• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe kepala bernomor struktur dalam meningkatkan hasil belajar IPS pada siswa SMPN 3 kota Tangerang selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe kepala bernomor struktur dalam meningkatkan hasil belajar IPS pada siswa SMPN 3 kota Tangerang selatan"

Copied!
173
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE KEPALA BERNOMOR STRUKTUR DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR

IPS PADA SISWA SMPN 3 KOTA TANGERANG SELATAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana S.Pd Pada Program Studi Pendidikan IPS

OLEH : RAHMA SOFIA NIM: 107015000964

JURUSAN PENDIDIKAN (TADRIS) IPS FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi berjudul: “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kepala Bernomor Struktur dalam Meningkatkan Hasil Belajar IPS Pada Siswa SMPN 3 Kota

Tangerang Selatan” oleh Rahma Sofia NIM: 107015000964 diajukan kepada Fakultas

Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah

dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 29 November 2011 di hadapan

dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd) dalam

bidang Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial.

Jakarta, 29 November 2011

Panitia Ujian Munaqasah

Ketua Sidang (Ketua Jurusan Pendidikan IPS) Tanggal Tanda Tangan

Drs. H. Nurochim, MM ... ………

NIP. 195907151984031003

Sekretaris Sidang

Dr. Iwan Purwanto, M.Pd ………… ……….

NIP. 197304242008011012 Penguji I

Dr. Iwan Purwanto, M.Pd ………… ………..

NIP. 197304242008011012

Penguji II

Maila Dinia Husni Rahim, MA, S.Pd …………. ………..

NIP. 197803142006042002

Mengetahui

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(3)

i ABSTRAK

Rahma sofia, Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kepala Bernomor

Struktur dalam Meningkatkan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial pada Siswa

SMPN 3 Kota Tangerang Selatan. Program Studi Sosiologi Antropologi, Jurusan

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilakukan dalam dua

siklus. Tiap siklus terdiri atas perencanaan, pelaksanaa, pengamatan dan refleksi.

Subjek penelitian adalah siswa kelas VIII.2 SMPN 3 Kota Tangerang Selatan

tahun pelajaran 2010/2011. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon

siswa terhadap penerapan model pembelajaran kooperatif tipe kepala bernomor

struktur. Instrumen yang digunakan berupa tes dan nontes. Indikator keberhasilan

pada penelitian ini adalah: ketuntasan belajar kelas dan peningkatan persentase

siswa yang mendapat nilai minimal 65 mencapai 100% melalui penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe kepala bernomor struktur. Dari hasil penelitian dari

siklus pertama ketuntasan belajar yang dicapai yaitu sebanyak 71,7 % dan siklus

kedua sebanyak 100 %. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa

hasil belajar siswa pada materi permintaan dan penawaran dapat meningkat

melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe kepala bernomor struktur.

Siswa berharap agar model pembelajaran kooperatif tipe kepala bernomor struktur

dapat digunakan pada materi IPS pada konsep berikutnya.

Kata Kunci:

Penelitian Tindakan Kelas, Hasil Belajar Siswa, Model Pembelajaran Kooperatif

(4)

ii ABSTRACT

Rahma Sofia, “ The Aplication of Cooperatif Learning Type Number Head Together Structure In Improving Students’ Achievement in Understanding the Concept “Asking and Offering”. Strata I (S1). Department of Education and Social Science, Faculty of Tarbiyah and Teachers Training Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, 2011.

The research is a classroom action research. The research has two cycles. Every cycles consists of planning, applying, observing, and reflecting. The subject of the research are students of the class 8.2 at SMPN 3 Tangerang Selatan of the year of 2010/2011. The aims of this research are in order to know the improvement of students learning results and to know the students response to the application of cooperatif learning type number head together structure model. In this researc, researcher had use two instruments: the test and a non test instruments. The success of the research was indicated by the success of the class completed the learning processs and increase numbers of the students reaching minimum score of 65 up to 100%. In the fist cycle that leaning completeness of learning is 71,7% and in the second cycle is 100 % based on the result of the research, it can be concluded that social science bond cooperatif learning type number head together structure model. The students expect that the cooperatif learning type number head together structure model can be used for the next IPS concept.

Key word:

(5)

iii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.

Syukur Alhamdulilah kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan

rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beserta salam

selalu tercurah pada Nabi junjungan kita nabi Muhammad SAW, kepada

keluarganya dan sahabat-sahabatnya.

Dalam pembuatan dan penulisan skripsi ini tak lepas dari dukungan dan

dorongan semua pihak. Penulis menyadari selama pembuatan dan penulisan

skripsi ini banyak terdapat hambatan dan kendala yang dihadapi baik yang bersifat

materil maupun moril. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis

mengucapkan terimakasih yang setinggi-tingginya kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan keguruan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. H. Nurrochim.M.M. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan

Sosial.

3. Dr. Rukmina Gonibala, M.Si. selaku pembimbing, terima kasih banyak atas

waktu, tenaga dan kesabarannya dalam memberikan bimbingan dan arahan

selama penulisan skripsi.

4. Maryono, SE, M.M.Pd. selaku kepala sekolah SMP Negeri 3 Kota Tangerang

Selatan, terima kasih telah memberikan izin untuk mengadakan penelitian di

sekolah tersebut.

5. Nita Marganingsih, S.Pd. selaku guru mata pelajaran IPS di SMP Negeri 3

Kota Tangerang Selatan, dan dewan guru beserta karyawan terima kasih atas

bantuan, izin, dan fasilitas selama pelaksanaan penelitian. Siswa siswi

terutama kelas VIII.2 yang menjadi subjek penelitian.

6. Kedua orang tua tersayang, ibu dan ayah atas do’a dan dukungan baik moril maupun materil.

(6)

iv

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan berbagai saran dan kritik sehingga dapat

memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ditemukan dalam penelitian ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

semua pihak terutama bagi para pengembangan produk pendidikan dalam rangka

meningkatkan kualitas pembelajran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di sekolah.

Jakarta, November 2011

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ………... i

ABSTRACT ……….……….. ii

KATA PENGANTAR …..………... iii

DAFTAR ISI ………...…….. v

DAFTAR TABEL ………... viii

DAFTAR GAMBAR ………... ix

DAFTAR LAMPIRAN……….………..…...………... x

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………..………...……….…... 1

B. Identifikasi Masalah ……….………...… 7

C. Pembatasan Masalah ………...………..………...…... 8

D. Perumusan Masalah………..…...…… 9

E. Tujuan Penelitian ………..……….. 9

F. Manfaat Penelitian ………..………..……..…… 9

BAB II. DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teoritis ………..………...……….…....… 11

1. Metode Pembelajaran Kooperatif .………....…………...….… 11

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif ………..……. 11

b. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif ………...………....… 15 c. Tipe-tipe Pembelajaran Kooperatif ………..………..……….. 16 d. Model Pembelajran Kooperatif Tipe Kepala Bernomor Struktur …… 22

2. Hakikat Belajar ……….………...………. 27 a. Pengertian Belajar ……….………...………… 27 b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar …... 29

c. Prinsip Belajar ………...………..……….... 32

(8)

a. Pengertian Pendidikan IPS ……….. 35

b. Tujuan Pendidikan IPS ……… 35

c. Karakteristik Pendidikan IPS ……….………... 35

d. Ruang Lingkup Pendidikan IPS ……….……….. 36

B. Penelitian Yang Relevan ………...…….. 36

C. Kerangka Pikir ………....……….……… 37

D. Perumusan Hipotesis Penelitian ………..…….………….….. 38

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian ………...………. 39

B. Metode dan Desai Penelitian ….……….……… 40

C. Subjek Yang Terlibat Dalam Penelitian …………...……….. 44

D. Peran dan Posisi Dalam penelitian ………. 44

E. Tahap Intervensi Tindakan ……….……… 44

1. Pra Penelitian ……….……….. 44

2. Siklus I ………...……….. 45

3. Siklus II ………...………. 47

4. Penulisan Laporan Penelitian ………...… 47 F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan ……….………. 47

G. Data dan Sumber Data …………...………...…... 47

H. Instrumen-Instrumen Pengumpulan Data ………..………...…... 47

I. Teknik Pengumpulan Data ………...……….. 48

J. Teknik Pemeriksaan Kepercayaan (Trusworthiness) Studi ...… 48

K. Analisi Data ………..………... 52

L. Tindak Lanjut Perencanaan Tindakan ………...……….… 53

BAB IV. DESKRIPSI, ANALISIS DATA, INTERPRETASI HASIL ANALISIS, DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Sekolah ………. 55

