• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian tahap 1 dilakukan untuk mengetahui pengaruh suhu dan waktu penggorengan terhadap sifat fisik dan organoleptik produk akhir sekaligus menentukan mutu keripik yang terbaik dari beberapa tingkatan suhu dan waktu penggorengan. Berikut disajikan hasil produk keripik pisang yang dihasilkan dari penelitian tahap 1.

Gambar 8 Hasil Produk Keripik Pisang dalam Berbagai Tingkat Suhu dan Waktu Penggorengan

Keterangan:

A1 = Suhu 60˚C B1 = Waktu 30 menit

A2 = Suhu 70˚C B2 = Waktu 45 menit

A3 = Suhu 80˚C B3 = Waktu 60 menit

Analisis Fisik Dan Proksimat Rendemen

Rendemen keripik pisang yang terendah diperoleh dari sampel yang digoreng pada suhu 80oC selama 75 menit sedangkan yang tertinggi dihasilkan dari keripik pisang yang digoreng pada suhu 60oC selama 30 menit (Gambar 6).

Gambar 9 Rendemen Keripik Pisang

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa suhu dan waktu penggorengan berpengaruh nyata terhadap penurunan rendemen keripik yang dihasilkan, begitupun juga dengan interaksi antar keduanya. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa rendemen terendah terdapat pada suhu penggorengan 80oC selama 75 menit, dan yang tertinggi terdapat pada suhu penggorengan 60oC selama 30 menit.

Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu dan waktu penggorengan maka rendemen yang dihasilkan cenderung menurun. Tingginya rendemen pada suhu 60oC selama 30 menit terjadi karena proses penguapan air dari permukaan maupun dari dalam bahan belum maksimal. Hal ini bisa dilihat dari jumlah kadar air produk keripik yang yang masih tersisa di dalam bahan sebesar 34,90%.

Kemudian terlihat dari Gambar 9 pada suhu 90oC selama 75 menit kembali terjadi peningkatan rendemen, salah satu penyebabnya adalah ruang kosong yang mulanya diisi oleh air telah diisi oleh minyak. Hal ini bisa dilihat dari kadar lemak yang dikandungnya yaitu sebesar 31.99%, sedangkan kadar air bahan sudah mencapai 5.84%.

Pernyataan ini diperkuat oleh Block (1964) yang menunjukkan bahwa ketika lapisan uap air pada permukaan bahan dilepaskan, sehingga perannya sebagai lapisan pelindung akan hilang, akibatnya minyak akan masuk dan mengisi rongga-rongga dalam jaringan yang telah mengering.

35 50 65 30 45 60 75 Ren d em en ( % )

Waktu Penggorengan (menit)

60⁰C

70⁰C

80⁰C

Selain itu penyerapan minyak goreng selama proses penggorengan meningkat dengan bertambah lamanya waktu penggorengan dan bertambah tingginya suhu penggorengan. Hal ini disebabkan karena semakin lama waktu dan semakin tinggi suhu penggorengan maka akan semakin tebal renyahan yang terbentuk, sehingga semakin banyak ruang-ruang kosong yang secara otomatis akan “diisi” dengan penyerapan minyak.

Tabel 8 Hasil uji lanjut fisikokimia keripik pisang berdasarkan parameter nilai L, kadar air, kadar lemak dan kekerasan

Perlakuan Rendemen (%) Kekerasan (kg/mm) Nilai L Kadar Air (%) Kadar Lemak (%) Suhu Waktu (C) (Menit) 60 30 61,00k 0,51 55,37 h 34,9 fg a 9,96h 45 56,10j 0,71h 54,65fg 30,24b 13,04 60 g 52,50i 0,83 57,95 h 27,54 de c 17,03 75 f 49,60g 1,19 62,16 h 22,75 ab e 19,87 70 e 30 55,80j 0,94h 53,57fg 24,74d 19,62e 45 51,80hi 1,41 55,80 gh 18,20 ef f 16,62 60 f 48,40f 3,55 60,59 de 14,89 bc gh 22,08 75 d 47,00d 4,06cd 64,14ab 11,26i 29,77 80 b 30 51,20h 2,23 65,94 fg 19,95 a f 17,13f 45 50,00g 3,04ef 64,46ab 14,38gh 24,99 60 c 46,00bc 3,90 64,07 cde 10,75 ab i 26,45 75 c 42,90a 4,82 60,44 bc 6,19 bc k 29,22 90 b 30 49,40g 4,57bc 58,75cd 15,64g 23,17d 45 46,40c 4,98 62,64 b 13,43 ab h 26,05 60 c 45,30b 5,89a 58,75cd 8,36j 30,24 75 b 47,60ef 6,20a 50,38h 5,84k 38,80a

Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada Duncan α =5%

Kekerasan

Pada dasarnya tingkat kekerasan sangat berhubungan dengan nilai kekerasan suatu produk yang dihasilkan. Semakin rendah tingkat kekerasan, maka produk memiliki nilai kekerasan yang relatif rendah. Hal ini bias dilihat dari nilai kekerasan yang ditunjukkan dalam penelitian ini dimana produk yang dihasilkan pada suhu 60oC dengan waktu 30, 45, dan 60 menit yang sangat rendah yaitu antara 0,51 kg/mm sampai dengan 1,19 kg/mm. Hal ini disebabkan karena belum terbentuk renyahan (crust) pada bagian permukaannya, sehingga ketika dilakukan

pengukuran kekerasan dengan menggunakan Rheo Meter Model CR-500DX nilai kekerasannya tercatat sangat rendah. Tingkat kekerasan ini cenderung selalu meningkat seiring dengan peningkatan suhu dan waktu penggorengan (Gambar 10).

Gambar 10 Kekerasan Keripik Pisang

Berdasarkan analisis sidik ragam suhu dan waktu penggorengan berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap tingkat kekerasan, begitu juga dengan interaksi antara suhu dan waktu penggorengan.

Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa, kekerasan terendah terdapat pada suhu penggorengan 60oC selama 30 menit namun tidak berbeda nyata dengan suhu penggorengan 60oC selama 45, 60 dan 75 menit, serta suhu penggorengan 70oC selama 30 dan 45 menit. Kekerasan tertinggi terdapat pada suhu penggorengan 90oC selama 75 menit namun tidak berbeda nyata dengan suhu penggorengan 90oC selama 60 menit.

Tinggi rendahnya nilai kekerasan sangat berkaitan dengan kandungan kadar air bahan. Rendahnya nilai kekerasan pada suhu penggorengan 60o

Hal ini bertentangan dengan pernyataan Angulair (1997) yang menyatakan bahwa semakin tinggi suhu dan waktu penggorengan maka terjadi penurunan nilai kekerasan, hal ini berkaitan dengan kandungan pati pisang kapok yang cukup tinggi sehingga ketika adanya panas dan air maka granula pati yang tersusun dari amilosa dan amilopektin mengalami pembembakan tinggi, amilosa berdifusi

C selama 30 menit terjadi akibat belum terbentuknya renyahan pada permukaan produk, terbukti dengan kandungan air bahan yang masih sangat tinggi yaitu sebesar 34.9%. Sehingga ketika digoreng pada suhu yang lebih tinggi dan waktu penggorengan yang lebih lama, terjadi peningkatan nilai kekerasan akibat banyaknya kehilangan air dan sudah mulai terbentuknya renyahan (crust).

0 2 4 6 8 30 45 60 75 K e ke ra sa n (kg/ m m )

waktu penggorengan (menit)

60⁰C

70⁰C

80⁰C

keluar dari granula. Granula yang mengandung amilopektin rusak dan terperangkap dalam matriks amilosa membentuk gel dan akhirnya jika dipanaskan secara terus menerus akan menyebabkan terbentuknya Kristal di permukaan produk, sehingga produk menjadi semakin keras.

Warna

Dalam analisis ini pengukuran warna keripik pisang secara objektif dilakukan dengan alat Chromameter dan menggunakan sistem Hunter. Nilai L (Lightness), adalah suatu nilai yang menyatakan tingkat kecerahan bahan. Nilai L memiliki kisaran nilai antara 0 (hitam) sampai 100 (putih).

