• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.1 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian

Bagian ini peneliti akan menjelaskan tentang tingkat ketimpangan di Kabupaten Aceh Barat yang dibandingkan dengan tingkat ketimpangan di Kabupaten Aceh Selatan dalam kurun waktu 2005-2011.

4.1.1 PDRB Per Kapita Kabupaten Aceh Barat

Produk Domestik Regional Bruto Per Kapita (PDRB Per Kapita) adalah besaran kasar yang menunjukan tingkat kesejahteraan penduduk disuatu wilayah pada suatu waktu tertentu. PDRB per kapita didapat dengan membagi PDRB dengan jumlah penduduk pertengahan tahun di wilayah tersebut.

Tabel 4

Laju PDRB (ADHK) 2000, Jumlah Penduduk dan PDRB Per Kapita Kabupaten Aceh Barat Tahun 2005-2011

No Tahun PDRB (ADHK) 2000 (Juta Rupiah) Jumlah Penduduk (Jiwa) PDRB Per Kapita (Rupiah) 1 2005 878.891,70 150.450 5.841.752,71 2 2006 954.906,27 151.549 6.299.103,30 3 2007 1.012.992,76 152.557 6.608.169,64 4 2008 1.140.817,36 174.415 6.940.967,13 5 2009 1.197.904,53 169.111 7.083.539,99 6 2010 1.258.936,75 173.558 7.253.694,74 7 2011 1.324.894,54 177.532 7.462.849,18

Sumber : Badan Pusat Statistik Aceh Barat (Mei 2013)

Bentuk tabel 4 menunjukan bahwa PDRB per kapita (ADHK) 2000 Kabupaten Aceh Barat relatif mengalami kenaikan. Pada tahun 2002 PDRB per kapita Kabupaten Aceh Barat sebesar Rp. 5.285.771,21, dan terus meningkat mencapai Rp. 7.462.849,18 pada tahun 2011. Peningkatan PDRB per kapita Kabupaten Aceh Barat diikuti dengan jumlah penduduk yang terus meningkat, pada tahun 2002 sebesar 150.450 jiwa menjadi 177.532 jiwa pada tahun 2011.

4.1.2 PDRB Per Kapita Kabupaten Aceh Selatan

Produk Domestik Regional Bruto Per Kapita (PDRB Per Kapita) adalah besaran kasar yang menunjukan tingkat kesejahteraan penduduk disuatu wilayah pada suatu waktu tertentu. PDRB per kapita didapat dengan membagi PDRB dengan jumlah penduduk pertengahan tahun di wilayah tersebut.

Tabel 5

Laju PDRB (ADHK) 2000, Jumlah Penduduk dan PDRB Per Kapita Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2005-2011

No Tahun PDRB (ADHK) 2000 (Juta Rupiah) Jumlah Penduduk (Jiwa) PDRB Per Kapita (Rupiah) 1 2005 1.092.287,92 191.539 5.702.691,96 2 2006 1.129.691,38 204.449 5.525.541,25 3 2007 1.160.532,85 205.970 5.634.475,17 4 2008 1.202.675,33 210.215 5.721.167,98 5 2009 1.248.506,34 211.564 5.901.317,52 6 2010 1.301.826,13 203.218 6.406.057,19 7 2011 1.358.940,38 207.025 6.564.136,60

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh (Mei 2013)

Bentuk tabel 5 menunjukan jumlah penduduk dan PDRB per kapita Kabupaten Aceh Selatan selama periode penelitian tahun 2005 sampai dengan tahun 2011. Jumlah penduduk Kabupaten Aceh Selatan dan PDRB per kapita Kabupaten Nagan Raya relatif meningkat. Pada tahun 2005 PDRB per kapita Kabupaten Aceh Selatan sebesar Rp. 5.702.691,96 menjadi Rp. 6.564.136,60 pada tahun 2011. Begitu juga dengan PDRB (ADHK) Kabupaten Aceh Selatan yang juga mengalami selama 7 tahun terakhir pada tahun 2005 sebesar Rp. 1.092.287,92 menjadi Rp. 1.358.940,38 pada tahun 2011. Akan tetapi jumlah penduduk Kabupaten Aceh Selatan sempat mengalami penurunan pada tahun 2010 menjadi 203.218 jiwa dari tahun 2009 sebesar 211.564 jiwa, namun kembali meningkat pada tahun 2011 menjadi 207.025 jiwa.