(9)

D. Tindakan Pembelajaran Siklus II ...…. 73

E. Analisis Data …... 77

F. Interpretasi Hasil Analisis …... 92

G. Pembahasan Temuan Penelitian ... 93

H. Keterbatasan Dalam Penelitian ...… 94

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 95

B. Saran ... 96

DAFTAR PUSTAKA ... 97

(10)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Langkah-Langkah Dalam Model Pembelajaran Kooperatif ……... 15

Tabel 2.2. Perbedaan Model Pembelajaran Kooperatif NHT (Number Head Together dengan Model Pembelajaran Kooperatif Kepala Bernomor Struktur …... 22

Tabel 2.3.Kelebihan dan kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala Bernomor Struktur ... 24

Table 3.1. Jadwal kegiatan penelitian ... 39

Tabel 4.1. Jumlah siswa SMPN 3 kota Tangerang Selatan tahun ajaran 2010/2011 ………..……… 56 Tabel 4.2. Hasil perolehan nilai tes awal siklus I ... 58

Tabel 4.3. Hasil perolehan nilai tes akhir siklus I ... 59

Tabel 4.4. Hasil perolehan nilai tes awal siklus II ... 60

Tabel 4.5. Hasil perolehan nilai tes akhir siklus II ... 61

Tabel 4.6. Deskripsi Data Preetest dan Posttest Pada Siklus I ... 64

Tabel 4.7.Deskripsi Data Preetest dan Posttest Pada Siklus II ... 66

Tabel 4.8. Perbandingan hasil belajar siswa siklus I dan II ………. 77 Tabel 4.9. Aktivitas siswa siklus I ………... 77 Tabel 4.10. Aktivitas guru siklus I ………... 78

Tabel 4.11. Aktivitas pembelajaran siklus I ……… 80 Tabel 4.12. Aktivitas siswa siklus II ……….... 82

Tabel 4.13. Aktivitas guru siklus II ……….. 83

Tabel 4.14. Aktivitas pembelajaran siklus II ………...……… 84

(11)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Alur Penelitian ... 42

Gambar 4.1. Diagram Distribusi Pretest siklus I ... 62

Gambar 4.2. Diagram Distribusi Posttest siklus I ... 62

Gambar 4.3. Diagram Distribusi Pretest siklus II ... 63

Gambar 4.4. Diagram Distribusi Posttest siklus II ... 63

Gambar 4.5. Suasana Kelas Pada Saat Guru Melakukan Apersepsi ... 68

Gambar 4.6. Suasana Kelas Pada Saat Pembelajaran ... 69

(12)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran …………...….. 100

Lampiran 2. Kisi-kisi Soal Instrumen Penelitian …...……... 130

Lampiran 3. Kisi-kisi Butir Soal ... 131

Lampiran 4. Instrumen Penelitian ... 133

Lampiran 5. Kunci Jawaban Instrumen Penelitian ... 141

Lampiran 6. Data Anatest ... 142

Lampiran 7. Skenario Pembelajaran Model Kooperatif Tipe Kepala Bernomor Struktur ... 152

Lampiran 8. Hasil Wawancara ………... 157

Lampiran 9. Profil Sekolah …………..……….. 161

(13)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada saat sekarang, ilmu pengetahuan sangat dibutuhkan serta

kemajuan ke arah yang lebih baik di bidang pendidikan. Tidak hanya

kemajuan teknologi, tapi juga kemajuan ilmu pengetahuan, terutama dalam

jenjang pendidikan sekolah. Kemajuan teknologi tidak akan bermanfaat jika

tidak diiringi oleh majunya tingkat pendidikan suatu bangsa. Agar kita tidak

tertinggal jauh oleh lajunya perubahan dan perkembangan zaman di era global

ini, maka diperlukan suatu kinerja pendidikan yang bermutu tinggi.

Pendidikan yang berkualitas sangat diperlukan untuk mendukung terciptanya

manusia yang cerdas serta mampu bersaing di era globalisasi. Pendidikan

mempunyai peranan yang sangat besar dalam membentuk karakter,

perkembangan ilmu dan mental seorang anak, yang nantinya akan tumbuh

menjadi seorang manusia dewasa yang akan berinteraksi dan melakukan

banyak hal terhadap lingkungannya, baik secara individu maupun sebagai

makhluk sosial.

“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan

Negara”.1

1

(14)

2

Masalah pendidikan erat kaitannya dengan proses belajar mengajar di

sekolah dan keadaan peserta didik. Proses pembelajaran di sekolah diharapkan

dapat mengembangkan segala potensi yang dimiliki peserta didik dan

mengarahkan peserta didik untuk menjadi orang yang berguna serta memiliki

pengetahuan luas akan segala hal. Proses pembelajaran akan berjalan dengan

sia-sia, jika tidak di ikuti oleh perubahan dalam sistem dan cara mengajar guru di

kelas. Rendahnya tingkat pendidikan di Indonesia tidak hanya disebabkan oleh

siswa itu sendiri, tapi juga guru juga memberikan peranan penting dalam hal ini.

Disamping itu diperlukan cara mengajar yang dapat mengaktifkan seluruh siswa,

tidak hanya sebagian siswa saja.

“Menurut data UNESCO, yang dikutip oleh Mudjia Rahardjo bahwa

peringkat Indonesia di bidang pendidikan semakin menurun, hal ini sebagaimana di ungkapkan oleh Mudjia Rahardjo bahwa pendidikan Indonesia dari peringkat 65 pada tahun lalu menjadi 69 pada tahun ini cukup menyesakkan dada. Pasalnya, peringkat pendidikan menjadi tolok ukur kemajuan sebuah bangsa. Karena itu, dengan menurunnya peringkat pendidikan tersebut mudah dipahami jika kualitas manusia Indonesia pada

umumnya rendah. Padahal pemerintah telah merumuskan „peningkatan daya saing’ atau competitiviness sebagai salah satu pilar visi pendidikan nasional. Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah juga telah memperoleh alokasi anggaran sebesar 20% dari APBN khusus pendidikan. Berbagai kebijakan untuk mendukungnya juga telah dibuat, mulai dari perangkat yuridis, sepertu Undang-Undang Guru dan Dosen, hinggan kebijakan operasional seperti Sertifikasi Guru, PLPG, Program Pendidikan Guru (PPG), Duel Mode, Sekolah Bertaraf Internasional (SBI), Ujian Nasional dan sebagainya. Semua kebijakan tersebut hakikatnya untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Indeks pembangunan pendidikan di Indonesia berada pada urutan 69 dari 127 negara yang

disurvei”.2

Rendahnya tingkat pendidikan di sekolah akan menimbulkan

permasalahan dalam suatu bangsa, diantaranya adalah keadaan suatu bangsa itu

tidak terkendalikan dengan baik. Melihat kenyataan tersebut, berarti ada yang

harus diperbaiki dalam sumber daya manusia Indonesia. Salah satu yang

mempengaruhi rendahnya sumber daya manusia adalah faktor pendidikan. Setiap

orang yang ingin berkembang dan maju pasti akan menempuh jenjang pendidikan.

2

(15)

3

“Kualitas suatu bangsa tergantung dengan kualitas pendidikan warganya.

Standar untuk mengukur daya saing suatu bangsa paling tidak dipengaruhi oleh tiga hal penting; pertama, tingkat penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi suatu bangsa; kedua, kemampuan manajemen suatu bangsa; ketiga, kemampuan sumber daya manusia. Untuk meningkatkan daya saing, penekanannya adalah terhadap peningkatan mutu pendidikan baik dari segi proses maupun produk harus menjadi komitmen bersama antara

pemerintah, masyarakat, dan orang tua peserta didik”.3

Masalah pendidikan yang sangat kompleks, diantarnya adalah kurang

termotivasinya anak didik untuk belajar. Hal ini dilatarbelakangi oleh berbagai

faktor salah satunya adalah karena faktor anak didik itu sendiri karena tidak giat

belajar dan asik bermain yang didukung oleh banyaknya game online yang lebih

menarik bagi mereka dibanding belajar serta dipengaruhi oleh guru itu sendiri.

