• Tidak ada hasil yang ditemukan

x=

dimana ;

x = pengeluaran perkapita

p = pengeluaran rumah tangga sebulan q = jumlah anggota rumah tangga

Garis kemiskinan menurut BPS tersaji pada Tabel 1. (BPS,2006)

Tabel 1

.

Garis Kemiskinan Daerah Kota menurut Kriteria BPS Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bulan) Waktu GKM GKBM GK Feb 2005 103,992 46,807 150,799 Maret 2006 126,527 48,797 175,324 Sumber : BPS 2006

Menurut Bank Dunia, penduduk miskin adalah penduduk dengan pengeluaran perkapita perhari sebesar US $ 1. Sehingga bila dikurskan kedalam rupiah menjadi sekitar Rp. 10.000,- perhari perkapita. (Supadi & Nurmanaf, 2004)

BAHAN DAN METODE

Bahan

Sumber data utama yang dgunakan untuk menghitung proporsi kemiskinan di Kota Bogor adalah data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2005 untuk wilayah Kota Bogor .

Metode

Prosedur yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Melakukan perbandingan antara pengeluaran perkapita dengan garis kemiskinan BPS dan garis kemiskinan Bank Dunia. Keluarga dengan pengeluaran perkapita dibawah garis kemiskinan dinyatakan miskin.

2. Memberi kode biner untuk penduduk miskin. Miskin diberi kode 1 dan lainnya 0.

3. Menghitung dugaan langsung proporsi keluarga miskin disetiap desa yang tersurvei dengan metodedirect estimation.

4. Menghitung Mean Square Error (MSE) dengan metodedirect estimation.

5. Menghitung nilai dugaan dan dengan menggunakan metode kemungkinan maksimum dan metode momen.

6. Menghitung dugaan proporsi keluarga miskin dengan teknikempirical Bayes.

7. Menghitung Mean Square Error (MSE) dengan metodejackknife.

8. Membandingkan hasil dugaan langsung dan dugaan empirical Bayes dengan melihat nilai RRMSE (Relative Root Mean Squared Error) yang diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut :

RRMSE(

p

i) =

( )

% 100 × Ε Μ i i p p S

Software yang digunakan adalah MS EXCEL 2003 dan SAS 9.1.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pendugaan Langsung

Pendugaan langsung proporsi penduduk miskin dilakukan pada 37 desa yang ada di Kota Bogor. Setiap desa diambil contoh sebanyak 16 rumah tangga, kecuali untuk Desa Kedung Halang yaitu sebanyak 15 rumah tangga dan Desa Kedung Badak sebanyak 32 rumah tangga.

Berdasarkan kriteria Bank Dunia, hasil pendugaan langsung menunjukkan bahwa ada beberapa desa yang memiliki proporsi kemiskinan yang lebih besar dari setengah, bahkan di Desa Katulampa proporsi kemiskinannya sama dengan satu. Hasil pendugaan langsung berdasarkan kriteria Bank Dunia dapat dilihat pada Lampiran 1.

Hasil pendugaan langsung berdasarkan kriteria BPS, diperoleh 13 desa yang memiliki proporsi penduduk miskin sebesar nol. Dapat kita katakan bahwa 13 desa tersebut tidak mempunyai keluarga yang dikategorikan miskin. Hasil pendugaan langsung berdasarkan kriteria BPS dapat dilihat pada Lampiran 2.

Pendugaan Hiperparameter Pendugaan hiperparameter α dan β

menggunakan metode momen biasanya dilakukan karena lebih sederhana. Penggunaan metode ini untuk keluarga sebaran binomial akan mendekati suatu nilai tertentu jika nilai

Metode yang digunakan adalah menghitung garis kemiskinan (GK), yang terdiri atas dua komponen yaitu garis kemiskinan makanan (GKM) dan garis kemiskinan bukan makanan (GKBM). Penghitungan garis kemiskinan dilakukan secara terpisah antara perkotaan dan pedesaan . Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki pengeluaran per kapita per bulan dibawah garis kemiskinan. Pengeluaran perkapita menunjukkan besarnya pengeluaran setiap anggota rumah tangga dalam kurun waktu satu bulan. (BPS, 2003). Pengeluaran perkapita dapat dirumuskan sebagai berikut :

q

p

x=

dimana ;

x = pengeluaran perkapita

p = pengeluaran rumah tangga sebulan q = jumlah anggota rumah tangga

Garis kemiskinan menurut BPS tersaji pada Tabel 1. (BPS,2006)

Tabel 1

.

