• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENENTUAN LOKASI UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKRO HIDRO (PLTMH) DI DESA MALASARI, KABUPATEN BOGOR RINALDO PRATAMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENENTUAN LOKASI UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKRO HIDRO (PLTMH) DI DESA MALASARI, KABUPATEN BOGOR RINALDO PRATAMA"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

PENENTUAN LOKASI UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKRO HIDRO (PLTMH) DI DESA MALASARI,

KABUPATEN BOGOR

RINALDO PRATAMA

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2016

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Penentuan Lokasi untuk Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di Desa Malasari, Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2016 Rinaldo Pratama NIM F44120022

(3)

ABSTRAK

RINALDO PRATAMA, Penentuan Lokasi untuk Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di Desa Malasari, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh BUDI INDRA SETIAWAN.

Desa Malasari merupakan desa yang mempunyai kawasan wisata yang perlu dikembangkan. Oleh karena itu perlu dilakukan pembangunan PLTMH di lokasi yang tepat untuk memenuhi kebutuhan listrik di kawasan wisata tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis debit andalan, kondisi topografi, serta kondisi geologi di lokasi tersebut sebagai pertimbangan penentuan lokasi PLTMH. Analisis debit andalan dilakukan dengan metode perhitungan langsung. Analisis topografi dilakukan dengan menggunakan peta kontur wilayah untuk memilih lokasi yang potensial. Analisis geologi dilakukan pengamatan dengan menggunakan peta geologi untuk mengamati adanya patahan di lokasi tersebut. Debit andalan di lokasi tersebut sebesar 1.24 m3/detik dan debit tersebut cukup untuk dibangunnya PLTMH.

Kondisi beda head di daerah tersebut mempunyai enam titik yang mempunyai beda head yang potensial. Kondisi geologi di lokasi tersebut jauh dari patahan sehingga layak dibangun PLTMH. Berdasarkan studi kelayakan dan analisis yang dilakukan, lokasi PLTMH terdapat pada koordinat 6°40'34.36" - 6°40'33.01"LS dan 106°30'42.12" - 106°30'41.73"BT dengan ketinggian rata-rata 961 m hingga 980 m dari permukaan laut.

Kata kunci : debit andalan, head, kondisi geologi, lokasi PLTMH

ABSTRACT

RINALDO PRATAMA, Determining the Location for Micro Hydro Power Plant (MHPP) at Malasari Village, Bogor Regency. Supervised by BUDI INDRA SETIAWAN.

Malasari was the villages which had a tourism area that needs to be developed.

Therefore it was necessary to planted MHPP at the right location to meet the electricity needs at that tourism area. This research aimed to discharge analyze, topography condition and geological condition at the location as a consideration in determined the location of MHPP. Discharge analysis used empirical direct calculation. Topography analysis used a contour map to chose the potential locations. Geological analysis used geological map to determined the fault condition. Discharge mainstay at these locations of 1.24 m3/sec and the discharge was sufficient for the construction of the MHPP. The head difference have six points that had a potential head difference. Geological condition at these locations so away from the fault. Based on the feasibility and the analysis conducted, the coordinates location of the micro hydro power at 6°40'34.36" - 6°40'33.01"LS and 106°30'42.12"-106°30'41.73"BT with an average height of 960 up to 980 meters.

Keyword : discharge mainstay, geological condition, head, MHPP location

(4)
(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

pada

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

RINALDO PRATAMA

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2016

PENENTUAN LOKASI UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKRO HIDRO (PLTMH) DI DESA MALASARI,

KABUPATEN BOGOR

(6)
(7)
(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia- Nya sehingga skripsi yang berjudul Penentuan Lokasi untuk Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) di Desa Malasari, Kabupaten Bogor ini dapat diselesaikan. Skripsi ini tidak dapat diselesaikan tanpa bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, ucapan terima kasih disampaikan kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr selaku pembimbing akademik yang memberikan arahan dan bimbingan selama ini,

2. Dr. Ir. Roh Santoso Budi Waspodo, M.T dan Bapak Sutoyo, S.TP, M.Si atas kesediaannya sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan.

3. Semua pihak yang terlibat dan membantu serta mendukung berjalannya penelitian (Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan dan Warga Desa Malasari, Kabupaten Bogor),

4. Penulis berterimakasih kepada Papa, Mama, Rega dan Nanda yang selalu mendukung dan mendoakan

5. Kepada Karina Oktaria diucapkan terimakasih atas doa, bantuan, semangat, dan dukungannya dalam skripsi ini

6. Haris, Fatma, Mei, Citra, dan Yanti sebagai rekan sebimbingan serta mahasiswa Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan angkatan 49 atas semangat dan masukkan yang telah diberikan.

7. Terimakasih pada KEMALA IPB yang telah memberikan semangat dan doanya khususnya kepada Adri, Dani, Devieka, Indah, Nenny, dan Sausan.

Masih terdapat kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, untuk itu kritik dan saran diharapkan sebagai masukan yang sangat berharga untuk perbaikan selanjutnya. Semoga karya ilmiah ini dapat berguna dan memberikan manfaat bagi yang membutuhkan.

Bogor, Juli 2016

Rinaldo Pratama

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 3

Ketersediaan Air 3

Peta Topografi 3

Peta Geologi 4

Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) 4

METODE 6

Waktu dan Tempat Penelitian 6

Alat dan Bahan 6

Prosedur Penelitian 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 10

Analisis Ketersediaan Air 10

Analisis Kondisi Beda Head pada Lokasi PLTMH 14

Analisis Kondisi Geologi pada Lokasi PLTMH 15

Lokasi PLTMH 17

SIMPULAN DAN SARAN 21

Simpulan 21

Saran 21

DAFTAR PUSTAKA 22

LAMPIRAN 25

RIWAYAT HIDUP 37

(11)

DAFTAR TABEL

1. Persentase penggunaan energi fosil di Indonesia 1

2. Data curah hujan rata-rata DAS Cisadane 10

3. Hujan rancangan berbagai periode ulang 11

4. Hasil perhitungan debit puncak berbagai periode ulang 12

5. Hasil pengukuran debit langsung di lapangan 13

6. Lokasi yang potensial berdasarkan head dan jarak 15 7. Lokasi dan Jarak dari sungai setiap komponen PLTMH 19

DAFTAR GAMBAR

1. Kurva hubungan antara debit dan tinggi muka air 13 2. Lokasi yang mempunyai beda head yang potensial untuk PLTMH 14

3. Area yang diamati pada peta geologi 16

4. Potongan melintang peta geologi pada lokasi PLTMH 16 5. Lokasi PLTMH secara umum yang telah ditentukan 19

DAFTAR LAMPIRAN

1. Peta kawasan perencanaan PLTMH 25

2. Bagan Alir Penelitian 26

3. Perkiraan nilai presentase lahan terbuka 27

4. Potongan melintang sungai ditinjau dari mercu bendung 28 5. Beberapa titik yang mempunyai beda head yang potensial 29

6. Peta geologi Kabupaten Bogor 30

7. Lokasi potensial PLTMH 31

8. Skema Lokasi PLTMH 32

9. Potongan Memanjang PLTMH 33

10. Skema Lokasi PLTMH dalam 3 Dimensi 34

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sampai saat ini, Indonesia masih menghadapi persoalan dalam mencapai target pembangunan bidang energi. Ketergantungan terhadap energi fosil dalam pemenuhan konsumsi di dalam negeri masih tinggi yaitu sebesar 96% dengan rincian seperti pada Tabel 1 (Said et al 2012).

Tabel 1 Persentase penggunaan energi fosil di Indonesia

Ketergantungan terhadap penggunaan energi fosil ini harus dikurangi, mengingat ketersediaan energi yang semakin menurun. Oleh karena itu perlu adanya upaya dalam pemanfaatan energi lain untuk mengurangi bahan bakar fosil.

Salah satu energi alternatif yang dapat dimanfaatkan dan jumlahnya berlimpah adalah air (Chow et al 1998). Oleh karena itu dalam penghasil energi perlu memanfaatkan sumberdaya air untuk meminimalisasi penggunaan bahan yang jumlahnya terbatas. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah mengubah penghasil suatu energi listrik dengan pemanfaatan sumberdaya air.

Pembangkit listrik tenaga air adalah salah satu sumber energi listrik yang memanfaatkan air sebagai sumber listrik. Pembangkit ini merupakan salah satu sumber energi listrik utama namun belum termanfaatkan secara maksimal di Indonesia. Pada skala kecil khususnya pada daerah yang terpencil dengan pendapatan penduduk yang rendah, dapat dibangun Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH). PLTMH merupakan pembangkit listrik yang menggunakan energi air dalam skala kecil dengan kapasitas antara 5KW- 1MW per unit (Badan Litbang ESDM 2012). Terdapat beberapa batasan daya lain untuk kategori mikro hidro selain yang dinyatakan oleh badan Litbang ESDM, seperti kapasitas maksimal 120 KW (Damastuti 1997).

Listrik yang dihasilkan dari pembangunan PLTMH ini direncanakan untuk kawasan wisata di Desa Malasari. Listrik digunakan sebagai tempat camping dan wisata alam. Namun sebelum dibangun PLTMH, perlu ditentukan terlebih dahulu lokasi yang potensial. Dalam penentuan lokasi yang potensial dilakukan studi kelayakan agar PLTMH yang dibangun dapat berkelanjutan. Studi kelayakan tersebut berupa analisis debit andalan agar dapat diketahui ketersediaan airnya.

