• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengukuran Berat Jenis

Berat jenis merupakan salah satu sifat fisik kayu yang sangat penting, karena tinggi rendahnya berat jenis akan mempengaruhi sifat-sifat fisik lainnya, sifat mekanik, dan pemanfaatan kayu yang bersangkutan. Adapun hasil pengukuran berat jenis pada tegakan Pinus (Pinus merkusii) dan Ekaliptus (Eucalyptus sp) adalah sebagai berikut :

Tabel 2. Berat jenis (BJ) Pinus (Pinus merkusii) dan Ekaliptus (Eucalyptus sp).

NO

Pinus merkusii Eucalyptus sp

Berat Kering Volume Berat Jenis Berat Kering Volume Berat Jenis 1 22,6 48,86 0,46 27,7 93,22 0,29 2 22,6 42,09 0,53 35,7 78,90 0,45 3 14,8 34,91 0,42 30,4 290,06 0,10 4 36,3 70,23 0,51 29,8 76,18 0,39 5 34,4 70,23 0,48 19,6 44,64 0,44 ∑ 266,32 2,4 583 1,67 Rata-rata 53,26 0,48 116,6 0,33

Dari hasil pengukuran dilapangan diperoleh hasil berat jenis Pinus (Pinus merkusii) adalah sebesar 0,48 g cm-3 dan Ekaliptus (Eucalyptus sp) adalah

sebesar 0,33 g cm-3. Berdasarkan berat jenis tersebut menurut Vademecum Kehutan Indonesia (1976) dalam Damanik (2005) kelas kekuatan kayu untuk Pinus (Pinus merkusii) adalah termasuk kedalam golongan kelas kuat III dan Ekaliptus (Eucalyptus sp) adalah termasuk kedalam golongan kelas kuat IV.

Berat jenis digunakan untuk menerangkan massa suatu bahan per satuan volume. Berat jenis sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan tempat tumbuhnya jenis pohon tertentu. Perbedaan berat jenis mungkin terjadi pada setiap pohon dan hal ini juga akan terjadi diantara pohon dari satu jenis yang sama. Dalam buku Pedoman Identifikasi Jenis Kayu di Lapangan yang ditulis oleh Mandang dan Pandit (1997) menyatakan bahwa berat jenis Pinus (Pinus merkusii) adalah 0,55 g cm-3 dan berat jenis Ekaliptus (Eucalyptus sp) adalah 0,57 g cm-3. Hasil yang diperoleh dari pengukuran berat jenis di Taman Hutan Raya Bukit Barisan berbeda dengan yang ada di buku Pedoman Identifikasi Jenis Kayu di Lapangan yang ditulis oleh Mandang dan Pandit (1997). Perbedaan berat jenis ini sesuai dengan pernyataan Brown, et al; (1952) dalam Zebua (2008) yang mengatakan bahwa berat jenis kayu bervariasi diantara berbagai jenis pohon dan diantara pohon dari satu jenis yang sama. Adanya variasi jenis kayu tersebut disebabkan oleh perbedaan dalam jumlah zat penyusun dinding sel dan kandungan zat ekstraktif per unit volume dan berat jenis di dalam suatu spesies telah ditemukan bervariasi dengan sejumlah faktor yang meliputi letaknya dalam pohon, letak dalam kisaran spesies, kondisi tempat tumbuh dan sumber-sumber genetik.

Soemarwoto (1994) menyatakan bahwa energi yang dihasilkan melalui proses fotosintesis akan diubah menjadi biomassa, dimana 50 % biomassa merupakan karbon. Oleh karenanya biomassa menyatakan jumlah potensial karbon yang dapat ditambahkan ke atmosfir ketika hutan ditebang atau dibakar. Sebaliknya, melalui penaksiran biomassa dapat dilakukan perhitungan jumlah karbondioksida yang dapat dipindahkan dari atmosfir dengan cara reboisasi atau penanaman.

Estimasi Karbon Tersimpan Pada Tegakan Pinus (Pinus merkusii) dan Ekaliptus (Eucalyptus sp)

Pengukuran produktifitas hutan relevan dengan pengukuran biomassa. Biomassa hutan menyediakan informasi penting dalam menduga besarnya potensi penyerapan CO2 dalam umur tertentu yang dapat dipergunakan untuk mengestimasi jumlah kandungan karbon tersimpan dalam suatu tegakan.

Tabel 3. Jumlah total biomassa dan karbon tersimpan pada tegakan Pinus (Pinus merkusii) dan Ekaliptus (Eucalyptus sp).

