• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Umum Hutan Rakyat dan Komposisi Jenis

Praktek pengelolaan hutan rakyat umumnnya berlangsung di lahan- lahan bertipe kebun pekarangan (homegarden), tegalan dan talun. Lahan talun yaitu lahan kering dengan bentuk mulai dari datar, berbukit dan curam terbentang dari kaki sampai puncak perbukitan atau terletak dekat kawasan hutan lindung, ukuran lahan lebih luas dengan rata-rata kepemilikan minimum 0,5 ha dan penanaman pohon lebih rapat. Praktek lainnya berlangsung di kebun pekarangan terletak di lingkungan rumah tinggal dalam hamparan yang sempit, mempunyai pengaturan tanaman yang terang, dipagari berbagai jenis tanaman sayuran, rempah, hingga pohon yang berukuran sedang. Lahan tegalan berupa lahan kering berbentuk datar sampai berbukit, berlokasi masih dalam satu desa dengan tempat tinggal.

Dalam penelitian ini praktek hutan rakyat di batasi pada pengelolaan hutan rakyat yang dilakukan di lahan talun, dan tegakan penyusunnya ditanam oleh masyarakat. Data penyusun tegakan hutan rakyat dan praktek pengelolaannya diambil dari dua lokasi. Lokasi pertama yaitu di desa Masarang, bentuk lapangan, datar, berbukit hingga curam, terbentang luas dari kaki hingga punggung gunung yang berbatasan langsung dengan hutan lindung masarang. Laha n berstatus hak milik pada yayasan masarang. Tegakan di lokasi Masarang berpola hutan rakyat murni, (kemudian dalam penelitian ini di sebut Masarang). Lokasi kedua dengan pola kebun-campuran, mewakili hutan rakyat campuran, bentuk lapangan datar dan berbuk it sampai curam berlokasi di kecamatan Tareran, dengan hak kepemilikan lahan bersifat perorangan dengan luas lahan minimum 0,25 ha. Umumnya pohon dominan yang ditanam oleh masyarakat dari berbagai tipe penggunaan lahan baik pola tegakan murni dan campuran adalah pohon jenis cempaka dan wasian, yang merupakan pohon endemik Sulawesi (Lampiran 2).

Komposisi jenis pohon penyusun tegakan hutan rakyat dengan pola tegakan murni di Masarang di dominasi jenis pohon cempaka (Elmerrillia ovalis) dan jenis wasian (Elmerrilliacelebica) sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 4. Hasil sensus ditemukan sebanyak 17 jenis pohon yang menyusun tegakan hutan rakyat murni di Masarang dengan jenis dominan adalah cempaka dan wasian.

Tabel 4 Komposisi jenis pohon tegakan hutan rakyat di Masarang

No Jenis Nama Ilmiah Hasil/manfaat KR (%) FR (%) 1 Cempaka Elmerrillia ovalis kayu komersil 42,0 41,00 2 Wasian Elmerrillia celebica kayu komersil 38,0 37,10

3 Aren Arenga pinnata nira, buah, kulit 3,2 5,10

4 Nantu Palaquium obstusifolium kayu komersil 2,4 3,10 5 Mahoni Swietenia macrophylla kayu komersil 2,3 3,00

6 Kopi Coffea robusta kayu, buah 2,2 1,50

7 Cengkeh Eugenia aromaticum kayu, buah 2,1 1,45

8 Kelapa Cocos nucifera kayu, buah 2,0 1,40

9 Walantakan - kayu 0,9 1,30

10 Lamtoro Leucaena glauca kayu bakar 0,9 1,20

11 Kaliandra Calliandra calothyruss kayu bakar 0,8 1,15

12 Pakoba Knema tomentell kayu, buah 0,7 0,60

13 Petai cina Leucaena leucocephala buah, daun 0,5 0,60

14 Durian Durio zibethinus kayu, buah 0,5 0,60

15 Langsat Aglaia domestica kayu, buah 0,5 0,50

16 Bambu Bamboo kayu, sayur 0,5 0,30

17 Pisang Musa paradisiaca batang, buah 0,5 0,20

Total 100,00 100,00

Pada tegakan murni di Masarang, frekuensi relatif jenis wasian (E. celebica) dan cempaka (E. ovalis) mencapai 78,1% dari seluruh jenis pohon yang ditemukan. Jenis lain yang ditemukan adalah aren, nantu, cengkeh, mahoni, dan kelapa. Pada tegakan hutan rakyat murni jenis cempaka dan wasian adalah yang paling dominan, karena praktek hutan rakyatnya terutama berorientasi untuk menghasilkan kayu cempaka dan wasian.

