• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Analisis Pengukuran pH

Menurut Balyak (2014), pH merupakan paramater kritis dalam pengujian umur simpan pada produk minuman mengandung susu. Pada penelitian ini dilakukan pengukuran pH produk minuman mengandung susu berperisa strawberry yang diproduksi oleh PT Danone Indonesia. Hasil pengukuran pH untuk produk dengan formula SB dapat dilihat pada tabel 1 dan tabel 2. Untuk formula FS dilampirkan pada lampiran 2.

Tabel 1. Rata-rata data pH formula SB penyimpanan normal pada suhu 30 oC

Variant Formula Proses Kemasan Temp (oC) Waktu (minggu) pH

SC SB UHT B 170 ml 30 0 6.70 SC SB UHT B 170 ml 30 4 6.62 SC SB UHT B 170 ml 30 8 6.64 SC SB UHT B 170 ml 30 12 6.61 SC SB UHT B 170 ml 30 16 6.58 SC SB UHT B 170 ml 30 20 6.54 SC SB UHT B 170 ml 30 24 6.51

Tabel 2. Rata-rata data pH formula SB penyimpanan akselerasi pada suhu 35 oC, 40 oC, dan 45 oC

Variant Formula Proses Kemasan Temp

(oC) Waktu (minggu) pH

SC SB UHT B 170 ml 35 0 6.69 SC SB UHT B 170 ml 35 1 6.63 SC SB UHT B 170 ml 35 2 6.61 SC SB UHT B 170 ml 35 3 6.60 SC SB UHT B 170 ml 35 4 6.62 SC SB UHT B 170 ml 35 5 6.57 SC SB UHT B 170 ml 35 6 6.55 SC SB UHT B 170 ml 40 0 6.69 SC SB UHT B 170 ml 40 1 6.63 SC SB UHT B 170 ml 40 2 6.57 SC SB UHT B 170 ml 40 3 6.55 SC SB UHT B 170 ml 40 4 6.55 SC SB UHT B 170 ml 40 5 6.51 SC SB UHT B 170 ml 40 6 6.50 SC SB UHT B 170 ml 45 0 6.69 SC SB UHT B 170 ml 45 1 6.59 SC SB UHT B 170 ml 45 2 6.53 SC SB UHT B 170 ml 45 3 6.50

10

SC SB UHT B 170 ml 45 4 6.49

SC SB UHT B 170 ml 45 5 6.44

SC SB UHT B 170 ml 45 6 6.41

Berdasarkan hasil pengukuran pH pada tabel 1 dan tabel 2 didapatkan bahwa terjadi penurunan nilai pH dari minggu ke 0 hingga minggu ke 6. Semakin tinggi suhu penyimpanan yang digunakan trend penurunan pH semakin tinggi karena suhu yang lebih tinggi membuat reaksi kerusakan secara kimia yang terjadi lebih cepat.

Hasil pengukuran pada tabel 1 dan 2 kemudian digunakan sebagai input data software JMP Statistical Discovery Versi 11. Setelah dilakukan pengolahan data menggunakan software tersebut didapatkan tiga model yakni ekponensial 2P, ekponensial 3P, dan Linear. Model eksponensial 2P merupakan model yang paling representatif selama pengujian umur simpan. Output JMP model ekponensial 2P ditampilkan pada tabel 3.

Tabel 3. Data hasil output JMP

Temp (⁰C) Temp (K) 1/T (K⁻¹) Exponential 2P

Qo k AICc BIC SSE R2

30 303 0.0033 6.7024 -0.0012 -139.7452 -136.0833 0.0228 0.8423 35 308 0.0032 6.6303 -0.0007 -180.5174 -174.9029 0.1163 0.2325 40 313 0.0032 6.6616 -0.0045 -204.2515 -198.6369 0.0761 0.7233 45 318 0.0031 6.6507 -0.0066 -205.1595 -199.5450 0.0749 0.8474

Dari hasil output JMP dibuat tabulasi untuk plot data Arrhenius dengan menggunakan data 1/T dan k yang kemudian diubah dalam bentuk Ln k. Hasil tabulasi tersebut ditampilkan pada tabel 4.