PLOT

Pinus merkusii Eucalyptus sp

BK-BIOMASSA KG/POHON BK-BIOMASSA TON/HEKTAR BK-BIOMASSA KG/POHON BK-BIOMASSA TON/HEKTAR 1 39793,91 198,96 33225,94 166,13 2 38264,93 191,32 31034,14 155,17 3 31658,21 158,29 38747,79 193,74 548,57 515,04 Rata-rata 182,85 171,68

KARBON TERSIMPAN 82.28 ton C/Ha 77,26 ton C/Ha

Berdasarkan pengukuran karbon tersimpan pada tegakan Pinus (Pinus merkusii) yang berumur 30 tahun dengan menggunakan persamaan

alometrik diperoleh hasil untuk berat kering biomassa sebesar 182,85 ton/Ha dan untuk tegakan Ekaliptus (Eucalyptus sp) yang berumur 30 tahun sebesar 171,68 ton/Ha. Biomassa pohon tegakan hutan tanaman jenis Pinus (Pinus merkusii) pada umur 30 tahun di Taman Hutan Raya Bukit Barisan lebih tinggi dibandingkan dengan biomassa pohon Pinus syvestris di Finlandia yang berumur 100 tahun (Tabel 4). Hal ini disebabkan perbedaan tempat tumbuh, dimana Pinus merkusii tumbuh di daerah tropis sedangkan Pinus syvestris tumbuh di daerah sub tropis,

dimana faktor-faktor pendukung untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman berbeda jauh antara di tropis dengan yang di sub tropis. Sesuai dengan kajian Faeth, et al; (1994) dalam Onrizal (2009) yang menyatakan bahwa potensi pertumbuhan di hutan tropis umumnya lebih tinggi dan lebih cepat, sehingga dapat mempercepat akumulasi karbon di dalam tanaman mengingat proses fotosintesis dapat berlangsung sepanjang tahun.

Tabel 4. Biomassa di atas permukaan tanah (AGB) pada berbagai jenis hutan Tanaman dan hutan alam di daerah Tropika dan sub tropika

Jenis/Species Lokasi Umur

Tegakan AGB (t/Ha) Karbon tersimpan (ton C/Ha) Sumber

Pinus merkusii TAHURA Bukit Barisan, Sumatera

Utara

30 182,85 82,28 Studi ini

Eucalyptus grandis TAHURA Bukit Barisan, Sumatera

Utara

30 171,68 77,26 Studi ini

Acacia mangium Maribaya, Jawa Barat 10 69,73 31,37 Heriansyah et al. 2003

Acacia mangium Madang, PNG 7 109,20 49,14 Yamada et al. (2000a)

Acacia mangium Sobne, Vietnam 6 121,10 54,49 Yamada et al. (2000b)

Acacia mangium MHP, Sumatera Selatan

9 189,50 85,27 Herdiyanto et al.

(2000)

Pinus syvestris Finlandia 100 121,30 54,58 Helmisari et al. (2002)

Eucalyptus grandis Sumatera Utara 9 129,84 58,43 Onrizal et al. (2009)

Eucalyptus grandis Sumatera Utara 8 81,89 36,86 Onrizal et al. (2009)

Pinus merkusii RPH Somagede, BKPH Karang Anyer, KPH Kedu

Selatan

16 126,80 57,06 Basuki et al.

(2004)

Agathis damara RPHSomagede, BKPH Karang Anyer, KPH Kedu

Selatan

9 21,60 9,72 Basuki et al.

(2004)

Golley (1983) menyatakan bahwa meskipun tumbuh pada lahan yang kurang subur, namun pohon-pohon di daerah tropis memiliki biomassa yang besar dan produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan pohon-pohon subtropis

yang tumbuh pada lahan yang lebih subur. Hal ini terjadi karena adanya mekanisme konservasi hara dari pohon-pohon tropis. Selain faktor-faktor tersebut, variasi biomassa juga terjadi karena perbedaan faktor iklim, misalnya curah hujan dan suhu. Secara umum, curah hujan di daerah tropis pada umumnya lebih tinggi dibandingkan daerah-daerah sub-tropis, dan demikian juga halnya dengan faktor cahaya matahari, dimanan penyinaran matahari di tropis lebih lama dibandingkan di daerah subtropis.