Pada pola kebun campuran di Tareran, frekuensi relatif (FR) jenis pohon lebih beragam dan tersebar ke dalam beberapa jenis, tetapi masih di dominasi terutama jenis wasian dengan frekue nsi relatif 25,30%, dan cempaka dengan frekuensi relatif 20,20%, kemudian diikuti jenis lainnya seperti nantu, mahoni, kopi, cengkeh serta kelapa. Jenis-jenis tersebut umumnya memiliki frekuensi relatif yang tidak jauh berbeda. Dibandingkan di Masarang, hutan rakyat kebun campuran di Tareran selain untuk menghasilkan kayu dengan jenis yang beragam, juga dikombinasikan dengan jenis penghasil buah atau hasil non kayu lain. Komposisi jenis yang ditemukan di kedua lokasi tersebut tergolong pohon berkayu, jenis pisang dan bambu belum termasuk jenis lain berbentuk herba atau tanaman semusim yang juga ditemukan di kedua lokasi penelitian. Pada bagian bawah tegakan dimana lahan talun tersebut masih terbuka, umumnya oleh petani ditanami dengan berbagai tanaman pangan seperti ubi kayu, jagung dan tumbuhan

42

rempah atau obat. Tabel 5 menyajikan komposisi jenis pohon penyusun tegakan hutan rakyat pola kebun-campuran di Tareran.

Tabel 5 Komposisi jenis pohon tegakan hutan rakyat di Tareran

No Jenis Nama Ilmiah Hasil/manfaat KR(%) FR(%) 1 Wasian Elmerrillia celebica kayu komersil 26,0 25,30 2 Cempaka Elmerrillia ovalis kayu komersil 20,0 20,20 3 Nantu Palaquium obstusifolium kayu komersil 5,0 6,70 4 Mahoni Swietenia macrophylla kayu komersil 5,0 6,60 5 Cengkeh Eugenia aromaticum kayu, buah 4,0 6,50

6 Kopi Coffea robusta kayu, buah 4,0 4,50

7 Aren Arenga pinnata nira, buah 4,0 4,50

8 Pakoba Knema tomentell buah, kayu 4,0 4,50

9 Kelapa Cocos nucifera kayu, buah 4,0 4,50

10 Langsat Aglaia domestica kayu, buah 1,5 3,50

11 Pala Myristica fragrans kayu, buah, biji 1,5 2,80

12 Mangga Mangifera indica kayu, buah 1,5 0,90

13 Kayu manis Cinnamomum zeylanicum kayu, kulit 1,5 0,90

14 Alpukat Persea americana buah 1,5 0,90

15 Durian Durio zibethinus kayu, buah 1,5 0,90

16 Cokelat Theobroma cacao buah 1,0 0,80

17 Sengon Paraserianthes falcataria kayu 1,0 0,80

18 Pangi Pangium edula daun 0,8 0,75

19 Kemiri Aleurites molluccana kayu, buah 0,8 0,75 20 Nangka Artocarpus heterophyllus kayu buah 0,7 0,70

21 Bambu Bambusa Sp. kayu, tunas 0,7 0,50

22 Pisang Musa paradisiaca batang, buah 0,6 0,30

23 Pepaya Carica papaya buah, daun 0,6 0,20

24 Jambu air - buah 0,5 0,20

25 Melinjo Gnetum gnemon buah, daun 0,5 0,20

Jambu biji Petai cina Psidiun guajava Leucaena leucocephala kayu, buah kayu, buah 0,5 0,5 0,20 0,20 26 27