Tabel 4. Data k JMP Eksponensial 2P

Temperature (⁰C) Temperature (K) 1/T (K⁻¹) K ln k JMP 2P 30 303 0.0033 -0.0012 -6.7288 35 308 0.00324 -0.0007 -7.3339 40 313 0.003195 -0.0045 -5.3946 45 318 0.003145 -0.0066 -5.0181

Berdasarkan data tabel 4 dapat dibuat plot grafik Arrhenius dengan menggunakan 1/T sebagai sumbu x dan Ln k sebagai sumbu y. Plot grafik dapat dilihat pada gambar 3.

11 y = -22762x + 66.818 R² = 0.8744 -8.0000 -7.0000 -6.0000 -5.0000 -4.0000 -3.0000 -2.0000 -1.0000 0.0000 0.00312 0.00314 0.00316 0.00318 0.0032 0.00322 0.00324 0.00326 ln k 1/T

Gambar 3 Persamaan Arrhenius Eksponensial 2P

Berdasarkan Gambar 3 didapat regresi linier persamaan Arrhenius eksponensial 2P dengan persamaan sebagai berikut:

Dengan mensubtitusi nilai T pada persamaan di atas didapat nilai k Arrhenius untuk masing-masing suhu yang ditampilkan pada tabel 5.

Tabel 5. Data k Arrhenius Temp (⁰C) Temp (K) ln k k Arr 30 303 -8.3041 0.0002 35 308 -7.0846 0.0008 40 313 -5.9040 0.0027 45 318 -4.7606 0.0086

Nilai k Arrhenius yang didapat kemudian disubtitusikan kembali ke persamaan JMP sehingga menjadi Qt Arrhenius. Qt Arrhenius digunakan sebagai pembanding terhadap hasil Qt JMP untuk melihat apakah terdapat perbedaan di antara keduanya. Qt JMP merupakan nilai pH hasil modeling yang di dapat dari persamaan Qt JMP = Qo exp k*t menggunakan k hasil output JMP. Sedangkan Qt Arrhenius merupakan nilai pH hasil modeling yang di dapat dari persamaan Qt Arrhenius = Qo exp k Arr * t. Tabulasi prediksi data pH menggunakan persamaan Qt JMP dan Qt Arrhenius dari minggu ke-0 sampai minggu ke-24 pada suhu penyimpanan normal dapat dilihat pada tabel 6.

12

Tabel 6. Tabulasi prediksi data pH persamaan Qt JMP dan Qt Arrhenius pada suhu 30oC T Profile Product Week 2P E% 2P Qt vs Qt Arr Qt JMP Qt Arr 30 Tiger SC SB UHT B 170ml 0 6.7024 6.7024 0.0000 1 6.6944 6.7007 0.0009 2 6.6864 6.6991 0.0019 3 6.6784 6.6974 0.0028 4 6.6704 6.6957 0.0038 5 6.6624 6.6941 0.0048 6 6.6545 6.6924 0.0057 7 6.6465 6.6908 0.0067 8 6.6386 6.6891 0.0076 9 6.6306 6.6875 0.0086 10 6.6227 6.6858 0.0095 11 6.6148 6.6842 0.0105 12 6.6069 6.6825 0.0114 13 6.5990 6.6808 0.0124 14 6.5911 6.6792 0.0134 15 6.5832 6.6775 0.0143 16 6.5753 6.6759 0.0153 17 6.5675 6.6742 0.0163 18 6.5596 6.6726 0.0172 19 6.5518 6.6709 0.0182 20 6.5440 6.6693 0.0192 21 6.5361 6.6676 0.0201 22 6.5283 6.6660 0.0211 23 6.5205 6.6643 0.0221 24 6.5127 6.6627 0.0230 sum 0.2868 E% 1.15

Berdasarkan tabulasi data pada tabel 6, dapat dilihat bahwa nilai prediksi pH hasil persamaan Qt JMP dan Qt Arrhenius memiliki nilai yang tidak berbeda jauh. Hal ini dapat dilihat pada nilai E% yaitu sebesar 1.15%. Metode yang sama dilakukan pada model Linear dan eksponensial 3P baik untuk model pH maupun sensori.