Nilai kecerahan (L) dari keripik pisang yang dihasilkan dalam penelitian ini berkisar antara 50.38 – 65.94. Berdasarkan analisis sidik ragam didapat bahwa perlakuan suhu dan waktu penggorengan berpengaruh terhadap nilai L produk secara nyata (p<0.05), begitu juga dengan interaksi antara kedua perlakuan.

Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa nilai kecerahan yang tertinggi terdapat pada suhu penggorengan 80oC selama 30 menit namun tidak berbeda dengan suhu 80oC selama 45 dan 60 menit, 90oC selama 45 menit, , 70oC selama 75 menit, serta suhu penggorengan 60oC selama 75 menit

Gambar 11 Hubungan pengaruh perlakuan penggorengan terhadap nilai L keripik pisang

Gambar 11 menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu penggorengan maka nilai kecerahan keripik pisang akan semakin menurun. Penurunan nilai kecerahan keripik pisang ini kemungkinan disebabkan karena reaksi pencoklatan non enzimatik yaitu reaksi Maillard.

Reaksi Mailard merupakan reaksi pencoklatan non-enzimatis penyebab terjadinya perubahan warna pada pisang yang digoreng. Interaksi antara gugus

0 15 30 45 60 30 45 60 75 K ec er a h a n ( Nil a i L)

Waktu Penggorengan (menit)

60⁰C

70⁰C

80⁰C

amina primer atau gugus amino dari protein dengan karbonil (gula pereduksi) menjadi melanoidin (warna coklat) dapat dipercepat prosesnya oleh adanya panas.

Parameter warna selanjutnya adalah nilai a, dimana nilai a menunjukkan kemerahan atau kehijauan dengan nilai a positif antara 0 sampai +100 (intensitas kemerahan) dan nilai a negative antara 0 sampai -80 (intensitas kehijuan).

Nilai a keripik pisang ini berkisar antara 4.30 – 6.73, dimana cenderung kemerahan, searah dengan munculnya reaksi pencoklatan. Namun demikian, analisis sidik ragam menyatakan bahwa perlakuan suhu dan waktu penggorengan serta interaksi antara keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai a pada keripik pisang (p>0.05).

Gambar 12 Hubungan pengaruh perlakuan penggorengan terhadap nilai a keripik pisang

Parameter warna terakhir adalah nilai b yang menunjukkan warna kekuningan atau kebiruan. Nilai b positif berkisar antara 0 sampai +70 yang menyatakan intensitas warna kuning dan nilai b negatif yang menyatakan intensitas warna biru berkisar antara 0 sampai -80.

Dalam penelitian ini nilai b yang diperoleh berkisar antara 27.80 – 38.37 yang menunjukkan intensitas warna kekuningan lebih dominan. Namun berdasarkan analisis sidik ragam menyatakan bahwa perlakuan suhu dan waktu penggorengan serta interaksi antara keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai b pada keripik pisang (p>0.05).

0 2 4 6 8 30 45 60 75 K em er a h a n ( NI la i a )

Waktu Penggorengan (menit)

60⁰C

70⁰C

80⁰C

Gambar 13 Hubungan pengaruh perlakuan penggorengan terhadap nilai b keripik pisang

Kadar Air

Air merupakan salah satu kandungan terpenting yang perlu diperhatikan dalam produk makanan, yang berkaitan dengan masa simpan dari produk tersebut. Brooker et al (1992) menyatakan bahwa pengeringan merupakan proses penurunan kadar air bahan sampai batas tertentu dimana dapat mengurangi kerusakan bahan akibat aktivitas biologis dan kimia.

Dari hasil pengamatan, diperoleh kadar air keripik pisang berkisar antara 5,85%-34,90% (basis kering). Nilai kadar air cenderung menurun dengan semakin tingginya suhu dan semakin lamanya waktu penggorengan. Berikut disajikan grafik kadar air keripik pisang pada berbagai tingkat suhu dan waktu penggorengan.