28 Lamtoro Leucaena glauca kayu 0,5 0,20

29 Sirsak Anona muricana buah 0,5 0,20

30 Walantakan - kayu 0,5 0,20

31 Lemon citrus lemon buah, daun 0,5 0,20

32 Belimbing Averrhoa belimbi buah, daun 0,5 0,20

33 Matoa Pometia pinnata buah 0,5 0,20

Total 100 100

Namun demikian di beberapa tempat ditemukan hutan rakyat murni dengan jenis cempaka dan wasian yang cenderung monokultur, selain hutan rakyat murni yang telah lama dikenal masyarakat seperti perkebunan kelapa dan cengkeh. Frekuensi kehadiran jenis pohon cempaka, wasian, kelapa, cengkeh, dan kopi pada berbagai jenis lahan (diluar persawahan) di Minahasa berkisar 25–30% (BPS 2001). Kecenderungan masyarakat untuk menanam jenis-jenis pohon tersebut,

karena praktek hutan rakyatnya berorientasi pada kombinasi hasil kayu dan tanaman keras, dimana kayu jenis tersebut merupakan konsumsi terbesar industri rumah panggung juga merupakan pohon adat dimana setiap pemilik lahan wajib memiliki jenis wasian atau cempaka.

Keragaman jenis pada setiap lokasi hutan rakyat bersifat khas dan berbeda satu dengan lainnya sebagaimana dilaporkan oleh beberapa penelitian lain. Ginoga et al (2002) melaporkan bahwa di Tasikmalaya dan Ciamis hanya ditemukan 11 jenis dan 28 jenis pohon penyusun tegakan hutan rakyat. Sedangkan Rusolono (2006) melaporkan pada praktek hutan rakyat pola agroforestri dengan basis pohon sengon di lahan tegalan, penyusun tegakan agroforestri murni di Pacekelan di temukan 25 jenis pohon, dan penyusun tegakan agroforestri kebun campur di Kertayasa ditemukan 62 jenis pohon, yang berarti lebih tinggi dari penelitian ini. Variasi pengelolaan ini menghasilkan keragaman tipologi dan komposisi hutan rakyat antar daerah berbeda, dengan ciri khasnya masing- masing.

Tabel 6 Karakteristik umum pola hutan rakyat di Masarang dan Tareran.

Parameter Karakteristik Tegakan Hutan rakyat

Masarang Tareran

Komposisi jenis Jenis lebih homogen, dominan jenis cempaka, wasian dan sedikit jenis lain

Jenis campuran kombinasi berbagai tipe daur, pohon buah dan tanaman semusim

Stratifikasi tajuk Tajuk berlapis Tajuk berlapis multi strata Pola tanam Menyesuaikan dengan naungan

cempaka dan wasian, permudaan buatan

Tidak bergantung dengan jenis lain, permudaan buatan dan alami untuk jenis tertentu.

Hasil utama Kayu jenis wasian, cempaka dan aren serta jenis kain yang sudah tunbuh secara alami.

Kayu jenis wasian dan cempaka, serta jenis kayu lain kombinasi daur pendek dan panjang, tanaman keras serta tanaman pangan. Praktek

pengelolaan

Lebih intensif, seperti olah tanah, penanaman dan pemeliharaan tetapi hanya jenis pohon dominan.

Kombinasi ada yang di olah secara intensif dan ada pula yang tidak di olah, tergantung pada topografi, jarak dan jenis tanahnya. Topografi Datar, berbukit dengan lereng (25

– 45% ), hingga curam dan berbatasan dengan hutan lindung.

Datar, hingga bergunung sampai curam (>45%).

Kepemilikan lahan Rata-rata pemilikan lebih luas minimum 1 ha, dan untuk lokasi Masarang ini milik yayasan.

Rata-rata pemilikan lebih sempit, minimum 0.25 ha.

Secara umum praktek hutan rakyat di kedua lokasi dilakukan pada bentang lahan yang relatif sama, tetapi secara prinsip berbeda terutama dalam cara-cara pengelolaannya. Perbedaan meliputi cara penyiapan lahan, pemilihan jenis, cara

44

penanaman dan intensitas pemeliharaan dan pemanfaatan hasil. Pada Tabel 6 di atas menunjukkan beberapa perbedaan praktek yang dilakukan di kedua lokasi.

Adanya ciri khas yang tampak dari karakteristik praktek hutan rakyat yang dilakukan di kedua lokasi penelitian ini, maka pembahasan selanjutnya praktek hutan rakyat di Masarang mewakili praktek hutan rakyat murni dan hutan rakyat di Tareran mewaliki praktek hutan rakyat dengan pola kebun campuran.