Kemudian perlu dilakukan analisis mengenai kondisi beda head sehingga dapat diketahui potensi pada perbedaan head-nya. Analisis kondisi geologi di lokasi tersebut juga perlu dilakukan agar diketahui lokasi tersebut layak atau tidaknya untuk dibangun PLTMH. Setelah dilakukan studi kelayakan, lokasi terbaik PLTMH dapat ditentukan berdasarkan tinggi jatuhan air yang memadai dengan pertimbangan jarak terdekat agar lebih ekonomis.

No Energi persentase 1 Minyak Bumi 48%

2 Gas 18%

3 Batu Bara 30%

(13)

Perumusan Masalah

Penelitian ini dilakukan untuk menentukan lokasi yang potensial sehingga dapat digunakan dalam perencanaan pembangunan PLTMH di sungai Cikaniki yang merupakan sub-DAS Cisadane. Penentuan lokasi yang potensial juga diperlukan studi kelayakan mengenai lokasi tersebut. Studi kelayakan yang dilakukan berupa studi kelayakan pada bidang hidrologi, geologi dan topografi.

Listrik yang dihasilkan digunakan pada kawasan wisata yang berada di Desa Malasari. Oleh karena itu perlu diperhatikan pemilihan lokasi yang berpotensi untuk penempatan PLTMH. Permasalahan yang akan dibahas sebagai berikut:

1. Apakah debit air pada sungai Cikaniki cukup untuk dibangun PLTMH ? 2. Apakah di lokasi tersebut mempunyai potensi beda head yang memadai untuk

dibangunnya PLTMH ?

3. Apakah kondisi geologi di lokasi tersebut telah layak untuk dibangunnya PLTMH?

4. Di mana lokasi yang potensial di sungai Cikaniki untuk pembangunan PLTMH?

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah :

1. Menghitung debit andalan air yang mengalir pada Sungai Cikaniki yang akan dijadikan pertimbangan untuk dibangun PLTMH.

2. Menganalisis potensi beda head pada Sungai Cikaniki apakah memungkinkan untuk dibangunnya PLTMH.

3. Menganalisis kondisi geologi di lokasi tersebut agar dapat diketahui layak tidaknya untuk dibangun PLTMH.

4. Menentukan lokasi yang potensial di Sungai Cikaniki untuk pembangunan PLTMH.

Manfaat Penelitian

Manfaat hasil penelitian ini adalah memberikan rekomendasi mengenai lokasi yang potensial dan layak untuk dibangunnya Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di Sungai Cikaniki, Desa Malasari.

Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dari penelitian ini adalah:

1. Penelitian dilakukan di sub-DAS Cisadane, Sungai Cikaniki, Desa Malasari, Kabupaten Bogor.

2. Penelitian ini melakukan analisis studi kelayakan pembangunan PLTMH berdasarkan ketersediaan air, kondisi beda head, dan kondisi geologi.

3. Penelitian ini melakukan penentuan lokasi yang layak dan potensial untuk dibangunnya PLTMH agar mendapatkan tinggi jatuhan air yang memadai dengan pertimbangan jarak terdekat agar lebih ekonomis.

(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Ketersediaan Air

Ketersediaan air dalam pengertian sumberdaya air pada dasarnya berasal dari air hujan, air permukaan, dan air tanah. Hujan yang jatuh di atas permukaan pada suatu DAS sebagian akan menguap kembali sesuai dengan proses iklimnya, sebagian lagi akan mengalir melalui permukaan dan sub permukaan masuk ke dalam saluran, sungai atau danau dan sebagian lagi akan meresap jatuh ke tanah sebagai pengisian kembali pada kandungan air tanah yang ada.

Informasi mengenai ketersediaan air sungai merupakan salah satu informasi hidrologi yang penting diketahui dalam pengembangan sumber daya air. Kebutuhan akan sumber daya air berdasarkan amanat dari Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 mengenai sumber daya air menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan pokok merupakan prioritas di atas kebutuhan lainnya. Kebutuhan pokok tersebut adalah kebutuhan air minum dan kebutuhan air irigasi. Urutan prioritas penyediaan sumber daya air selain kebutuhan pokok ditetapkan pada setiap wilayah oleh Pemerintah atau Pemda sesuai kewenangan (Dinas PSDA 2010).

Ketersediaan air di suatu daerah dapat mempengaruhi hampir sebagian besar aspek kehidupan masyarakat. Hampir seluruh kegiatan masyarakat membutuhkan air untuk menunjang perekonomian mereka. Contoh kegiatan yang paling penting dan membutuhkan air dalam jumlah besar adalah pertanian. Air merupakan sumberdaya krusial bagi produksi pangan karena secara langsung ketersediaan air mempengaruhi produksi pangan dan populasi penduduk. Ketersediaan air di suatu daerah tidak hanya berdampak bagi manusia, tetapi juga bagi makhluk hidup lain.

Bagi tanaman dan hewan, ketersediaan air dapat mempengaruhi populasi, jenis dan distribusinya (Comita dan Engelbrecht 2009).

Peta Topografi

Peta topografi merupakan peta yang memiliki informasi tentang ketinggian permukaan tanah pada suatu tempat terhadap permukaan laut, yang digambarkan dengan garis-garis kontur. Garis kontur merupakan garis yang menggambarkan ketinggian permukaan bumi. Peta kontur dibuat dengan mengambil citra permukaan bumi dari pesawat udara atau satelit. Proses pencitraan akan menghasilkan sebuah gambar permukaan bumi dengan warna–warna yang menunjukkan ketinggian tiap permukaan bumi yang dicitrakan (Jimmy 2006).

Garis ketinggian pada peta membentuk garis yang berbelok-belok dan tertutup serta merupakan rangkaian dari titik-titik. Kegunaan dari garis ketinggian adalah untuk mengetahui tinggi suatu tempat dari permukaan laut (Rostianingsih et al. 2004).

Peta topografi mutlak dipakai, terutama di dalam perencanaan pengembangan wilayah, sehubungan dengan pemilihan lokasi atau di dalam pekerjaan konstruksi.

Di dalam kegiatan geologi, peta topografi terpakai sebagai peta dasar untuk pemetaan, baik yang bersifat regional ataupun detail, di samping foto udara atau jenis citra yang lain. Peta topografi juga dipelajari sebagai tahap awal dari kegiatan lapangan untuk membahas tentang kemungkinan proses geologi muda yang dapat terjadi, misalnya proses erosi, gerak tanah atau bahaya longsor dan sebagainya.

(15)

Selain itu, keadaan bentang alam (morfologi) yang dapat dibaca pada peta topografi sedikit banyak merupakan pencerminan dari keadaan geologinya, terutama distribusi batuan yang membawahi daerah itu dan struktur geologinya.

Peta Geologi

Peta geologi adalah gambaran tentang keadaan geologi suatu wilayah yang meliputi susunan batuan yang ada dan bentuk ‐ bentuk struktur dari masing masing satuan batuan tersebut. Peta geologi pada dasarnya suatu sarana untuk menggambarkan tubuh batuan, penyebaran batuan, kedudukan unsur struktur geologi dan hubungan antar satuan batuan serta merangkum berbagai data lainnya.

Peta ini juga memuat gambaran teknis dari permukaan bumi dan sebagian bawah permukaan yang mempunyai arah, unsur-unsurnya yang merupakan gambaran geologi, dinyatakan sebagai garis yang mempunyai kedudukan yang pasti. Peta geologi juga dijadikan sumber informasi dasar dari jenis ‐ jenis batuan, ketebalan, kedudukan satuan batuan (jurus dan kemiringan), susunan (urutan) satuan batuan, struktur sesar, perlipatan dan kekar serta proses‐proses yang pernah terjadi (Noor 2012).

Pada dasarnya peta geologi merupakan rangkaian dari hasil berbagai kajian lapangan. Hal ini pula yang menyebabkan mengapa pemetaan geologi diartikan sama dengan geologi lapangan. Peta geologi umumnya dibuat di atas suatu peta dasar (peta topografi atau rupa bumi) dengan cara memplot singkapan-singkapan batuan beserta unsur struktur geologinya di atas peta dasar tersebut. Pengukuran kedudukan batuan dan struktur di lapangan dilakukan dengan menggunakan kompas geologi. Kemudian dengan menerapkan hukum-hukum geologi dapat ditarik batas dan sebaran batuan atau satuan batuan serta unsur unsur strukturnya sehingga menghasilkan suatu peta geologi yang lengkap.

Peta geologi dibuat berlandaskan dasar dan tujuan ilmiah di mana memanfaatan lahan, air dan sumberdaya ditentukan atas dasar peta geologi. Peta geologi menyajikan sebaran dari batuan dan tanah di permukaan atau dekat permukaan bumi, yang merupakan penyajian ilmiah yang paling baik yang menghasilkan informasi yang dibutuhkan oleh para pengambil keputusan untuk mengidentifikasi dan mencegah sumberdaya yang bernilai dari resiko bencana alam. Dalam menetapkan kebijakan dalam pemanfaatan lahan peta geologi ada kalanya dibuat berdasarkan kepentingan, misalnya untuk kepentingan ilmiah (science), untuk kepentingan pertambangan, teknik sipil (engineering), pertanian, lingkungan dan sebagainya. Hal ini akan menghasilkan bermacam‐macam peta geologi, misalnya peta geologi teknik.

Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH)

Sistem PLTMH secara umum serupa dengan PLTA pada umumnya. Namun, yang membedakan adalah daerah kerja sistem pembangkit listrik tersebut. PLTMH dapat memanfaatkan sumber air yang tidak terlalu besar. Tidak seperti PLTA, dengan atau tanpa reservoir pun PLTMH dapat beroperasi, karena dapat memanfaatkan potensi air yang kecil. Mikrohidro adalah istilah yang digunakan

(16)

untuk instalasi pembangkit listrik yang menggunakan energi air. Kondisi air yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber daya (resources) penghasil listrik adalah memiliki kapasitas aliran dan ketinggian tertentu dan instalasi. Semakin besar kapasitas aliran maupun ketinggiannya dari istalasi maka semakin besar energi yang bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan energi listrik (Rompas 2011). PLTMH pada prinsipnya memanfaatkan beda ketinggian dan jumlah debit air per detik yang ada pada aliran air saluran irigasi, sungai atau air terjun. Aliran air ini akan memutar poros turbin sehingga menghasilkan energi mekanik. Energi ini selanjutnya menggerakkan generator dan menghasilkan listrik. Pergerakan generator tersebut tergantung dari debit air sungai serta ketinggian air jatunya.

PLTMH memiliki beberapa keuntungan yang membuatnya menjadi pilihan seperti biaya pengoperasian dan pemeliharaan yang relatif murah.

Pengoperasiannya dapat dihentikan setiap saat tanpa melalui prosedur yang rumit.

Kemudian sistemnya sangat sederhana dan memiliki ketangguhan yang baik, sehingga dapat diandalkan. Lalu PLTMH tidak memberikan dampak yang besar terhadap ekologi di sekitarnya. Menurut Sinaga (2009), jenis instalasi untuk daerah yang akan dibangun PLTMH pada umumnya terdiri dari komponen seperti pintu pengambilan (intake/diversion), bak pengendapan (desilting tank), saluran penghantar ( headrace), bak penenang (forebay), pipa pesat (penstock), gedung pembangkit (power house), saluran buang (tailrace) serta jaringan transmisi (grid line). Secara teknis, mikrohidro mempunyai tiga komponen utama yaitu air sumber energi, turbin dan generator. Air yang mengalir dengan kapasitas tertentu disalurkan dengan ketinggian tertentu melalui pipa pesat menuju rumah instalasi (powerhouse). Di rumah instalasi, air tersebut akan menumbuk turbin sehingga akan menghasilkan energi mekanik berupa berputarnya poros turbin. Putaran poros turbin ini akan memutar generator sehingga dihasilkan energi listrik (Sukamta dan Kusmantoro 2013).

Pembangkit listrik tenaga air adalah suatu bentuk perubahan tenaga dari tenaga air dengan ketinggian dan debit tertentu menjadi tenaga listrik, dengan menggunakan turbin air dan generator (Subekti 2010). Dalam pembangunan PLTMH untuk pelistrikan desa banyak faktor yang harus diperhatikan agar pembangunan tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal dan tidak sia-sia. Faktor tersebut di antaranya didasarkan pada studi kelayakan sebagai kelanjutan studi terhadap potensi alam dan sumber daya setempat. Keakuratan kajian data hasil studi kelayakan akan menentukan keberhasilan pembangunan PLTMH. Studi kelayakan dan engineering design ini meliputi desain teknis bangunan sipil dan sistem elektro- mekanikal, sistem kontrol, serta sistem transmisi dan distribusi hingga analisis finansial dan desain penyiapan kelembagaan PLTMH. Desain teknis ini harus dilakukan secara tepat akurat, dengan menerapkan teknologi yang telah teruji agar pembangkit listrik mempunyai keandalan yang baik. Setelah tahapan tersebut selesai dilakukan, mengingat potensi PLTMH khususnya pada saluran sungai di Indonesia sangat besar dan manfaat dari PLTMH dapat dijadikan salah sebagai satu faktor pemicu bagi pengembangan masyarakat setempat, maka teknologi PLTMH beserta seluruh aspek sosial ekonominya perlu dipahami dengan baik oleh sumber daya lokal di daerah. Dengan demikian pasca implementasi fisik PLTMH perlu dilakukan alih teknologi dan transfer pengalaman di berbagai aspek yang berkaitan dengan PLTMH.

(17)

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Pengumpulan data dilaksanakan selama 3 bulan dari bulan Februari hingga April 2016. Penelitian dilakukan di Sungai Cikaniki yang merupakan sub-DAS Cisadane, Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, seperangkat alat pengolah data, seperti kalkulator serta komputer atau laptop yang telah dilengkapi dengan beberapa perangkat lunak, di antaranya microsoft office 2013, google earth, autoCAD 2010, arcGIS 10.3, google sketchUp, dan lumion. Peralatan yang digunakan sebagai pengambilan data yaitu kompas, Global Positioning System (GPS), pita ukur, penggaris, currentmeter, stopwatch dan theodolite. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan berupa tinggi terjunan (head), debit air, dan dimensi sungai. Data sekunder yang digunakan yaitu peta wilayah, peta kontur, peta daerah, dan elevasi pada beberapa lokasi yang telah ditentukan.

Prosedur Penelitian

Langkah-langkah yang dilakukan pada penelitian ini diawali dengan munculnya gagasan atau ide penelitian, perumusan masalah, pengambilan data primer dan sekunder, analisis studi kelayakan dan dilanjutkan dengan penentuan lokasi terbaik dalam perencanaan desain PLTMH. Studi kelayakan yang dilakukan berupa analisis ketersediaan air, analisis kondisi beda head, serta analisis kondisi geologi di lokasi yang akan dibangun PLTMH.

Perhitungan Debit Maksimum

Dalam penentuan PLTMH diperlukan analisis terhadap debit maksimum di lokasi tersebut agar diketahui kemungkinan banjir di lokasi tersebut. Kemudian debit maksimum perlu ditentukan agar dapat diketahui seberapa besar debit air saat hujan maksimum di lokasi yang akan dibangun PLTMH. Pada penentuan debit maksimum diawali dengan pengolahan data curah hujan dengan menggunakan Isohyet yang kemudian ditentukan ditribusi yang sesuai dengan parameter statistik analisis frekuensi (Singh 1992). Dalam statistik dikenal beberapa jenis distribusi frekuensi dan yang banyak digunakan dalam hidrologi yaitu distribusi Normal, Log Normal, Gumbel, dan Log Person Type III. Selanjutnya dilakukan perhitungan distribusi probabilitas untuk menentukan kesesuaian metode dengan menyamakan syarat parameter yang ada.

Setelah dipilih jenis analisis frekuensi yang sesuai, dilakukan uji Chi-Square.

Uji Chi-Square dilakukan agar dapat diketahui persamaan distribusi yang dipilih dapat mewakili distribusi statistik sampel data yang dianalisis. Bila telah dilakukan uji Chi-Square telah mewakili distribusi statistiknya, maka ditentukan waktu konsentrasi, intensitas curah hujan, debit puncaknya seperti pada persamaan berikut.

(18)

1. Waktu Konsentrasi

Metode untuk memperkirakan waktu konsentrasi adalah rumus yang dikembangkan oleh Kirpich tahun 1940 yang dapat dilihat pada persamaan (1) (Girsang 2008).

𝑡𝑐 = (0.87×𝐿2

1000×𝑆)

0.385

(1)

Keterangan :

tc = waktu konsentrasi (jam)

L = panjang sungai (km)

S = kemiringan sungai (m/m)

2. Intensitas Curah Hujan

Intensitas hujan (mm/jam) dilakukan dengan metode Mononobe berdasarkan data curah hujan harian (mm). Intensitas curah hujan (I) dalam rumus rasional dapat dihitung dengan persamaan (2) (Loebis 1992).

𝐼 =𝑅24

24 (24

𝑡𝑐)2/3 (2)

Keterangan :

R = curah hujan rancangan setempat (mm) t = lamanya curah hujan (jam)

I = intensitas curah hujan (mm/jam)

3. Metode Rasional

Metode rasional adalah metode lama yang masih digunakan hingga sekarang untuk memperkirakan debit puncak (peak discharge). Bentuk umum persamaan rasional dapat dilihat pada persamaan (3)

𝑄 = 0.2778 × 𝐶 × 𝐼 × 𝐴 (3)

Keterangan :

Q = debit banjir maksimum (m3/detik) C = koefisien pengaliran/limpasan

I = intensitas curah hujan rata-rata (mm/jam) A = luas daerah pengaliran (km2)

Perhitungan Debit Andalan Langsung di Lapangan

Pada perhitungan debit andalan dengan secara langsung dilakukan pendekatan pada tinggi muka air terhadap debit yang dihasilkan. Pada perhitungan debit andalan ini dibutuhkan tinggi muka air maksimum dan minimum yang diukur langsung di lapangan. Pengukuran tinggi muka air maksimum dan minimum ini diperkuat dengan didapatkannya informasi dari warga sekitar sungai yang akan dibangun lokasi PLTMH tersebut. Kemudian untuk pengukuran tinggi muka air

(19)

maksimum saat musim hujan dapat dilakukan juga dengan mengamati adanya sampah yang terbawa air saat debit maksimum. Adanya sampah tersebut di sisi sungai merupakan tinggi muka air maksimum di lokasi tersebut.