Garis Kemiskinan Daerah Kota menurut Kriteria BPS Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bulan) Waktu GKM GKBM GK Feb 2005 103,992 46,807 150,799 Maret 2006 126,527 48,797 175,324 Sumber : BPS 2006

Menurut Bank Dunia, penduduk miskin adalah penduduk dengan pengeluaran perkapita perhari sebesar US $ 1. Sehingga bila dikurskan kedalam rupiah menjadi sekitar Rp. 10.000,- perhari perkapita. (Supadi & Nurmanaf, 2004)

BAHAN DAN METODE

Bahan

Sumber data utama yang dgunakan untuk menghitung proporsi kemiskinan di Kota Bogor adalah data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2005 untuk wilayah Kota Bogor .

Metode

Prosedur yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Melakukan perbandingan antara pengeluaran perkapita dengan garis kemiskinan BPS dan garis kemiskinan Bank Dunia. Keluarga dengan pengeluaran perkapita dibawah garis kemiskinan dinyatakan miskin.

2. Memberi kode biner untuk penduduk miskin. Miskin diberi kode 1 dan lainnya 0.

3. Menghitung dugaan langsung proporsi keluarga miskin disetiap desa yang tersurvei dengan metodedirect estimation.

4. Menghitung Mean Square Error (MSE) dengan metodedirect estimation.

5. Menghitung nilai dugaan dan dengan menggunakan metode kemungkinan maksimum dan metode momen.

6. Menghitung dugaan proporsi keluarga miskin dengan teknikempirical Bayes.

7. Menghitung Mean Square Error (MSE) dengan metodejackknife.

8. Membandingkan hasil dugaan langsung dan dugaan empirical Bayes dengan melihat nilai RRMSE (Relative Root Mean Squared Error) yang diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut :

RRMSE(

p

i) =

( )

% 100 × Ε Μ i i p p S

Software yang digunakan adalah MS EXCEL 2003 dan SAS 9.1.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pendugaan Langsung

Pendugaan langsung proporsi penduduk miskin dilakukan pada 37 desa yang ada di Kota Bogor. Setiap desa diambil contoh sebanyak 16 rumah tangga, kecuali untuk Desa Kedung Halang yaitu sebanyak 15 rumah tangga dan Desa Kedung Badak sebanyak 32 rumah tangga.

Berdasarkan kriteria Bank Dunia, hasil pendugaan langsung menunjukkan bahwa ada beberapa desa yang memiliki proporsi kemiskinan yang lebih besar dari setengah, bahkan di Desa Katulampa proporsi kemiskinannya sama dengan satu. Hasil pendugaan langsung berdasarkan kriteria Bank Dunia dapat dilihat pada Lampiran 1.

Hasil pendugaan langsung berdasarkan kriteria BPS, diperoleh 13 desa yang memiliki proporsi penduduk miskin sebesar nol. Dapat kita katakan bahwa 13 desa tersebut tidak mempunyai keluarga yang dikategorikan miskin. Hasil pendugaan langsung berdasarkan kriteria BPS dapat dilihat pada Lampiran 2.

Pendugaan Hiperparameter Pendugaan hiperparameter α dan β

menggunakan metode momen biasanya dilakukan karena lebih sederhana. Penggunaan metode ini untuk keluarga sebaran binomial akan mendekati suatu nilai tertentu jika nilai

Metode yang digunakan adalah menghitung garis kemiskinan (GK), yang terdiri atas dua komponen yaitu garis kemiskinan makanan (GKM) dan garis kemiskinan bukan makanan (GKBM). Penghitungan garis kemiskinan dilakukan secara terpisah antara perkotaan dan pedesaan . Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki pengeluaran per kapita per bulan dibawah garis kemiskinan. Pengeluaran perkapita menunjukkan besarnya pengeluaran setiap anggota rumah tangga dalam kurun waktu satu bulan. (BPS, 2003). Pengeluaran perkapita dapat dirumuskan sebagai berikut :

q

p

x=

dimana ;

x = pengeluaran perkapita

p = pengeluaran rumah tangga sebulan q = jumlah anggota rumah tangga

Garis kemiskinan menurut BPS tersaji pada Tabel 1. (BPS,2006)

Tabel 1

.