Sehingga, banyak kita temukan rendahnya hasil belajar.

“Upaya peningkatan mutu pendidikan tidak terlepas dari kualitas guru.

Guru merupakan orang yang seharusnya ditiru. Guru yang berkualitas akan menghasilkan siswa yang berkualitas pula. Guru bukan hanya orang yang berdiri mentransfer ilmu pengetahuan di dalam kelas. Guru bukanlah orang yang setiap harinya mengajar di kelas. Namun lebih dari itu, guru merupakan pendidik dan merupakan orang yang pantas menjadi panutan, teladan bagi semua elemen masyarakat. Para guru haruslah bijaksana, mampu menjalankan program kerjanya dan meningkatkan kinerja untuk

menjadi guru profesional yang berkarakter baik.”4

Keberhasilan pembelajaran dapat dilihat dari kualitas peserta didik. Jika

peserta didik mampu menguasai apa yang mereka pelajari sesuai dengan tujuan

pembelajaran yang diharapkan maka dapat dipastikan keberhasilan pembelajaran

telah tercapai. Untuk mencapai hal tersebut tidak terlepas dari peran serta guru

untuk menciptakan suasana belajar yang kondusif, sehingga dapat meningkatkan

pemahaman siswa akan materi yang akan di pelajari.

Guru harus mampu menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan

situasi dan kondisi yang ada di kelas. Jika guru tidak mampu menciptakan suasana

belajar yang kondusif maka akan mengakibatkan suasana belajar menjadi sangat

pasif, sehingga semangat belajar siswa akan lemah dan berakibat pada hasil

(16)

4

Pada kenyataannya, dari hasil observasi di kelas yang peneliti lakukan

terhadap 39 siswa kelas VIII di SMPN 3 Kota Tangerang Selatan pada tanggal 21

april 2011, ternyata masih banyak guru yang menggunakan metode konvensional

seperti ceramah saat mengajar. Padahal sangat banyak model pembelajaran yang

bisa diterapkan, agar siswa tidak merasa bosan dengan kondisi belajar yang bisa

dibilang sudah biasa-biasa saja. Selain itu, guru hanya memperhatikan

sekelompok anak yang pintar dan kurang memperhatikan anak yang kurang

pintar. Hal ini menyebabkan terjadinya diskriminasi di kelas itu sendiri, dan

peserta didik merasa di anak tirikan sehingga tidak jarang lagi terjadi situasi

belajar yang kurang kondusif di kelas. Sebagian peserta didik sibuk dengan

aktivitas mereka masing, mengobrol, main HP dan mengerjakan tugas untuk

pelajaran berikutnya.

“Kita tentu bisa menyadari bahwa guru merupakan pihak yang paling

banyak berhubungan dengan proses belajar mengajar di sekolah. Guru yang baik adalah guru yang peka terhadap perkembangan belajar dan prestasi anak didik di sekolah. Peran guru sebagai pendidik merupakan peran-peran yang berkaitan dengan tugas-tugas memberi bantuan dan dorongan, tugas-tugas pengawasan dan pembinaan serta tugas-tugas yang berkaitan dengan mendisiplinkan anak agar anak itu menjadi patuh terhadap aturan-aturan sekolah dan norma hidup dalam keluarga dan masyarakat. Guru sebagai penanggung jawab pendisiplinan anak harus mengontrol setiap aktivitas anak-anak agar tingkat laku anak tidak menyimpang dengan norma-norma yang ada”.5

Pembelajaran IPS memiliki cakupan yang kompleks. Hal ini dapat

menyulitkan guru untuk menstruktur materi pembelajaran secara cermat

berdasarkan tipe isi dalam kaitannya dengan tujuan pembelajaran. Banyak guru

yang sembarangan dalam memilih metode pembelajaran IPS. Tak heran banyak

ditemukan permasalahan dalam pembelajaran IPS salah satunya adalah siswa

pasif dalam kegiatan pembelajaran IPS yang berdampak pada rendahnya daya

serap dan hasil belajar siswa.

“Hal ini disebabkan juga oleh beberapa faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah hambatan yang muncul dalam diri siswa itu sendiri misalnya kemampuan awal siswa yang rendah. Adapun faktor

5

(17)

5

eksternal adalah yang muncul dari luar diri siswa yaitu lingkungan kelas, kondisi kelas, dan metode mengajar sebagai contoh kegiatan belajar mengajar kurang menarik, pendekatan kurang mengena, jumlah siswa dalam kelas terlalu besar, bobot kurikulum yang terlalu berat, dan

lingkungan yang kurang menunjang”.6

Selain masalah di atas, permasalahan yang peniliti temukan saat observasi

adalah sistem pembelajaran di SMPN 3 Kota Tangerang Selatan di kelas 8.2

cenderung masih bersifat teacher centered, dapat dijadikan sebagai salah satu

faktor yang menyebabkan rendahnya mutu dan hasil belajar siswa di sekolah.

Pada pembelajaran sistem teacher centered ini, suasana kelas cenderung kaku,

para siswa pasif dan lambat dalam menyerap konsep yang disampaikan guru.

Metode yang digunakan oleh guru hanya menerapkan sistem pembelajaran

ceramah, sehingga suasana belajar terasa tidak menyenangkan. Sistem

pembelajaran seperti ini sering membuat siswa bosan dan jenuh untuk belajar,

karena guru hanya mengajar dengan cara yang monoton.

Selain penerapan sistem pembelajaran yang monoton, guru juga sering

menekankan hapalan kepada siswa. Guru menganggap dengan menghapal dapat

membuat siswa menyerap pelajaran dengan maksimal. Pada hal sesungguhnya

belajar itu bukanlah dengan cara menghapal materi sampai tuntas, karena

pelajaran yang sudah dihafal hanya tersimpan dalam memori jangka pendek dan

kebanyakan dari hafalan tersebut dapat hilang dalam beberapa hal.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan guru guna meningkatkan mutu

pendidikan melalui meningkatkan hasil belajar siswa, yaitu dengan menggunakan

berbagai metode pembelajaran terbaru yang sedang marak diterapkan oleh

kalangan guru-guru kreatif. Salah satu metode yang cukup efektif untuk

menunjang keberhasilan belajar siswa adalah metode pembelajaran kooperatif.

Metode pembelajaran kooperatif lebih menekankan pada keaktifan siswa

di kelas. Dengan metode ini, suasana belajar menjadi lebih bersemangat dan tidak

kaku. Siswa bekerjasama dengan kelompoknya untuk bersaing dengan kelompok

lain guna menjadi kelompok terbaik. Metode pembelajaran yang menyenangkan

6

(18)

6

dapat meningkatkan motivasi siswa untuk belajar dengan sungguh-sungguh. Jika

siswa sudah termotivasi untuk belajar, maka akan mudah bagi guru untuk

mentransfer pelajaran kepada siswa dan siswa pun akan lebih mudah menerima

dan menyerap materi-materi pelajaran. Salah satu contoh dari pembelajaran

kooperatif adalah tipe Kepala Bernomor Struktur.

“Kepala Bernomor Struktur pada dasarnya merupakan sebuah varian

diskusi kelompok, dengan ciri khasnya adalah guru memberikan penugasan pada masing-masing siswa berdasarkan nomor yang dimilikinya. Cara ini menjamin keterlibatan otak semua siswa karena Kepala Bernomor Struktur merangsang kemampuan berpikir siswa untuk memecahkan masalah yang diberikan guru. Teknik ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling berbagi ide dengan seluruh anggota kelompoknya dan dapat mempertimbangkan jawaban yang paling tepat untuk menjawab pertanyaan atau memecahkan permasalahan yang

diberikan guru”.7

Pembelajaran Kepala Bernomor Struktur, juga mendorong siswa untuk

meningkatkan semangat kerjasama. Melalui teknik Kepala Bernomor Struktur

siswa bisa belajar dengan menyenangkan tanpa ada perasaan tertekan dengan

konsep yang sedang dipelajari dan siswa juga bisa leluasa untuk mengungkapkan

hasil pemikirannya khususnya tugas kelompok yang diberikan guru. Pembelajaran

Kepala Bernomor Struktur dapat membuat siswa dengan mudah menyerap

konsep-konsep yang dipelajari, sebab siswa terjun langsung dalam memecahkan

masalah dalam belajar.

