
Martimis Yamin, Staregi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Gaung Persada press, 2004), cet. 2, h. 97.
24
Agus Suprijono, Cooperatif Learning Teori, …… h. 33.
25
28
Menurut Zikri Neni Iska, “belajar adalah suatu perubahan yang secara
relatif berlangsung lama pada perilaku yang diperoleh dari
pengalaman-pengalaman.26 Jadi belajar merupakan proses perubahan tingkah laku dari
yang belum mampu menjadi mampu dan berlangsung dalam waktu tertentu
yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman”.
Menurut S. Nasution, ”belajar adalah proses yang melahirkan atau mengubah suatu kegiatan melalui jalan latihan yang dibedakan dari perubahan-perubahan oleh faktor-faktor yang tidak termasuk latihan”.27 Menurut Sarlito Wirawan Sarwono Belajar adalah suatu proses di mana suatu tingkah laku ditimbulkan atau diperbaiki melalui serentetan reaksi atas situasi (rangsang) yang terjadi”.28 Menurut Wittig, “belajar sebagai: any relatively pemrmanent change in an organism’s behavioral
repertoire that occurs as a result of experience (Belajar ialah perubahan yang relative menetap yang terjadi dalam segala macam atau
keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil pengalaman.”29 Siswa belajar di sekolah melalui perantara guru dibantu dengan
berbagai fasilitas penunjang guna mencapai keberhasilan dalam kegiatan
pembelajaran. Berhasilnya suatu pembelajaran terkait dengan tercapai atau
tidaknya tujuan pembelajaran tersebut. Agar dapat tercapai keberhasilan
pembelajaran dengan semaksimal mungkin, maka diperlukan hubungan
timbal-balik yang saling mendukung antara siswa dan guru, sehingga terjadi
kondisi belajar yang kondusif di kelas.
Secara umum, ”belajar dapat dimaknai dengan suatu proses bagi
seseorang untuk memperoleh kecakapan, keterampilan dan sikap”. Dalam
26
Zikri Neni Iska, Psikologi Pengantar Pemahaman Diri dan Lingkungan, (Jakarta: Kizi
Brother’s, 2006) h. 76.
27
S. Nasution, Didaktik Asas-Asas Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), Ed. 2, Cet. 1, h. 35.
28
Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi , ( Jakarta: PT Bulan Bintang, 2000), cet. 8, h.45.
29
29
perspektif psikologi pendidikan, belajar didefinisikan sebagai suatu perubahan
tingkah laku dalam diri seseorang yang relatif menetap sebagai hasil dari
sebuah pengalaman.30
Dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar
merupakan proses perubahan tingkah laku individu dalam jangka waktu
tertentu, baik perubahan dengan adanya stimulus atau rangsangan dari luar
dengan cara melihat, mendengar, membaca, maupun perubahan dengan
stimulus dari dalam diri yaitu berupa pengalaman-pengalaman diri sendiri dan
dapat juga berubah dari pengalaman orang lain serta perubahan itu terjadi
dengan sendirinya.
b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar
1. Waktu Istirahat
Selama menjalankan proses belajar, tubuh maupun otak membutuhkan
waktu istirahat yang cukup agar tidak terlalu letih dan tidak menimbulkan
kejenuhan. Terlebih lagi kalau mempelajari materi pelajaran yang memuat
bahan belajar yang cukup banyak, maka perlu disediakan waktu-waktu
tertentu untuk istirahat. 31
Seorang guru harus paham dan mengerti dengan kondisi siswanya
ketika sedang belajar. Jika siswa sudah menunjukkan raut wajah yang letih
dan jenuh, maka guru harus berusaha mencari solusi untuk mengatasi masalah
yang dialami oleh para siswa. Pemecahan masalah ini bisa diatasi dengan
30
Zurinal Z. dan Wahdi Sayuti, Ilmu Pendidikan (Pengantar dan Dasar-Dasar Pelaksanaan Pendidikan), (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), cet. 1, h. 117.
31