• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendugaan Karbon Tersimpan pada Tegakan Pinus (Pinus merkussii) dan Ekaliptus (Eucalyptus sp) di Taman Hutan Raya Bukit Barisan Kabupaten Karo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pendugaan Karbon Tersimpan pada Tegakan Pinus (Pinus merkussii) dan Ekaliptus (Eucalyptus sp) di Taman Hutan Raya Bukit Barisan Kabupaten Karo"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

PENDUGAAN KARBON TERSIMPAN PADA TEGAKAN

PINUS (Pinus merkussii) dan EKALIPTUS (Eucalyptus sp)

Di TAMAN HUTAN RAYA BUKIT BARISAN

KABUPATEN KARO

OLEH

IFO SEMBIRING 061202027 Budidaya hutan

PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Pendugaan Karbon Tersimpan pada Tegakan Pinus (Pinus merkussii) dan Ekaliptus (Eucalyptus sp) di Taman Hutan Raya Bukit Barisan Kabupaten Karo

Nama : Ifo Sembiring NIM : 061202027 P.Studi : Budidaya Hutan

Disetujui oleh : Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Dr. Delvian, SP. M.Si Dr. Budi Utomo SP. M.P NIP : 19690723 200212 1 001 NIP :19700820 200312 1 002

Mengetahui :

Ketua Departemen Kehutanan

(3)

ABSTRAK

Perubahan iklim global yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan karena terganggunya keseimbangan energi antara bumi dan atmosfir. Keseimbangan tersebut dipengaruhi antara lain oleh peningkatan karbondioksida (CO2), metana (CH4) dan nitrous oksida (N2O) yang lebih dikenal dengan gas rumah kaca (GRK). Pertumbuhan pohon dan biomassa tumbuhan bertambah karena tumbuhan mengikat CO2 dari udara dan mengubahnya menjadi bahan organik melalui proses fotosintesis dan melalui penyerapan CO2 dalam proses fotosintesis dapat mengurangi konsentrasi CO2 di atmosfir. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah kandungan karbon yang tersimpan pada tegakan Pinus (Pinus merkusii Jungh) dan Ekaliptus (Eucalyptus sp) di Taman Hutan Raya Bukit Barisan. Dalam pendugaan karbon tersimpan, data-data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder.

Untuk estimasi karbon tersimpan pada tegakan Pinus (Pinus merkusii) dan Ekaliptus (Eucalyptus sp) data yang telah diperoleh dari kegiatan pengukuran dilapangan terlebih dahulu diolah untuk mendapatkan biomassa dengan menggunakan persamaan alometrik yang telah dikembangkan oleh peneliti sebelumnya. Persamaan alometrik yang digunakan untuk menghitung karbon tegakan Pinus (Pinus merkusii ) adalah persamaan menurut Waterlloo (1995) dan tegakan Ekaliptus (Eucalyptus sp) adalah persamaan menurut Ketteringgs (2001). Pada tegakan Pinus (Pinus merkusii ) akumulasi biomassa di atas permukaan tanah mencapai 182,85 ton/ha atau setara dengan karbon biomassa sebesar 82,28 ton C/ha dan tegakan Ekaliptus (Eucalyptus sp) akumulasi biomassa di atas permukaan tanah mencapai 171,68 ton/ha atau setara dengan karbon biomassa sebesar 77,26 ton C/ha. Sehingga sampai umur ± 30 tahun, tegakan Pinus (Pinus merkusii) mampu memfiksasi sekitar 301,96 ton CO2/ha dari atmosfir dan tegakan Ekaliptus (Eucalyptus sp) mampu memfiksasi sekitar 283,54 ton CO2/ha dari atmosfir.

(4)

ABSTRACT

The recent global climate change is largely coused by energy inbalance between earth and atmosphere. The balance can be effected by among other increased carbon dioxide (CO2), metana (CH4), and nitrous oxide N2O simply

called greenhouse gas. The tree growth and biomass of plants have increased because plants bind the CO2 from air and converse it into organic material

through photosynthetic process and through CO2 absorbtion and photosynthetic

process can decrease the CO2 concentration in atmosphere. The objective of

research would be to know the concentration of carbon storaged in pine (Pinus merkusii Jungh) and Ekaliptus (Eucalyptus sp) stands in Taman Hutan Raya Bukit Barisan. For prediction of storaged carbon, both primary and secondary data have been collected.

For estimation of storaged carbon in Pine (Pinus merkuusii) and Ekaliptus (Eucalyptus sp) stand the data gained from field measurement has been

pre-processed to get the biomass by using alometric equation developed by previous researchers. The alometric quotion used to calculate the carbon concentration of Pine (Pinus merkusii) stand was as suggested by Waterloo (1995) and for Ekaliptus (Eucalyptus sp) was quotion suggested by Katterings (2001). In Pine (Pinus merkusii) stand the accumulated biomass on ground surface was 182,85 ton/ha, or equivalent to biomass of 82,28 ton C/ha and for Ekaliptus (Eucalyptus sp) stand, the accumulated biomasss on ground surface was 171,68 ton/ha or equivalent to biomass carbon of 77,26 ton C/ha. Thus, up to ± 30 years of age, the Pine (Pinus merkuusii) stand could fixate about 301,96 ton CO2/ha from

atsmosphere, and Ekaliptus (Eucalyptus sp) stand could fixate about 283,54 ton CO2/ha from atsmosphere.

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pematang Siantar pada tanggal 07 Desember 1988 dari ayah yang bernama Ramlan Sembiring dan ibu Amiati Br. Tarigan. Penulis merupakan putra pertama dari 3 (tiga) bersaudara.

Tahun 2005/2006 penulis lulus dari SMA Methodist Pematang Siantar dan pada tahun 2005/2006 lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih program studi Budidaya Hutan Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala karuniaNya sehingga usulan penelitian ini bisa diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah pendugaan karbon pada tegakan dengan judul Pendugaan Karbon Tersimpan Pada Tegakan Pinus (Pinus Merkussii) dan Ekaliptus (Eucalyptus sp) di Taman Hutan Raya Bukit Barisan, Kabupaten Karo.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Delvian, SP, MP dan Dr Budi Utomo, SP, MP selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran

dan bimbingan. Di samping itu penghargaan penulis sampaikan kepada mahasiswa kehutanan Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu penulis selama melaksanakan penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga atas segala doa dan perhatiannya.

Semoga penelitian ini bermanfaat bagi yang membutuhkan.

(7)

DAFTAR ISI

Biomassa dalam Komunitas Hutan ... 7

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ... 16

Sejarah Singkat Taman Hutan Raya Bukit Barisan ... 16

Keadaan Bio-Fisik-kimia Kawasan TAHURA Bukit Barisan ... 17

METODE PENELITIAN ... 20

Tempat dan Waktu ... 20

Bahan dan Alat ... 20

Pelaksanaan Penelitian ... 21

Jenis Data ... 21

Petak Pengamatan ... 21

Proses pengambilan Bahan dan Data ... 22

Analisis Data ... 24

HASIL DAN PEMBAHASAN... 25

Pengukuran Berat Jenis ... 25

Estimasi karbon tersimpan pada tegakan Pinus (Pinus merkusii) dan Ekaliptus (Eucalyptus sp) ... 27

KESIMPULAN DAN SARAN... 34

(8)

DAFTAR TABEL

1. Blanko Pengukuran Biomasa ... 23 2. Berat jenis (BJ) Pinus (Pinus merkusii) dan Ekaliptus (Eucalyptus sp) ... 25 3. Jumlah total biomassa dan karbon tersimpan pada tegakan Pinus (Pinus

merkusii) dan Ekaliptus (Eucalyptus sp) ... 27

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Pengukuran Berat Jenis (BJ) ... 37 2. Analisis Data Untuk Estimasi Karbon Tersimpan Pada Tegakan Pinus