Pada perhitungan debit andalan secara langsung ini membutuhkan debit air yang diukur langsung di lapangan. Pengukuran debit langsung di lapangan dilakukan dengan menggunakan current meter dan stopwatch untuk menentukan kecepatan air dan dimasukkan pada persamaan (4) dan (5) (Norhadi et al. 2015).

N = 𝑛

𝑡 (4)

A = b × y (5)

Keterangan:

N = faktor konversi B = lebar saluran (m) Y = kedalaman saluran (m) A = luas penampang sungai (m2) n = banyak putaran

t = waktu (detik)

Setelah luas penampang aliran diperoleh, kecepatan aliran pada currentmeter , dapat dihitung dengan persamaan (6). Selanjutnya, debit aliran dapat dihitung dengan persamaan (7) (Ludiana et al. 2015).

V = (0.127 × N) + 0.006 (6)

Q = V × A (7)

Keterangan:

N = faktor konversi

V = kecepatan aliran (m3/det) Q = debit aliran (m3/det)

A = luas penampang aliran (m2)

Pengukuran debit ini dilakukan pada titik yang sama sebanyak 6 kali di waktu yang berbeda. Hal ini dilakukan agar didapatkan kurva berdasarkan hubungan antara tinggi muka air maksimum dan minimum terhadap debit maksimum dan minimumnya sehingga didapatkan persamaan garisnya. Setelah didapatkan persamaan garisnya, head maksimum dan minimum yang diukur langsung tersebut dimasukkan pada persamaan terhadap fungsi debit. Hal ini dilakukan agar didapatkan nilai debit andalan dan debit maksimum berdasarkan persamaan pada kurva yang telah dilakukan.

Analisis Kondisi Beda Head

Analisis mengenai kondisi beda head merupakan analisis yang dilakukan untuk mengetahui layak atau tidaknya lokasi tersebut dibagun PLTMH berdasarkan kondisi topografinya. Analisis beda head di lokasi ini dilakukan dengan pengamatan pada tingkat kemiringan tanah dengan peta kontur khususnya pada

(20)

aliran sungai yang akan dibangun PLTMH. Pengamatan pada peta kontur ini dilakukan dengan mengamati setiap beda head pada sungai dan jarak dari masing- masing head. Pada pembangunan PLTMH diperlukan perbedaan head yang tinggi dengan jarak yang sedekat mungkin. Bila di lokasi tersebut mempunyai beda head yang tinggi dengan jarak yang dekat, lokasi itu layak untuk dibangun PLTMH.

Analisis topografi ini dilakukan menggunakan peta kontur dengan interval sebesar 10 m. Setiap perbedaan head diamati dan ditentukan beberapa titik yang beda head-nya 10 m dengan jarak yang terdekat. Kemudian setelah ditentukan beberapa titik, masing-masing jarak dari setiap interval diukur. Setelah itu jarak dari lokasi yang akan dialiri listrik diukur. Hal ini dilakukan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan lokasi yang sesuai dan layak berdasarkan beda head-nya. Setelah dilakukan analisis, kemudian dipilih beberapa lokasi yang mempunyai perbedaan head yang tinggi dengan jarak yang dekat. Hal ini dilakukan sebagai bahan pertimbangan saat menentukan lokasi PLTMH yang potensial.

Analisis Kondisi Geologi

Analisis kondisi geologi dilakukan dengan menggunakan peta geologi Kabupaten Bogor. Pada peta geologi diamati lokasi yang akan dibangun PLTMH.

Pengamatan pada lokasi dilakukan dengan mengamati adanya patahan di lokasi tersebut melalui peta geologi. Pengamatan pada kondisi geologi dilakukan dengan memasukkan koordinat lokasi yang akan dibangun PLTMH pada peta geologi. Bila lokasi tersebut dekat dengan patahan, lokasi tersebut rawan terjadinya runtuhan akibat gempa bumi. Sehingga lokasi tersebut tidak direkomendasikan untuk dibangunnya PLTMH. Namun jika pada pengamatan peta geologi lokasi tersebut jauh dari patahan, lokasi tersebut layak untuk dibangun PLTMH. Hal ini karena berdasarkan kondisi geologinya, lokasi ini telah aman dan jauh dari adanya runtuhan akibat gempa. Kemudian jika lokasi geologi tersebut telah aman kondisi lereng di lokasi tersebut aman sehingga tidak perlu dilakukan analisis stabilitas lereng.

Penentuan Lokasi PLTMH

Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) pada dasarnya memanfaatkan energi potensial air. Semakin tinggi jatuhan air (head) maka semakin besar energi potensial air yang dapat diubah menjadi energi listrik.

Penentuan lokasi PLTMH dimulai dengan studi kelayakan. Setelah studi kelayakan dilakukan dan lokasi tersebut telah layak berdasarkan debit andalan, kondisi potensi beda head, dan kondisi geologinya maka penentuan lokasi dapat dilanjutkan.

Sebelum ditentukan lokasi secara garis besar, jenis turbin ditentukan terlebih dahulu dengan spesifikasi berdasarkan pertimbangan beda head serta debit andalannya.

Jenis turbin yang ditentukan tersebut dapat dilakukan perhitungan terhadap kapasitas produksi listrik maksimumnya. Perhitungan daya yang dihasilkan dilakukan dengan hasil kali dari efisiensi turbin, gravitasi, debit yang tersedia dan kondisi beda head yang terjadi. Penentuan lokasi PLTMH secara garis besar mempertimbangkan aksesibilitas, serta jarak terdekat pada setiap interval pada peta kontur. Kemudian jarak terdekat setiap komponen PLTMH harus dipertimbangkan agar lebih ekonomis. Kemudian lokasi secara garis besar ditentukan dengan pertimbangan studi kelayakan yang telah dilakukan sebelumnya. Lokasi secara garis besar terdiri dari bendung hingga rumah turbin.

(21)

Berdasarkan buku Pedoman Studi Kelayakan Sipil Kementrian ESDM mengenai PLTMH tahun 2009, dalam penentuan lokasi potensi pembangkit energi mikro hidro perlu dipertimbangkan perletakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen bangunan sipil seperti bendung, bangunan pengambil , saluran pembawa, bak penenang, pipa pesat, dan rumah pembangkit. Setiap komponen memiliki karakteristik tersendiri dalam penentuan setiap lokasinya. Pertimbangan pemilihan lokasi setiap komponen PLTMH ditentukan berdasarkan ketersediaan air, stabilitas lereng, keadaan permukaan tanah, serta rute komponen saluran tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Ketersediaan Air

Pada penentuan debit andalan di lokasi yang akan dibangun PLTMH dilakukan menggunakan metode pengukuran secara langsung dengan menggunakan kurva. Pada pengukuran debit andalan dibutuhkan analisis debit maksimum guna mengetahui debit terbesar saat hujan maksimum di lokasi yang akan dibangun PLTMH.

Analisis Debit Maksimum

Penentuan debit maksimum diawali dengan analisis hidrologi. Aspek hidrologi yang pertama dikaji adalah curah hujan daerah rata-rata harian maksimum.

Data curah hujan rata-rata pada DAS Cisadane dapat dilihat pada Tabel 2. Data tersebut didapatkan dengan menggunakan metode Isohyet. Metode Isohyet adalah metode rasional yang paling baik jika garis-garis Isohyet dapat digambar dengan teliti (Sosrodarsono dan Takaeda 1993).

Tabel 2 Data curah hujan rata-rata DAS Cisadane

Tahun

Curah hujan DAS Cisadane 2002 110

2003 83

2004 85

2005 68

2006 75

2007 82

2008 87

2009 84

2010 60

2011 94

2012 57

Sumber : Amien (2016)

Data curah hujan pada Tabel 2 digunakan untuk menentukan jenis distribusi yang sesuai dengan syarat yang ada. Distribusi frekuensi yang banyak digunakan

(22)

dalam hidrologi yaitu distribusi Normal, Log Normal, Gumbel, dan Log Person Type III. Selanjutnya dapat dilakukan perhitungan distribusi probabilitas untuk menentukan kesesuaian metode dengan menyamakan syarat parameter yang ada.

Setelah dilakukan perhitungan dapat dilihat hasil perhitungan parameter statistik yaitu Cs dan Ck. Sesuai ketentuan sifat-sifat parameter yang telah dilakukan sebelumnya maka metode yang akan digunakan adalah metode Gumbel yang kemudian dilakukan uji kesesuaian distribusi. Uji kesesuaian distribusi akan digunakan Uji Chi- Square.

Setelah dilakukan perhitungan uji Chi-Square diperoleh nilai Xcr kritis dan Xcr hitung. Pada jenis distribusi yang nilai Xcr hitung > Xcr kritis maka tidak dapat digunakan. Maka jenis distribusi yang dapat digunakan yaitu Gumbel dan Log Person tipe III. Informasi mengenai curah hujan maksimum dengan periode ulang tertentu dibutuhkan dalam perencanaan dan pengelolaan sumber daya air.

