• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Ketersediaan Air

Pada penentuan debit andalan di lokasi yang akan dibangun PLTMH dilakukan menggunakan metode pengukuran secara langsung dengan menggunakan kurva. Pada pengukuran debit andalan dibutuhkan analisis debit maksimum guna mengetahui debit terbesar saat hujan maksimum di lokasi yang akan dibangun PLTMH.

Analisis Debit Maksimum

Penentuan debit maksimum diawali dengan analisis hidrologi. Aspek hidrologi yang pertama dikaji adalah curah hujan daerah rata-rata harian maksimum.

Data curah hujan rata-rata pada DAS Cisadane dapat dilihat pada Tabel 2. Data tersebut didapatkan dengan menggunakan metode Isohyet. Metode Isohyet adalah metode rasional yang paling baik jika garis-garis Isohyet dapat digambar dengan teliti (Sosrodarsono dan Takaeda 1993).

Tabel 2 Data curah hujan rata-rata DAS Cisadane

Tahun

Data curah hujan pada Tabel 2 digunakan untuk menentukan jenis distribusi yang sesuai dengan syarat yang ada. Distribusi frekuensi yang banyak digunakan

dalam hidrologi yaitu distribusi Normal, Log Normal, Gumbel, dan Log Person Type III. Selanjutnya dapat dilakukan perhitungan distribusi probabilitas untuk menentukan kesesuaian metode dengan menyamakan syarat parameter yang ada.

Setelah dilakukan perhitungan dapat dilihat hasil perhitungan parameter statistik yaitu Cs dan Ck. Sesuai ketentuan sifat-sifat parameter yang telah dilakukan sebelumnya maka metode yang akan digunakan adalah metode Gumbel yang kemudian dilakukan uji kesesuaian distribusi. Uji kesesuaian distribusi akan digunakan Uji Chi- Square.

Setelah dilakukan perhitungan uji Chi-Square diperoleh nilai Xcr kritis dan Xcr hitung. Pada jenis distribusi yang nilai Xcr hitung > Xcr kritis maka tidak dapat digunakan. Maka jenis distribusi yang dapat digunakan yaitu Gumbel dan Log Person tipe III. Informasi mengenai curah hujan maksimum dengan periode ulang tertentu dibutuhkan dalam perencanaan dan pengelolaan sumber daya air.

Penentuan periode ulang pada penelitian ini menggunakan metode Gumbel.

Mudjonarko (2009) menyebutkan bahwa periode ulang merupakan periode saat suatu curah hujan dengan besar yang sama dapat berulang kembali dalam periode tertentu. Kemudian dipilih metode Gumbel yang akan digunakan karena metode Gumbel merupakan salah satu metode yang dapat digunakan dalam penentuan periode ulang curah hujan maksimum (Basuki et al. 2009) dan metode Gumbel telah dilakukan pada penentuan hujan rancangan di DAS Cisadane (Amien 2016).

Hasil perhitungan hujan rancangan dengan metode Gumbel dengan berbagai periode ulang dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Hujan rancangan berbagai periode ulang Periode Ulang

Hujan rancangan pada Tabel 3 dapat digunakan untuk menentukan besarnya debit puncak. Penentuan debit puncak membutuhkan nilai intensitas hujan sehingga dibutuhkan waktu konsentrasi yang digunakan untuk menentukan lamanya air hujan mengalir dari hulu sungai hingga ke tempat keluaran DAS. Waktu konsentrasi (tc) dihitung dengan menggunakan rumus Kirpich pada Persamaan (1).

Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan waktu konsentrasi sebesar 3.9 jam. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suroso (2006) yang menyatakan bahwa durasi hujan yang sering terjadi 1-6 jam bahkan maksimum 12 jam pun jarang terjadi. Dalam perhitungan debit puncak menggunakan metode rasional dibutuhkan data koefisien limpasan (run off coefficient). Koefisien limpasan ini diperoleh dengan menghitung data luasan dari masing-masing tata guna lahan yang ada (Girsang 2008).

Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan nilai koefisien limpasan sebesar 0,246. Nilai koefisien limpasan tersebut juga dapat merepresentasikan kondisi suatu DAS, sebagaimana pernyataan Kodotie dan Syarief (2005) yaitu bahwa angka

koefisien aliran permukaan merupakan salah satu indikator untuk menentukan kondisi fisik suatu DAS. Nilai C berkisar antara 0 sampai 1. Nilai C sama dengan 0 menunjukkan bahwa semua air hujan terintersepsi dan terinfiltrasi ke dalam tanah, sebaliknya untuk nilai C sama dengan 1 menunjukkan bahwa air hujan mengalir sebagai aliran permukaan. Sehingga pada DAS yang baik harga C mendekati nol, begitupun sebaliknya. Berdasarkan data yang telah diperoleh maka debit puncak dapat dihitung langsung dengan menggunakan metode rasional sesuai Persamaan (3). Hasil perhitungan debit puncak dengan berbagai periode ulang dapat diamati pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil perhitungan debit puncak berbagai periode ulang Periode

Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 4 dapat diamati besarnya debit puncak pada periode ulang tertentu yang berbanding lurus dengan intensitas hujannya. Debit puncak yang dihasilkan merupakan debit maksimum secara umum untuk mengamati debit maksimum di DAS Cisadane. Debit maksimum ini dilakukan berdasarkan pendekatan pada kondisi curah hujan. Namun debit maksimum ini tidak merepresentasikan debit maksimum dikeadaan sebenarnya di lokasi yang akan dibangun PLTMH. Debit maksimum di lokasi yang akan dibangun PLTMH ditentukan berdasarkan persamaan garis yang menggunakan tinggi muka air maksimum. Namun debit maksimum yang dihasilkan dengan menggunakan perhitungan ini tidak menutup kemungkinan terjadi di lokasi PLTMH yang akan dibangun karena debit maksimum ini ditinjau dari periode ulangnya.

Analisis Debit Andalan dengan Pengukuran Langsung

Pada analisis debit andalan secara langsung dilakukan dengan menggunakan data primer berupa tinggi muka air maksimum dan minimum. Setelah didapat tinggi muka air maksimum dan minimum masing-masing sebesar 0.7 m dan 3 m pengukuran debit langsung dapat dilakukan. Pengukuran debit secara langsung dilakukan dengan menggunakan currentmeter dan stopwatch sehingga dapat ditentukan kecepatan dan nilai debitnya. Perhitungan debit ini dilakukan pada titik yang sama di waktu yang berbeda. Pengukuran debit secara langsung dilakukan agar dapat dibuatnya kurva debit terhadap tinggi muka air. Pengukuran debit secara langsung ini diiringi dengan pengukuran tinggi muka airnya diwaktu yang sama agar dapat diplotkan pada kurva sehingga dapat diamati pada Tabel 5.

Tabel 5 Hasil pengukuran debit langsung di lapangan langsung didapat persamaan garis berupa fungsi debit terhadap tinggi muka airnya.

Nilai persamaan garis yang didaatkan sebesar y = 3.7962x - 1.4155 dengan nilai error sebesar R² = 0.9987 yang kemudian dimasukkan tinggi muka air maksimum dan minimumnya. Tinggi muka air maksimum adalah tinggi muka air saat debit puncak dan tinggi muka air minimum adalah tinggi muka air saat debit minimum atau debit andalannya, untuk lebih jelasnya kurva hubungan debit dan tinggi muka air dapat diamati pada Gambar 1.

Berdasarkan Gambar 1 dapat diamati bahwa tinggi muka air berbanding lurus dengan debit yang dihasilkan. Nilai debit maksimum yang didapat dengan kurva ini sebesar 9.973 m3/detik. Nilai debit yang didapat ini dapat diamati mempunyai nilai debit maksimum yang jauh lebih kecil dengan hasil perhitungan.