(Pinus merkusii ) ... 39 3. Analisis Data Untuk Estimasi Karbon Tersimpan Pada Tegakan Ekaliptus

(Eucalyptus sp) ... 42 4. Data Pengukuran Faktor Fisik-Kimia di Taman Hutan Raya Bukit Barisan

Lokasi Tongkoh Pada Tegakan Pinus (Pinus merkusii ) dan tegakan Ekaliptus (Eucalyptus sp). ... 45 5. Data Curah Hujan Tahunan Daerah Tongkoh Kabupaten Karo dan Sekitarnya

(2005-2009) ... 46 6. Peta Kawasan Taman Hutan Raya Bukit Barisan... 47

(10)

ABSTRAK

Perubahan iklim global yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan karena terganggunya keseimbangan energi antara bumi dan atmosfir. Keseimbangan tersebut dipengaruhi antara lain oleh peningkatan karbondioksida (CO2), metana (CH4) dan nitrous oksida (N2O) yang lebih dikenal dengan gas rumah kaca (GRK). Pertumbuhan pohon dan biomassa tumbuhan bertambah karena tumbuhan mengikat CO2 dari udara dan mengubahnya menjadi bahan organik melalui proses fotosintesis dan melalui penyerapan CO2 dalam proses fotosintesis dapat mengurangi konsentrasi CO2 di atmosfir. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah kandungan karbon yang tersimpan pada tegakan Pinus (Pinus merkusii Jungh) dan Ekaliptus (Eucalyptus sp) di Taman Hutan Raya Bukit Barisan. Dalam pendugaan karbon tersimpan, data-data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder.

Untuk estimasi karbon tersimpan pada tegakan Pinus (Pinus merkusii) dan Ekaliptus (Eucalyptus sp) data yang telah diperoleh dari kegiatan pengukuran dilapangan terlebih dahulu diolah untuk mendapatkan biomassa dengan menggunakan persamaan alometrik yang telah dikembangkan oleh peneliti sebelumnya. Persamaan alometrik yang digunakan untuk menghitung karbon tegakan Pinus (Pinus merkusii ) adalah persamaan menurut Waterlloo (1995) dan tegakan Ekaliptus (Eucalyptus sp) adalah persamaan menurut Ketteringgs (2001). Pada tegakan Pinus (Pinus merkusii ) akumulasi biomassa di atas permukaan tanah mencapai 182,85 ton/ha atau setara dengan karbon biomassa sebesar 82,28 ton C/ha dan tegakan Ekaliptus (Eucalyptus sp) akumulasi biomassa di atas permukaan tanah mencapai 171,68 ton/ha atau setara dengan karbon biomassa sebesar 77,26 ton C/ha. Sehingga sampai umur ± 30 tahun, tegakan Pinus (Pinus merkusii) mampu memfiksasi sekitar 301,96 ton CO2/ha dari atmosfir dan tegakan Ekaliptus (Eucalyptus sp) mampu memfiksasi sekitar 283,54 ton CO2/ha dari atmosfir.

(11)

ABSTRACT

The recent global climate change is largely coused by energy inbalance between earth and atmosphere. The balance can be effected by among other increased carbon dioxide (CO2), metana (CH4), and nitrous oxide N2O simply

called greenhouse gas. The tree growth and biomass of plants have increased because plants bind the CO2 from air and converse it into organic material

through photosynthetic process and through CO2 absorbtion and photosynthetic

process can decrease the CO2 concentration in atmosphere. The objective of

research would be to know the concentration of carbon storaged in pine (Pinus merkusii Jungh) and Ekaliptus (Eucalyptus sp) stands in Taman Hutan Raya Bukit Barisan. For prediction of storaged carbon, both primary and secondary data have been collected.

For estimation of storaged carbon in Pine (Pinus merkuusii) and Ekaliptus (Eucalyptus sp) stand the data gained from field measurement has been

pre-processed to get the biomass by using alometric equation developed by previous researchers. The alometric quotion used to calculate the carbon concentration of Pine (Pinus merkusii) stand was as suggested by Waterloo (1995) and for Ekaliptus (Eucalyptus sp) was quotion suggested by Katterings (2001). In Pine (Pinus merkusii) stand the accumulated biomass on ground surface was 182,85 ton/ha, or equivalent to biomass of 82,28 ton C/ha and for Ekaliptus (Eucalyptus sp) stand, the accumulated biomasss on ground surface was 171,68 ton/ha or equivalent to biomass carbon of 77,26 ton C/ha. Thus, up to ± 30 years of age, the Pine (Pinus merkuusii) stand could fixate about 301,96 ton CO2/ha from

atsmosphere, and Ekaliptus (Eucalyptus sp) stand could fixate about 283,54 ton CO2/ha from atsmosphere.

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pemanasan global yakni meningkatnya kadar gas karbon dioksida (CO2) di atmosfer yang merupakan masalah lingkungan dunia yang saat ini marak dibicarakan. Pemanasan global menyebabkan udara yang terik akibat meningkatnya suhu bumi yang pada akhirnya berdampak pada perubahan iklim global. Perubahan iklim global ini telah menyebabkan terjadinya bencana alam di berbagai belahan dunia. Tingkat kegawatan perubahan iklim global ini terendam dalam dokumen Kyoto protocol dan Unated Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) yang menekankan pentingnya usaha kearah

pengurangan emisi CO2 serta penyerapan CO2 di atmosfer. Demikian halnya dalam konferensi PBB tentang pembangunan dan lingkungan hidup atau United Nation Conference on Environment and Development (UNCED) pada tahun 1992

di Rio Janeiro, Barzil, dimana menghasilkan dua deklarasi umum yang salah satu diantaranya juga menekankan bagaimana upaya mengurangi perubahan iklim global (Yusuf, 2008).

(13)

yang membahayakan iklim bumi dan keseimbangan ekosistem (Hairiah dan Rahayu, 2007).

Konsentrasi GRK di atmosfer meningkat karena adanya pengelolaan lahan yang kurang tepat, antara lain adanya pembakaran vegetasi hutan dalam skala luas pada waktu yang bersamaan dan adanya pengeringan lahan gambut. Kegiatan-kegiatan tersebut umumnya dilakukan pada awal alih guna lahan hutan menjadi lahan pertanian. Kebakaran hutan dan lahan serta gangguan lahan lainnya telah menempatkan Indonesia dalam urutan ketiga negara penghasil emisi CO2 terbesar di dunia. Indonesia berada dibawah Amerika Serikat dan China, dengan jumlah emisi yang dihasilkan mencapai dua miliar ton CO2 per tahunnya atau

menyumbang 10% dari emisi CO2 di dunia (Wetland International, 2006) (Hairiah dan Rahayu, 2007).

Semua bentuk vegetasi bermanfaat untuk menjamin kelestarian penyediaan oksigen dan sebagai penyerap gas CO2. Salah satu cara untuk mengurangi peningkatan CO2 di udara adalah dengan memanfaatkan CO2 sebagai bahan fotosintesis atau asimilasi zat karbon. Dengan semakin berkurangnya jumlah tegakan pohon di atas permukaan bumi, maka dapur untuk mengolah CO2 di udara akan berkurang. Untuk itu penanaman pohon perlu diupayakan secara terus menerus sampai tercapai keseimbangan antara pohon yang ditebang dan yang ditanam.