Karakteristik Tempat Tumbuh Tegakan Hutan Rakyat

Sebagian besar praktek hutan rakyat di Minahasa dilaksanakan dalam bentang alam yang relatif sama dengan penciri utama adalah hutan rakyat yang berada pada lahan kering yang dalam sistem tataguna lahan desa diklasifikasikan sebagai lahan talun (kebun ladang), jenis lahan ini menempati areal terluas hingga 75% dan 65% dari luas keseluruhan wilayah Masarang dan Tareran. Bahkan 70% ciri khas lahan di Minahasa adalah bergelombang hingga bergunung. Tipologi lapangan kedua areal penelitian ini umumnya permukaan lahannya datar, hingga landai sampai curam, dengan kemiringan 15 – 45%, pada beberapa lokasi lahan di Tareran kemiringan mencapai >45%. Kawasan hutan rakyat ini tumbuh pada ketinggian antara 750-1100 m dpl.

Keadaan iklim di Minahasa termasuk di kedua lokasi dari klasifikasi iklim (menurut Schmidt & Ferguson) termasuk dalam tipe iklim B dan B, dengan 2-3 bulan kering dalam setahun, intensitas curah hujan di Masarang 31 mm/hari hujan, intensitas hujan ini lebih tinggi dibandingkan di Tareran yang hanya 23 mm/hari hujan, dengan rata-rata curah hujan lebih dari 3000 mm/tahun.

Bentang alam Kabupaten Minahasa di dominasi kawasan pegunungan dengan beberapa gunung api aktif. Ciri utama tanahnya berasal dari bahan vulkanis. Jenis tanah yang menyusun tegakan di Masarang tumbuh di atas tanah andosol, sedangkan di Tareran tumbuh pada tanah andosol dan latosol (klasifikasi tanah menurut Puslittan 1983) dan hasil laboratorium. Tanah andosol adalah tanah yang terbentuk dari hasil letusan gunung api. Beberapa sifat dari tanah andosol memiliki kedalaman solum yang dalam, stratifikasi lapisan horison tidak nampak, tanah relatif sangat remah, memiliki bobot isi tanah yang sangat rendah, nilai permeabilitas yang tinggi, menyerap air banyak, kapasitas tukar kation yang tinggi

dan mengandung banyak bahan organik, serta memiliki kadar abu yang tinggi dengan persediaan unsur hara yang cukup.

Tanah latosol terbentuk dari batuan asam menengah, berwarna kemerah-merahan atau kekuningan. Tanah didominasi oleh liat kaoliinit dan berbagai oksida besi serta oksida aluminium yang terhidrat sampai tingkat yang berbeda-beda. Tanah latosol pada daerah dengan curah hujan tinggi, bila tercuci berlebihan dan bersifat asam menjadi oksisol, memiliki KTK yang agak rendah, keberadaan unsur hara yang tersimpan sangat tergantung pada keberadaan bahan organiknya.

Pada Tabel 7 menyajikan informasi tentang ciri tapak dan sifat-sifat tanah dari lokasi penelitian di Masarang dan Tareran. Terdapat perbedaan sifat fisik dan

kimia tanah di kedua lokasi penelitian atas dasar hasil analisis tanah. Tanah di Tareran memiliki kadar air 58,65 %, lebih tinggi dibandingkan dengan kadar air di

Masarang sebesar 49,94 %, ini menunjukkan bahwa tanah di Tareran menyimpan air lebih banyak, dibandingkan dengan tanah di Masarang, sedangkan bulk density

di Tareran lebih rendah. Kelas tekstur tanah di Tareran bertekstur lempung, yang umumnya didominasi oleh debu dan liat, dengan proporsi pasir debu liat yang hampir sama. Sedangkan tanah di Masarang di dominasi oleh liat dan debu yang masuk kedalam tekstur tanah liat sampai berdebu atau bertekstur liat karena lebih dari 41% tanahnya mengandung liat dengan sangat sedikit unsur pasir (<19%), yang menyebabkan tanahnya agak padat dan sedikit menahan air. Ciri tempat tumbuh ini bersifat khas pada suatu lokasi dan berbeda dengan lokasi lainnya. Perbedaan ini berkaitan dengan riwayat pengelolaan lahan sebelumnya.