Penentuan Model Umur Simpan Produk Minuman Mengandung Susu

Penenetuan model model umur simpan untuk produk minuman mengandung susu menggunakan hasil pengolahan data analisis pH dan sensori yang telah dilakukan. Terdapat 3 model yang dihasilkan yaitu Model Linear, Ekponensial 2P,

13 0 20 40 60 80 100

AICc BIC SSE JMP SSE Arr R-Square E%

2p 3p -0.007 -0.006 -0.005 -0.004 -0.003 -0.002 -0.001 0 0 20 40 60 k Suhu 95 ml FS 170 ml FS

dan Ekponensial 3P. Dari ketiga model tersebut dilakukan pemilihan model yang paling representatif selama pengujian umur simpan. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya model eksponensial 2P merupakan model yang paling representatif, dibuktikan atas pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

1. Variabel JMP

Terdapat beberapa variabel JMP yang dapat dijadikan indikator baik atau tidaknya suatu data yaitu AICc, BIC, SSE , E% dan R-Square. Semakin kecil nilai AICc, BIC, SSE, dan E% data yang dihasilkan semakin baik. Sedangkan untuk nilai R-Square, semakin besar nilainya semakin baik. Presentasi dari keenam variabel JMP ditampilkan pada gambar 4:

Gambar 4 Variable penentuan analisis model JMP Tiger SC

Berdasarkan gambar 4 secara umum dapat dilihat bahwa presentasi model 2P dan 3P untuk keenam variable JMP tersebut adalah seimbang. Oleh karena itu, dilakukan uji lanjutan untuk melihat korelasi antara k dan suhu (T).

2. Korelasi hubungan k dan T

Untuk melihat trend dari konstanta penurunan mutu terhadap suhu penyimpanan ekponensial 2P dan ekponensial 3P dapat dilihat pada gambar 5 dan gambar 6.

14 -1 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0 0 20 40 60 k Suhu 95 ml FS 170 ml FS 6.2 6.3 6.4 6.5 6.6 6.7 6.8 0 10 20 30 pH Waktu (minggu) data Qt JMP Qt Arr -400000000.0000 -300000000.0000 -200000000.0000 -100000000.0000 0.0000 100000000.0000 -10 0 10 20 30 pH Qt JMP Qt Arr data

Gambar 6 Grafik hubungan antara k dan suhu Eksponensial 3P

Berdasarkan gambar 5 dan gambar 6, dapat dilihat bahwa eksponensial 2P lebih rasional dibandingkan ekposensial 3P yang fluktuatif. Menurut teori Arrhenius, pengaruh suhu terhadap konstanta laju reaksi kimia (k) dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu, laju reaksi umumnya semakin cepat atau konstanta laju reaksi (k) semakin meningkat penurunannya. Hal ini dapat terlihat pada grafik ekponensial 2P.

3. Hubungan Qt JMP, Qt Arrhenius, dan Data Original.

Model ekponensial 2P dan 3P yang sudah terbentuk masing-masing memiliki data plot data Qt JMP dan Qt Arrhenius dari minggu ke-0 sampai minggu ke-24. Plot data Qt JMP dan Qt Arrhenius dibandingkan dengan data sebelum dilakukan penglolahan data (data original) untuk melihat sebaran antara model dengan data original. Sebaran data tersebut dapat dilihat pada gambar 7 dan gambar 8.

Gambar 7 Grafik hubungan antara pH dan waktu Ekponensial 2P

Gambar 8 Grafik hubungan antara pH dan waktu Eksponensial 3P

15 Berdasarkan gambar 7 dan 8, grafik hubungan antara pH dan waktu menunjukkan model yang paling mendekati data original yaitu model eksponensial 2P. Sehingga model ekspoenesial 2P merupakan model yang paling representatif selama pengujian umur simpan. Setelah dilakukan pemilihan model umur simpan dilakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi selama umur simpan dengan menggunakan aplikasi statistik SPSS. Selama pengujian umur simpan ini terdapat faktor perubahan kemasan, perubahan suhu UHT dan perubahan formula. Setiap parameter uji dilakukan analisis SPSS untuk melihat faktor apa saja yang berpengaruh terhadap parameter pH dan atribut-atribut sensori. Hasil uji SPSS ditunjukkan pada tabel 7.