(14)

kemampuan hutan dalam mengurangi emisi CO2 di atmosfir melalui aktivitas fisiologisnya. Pengukuran produktivias hutan relevan dengan pengukuran biomassa. Biomassa hutan menyediakan informasi penting dalam menduga besarnya potensi penyerapan CO2 dan biomassa dalam umur tertentu yang dapat dipergunakan untuk mengestimasi produktivitas hutan. Pendugaan besarnya biomassa dapat digunakan sebagai dasar perhitungan bagi kegiatan pengelolahan hutan, karena hutan dapat dianggap sebagai sumber (source) dan rosot (sink) dari karbon (Heriansyah, 2006).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah kandungan karbon yang

tersimpan pada tegakan Pinus (Pinus merkusii. Jungh) dan Ekaliptus (Eucalyptus sp) di Taman Hutan Raya Bukit Barisan, Sektor Desa Dolat Rayat

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Kawasan Taman Hutan Raya adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau bukan alami, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi. Adapun kriteria penunjukan dan penetapan suatu daerah sebagai kawasan taman hutan raya adalah :

1. Merupakan kawasan dengan ciri khas baik asli maupun buatan baik pada kawasan yang ekosistemnya masih utuh ataupun kawasan yang ekosistemnya sudah berubah.

2. Memiliki keindahan alam dan atau gejala alam.

3. Mempunyai luas yang cukup yang memungkinkan untuk pembangunan koleksi tumbuhan dan atau satwa baik jenis asli dan atau bukan asli.

Kawasan taman hutan raya dikelola oleh pemerintah dan dikelola dengan upaya pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya. Suatu kawasan taman wisata alam dikelola berdasarkan satu rencana pengelolaan yang disusun berdasarkan kajian aspek-aspek ekologi, teknis, ekonomis dan sosial budaya (Gintera dan Pika, 2009).

Sesuai dengan fungsinya, taman hutan raya dapat dimanfaatkan untuk : 1. Penelitian dan pengembangan (kegiatan penelitian meliputi penelitian dasar

(16)

3. Pendidikan

4. Kegiatan penunjang budidaya 5. Pariwisata alam dan rekreasi (Gintera dan Pika, 2009).

Hutan tanaman selain sebagai sumber untuk pemenuhan kebutuhan kayu juga berfungsi sebagai pengatur tata air, ekowisata maupun sebagai penyerap karbon dioksida dari atmosfer. Proses penyerapan CO2 udara oleh vegetasi terjadi pada waktu fotosintesis. Hutan maupun vegetasi lainnya mengambil CO2 dari atmosfer dan mengubahnya menjadi karbohidrat untuk pertumbuhannya. Jumlah karbon yang diserap dan disimpan oleh tanaman diasumsikan sebanding dengan jumlah karbon organik dalam tegakan (Basuki, et al; 2004).

Tanaman Ekaliptus

Eucalyptus sp di dunia perdagangan sering disebut flooded gum atau rose

gum. Taksonomi dari Eucalyptus sp adalah sebagai berikut :

Divisio : Spermathophyta Sub division : Angiospermae Class : Dicotlyedon Ordo : Myrtales Family : Myrtaceae Genus : Eucalyptus Species : Eucalyptus sp

(17)

200 cm, permukaan pepagan licin, berserat, dan bercak luka yang mengelupas. Daun muda dan daun dewasa sifatnya berbeda, daun dewasa pada umumnya berseling, kadang-kadang berhadapan, tunggal, tulang tengah jalas, pertulangan sekunder menyirip atau sejajar, berbau harum bila diremas. Perbungan berbentuk payung yang rapat da kadang-kadang berupa malai rata-rata di ujung ranting. Buah berbentuk kapsul, kering dan berdinding tipis. Biji berwarna coklat atau hitam. Daerah penyebaran meliputi Australia, New Britian, Papua dan Tasmania. Di Indonesia dapat ditemuka n di Irian jaya, Sulewesi, dan Nusa Tenggara Timur. Eucalyptus sp tumbuh pada ketinggian 600-1800 m dpl dengan curah hujan

tahunan 2500-5000 mm, suhu minimum rata-rata 23°C dan maksimum 31°C di dataran rendah, serta pada suhu minimum rata-rata 13°C dan maksimum 29°C di pegunungan (Sutasni, et al; 1998).

Tanaman Pinus

Taksonomi dari Pinus merkusii Jungh. et de Vriese sebagai berikut : Divisio : Spermathophyta

Sub division : Gyemnospermae Class : Dicotlyedon Ordo : Pinales Family : Pinaceae Genus : Pinus

(18)

Pinus merkusii Jungh. et de Vriese satu-satunya pinus yang sebaran

alaminya sampai di selatan khatulistiwa. Di Asia Tenggara menyebar di Burma,

Thailand, Laos, Kamboja, Vietnam, Indonesia (Sumatera), dan Filipina (P. Luzon dan Mindoro). Di Jawa dan Sulawesi Selatan (Indonesia) merupakan

hasil penanaman. Tumbuh pada ketinggian 30-1800 m dpl, pada berbagai tipe tanah dan iklim. Deskripsi botani Pinus pada umumnya pohon besar, batang lurus, silindris. Tegakan masak dapat mencapai tinggi 30 m, diameter 60-80 cm. Tegakan tua mencapai tinggi 45 m, diameter 140 cm. Tajuk pohon muda berbentuk piramid, setelah tua lebih rata dan tersebar. Kulit pohon muda abu-abu, sesudah tua berwarna gelap, alur dalam. Terdapat 2 jarum dalam satu ikatan, panjang 16-25 cm. Pohon berumah satu, bunga berkelamin tunggal. Bunga jantan dan betina dalam satu tunas. Bunga jantan berbentuk strobili dengan panjang 2-4 cm (Hidayat dan Hansen, 2001).

Biomassa dalam Komunitas Hutan

(19)

Hutan merupakan memiliki volume biomassa tumbuhan besar per satuan luas sehingga memberi kesan produktivitas yang sangat tinggi dan lahan yang sangat subur. Keanekaragaman yang sangat tinggi dan produktivitas biomassa yang besar menggambarkan tingginya produktivitas vegetasi di hutan hujan tropis. Pada kenyataannya menurut Weaver dan Clement (1980) kecuali produktifitas vegetasi yang sangat tinggi, tanah di daerah tropis tidaklah terlalu subur kecuali lahan-lahan yang tersusun atas tanah alluvial baru dan tanah vulkanik. Jumlah total energi yang terbentuk melalui proses fotosintesis per unit area per unit waktu disebut produktifitas primer kotor, namun demikian tidak semua energi yang dihasilkan melalui fotosintesis ini diubah menjadi biomassa, tetapi sebagian dibebaskan lagi melalui proses respirasi. Produktifitas primer bersih dengan

demikian adalah hasil fotosintesis dikurangi dengan respirasi (Soemarwoto, 1994).

(20)

lingkungan bersih, maka jumlah CO2 di udara harus dikendalikan dengan jalan meningkatkan jumlah serapan CO2 oleh tanaman sebanyak mungkin dan menekan pelepasan (emisi) CO2 ke udara serendah mungkin. Jumlah karbon tersimpan dalam setiap penggunaan lahan tanaman, serasah dan tanah, biasanya disebut juga sebagai cadangan karbon (Hairiah dan Rahayu, 2007).

Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomassa yang terdapat dalam hutan berbentuk pokok kayu, dahan, daun, akar dan sampah hutan (serasah), hewan dan jasad renik. Biomassa ini merupakan hasil fotosintesis berupa selulosa, lignin, gula, bersama dengan lemak, pati, protein, damar, fenol dan senyawa lainnya. Begitu pula unsur hara, nitrogen, fosfor, kalium, dan berbagai unsur lain yang dibutuhkan tumbuhan melalui perakaran. Biomassa inilah merupakan kebutuhan makhluk di atas bumi melalui mata rantai antara binatang dan manusia dalam proses kebutuhan CO2 yang diikat dan O2 yang dilepas (Arief, 1994).

(21)

oleh kloroplas, pembelahan (fotolisis) air menjadi ion hydrogen untuk mereduksi karbondioksida menjadi gula. Pada umumnya peristwa fotosintesis dinyatakan dengan persamaan reaksi kimia sebagai berikut: 6CO2 + 6 H2O → C6H12O6 + 6O2 (Daniel, et al; 1995).