Tanah merupakan medium dari mana tanaman secara normal memperoleh nutriennya. Nutrien tanah tersebut berupa komposisi bahan organik seperti unsur– unsur dan senyawa-senyawa ion. Kadar pH tanah di Tareran cenderung lebih asam di bandingkan dengan tanah di Masarang. Secara umum bahan organik tanah di Tareran lebih baik dibandingkan dengan tanah di Masarang. Kadar N- total (nyata, p < 0,05), dan kandungan C (nyata, p > 0,05) berbeda nyata, kadar P-tersedia, dan C-Organik, (sangat nyata, p < 0,01). Sedangkan kandungan K-total, KTK, dan C/N (tidak nyata, p> 0,05). Perbedaan kadar N-total di kedua lokasi ini mungkin disebabkan variasi waktu pengelolaan yang telah berlangsung lama.

46

Tabel 7 Sifat-sifat Fisika, Kimia Tanah dan Ciri-ciri Tempat Tumbuh Tegakan hutan rakyat di Masarang dan Tareran

Lokasi Masarang Lokasi Tareran Sifat Tanah dan Ciri

Tapak Tumbuh Kedalaman 0-10 cm Kedalaman 10-20 cm Kedalaman 0-10 cm Kedalaman 10-20 cm Sifat Fisik Tanah*

Kadar Air (%)** Bulk Density (g/cm3 )** Pasir (%)**

Debu (%)** Liat (%)**

Sifat Kimia Tanah * pH H2O** pH KCl** C-Organik (%)** N Total (%)* C/N Rasiotn K Total (ppm)tn P tersedia (Bray 1) (ppm)** KTK (me/100 g)tn Kandungan C (ton/ha)* 49,94 (7,55) 0,85 (0,10) 19,46 (7,31) 34,79 (7,19) 45,75 (8,71) 4,60 (0,31) 3,75 (0,56) 2,91 (2,32) 0,26 (1,06) 10,50 (2,58) 0,40 (0,25) 4,66 (2,5) 21,92 (5,69) 61,5 (12,40) 49,00 (2,67) 0,80 (0,05) 18,09 (8,71) 35,29 (7,80) 46,62 (6,50) 4,28 (0,55) 3,66 (0,47) 2,05 (0,77) 0,24 (0,24) 10,00 (0,96) 0,30 (0,40) 3,90 (2,40) 19,50 (4,36) 48,7 (7,80) 58,65 (4,51) 0,72 (0,12) 28,80 (1,78) 44,62 (6,86) 26,58 (7,00) 5,01 (0,51) 4,01 (0,65) 3,42 (0,52) 0,31 (0,14) 12,24 (1,30) 0,64 (0,39) 7,8 (1,48) 25,96 (6,57) 70,1 (10,24) 59,00 (4,56) 0,70 (0,12) 28,21 (1,51) 45,80 (1,36) 26,10 (1,50) 5,08 (0,18) 4,19 (0,12) 2,58 (0,11) 0,27 (0,28) 11,30 (1,92) 0,49 (0,28) 6,90 (0,75) 23,55 (5,33) 52,8 (6,29) Jenis Tanah

(Puslittan 1983, FAO 1974) Andosol / Andosol Andosol / Andosol Kemiringan lapang 15 – 45 % (landai – curam) 15 – 70 % (landai – sangat

curam)

Elevasi (m/dpl) 930 - 1050 750 – 910

Curah hujan & hari hujan 4910 mm/tahun (190 hari) 3975 mm/tahun (186 hari) Tipe Iklim (Scmidt & Ferguson) B = ( Q = 32 %) B = ( Q = 30%)

Data uji beda antar lokasi. Data 10 contoh lokasi pengambilan contoh tanah. Angka dalam tanda kurung menyatakan simpangan baku. ** = berbeda sangat nyata (p<0.01), * = berbada nyata (p<0.05), tn = tidak berbeda nyata (p>0.05).