Hal ini karena pada pengukuran langsung ini didapat debit secara lebih spesifik di titik yang akan dibangun PLTMH. Berdasarkan nilai debit maksimum yang didapatkan melalui persamaan garis pada kurva, diketahui bahwa debit maksimum di lokasi PLTMH tidak akan mengakibatkan banjir jika ditinjau dari tinggi muka air maksimumnya. Sehingga lokasi ini layak untuk dibangun PLTMH.

Nilai debit andalan yang dilakukan dengan metode secara langsung ini sebesar 1.24 m3/detik. Nilai debit andalan yang didapatkan ini hanya merepresentasikan di titik yang akan dibangun PLTMH saja. Debit andalan ini tidak dapat merepresentasikan debit di sepanjang sungai Cikaniki. Hal ini karena debit

Gambar 1 Kurva hubungan antara debit dan tinggi muka air

y = 3.7962x - 1.4155

andalan dilakukan pengukuran langsung di lapangan dan berdasarkan keadaan sesungguhnya secara spesifik di titik tersebut. Berdasarkan analisis debit andalan, diketahui bahwa debit tersebut telah cukup untuk dibangun PLTMH. Hal ini karena debit minimum yang disyaratkan sebersar 0.05 m3/detik. Oleh karena itu dapat diketahui bahwa lokasi ini telah layak untuk dibangun PLTMH.

Analisis Kondisi Beda Head pada Lokasi PLTMH

Analisis kondisi beda head pada lokasi yang akan dibangun PLTMH merupakan analisis terhadap keadaan beda head yang sesuai di wilayah tersebut.

Pengamatan lokasi PLTMH yang sesuai dilakukan dengan pengamatan data sekunder berupa peta kontur. Peta kontur yang digunakan adalah peta kontur yang mempunyai beda elevasi sebesar 10 m. Peta kontur yang digunakan di dapat dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Bogor.

Pengamatan dengan peta kontur ini dilakukan dengan aplikasi ArcGIS 10.3. Pada aplikasi ini ditentukan setiap jaraknya pada interval kontur setiap 10 m. Analisis yang dilakukan agar dapat diketahui layak atau tidaknya lokasi tersebut untuk dibangun PLTMH berdasarkan kondisi beda head dan jaraknya. Pengamatan potensi beda head yang berada di lokasi, diamati dengan penelusuran kontur di sepanjang sungainya. Setelah dilakukan pengamatan, didapat beberapa lokasi yang mempunyai beda head yang sesuai seperti pada Gambar 2.

Sumber : BAPPEDA Kabupaten Bogor (2016)

Beberapa lokasi dengan head yang sesuai tersebut, ditentukan setiap jarak dari setiap beda head-nya. Setiap jarak dari masing-masing beda head mempunyai

Gambar 2 Lokasi yang mempunyai beda head yang potensial untuk PLTMH

nilai yang beragam. Semakin dekat jarak setiap intervalnya maka beda head akan semakin tinggi sehingga berpengaruh pada daya yang akan dihasilkan. Setelah masing-masing jarak pada setiap beda head ditentukan, jarak terhadap lokasi wisata pun ditentukan agar menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan lokasi yang tepat. Nilai beda head, jarak dari setiap beda head, serta jarak dari lokasi wisata yang akan dialiri listrik pada setiap titik tersaji pada Tabel 6 berikut.

Tabel 6 Lokasi yang potensial berdasarkan head dan jarak

Lokasi Bujur Timur Lintang Selatan Head (m) 1 106°30'50.23"E 6°40'18.87"S 10 52.204 154.485 2 106°30'47.63"E 6°40'24.33"S 10 44.252 82.594 3 106°30'43.72''E 6°40'27.74"S 10 65.897 157.313 4 106°30'42.84"E 6°40'33.78"S 10 20.580 288.210 5 106°30'42.12"E 6°40'34.36"S 10 18.673 307.892 6 106°30'37.47"E 6°40'37.34"S 10 21.988 465.413

Berdasarkan Tabel 6 di atas, diketahui bahwa lokasi yang akan dibangun PLTMH di Desa Malasari mempunyai potensi beda head yang memadai. Hal ini karena lokasi ini mempunyai jarak setiap interval yang dekat. Kemudian beberapa lokasi tersebut mempunyai jarak tersendiri setiap perbedaan head 10 m. Jarak tersebut dari 18 m hingga 65 m setiap beda head-nya. Kemudian masing-masing lokasi mempunyai jarak yang beragam dari area wisata yang akan dialiri listrik.

Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa lokasi tersebut sudah layak untuk dibangunnya PLTMH. Hal ini karena di Sungai Cikaniki, Desa Malasari ini mempunyai beberapa beda head yang potensial. Dilip Sigh (2009) mengklasifikasikan beda head minimum pada pembangkit listrik sebesar 2 m.

Sehingga beberapa data di atas dapat dijadikan acuan dan pertimbangan dalam menetukan lokasi yang benar-benar sesuai. Pada penentuan lokasi PLTMH akan dipilih satu titik berdasarkan enam lokasi yang mempunyai head yang potensial.

Pemilihan lokasi ini berdasarkan pertimbangan jarak terdekat pada setiap intervalnya sehingga didapat nilai beda head yang tinggi.

Analisis Kondisi Geologi pada Lokasi PLTMH

Analisis kondisi geologi perlu dilakukan agar dapat diketahui secara garis besar pada lokasi PLTMH tersebut. Analisis kondisi geologi diamati agar dapat diketahui apakah kondisi yang akan dibangun PLTMH rawan atau tidaknya terhadap gempa. Rawan atau tidaknya lokasi ini terhadap gempa dilakukan dengan mengamati ada tidaknya patahan di lokasi ini. Patahan pada kondisi geologi ini berpengaruh pada tingkat kerawanan terhadap gempa karena patahan berpengaruh besar terhadap adanya goncangan pada lempeng bumi. Bila lokasi ini jauh dari patahan lokasi ini layak dan PLTMH yang dibangun dapat berkepanjangan. Namun jika lokasi ini dekat dengan patahan maka lokasi ini rawan terhadap terjadinya gempa. Lokasi ini tidak layak untuk dibangun PLTMH jika lokasi tersebut dekat

dengan patahan. Peta geologi yang digunakan adalah peta geologi Kabupaten Bogor.

Peta geologi yang digunakan juga berdasarkan pengamatan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geological Research and Development Centre. Kondisi geologi yang diamati pada peta geologi di lokasi PLTMH yang tersebut tersaji pada Gambar 3 berikut.

Berdasarkan Gambar 3, area melintang yang diambil pada peta geologi menggunakan garis lurus dengan jarak 10 km. Area melintang ini ditentukan agar dapat diketahui potongan melintang di lokasi tersebut. Lokasi PLTMH pada bagian permukaan kondisi geologinya terdiri dari batu apung pasiran karena lokasi berada pada bagian hulu dan berada pada kaki Gunung Salak. Potongan melintang lokasi PLTMH tersebut berdasarkan kondisi geologinya tersaji pada Gambar 4.

Gambar 4 Potongan melintang peta geologi pada lokasi PLTMH Gambar 3 Area yang diamati pada peta geologi

Berdasarkan potongan melintang yang diambil dengan jarak 10 km di sekitar lokasi PLTMH, lokasi tersebut tidak terdapat patahan dan aman untuk dibangun PLTMH. Didapatkan bahwa pada kondisi geologinya, lokasi ini aman dari kemungkinan terjadinya gempa. Bila lokasi ini aman dari terjadinya gempa akibat jauh dari patahan, pengamatan stabilitas lereng tidak diperlukan. Namun untuk mengantisipasi adanya keruntuhan lereng akibat hujan yang berlebih sebaiknya penentuan lokasi PLTMH dilakukan di tempat yang kondisi tanahnya stabil.

Kemudian pada saat pembangunan komponen PLTMH sebaiknya disesuaikan dengan kondisi tanah di lapangan agar menghindari terjadinya longsor.