Selain itu, model pembelajaran ini dapat membuat suasana belajar yang

rekreatif, karena pemakaian topi di kepala para siswa membuat mereka senang

dalam belajar dan merasa model pembelajaran ini sangat unik lantaran adanya

topi.

Berdasarkan hasil observasi pra peneltian dapat ditemukan beberapa

permasalahan yang dihadapi oleh kelas 8. 2 dalam belajar dikelas yaitu: Pada saat

kegiatan belajar mengajar pada mata pelajaran IPS dikelas 8.2 masih ditemukan

banyak kendala terutama masalah penggunaan metode pembelajaran yang

monoton, ceramah, dan hafalan yang diberikan oleh guru yang belum menunjang

7

(19)

7

semangat siswa untuk belajar. Kondisi demikian membuat siswa pasif dalam

mengikuti pembelajaran dan mengakibatkan rendahnya hasil belajar siswa.

“Menurut teori belajar kognitif yang dikemukakan oleh Jean Piaget dan Jerome Bruner menyebutkan bahwa belajar adalah proses mental yang aktif untuk mencapai, mengingat dan menggunakan pengetahuan, sehingga aktivitas membaca dan mencatat menjadi aktivitas yang sangat penting dalam belajar. Perkembangan kognitif ditandai dengan kecakapan mengemukakan beberapa alternatif secara simultan, memilih tindakan yang tepat dan memberikan prioritas yang berurutan dalam bebagai

situasi”.8

Untuk menumbuhkan semangat belajar dalam diri siswa diperlukan suatu

model belajar yang tepat agar siswa terbiasa untuk aktif dan semangat dalam

belajar, sehingga bisa mendukung agar hasil belajar siswa bagus. Model

pembelajaran yang tepat mengaktifkan seluruh siswa antara lain model

pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif menuntut siswa untuk

aktif dan bekerjasama dengan teman-temannya agar bisa memecahkan suatu

permasalah yang dihadapi mereka, serta siswa mempunyai tanggung jawab

terhadap tugas yang mereka miliki. Disamping itu, pembelajaran kooperatif ini

tidak akan membuat siswa tertekan, karena mereka diberikan kesempatan untuk

bekerjasama dalam kelompok belajar mereka di kelas.

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk mengadakan

penelitian tindakan kelas dengan judul ”Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kepala Bernomor Struktur dalam Meningkatkan Hasil Belajar IPS Pada Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti, maka dapat

di identifikasikan masalah sebagai berikut :

1. Metode pembelajaran yang monoton. Hal ini dapat diketahui dari observasi dan wawancara yang peneliti

lakukan, selama peneliti melaksanakan observasi guru tidak terlihat menggunakan model pembelajaran selama

proses pembelajaran berlangsung, hal ini diperkuat oleh data hasil wawancara dengan siswa, data tersebut

menunujukan bahwa guru sangat jarang menggunakan model pembelajaran saat proses belajar mengajar di

kelas.

8

(20)

8

2. Masih banyak guru yang menerapkan sistem hapalan. Hal ini dapat diketahui dari hasil wawancara yang peniliti

lakukan dengan guru IPS yang mengajar di kelas VIII. Dari 3 guru yang peniliti wawancarai, semuanya

menerapkan sistem hapalan saat mengajar.

3. Umumnya pembelajaran di kelas masih bersifat teacher centered. Selama peneliti melaksanakan observasi, proses belajar mengajar di kelas masih bersifat teacher centered. Semua kegiatan di kelas selalu di lakukan oleh guru, siswa hanya mendengar penjelasan dari guru.

4. Siswa pasif dalam mengikuti pembelajaran. Hal ini dapat diketahui dari hasil observasi yang peniliti lakukan di

kelas 8.2. Siswa kebanyakan diam dan mendengarkan penjelasan dari guru.

5. Guru sering menerapkan metode ceramah. Hal ini dapat di lihat saat proses belajar di kelas, guru sering

menerapkan metode ceramah.

6. Rendahnya hasil belajar IPS. Rendahnya hasil belajar IPS dapat diketahui dari nilai hasil belajar siswa,

berdasarkan data dari hasil wawancara dengan guru IPS sebelum melaksanakan penelitian dikatakan bahwa nilai

hasil belajar siswa kelas 8.2 rendah, tidak sampai 50 % dari jumlah siswa yang mendapat nilai bagus.

7. Model pembelajaran kooperatif belum maksimal. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang peniliti

lakukan dapat diketahui bahwa guru hanya menerapkan model pembelajaran konvensional, hal ini disebabkan

karena penerapan model pembelajaran menggunakan waktu yang lumayan lama dan tidak semua guru

mengetahui apa yang dimaksud model pembelajaran kooperatif.

C. Pembatasan Masalah

Dari identifikasi masalah yang di uraikan di atas diperoleh gambaran

permasalahan yang cukup luas. Namun karena keterbatasan waktu dan

kemampuan, maka penulis membatasi masalah yang akan di bahas yaitu

hanya pada:

1. Rendahnya hasil belajar IPS pada siswa SMPN 3 Kota Tangeran Selatan.

2. Penerapan model pembelajaran kooperatif mempengaruhi hasil belajar IPS

pada siswa SMPN 3 Kota Tangeran Selatan.

D. Perumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian ini adalah Bagaimana pembelajaran dengan

menggunakan model Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala Bernomor Struktur

dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa?

E. Tujuan Penelitian

(21)

9

1. Meningkatkan hasil belajar IPS (Ekonomi) dalam konsep Permintaan dan

Penawaran pada siswa kelas 8.2 SMPN 3 Kota Tangerang Selatan melalui

penerapan model pembelajaran kooperatif tipe kepala bernomor struktur.

2. Mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe

kepala bernomor struktur terhadap semangat dan keaktifan belajar IPS

siswa kelas 8.2 SMPN 3 Kota Tangerang Selatan.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian dilakukan agar dapat bermanfaat bagi peneliti, para

peserta didik, guru dan komponen pendidikan di sekolah. Manfaat penelitian

tersebut adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Sebagai suatu karya ilmiah, hasil penelitian ini diharapkan dapat

memberikan masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan mengenai

penerapan model pembelajaran koopearatif tipe kepala bernomor

struktur terhadap peningkatan hasil belajar IPS.

b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pedoman untuk kegiatan

penelitian berikutnya yang sejenis.

c. Akan memperkaya khazanah dari Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).

d. Riset ini merupakan bukti empiris tentang filsafat pendidikan

konstruktivisme.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi siswa

Diharapkan berani mengemukakan pendapat, ide dan gagasan yang

mereka miliki dan juga harus meningkatkan motivasi, hasil belajar.

b. Bagi sekolah

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam metode

pembelajaran di sekolah, sehingga proses serta hasil kegiatan belajar

mengajar optimal.

(22)

10

Diharapkan dapat menggunakan metode yang variatif, salah satunya

yaitu dengan menggunakan metode yang dapat melibatkan siswa secara

aktif yaitu Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kepala Bernomor

Struktur dalam pembelajaran IPS, agar proses belajar mengajar menjadi

menyenangkan.

d. Bagi penulis

Dapat menambah pengetahuan dan dapat mengembangkan ilmu yang

diperoleh selama menjalani kuliah.

e. Bagi para akademisi

Dapat menambah ilmu pengetahuan di bidang pendidikan, sehingga

dapat menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kepala

Bernomor Struktur untuk diaplikasikan dalam proses pembelajaran

guna meningkatkan kualitas pembelajaran IPS bagi para siswa.

f. Bagi peneliti lebih lanjut

Dapat memberi sumbangsih pengetahuan dan sebagai referensi dalam

penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kepala Bernomor

(23)

11

BAB II

DESKRIPSI TEORI, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoritis

1. Metode Pembelajaran Kooperatif

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Sistem pembelajaran kooperatif atau cooperative learning merupakan

sistem pengajaran yang memberi kesempatan lebih banyak kepada anak didik

untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam menyelesaikan tugas yang

diberikan oleh guru. “Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang lebih

mengutamakan sistem belajar berkelompok”. 9

Sistem pembelajaran kooperatif senantiasa mendorong siswa untuk

bekerja sama dengan seluruh anggota kelompoknya sehingga terjalin suatu

interaksi yang kuat dan tercipta suatu kerja sama kelompok yang efektif.