Gambar 14 Kadar Air Keripik Pisang

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan suhu dan waktu penggorengan berpengaruh secara nyata (p<0.05) terhadap kadar air, tetapi untuk intraksi antara keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.05) (Tabel 8). Uji Duncan untuk perlakuan suhu menunjukkan bahwa nilai kadar air keripik yang terendah terdapat pada suhu penggorengan 90oC selama 75 menit namun tidak berbeda dengan suhu 80oC selama 75 menit dan yang tertinggi terdapat pada

0 5 10 15 20 25 30 35 30 45 60 75 K ad ar ai r (% )

Waktu Penggorengan (menit)

60⁰C 70⁰C 80⁰C 90⁰C 25 30 35 40 30 45 60 75 K ek u n in g a n ( Ni la i b )

Waktu Penggorengan (menit)

60⁰C

70⁰C

80⁰C

suhu 60oC selama 30 menit. Sedangkan uji Duncan untuk perlakuan waktu penggorengan menunjukkan bahwa nilai kadar air keripik yang terendah terdapat pada waktu penggorengan 75 menit.

Hal ini menunjukkan bahwa penggorengan pada suhu 80oC dan 90oC, ternyata memberikan hasil terbaik terhadap mutu keripik terbukti dengan rendahnya nilai kadar air yang terkandung dibahan. Penurunan nilai kadar air dengan semakin tinggi suhu dan semakin lamanya waktu penggorengan disebabkan oleh panas yang semakin tinggi akan menyebabkan penguapan air dari dalam bahan akan semakin besar. Ketaren (1986) menunjukkan bahwa penurunan kadar air pada produk penggorengan terjadi karena panas yang disalurkan melalui minyak goreng akan menguapkan air yang terdapat dalam bahan yang digoreng. Selain itu Irawan (1992) juga menyatakan bahwa kehilangan air paling banyak terjadi pada menit pertama dan jumlah air yang menguap bertambah dengan meningkatnya suhu penggorengan.

Kadar Lemak

Dari hasil pengamatan didapatkan rata-rata kadar lemak produk akhir pada proses penggorengan pisang adalah berkisar antara 9,96%-31,99%. Kadar lemak terendah terdapat pada produk pisang yang digoreng pada suhu 60oC selama 30 menit dan yang tertinggi pada suhu 90oC selama 75 menit. Kadar lemak yang rendah pada suhu 60oC selama 30 menit disebabkan karena produk yang dihasilkan masih memiliki kadar air yang sangat besar sehingga penyerapan minyak ke dalam bahan sangat rendah.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan suhu dan waktu penggorengan memberikan pengaruh yang nyata (p<0.05) begitu juga dengan interaksi antara keduanya. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa kadar lemak yang tertinggi terdapat pada interaksi suhu 90oC selama 75 menit dan yang terendah terdapat pada interaksi suhu penggorengan 60oC selama 30 menit (Tabel 8).

Gambar 15 Kadar Lemak Keripik Pisang

Dari grafik diatas dapat dilihat kecenderungan peningkatan kadar lemak, dimana semakin tinggi suhu dan waktu penggorengan maka semakin tinggi kadar lemak dalam bahan. Panas yang ditransfer dari minyak ke bahan, massa air diuapkan dari bahan dan minyak diserap oleh bahan (Whitaker 1977a; Sahin et al. 1999). Peningkatan suhu dan waktu penggorengan ini memperbesar peluang penetrasi minyak kedalam bahan untuk mengisi ruang-ruang kosong yang sebelumnya ditempati air yang telah menguap. Menurut Ketaren (1967) suhu yang tinggi menyebabkan dehidrasi lebih banyak pada permukaan bahan sehingga terdapat lebih banyak ruang kosong yang diiisi oleh minyak. Hal ini juga dibuktikan oleh penelitian Kita (2007), yang menyatakan bahwa penyerapan lemak meningkat seiring dengan peningkatan suhu penggorengan.

Selain itu ketebalan produk yang digoreng juga mempengaruhi jumlah kandungan minyak dalam bahan seperti yang dikemukakan oleh Pinthus et. Al

(1993), faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah minyak yang diserap oleh produk adalah kadar air bahan, ketebalan irisan, dan perlakuan prapenggorengan.