Lokasi PLTMH Gambaran lokasi secara umum

Lokasi potensial untuk pembangunan PLTMH terletak di Sungai Cikaniki Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor. Desa Malasari mempunyai luas wilayah sebesar 8 262.22 ha. Terdiri dari 4 dusun, 12 RW dan 49 RT. Batas wilayah Desa Malasari yaitu sebelah Utara berbatasan dengan Desa Cisarua dan Curug Bitung, sebelah Timur berbatasan dengan Desa Bantar Karet, sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Cipeuteuy Kecamatan Kabandungan Kabupaten Sukabumi dan Provinsi Banten, dan sebelah Barat berbatasan dengan Desa Kiarasari Kecamatan Sukajaya. Desa Malasari merupakan desa yang cukup jauh dari kota Bogor. Namun desa ini merupakan salah satu desa di Kecamatan Nanggung yang akan dikembangkan sebagai kawasan wisata, karena Desa Malasari mempunyai sumberdaya alam yang berlimpah seperti sungai dan pemandangan alam yang mempunyai estetika yang tinggi. Lokasi ini dapat dijadikan kawasan wisata yang dapat menarik banyak wisatawan jika dikembangkan dengan baik.

Pada kawasan wisata diperkirakan membutuhkan listrik sebesar 60 KW.

Turbin air berperan untuk mengubah energi air (energi potensial, tekanan dan energi kinetik) menjadi energi mekanik dalam bentuk putaran poros (Dirjen JLPE 2009). Turbin yang digunakan adalah turbin tipe turbo propeler dengan diameter 430 mm daya 60 KW. Efisiensi turbin tipe ini adalah 90%. Generator yang digunakan adalah generator sinkron 85 kVA 68 KW, 220/380V, 50 Hz, 1500 rpm.

Turbo propeler 430 mm merupakan jenis turbin yang telah ditentukan dan dipertimbangkan berdasarkan kebutuhan listrik dan efisiensi biayanya. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan pada perencanaan PLTMH dengan debit andalan sebesar 1.24 m3/detik dan tinggi jatuh maksimum hingga 19 m. Beda head ini dapat disesuaikan saat dilakukan pembangunan sesuai dengan kebutuhan head pada turbinnya.

Berdasarkan debit dan tinggi jatuh minimal yang dibutuhkan oleh turbin yang telah dipilih, lokasi tersebut telah disesuaikan dengan debit andalan yang ada dan tinggi terjun yang tersedia. Kemudian lokasi tersebut telah ditentukan berdasarkan uji kelayakan yang telah dilakukan sebelumnya. Pada enam lokasi yang telah diamati sebelumnya dipilih lokasi ke lima. Hal ini karena pada lokasi lima mempunyai jarak terdekat setiap intervalnya. Lokasi ini mempunyai beda head hingga 19 m yang jauh lebih besar dibandingkan dengan lokasi lain. Daya yang dihasilkan dapat jauh lebih besar. Lokasi PLTMH secara umum di Desa Malasari telah ditentukan dan terletak pada posisi 6°40'34.36" - 6°40'33.0159"LS dan

106°30'42.12" - 106°30'41.7368"BT dengan ketinggian rata-rata 961 hingga 980 m dari permukaan laut. Berdasarkan pertimbangan aksesibilitasnya untuk dapat mencapai lokasi perencanaan PLTMH dapat menggunakan kendaraan roda dua atau empat hingga mencapai lapangan di Desa Malasari dan kemudian dilanjutkan dengan berjalan kaki ke sungai tersebut. Jalan akses untuk mencapai lokasi tersebut mudah dijangkau dengan teknologi yang tidak mahal.