“Istilah kooperatif memiliki makna yang luas, yaitu menggambarkan keseluruhan proses sosial dalam belajar dan mencakup pula pengertian kolaboratif. Dukungan teori konstruktivisme sosial Vygotsky telah meletakkan arti penting model pembelajran kooperatif. Konstruktivisme sosial Vygotsky menekankan bahwa pengetahuan dibangun dan dikonstruksi secara mutual. Peserta didik berada dalam konteks sosiohistoris. Keterlibatan dengan orang lain membuka kesempatan bagi mereka mengevaluasi dan memperbaiki pemahaman. Dengan cara ini, pengalaman dalam konteks sosial memberikan mekanisme penting untuk

perkembangan pemikiran peserta didik”.10

9

Ina Karlina, Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) sebagai Salah Satu Strategi Membangun Pengetahuan Siswa. Artikel Pendidikan.

10

(24)

12

Pembelajaran kooperatif bernaung dalam teori konstruktivisme.

Pembelajaran ini muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah

menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi

dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling

membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks.11

Menurut Slavin, “pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok, siswa dalam satu kelas dijadikan kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 orang untuk memahami konsep yang difasilitasi oleh guru.” Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dengan setting kelompok-kelompok kecil dengan memperhatikan keberagaman anggota kelompok-kelompok sebagai wadah siswa bekerjasama dan memecahkan suatu masalah melalui interaksi sosial dengan teman sebayanya, memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mempelajari sesuatu dengan baik pada waktu yang bersamaan dan ia menjadi narasumber bagi teman yang lain. Jadi Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama diantara siswa.12

Cooperative learning merupakan strategi pembelajaran yang banyak

menarik perhatian kalangan pelajar. Cooperative learning adalah strategi

pembelajaran yang cukup berhasil pada kelompok-kelompok kecil, di mana

pada tiap kelompok tersebut terdiri dari siswa-siswa dari berbagai tingkat

kemampuan, melakukan berbagai kegiatan belajar untuk meningkatkan

pemahaman mereka tentang materi pelajaran yang sedang dipelajari. Setiap

anggota kelompok bertanggung jawab untuk tidak hanya belajar apa yang

diajarkan tetapi juga untuk membantu rekan belajar, sehingga bersama-sama

mencapai keberhasilan. Semua siswa berusaha sampai semua anggota

kelompok berhasil memahami dan melengkapinya.

Metode pembelajaran kooperatif adalah suatu metode pembelajaran

yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok dan dalam pembentukan

kelompok harus berdasarkan karakteristik yang dikedepankan oleh

pembelajaran kooperatif yaitu kelompok belajar yang heterogen. Setiap siswa

yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda

11

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: Kencana Predana Media Group, 2009), h. 56.

12

(25)

13

(tinggi, sedang dan rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok

berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan

gender. Metode pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama dalam

menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan

keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Tujuan metode

pembelajaran kooperatif adalah meningkatkan hasil belajar akademik siswa

dan siswa dapat menerima berbagai bentuk keragaman dan keunikan dari

temannya, serta berguna dalam pengembangan keterampilan sosial siswa.

Dalam pembelajaran kooperatif dikembangkan diskusi dan komunikasi

dengan tujuan agar siswa saling berbagi kemampuan, saling belajar berpikir

kritis, saling menyampaikan pendapat, saling memberi kesempatan

menyalurkan kemampuan, saling membantu belajar, saling menilai

kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman lain. Penerapan

pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam belajar,

dapat meningkatkan interaksi siswa dengan siswa lainnya, meningkatkan

penguasaan materi pelajaran yang dipelajari serta dapat meningkatkan

motivasi siswa agar berperan aktif selama berlangsungnya proses

pembelajaran.

Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan

sengaja mengembangkan interaksi yang saling asuh antarsiswa untuk

menghindari ketersinggungan dan kesalah pahaman yang dapat menimbulkan

permusuhan.13

Cooperative Learning adalah suatu model pembelajaran di mana siswa

belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang

anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompoknya yang

bersifat heterogen.14

13

Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), h. 337.

14

(26)

14

Cooperative learning adalah salah satu konsep belajar yang menekankan

sekali aspek kerja sama, bukan persaingan. Belajar, pada intinya adalah

berinteraksi, dan saling membantu dalam memperoleh pengetahuan.15

Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu strategi dan model

pembelajaran yang cukup berhasil jika diterapkan di kelas dan membuat siswa

aktif, karena dalam pembelajaran kooperatif ini siswa di bagi dalam

kelompok-kelompok kecil. Tiap kelompok terdiri dari siswa berbagai tingkat

kemampuan yang berbeda, agar mereka dapat saling bertukar ide dan

bekerjasama melakukan berbagai kegiatan belajar untuk meningkatkan

pemahaman mereka tentang materi yang akan dipelajari. Dengan adanya

kerjasama dalam kelompok belajar ini, mendukung siswa berperan aktif

sehingga bersama-sama mencapai keberhasilan setiap anggota kelompok.

Hubungan kerja seperti itu memungkinkan timbulnya persepsi yang

positif tentang apa yang dapat dilakukan siswa untuk mencapai keberhasilan

belajar berdasarkan kemampuan dirinya secara individu dan peran serta dari

anggota kelompok lain selama belajar bersama dalam kelompok. Metode

pembelajaran kooperatif membuat suasana belajar di kelas menjadi lebih

menyenangkan dan membuat siswa lebih merasa akrab dengan temannya

karena sistem dalam pembelajaran kooperatif membagi siswa kepada beberapa

kelompok belajar guna menunjang kerja sama seluruh anggota kelompok

untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru.

Keterlibatan langsung siswa dalam pelaksanaan pembelajaran sangat

besar sekali manfaatnya karena sedikit banyaknya dapat membuat siswa lebih

cepat menyerap konsep yang diberikan oleh guru. Dengan demikian maka

daya ingat siswa akan konsep yang telah diberikan guru menjadi lebih kuat

dan siswa dapat menyimpan konsep tersebut dalam jangka waktu yang lama.

Dengan kemudahan siswa menyerap dan lamanya daya ingat siswa terhadap

konsep yang telah diberikan guru, maka kita dapat berkesimpulan lebih

15

(27)

15

optimis bahwa model pembelajaran kooperatif ini dapat memberikan dampak

yang positif dalam meningkatkan hasil belajar siswa.

Tabel 2.1

Langkah-langkah dalam model pembelajaran kooperatif, yaitu: 16

Langkah Indikator Tingkah laku guru

Langkah 1 Menyampaikan tujuan

Langkah 2 Menyajikan informasi. Guru menyajikan informasi kepada

siswa.

Langkah 5 Evaluasi. Guru mengevaluasi hasil belajar

tentang materi yang telah

Karakteristik model pembelajaran kooperatif, yaitu :

1. Pembelajaran secara tim

16

(28)

16

Tim harus mampu membuat setiap siswa belajar. Semua anggota

kelompok harus saling membantu dalam mencapai tujuan pembelajaran

karena kriteria keberhasilan pembelajaran ditentukan oleh keberhasilan

tim. Kelompok harus bersifat heterogen dimaksudkan agar setiap

anggota kelompok dapat saling memberikan pengalaman, saling

memberi dan menerima, dan diharapkan setiap anggota memberikan

konstribusi terhadap keberhasilan kelompok.

2. Didasarkan pada manajemen kooperatif

Dalam manajemen kooperatif harus terdapat fungsi perencanaan, fungsi

organisasi dan fungsi kontrol.

3. Kemauan untuk bekerja sama

Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan

secara kelompok, sehingga setiap anggota kelompok harus saling

membantu dan bekerja sama.

4. Keterampilan bekerja sama

Kemauan bekerja sama harus dipraktikkan melalui aktivitas dan kegiatan

yang tergambar dalam keterampilan bekerja sama. Siswa perlu dibantu

mengatasi berbagai hambatan dalam berinteraksi dan berkomunikasi,

sehingga tiap siswa dapat menyampaikan ide, mengemukakan pendapat,

dan memberikan kontribusi kepada keberhasilan kelompok. 17

c. Tipe-tipe Pembelajaran Kooperatif 18

1. Lesson study

Lesson Study adalah suatu metode yang dikembangkan di Jepang yang

dalam bahasa Jepangnya disebut Jugyokenkyuu. Lesson study merupakan

suatu proses dalam mengembangkan profesionalitas guru-guru di Jepang

dengan jalan menyelidiki dan menguji praktik mengajar mereka agar

menjadi lebih efektif.