Uji Organoleptik Rasa

Nilai uji organoleptik rata-rata terhadap rasa keripik pisang adalah berkisar antara 2.95 – 6.20 (mendekati agak tidak suka sampai suka), dimana skor tertinggi diperoleh pada suhu penggorengan 80oC selama 60 menit sedangkan yang terendah terdapat pada suhu penggorengan 60oC selama 30 menit. Berikut grafik hubungan pengaruh perlakuan penggorengan terhadap penerimaan rasa keripik pisang. 0 10 20 30 30 45 60 75 k ad ar L e m ak ( % )

Waktu Penggorengan (menit)

60⁰C

70⁰C

80⁰C

Gambar 16 Hubungan pengaruh perlakuan penggorengan terhadap penerimaan rasa keripik pisang

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan suhu dan waktu penggorengan serta interaksi antar keduanya memberikan pengaruh yang nyata terhadap penerimaan rasa keripik pisang (p<0.05), dimana skor rasa terendah diperoleh pada suhu penggorengan 60oC sedangkan yang tertinggi terdapat pada suhu penggorengan 90oC. Hasil uji Dun menunjukkan bahwa skor rasa terendah diperoleh pada suhu penggorengan 60oC selama 30 menit dan yang tertinggi terdapat pada suhu penggorengan 80oC selama 60 menit namun tidak berbeda nyata dengan suhu penggorengan 90oC selama 30 menit, 90oC selama 45 menit, 90oC selama 60 menit dan 90o

Tabel 9 Hasil uji lanjut organoleptik keripik pisang berdasarkan parameter rasa, aroma, kekerasan dan warna

C selama 75 menit (Tabel 9).

Perlakuan

Rasa Aroma Kekerasan Warna Suhu (oC) Waktu (Menit)

60 30 48.25a 75.60a 38.35a 51.45a 45 49.05a 100.37ab 44.97a 66.87a 60 68.77a 88.75ab 61.72a 98.67b 75 108.12c 115.80bc 109.45b 142.10 70 c 30 102.35b 105.42bc 111.57bc 139.75c 45 132.75c 126.30cd 120.52bc 149.35cd 60 163.30d 162.00e 191.02de 175.82de 75 172.87d 167.07ef 178.37d 176.35 80 e 30 169.67d 129.40d 137.37c 176.35e 45 205.37e 178.40ef 221.50def 191.17ef 60 239.35f 191.05fg 247.250h 189.77ef 75 207.30e 217.67gh 214.05efg 199.07 90 ef 30 212.07ef 221.25h 217.27efg 202.10ef 45 221.12ef 221.95h 239fgh 212.50f 60 233.87ef 229.67h 228.95fgh 207.40f 75 233.75ef 237.27h 206.60def 189.25ef

Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada Dunn α =5%

2 3 4 5 6 30 45 60 75 K e suk a a n Te rha da p R as a

Waktu Penggorengan (menit)

60⁰C

70⁰C

80⁰C

Aroma

Penerimaan panelis terhadap aroma pada penelitian ini berkisar antara 3.6 – 5.8 (mendekati netral sampai suka), dimana skor tertinggi terdapat pada suhu penggorengan 80oC selama 75 menit dan yang terendah terdapat pada suhu penggorengan 60oC selama 30 menit (Gambar 17).

Gambar 17 Hubungan pengaruh perlakuan penggorengan terhadap penerimaan aroma keripik pisang

Hasil analisis sidik ragam untuk penerimaan panelis terhadap aroma keripik pisang menunjukkan bahwa perlakuan suhu dan waktu penggorengan serta interaksi antar keduanya memberikan pengaruh yang nyata terhadap penerimaan panelis terhadap aroma keripik pisang (p<0.05). Hasil uji Dunn menunjukkan bahwa skor aroma terendah diperoleh pada suhu penggorengan 60oC selama 30 menit dan yang tertinggi terdapat pada suhu penggorengan 90oC selama 75 menit namun tidak berbeda nyata dengan 80oC selama 75 menit, 90oC selama 30 menit, 45 menit dan 60 menit (Tabel 9).