Thohir (1991) dalam Zebua (2008) menyatakan Biomassa tumbuhan bertambah karena tumbuhan ini mengikat karbondioksida (CO2) dari udara dan mengubahnya menjadi bahan organik melalui proses fotosintesis. Proses fotosintesis ini diawali dengan pengambilan karbondioksida dari udara dan air dari tanah oleh tumbuh-tumbuhan berklofil hijau. Dengan bantuan klorofil a dan b dan dibawah pengaruh sinar matahari sebagai energi, tumbuh-tumbuhan mampu mengubah karbondioksida dan air menjadi gula, air dan oksigen atau zat asam. Energi cahaya matahari yang tertangkap dalam proses fotosintesis itu akhirnya diubah menjadi energi kimia yang tersimpan dalam zat-zat organik seperti gula, tepung, lemak dan sebagainya disimpanan dalam akar, batang, buah, cabang dan daun. Energi matahari yang diubah menjadi energi kimia oleh tumbuh-tumbuhan hijau ini digunakan untuk membentuk bahan-bahan organik, yang semakin lama semakin tinggi kadar energinya, bahan-bahan tersebut lazim disebut dengan nama biomassa.

(22)

pembakaran bahan bakar fosil, tetapi pembukaan lahan, khususnya pembakaran hutan tropika, juga ikut berperan. Ekosistem hutan hujan tropika menambah CO2 ke atmosfir (melalui respirasi dan pembusukan) sebanyak yang mereka ambil, tetapi bila hutan itu ditebang dan dibakar, karbon yang tersimpan di biomassanya dan sebagaian besar atau semua simpanan karbon di tanah berpindah dari biosfer ke atmosfer (Salisbury dan Ross, 1995).

Dalam jangka pendek, CO2 ditambah ke atmosfer oleh respirasi tumbuhan, mikroorganisme, dan hewan, oleh pembakaran bahan bakar fosil, serta oleh pembukaan lahan. Dalam kurun waktu geologi CO2 ditambahkan ke atmosfir melalui semburan gunung api dan semburan mata air mineral. Dalam jangka pendek, fotosintesis merupakan salah satu mekanisme penting pengambilan CO2 dari atmosfer. Mekanisme lainnya adalah pelarutan CO2 di samudra dan laut, dengan karbonat padat dan terlarut dalam keadaan setimbang dengan CO2,

perubahan pada yang satu akan mempengaruhi yang lainnya (Salisbury dan Ross, 1995).

(23)

Konsentrasi CO2 atmosfir bumi di atas tajuk hutan diperkirakan 0,03 % volume 300 ppm. Di dalam hutan, konsentrasi CO2 biasanya lebih tinggi. Ketersedian CO2 biasaanya dapat menjadi faktor pembatas fotosintesis. Hal ini merupakan kasus yang sangat mungkin dalam tajuk pohon hutan yang rapat atau tajuk tanaman pertanian selama siang hari bila fotosintesis aktif mengambil CO2 dari udara dan pencampuran armosfir sangat sedikit karena stagnasi udara. Dengan menurunya konsentrasi CO2 sekitar daun, level minimal yang dicapai yang disebut konsentrasi kompensasi CO2 yang di bawahnya tidak terdapat lagi hasil positif fotosintesis neto (Daniel, et al; 1995).

Konsep piramida biomassa diterapkan dalam usaha mengatasi masalah ukuran. Dalam penyusunan piramida itu dipakai bobot (biasanya bobot kering) jasadnya dan bukan jumlahnya. Biomassa dinyatakan dalam gram per meter persegi (g/m2) atau dalam ton per hektar (ha) bahan yang biasanya dikeringakan sampai 70°C untuk mencegah kehilangan nitrogen (catatan : 1 ton sama dengan

106g, 1 ha setara dengan 104 m2, 1 ton/ha sama dengan 892 lb/acre) (Ewusie, 1990).

(24)

cahaya matahari, dimanan penyinaran matahari di tropis lebih lama dibandingkan di daerah subtropis.

Metoda estimasi stok karbon yang telah dikembangkan pada saat ini didasarkan pada pengukuran-pengukuran di lapangan pada tingkat plot. Stok karbon diestimasi dari biomassanya dengan mengikuti aturan 40% biomassa adalah karbon. Adapun metoda estimasi biomassa salah satunya adalah metoda alometrik. Estimasi dilakukan dengan cara mengukur diameter batang pohon setinggi dada (Diameter at Breast Height, DBH), yang terdapat pada plot penelitian. Kemudian DBH digunakan sebagai variabel bebas dari persamaan alometrik yang menghubungkan biomassa sebagai variabel tak bebas dan DBH sebagai variabel bebas. Metoda ini telah banyak diaplikasikan untuk estimasi stok karbon pada berbagai tipe vegetasi di Indonesia (Ulumudin, et al; 2005).

Alometrik adalah suatu alat yang kuat untuk menaksir berat/beban pohon dari variabel yang mandiri seperti tinggi dan garis tengah batang yang dapat dihitung pada setiap tegakan. Kekurangan dalam menggunakan hubungan alometrik adalah membutuhkan banyak tenaga untuk mengukur sejumlah pohon dalam menetapkan hubungan alometrik. Kebutuhan untuk identifikasi suatu hubungan umum alometrik dapat digunakan berbagai jenis pohon dan di dalam suatu penempatan lebar/luas geografis dari hutan (Komiyama, et al; 2005).

Menurut Brown (1992) estimasi terbaru dari Food and Agriculture Organization of the United Nation (FAO) tentang sumber daya hutan dunia telah

(25)

menunjukkan bahwa rata-rata setiap tahun dalam periode 1981-1990 hutan dalam wilayah temperate dan boreal mengabsobsi 700 juta ton karbon atmosfer, tetapi selama ada perubahan dalam hutan tropis net emisi mencapai sebanyak 1.6 milyar ton CO2. Jumlah tahunan penyimpanan atau emisi CO2 jika dibandingkan dengan jumlah produksi yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil mencapai 5.5 milyar ton. Akan tetapi, analisis yang lebih menyeluruh dari proses siklus CO2 di daerah tropis akan menunjukkan total nilai tidak lebih dari 500 juta ton. Sebagai akibatnya, sangat memungkinkan bahwa hutan dunia dan alterasinya juga memberi konstribusi yang besar terhadap akumulasi CO2 atmosfer (Yusuf, 2008).

Syafii, (2003) dalam Zebua (2008) menyatakan biomassa yang dihasilkan oleh tanaman dipermukaan bumi diperkirakan sekitar 100-125 miliar ton/tahun dan di lautan sekitar 44-45 miliar ton per tahun dengan kandungan energi sekitar 200 kali konsumsi energi dunia. Diantara biomassa yang dihasilkan di permukaan bumi, persentase terbesar adalah biomassa dalam bentuk kayu/biomassa hutan, yaitu sekitar 90 miliar ton per tahun. Jika dilihat dari data potensi hutan dan pola pertumbuhannya, biomassa yang dihasilkan dari hutan tanaman relatif cukup tinggi, yaitu 25-30 m3/ha/tahun, dengan mutu yang seragam.

(26)

Kusmana (1997) bahwa jenis intoleran membutuhkan cahaya matahari yang cukup tinggi untuk mendukung pertumbuhan optimum (Onrizal, et al; 2009).

(27)

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Sejarah Singkat Taman Hutan Raya Bukit Barisan

Istilah taman hutan raya di Indonesia mulai dikenal sejak tahun 1985, saat diresmikan Taman Hutan Raya Ir. H. Juanda seluas 590 Ha yang berlokasi di Bandung, Jawa Barat dan merupakan taman hutan raya pertama di Indonesia. Kemudian pada tahun 1986 taman hutan raya kedua diresmikan di Sumatera Barat dengan nama Taman Hutan Raya Dr. Mohammad Hatta dengan luas 240 Ha. Selanjutnya merupakan taman hutan raya ketiga di Indonesia adalah Taman Hutan Raya Bukit Barisan yang berlokasi di Sumatera Utara dan ditetapkan dengan

Keputusan Presiden No. 48 Tahun 1988 tanggal 19 Nopember 1988 (Dishut Sumut, 2007).