Garis Kemiskinan Daerah Kota menurut Kriteria BPS Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bulan) Waktu GKM GKBM GK Feb 2005 103,992 46,807 150,799 Maret 2006 126,527 48,797 175,324 Sumber : BPS 2006

Menurut Bank Dunia, penduduk miskin adalah penduduk dengan pengeluaran perkapita perhari sebesar US $ 1. Sehingga bila dikurskan kedalam rupiah menjadi sekitar Rp. 10.000,- perhari perkapita. (Supadi & Nurmanaf, 2004)

BAHAN DAN METODE

Bahan

Sumber data utama yang dgunakan untuk menghitung proporsi kemiskinan di Kota Bogor adalah data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2005 untuk wilayah Kota Bogor .

Metode

Prosedur yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Melakukan perbandingan antara pengeluaran perkapita dengan garis kemiskinan BPS dan garis kemiskinan Bank Dunia. Keluarga dengan pengeluaran perkapita dibawah garis kemiskinan dinyatakan miskin.

2. Memberi kode biner untuk penduduk miskin. Miskin diberi kode 1 dan lainnya 0.

3. Menghitung dugaan langsung proporsi keluarga miskin disetiap desa yang tersurvei dengan metodedirect estimation.

4. Menghitung Mean Square Error (MSE) dengan metodedirect estimation.

5. Menghitung nilai dugaan dan dengan menggunakan metode kemungkinan maksimum dan metode momen.

6. Menghitung dugaan proporsi keluarga miskin dengan teknikempirical Bayes.

7. Menghitung Mean Square Error (MSE) dengan metodejackknife.

8. Membandingkan hasil dugaan langsung dan dugaan empirical Bayes dengan melihat nilai RRMSE (Relative Root Mean Squared Error) yang diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut :

RRMSE(

p

i) =

( )

% 100 × Ε Μ i i p p S

Software yang digunakan adalah MS EXCEL 2003 dan SAS 9.1.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pendugaan Langsung

Pendugaan langsung proporsi penduduk miskin dilakukan pada 37 desa yang ada di Kota Bogor. Setiap desa diambil contoh sebanyak 16 rumah tangga, kecuali untuk Desa Kedung Halang yaitu sebanyak 15 rumah tangga dan Desa Kedung Badak sebanyak 32 rumah tangga.

Berdasarkan kriteria Bank Dunia, hasil pendugaan langsung menunjukkan bahwa ada beberapa desa yang memiliki proporsi kemiskinan yang lebih besar dari setengah, bahkan di Desa Katulampa proporsi kemiskinannya sama dengan satu. Hasil pendugaan langsung berdasarkan kriteria Bank Dunia dapat dilihat pada Lampiran 1.

Hasil pendugaan langsung berdasarkan kriteria BPS, diperoleh 13 desa yang memiliki proporsi penduduk miskin sebesar nol. Dapat kita katakan bahwa 13 desa tersebut tidak mempunyai keluarga yang dikategorikan miskin. Hasil pendugaan langsung berdasarkan kriteria BPS dapat dilihat pada Lampiran 2.

Pendugaan Hiperparameter Pendugaan hiperparameter α dan β

menggunakan metode momen biasanya dilakukan karena lebih sederhana. Penggunaan metode ini untuk keluarga sebaran binomial akan mendekati suatu nilai tertentu jika nilai

peluangnya mendekati nol atau satu. Metode momen juga menghasilkan pendugaan yang tidak unik. Hasil pendugaan dengan metode momen berbeda antar desa. Hal ini bergantung kepada jumlah contoh yang diambil pada masing – masing desa. Hasil pendugaan dengan metode momen dapat dilihat pada Lampiran 3.