Kekerasan

Kekerasan sering digunakan untuk mendeskripsikan tekstur dari suatu bahan pangan. Tekstur keripik yang umumnya diinginkan ialah yang renyah. Nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap kekerasan keripik pisang antara 2.2 – 6 (tidak suka sampai suka) (Gambar 18).

3 4 5 6 30 45 60 75 K e suk a a n Te rha da p A roma

Waktu Penggorengan (menit)

60⁰C

70⁰C

80⁰C

Gambar 18 Hubungan pengaruh perlakuan penggorengan terhadap penerimaan kekerasan keripik pisang

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan suhu dan waktu penggorengan serta interaksi antar keduanya memberikan pengaruh yang nyata terhadap penerimaan panelis terhadap warna keripik pisang (p<0.05). Hasil uji Dunn menunjukkan bahwa, skor kekerasan terendah diperoleh pada suhu penggorengan 60oC selama 30 menit dan yang tertinggi terdapat pada suhu penggorengan 80oC selama 60 menit namun tidak berbeda dengan suhu penggorengan 90oC selama 45 menit dan 60 menit (Tabel 9).

Warna

Warna merupakan salah satu atribut yang penting pada sebagian besar produk pangan, karena berhubungan dengan preferensi konsumen terhadap produk yang dihasilkan. Nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap keripik pisang ini berkisar antara 4 - 5.25 (mendekati netral sampai agak suka), dimana skor tertinggi terdapat pada suhu penggorengan 90oC selama 45 menit dan yang terendah terdapat pada suhu 60oC selama 30 menit. Berikut grafik hubungan pengaruh perlakuan penggorengan terhadap penerimaan warna keripik pisang.

Gambar 19 Hubungan pengaruh perlakuan penggorengan terhadap penerimaan warna keripik pisang

2 3 4 5 6 30 45 60 75 K e suk a a n Te rha da p K e re n y ah an

Waktu Penggorengan (menit)

60⁰C 70⁰C 80⁰C 90⁰C 3,5 4 4,5 5 5,5 30 45 60 75 K e suk a a n Te rha da p W an a

Waktu Penggorengan (menit)

60⁰C

70⁰C

80⁰C

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan suhu penggorengan dan interaksi antar keduanya memberikan pengaruh yang nyata terhadap hasil warna keripik pisang (p<0.05), sedangkan untuk waktu penggorengan tidak memberikan pengaruh yang nyata. Hasil uji Dunn menunjukkan bahwa skor warna tertinggi terdapat pada suhu penggorengan 90oC selama 45 menit, namun tidak berbeda nyata suhu penggorengan 90oC selama 60 menit, dan tidak berbeda nyata dengan suhu penggorengan 90oC selama 30, dan 75 menit, suhu 80o

Uji Pembobotan

C selama 45, 60, dan 75 menit (Tabel 9).

Dalam penelitian ini juga dilakukan uji pembobotan untuk menentukan produk terbaik dengan menguji tingkat kepentingan parameter (warna, rasa, kekerasan, dan aroma) keripik dengan menggunakan 20 orang panelis.

Hasil uji tingkat kepentingan keripik menunjukkan bahwa kekerasan mempunyai bobot sebesar 33.5%, rasa 27%, warna 24.5% dan aroma 15% (Lampiran 7). Selanjutnya persentase dari masing-masing parameter rata-rata yang diperoleh dari uji hedonik. Produk yang terbaik adalah produk yang memiliki nilai tertinggi yang diperoleh dari hasil penjumlahan semua parameter. Berdasarkan uji pembobotan dapat disimpulkan bahwa keripik pisang yang digoreng dengan penggorengan hampa memberikan hasil terbaik jika digoreng pada suhu 80oC selama 60 menit (Tabel 9). Begitu pun juga dengan analisis sidik ragam uji organoleptik, hasil terbaik terdapat pada suhu penggorengan 80oC selama 60 menit untuk parameter kekerasan dan rasa dari keripik yang dihasilkan.