Tabel 7. Hasil uji SPSS: Faktor yang berpengaruh terhadap parameter uji

Berdasarkan tabel 7, terlihat bahwa hasil pengujian SPSS menunjukkan parameter pH berpengaruh pada semua faktor yaitu faktor perubahan kemasan, perubahan suhu UHT, dan perubahan formula. Sedangkan untuk parameter sensori untuk atribut Aroma asing berpengaruh pada faktor perubahan kemasan. Sedangkan atribut Kualitas keseluruhan, Intensitas keseluruhan, dan Intensitas flavor berpengaruh pada faktor perubahan formula. Atribut Rasa susu memiliki pengaruh pada semua faktor yakni perubahan kemasan, suhu proses UHT, dan formula.

Penerapan Model Terhadap Perubahan Kemasan

Faktor perubahan kemasan dengan headspace yang berbeda memberikan pengaruh pada kualitas produk selama umur simpan berdasarkan parameter kritis yang telah ditentukan yaitu parameter pH. Adanya pengaruh tersebut, dibuat modeling umur simpan terhadap perubahan kemasan seperti pada tabel 8.

Tabel 8. Hasil modeling pH produk berdasarkan faktor kemasan

Pack Profil Produk T(0C) Model k0 Ea E%

95 ml

Strawberry FS

UHT B 95ml 30 Qt=6.7096613*exp(-0.000872*t) 6.56E+08 16176.3900 0.61

170ml

Strawberry FS

UHT B 170ml 30 Qt=6.6842335*exp(-0.000959*t) 1032526 11964.0480 1.70

Berdasarkan tabel 8, dihasilan model umur simpan parameter pH untuk perbedaan kemasan dengan masing-masing energi aktivasi. Energi aktivasi (Ea) merupakan energi minimal untuk terjadinya suatu reaksi. Reaksi kimia yang melibatkan komponen pangan dapat terjadi bila energi minimal untuk terjadinya

Parameter Faktor yang Berpengaruh

pH pH Semua faktor

Atribut Sensori

Kualitas keseluruhan Formula Intensitas keseluruhan Formula

Kemanisan Formula

Rasa susu Semua faktor

Aroma asing Kemasan

16

reaksi atau Ea tercapai (Kusnandar 2010). Dari hasil tabel 9 terlihat bahwa pada Pack 95ml memiliki Ea sebesar 16176,1900 dengan E% 0,62. Nilai Ea pada 95ml lebih besar dibandingkan nilai Ea pada pack 170 ml yaitu 11964,0480 dengan E% 1,70. Hal ini menunjukkan reaksi kimia yang terjadi pada pack 170ml lebih cepat terjadi dibandingkan pack 95ml. Reaksi-reaksi kimia yang terjadi seperti reaksi oksidasi dan hidrolisis lebih cepat bereaksi pada Ea yang lebih kecil (Kochhar 1996). Hasil dari reaksi tersebut akan mempengaruhi umur simpan produk.

Pada tabel 8 terdapat dua jenis kemasan yang ditampilkan yaitu kemasan 95 ml dan 170 ml. Setiap kemasan memiliki volume headspace yang berbeda yaitu pada kemasan 95 ml memiliki volume headspace 14 cm3 dan kemasan 170 ml memiliki volum headspace 19 cm3. Volume headspace yang mengandung oksigen berpengaruh terhadap penurunan pH selama umur simpan. Keberadaaan oksigen yang berperan memicu reaksi oksidasi lemak dan suhu penyimpanan yang tinggi dapat menginisiasi reaksi autooksidasi (Kusnandar 2010). Oksidasi lemak adalah salah satu reaksi kimia yang menyebabkan kerusakan lemak terutama lemak yang mengandung asam lemak tidak jenuh.