Metode lain yang dapat digunakan adalah metode pendugaan kemungkinan maksimum. Walaupun metode ini cukup rumit dan memerlukan metode iterasi serta tidak robust

dengan sebaran modelnya, tetapi MLE ini cukup baik dalam menduga paramater dan hasil yang diperoleh pun unik. Hasil pendugaan dengan MLE untukαml dan βml tersaji pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Dugaan Hiperparameter

ml

α dan βml

Kriteria αml βml

BPS 0.0338 1.0190

Bank Dunia 0.0763 0.0485 PendugaanEmpirical Bayes Menggunakan

Kriteria Bank Dunia

Hasil dugaan EB berdasarkan kriteria Bank Dunia nilai proporsi yang cukup besar terdapat pada Desa katulampa, Pamoyanan, Harjasari dan Genteng. Pada metode momen nilai dugaan Desa Pamoyanan yaitu sebesar 0.9741. Nilai tersebut dapat diartikan ada 974 keluarga miskin dari seribu keluarga yang tinggal didesa tersebut. Sedangkan dengan metode kemungkinan maksimum nilai dugaan EB Desa Pamoyanan yaitu sebesar 0.9970 artinya ada sekitar 997 keluarga miskin dari seribu keluarga yang tinggal didesa tersebut. Perbandingan nilai proporsi dugaan langsung dan dugaan EB dengan kriteria Bank Dunia dapat dilihat pada Lampiran 2.

Nilai RRMSE merupakan persentase dari perbandingan relatif antara galat dugaan dengan nilai dugaan itu sendiri. Nilai RRMSE dapat diartikan, jika nilai RRMSEnya kurang dari atau sama dengan 50% maka mengindikasikan hasil dugaannya cukup baik.

Dugaan EB memiliki nilai RRMSE yang cenderung lebih homogen dibandingkan dengan dugaan langsungnya. Hal ini menunjukkan bahwa dugaan EB cukup stabil dibandingkan dengan dugaan langsung. Nilai RRMSE dari dugaan EB sebagian besar lebih kecil dari nilai RRMSE pada dugaan langsung. Pada dugaan EB dengan kedua metode terdapat 37 nilai RRMSE yang lebih kecil dari 50%.

Hal ini mengindikasikan bahwa hasil dugaan EB dengan kedua metode cukup baik dalam menduga proporsi keluarga miskin.

Perbandingan nilai RRMSE dari penduga langsung dengan dugaan EB tersaji pada Lampiran 1. R R M S E Likelihood_1 Momen_1 Langsun g 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0

Boxplot RRMSE Menurut Kriteria Bank Dunia

Gambar 1.Boxplot nilai RRMSE menurut Kriteria Bank Dunia

Pada Gambar 1 dugaan EB, jika dibandingkan antar metode, menunjukkan bahwa pada penelitian ini secara keseluruhan metode kemungkinan maksimum dan metode momen memiliki keragaman yang tidak berbeda. Berdasarkan hal tersebut pada penelitian ini dapat diketahui bahwa dugaan EB dengan kedua metode cukup stabil dalam menduga proporsi keluarga miskin di Kota Bogor. Desa R R M S E 40 30 20 10 0 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 Variable Likelihood_1 Langsung Momen_1 Diagram Garis RRMSE Menurut Kriteria Bank Dunia

Gambar 2. Diagram Garis RRMSE menurut Kriteria Bank Dunia

Berdasarkan Gambar 2 dapat diketahui bahwa nilai RRMSE dugaan EB dengan kedua metode cenderung lebih kecil dari dugaan langsungnya. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman hiperparameter dan keragaman dugaan proporsi dari kedua metode lebih kecil.

PendugaanEmpirical Bayes Menggunakan Kriteria BPS

Pada kriteria BPS, hasil dugaan EB proporsi keluarga miskin untuk 13 desa yang dugaan langsungnya nol merupakan nilai proporsi dugaan sintetiknya. Artinya bahwa nilai tersebut merupakan peluang keluarga miskin yang terdapat di Kota Bogor dengan asumsi bahwa setiap desa memiliki karakteristik yang sama. Beberapa nilai dugaan EB proporsi keluarga miskin yang cukup besar berada di Desa Pamoyanan, Katulampa, Cipaku dan Ciparigi. Dengan metode momen nilai dugaan EB pada Desa Pamoyanan yaitu sebesar 0.4145. Nilai tersebut berarti ada sekitar 415 keluarga miskin dari seribu keluarga yang tinggal didesa tersebut. Sedangkan nilai dugaan EB dengan metode kemungkinan maksimum pada Desa Pamoyanan yaitu sebesar 0.4125. Nilai tersebut berarti ada sekitar 413 keluarga miskin dari seribu keluarga yang tinggal didesa tersebut.