Penentuan periode ulang pada penelitian ini menggunakan metode Gumbel.

Mudjonarko (2009) menyebutkan bahwa periode ulang merupakan periode saat suatu curah hujan dengan besar yang sama dapat berulang kembali dalam periode tertentu. Kemudian dipilih metode Gumbel yang akan digunakan karena metode Gumbel merupakan salah satu metode yang dapat digunakan dalam penentuan periode ulang curah hujan maksimum (Basuki et al. 2009) dan metode Gumbel telah dilakukan pada penentuan hujan rancangan di DAS Cisadane (Amien 2016).

Hasil perhitungan hujan rancangan dengan metode Gumbel dengan berbagai periode ulang dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Hujan rancangan berbagai periode ulang Periode Ulang

(tahun)

Hujan Rancangan (mm)

2 78

5 96

10 108

25 123

50 133

100 144

Hujan rancangan pada Tabel 3 dapat digunakan untuk menentukan besarnya debit puncak. Penentuan debit puncak membutuhkan nilai intensitas hujan sehingga dibutuhkan waktu konsentrasi yang digunakan untuk menentukan lamanya air hujan mengalir dari hulu sungai hingga ke tempat keluaran DAS. Waktu konsentrasi (tc) dihitung dengan menggunakan rumus Kirpich pada Persamaan (1).

Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan waktu konsentrasi sebesar 3.9 jam. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suroso (2006) yang menyatakan bahwa durasi hujan yang sering terjadi 1-6 jam bahkan maksimum 12 jam pun jarang terjadi. Dalam perhitungan debit puncak menggunakan metode rasional dibutuhkan data koefisien limpasan (run off coefficient). Koefisien limpasan ini diperoleh dengan menghitung data luasan dari masing-masing tata guna lahan yang ada (Girsang 2008).

Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan nilai koefisien limpasan sebesar 0,246. Nilai koefisien limpasan tersebut juga dapat merepresentasikan kondisi suatu DAS, sebagaimana pernyataan Kodotie dan Syarief (2005) yaitu bahwa angka

(23)

koefisien aliran permukaan merupakan salah satu indikator untuk menentukan kondisi fisik suatu DAS. Nilai C berkisar antara 0 sampai 1. Nilai C sama dengan 0 menunjukkan bahwa semua air hujan terintersepsi dan terinfiltrasi ke dalam tanah, sebaliknya untuk nilai C sama dengan 1 menunjukkan bahwa air hujan mengalir sebagai aliran permukaan. Sehingga pada DAS yang baik harga C mendekati nol, begitupun sebaliknya. Berdasarkan data yang telah diperoleh maka debit puncak dapat dihitung langsung dengan menggunakan metode rasional sesuai Persamaan (3). Hasil perhitungan debit puncak dengan berbagai periode ulang dapat diamati pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil perhitungan debit puncak berbagai periode ulang Periode

Ulang

Intensitas Hujan (mm/jam)

Debit Puncak (m3/detik)

2 10,96 113,81

5 13,43 139,40

10 15,06 156,34

25 17,12 177,74

50 18,65 193,62

100 20,17 209,39

Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 4 dapat diamati besarnya debit puncak pada periode ulang tertentu yang berbanding lurus dengan intensitas hujannya. Debit puncak yang dihasilkan merupakan debit maksimum secara umum untuk mengamati debit maksimum di DAS Cisadane. Debit maksimum ini dilakukan berdasarkan pendekatan pada kondisi curah hujan. Namun debit maksimum ini tidak merepresentasikan debit maksimum dikeadaan sebenarnya di lokasi yang akan dibangun PLTMH. Debit maksimum di lokasi yang akan dibangun PLTMH ditentukan berdasarkan persamaan garis yang menggunakan tinggi muka air maksimum. Namun debit maksimum yang dihasilkan dengan menggunakan perhitungan ini tidak menutup kemungkinan terjadi di lokasi PLTMH yang akan dibangun karena debit maksimum ini ditinjau dari periode ulangnya.

Analisis Debit Andalan dengan Pengukuran Langsung

Pada analisis debit andalan secara langsung dilakukan dengan menggunakan data primer berupa tinggi muka air maksimum dan minimum. Setelah didapat tinggi muka air maksimum dan minimum masing-masing sebesar 0.7 m dan 3 m pengukuran debit langsung dapat dilakukan. Pengukuran debit secara langsung dilakukan dengan menggunakan currentmeter dan stopwatch sehingga dapat ditentukan kecepatan dan nilai debitnya. Perhitungan debit ini dilakukan pada titik yang sama di waktu yang berbeda. Pengukuran debit secara langsung dilakukan agar dapat dibuatnya kurva debit terhadap tinggi muka air. Pengukuran debit secara langsung ini diiringi dengan pengukuran tinggi muka airnya diwaktu yang sama agar dapat diplotkan pada kurva sehingga dapat diamati pada Tabel 5.

(24)

Tabel 5 Hasil pengukuran debit langsung di lapangan Tinggi Muka

Air (m)

Kecepatan (m/detik)

Debit (m3/detik)

0.78 0.482 1.147

0.81 0.722 1.718

0.92 0.842 2.004

1.18 1.340 3.189

1.24 1.502 3.575

Pada kurva yang dihasilkan berdasarkan debit dan tinggi muka air secara langsung didapat persamaan garis berupa fungsi debit terhadap tinggi muka airnya.

Nilai persamaan garis yang didaatkan sebesar y = 3.7962x - 1.4155 dengan nilai error sebesar R² = 0.9987 yang kemudian dimasukkan tinggi muka air maksimum dan minimumnya. Tinggi muka air maksimum adalah tinggi muka air saat debit puncak dan tinggi muka air minimum adalah tinggi muka air saat debit minimum atau debit andalannya, untuk lebih jelasnya kurva hubungan debit dan tinggi muka air dapat diamati pada Gambar 1.

Berdasarkan Gambar 1 dapat diamati bahwa tinggi muka air berbanding lurus dengan debit yang dihasilkan. Nilai debit maksimum yang didapat dengan kurva ini sebesar 9.973 m3/detik. Nilai debit yang didapat ini dapat diamati mempunyai nilai debit maksimum yang jauh lebih kecil dengan hasil perhitungan.

Hal ini karena pada pengukuran langsung ini didapat debit secara lebih spesifik di titik yang akan dibangun PLTMH. Berdasarkan nilai debit maksimum yang didapatkan melalui persamaan garis pada kurva, diketahui bahwa debit maksimum di lokasi PLTMH tidak akan mengakibatkan banjir jika ditinjau dari tinggi muka air maksimumnya. Sehingga lokasi ini layak untuk dibangun PLTMH.

Nilai debit andalan yang dilakukan dengan metode secara langsung ini sebesar 1.24 m3/detik. Nilai debit andalan yang didapatkan ini hanya merepresentasikan di titik yang akan dibangun PLTMH saja. Debit andalan ini tidak dapat merepresentasikan debit di sepanjang sungai Cikaniki. Hal ini karena debit

Gambar 1 Kurva hubungan antara debit dan tinggi muka air

y = 3.7962x - 1.4155 R² = 0.9987

0 2 4 6 8 10 12

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5

Debit (m3/detik)

Tinggi muka air (m)

(25)

andalan dilakukan pengukuran langsung di lapangan dan berdasarkan keadaan sesungguhnya secara spesifik di titik tersebut. Berdasarkan analisis debit andalan, diketahui bahwa debit tersebut telah cukup untuk dibangun PLTMH. Hal ini karena debit minimum yang disyaratkan sebersar 0.05 m3/detik. Oleh karena itu dapat diketahui bahwa lokasi ini telah layak untuk dibangun PLTMH.

Analisis Kondisi Beda Head pada Lokasi PLTMH

Analisis kondisi beda head pada lokasi yang akan dibangun PLTMH merupakan analisis terhadap keadaan beda head yang sesuai di wilayah tersebut.

Pengamatan lokasi PLTMH yang sesuai dilakukan dengan pengamatan data sekunder berupa peta kontur. Peta kontur yang digunakan adalah peta kontur yang mempunyai beda elevasi sebesar 10 m. Peta kontur yang digunakan di dapat dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Bogor.

Pengamatan dengan peta kontur ini dilakukan dengan aplikasi ArcGIS 10.3. Pada aplikasi ini ditentukan setiap jaraknya pada interval kontur setiap 10 m. Analisis yang dilakukan agar dapat diketahui layak atau tidaknya lokasi tersebut untuk dibangun PLTMH berdasarkan kondisi beda head dan jaraknya. Pengamatan potensi beda head yang berada di lokasi, diamati dengan penelusuran kontur di sepanjang sungainya. Setelah dilakukan pengamatan, didapat beberapa lokasi yang mempunyai beda head yang sesuai seperti pada Gambar 2.

Sumber : BAPPEDA Kabupaten Bogor (2016)

Beberapa lokasi dengan head yang sesuai tersebut, ditentukan setiap jarak dari setiap beda head-nya. Setiap jarak dari masing-masing beda head mempunyai

Gambar 2 Lokasi yang mempunyai beda head yang potensial untuk PLTMH

(26)

nilai yang beragam. Semakin dekat jarak setiap intervalnya maka beda head akan semakin tinggi sehingga berpengaruh pada daya yang akan dihasilkan. Setelah masing-masing jarak pada setiap beda head ditentukan, jarak terhadap lokasi wisata pun ditentukan agar menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan lokasi yang tepat. Nilai beda head, jarak dari setiap beda head, serta jarak dari lokasi wisata yang akan dialiri listrik pada setiap titik tersaji pada Tabel 6 berikut.