Dengan memperhatikan karakteristik tempat tumbuh, sifat-sifat fisika dan kimia tanah yang dimiliki kedua lokasi penelitian di atas. Kualitas tempat tumbuh, tempat tumbuh hutan rakyat tegakan campuran di Tareran lebih baik daripada tempat tumbuh hutan rakyat murni di Masarang. Keadaan ini erat kaitannya dengan sejarah pengelolaan lahan hutan rakyat di kedua lokasi penelitian. Hutan rakyat Tareran telah berlangsung lebih dari 35 tahun yang lalu, sedangkan di Masarang baru berkembang kembali tetapi sudah berumur kurang lebih 10 tahun terakhir, setelah sekitar duapuluh tahun berupa lahan tidur. Kandungan karbon tanah yang cukup tinggi yang terdapat di kedua lokasi penelitian ini memberikan

indikasi telah berlangsungnya dekomposisi karbon yang cukup lama dari vegetasi pohon berkayu, yang akan berbeda dengan lahan yang tidak bervegetasi.

Kondisi pengelolaan hutan rakyat di Masarang dapat dijadilan sebagai

baseline untuk pengelolaan proyek aforestasi dan reforestasi, karena kondisi lahan dahulunya (berupa padang alang-alang tanpa vegetasi dan kualitas tempat tumbuh yang rendah) telah terdegradasi dan miskin hara, sebagai akibat aktifitas pembukaan lahan dan peladangan berpindah oleh petani. Selang waktu delapan tahun telah berhasil mengembalikan fungsi lahan, lewat kegiatan penanaman kembali pohon terutama jenis pohon endemik cempaka dan wasian.

Karakteristik Struktur Tegakan Hutan Rakyat

Pengetahuan akan bentuk sebaran tegakan sangat diperlukan terutama untuk keperluan pendugaan dimensi tegakan. Struktur tegakan hutan menyatakan sebaran jumlah pohon pada berbagai kelas diameter, atau secara matematis dapat dituliskan sebagai hubungan fungsional antara diameter (D) dengan jumlah pohon per satuan luas atau sering dinamakan sebagai kerapatan pohon per hektar (N) atau di tulis dalam persamaan matematis : N = f (D) (Suhendang 1985).

Secara umum setiap tipe hutan akan cenderung memiliki struktur tegakannya sendiri. Hutan rakyat dalam sejarahnya dibangun melalui penanaman buatan seperti dalam pengeloaan hutan tanaman, namun struktur tegakan yang dihasilkan sangatlah berbeda dengan hutan tanaman. Hutan tanaman yang dalam pengelolaannya dibangun dengan penetapan daur dan pengaturan penanaman dan pemanenan secara teratur umumnya membentuk tegakan seumur dengan struktur tegakan mendekati bentuk simetris (Husch et al. 2003; Davis et al. 2001 dalam Rusolono 2006). Hutan rakyat cenderung mendekati struktur tegakan tidak seumur, dimana sebaran pohonnya akan membentuk kurva menyerupai huruf J-terbalik (Meyer 1952 dalam Davis et al. 2001). Struktur tegakan semacam ini terjadi secara alami (hutan alam).

Kecenderungan struktur tegakan hutan rakyat menyerupai kurva huruf J-terbalik erat kaitannya dengan praktek pengelolaan tegakan yang dilakukan petani. Dalam praktek pengelolan hutan rakyat baik di Masarang dan Tareran, walaupun tegakan dibangun lewat penanaman, tetapi petani tidak menerapkan

48

sistem tebang habis dalam pemanenan kayunya. Penebangan hanya dilakukan dalam periode tertentu bila ukuran pohon telah sesuai permintaan pasar, atau bila ada kebutuhan untuk membangun rumah, atau karena pohon tersebut telah menghalangi pohon lainnya. Sistem tebang habis biasanya dilakukan bila lahan tersebut akan diremajakan pohon untuk tanaman lain seperti cengkeh atau kopi atau jenis pohon tertentu. Biasanya pada tunggak sisa penebangan akan tumbuh tunas-tunas baru (trubusan) yang akan menggantikan pohon yang telah di tebang, atau dengan sengaja di lakukan penanaman kembali untuk mengoptimalkan areal yang kosong. Pada praktek demikian, persoalan konsep daur tunggal untuk tanaman menjadi tidak jelas, karena antara penanaman dan penebangan di lakukan dalam lahan yang sama dan dilakukan kapan saja sehingga setiap individu pohon memiliki daur tersendiri.