Pembangunan Tahura ini sebagai upaya konservasi sumber daya alam dan pemanfaatan lingkungan melalui peningkatan fungsi dan peranan hutan. Tahura Bukit Barisan adalah unit pengelolaan yang berintikan kawasan hutan lindung dan kawasan konservasi denga luas seluruhnya 51.600 Ha. Kawasan Tahura Bukit Barisan terletak pada bagian utara dari wilayah Kabupaten Dati II Karo, bagian selatan dan timur wilayah Kabupaten Dati II Langkat dan bagian barat dari wilayah Kabupaten Dati II Simalungu (Dishut Sumut, 2007).

(28)

Cagar Alam Sibolangit 120 Ha (0,23%), dan Taman Wisata Lau Debuk-debuk 7 Ha (0,01%) (Dishut Sumut, 2007).

Sarana dan prasaran fisik obyek wisata Tahura Bukit Barisan Lokasi Tongkoh dibangun oleh Kanwil Departemen Kehutanan Provinsi Sumatera Utara pada tahun 1987/1988 dan tahun 1988/1989 yang selanjutnya dikelola oleh Koperasi Pegawai Negeri Kanwil Departemen Kehutanan Provinsi Sumatera Utara sampai dengan Febuari 1993. Sejak bulan Maret 1993 sampai dengan tahun 1998, pengelolaan Tahura Bukit Barisan Lokasi Tongkoh dilakukan oleh PT. Inhutani IV berdasarkan surat kepala Kanwil Departemen Kehutanan Provinsi Sumatera Utara Nomor 587/Kwl-3/1993 tanggal 1 Maret 1993 dan surat Menteri Kehutanan Nomor 1075/Menhut-IV/1994 tanggal 20 Juli 1994. Sejak tanggal 25 Juni 1998, pengelolahan Tahura Bukit Barisan Lokasi Tongkoh ditarik dari PT. Inhutani IV dan pengelolahannya ditangani kembali oleh Kanwil Departemen Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Sumatera Utara. Selanjutnya, Kanwil Departemen Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Sumatera Utara menyerahkan pengelolahan Tahura Bukit Barisan Lokasi Tongkoh kepada Balai Konservasi Sumberdaya Alam Sumatera I sampai dengan terbentuknya Balai Pengelola Taman Hutan Raya Bukit Barisan (BP Tahura Bukit Barisan, 2008).

Keadaan Bio-Fisik-Kimia Kawasan Tahura Bukit Barisan 1. Flora dan Fauna

(29)

jenis Pinus merkusii, Altingia exelsa dan Pinus insularis. Pada lokasi tambahan (± 7 Ha) terdapat 14 jenis pohon yang didominasi oleh jenis Pinus merkusii, Litsea sp, Quercus spicata dan Pinus insularis.

Satwa liar yang terdapat di lokasi Tahura Bukit Barisan adalah jenis primata antara lain Sikulikap, Siamang, dan Monyet. Untuk jenis burung antara lain Murai batu, Kepodang, Burung hijau, Burung air, Walet besar, Kacer, Pengisap madu, Trilli, Kleto-kleto, dan Cip-cip gajah.

2. Topografi

Sesuai dengan keputusan presiden No. 48 tahun 1988 luas Taman Hutan Raya Bukit Barisan adalah seluas 51600 hektar. Kawasan Taman Hutan Raya Bukit Barisan Lokasi Tongkoh sebagian besar datar sampai bergelombang dengan kemiringan 8-15%, dengan ketinggian tempat ± 1500 mdpl, sedangkan

lokasi lainnya mempunyai topografi bergelombang sampai bergunung (BP Tahura Bukit Barisan, 2008).

3. Iklim

(30)

4. Geologi dan Jenis Tanah

Formasi geologi berasal dari letusan gunung berapi berupa batuan Tuf Intermedier.Dari hasil pengukuran dilapangan pH tanah di Taman Hutan Raya Bukit Barisan Lokasi Tongkoh adalah 6,6. Jenis tanah adalah andosol dan asosiasi dengan pedsolik merah kuning.

(31)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Lokasi penelitian adalah di Taman Hutan Raya Bukit Barisan, Sektor Desa Dolat Rayat Dusun III Tongkoh, Kabupaten Karo, Sumatera Utara yang luasnya 17 ha dan untuk seluruh kawasan Taman Hutan Raya Bukit Barisan luasnya 51600 ha yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden RI No.48 Tahun 1988 tanggal 19 November 1988. Penelitian di lapangan dan analisis data dilaksanakan pada bulan Desember 2009-April 2010.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah Hutan Tanaman dengan tegakan Pinus (Pinus merkusii ) dan Ekaliptus (Eucalyptus sp) sebagai objek pengamatan dan tally sheet sebagai tempat untuk mencatat data.

Alat yang digunakan untuk penelitian ini adalah

1. Kompas berfungsi untuk menentukan sudut azimuth, sudut arah dan sudut vertikal

2. Phi band berfungsi untuk mengukur diameter pohon.

3. Pita ukur Berfungsi sebagai pengukur jarak atau panjang suatu lokasi secara langsung di lapangan, baik di lokasi mendatar maupun di daerah berlereng. 4. Tali berfungsi untuk pembuatan petak ukur

(32)

7. GPS berfungsi untuk mengambil titik koordinat 8. Soil Tester berfungsi untuk mengukur pH tanah 9. Luxmeter berfungsi untuk mengukur intensitas cahaya 10.Hidrometer berfungsi mengukur kelembaban

Pelaksanaan Penelitian

Metode penelitian menggunakan metode deskriptif kuantitatif dan deskriptif kualitatif. Metode deskriptif kuantitatif dilakukan dalam tiga tahap penelitian yaitu penelitian lapangan, penelitian pustaka, laboratorium dan analisis data, sedangkan metode deskriptif kualitatif adalah penjelasan untuk data-data yang bersifat kualitatif.

Jenis Data

Data-data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data-data yang diambil langsung dari lapangan yaitu berupa data studi komposisi pohon, diameter batang (dbh) dan faktor fisik-kimia.

Data sekunder yang digunakan yaitu berupa data iklim, jenis tanah dan data-data dari instansi terkait mengenai kawasan Taman Hutan Raya Bukit Barisan di Kabupaten Karo.

Petak Pengamatan

(33)

pengamatan. Pada setiap blok pengamatan terdapat 1 plot contoh pengukuran (transek pengukuran). Metode pembuatan petak pengamatan dibuat secara purposive sampling yaitu blok pengamatan ditentukan berdasarkan survey

pendahuluan kemudian ditentukan blok pengamatan yang mewakili berbagai kondisi lapangan.

Blok I ↑ 20 m ↓

← 100 m →

Blok II ↑ 20 m ↓

← 100 m →

Blok III ↑ 20 m ↓

← 100 m →

Gambar 1. Lay out plot contoh pengukuran (transek pengukuran)

Proses Pengambilan Bahan dan Data

Pengukuran biomasa pohon dilakukan dengan cara non destructive (tidak merusak bagian tanaman), Dimana diukur diameter batang setinggi dada

(34)

berdiameter > 30 cm. Pohon dengan dbh < 5 cm diklasifikasikan sebagai tumbuhan bawah .

Ditetapkan berat jenis (BJ) kayu dari tegakan Ekaliptus (Eucalyptus sp) dengan cara memotong kayu dari salah satu cabang, lalu diukur panjang, diameter dan ditimbang berat basahnya setelah itu dimasukkan ke dalam oven pada suhu 103±5 ºC selama 24 jam dan ditimbang berat keringnya. Dihitung volume dan BJ kayu dengan rumus sebagai berikut :

Volume (cm3) = πR2T

Dicatat diameter batang dan berat jenis dari setiap pohon yang diamati pada blanko pengamatan yang telah disiapkan.