17

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Sanjaya Group, 2008), h. 244-245.

18

(29)

17

Lesson study dapat meningkatkan cara mengajar guru di kelas

dengan menggunakan model pembelajaran lesson study, guru melihat,

menguji dan menggunakan seluruh kemampuan yang dimiliki pada saat

proses belajar mengajar. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan

efektifitas waktu yang digunakan saat mengajar.

2. Examples non examples

Examples non examples adalah metode belajar yang menggunakan

contoh-contoh. Contoh-contoh dapat dari kasus atau gambar yang relevan

dengan kompetensi dasar (KD).

Metode belajar seperti dapat meningkatkan pemahaman siswa

karena disamping memberikan materi, guru langsung memberikan

contoh-contoh yang berhubungan dengan materi yang di ajarkan. Sebagai

contoh, pada saat materi penawaran guru langsung memberikan gambar

orang yang berada di pasar. Hal ini dilakukan agar siswa lebih paham dan

dapat menganalisis gambar tersebut.

3. Picture and picture

Picture and picture adalah suatu metode belajar yang menggunakan

gambar dan dipasangkan / diurutkan menjadi urutan logis.

Metode belajar ini dengan menggunakan gambar yang

berhubungan dengan materi, selain gambar guru juga bisa menggunakan

potongan bagan dan menyuruh siswa menyusun dengan benar. Setelah itu

guru mengkonfirmasi urutan tersebut, jika ada urutan yang salah guru

memperbaikinya dan memberikan penjelasan ulang. Penggunaan metode

belajar ini masih kurang dipakai di sekolah.

4. Numbered heads together

Numbered heads together adalah suatu metode belajar dimana setiap

siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok kemudian secara

acak guru memanggil nomor dari siswa.

Model pembelajaran numbered heads together dapat mengaktifkan

seluruh siswa karena dalam model pembelajaran ini, setiap siswa dituntut

(30)

18

dalam kelompok mendapat nomor dan guru memanggil salah satu nomor

untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok mereka. Jika mereka

menjawab dengan benar, maka guru akan memberikan hadiah dan salah

akan diberikan hukuman. Hal ini dilakukan agar siswa termotivasi untuk

belajar.

5. Cooperative script

Skrip kooperatif adalah metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan

dan secara lisan mengikhtisarkan bagian-bagian dari materi yang

dipelajari.

Bekerja berpasangan sangat bagus tapi jika guru tidak bisa

mengelola kelas dengan baik, akan menyebabkan suasana kelas menjadi

gaduh. Dalam pembelajaran skrip kooperatif ini diperlukan guru yang

tegas agar siswa melakukan tugas dengan baik. Jika guru tidak bisa

mengelola kelas dengan baik, sebaiknya model pembelajaran ini tidak

digunakan karena akan menyebabkan kelas kurang kondusif, jika siswa

yang berpasangan tidak mendiskusikan bahan yang diberikan gur tapi

malah mengobrol dengan temannya.

6. Pembelajaran Berdasarkan Masalah

Problem based instruction (PBI) memusatkan pada masalah

kehidupannya yang bermakna bagi siswa, peran guru menyajikan

masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan dan

dialog.

Model pembelajaran ini tidak dapat diterapkan pada setiap mata

pelajaran. Model pembelajaran berdasarkan masalah dapat

mengembangkan ide-ide yang dimiliki oleh setiap siswa.

7. Explicit instruction

Pembelajaran langsung khusus dirancang untuk mengembangkan belajar

siswa tentang pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang

dapat diajarkan dengan pola selangkah demi selangkah.

Pembelajaran langsung hampir sama dengan pembelajaran biasa

(31)

19

menyelesaikan satu persatu langkah dan semua siswa diharapkan

mengerti akan materi yang telah diberikan.

8. Insideoutsidecircle (lingkaran kecil – lingkaran besar)

Siswa saling membagi informasi pada saat yang bersamaan, dengan

pasangan yang berbeda dengan singkat dan teratur.

Model pembelajaran ini memerlukan waktu yang lama, dan butuh

pengelolaan kelas yang baik dari guru. Perpindahan posisi juga akan

menyulitkan siswa, model pembelajaran ini bisa diterapkan dengan baik

jika dilakasanakan di jenjang pendidikan yang cukup tinggi.

9. Cooperative integrated reading and composition (CIRC)

Pada metode ini siswa dibentuk kelompok untuk memberikan tanggapan

terhadap wacana/ kliping.

Metode pembelajaran cooperative integrated reading and

composition sering diterapkan pada mata pelajaran bahasa indonesia.

Pada mata pelajaran IPS juga bisa diterapkan dengan memberikan

wacana yang berhubungan dengan masalah perekonomian, situasi

masyarakat sekarang dan lain-lain. Setelah guru memberikan wacana,

para siswa menganalisis wacana tersebut dan menyampaikan tanggapan

mereka.

10. Student facilitator and explaining

Siswa mempresentasikan ide atau pendapat pada rekan peserta lainnya.

Model pembelajaran ini bisa menciptakan suasana belajar yang

interaktif, apabila guru membimbing dengan baik jalannya presentasi

yang dilakukan oleh para siswa.

11.Course review horay

Suatu metode pembelajaran dengan pengujian pemahaman

menggunakan kotak yang diisi dengan nomor untuk menuliskan

jawabannya, yang paling dulu mendapatkan tanda benar langsung

(32)

20

Metode pembelajaran ini dapat meningkatkan semangat belajar

siswa di kelas dan menghilangkan rasa tertekan siswa saat mengerjakan

tugas yang diberikan oleh guru. Karena pemeriksaan tugas yang

diberikan guru, benar jika para siswa berteriak horay.

12. Talking stick

Metode pembelajaran dengan bantuan tongkat, siapa yang memegang

tongkat wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa mempelajari

materi pokoknya.

Metode pembelajaran talking stick menuntut siswa untuk siap jika

suatu waktu mereka diberi pertanyaan oleh guru, jika tongkat berhenti

pada mereka. Agar tidak membosankan, saat metode ini berlangsung

bisa digabungkan dengan nyanyian-nyanyian saat melempar tongkat. Hal

ini dilakukan agar para siswa tidak merasa terbebani.

13. Bertukar Pasangan

Siswa berpasangan kemudian bergabung dengan pasangan lain dan

bertukar pasangan untuk saling menanyakan dan mengukuhkan jawaban

masing-masing.

14. Snowball throwing

Dibentuk kelompok yang diwakili ketua kelompok untuk mendapat

tugas dari guru kemudian masing-masing siswa membuat pertanyaan

yang dibentuk seperti bola (kertas pertanyaan) lalu dilempar ke siswa

lain yang masing-masing siswa menjawab pertanyaan dari bola yang

diperoleh.

Cara belajar kelompok seperti ini kurang berjalan dengan baik jika

siswa tidak melakukan sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh guru.

Lemparan bola tersebut bisa disalahkan untuk bermain dan melempar

teman. Oleh karena itu, guru harus lebih tegas jika ingin menerapkan

motode pembelajaran ini.

(33)

21

Siswa membentuk kelompok berpasangan, kemudian seorang

menceritakan materi yang disampaikan oleh guru dan yang lain sebagai

pendengar setelah itu berganti peran.

16. Mind mapping

Suatu metode pembelajaran yang sangat baik digunakan untuk

pengetahuan awal siswa atau untuk menemukan alternatif jawaban.

17. Student teams achievement divisions (STAD)

Siswa dikelompokkan secara heterogen kemudian siswa yang pandai

menjelaskan anggota lain sampai mengerti.

Metode ini sudah terbilang sangat lama, dan pembelajarannya

hanya berbentuk diskusi. Metode ini sudah banyak diterapkan oleh guru,

walaupun para guru tidak tau nama metode yang dipakai tapi

penerapannya sama dengan student teams achievment divisions.

18.Kepala Bernomor Struktur

Siswa dikelompokkan dengan diberi nomor dan setiap nomor mendapat

tugas berbeda dan nantinya dapat bergabung dengan kelompok lain yang

bernomor sama untuk bekerjasama.