4.2 Analisis Ketimpangan Pembangunan Wilayah

Ketimpangan wilayah (regional disparity) timbul dikarenakan tidak adanya pemerataan dalam pembangunan ekonomi. Hal ini terlihat dengan adanya wilayah yang maju dengan wilayah yang terbelakang atau kurang maju. Ketidakmerataan pembangunan ini disebabkan karena adanya perbedaan antar wilayah satu dengan lainnya. Perbedaan kandungan sumber daya alam dan perbedaan kondisi demografi yang terdapat pada masing-masing wilayah (Sjafrizal 2008, h. 104). Berkembangnya kabupaten-kabupaten baru dan desentralisasi diduga akan sangat mendorong kesenjangan antar daerah yang lebih lebar.

Ketimpangan memiliki dampak positif dan negatif. Dampak positif dari adanya ketimpangan adalah dapat mendorong wilayah lain yang kurang maju untuk dapat bersaing dan meningkatkan pertumbuhannya guna meningkatkan kesejahteraannya. Sedangkan dampak negatif dari ketimpangan yang ekstrim antara lain inefisiensi ekonomi, melemahnya stabilitas dan solidaritas, serta ketimpangan yang tinggi pada umumnya di pandang tidak adil (Todaro 2006, h. 249).

Menurut Hipotesa Neo-klasik, pada permulaan proses pembangunan suatu negara, ketimpangan pembangunan antar wilayah cenderung meningkat. Proses ini akan terjadi sampai ketimpangan tersebut mencapai titik puncak. Setelah itu, bila proses pembangunan terus berlanjut, maka secara berangsur-angsur ketimpangan pembangunan antar wilayah tersebut akan menurun (Sjafrizal 2008, h. 105). Tingkat ketimpangan pembangunan Kabupaten Aceh Barat dan

Kabupaten Aceh Selatan diukur dengan PDRB per kapita menggunakan Indeks Williamson.

Tabel 6

Jumlah PDRB Per Kapita dan Tingkat Ketimpangan Pembangunan Wilayah Kabupaten Aceh Barat dan Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2005-2011

No Tahun PDRB Per Kapita Kabupaten Aceh Barat (Rupiah) PDRB Per Kapita Kabupaten Aceh Selatan (Rupiah) Ketimpangan Pembangunan Kabupaten Aceh Barat (%) Kabupaten Aceh Selatan (%) 1 2005 5.841.752,71 5.702.691,96 14,29 2,98 2 2006 6.299.103,30 5.525.541,25 2,89 2,95 3 2007 6.608.169,64 5.634.475,17 3,20 3,14 4 2008 6.940.967,13 5.721.167,98 3,84 3,45 5 2009 7.083.539,99 5.901.317,52 4,15 3,81 6 2010 7.253.694,74 6.406.057,19 4,33 4,03 7 2011 7.462.849,18 6.564.136,60 4,22 4,02

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh (Data diolah September 2013)

Berdasarkan hasil perhitungan indeks Williamson, tabel 6 menunjukan tingkat ketimpangan pembangunan di Kabupaten Aceh Barat relatif tinggi dan meningkat hampir setiap tahunnya. Akan tetapi pada tahun 2006 ketimpangan di Kabupaten Aceh Barat kembali menurun dari 14,29% di tahun 2005 menjadi 2,89% pada tahun 2006. Ketimpangan yang sangat tinggi pada tahun 2005 di kabupaten Aceh Barat tidak lepas dari di mulainya pembangunan di Aceh Barat setelah pada akhir tahun 2004 mengalami Gempa Bumi dan Tsunami yang terjadi di Aceh. Ketimpangan Pembangunan kembali meningkat sebesar 3,20% tahun 2007 dan terus mengalami peningkatan sampai tahun 2011. Begitu juga dengan tingkat ketimpangan di Kabupaten Aceh Selatan relatif tinggi dan terus meningkat tiap tahunnya selama periode penelitian dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2011. Pada tahun 2005 tingkat ketimpangan pembangunan di Kabupaten Aceh Selatan sebesar 2,98% dan terus meningkat mencapai 4,02% pada tahun 2011.

Tingkat ketimpangan pembangunan di Kabupaten Aceh Barat dan di Kabupaten Aceh Selatan yang tinggi dan terus meningkat tiap tahunnya menunjukan pembangunan ekonomi di Kabupaten Aceh Barat dan di Kabupaten Aceh Selatan kurang merata. Ini disebabkan kurangnya pemerataan dalam pembangunan ekonomi karena terdapat perbedaan sumber daya alam dan potensi daerah di setiap wilayah. Seperti yang dikemukakan oleh Sjafrizal (2008, h. 104), Ketimpangan wilayah (regional disparity) timbul dikarenakan tidak adanya pemerataan dalam pembangunan ekonomi. Hal ini terlihat dengan adanya wilayah yang maju dengan wilayah yang terbelakang atau kurang maju. Ketidakmerataan pembangunan ini disebabkan karena adanya perbedaan antar wilayah satu dengan lainnya. Perbedaan kandungan sumber daya alam dan perbedaan kondisi demografi yang terdapat pada masing-masing wilayah.