Tabel 6 Lokasi yang potensial berdasarkan head dan jarak

Lokasi Bujur Timur Lintang Selatan Head (m)

Jarak (m)

Jarak dengan Lokasi (m) 1 106°30'50.23"E 6°40'18.87"S 10 52.204 154.485 2 106°30'47.63"E 6°40'24.33"S 10 44.252 82.594 3 106°30'43.72''E 6°40'27.74"S 10 65.897 157.313 4 106°30'42.84"E 6°40'33.78"S 10 20.580 288.210 5 106°30'42.12"E 6°40'34.36"S 10 18.673 307.892 6 106°30'37.47"E 6°40'37.34"S 10 21.988 465.413

Berdasarkan Tabel 6 di atas, diketahui bahwa lokasi yang akan dibangun PLTMH di Desa Malasari mempunyai potensi beda head yang memadai. Hal ini karena lokasi ini mempunyai jarak setiap interval yang dekat. Kemudian beberapa lokasi tersebut mempunyai jarak tersendiri setiap perbedaan head 10 m. Jarak tersebut dari 18 m hingga 65 m setiap beda head-nya. Kemudian masing-masing lokasi mempunyai jarak yang beragam dari area wisata yang akan dialiri listrik.

Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa lokasi tersebut sudah layak untuk dibangunnya PLTMH. Hal ini karena di Sungai Cikaniki, Desa Malasari ini mempunyai beberapa beda head yang potensial. Dilip Sigh (2009) mengklasifikasikan beda head minimum pada pembangkit listrik sebesar 2 m.

Sehingga beberapa data di atas dapat dijadikan acuan dan pertimbangan dalam menetukan lokasi yang benar-benar sesuai. Pada penentuan lokasi PLTMH akan dipilih satu titik berdasarkan enam lokasi yang mempunyai head yang potensial.

Pemilihan lokasi ini berdasarkan pertimbangan jarak terdekat pada setiap intervalnya sehingga didapat nilai beda head yang tinggi.

Analisis Kondisi Geologi pada Lokasi PLTMH

Analisis kondisi geologi perlu dilakukan agar dapat diketahui secara garis besar pada lokasi PLTMH tersebut. Analisis kondisi geologi diamati agar dapat diketahui apakah kondisi yang akan dibangun PLTMH rawan atau tidaknya terhadap gempa. Rawan atau tidaknya lokasi ini terhadap gempa dilakukan dengan mengamati ada tidaknya patahan di lokasi ini. Patahan pada kondisi geologi ini berpengaruh pada tingkat kerawanan terhadap gempa karena patahan berpengaruh besar terhadap adanya goncangan pada lempeng bumi. Bila lokasi ini jauh dari patahan lokasi ini layak dan PLTMH yang dibangun dapat berkepanjangan. Namun jika lokasi ini dekat dengan patahan maka lokasi ini rawan terhadap terjadinya gempa. Lokasi ini tidak layak untuk dibangun PLTMH jika lokasi tersebut dekat

(27)

dengan patahan. Peta geologi yang digunakan adalah peta geologi Kabupaten Bogor.

Peta geologi yang digunakan juga berdasarkan pengamatan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geological Research and Development Centre. Kondisi geologi yang diamati pada peta geologi di lokasi PLTMH yang tersebut tersaji pada Gambar 3 berikut.

Berdasarkan Gambar 3, area melintang yang diambil pada peta geologi menggunakan garis lurus dengan jarak 10 km. Area melintang ini ditentukan agar dapat diketahui potongan melintang di lokasi tersebut. Lokasi PLTMH pada bagian permukaan kondisi geologinya terdiri dari batu apung pasiran karena lokasi berada pada bagian hulu dan berada pada kaki Gunung Salak. Potongan melintang lokasi PLTMH tersebut berdasarkan kondisi geologinya tersaji pada Gambar 4.

Gambar 4 Potongan melintang peta geologi pada lokasi PLTMH Gambar 3 Area yang diamati pada peta geologi

(28)

Berdasarkan potongan melintang yang diambil dengan jarak 10 km di sekitar lokasi PLTMH, lokasi tersebut tidak terdapat patahan dan aman untuk dibangun PLTMH. Didapatkan bahwa pada kondisi geologinya, lokasi ini aman dari kemungkinan terjadinya gempa. Bila lokasi ini aman dari terjadinya gempa akibat jauh dari patahan, pengamatan stabilitas lereng tidak diperlukan. Namun untuk mengantisipasi adanya keruntuhan lereng akibat hujan yang berlebih sebaiknya penentuan lokasi PLTMH dilakukan di tempat yang kondisi tanahnya stabil.

Kemudian pada saat pembangunan komponen PLTMH sebaiknya disesuaikan dengan kondisi tanah di lapangan agar menghindari terjadinya longsor.

Lokasi PLTMH Gambaran lokasi secara umum

Lokasi potensial untuk pembangunan PLTMH terletak di Sungai Cikaniki Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor. Desa Malasari mempunyai luas wilayah sebesar 8 262.22 ha. Terdiri dari 4 dusun, 12 RW dan 49 RT. Batas wilayah Desa Malasari yaitu sebelah Utara berbatasan dengan Desa Cisarua dan Curug Bitung, sebelah Timur berbatasan dengan Desa Bantar Karet, sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Cipeuteuy Kecamatan Kabandungan Kabupaten Sukabumi dan Provinsi Banten, dan sebelah Barat berbatasan dengan Desa Kiarasari Kecamatan Sukajaya. Desa Malasari merupakan desa yang cukup jauh dari kota Bogor. Namun desa ini merupakan salah satu desa di Kecamatan Nanggung yang akan dikembangkan sebagai kawasan wisata, karena Desa Malasari mempunyai sumberdaya alam yang berlimpah seperti sungai dan pemandangan alam yang mempunyai estetika yang tinggi. Lokasi ini dapat dijadikan kawasan wisata yang dapat menarik banyak wisatawan jika dikembangkan dengan baik.

Pada kawasan wisata diperkirakan membutuhkan listrik sebesar 60 KW.

Turbin air berperan untuk mengubah energi air (energi potensial, tekanan dan energi kinetik) menjadi energi mekanik dalam bentuk putaran poros (Dirjen JLPE 2009). Turbin yang digunakan adalah turbin tipe turbo propeler dengan diameter 430 mm daya 60 KW. Efisiensi turbin tipe ini adalah 90%. Generator yang digunakan adalah generator sinkron 85 kVA 68 KW, 220/380V, 50 Hz, 1500 rpm.

Turbo propeler 430 mm merupakan jenis turbin yang telah ditentukan dan dipertimbangkan berdasarkan kebutuhan listrik dan efisiensi biayanya. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan pada perencanaan PLTMH dengan debit andalan sebesar 1.24 m3/detik dan tinggi jatuh maksimum hingga 19 m. Beda head ini dapat disesuaikan saat dilakukan pembangunan sesuai dengan kebutuhan head pada turbinnya.

Berdasarkan debit dan tinggi jatuh minimal yang dibutuhkan oleh turbin yang telah dipilih, lokasi tersebut telah disesuaikan dengan debit andalan yang ada dan tinggi terjun yang tersedia. Kemudian lokasi tersebut telah ditentukan berdasarkan uji kelayakan yang telah dilakukan sebelumnya. Pada enam lokasi yang telah diamati sebelumnya dipilih lokasi ke lima. Hal ini karena pada lokasi lima mempunyai jarak terdekat setiap intervalnya. Lokasi ini mempunyai beda head hingga 19 m yang jauh lebih besar dibandingkan dengan lokasi lain. Daya yang dihasilkan dapat jauh lebih besar. Lokasi PLTMH secara umum di Desa Malasari telah ditentukan dan terletak pada posisi 6°40'34.36" - 6°40'33.0159"LS dan

(29)

106°30'42.12" - 106°30'41.7368"BT dengan ketinggian rata-rata 961 hingga 980 m dari permukaan laut. Berdasarkan pertimbangan aksesibilitasnya untuk dapat mencapai lokasi perencanaan PLTMH dapat menggunakan kendaraan roda dua atau empat hingga mencapai lapangan di Desa Malasari dan kemudian dilanjutkan dengan berjalan kaki ke sungai tersebut. Jalan akses untuk mencapai lokasi tersebut mudah dijangkau dengan teknologi yang tidak mahal.

Pada kondisi sosial budaya pada masyarakat sekitar, lokasi yang akan didirikan PLTMH ini tidak melanggar ketentuan adat, hukum dan regulasi yang berlaku. Hal ini karena lokasi PLTMH tersebut dibangun untuk mempermudah masyarakat sekitar untuk mengelola kawasan wisata pada Desa Malasari. Pada kondisi debit sungai yang mengalir, lokasi ini mempunyai debit yang cukup dan sesuai dengan kebutuhan jenis turbin yang digunakan. Secara visual, lokasi terdapat potensi komponen sistem PLTMH karena kondisi ini mempunyai beda head yang potensial sehingga mendukung untuk pembuatan pipa pesat. Berdasarkan pertimbangan kondisi geologinya lokasi ini jauh dari patahan sehingga aman untuk dibangun PLTMH. Kondisi stabilitas tanah di lokasi tersebut mempunyai faktor kemanan yang layak sehingga kecil kemungkinan untuk terjadinya longsor dan tidak memerlukan teknologi yang mahal untuk mendirikan bangunan sipil. Kondisi stabilitas lereng di lokasi ini dinyatakan aman karena pada kondisi geologinya lokasi ini jauh dari patahan sehingga tidak perlu dilakukan uji stabilitas lereng.