Haygreen dan Bowyer (1986) menyatakan bahwa pertumbuhan tejadi melalui proses fotosintesis, yang terjadi didalam daun yang menghasilkan gula sebagai energi untuk proses pertumbuhan pohon. Seiiring bertambahnya umur melalui pembentukan dan pembesaran sel-sel yang membelah berulang-ulang membentuk sel-sel baru pada daerah maristematik. Selama pohon tumbuh, pohon menambah kayu baru, sehingga memperbesar diameter batang, pokok, dan cabang serta memperbanyak jumlah bagian-bagian pohon lainnya.

Biomassa tegakan pinus (Pinus merkusii) umur 30 tahun di Taman Hutan

Raya Bukit Barisan lebih tinggi dibandingkan dengan tegakan Pinus (Pinus merkusii) umur 16 tahun di KPH Kedu Selatan (tabel 4). Begitu juga

biomassa tegakan Ekaliptus (Eucalyptus sp) umur 30 tahun di Taman Hutan Raya

Bukit Barisan lebih tinggi dibandingkan dengan biomassa tegakan Ekaliptus (Eucalyptus grandis) umur 9 tahun di PT. Toba Pulp Lestari (TPL) sektor Tele,

Kabupaten Samosir, Sumatera Utara. Hal ini terjadi karena perbedaan umur yang signifikan antara tegakan pinus (Pinus merkusii) yang ada di Taman Hutan Raya

Bukit Barisan dengan KPH Kedu Selatan dan juga tegakan Ekaliptus (Eucalyptus sp) yang berada di Taman Hutan Raya Bukit Barisan dengan yang

berada di sektor Tele. Perbedaan umur antar tegakan dapat mempengaruhi kadar biomassa pohon, hal ini sesuai dengan pernyataan Onrizal, et al; (2009) yaitu dimana kadar air (KA) pohon yang berumur muda lebih tinggi dibandingkan pohon yang berumur lebih tua, sehingga kadar biomassa pohon yang lebih tua lebih tinggi dibandingkan yang lebih muda.

Haygreen dan Bowyer (1996) dalam Zebua (2008) menyatakan sebaran diameter batang mengalami peningkatan dengan bertambahnya umur tegakan. Hal ini dikarenakan tanaman/pohon mengalami pertumbuhan, dimana selama pohon tumbuh, pohon menambahkan kayu yang baru, sehingga memperbesar diameter batang pokok dan cabang. Dalam proses pertumbuhan kulit juga ditambahkan untuk menggantikan kulit yang pecah dan mengelupas ketika batang tumbuh bertambah besar.

Jumlah karbon yang tersimpan pada tegakan Pinus (Pinus merkusii) adalah sebesar 82,28 ton C/ha dan pada tegakan Ekaliptus (Eucalyptus sp) adalah sebesar 77,26 ton C/ha. Mirbach (2000) dalam Onrizal, et al; (2009) menyatakan bahwa setiap 1 ton karbon biomassa dihasilkan dari 3,67 t CO2 dalam proses fotosintesis. Sehingga sampai umur ± 30 tahun, tegakan Pinus (Pinus merkusii) mampu memfiksasi sekitar 301,96 ton CO2/ha dari atmosfir dan untuk tegakan Ekaliptus (Eucalyptus sp) mampu memfiksasi sekitar 283,54 ton CO2/ha dari atmosfir. Oleh karena itu Taman Hutan Raya Bukit Barisan mempunyai fungsi untuk memfiksasi karbon dan menyimpannya dalam ekosistem yang tersimpan dalam vegetasi yang dikenal dengan rosot (sink) CO2. Hutan mempunyai potensi untuk menangkap CO2 dari udara, salah satu kriteria penyimpanan karbon adalah potensi karbon jangka panjang dalam biomassa hutan dan produk hutan.

Jumlah simpanan karbon yang tersimpan pada tegakan Pinus (Pinus merkusii) di kawasan Taman Hutan Raya Bukit Barisan Lokasi Tongkoh

lebih tinggi dibandingkan di KPH Kedu Selatan (Tabel 4). Perbedaan jumlah simpanan karbon pada setiap lokasi penelitian disebabkan karena perbedaan faktor fisik-kimia yang mempengaruhi pertumbuhan masing-masing tanaman, misalnya curah hujan, kelembaban, suhu udara, intensitas cahaya, pH tanah, suhu tanah dan umur tanaman juga mempengaruhi simpanan karbon pada suatu pohon. Berpengaruhnya umur tanaman terhadap simpanan karbon pada suatu pohon dilihat dari kadar air pohon, dimana kadar air pohon yang berumur muda lebih tinggi dibandingkan pohon yang berumur lebih tua, sehingga kadar biomassa pohon yang lebih tua lebih tinggi dibandingkan yang lebih muda.