Pada kondisi sosial budaya pada masyarakat sekitar, lokasi yang akan didirikan PLTMH ini tidak melanggar ketentuan adat, hukum dan regulasi yang berlaku. Hal ini karena lokasi PLTMH tersebut dibangun untuk mempermudah masyarakat sekitar untuk mengelola kawasan wisata pada Desa Malasari. Pada kondisi debit sungai yang mengalir, lokasi ini mempunyai debit yang cukup dan sesuai dengan kebutuhan jenis turbin yang digunakan. Secara visual, lokasi terdapat potensi komponen sistem PLTMH karena kondisi ini mempunyai beda head yang potensial sehingga mendukung untuk pembuatan pipa pesat. Berdasarkan pertimbangan kondisi geologinya lokasi ini jauh dari patahan sehingga aman untuk dibangun PLTMH. Kondisi stabilitas tanah di lokasi tersebut mempunyai faktor kemanan yang layak sehingga kecil kemungkinan untuk terjadinya longsor dan tidak memerlukan teknologi yang mahal untuk mendirikan bangunan sipil. Kondisi stabilitas lereng di lokasi ini dinyatakan aman karena pada kondisi geologinya lokasi ini jauh dari patahan sehingga tidak perlu dilakukan uji stabilitas lereng.

Jarak dari kawasan yang akan dialiri listrik dan PLTMH nya sebesar 307 m.

Berdasarkan analisis potensi beda head yang dilakukan didapatkan beda head yang tersedia hingga 19 m kemudian jarak dari lokasi PLTMH ke kawasan wisata sebesar 307 m. Nilai faktor kehilangan air ditentukan berdasarkan panjang jarak lintasan yang dihitung dari titik awal air disadap (intake) sampai ke rumah pembangkit. Untuk panjang jarak lintasan kurang dari 500 m, nilai faktor kehilangan air adalah sebesar 25% (Septiani 2013). Nilai tinggi jatuh air efektif adalah sebesar 14.25 m. Nilai ini akan dimasukkan kedalam persamaan daya listrik bersama dengan debit andalan dan konstanta gravitasi sebesar 9.8 m2/detik. Daya maksimum yang akan didapatkan dari perencanaan ini hingga mencapai 156 KW.

Nilai daya yang dihasilkan berdasarkan perhitungan kapasitas produksi listrik dapat diamati mempunyai nilai yang besar. Daya yang dihasilkan jauh dari kebutuhan yang hanya sebesar 60 KW. Pada umumnya daya yang dihasilkan sangat besar karena kondisi beda head yang besar. Daya tersebut dapat disesuaikan sesuai kebutuhan saat perencanaan desain PLTMH. Listrik yang dihasilkan dari rumah turbin dapat ditransmisikan ke lokasi wisata dan digunakan sesuai dengan kebutuhan. Kemudian daya listrik yang dialirkan dari lokasi PLTMH ke kawasan wisata mempunyai tahanan jenis yang tidak besar hanya 2% dari daya keseluruhan.

Daya yang dihasilkan jauh lebih besar dari kebutuhan, sehingga adanya tahanan jenis tidak mengurangi daya listrik yang dibutuhkan untuk kawasan wisata. Daya yang dihasilkan dapat dipergunakan sesuai kebutuhan, dan seoptimal mungkin sehingga diperoleh manfaat yang optimum. Lokasi PLTMH secara garis besar tersaji pada Gambar 5.

Lokasi komponen PLTMH

Pada lokasi PLTMH secara garis besar, lokasi setiap komponennya juga perlu ditentukan. Hal ini karena masing-masing komponen PLTMH mempunyai karakteristik tersendiri dan lebih baik ditempatkan sesuai pada lokasi yang seharusnya. Berdasarkan pertimbangan, setiap lokasi komponen PLTMH tersaji pada Tabel 7.