Jarak dari kawasan yang akan dialiri listrik dan PLTMH nya sebesar 307 m.

Berdasarkan analisis potensi beda head yang dilakukan didapatkan beda head yang tersedia hingga 19 m kemudian jarak dari lokasi PLTMH ke kawasan wisata sebesar 307 m. Nilai faktor kehilangan air ditentukan berdasarkan panjang jarak lintasan yang dihitung dari titik awal air disadap (intake) sampai ke rumah pembangkit. Untuk panjang jarak lintasan kurang dari 500 m, nilai faktor kehilangan air adalah sebesar 25% (Septiani 2013). Nilai tinggi jatuh air efektif adalah sebesar 14.25 m. Nilai ini akan dimasukkan kedalam persamaan daya listrik bersama dengan debit andalan dan konstanta gravitasi sebesar 9.8 m2/detik. Daya maksimum yang akan didapatkan dari perencanaan ini hingga mencapai 156 KW.

Nilai daya yang dihasilkan berdasarkan perhitungan kapasitas produksi listrik dapat diamati mempunyai nilai yang besar. Daya yang dihasilkan jauh dari kebutuhan yang hanya sebesar 60 KW. Pada umumnya daya yang dihasilkan sangat besar karena kondisi beda head yang besar. Daya tersebut dapat disesuaikan sesuai kebutuhan saat perencanaan desain PLTMH. Listrik yang dihasilkan dari rumah turbin dapat ditransmisikan ke lokasi wisata dan digunakan sesuai dengan kebutuhan. Kemudian daya listrik yang dialirkan dari lokasi PLTMH ke kawasan wisata mempunyai tahanan jenis yang tidak besar hanya 2% dari daya keseluruhan.

Daya yang dihasilkan jauh lebih besar dari kebutuhan, sehingga adanya tahanan jenis tidak mengurangi daya listrik yang dibutuhkan untuk kawasan wisata. Daya yang dihasilkan dapat dipergunakan sesuai kebutuhan, dan seoptimal mungkin sehingga diperoleh manfaat yang optimum. Lokasi PLTMH secara garis besar tersaji pada Gambar 5.

(30)

Lokasi komponen PLTMH

Pada lokasi PLTMH secara garis besar, lokasi setiap komponennya juga perlu ditentukan. Hal ini karena masing-masing komponen PLTMH mempunyai karakteristik tersendiri dan lebih baik ditempatkan sesuai pada lokasi yang seharusnya. Berdasarkan pertimbangan, setiap lokasi komponen PLTMH tersaji pada Tabel 7.

Tabel 7 Lokasi dan Jarak dari sungai setiap komponen PLTMH

No Komponen Lintang Selatan Bujur timur Elevasi (m) 1 bendung dan

intake 6°40'34.24"S 106°30'41.53"E 981 2 saluran pembawa 6°40'34.22"S 106°30'41.58"E 979.5 3 bak penenang 6°40'33.80"S 106°30'41.79"E 979 4 pipa pesat 6°40'33.68"S 106°30'41.76"E 979 5 rumah turbin 6°40'33.07"S 106°30'41.63"E 960

Lokasi setiap komponen di atas telah berdasarkan pertimbangan masing- masing karakteristik komponennya. Masing-masing pertimbangan penentuan lokasi setiap komponen PLTMH berdasarkan Pedoman Studi Kelayakan Sipil Kementrian ESDM (Dirjen LPE 2009). Dalam penentuan lokasi potensi pembangkit energi mikro hidro perlu dipertimbangkan perletakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen bangunan sipil seperti bendung, bangunan pengambil, saluran pembawa, bak penenang, pipa pesat, dan rumah pembangkit.

Berikut adalah lokasi setiap komponen PLTMH berdasarkan kriteria pemilihan lokasi untuk beberapa komponen bangunan sipil PLTMH:

Gambar 5 Lokasi PLTMH secara umum yang telah ditentukan

(31)

1. Bendung (weir) dan intake

Konstruksi bendung (weir) bertujuan untuk menaikan dan mengontrol tinggi air sungai secara signifikan sehingga elevasi muka air cukup untuk dialihkan ke dalam intake (Abdul et al 2014). Lokasi bendung dan intake terletak pada koordinat 6°40'34.24"LS dan 106°30'41.53"BT dengan elevasi 981 pada tubuh bendung.

Lokasi bendung dan intake telah dipilih di sungai yang terjamin ketersediaan airnya, alirannya stabil, terhindar banjir dan pengikisan akibat aliran sungai. Pemilihan lokasi PLTMH juga telah mempertimbangkan perbedaan ketinggian air jatuh (head) dan lokasi berada di lereng atau bukit yang curam. Lokasi bendung yang telah ditentukan dibangun di bagian sempit dari alur sungai. Lebar sungai yang telah ditentukan lokasinya sebesar 7.6 m. Lokasi bangunan pengambilan intake ditentukan pada sisi luar dari lengkungan sungai. Hal ini dilakukan untuk memperkecil pengendapan sedimen di dalam saluran pembawa.

2. Saluran pembawa

Saluran pembawa berada pada 6°40'34.22"LS dan 106°30'41.58"BT dengan ketinggian rata-rata 979.5 m dari permukaan laut. Rute atau trase saluran air yang melalui tebing yang curam telah ditentukan dan telah memperhatikan gradien kemiringan dan tingkat potensi longsor. Kemudian lokasi telah mempertimbangkan kestabilan tanahnya dan lereng tersebut aman dan terhindar dari terjadinya erosi.

Panjang saluran pembawa yang direncanakan sebesar 7.6 m. Hal ini telah ditentukan berdasarkan pengamatan sebelumnya dan dipilih seefisiensi mungkin.

3. Bak penenang dan fasilitas pendukung

Lokasi bak penenang untuk pembangkit listrik skala kecil berada pada 6°40'33.80"LS dan 106°30'41.79"BT dengan elevasi 979 m dari permukaan laut.

Lokasi ini berada punggung yang lebih tinggi. Lokasi yang dipilih untuk bak penenang bagian tanahnya relatif stabil dan berdasarkan pengamatan langsung lokasi ini jauh dari batuan sehingga dalam pembangunannya lebih mudah.

Mesksipun ditempatkan pada punggung, lokasi bak penenang telah dipilih tempat yang relatif datar.

4. Pipa pesat

Pipa pesat adalah sebagai saluran tertutup (pipa) aliran air yang menuju turbin.

Lokasi pipa pesat ditempatkan di rumah pembangkit karena saluran ini yang akan menghubungkan ke turbin. Pipa pesat ini diletakkan di lokasi 6°40'33.68"LS dan 106°30'41.76"BTdengan elevasi 979 m. Lokasi ini direncanakan pada daerah yang mempunyai beda head yang tinggi dengan beda head hingga 19 meter.

5. Rumah pembangkit

Lokasi rumah pembangkit ini berada di atas struktur tanah yang sangat stabil, tidak di lereng yang curam dan umumnya di pinggir badan sungai yang relatif rendah dan datar untuk mempermudah aliran buangan di tail race dengan koordinat 6°40'33.07"LS dan 106°30'41.63"BT pada elevasi 960 m dari permukaan laut.

Kemudian lokasi rumah pembangkit memiliki akses jalan yang cukup untuk transportasi peralatan elektrikal dan mekanikal yang akan dipasang dan atau terjadwal untuk perawatan. Lokasi ditentukan di tempat yang relatif rata dan luas.

(32)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan:

1. Debit andalan di lokasi yang akan dibangun PLTMH sebesar 1.24 m3/detik.

2. Lokasi ini mempunyai 6 nilai beda head yang memadai untuk pembangunan PLTMH pada setiap interval 10 meter dengan jarak yang dekat.

3. Berdasarkan kondisi geologinya lokasi ini jauh dari patahan sehingga layak untuk dibangunnya PLTMH.

4. PLTMH dapat dibangun pada koordinat 6°40'34.36" - 6°40'33.01"LS dan 106°30'42.12" - 106°30'41.73"BT dengan ketinggian rata-rata 961 m hingga 980 m dari permukaan laut.

Saran

Saran yang disusun untuk perbaikan penelitian yang akan datang di antaranya sebagai berkut:

1. Pembangunan PLTMH ini perlu bantuan segenap dinas dan instansi terkait guna mempermudah penduduk Desa Malasari untuk merealisasikan pembangunan PLTMH.

2. Untuk peneliti selanjutnya perlu dilakukan pengukuran secara batimetri mengenai beda head pada dasar sungai sehingga dapat diketahui nilai hidraulik gradiennya.

(33)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul R, Binilang A, Halim F. 2014. Analisis potensi Sungai Atep Oki serta desain dasar bangunan sipil untuk pembangkit listrik tenaga air. Jurnal Sipil Statik.