Onrizal, et al; (2009) menyatakan bahwa biomassa hutan dapat memberikan dugaan sumber karbon di vegetasi hutan, sebab 50 % dari biomassa

adalah karbon. sehingga sangat jelas simpanan karbon pada tegakan Pinus (Pinus merkusii) di Taman Hutan Raya Bukit Barisan Lokasi Tongkoh lebih

tinggi (umur 30 tahun) dibandingkan dengan tegakan Pinus (Pinus merkusii) di KPH Kedu Selatan (umur 16 tahun).

Jenis tanah dan kandungan unsur hara dalam tanah juga mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman. Jenis tanah yang terdapat di Taman Hutan Raya Bukit Barisan adalah jenis andosol dan asosiasi andosol dengan pedsolik merah kuning dimana berasal dari letusan gunung berapi berupa batuan Tuf Intermedier sedangkan untuk kawasan KPH Kedu Selatan jenis tanahnya adalah Inceptisol. Perbedaan jenis tanah ini diduga mempengaruhi jumlah simpanan karbon pada masing-masing jenis, karena kesuburan tanah

mempengaruhi pertumbuhan tanaman/pohon. Haygreen dan Bowyer (1996) dalam Zebua (2008) menyatakan bahwa pertambahan biomassa juga dipengaruhi oleh tingkat kesuburan tanah, dimana tapak hutan yang memiliki hara yang tinggi dapat mempercepat pembelahan sel-sel merismatik yang menyebabkan meningkatnya pertumbuhan tegakan. Dewait (2004) dalam Onrizal (2004) mengemukakan kajiannya tentang hubungan antara biomassa hutan dengan tipe kesuburan tanah dan menemukan hasil bahwa biomassa hutan akan meningkat dengan semakin bertambahnya tingkat kesuburan tanah.

Jumlah simpanan karbon yang tersimpan pada tegakan Ekaliptus (Eucalyptus sp) di kawasan Taman Hutan Raya Bukit Barisan Lokasi Tongkoh lebih tinggi dibandingkan dengan tegakan Ekaliptus (Eucalyptus sp) di PT. Toba Pulp Lestari (TPL) sektor Tele, Kabupaten Samosir (Tabel 4). Perbedaan jumlah simpanan karbon ini disebabkan karena perbedaan tempat tumbuh pada kedua jenis. Onrizal (2004) dalam Zebua (2008) menyatakan bahwa biomassa tegakan hutan dapat dipengaruhi oleh umur tegakan hutan, sejarah perkembangan vegetasi, komposisi dan struktur tegakan, bahkan faktor iklim (curah hujan dan temperatur) juga dapat mempengaruhi laju peningkatan biomassa pohon, selain itu perbedaan (gradien) iklim juga menyebabkan perbedaan laju produksi bahan organik.

Ketinggian tapak juga mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan suatu jenis tertentu. Berdasarkan analisis pustaka ketinggian di kawasan PT. Toba Pulp Lestari (TPL) sektor Tele, Kabupaten Samosir sekitar 1600-1700 mdpl sedangkan di Taman Hutan Raya Bukit Barisan sekitar 1500 mdpl. Adanya perbedaan jumlah karbon pada tegakan hutan di di kawasan PT. Toba Pulp Lestari

(TPL) sektor Tele dan Taman Hutan Raya Bukit Barisan diduga disebabkan karena faktor ketinggian tapak dari permukaan laut. Daniel, et al; (1995) menyatakan perbedaan ketinggian tapak akan mempengaruhi dalam penerimaan/penyerapan CO2, dimana penerimaan/penyerapan CO2 lebih besar nilainya pada tapak hutan dengan ketinggian tempat yang lebih rendah (CO2 lebih berat dibanding udara dan cendrung turun ketika turbulensi rendah) sehingga dapat mempengaruhi produksi fotosintesis pada tegakan dalam menghasilkan biomassa hutan, seperti yang telah diketahui bahwa biomassa tumbuhan bertambah karena tumbuhan ini mengikat karbondioksida (CO2) dari udara dan mengubahnya menjadi bahan organik melalui proses fotosintesis. Proses fotosintesis ini diawali dengan pengambilan karbondioksida dari udara dan air dari tanah oleh tumbuh-tumbuhan berklofil hijau.

Dokumen terkait