Pembelajaran berkelompok seperti kepala bernomor struktur bisa

meningkatkan keaktifan siswa, karena masing-masing siswa memiliki

bertanggungjawab terhadap tugasnya. Kepala bernomor struktur juga

bisa menciptakan suasan belajar yang menyenangkan dan membuat

siswa tidak merasa tertekan.

19. Scramble

Metode pembelajaran dengan membagikan lembar kerja yang diisi

siswa.

Metode pembelajaran ini membuat siswa senang mengerjakan

tugas yang diberikan guru, lembaran kerja ini akan memudahkan siswa

karena siswa hanya menyusun kata-kata yang telah disediakan guru

dalam lembaran kerja menjadi sebuah jawaban yang benar.

(34)

22

Siswa diberikan lembar kegiatan kemudian menjawab soal dan

mengarsir huruf dalam kotak sesuai jawaban, dan lain-lain.

Pembelajaran dengan word square sangat membantu siswa karena

mereka hanya mengarsir huruf dalam kotak jawaban, tapi metode ini

akan membuat siswa malas untuk berfikir karena jawaban telah tersedia.

d. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kepala Bernomor Struktur

“Model Pembelajaran Kepala Bernomor Struktur merupakan modifikasi dari model pembelajaran Numbered Heads Together yang dipakai oleh Spencer Kagan. Kepala Bernomor Terstruktur ini memudahkan pembagian tugas. Dengan pembelajaran seperti ini, siswa belajar melaksanakan tanggung jawab pribadinya dalam saling keterkaitan dengan rekan-rekan kelompoknya”.19

Kepala Bernomor Struktur merupakan jenis pembelajaran kooperatif

yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Pembelajaran

dengan Kepala Bernomor Struktur dapat melibatkan lebih banyak siswa dalam

menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek

pemahaman siswa terhadap isi pelajaran tersebut. Kepala Bernomor Struktur

bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia

anak didik. Perbedaan yang mendasar antara keduanya adalah pada penugasan

dan masuk keluarnya anggota kelompok.

Tabel 2.2

Perbedaan Model Pembelajaran KooperatifNHT (Number Head Together dengan

Model Pembelajaran Kooperatif Kepala Bernomor Struktur 20

NHT (Number Head Together) Kepala Bernomor Struktur

1. Siswa dibagi dalam kelompok,

Anita Lie, Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. (Jakarta : PT.

Grasindo, 2008), h. 60.

20

(35)

23

4. Guru memanggil salah satu nomor

siswa dengan nomor yang

dipanggil melaporkan hasil

kerjasama mereka.

5. Tanggapan dari teman yang lain,

kemudian guru menunjuk nomor

3. Jika perlu, guru bisa menyuruh

kerja sama antar kelompok. Siswa

disuruh keluar dari kelompoknya

dan bergabung bersama beberapa

siswa bernomor sama dari

kelompok lain. Dalam kesempatan

ini siswa dengan tugas yang sama

bisa saling membantu atau

mencocokkan hasil kerja sama

mereka

4. Laporkan hasil dan tanggapan dari

kelompok yang lain.

5. Kesimpulan.

Layaknya pembelajaran kooperatif, Kepala Bernomor Struktur juga

mengedepankan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Kepala

Bernomor Struktur menerapkan pembelajaran yang berpusat pada siswa atau

student centered. Karena dalam Kepala Bernomor Struktur memakai sistem

pembelajaran berkelompok, jadi sangat diharapkan agar terjalin interaksi yang

saling mendukung antara sesama siswa sehingga dapat memupuk rasa kerja

sama dan tanggung jawab dari masing-masing siswa atau anggota kelompok.

Tata cara pelaksanaan Kepala Bernomor Struktur adalah :

1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran.

2. Siswa dibagi dalam beberapa kelompok beranggotakan 3-4 siswa. Siswa

(36)

24

3. Guru memberi tugas siswa, penugasan diberikan kepada setiap siswa

berdasarkan nomor terhadap tugas yang berangkai. Misalnya : siswa nomor satu bertugas mencatat soal. Siswa nomor dua mengerjakan soal

dan siswa nomor tiga melaporkan hasil pekerjaan dan seterusnya.

4. Jika perlu, guru bisa menyuruh kerja sama antar kelompok. Siswa disuruh

keluar dari kelompoknya dan bergabung bersama beberapa siswa

bernomor sama dari kelompok lain. Dalam kesempatan ini siswa dengan

tugas yang sama bisa saling membantu atau mencocokkan hasil kerja sama

mereka.

5. Melaporkan hasil kerja kelompok dan tanggapan dari kelompok yang lain.

6. Kesimpulan.21

Setelah berakhirnya diskusi, guru juga bisa memberikan kuis individu

kepada siswa. Berdasarkan hasil kuis sebaiknya guru membuat skor

perkembangan tiap siswa, lalu mengumumkan hasil kuis dan memberi

penghargaan pada siswa yang mendapat skor paling tinggi.

Tabel 2.3

Kelebihan dan kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala

Bernomor Struktur 22

Metode pembelajaran saat ini umumnya masih mengedepankan metode

ceramah atau konvensional, di mana situasi belajar bersifat teacher centered.

(37)

25

Paradigma ini tidaklah begitu menguntungkan bagi perkembangan siswa

karena siswa hanya menjadi objek pendengar tanpa melakukan aktivitas

bermakna selama proses pembelajaran berlangsung. Ketidak aktifan siswa

dapat menyebabkan siswa menjadi bosan dalam menghadapi proses belajar,

sehingga siswa tidak lagi berkonsentrasi terhadap materi pelajaran yang

disampaikan guru. Jika kondisi ini berlangsung terus menerus maka dapat

mempengaruhi prestasi belajar siswa yaitu terjadinya penurunan hasil belajar

siswa.

Maka sudah sepantasnya dalam proses pembelajaran mengedepankan

peran aktif siswa. Siswa harus merasakan dan melakukan aktivitas belajar

sepenuhnya, guru hanya sebagai fasilitator yang mengarahkan siswa selama

proses pembelajaran berlangsung. Dengan demikian siswa dapat merasakan

bahwa belajar itu sangat bermakna dan penting hingga pada akhirnya belajar

bukan lagi merupakan suatu hal yang membosankan.

Salah satu metode pembelajaran yang dapat menciptakan suasana belajar

yang menyenangkan dan membuat siswa saling membantu, bekerja sama dan

saling melengkapi serta mengembangkan keterampilan siswa adalah

pembelajaran kooperatif tipe kepala bernomor struktur yang menjadikan siswa

turut berperan aktif dalam proses pembelajaran. Siswa akan mengalami

sendiri, merasakan apa yang benar-benar mereka pelajari. Dalam

pembelajaran kooperatif tipe kepala bernomor struktur ini siswa yang

mengalami kesulitan akan mendapat bantuan dari temannya dalam satu tim,

sehingga interaksi ini sangat membantu siswa dalam belajar sebagai umpan

balik positif di antara mereka.

Sistem pembelajaran kepala bernomor struktur akan mengarahkan siswa

pada proses belajar yang inovatif yaitu melalui proses interaksi yang terjadi

dalam kelompok selama proses pembelajaran, terlebih lagi pada saat

penyelesaiaan tugas kelompok yang diberikan oleh guru. Kepala bernomor

struktur pada dasarnya merupakan sebuah varian diskusi kelompok, dengan

ciri khasnya adalah guru hanya menunjuk salah satu siswa yang dapat

(38)

26

kelompoknya. Cara ini menjamin keterlibatan otak semua siswa. Cara ini juga

merupakan suatu upaya individual dalam diskusi kelompok. Dalam

pembelajaran kepala bernomor struktur, kesulitan pemahaman materi yang

dialami dapat dipecahkan bersama dengan anggota kelompok melalui

bimbingan guru. Untuk itu pembelajaran kepala bernomor struktur menitik

beratkan pada keaktifan siswa dan memerlukan interaksi sosial yang baik

antara semua kelompok. Namun tidak hanya interaksi di dalam kelompok saja

tetapi ada beberapa nilai lebih dari pembelajaran ini, di antaranya :

a. Adanya saling ketergantungan positif di setiap anggota.

b. Semua anggota tim bekerja sama.

c. Setiap anggota memiliki tanggung jawab yang harus dipikul.

d. Anggota tim menunjukkan kemampuannya dan juga kemampuan timnya.