Tabel 7 Lokasi dan Jarak dari sungai setiap komponen PLTMH

No Komponen Lintang Selatan Bujur timur Elevasi (m) 1 bendung dan

intake 6°40'34.24"S 106°30'41.53"E 981 2 saluran pembawa 6°40'34.22"S 106°30'41.58"E 979.5 3 bak penenang 6°40'33.80"S 106°30'41.79"E 979 4 pipa pesat 6°40'33.68"S 106°30'41.76"E 979 5 rumah turbin 6°40'33.07"S 106°30'41.63"E 960

Lokasi setiap komponen di atas telah berdasarkan pertimbangan masing-masing karakteristik komponennya. Masing-masing-masing pertimbangan penentuan lokasi setiap komponen PLTMH berdasarkan Pedoman Studi Kelayakan Sipil Kementrian ESDM (Dirjen LPE 2009). Dalam penentuan lokasi potensi pembangkit energi mikro hidro perlu dipertimbangkan perletakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen bangunan sipil seperti bendung, bangunan pengambil, saluran pembawa, bak penenang, pipa pesat, dan rumah pembangkit.

Berikut adalah lokasi setiap komponen PLTMH berdasarkan kriteria pemilihan lokasi untuk beberapa komponen bangunan sipil PLTMH:

Gambar 5 Lokasi PLTMH secara umum yang telah ditentukan

1. Bendung (weir) dan intake

Konstruksi bendung (weir) bertujuan untuk menaikan dan mengontrol tinggi air sungai secara signifikan sehingga elevasi muka air cukup untuk dialihkan ke dalam intake (Abdul et al 2014). Lokasi bendung dan intake terletak pada koordinat 6°40'34.24"LS dan 106°30'41.53"BT dengan elevasi 981 pada tubuh bendung.

Lokasi bendung dan intake telah dipilih di sungai yang terjamin ketersediaan airnya, alirannya stabil, terhindar banjir dan pengikisan akibat aliran sungai. Pemilihan lokasi PLTMH juga telah mempertimbangkan perbedaan ketinggian air jatuh (head) dan lokasi berada di lereng atau bukit yang curam. Lokasi bendung yang telah ditentukan dibangun di bagian sempit dari alur sungai. Lebar sungai yang telah ditentukan lokasinya sebesar 7.6 m. Lokasi bangunan pengambilan intake ditentukan pada sisi luar dari lengkungan sungai. Hal ini dilakukan untuk memperkecil pengendapan sedimen di dalam saluran pembawa.

2. Saluran pembawa

Saluran pembawa berada pada 6°40'34.22"LS dan 106°30'41.58"BT dengan ketinggian rata-rata 979.5 m dari permukaan laut. Rute atau trase saluran air yang melalui tebing yang curam telah ditentukan dan telah memperhatikan gradien kemiringan dan tingkat potensi longsor. Kemudian lokasi telah mempertimbangkan kestabilan tanahnya dan lereng tersebut aman dan terhindar dari terjadinya erosi.

Panjang saluran pembawa yang direncanakan sebesar 7.6 m. Hal ini telah ditentukan berdasarkan pengamatan sebelumnya dan dipilih seefisiensi mungkin.

3. Bak penenang dan fasilitas pendukung

Lokasi bak penenang untuk pembangkit listrik skala kecil berada pada 6°40'33.80"LS dan 106°30'41.79"BT dengan elevasi 979 m dari permukaan laut.

Lokasi ini berada punggung yang lebih tinggi. Lokasi yang dipilih untuk bak penenang bagian tanahnya relatif stabil dan berdasarkan pengamatan langsung lokasi ini jauh dari batuan sehingga dalam pembangunannya lebih mudah.

Mesksipun ditempatkan pada punggung, lokasi bak penenang telah dipilih tempat yang relatif datar.

4. Pipa pesat

Pipa pesat adalah sebagai saluran tertutup (pipa) aliran air yang menuju turbin.

Lokasi pipa pesat ditempatkan di rumah pembangkit karena saluran ini yang akan menghubungkan ke turbin. Pipa pesat ini diletakkan di lokasi 6°40'33.68"LS dan

Lokasi pipa pesat ditempatkan di rumah pembangkit karena saluran ini yang akan menghubungkan ke turbin. Pipa pesat ini diletakkan di lokasi 6°40'33.68"LS dan

Dokumen terkait