Myrdal dalam Jhingan (2007, h. 212), mengemukakan bahwa Ketimpangan regional berkaitan erat dengan sistem kapitalis yang dikendalikan oleh motif laba. Motif laba inilah yang mendorong berkembangnya pembangunan berpusat di wilayah-wilayah yang memiliki harapan laba tinggi, sementara wilayah-wilayah lain tetap terlantar. Ketidakmerataan pembangunan yang mengakibatkan ketimpangan ini disebabkan karena adanya dampak balik (backwash effect) yang lebih tinggi dibandingkan dengan dampak sebar (spread effect).

4.3 Pembahasan Hasil

Berdasarkan data yang diperoleh dan dilakukan perhitungan dengan menggunakan indeks Williamson untuk mengetahui berapa besar tingkat

ketimpangan yang terjadi di Kabupaten Aceh Barat dan Kabupaten Aceh Selatan selama periode penelitian dari tahun 2005 sampai tahun 2011. Dari hasil perhitungan yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa terdapat ketimpangan pembangunan wilayah di Kabupaten Aceh Barat dan Kabupaten Aceh Selatan. Ini ditunjukan dari kriteria perhitungan indeks Williamson, dimana semakin mendekati 0, maka suatu daerah dikatakan tidak timpang, sedangkan jika semakin mendekati 1, maka suatu daerah dikatakan timpang.

Tabel 7

Tingkat Ketimpangan Pembangunan Wilayah Di Kabupaten Aceh Barat Tahun 2005-2011 No Tahun PDRB Per Kapita (ADHK) 2000 (Rupiah) Tingkat Ketimpangan Pembangunan (%) 1 2005 5.841.752,71 14,29 2 2006 6.299.103,30 2,89 3 2007 6.608.169,64 3,20 4 2008 6.940.967,13 3,84 5 2009 7.083.539,99 4,15 6 2010 7.253.694,74 4,33 7 2011 7.462.849,18 4,22

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Barat ( Data diolah September 2013)

Berdasarkan tabel 7, tingkat ketimpangan pembangunan Kabupaten Aceh Barat relatif tinggi dan terus mengalami peningkatan tiap tahunya yang dikuti dengan PDRB per kapita d Kabupaten Aceh Barat yang terus meningkat. Pada tahun 2005 tingkat ketimpangan pembangunan di Kabupaten Aceh Barat sangat tinggi mencapi 14,29%, itu akibat dari dimulainya proses pembangunan dan rehab kontruksi yang disebabkan Gempa dan Tsunami yang terjadi di Aceh pada tahun 2004. Kemudian kembali mengalami penurunan pada tahun 2006 mencapai 2,89%, itu menunjukan proses pembangunan yang terus berlanjut di Kabupaten Aceh Barat. Namum tingkat ketimpangan kembali meningkat pada tahun 2007

sampai 2011. Meskipun pada pada tahun 2007 sampai tahun 2011 PDRB per kapita Kabupaten Aceh Barat mengalami peningkatan, akan tetapi tidak menurunkan tingkat ketimpangan pembangunan. Ini menunjukan tidak meratanya tingkat pendapatan yang diterima setiap penduduk, sehingga menyebabkan tingginya tingkat ketimpangan pembangunan di Kabupaten Aceh Barat.

Tabel 8

Tingkat Ketimpangan Pembangunan Wilayah Di Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2005-2011 No Tahun PDRB Per Kapita (ADHK) 2000 (Rupiah) Tingkat Ketimpangan Pembangunan (%) 1 2005 5.702.691,96 2,98 2 2006 5.525.541,25 2,95 3 2007 5.634.475,17 3,14 4 2008 5.721.167,98 3,45 5 2009 5.901.317,52 3,81 6 2010 6.406.057,19 4,03 7 2011 6.564.136,60 4,02

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh Barat (Data diolah September 2013)

Sedangkan pada tabel 8 menunjukan tingkat ketimpangan pembangunan di Kabupaten Aceh Selatan yang relatif tinggi dan terus mengalami peningkatan dengan diikuti peningkatan PDRB per kapita dalam tiap tahunnya. Tingginya tingkat ketimpangan pembangunan disebabkan tidak meratanya pendapatan yang diterima setiap penduduk Kabupaten Aceh Selatan. Selain itu, pada tahun 2005 merupakan titik awal meningkatnya ketimpangan pembangunan di Kabupaten Aceh Selatan yang mana terjadi proses awal pembangunan akibat imbas dari Gempa dan Tsunami yang terjadi di Aceh yang berpusat di Kabupaten Aceh Barat.