Praktek pengelolaan hutan rakyat di kedua lokasi ini merupakan bentuk adaptasi yang di lakukan petani dalam mengatasi masalah keterbatasan kepemilikan lahan serta tekanan secara ekonomi untuk mendapatkan hasil dari kayu dalam waktu yang lebih pendek dari berbagai kombinasi jenis pohon dan tanaman yang ada tanpa harus menunggu pohon mencapai umur tebangnya. Tabel 8 Persamaan struktur tegakan jenis pohon dominan di hutan rakyat.

Persamaan R2 s PRESS F

Jenis wasian di Masarang

LogN = 3.32 - 1.44 LogD 97,9 0,0840 0,1283 382,65 Jenis cempaka di Masarang

LogN = 3.60 - 1.46 LogD 93,4 0,1583 0,5848 142,36 Jenis cempaka di Tareran

LogN = 4.56 - 2.04 LogD 99,1 0,0581 0,0636 1449,62 Jenis wasian di Tareran

LogN = 4.83 - 2.22 LogD 98,1 0,0883 0,1262 687,84 Jenis lain di Tareran

LogN = 4.11 - 1.93 LogD 99,5 0,0297 0,0142 1531,51 N adalah kerapatan pohon/hektar atau jumlah jenis pohon tertentu berdasar kelas diameter, D adalah diameter rata-rata.

Kerapatan Pohon di Masarang 0 100 200 300 400 500 600 700 800 0 - 5 5 - 10 10 15 15 - 20 20 - 25 25 - 30 30 - 35 35 - 40 > 40 Diameter

Kerapatan Pohon (pohon/ha)

Wasian Cempaka

(a)

Kerapatan beberapa jenis pohon di Tareran

0 200 400 600 800 1000 1200 5 10 15 20 2 5 30 3 5 4 0 4 5 50 > 50 Diameter

Was Cem Nan Mah Ceng Pako Kel

(b)

Gambar 7 Sebaran diameter beberapa jenis pohon (a) di Masarang, dan (b) di Tareran.

Pada Gambar 7 memperlihatkan bahwa struktur tegakan hutan rakyat di kedua lokasi untuk jenis pohon Elmerrillia sp dan jenis lain (kategori pohon kayu) membentuk hutuf J-terbalik. Secara umum pohon-poho n di Masarang lebih rapat, dibandingkan dengan pohon-pohon di Tareran ditanam lebih jarang. Tabel 8 menampilkan persamaan struktur tegakan jenis pohon dominan di kedua lokasi.

50

Keragaman Potensi Biomassa Tegakan Hutan Rakyat

Biomassa tegakan diukur untuk menentukan berapa tingkat produktifitas hutan dari pohon jenis cempaka (E. ovalis) dan jenis wasian (E. celebica). Potensi biomassa ini diperkirakan berdasarkan jumlah bahan organik batang, cabang, ranting, akar, kulit, daun dan buah per hektar dari setiap pohon jenis dominan yang menyusun tegakan hutan rakyat tersebut.

Besarnya biomassa pada tegakan hutan rakyat akan dipengaruhi oleh kerapatan pohon, rata-rata tinggi dan diameter dari jenis-jenis yang dominan, serta faktor lingkungan tempat tumbuh yang berkorelasi positif dengan potensi biomassa tegakan dari jenis dominan tersebut.

Potensi Kandungan Biomassa Tegakan Jenis E. celebica dan E. ovalis.

Besarnya potensi serapan karbon praktek hutan rakyat ditentukan melalui besarnya persediaan biomassa yang terdapat dalam tegakan penyusun hutan rakyat tersebut. Biomassa bisa bersumber dari pohon-pohon penyusun tegakan, tanaman atau tumbuhan di bawah tegakan, tumbuhan bawah, tunggak, serasah kasar dan bahan organik tanah. Dalam penelitian ini biomassa yang diperhitungkan meliputi biomassa yang berada di atas dan di bawah permukaan tanah.