Tabel 1. Blanko Pengukuran Biomasa: Diameter, Tinggi dan Berat Jenis Pohon-Pohon Berukuran Besar (Diameter > 30 cm)

(35)

Analisis Data

Untuk estimasi karbon tersimpan pada tegakan Pinus (Pinus merkusii ) dan Ekaliptus (Eucalyptus sp) data yang telah diperoleh dari kegiatan pengukuran dilapangan terlebih dahulu diolah untuk mendapatkan biomassa dengan menggunakan persamaan alometrik yang telah dikembangkan oleh peneliti sebelumnya, yaitu :

c. Biomassa Pohon Per Plot =

Ukur

d. Biomassa Pohon Per Hektar =

Blok

(36)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengukuran Berat Jenis

Berat jenis merupakan salah satu sifat fisik kayu yang sangat penting, karena tinggi rendahnya berat jenis akan mempengaruhi sifat-sifat fisik lainnya, sifat mekanik, dan pemanfaatan kayu yang bersangkutan. Adapun hasil pengukuran berat jenis pada tegakan Pinus (Pinus merkusii) dan Ekaliptus (Eucalyptus sp) adalah sebagai berikut :

Tabel 2. Berat jenis (BJ) Pinus (Pinus merkusii) dan Ekaliptus (Eucalyptus sp).

NO

Pinus merkusii Eucalyptus sp

Berat (Pinus merkusii) adalah sebesar 0,48 g cm-3 dan Ekaliptus (Eucalyptus sp) adalah

(37)

Berat jenis digunakan untuk menerangkan massa suatu bahan per satuan volume. Berat jenis sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan tempat tumbuhnya jenis pohon tertentu. Perbedaan berat jenis mungkin terjadi pada setiap pohon dan hal ini juga akan terjadi diantara pohon dari satu jenis yang sama. Dalam buku Pedoman Identifikasi Jenis Kayu di Lapangan yang ditulis oleh Mandang dan Pandit (1997) menyatakan bahwa berat jenis Pinus (Pinus merkusii) adalah 0,55 g cm-3 dan berat jenis Ekaliptus (Eucalyptus sp) adalah 0,57 g cm-3. Hasil yang diperoleh dari pengukuran berat jenis di Taman Hutan Raya Bukit Barisan berbeda dengan yang ada di buku Pedoman Identifikasi Jenis Kayu di Lapangan yang ditulis oleh Mandang dan Pandit (1997). Perbedaan berat jenis ini sesuai dengan pernyataan Brown, et al; (1952) dalam Zebua (2008) yang mengatakan bahwa berat jenis kayu bervariasi diantara berbagai jenis pohon dan diantara pohon dari satu jenis yang sama. Adanya variasi jenis kayu tersebut disebabkan oleh perbedaan dalam jumlah zat penyusun dinding sel dan kandungan zat ekstraktif per unit volume dan berat jenis di dalam suatu spesies telah ditemukan bervariasi dengan sejumlah faktor yang meliputi letaknya dalam pohon, letak dalam kisaran spesies, kondisi tempat tumbuh dan sumber-sumber genetik.

(38)

Estimasi Karbon Tersimpan Pada Tegakan Pinus (Pinus merkusii) dan Ekaliptus (Eucalyptus sp)

Pengukuran produktifitas hutan relevan dengan pengukuran biomassa. Biomassa hutan menyediakan informasi penting dalam menduga besarnya potensi penyerapan CO2 dalam umur tertentu yang dapat dipergunakan untuk mengestimasi jumlah kandungan karbon tersimpan dalam suatu tegakan.

Tabel 3. Jumlah total biomassa dan karbon tersimpan pada tegakan Pinus (Pinus merkusii) dan Ekaliptus (Eucalyptus sp).

PLOT

Pinus merkusii Eucalyptus sp

BK-Rata-rata 182,85 171,68

KARBON TERSIMPAN 82.28 ton C/Ha 77,26 ton C/Ha

Berdasarkan pengukuran karbon tersimpan pada tegakan Pinus (Pinus merkusii) yang berumur 30 tahun dengan menggunakan persamaan

(39)

dimana faktor-faktor pendukung untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman berbeda jauh antara di tropis dengan yang di sub tropis. Sesuai dengan kajian Faeth, et al; (1994) dalam Onrizal (2009) yang menyatakan bahwa potensi pertumbuhan di hutan tropis umumnya lebih tinggi dan lebih cepat, sehingga dapat mempercepat akumulasi karbon di dalam tanaman mengingat proses fotosintesis dapat berlangsung sepanjang tahun.

Tabel 4. Biomassa di atas permukaan tanah (AGB) pada berbagai jenis hutan Tanaman dan hutan alam di daerah Tropika dan sub tropika

Jenis/Species Lokasi Umur

Tegakan

Pinus merkusii TAHURA Bukit Barisan, Sumatera

Utara

30 182,85 82,28 Studi ini

Eucalyptus grandis TAHURA Bukit Barisan, Sumatera

Utara

30 171,68 77,26 Studi ini

Acacia mangium Maribaya, Jawa Barat 10 69,73 31,37 Heriansyah et al. 2003

Acacia mangium Madang, PNG 7 109,20 49,14 Yamada et al. (2000a)

Acacia mangium Sobne, Vietnam 6 121,10 54,49 Yamada et al. (2000b)

Acacia mangium MHP, Sumatera Selatan

9 189,50 85,27 Herdiyanto et al.

(2000)

Pinus syvestris Finlandia 100 121,30 54,58 Helmisari et al. (2002)

Eucalyptus grandis Sumatera Utara 9 129,84 58,43 Onrizal et al. (2009)

Eucalyptus grandis Sumatera Utara 8 81,89 36,86 Onrizal et al. (2009)

Pinus merkusii RPH Somagede, BKPH Karang

(40)

yang tumbuh pada lahan yang lebih subur. Hal ini terjadi karena adanya mekanisme konservasi hara dari pohon-pohon tropis. Selain faktor-faktor tersebut, variasi biomassa juga terjadi karena perbedaan faktor iklim, misalnya curah hujan dan suhu. Secara umum, curah hujan di daerah tropis pada umumnya lebih tinggi dibandingkan daerah-daerah sub-tropis, dan demikian juga halnya dengan faktor cahaya matahari, dimanan penyinaran matahari di tropis lebih lama dibandingkan di daerah subtropis.

Haygreen dan Bowyer (1986) menyatakan bahwa pertumbuhan tejadi melalui proses fotosintesis, yang terjadi didalam daun yang menghasilkan gula sebagai energi untuk proses pertumbuhan pohon. Seiiring bertambahnya umur melalui pembentukan dan pembesaran sel-sel yang membelah berulang-ulang membentuk sel-sel baru pada daerah maristematik. Selama pohon tumbuh, pohon menambah kayu baru, sehingga memperbesar diameter batang, pokok, dan cabang serta memperbanyak jumlah bagian-bagian pohon lainnya.

Biomassa tegakan pinus (Pinus merkusii) umur 30 tahun di Taman Hutan

Raya Bukit Barisan lebih tinggi dibandingkan dengan tegakan Pinus (Pinus merkusii) umur 16 tahun di KPH Kedu Selatan (tabel 4). Begitu juga

biomassa tegakan Ekaliptus (Eucalyptus sp) umur 30 tahun di Taman Hutan Raya

Bukit Barisan lebih tinggi dibandingkan dengan biomassa tegakan Ekaliptus (Eucalyptus grandis) umur 9 tahun di PT. Toba Pulp Lestari (TPL) sektor Tele,

Kabupaten Samosir, Sumatera Utara. Hal ini terjadi karena perbedaan umur yang signifikan antara tegakan pinus (Pinus merkusii) yang ada di Taman Hutan Raya

(41)

berada di sektor Tele. Perbedaan umur antar tegakan dapat mempengaruhi kadar biomassa pohon, hal ini sesuai dengan pernyataan Onrizal, et al; (2009) yaitu dimana kadar air (KA) pohon yang berumur muda lebih tinggi dibandingkan pohon yang berumur lebih tua, sehingga kadar biomassa pohon yang lebih tua lebih tinggi dibandingkan yang lebih muda.