Reaksi oksidasi lemak melibatkan ikatan rangkap yang dipicu oleh adanya oksigen, radiasi cahaya, dan ion metal. Apabila lemak tidak jenuh teroksidasi oksigen dan dipicu oleh adanya panas, maka ikatan rangkap akan terputus dan oksigen menjadi bagian dari molekul. Pada mulanya, atom karbon yang terdapat pada ikatan jenuhnya akan membentuk senyawa radikal bebas dengan membebaskan atom hidrogen. Radikal bebas yang reaktif ini mengikat oksigen untuk membentuk radikal peroksida yang masih bersifat reaktif. Radikal peroksida yang reaktif ini segera mengambil atom hidrogen yang terikat pada karbon yang memiliki ikatan rangkap dari asam lemak lainnya dan membentuk radikal bebas baru. Pengikatan hidrogen oleh peroksida akan membentuk hidroperoksida, sedangkan radikal bebas yang baru akan mengulang reaksi yang serupa sebelumnya. Mekanisme berkelanjutan inilah yang dinamakan autooksidasi (Kusnandar 2010).

Degradasi dari hidroperoksida dapat membentuk senyawa aldehid yang bersifat volatil dan berkontribusi pada pembentukan bau tengik. Senyawa aldehid ini dapat dioksidasi dengan adanya metal atau enzim peroksidase menjadi asam karboksilat (Fessenden 2001). Bentuk asam karboksilat inilah yang berperan dalam penurunan pH selama umur simpan. Selain reaksi oksidasi, reaksi kimia yang berperan dalam penurunan pH yaitu reaksi hidrolisis. Reaksi hidrolisis adalah reaksi pelepasan asam lemak bebas dari gliserin dalam struktur molekul lemak. Reaksi hidrolisis dapat dipicu dengan adanya pemanasan yang menyebabkan pelepasan asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas tersebut bersifat asam dan dapat menurunkan pH produk selama umur simpan. Pembentukkan bau tengik ini menunjukkan lemak sudah mengalami kerusakan yang disebut ketengikan hidrolitik. Berdasarkan data volume headspace kedua kemasan, dimana volume headspace kemasan 170 ml lebih tinggi dibandingkan kemasan 95 ml, hal ini mengindikasikan bahwa penurunan pH lebih cepat terjadi pada kemasan 170 ml.

Selain pH, faktor perubahan kemasan mempengaruhi penilaian karakter sensori selama umur simpan. Berdasarkan hasil uji SPSS terlihat bahwa faktor yang berpengaruh terhadap perubahan kemasan yaitu atribut sensori Aroma asing dan Rasa susu. Atribut Aroma asing merupakan uji sensori untuk mendeteksi keberadaan aroma asing atau menyimpang pada sampel produk. Aroma asing dapat dihasilkan dari hasil reaksi oksidasi dan hidrolisis lemak yang menyebabkan aroma

17 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 A rom a A si n g waktu (minggu) Room Temp (30C) Accelerated 35C Accelerated 40C Accelerated 45C

tengik. Pada atribut Aroma asing tidak dapat dilakukan modeling dengan JMP dimana input data pada uji Aroma asing ini tidak diperoleh persamaan model karena data yang dikumpulkan tidak menunjukkan peningkatan intensitas Aroma asing selama umur simpan. Maka dibentuk grafik hubungan antara nilai sensori atribut Aroma asing terhadap waktu pada salah satu profil produk untuk melihat gambaran kenaikkan nilai Aroma asing dari waktu ke waktu yang tercantum pada gambar 9.