2(5):225-232.

Amien ER. 2016. Analisis pola sebaran curah hujan di Daerah Aliran Sungai Cisadane [Tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor

Badan Litbang ESDM.2012.m=Mikrohidro[online].

http://www.litbang.esdm.go.id/index.php/pilotplanproject/ketenagalistrikan- dan ebtke/79-mikrohidro [29 Maret 2015]

Basuki, Winarsih I, Adhyani NL. 2009. Analisis Periode Ulang Hujan Maksimum dengan Berbagai Metode. J Agromet 23(2):76-92.

Chow VT, Maidment, Mays LW.1988. Aplied Hydrology.New York, St Louis.

McGraw-Hill Book Company

Comita LS, Engelbrecht BMJ. 2009. Seasonal and spatial variation in water availability drive habitat associations in a tropical forest. Journal of Ecology.

90(10): 2755-2765.

Damastuti A. 1997. Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro. Artikel Wacana Teknologi: hal. 11-12.

[Dinas PSDA] Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air.2010. Analisis Debit Ketersediaan Air Sungai di Jawa Barat. Balai Data dan Informasi Sumber Daya Air. http://www.psda.jabarprov.go.id/data/menu/Debit%20Andalan_

publikasi%0web.pdf.[5 Januari 2016].

[Dirjen LPE] Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi Departemen Energi dan Sumber daya Mineral. 2009. Buku 2B Pedoman Studi Kelayakan Sipil.

Jakarta(ID). Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral.

Girsang F. 2008. Analisis curah hujan untuk pendugaan debit puncak dengan metode rasional pada DAS Belawan Kabupaten Deli Serdang [Skripsi].

Medan [ID] : Universitas Sumatera Utara.

Jimmy. 2006. Visualisasi peta kontur dalam sudut pandang tiga dimensi. J Informatika 7(2): 77-84

Kodotie JR, Syarief. 2005. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu. Yogyakarta [ID] : Andi Offset

Loebis J. 1992. Banjir Rencana untuk Bangunan Air. Jakarta (ID) : Departemen Pekerjaan Umum

Ludiana, Bunganaen W, Sir T. 2015. Evaluasi kenerja jaringan irigasi bendungan tilong Kecamatan Kupang Tengah Kabupaten Kupang.J T Sipil.4(1): 17-28 Mudjonarko SW. 2009. Aplikasi metode nakayasu guna prediksi debit dan

pencegahan bencana banjir di Kali Batan Purwosari Kediri. Neutron 9(1):20-31.

Noor D. 2012. Pengantar Geologi. Bogor (ID). Pakuan University Press

Norhadi A,Marzuki A, Wicaksono L, Yacob AR.2015. Studi debit aliran pada Sungai Antasan Kelurahansungai Andai Banjarmasin Utara.J P Tek.7(1) : 7- 14

Rompas PTD. 2011. Analisis pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH) pada daerah aliran Sungai Ongkak Mongondow di Desa Muntoi Kabupaten Bolaang Mongondow. J Pen Saitek. 16(2) : 160-171

(34)

Rostianingsih S, Gunadi K, Handoyo I. 2004. Pemodelan peta topografi ke objek tiga dimensi. J Informatika. 6(1): 14-21

Said S, Dalimi R, Purnomo A, Abduh S, Tumiran, Atmawinata A, Bachtiar A, Keraf A, Soeryadi D.2014. Outlook Energi Indonesia 2014. Jakarta (ID). Dewan Energi Nasional RI

Septiani R. 2013. Desain kapasitas produksi listrik berdasarkan debit andalan berkelanjutan di daerah aliran Sungai Cidanau [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Sinaga BJ. 2009. Perancangan turbin air untuk sistem pembangkit listrik tenaga mikro hidro (Studi kasus Desa Way Gison Kecamatan Sekincau Kabupaten Lampung Barat. J. Sainsdan Inovasi 1(5): 64-75

Singh D. 2009. Micro hydro power: resource assessment handbook [Internet].

[diacu 2016 Apr 3]. Tersedia pada recap.apctt.org/Docs/MicroHydro.pdf.

Singh PV. 1992. Elementary Hydrology. New Jersey (US) : Prentice-Hall Englewood Cliffs

Sosrodarsono S, Takaeda. 1993. Hidrologi untuk Pengairan. Jakarta (ID) : Pradnya Paramita.

Subekti R A. 2010. Survei potensi pembangkit listrik tenaga mikro hidro di Kuta Malaka Kabupaten Aceh Besar. JMEPVT 1(1): 5-12

Sukamta S, Kusmantoro A. 2013. Perencanaan pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH) Jantur Tabalas Kalimantan Timur. J tek elekro 5(2): 58-63 Suroso.2006.Analisis intensitas durasi frekuensi kejadian hujan di Kabupaten

Cilacap, Jawa Tengah. J EMAS 16(2)

(35)
(36)

25 Lampiran 1. Peta kawasan perencanaan PLTMH

Lampiran 1 Peta kawasan perencanaan PLTMH

Sumber : Google earth

(37)

Selesai Informasi Kebutuhan

Listrik

Analisis Debit Andalan Qand > 0.05 m3/detik

Analisis Kondisi Beda Head

H > 8.5m

Analisis Kondisi Geologi Lokasi harus jauh dari

patahan

Penentuan Jenis Turbin

Penentuan Lokasi terbaik

Penantuan lokasi setiap komponen PLTMH

Skema PLTMH di lokasi yang telah ditentukan

Mulai

Lampiran 2 Bagan Alir Penelitian

(38)

27 Lampiran 3 Perkiraan nilai presentase lahan terbuka

No. Penggunaan Lahan Luas (km2) % Nilai tutupan lahan Nilai m

1 Hutan lahan kering primer 7.28 0.48 0 0

2 Hutan lahan kering sekunder 168.88 11.14 0 0

3 Hutan tanaman 89.87 5.93 0.5 0.00296

4 Semak/belukar 17.86 1.18 0.3 0.00353

5 Lapangan udara 15.19 1.00 0.5 0.00501

6 Pemukiman 232.03 15.31 0.5 0.07653

7 Perkebunan 27.70 1.83 0.2 0.00365

Pertanian lahan kering 417.97 27.57 0.5 0.13787

9 Pertanian lahan kering campur 240.64 15.88 0.5 0.00739

39 Sawah 254.41 16.78 0.4 0.06713

11 Tanah terbuka 0.98 0.06 0.3 0.00019

12 Tubuh air 9.64 0.64

13 Tambak 33.32 2.20

Total 1515.77 100 0.37628

Nilai Tutupan Lahan 37.6287

(39)

Lampiran 4 Potongan melintang sungai ditinjau dari mercu bendung

Potongan melintang sungai

(40)

29 Lampiran 5 Beberapa titik yang mempunyai beda head yang potensial

(41)

Lampiran 6 Peta geologi Kabupaten Bogor

(42)

31 Lampiran 7 Lokasi potensial PLTMH

(43)

Lampiran 8 Skema Lokasi PLTMH

(44)

33 Lampiran 9 Potongan Memanjang PLTMH

(45)

Lampiran 10 Skema Lokasi PLTMH dalam 3 Dimensi

(46)

35 Lampiran 10 Lanjutan

(47)

Gambar

Tabel 5 Hasil pengukuran debit langsung di lapangan  Tinggi Muka  Air (m)  Kecepatan (m/detik)  Debit (m3 /detik)  0.78  0.482  1.147  0.81  0.722  1.718  0.92  0.842  2.004  1.18  1.340  3.189  1.24  1.502  3.575
Tabel 6 Lokasi yang potensial berdasarkan head dan jarak
Gambar 4 Potongan melintang peta geologi pada lokasi PLTMH Gambar 3 Area yang diamati pada peta geologi
Gambar 5 Lokasi PLTMH secara umum yang telah ditentukan

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Pusat Litbang Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi dengan Pusat Litbang Sumber Daya

dari peta sosial masyarakatnya (social mapping), Kelurahan Sekeloa dimana lokasi kerja BMT berada memiliki banyak potensi yang dapat menunjang seperti: adanya fasilitas

Dibandingkan dengan proses pengecoran lain seperti pengecoran mati atau pengecoran pasir, ini bisa menjadi proses yang mahal, namun komponen yang dapat diproduksi menggunakan

Seluruh hasil penelitian tentang “Pengaruh Musik terhadap Kenyamanan Membaca Di Perpustakan Institut Seni Indonesia Yogyakarta“ dijabarkan melalui pembahasan yang ditandai

(Fhitung = 0,11 < Ftabel = 4,13). Dengan demikian pembuktian sub-hipotesis ketiga tidak dilanjutkan. Dari penemuan dalam penelitian ini dapat disimpulkan, bahwa

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk dan jenis informasi yang dibutuhkan wisatawan dan perilaku pencarian informasi wisatawan di Tourist Information

PT Henan Putihrai Sekuritas tidak akan bertanggung jawab atas setiap kehilangan dan/atau kerusakan yang disebabkan oleh virus yang ditransmisikan oleh laporan ini atau

Dalam Pasal 9 UUPA, secara jelas menyebutkan bahwa hanya Warga Negara Indonesia saja yang boleh mempunyai hubungan yang sepenuhnya.. dengan bumi, air dan ruang