Haygreen dan Bowyer (1996) dalam Zebua (2008) menyatakan sebaran diameter batang mengalami peningkatan dengan bertambahnya umur tegakan. Hal ini dikarenakan tanaman/pohon mengalami pertumbuhan, dimana selama pohon tumbuh, pohon menambahkan kayu yang baru, sehingga memperbesar diameter batang pokok dan cabang. Dalam proses pertumbuhan kulit juga ditambahkan untuk menggantikan kulit yang pecah dan mengelupas ketika batang tumbuh bertambah besar.

(42)

Jumlah simpanan karbon yang tersimpan pada tegakan Pinus (Pinus merkusii) di kawasan Taman Hutan Raya Bukit Barisan Lokasi Tongkoh

lebih tinggi dibandingkan di KPH Kedu Selatan (Tabel 4). Perbedaan jumlah simpanan karbon pada setiap lokasi penelitian disebabkan karena perbedaan faktor fisik-kimia yang mempengaruhi pertumbuhan masing-masing tanaman, misalnya curah hujan, kelembaban, suhu udara, intensitas cahaya, pH tanah, suhu tanah dan umur tanaman juga mempengaruhi simpanan karbon pada suatu pohon. Berpengaruhnya umur tanaman terhadap simpanan karbon pada suatu pohon dilihat dari kadar air pohon, dimana kadar air pohon yang berumur muda lebih tinggi dibandingkan pohon yang berumur lebih tua, sehingga kadar biomassa pohon yang lebih tua lebih tinggi dibandingkan yang lebih muda.

Onrizal, et al; (2009) menyatakan bahwa biomassa hutan dapat memberikan dugaan sumber karbon di vegetasi hutan, sebab 50 % dari biomassa

adalah karbon. sehingga sangat jelas simpanan karbon pada tegakan Pinus (Pinus merkusii) di Taman Hutan Raya Bukit Barisan Lokasi Tongkoh lebih

tinggi (umur 30 tahun) dibandingkan dengan tegakan Pinus (Pinus merkusii) di KPH Kedu Selatan (umur 16 tahun).

(43)

mempengaruhi pertumbuhan tanaman/pohon. Haygreen dan Bowyer (1996) dalam Zebua (2008) menyatakan bahwa pertambahan biomassa juga dipengaruhi oleh tingkat kesuburan tanah, dimana tapak hutan yang memiliki hara yang tinggi dapat mempercepat pembelahan sel-sel merismatik yang menyebabkan meningkatnya pertumbuhan tegakan. Dewait (2004) dalam Onrizal (2004) mengemukakan kajiannya tentang hubungan antara biomassa hutan dengan tipe kesuburan tanah dan menemukan hasil bahwa biomassa hutan akan meningkat dengan semakin bertambahnya tingkat kesuburan tanah.

Jumlah simpanan karbon yang tersimpan pada tegakan Ekaliptus (Eucalyptus sp) di kawasan Taman Hutan Raya Bukit Barisan Lokasi Tongkoh lebih tinggi dibandingkan dengan tegakan Ekaliptus (Eucalyptus sp) di PT. Toba Pulp Lestari (TPL) sektor Tele, Kabupaten Samosir (Tabel 4). Perbedaan jumlah simpanan karbon ini disebabkan karena perbedaan tempat tumbuh pada kedua jenis. Onrizal (2004) dalam Zebua (2008) menyatakan bahwa biomassa tegakan hutan dapat dipengaruhi oleh umur tegakan hutan, sejarah perkembangan vegetasi, komposisi dan struktur tegakan, bahkan faktor iklim (curah hujan dan temperatur) juga dapat mempengaruhi laju peningkatan biomassa pohon, selain itu perbedaan (gradien) iklim juga menyebabkan perbedaan laju produksi bahan organik.

(44)
(45)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pada tegakan Pinus (Pinus merkusii) akumulasi biomassa di atas permukaan tanah mencapai 182,85 ton/ha atau setara dengan karbon biomassa sebesar 82,28 ton C/ha atau telah memfiksasi sekitar 301,96 ton CO2/ha dari atmosfir. Pada tegakan Ekaliptus (Eucalyptus sp) akumulasi biomassa di atas permukaan tanah mencapai 171,68 ton/ha atau setara dengan karbon biomassa sebesar 77,26 ton C/ha atau telah memfiksasi sekitar 283,54 ton CO2/ha dari atmosfir. Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi simpanan karbon pada suatu tegakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi adalah umur tegakan.

Saran

(46)

DAFTAR PUSTAKA

Arief, A. 1994. Hutan Hakikat dan Pengaruhnya Terhadap lingkungan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Balai Pengelola Tahura Bukit Barisan, 2008. Taman Hutan Raya Bukit Barisan, Sumatera Utara.

Basuki T.M., Adi, R.N. dan Sukresno. 2004. Informasi Teknis Stok Karbon Organik Dalam Tegakan Pinus merkusii, Agathis loranthifolia dan Tanah. BP2TPDAS-IBB. 3 Agustus 2004. Kebumen. hlm 84-94

Damanik, R.I.M. 2005. Kekuatan Kayu. Departemen Kehutanan FP USU. Medan Daniel, T.W., Helms, A.J., dan Baker, S.F. 1995. Prinsip-Prinsip Silvikultur

(Edisi kedua). Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.

Dinas Kehutanan Sumatera Utara, 2007. Perlindungan dan Pengamanan Taman Hutan Raya Bukit Barisan. Dinas Kehutanan Sumatera Utara. Medan Ewusie, J.Y. 1990. Ekologi Tropika. Penerbit ITB. Bandung

Gintera dan Pika, 2009. Taman Hutan Raya. Ditjen PHKA. Bogor. http://www.ditjenphka.go.id [30 Juli 2009].

Golley, F.B. 1983. Tropical Rain Forest Ecosystem : Structure and Function. Elseiver Scientific Publishing Co. Amsterdam.

Hairiah, K. dan Rahayu, S. 2007. Pengukuran Karbon Tersimpan di Berbagai Macam Penggunaan Lahan. World Agroforestry Centre, ICRAF Southeast Asia. Bogor.

Haygreen, S.G. dan Bowyer, J.L.1986. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. Universitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta.

Heriansyah, I. 2006. Potensi Hutan Tanaman Industri dalam Mensequeter Karbon : Studi kasus di hutan tanaman Akasia dan Pinus. Buletin Inovasi 17 (3). www. Io.ppi jepang.org. [20 Juli 2009].

Hidayat, J dan Hansen, C.P., 2001. Informasi Singkat Benih. Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan. Bandung. Komiyama, A., Paungpam, S., dan Kato, S. 2005. Commen Allometric Equation

(47)

Kusmana, C dan Onrizal. 2005. Ekologi Hutan Indonesia. Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian USU. Medan

Mandang, Y dan Pandit, I.K.N. 1997. Pedoman Identifikasi Jenis Kayu di Lapangan. Yayasan Prosea Bogor dan Pusat Diklat Pegawai dan Sumberdaya Kehutanan.