Nilai RRMSE merupakan persentase dari perbandingan relatif antara galat dugaan dengan nilai dugaan itu sendiri. Nilai RRMSE dapat diartikan, jika nilai RRMSEnya kurang dari atau sama dengan 50% maka mengindikasikan bahwa hasil dugaannya cukup baik. Evaluasi pendugaan berdasarkan nilai RRMSE menunjukkan bahwa nilai RRMSE dari dugaan EB lebih homogen dari nilai RRMSE dugaan langsung. Hal ini berarti dugaan EB sudah cukup baik dalam memperbaiki keragaman dari dugaan langsung sehingga dugaan EB lebih stabil. Pada dugaan EB dengan metode kemungkinan maksimum ada 19 nilai RRMSE yang lebih kecil dari 50%. Hal ini berarti dugaan EB dengan metode tersebut cukup baik dalam pendugaan proporsi keluarga miskin.

Gambar 3. Boxplot RRMSE menurut Kriteria BPS

Berdasarkan Gambar 3 dapat diketahui bahwa nilai RRMSE dugaan EB dengan kemungkinan maksimum memiliki tingkat

keragaman yang lebih rendah dibandingkan dengan metode momen.

Gambar 4. Diagram Garis RRMSE menurut Kriteria BPS

Berdasarkan Gambar 4. jika dibandingkan antar metode pada dugaan EB menunjukkan bahwa nilai RRMSE dari metode momen cenderung lebih kecil dari nilai dugaan dengan metode kemungkinan maksimum. Hal ini menunjukkan bahwa metode momen lebih

robust terhadap bentuk sebaran modelnya. Akan tetapi nilai RRMSE metode momen memiliki keragaman yang relatif lebih besar. Berdasarkan hal tersebut dalam penelitian ini dugaan EB dengan kedua metode tersebut cenderung cukup baik dalam menduga proporsi kemiskinan di Kota Bogor.

Pada dugaan EB yang proporsi dugaan langsungnya bernilai nol , nilai RRMSE yang dihasilkan sangat besar. Bahkan hanya terdapat empat desa yang memiliki nilai RRMSE kurang dari 200%. Hal ini berarti bahwa nilai dugaan EB tersebut tidak cukup baik untuk digunakan, sehingga diperlukan kajian lebih lanjut dalam pendugaan area kecil untuk area yang tidak memiliki contoh. Berdasarkan hal tersebut nilai RRMSE dugaan langsung tidak ditampilkan di dalam diagram. Perbandingan hasil proporsi dugaan langsung dan dugaan EB serta nilai RRMSE dapat dilihat pada Lampiran 2.

KESIMPULAN

Pada penelitian ini dugaan EB mampu memperbaiki keragaman dari dugaan langsung, meskipun ada beberapa nilai RRMSE yang cenderung sangat besar. Berdasarkan kriteria kemiskinan menurut Bank Dunia, dugaan EB dengan kedua metode menunjukkan hasil yang tidak berbeda. Sedangkan pada kriteria BPS, dugaan EB dengan metode kemungkinan maksimum cenderung lebih baik karena lebih stabil. R R M S E Likelihood _1 Momen _1 55 50 45 40 35 30 25

Boxplot RR MSE Menur ut Kri t er ia BPS

Desa R R M S E 40 30 20 10 0 55 50 45 40 35 30 25 Var iable Mo men _1 Likelihood _1