Hasil ini pun tidak sesuai dengan Hipotesa Noe-Klasik dimana pada permulaan proses pembangunan suatu negara, ketimpangan pembangunan antar wilayah cenderung meningkat. Proses ini akan terjadi sampai ketimpangan tersebut mencapai titik puncak. Setelah itu, bila proses pembangunan terus berlanjut, maka secara berangsur-angsur ketimpangan pembangunan antar wilayah tersebut akan menurun (Sjafrizal 2008, h. 105).

V. PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan analisis yang dilakukan pada Bab IV, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Ketimpangan pembangunan wilayah di Kabupaten Aceh Barat diukur dengan menggunakan indeks Wiliamson selama periode penelitian tahun 2005-2011 cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 2005 tingkat ketimpangan pembangunan di Kabupaten Aceh Barat sangat tinggi akibat permulaan proses pembangunan setelah terjadi Gempa dan Tsunami yang terjadi di Aceh yang berpusat di Kabupaten Aceh Barat. Namun pada tahun 2006 tingkat ketimpangan kembali mengalami penurunan akibat dari terus berlanjutnya proses pembangunan di Kabupaten Aceh Barat, akan tetapi pada 2007 tingkat ketimpangan kembali naik dari 3,20% dan terus mengalami kenaikan hingga tahun 2011 mencapai sebesar 4,22%. Ini menunjukan tidak meratanya tingkat pendapatan yang diterima setiap penduduk sehingga menyebabkan meningkatnya ketimpangan pambangunan di Kabupaten Aceh Barat.

2. Ketimpangan pembangunan wilayah di Kabupaten Aceh Selatan diukur dengan menggunakan indeks Williamson selama periode penelitian tahun 2005-2011 cenderung tinggi dan terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2005 tingkat ketimpangan pembangunan di Kabupaten Aceh Selatan sebesar 2,98%, akibat terjadinya proses rehab kontruksi yang disebabkan imbas Gempa dan Tsunami yang terjadi di Aceh yang berpusat di Kabupaten Aceh Barat. Akan tetapi tingkat ketimpangan pembangunan terus meningkat sampai tahun 2011

menjadi 4,02, karena tidak meratanya tingkat pendapatan yang diterima setiap penduduk di Kabupaten Aceh Selatan yang menyebabkan terus tingginya tingkat ketimpangan pembangunan di Kabupaten Aceh Selatan.

5.2 Saran-Saran

1. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan tingkat ketimpangan yang cenderung meningkat dan tinggi selama periode penelitian di Kabupaten Aceh Barat dan Kabupaten Aceh Selatan. Melihat keadaan tersebut hendaknya dilakukan upaya untuk mengurangi tingkat ketimpangan pembangunan wilayah, berupa tidak meratanya pendapatan per kapita, sehingga dibutuhkan usaha-usaha untuk pemerataan Pendapatan per kapita, pemerataan lapangan kerja di daerah yang tingkat penganggurannya relatif tinggi.

2. Selain itu untuk mengurangi laju pertumbuhan penduduk dapat dilakukan dengan optimalisasi program Keluarga Berencana (KB). Serta mempriotasikan penduduk Kabupaten Aceh Barat dan Kabupaten Aceh Selatan dengan penggunaan tenaga kerja oleh investor yang menanamkan sahamnya di Kabupaten Aceh Barat dan Kabupaten Aceh Selatan.

DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Lia. Edisi Pertama. 2007. Ekonomi Pembangunan. Graha Ilmu : Yogyakarta

Hasan, Ikbal. 2002. Pokok – Pokok Materi Statistik 2, Statistik Inforensif. Edisi 2. PT Bumi Aksara: Jakarta

Jhingan, M.L. 2007. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. PT Raja Grafindo: Jakarta

Nachrowi dan Usman. 2006. Pendekatan Populer bab Praktis Ekonometrika. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta

P. Todaro, Michael & Stephen C. Smith. Edisi Kedelapan. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ke tiga. Erlangga : Ciracas Jakarta

.2006. Pembangunan Ekonomi. Edisi Kesembilan. Erlangga: Ciracas Jakarta

Sadono, Sukirno. 2006. Makro Ekonomi: Teori Pengantar. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta

Sarwoko. 2005. Dasar – Dasar Ekonometrika. Yogyakarta

Sjafrizal. 2008. Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi. Badouse Media: Padang – Sumatra Barat

Suryadi dan Purwanto. 2004. Statistik Untuk Ekonomi dan Keuangan Modern. Salemba Empat. Jakarta

Taringan, Robinson. Edisi Revisi. 2005. Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi. PT Bumi Aksara: Jakarta

Dokumen terkait