Onrizal, 2004. Model Penduga Biomassa dan Karbon tegakan Hutan Kerangas di Taman Nasional Danau Sentarum. Kalimantan Barat. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Onrizal, Hartono, R., Basuki, R.B., dan Kusmana, C. 2009. Simpanan Karbon Biomassa Hutan Tanaman Eucalyptus grandis di Sumatera Utara. Departemen Kehutanan FP USU. Medan

Salisbury, B.F. dan Ross, W.C. 1995. Fisiologi Tumbuhan (Jilid 2). Penerbit ITB. Bandung.

Soemarwoto,O. 1994. ”Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan.” Edisi Revisi. Djambatan. Jakarta.

Sutasni, U.,Kalima, T. dan Purnadjaja. 1988. Pedoman Pengenalan Pohon Hutan Indonesia. Disunting oleh Soetjipto, N.W. dan Soekojo. Bogor Yayasan Porsea Bogor dan Pusat Diklat Pegawai dan SDM Kehutanan Bogor. Skripsi Universitas Sumatera Utara. Medan

Ulumudin, Y.I.,Sulistyawati E., Hakim D.M., dan Harto A.B. 2005. Korelasi Stok Karbon dengan Karakteristik Spektral Citra Landsat: Studi Kasus Gunung Papandayan. Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung. http://oc.its.ac.id/ambilfile.php/idp=495. [7 Juli 2009].

Yusuf, M. 2008. Potensi Peningkatan Serapan Karbon Melalui Rehabilitasi Hutan Kritis Indonesia Dan Dunia Dengan Spesis Cepat Tumbuh Sebagai Upaya Mengurangi Dampak Pemanasan Global (Green House Effect).Kabar Indonesia. http://www.kabarindonesia.com/berita php. [ 7 Juli 2009].

(48)

Lampiran 1. Pengukuran Berat Jenis (BJ)

Ditetapkan berat jenis (BJ) kayu dari tegakan Pinus (Pinus merkusii ) dan tegakan Ekaliptus (Eucalyptus sp) dengan cara memotong kayu dari salah satu cabang, lalu diukur panjang, diameter dan ditimbang berat basahnya setelah itu dimasukkan ke dalam oven pada suhu 103±5 ºC selama 24 jam dan ditimbang berat keringnya. Dihitung volume dan BJ kayu dengan rumus sebagai berikut :

Volume (cm3) = πR2T BJ (g cm-3 ) =

pohon Volume

Kering Berat

Keterangan :

R = Jari-jari potongan kayu = ½ x Diameter (cm) T = Panjang kayu (cm)

1. Hasil pengukuran Berat Jenis (BJ) Pinus (Pinus merkusii )

NO Berat Basah Diameter Berat Kering Volume Berat Jenis

1 47.1 1.81 22.6 48.86 0.46

2 47.3 1.68 22.6 42.09 0.53

3 24.9 1.58 14.8 34.91 0.42

4 69.2 2.17 36.3 70.23 0.51

5 67.4 2.17 34.4 70.23 0.48

∑ 266.32 2.4

Rata-rata 53.26 0.48

(49)

2. Hasil pengukuran Berat Jenis (BJ) Ekaliptus (Eucalyptus sp)

NO Berat Basah Diameter Berat Kering Volume Berat Jenis

1 61.3 2.50 27.7 93.22 0.29

2 82.5 2.30 35.7 78.90 0.45

3 71.1 4.41 30.4 290.06 0.10

4 67.9 2.26 29.8 76.18 0.39

5 41.7 1.73 19.6 44.64 0.44

∑ 583 1.67

Rata-rata 116.6 0.33

(50)

Lampiran 2. Analisis Data Untuk Estimasi Karbon Tersimpan Pada Tegakan Pinus (Pinus merkusii )

1. Blanko Pengukuran Biomasa Pada Tegakan Pinus (Pinus merkusii) :

Diameter, Tinggi dan Berat Jenis Pohon-Pohon Berukuran Besar

(51)

2. Blanko Pengukuran Biomasa Pada Tegakan Pinus (Pinus merkusii) : Diameter, Tinggi dan Berat Jenis Pohon-Pohon Berukuran Besar (Diameter > 30 cm) (Plot 2)

(52)

3. Blanko Pengukuran Biomasa Pada Tegakan Pinus (Pinus merkusii) :

(53)

Lampiran 3. Analisis Data Untuk Estimasi Karbon Tersimpan Pada Tegakan Ekaliptus (Eucalyptus sp)

1. Blanko Pengukuran Biomasa Pada Tegakan Ekaliptus (Eucalyptus sp) :

Diameter, Tinggi dan Berat Jenis Pohon-Pohon Berukuran Besar

(54)

2. Blanko Pengukuran Biomasa Pada Tegakan Ekaliptus (Eucalyptus sp) :

(55)

3. Blanko Pengukuran Biomasa Pada Tegakan Ekaliptus (Eucalyptus sp) :

(56)

Lampiran 4. Data Pengukuran Faktor Fisik-Kimia di Taman Hutan Raya Bukit Barisan Lokasi Tongkoh Pada Tegakan Pinus (Pinus merkusii ) dan tegakan Ekaliptus (Eucalyptus sp).

1. Hasil pengukuran faktor fisik-kimia di Taman Hutan Raya Bukit Barisan Lokasi Tongkoh pada tegakan Pinus (Pinus merkusii )

FAKTOR FISIK-KIMA HASIL PENGUKURAN

pH Tanah 6.6

Suhu Tanah 21 ºC

Intensitas Cahaya 183 Lux Meter

Kelembaban 77 %

Suhu udara 24 ºC

2. Hasil pengukuran faktor fisik-kimia di Taman Hutan Raya Bukit Barisan

Lokasi Tongkoh pada tegakan Ekaliptus (Eucalyptus sp)

FAKTOR FISIK-KIMA HASIL PENGUKURAN

pH Tanah 6.6

Suhu Tanah 22 ºC

Intensitas Cahaya 81 Lux Meter

Kelembaban 86 %

(57)

Lampiran 5. Data Curah Hujan Tahunan Daerah Tongkoh Kabupaten Karo dan Sekitarnya (2005-2009)

NO TAHUNAN CURAH HUJAN

1 2005 2076

2 2006 2735

3 2007 2239

4 2008 3011

(58)

Gambar

Gambar 1. Lay out plot contoh pengukuran (transek pengukuran)
Tabel 1. Blanko Pengukuran Biomasa: Diameter, Tinggi dan Berat Jenis Pohon-Pohon Berukuran Besar (Diameter > 30 cm)
Tabel 2. Berat jenis (BJ) Pinus (Pinus merkusii) dan Ekaliptus (Eucalyptus sp).
Tabel 3. Jumlah total biomassa dan karbon tersimpan pada tegakan Pinus                   (Pinus merkusii) dan Ekaliptus (Eucalyptus sp)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Berbeda halnya, apabila pengambilalihan tersebut melibatkan perusahaan publik (Perseroan yang sahamnya telah dimiliki sekurang-kurangnya oleh 300 (tiga ratus) pemegang saham

biasanya dengan cara mengirim pesan atau menelfon petugas tata usaha (TU).. yang kemudian petugas tata usaha membuat tulisan di kertas

Berdasarkan hasil penelitian pada model regresi diketahui bahwa variabel struktur modal berpengaruh negatif dan secara statistik signifikan terhadap nilai

Pada Gambar 15 dengan perlakuan suhu perendaman 30 o C, menunjukkan bahwa saat menit ke-60 untuk kecepatan pengadukan rendah penurunan konsentrasi larutan lebih

Fotocopy berkas yang tercantum didalam formulir isian kualifikasi penawaran yang saudara sampaikan pada paket pekerjaan tersebut untuk diserahkan pada Pokja sebanyak 1 (satu)

[r]

Sehubungan dengan telah dilakukannya evaluasi administrasi, teknis dan kewajaran harga serta formulir isian Dokumen Kualifikasi untuk penawaran paket pekerjaan tersebut diatas,

Coding Tryout Data Mentah Aitem Skala Persepsi Terhadap Dukungan Sosial Yang Diterima