Tabel 10 Hasil uji pembobotan terhadap kekerasan, rasa, warna dan aroma

Perlakuan

Kekerasan (%) Rasa (%) Warna (%) Aroma (%) Skor ©

Suhu Waktu 33.5 27 24.5 15 60 30 a 2.2 2.95 4 3.6 3.05 b 0.74 0.8 0.98 0.54 45 a 2.55 3.05 4.2 4.05 3.31 b 0.85 0.82 1.03 0.61 60 a 3.15 3.45 4 3.9 3.55 b 1.06 0.93 0.98 0.59 75 a 4.1 4.25 4.4 4.4 4.26 b 1.37 1.15 1.08 0.66 70 30 a 4.15 4.3 4.25 4.25 4.23 b 1.39 1.16 1.04 0.64 45 a 4.3 4.75 4.45 4.6 4.5 b 1.44 1.28 1.09 0.69 60 a 5.25 5.05 4.7 5 5.02 b 1.76 1.36 1.15 0.75 75 a 5 5.2 4.75 5.05 5 b 1.68 1.4 1.16 0.76 80 30 a 4.4 5.15 4.75 4.5 4.7 b 1.47 1.39 1.16 0.68 45 a 5.45 5.6 4.9 5.1 5.3 b 1.83 1.51 1.2 0.77 60 a 6 6.2 5.1 5.3 5.73 b 2.01 1.67 1.25 0.8 75 a 5.55 5.35 5.15 5.8 5.44 b 1.86 1.44 1.26 0.87 90 30 a 5.3 5.7 5.1 5.6 5.4 b 1.78 1.54 1.25 0.84 45 a 5.85 5.8 5.25 5.7 5.67 b 1.96 1.57 1.29 0.86 60 a 5.75 5.95 5.1 5.7 5.64 b 1.93 1.61 1.25 0.86 75 a 5.65 5.9 4.8 5.8 5.53 b 1.89 1.59 1.18 0.87 Keterangan:

a : nilai rata-rata kesukaan terhadap parameter organoleptik yang bersangkutan b : hasil perkalian ‘a’ dengan bobot masing-masing parameter

c : ‘b’ kekerasan + ‘b’ rasa +’b’ warna + ‘b’ aroma untuk setiap perlakuan

Penelitian Tahap 2

Penelitian tahap ke dua ini bertujuan untuk menduga umur simpan keripik pisang terbaik yang dihasilkan pada penelitian tahap pertama.

Pemilihan Jenis Kemasan

Keripik adalah makanan renyah yang masih mengandung minyak dan air pada produk akhirnya. Kandungan minyak dan air ini berpotensi dapat menurunkan mutu keripik yang dihasilkan apabila dalam penyimpanannya tidak diperhatikan faktor-faktor yang dapat menimbulkan kerusakan pada produk tersebut.

Persyaratan yang harus dipenuhi kemasan makanan ringan seperti potato chips menurut Sacharow dan Griffin (1980) adalah mampu melindungi dari ketengikan, kelembaban, kehilangan bau atau masuknya bau asing dan hancurnya produk. Sedangkan Robertson (1993) menyatakan bahwa kemasan yang digunakan untuk makanan ringan yang digoreng (fried snack foods) harus mampu menyediakan perlindungan yang baik terhadap oksigen, cahaya dan kelembaban.

Dari beberapa kemasan yang sangat mudah ditemui dipasaran, maka 2 jenis kemasan yang paling cocok dan sesuai dengan persyaratan suatu jenis kemasan keripik adalah PP dan Aluminium Foil, dimana PP memiliki permeabilitas terhadap uap air rendah sedangkan untuk Aluminium Foil memiliki permeabilitas terhadap uap air dan gas yang rendah dan tidak tembus cahaya. Berikut karakteristik fisik kemasan PP dan Aluminium Foil baik dilihat dari ketebalan, densitas, Gramatur WVTR maupun O2

Penentuan Batas Kritis Parameter Mutu

TR yang disajikan pada Tabel 5.