PendugaanEmpirical Bayes Menggunakan Kriteria BPS

Pada kriteria BPS, hasil dugaan EB proporsi keluarga miskin untuk 13 desa yang dugaan langsungnya nol merupakan nilai proporsi dugaan sintetiknya. Artinya bahwa nilai tersebut merupakan peluang keluarga miskin yang terdapat di Kota Bogor dengan asumsi bahwa setiap desa memiliki karakteristik yang sama. Beberapa nilai dugaan EB proporsi keluarga miskin yang cukup besar berada di Desa Pamoyanan, Katulampa, Cipaku dan Ciparigi. Dengan metode momen nilai dugaan EB pada Desa Pamoyanan yaitu sebesar 0.4145. Nilai tersebut berarti ada sekitar 415 keluarga miskin dari seribu keluarga yang tinggal didesa tersebut. Sedangkan nilai dugaan EB dengan metode kemungkinan maksimum pada Desa Pamoyanan yaitu sebesar 0.4125. Nilai tersebut berarti ada sekitar 413 keluarga miskin dari seribu keluarga yang tinggal didesa tersebut.

Nilai RRMSE merupakan persentase dari perbandingan relatif antara galat dugaan dengan nilai dugaan itu sendiri. Nilai RRMSE dapat diartikan, jika nilai RRMSEnya kurang dari atau sama dengan 50% maka mengindikasikan bahwa hasil dugaannya cukup baik. Evaluasi pendugaan berdasarkan nilai RRMSE menunjukkan bahwa nilai RRMSE dari dugaan EB lebih homogen dari nilai RRMSE dugaan langsung. Hal ini berarti dugaan EB sudah cukup baik dalam memperbaiki keragaman dari dugaan langsung sehingga dugaan EB lebih stabil. Pada dugaan EB dengan metode kemungkinan maksimum ada 19 nilai RRMSE yang lebih kecil dari 50%. Hal ini berarti dugaan EB dengan metode tersebut cukup baik dalam pendugaan proporsi keluarga miskin.

Gambar 3. Boxplot RRMSE menurut Kriteria BPS

Berdasarkan Gambar 3 dapat diketahui bahwa nilai RRMSE dugaan EB dengan kemungkinan maksimum memiliki tingkat

keragaman yang lebih rendah dibandingkan dengan metode momen.

Gambar 4. Diagram Garis RRMSE menurut Kriteria BPS

Berdasarkan Gambar 4. jika dibandingkan antar metode pada dugaan EB menunjukkan bahwa nilai RRMSE dari metode momen cenderung lebih kecil dari nilai dugaan dengan metode kemungkinan maksimum. Hal ini menunjukkan bahwa metode momen lebih

robust terhadap bentuk sebaran modelnya. Akan tetapi nilai RRMSE metode momen memiliki keragaman yang relatif lebih besar. Berdasarkan hal tersebut dalam penelitian ini dugaan EB dengan kedua metode tersebut cenderung cukup baik dalam menduga proporsi kemiskinan di Kota Bogor.

Pada dugaan EB yang proporsi dugaan langsungnya bernilai nol , nilai RRMSE yang dihasilkan sangat besar. Bahkan hanya terdapat empat desa yang memiliki nilai RRMSE kurang dari 200%. Hal ini berarti bahwa nilai dugaan EB tersebut tidak cukup baik untuk digunakan, sehingga diperlukan kajian lebih lanjut dalam pendugaan area kecil untuk area yang tidak memiliki contoh. Berdasarkan hal tersebut nilai RRMSE dugaan langsung tidak ditampilkan di dalam diagram. Perbandingan hasil proporsi dugaan langsung dan dugaan EB serta nilai RRMSE dapat dilihat pada Lampiran 2.

KESIMPULAN

Pada penelitian ini dugaan EB mampu memperbaiki keragaman dari dugaan langsung, meskipun ada beberapa nilai RRMSE yang cenderung sangat besar. Berdasarkan kriteria kemiskinan menurut Bank Dunia, dugaan EB dengan kedua metode menunjukkan hasil yang tidak berbeda. Sedangkan pada kriteria BPS, dugaan EB dengan metode kemungkinan maksimum cenderung lebih baik karena lebih stabil. R R M S E Likelihood _1 Momen _1 55 50 45 40 35 30 25

Boxplot RR MSE Menur ut Kri t er ia BPS

Desa R R M S E 40 30 20 10 0 55 50 45 40 35 30 25 Var iable Mo men _1 Likelihood _1

Dokumen terkait