Pembelajaran kepala bernomor struktur memberikan kesempatan kepada

siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang

paling tepat. Selain itu, pembelajaran kepala bernomor struktur juga

mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama siswa.

Pembelajaran ini dikembangkan untuk mencapai 3 tujuan yaitu: hasil belajar

kognitif, penerimaan tentang keragaman pendapat, dan pengembangan

keterampilan membaca, menjawab pertanyaan, menerima jawaban teman.

Setiap model pembelajaran memiliki kekurangan dan kelebihan, maka di

sini dituntut profesionalitas seorang guru yang harus teliti dan cermat untuk

memilih model pembelajaran yang tepat bagi suatu konsep tertentu yang akan

diajarkan pada siswa di kelas. Pembelajaran kepala bernomor struktur juga

sangat baik jika diterapkan dalam pembelajaran IPS, khususnya pada konsep

perusahaan dan badan usahan, sebab dalam konsep ini terdapat banyak istilah

dan beberapa materi hafalan yang harus dikuasai siswa. Padatnya materi dapat

membuat mereka bosan dan enggan untuk belajar sehingga menimbulkan

sikap malas pada siswa. Untuk menyikapi masalah ini, maka diperlukan

kebijaksanaan dari seorang guru dalam menyajikan konsep kepada siswa.

Salah satu alternatifnya adalah penerapan kepala bernomor struktur, karena

(39)

27

membuat siswa aktif bekerja sama dalam kelompoknya, kepala bernomor

struktur juga merangsang kerja otak siswa mengembangkan daya nalarnya

dalam menyelesaikan suatu permasalahan sehingga memudahkan mereka

memahami konsep yang sedang dipelajari. Oleh karena itu, metode

pembelajaran kooperatif tipe kepala bernomor struktur diduga dapat

mempengaruhi kemajuan siswa dalam belajar sehingga meningkatkan hasil

belajar siswa.

2. Hakikat Belajar a. Pengertian Belajar

Belajar merupakan proses orang memperoleh kecakapan, keterampilan,

dan sikap. Belajar dimulai dari masa kecil sampai akhir hayat seseorang.

Rasullah SAW., menyatakan dalam salah satu hadistnya bahwa manusia harus

belajar sejak dari ayunan hingga liang lahat.23

Menurut Gagne, “belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan

yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut akan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara

alamiah”. Menurut Harold Spears, “Learning is to observe, to read, to imitate, to try something themselves, to listen, to follow direction. (Dengan kata lain, bahwa belajar adalah mengamati, membaca, meniru,

mencoba sesuatu, mendengar dan mengikuti arah tertentu)”. Menurut Morgan, Learning is any relatively permanent change in behaviour that is a result of past experience. (Belajar adalah perubahan perilaku yang bersifat permanen sebagai hasil pengalaman).24

Menurut James O. Whittaker, “belajar didefinisikan sebagai proses di

mana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.

Learning may be defined as the process by which behavior originates or is

altered through training or experience”.25

23

Martimis Yamin, Staregi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Gaung Persada press, 2004), cet. 2, h. 97.

24

Agus Suprijono, Cooperatif Learning Teori, …… h. 33.

25

(40)

28

Menurut Zikri Neni Iska, “belajar adalah suatu perubahan yang secara

relatif berlangsung lama pada perilaku yang diperoleh dari

pengalaman-pengalaman.26 Jadi belajar merupakan proses perubahan tingkah laku dari

yang belum mampu menjadi mampu dan berlangsung dalam waktu tertentu

yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman”.

Menurut S. Nasution, ”belajar adalah proses yang melahirkan atau mengubah suatu kegiatan melalui jalan latihan yang dibedakan dari perubahan-perubahan oleh faktor-faktor yang tidak termasuk latihan”.27 Menurut Sarlito Wirawan Sarwono Belajar adalah suatu proses di mana suatu tingkah laku ditimbulkan atau diperbaiki melalui serentetan reaksi atas situasi (rangsang) yang terjadi”.28 Menurut Wittig, “belajar sebagai: any relatively pemrmanent change in an organism’s behavioral

repertoire that occurs as a result of experience (Belajar ialah perubahan yang relative menetap yang terjadi dalam segala macam atau

keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil pengalaman.”29 Siswa belajar di sekolah melalui perantara guru dibantu dengan

berbagai fasilitas penunjang guna mencapai keberhasilan dalam kegiatan

pembelajaran. Berhasilnya suatu pembelajaran terkait dengan tercapai atau

tidaknya tujuan pembelajaran tersebut. Agar dapat tercapai keberhasilan

pembelajaran dengan semaksimal mungkin, maka diperlukan hubungan

timbal-balik yang saling mendukung antara siswa dan guru, sehingga terjadi

kondisi belajar yang kondusif di kelas.

Secara umum, ”belajar dapat dimaknai dengan suatu proses bagi

seseorang untuk memperoleh kecakapan, keterampilan dan sikap”. Dalam

26

Zikri Neni Iska, Psikologi Pengantar Pemahaman Diri dan Lingkungan, (Jakarta: Kizi

Brother’s, 2006) h. 76.

27

S. Nasution, Didaktik Asas-Asas Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), Ed. 2, Cet. 1, h. 35.

28

Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi , ( Jakarta: PT Bulan Bintang, 2000), cet. 8, h.45.

29

(41)

29

perspektif psikologi pendidikan, belajar didefinisikan sebagai suatu perubahan

tingkah laku dalam diri seseorang yang relatif menetap sebagai hasil dari

sebuah pengalaman.30

Dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar

merupakan proses perubahan tingkah laku individu dalam jangka waktu

tertentu, baik perubahan dengan adanya stimulus atau rangsangan dari luar

dengan cara melihat, mendengar, membaca, maupun perubahan dengan

stimulus dari dalam diri yaitu berupa pengalaman-pengalaman diri sendiri dan

dapat juga berubah dari pengalaman orang lain serta perubahan itu terjadi

dengan sendirinya.

b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

1. Waktu Istirahat

Selama menjalankan proses belajar, tubuh maupun otak membutuhkan

waktu istirahat yang cukup agar tidak terlalu letih dan tidak menimbulkan

kejenuhan. Terlebih lagi kalau mempelajari materi pelajaran yang memuat

bahan belajar yang cukup banyak, maka perlu disediakan waktu-waktu

tertentu untuk istirahat. 31

Seorang guru harus paham dan mengerti dengan kondisi siswanya

ketika sedang belajar. Jika siswa sudah menunjukkan raut wajah yang letih

dan jenuh, maka guru harus berusaha mencari solusi untuk mengatasi masalah

yang dialami oleh para siswa. Pemecahan masalah ini bisa diatasi dengan

30

Zurinal Z. dan Wahdi Sayuti, Ilmu Pendidikan (Pengantar dan Dasar-Dasar Pelaksanaan Pendidikan), (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), cet. 1, h. 117.

31

Gambar

Tabel 2.2
Tabel 2.3 Kelebihan dan kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala
Tabel 3.1
Gambar 3.1           Alur Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

EDS adalah proses evaluasi diri sekolah yang bersifat internal yang melibatkan pemangku kepentingan untuk melihat kinerja sekolah berdasarkan Standar Pelayanan Minimal

Berdasarkan uraian di atas maka pemecahan masalah dalam penelitian ini adalah dengan implementasi model pembelajaran Problem Posing dengan metode Brainstorming diharapkan dapat

antara alkohol dengan suatu anhidrida asam atau klorida asam, yang lebih reaktif.. daripada asam karboksilat dan dapat bereaksi secara tak

Aplikasi sistem informasi geografis ini dapat menampilkan data- data yang berkaitan dengan informasi tempat wisata di wilayah DKI Jakarta, memberikan kemudahan

Metode studi lapangan dilakukan dengan melakukan wawancara dengan pihak perusahaan untuk mendapatkan data, serta menganalisa data tersebut, sedangkan metode studi pustaka

Hasil dari pengujian dapat disimpulkan bahwa metode Template Matching dapat diterapkan untuk mengidentifikasi penyakit Tuberkulosis paru dengan prosentase keberhasilan

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2013. tentang Tata Tertib Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah

Sehubungan dengan telah berakhirnya masa sanggah terhadap Pengumuman Pemenang Seleksi Umum untuk paket pekerjaan tersebut diatas oleh Kelompok Kerja ( POKJA ) Konsultansi III