Sebanyak 30 pohon cempaka dan wasian dari berbagai ukuran dipilih sebagai pohon contoh untuk menyusun persamaan alometrik penduga biomassa pohon cempaka dan wasian. Jumlah pohon tersebut cukup memadai untuk syarat penyusunan sebuah persamaan biomassa jenis pohon tertentu, sebagaimana disarankan MacDikken(1997). Ketterings et al. (2001) menggunakan 29 pohon contoh dari berbagai jenis di hutan tropis sekunder untuk menyusun persamaan alometrik yang bisa berlaku lebih umum, menggunakan variabel berat jenis. Hilmi (2003) menggunakan 40 pohon contoh untuk membangun model penduga pohon di hutan mangrowe untuk 3 jenis pohon, dan Rusolono (2006) menggunakan 30 pohon contoh jenis sengon untuk tegakan agroforestri. Jumlah contoh yang relatif besar hingga >100 pohon dilakukan oleh Brown (1997) yang diperlukan untuk menyusun alometrik biomassa pohon yang berlaku secara umum untuk jenis-jenis hutan tropis. Tabel 9 dan 10 memperlihatkan sebaran dimensi dan biomassa dari 30 pohon contoh jenis cempaka dan wasian.

Tabel 9 Karakteristik 15 pohon contoh yang digunakan untuk menyusun persamaan alometrik biomassa jenis Wasian (E. celebica) Dimensi Pohon Kisaran Rata-rata Simpangan

Baku

Simpangan Baku Rataan

Diameter dbh (cm) 6,85 – 37,20 20,21 9,55 2,47

Tinggi Total (m) 6,50 – 29,25 15,10 8,44 2,18

Tinggi bebas cabang (m) 2,60 – 16,30 10,15 4,96 1,28

Luas Tajuk (m2) 5,5 – 130,0 59,0 48,3 12,5 Umur (tahun) 2,00 – 15,00 6,87 3,5 0,904 Basal Area (m2) 0,0028 – 0,1964 0,0627 0,0630 0,0163 Biomassa batang (kg) 11,2 – 765,1 221,7 233,7 60,3 Biomassa cabang (kg) 2,5 – 209,1 46,5 56,6 14,6 Biomassa ranting (kg) 0,98 – 89,02 22,50 25,85 6,67 Biomassa daun (kg) 2,59 – 49,34 20,46 14,32 3,70 Biomassa buah (kg) 0,00 – 11,75 1,83 3,90 1,01 Biomassa kulit (kg) 0,86 – 83,20 22,04 23,96 6,19 Biomassa akar (kg) 2,6 – 165,3 44,1 53,0 13,7 Biomassa t otal (kg) 21,0 – 1362,0 379,1 403 104

Tabel 10Karakteristik 15 pohon contoh yang digunakan untuk menyusun persamaan alometrik biomassa jenis Cempaka (E. ovalis) Dimensi Pohon Kisaran Rata-rata Simpangan

Baku

Simpangan Baku Rataan

Diameter dbh (cm) 7,50 – 50,00 21,00 11,59 2,99

Tinggi Total (m) 6,50 – 28,55 12,05 7,65 1,97

Tinggi bebas cabang (m) 3,0 – 16,01 9,82 3,99 1,03

Luas Tajuk (m2) 4,10 – 132,0 51,22 36,11 9,32 Umur (tahun) 2,0 – 25,0 10,05 4,74 1,22 Basal Area (m2) 0,0039 – 0,1994 0,0715 0,0716 0,0185 Biomassa batang (kg) 7,3 – 1330,7 280,5 355,8 91,9 Biomassa cabang (kg) 1,9 – 386,9 67,9 99,3 25,6 Biomassa ranting (kg) 0,9 – 273,0 39,6 68,5 17,7 Biomassa daun (kg) 1,89 – 85,69 23,54 21,03 5,43 Biomassa buah (kg) 0,00 – 16,42 2,83 5,90 1,52 Biomassa kulit (kg) 0,8 – 198,0 32,9 50,5 13,0 Biomassa akar (kg) 1,3 – 300,0 66,8 79,1 20,4 Biomassa t otal (kg) 14,0 – 2591,0 514,2 674,0 174

Tabel 9 dan 10 memperlihatkan kisaran diameter jenis wasian 6,85–37,20 cm, sedangkan jenis cempaka kisaran diameter 7,50-50,00 cm. Kelas diameter

Dokumen terkait