Kadar Air Kritis

Kadar air dalam suatu produk akan mempengaruhi kekerasan dari suatu produk. Renyah atau tidaknya keripik pisang, diketahui dengan melakukan uji penerimaan panelis terhadap keripik pisang yang disimpan pada suhu ruang sebagai kontrol. Kadar air keripik pisang yang diperoleh ketika tidak lagi diterima oleh panelis adalah 11.4%.

Kekerasan Kritis

Kekerasan suatu produk sangat berkaitan erat dengan nilai kadar air. Penentuan titik kritis kekerasan dilakukan dengan uji penerimaan panelis, dimana hasil uji penerimaan panelis menunjukkan bahwa nilai kekerasan kritis keripik pisang adalah sebesar 7.57 kg/mm. Keripik pisang yang nilai kekerasannya

melebihi 7.57 kg/mm dikatakan tidak renyah dan sudah tidak diterima lagi oleh panelis.

Kadar Asam Lemak Bebas Kritis

Kadar Asam Lemak berkaitan dengan bau tengik yang dihasilkan suatu produk pangan selama penyimpanan. Nilai kadar asam lemak bebas ini ditentukan berdasarkan uji penerimaan panelis pada produk keripik pisang yang disimpan pada suhu ruang sebagai control. Nilai kadar asam lemak bebas yang diperoleh adalah 2.48%, sehingga nilai kadar asam lemak bebas yang telah melebihi 2.48% sudah tidak diterima lagi oleh panelis (berbau tengik).

Parameter Penurunan Mutu Keripik Pisang Uji Fisiko Kimia

Selama penyimpanan, ada beberapa perubahan sifat yang dialami oleh keripik pisang antara lain kekerasan dan ketengikan. Kekerasan tentu berkaitan dengan penurunan mutu dari kadar air sedangkan ketengikan adalah penurunan mutu dari kadar asam lemak bebas.

Perubahan Kadar air

Suatu produk pangan dikatakan rusak setelah penyimpanan apabila telah terjadi penyimpangan mutu produk dan ditandai dengan tidak diterimanya produk tersebut oleh konsumen. Pengaruh kadar air sangat penting dalam menentukan daya awet dari makanan. Hal ini dikarenakan faktor ini mempengaruhi sifat fisik (kekerasan dan kekeringan) dan sifat fisiko kimia, perubahan kimia (browning non enzimatis), kerusakan mikrobiologis dan perubahan enzimatis terutama pada makanan yang tidak diolah.

Perubahan kadar air keripik pisang pada berbagai jenis kemasan yang disimpan pada suhu 40oC, 50oC dan 60oC selama penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 4a. Berikut grafik hubungan antara lama penyimpanan (hari) dengan kadar air (%).

Gambar 20 Hubungan antara lama penyimpanan (hari) dengan kadar air (%) pada suhu 40oC, 50oC dan 60oC untuk kemasan PP dan Kemasan Aluminium Foil

Keterangan :

40oCP = Kemasan PP pada suhu penyimpanan 40oC 50oCP = Kemasan PP pada suhu penyimpanan 50oC 60oCP = Kemasan PP pada suhu penyimpanan 60oC

40oCA = Kemasan Aluminium Foil pada suhu penyimpanan 40oC 50oCA = Kemasan Aluminium Foil pada suhu penyimpanan 50oC 60⁰CA = Kemasan Aluminium Foil pada suhu penyimpanan 60o

Selama penyimpanan, terlihat bahwa nilai kekerasan mengalami peningkatan yaitu mencapai 7,51 kg/mm untuk kemasan PP dan 6,31 kg/mm

C

Dari grafik diatas terlihat bahwa selama penyimpanan terjadi kecenderungan peningkatan kadar air pada keripik pisang baik untuk kemasan Aluminium Foil maupun kemasan PP. Namun terlihat jelas bahwa kemasan Aluminum Foil lebih mampu menahan laju peningkatan kadar air selama penyimpanan, dengan nilai kadar air yang relatif lebih rendah yaitu sebesar 3.68% - 5.25% dibandingkan dengan kadar air keripik pisang yang dikemas dalam kemasan PP yaitu sebesar 3.68% - 7.51%.

Hal ini tentu berkaitan dengan sifat permeabilitias bahan kemasan

Dokumen terkait