Gambar 9 Grafik hubungan Aroma asing terhadap waktu

Berdasarkan gambar 9 terlihat bahwa semakin tinggi suhu penyimpanan semakin tinggi Aroma asing yang terdeteksi. Hal ini mungkin terjadi karena suhu yang lebih tinggi membuat reaksi kerusakan secara kimia yang terjadi dalam produk terjadi lebih cepat. Menurut Widjajanti (2005), secara umum kecepatan reaksi kimia yang terjadi akan mengalami kenaikan ketika suhunya dinaikkan. Perlakuan suhu akan mempengaruhi konstanta kecepatan reaksi dan energi kinetik molekul. Ketika suhu dinaikkan, jumlah molekul yang memiliki energi kinetik yang besar lebih banyak sehingga membuat partikel yang terlibat dalam reaksi bergerak lebih cepat. Dengan adanya suhu penyimpanan yang tinggi, kerusakan pangan akibat reaksi oksidasi dan hidrolisis semakin cepat terbentuk seperti pada Gambar 8 terlihat bahwa semakin tinggi suhu penyimpanan, semakin tinggi off note yang terdeteksi. Dilihat secara skala nilai sensori, nilai sensori atribut Aroma asing yang terdeteksi pada produk ini hingga minggu ke-24 kecil yaitu 1,4 (dari skala 0 – 7). Hal ini menunjukkan atribut off note tidak memberikan kontribusi yang besar dalam kerusakan produk.

Selain Aroma asing, parameter sensori Rasa susu juga berpengaruh terhadap faktor perubahan kemasan. Berikut adalah model parameter sensori atribut Rasa susu terhadap faktor perubahan kemasan ditampilkan pada tabel 9. Tabel 9. Hasil modeling Atribut Rasa susu berdasarkan faktor kemasan

Pack Profile Product Temp

(0C) Model k0 Ea E% 95ml Tiger Strwb FS UHT B 95ml 30 Qt=5.1200181*exp(-0.010187*t) 703.7140 5798.3510 32.74 170ml Tiger Strwb FS UHT B 170ml 30 Qt=5.2023618*exp(-0.010588*t) 84794.5194 8943.1547 19.81 180ml Tiger Strwb FS UHT B 180ml 30 Qt=5.5601889*exp(-0.031383*t) 1469887 10704.9664 4.60

18 0 1 2 3 4 5 6 6.45 6.5 6.55 6.6 6.65 6.7 6.75 R a sa susu pH Tiger SC FS UHT B 95ml Tiger SC FS UHT B 170ml Berdasarkan tabel 9, energi aktivasi pada pack 95 ml sebesar 5798,3510 dengan E% sebesar 32,74. Sedangkan Ea pada pack 170 ml yaitu sebesar 8943,1547 dengan E% sebesar 19,81% dan Ea pada pack 180 ml yaitu sebesar 10704,9664 dengan E% sebesar 4,60%. Data tersebut menunjukkan bahwa semakin besar volume headspace semakin besar energi aktivasi.

Dari hasil modeling pH dan sensori yang didapat berdasarkan faktor pack, masing-masing profil produk yang saling sesuai dikorelasikan antara model pH dan model sensori. Korelasi antara pH dan sensori dapat dilihat pada gambar 10.

Gambar 10 Hubungan korelasi antara nilai pH dengan atribut Rasa susu Grafik hubungan korelasi antara nilai pH dan sensori untuk atribut Rasa susu pada gambar 10 menunjukkan bahwa modeling yang terbentuk menghasilkan slope positif artinya semakin tinggi nilai pH semakin baik pula penilaian sensori yang dihasilkan. Selama pengujian umur simpan, penurunan mutu terjadi pada parameter pH dan sensori. Menurut Saleh (2004), batas aman parameter potensial ion hydrogen (pH) pada produk minuman berbahan dasar susu segar terletak antara 6,5 – 6,7. Standar pH yang aman ditentukan PT. Danone Indonesia untuk produk ini pada pH 6,5 sedangkan untuk parameter sensori pada batas penerimaan skala sensori 4 (netral). Berikut tabulasi data untuk batasan umur simpan 24 minggu yang menjadi standar umur simpan untuk produk ini ditampilkan pada tabel 10.

Tabel 10. Karakteristik pH dan sensori minggu ke-24 atribut Rasa susu faktor kemasan

Berdasarkan tabel 10 terlihat bahwa pada minggu ke-24 nilai pH pada pack 95ml lebih baik dibandingkan pada pack 170ml karena energi aktivasi pada pack 170ml lebih kecil dibandingkan pack 95ml. Reaksi kimia lebih cepat terjadi pada energi aktivasi yang lebih kecil. Asam dari hasil reaksi oksidasi dan hidrolisis lebih banyak karena volume headspace kemasan 170ml lebih besar dari pada pack 95ml yang dapat memicu terjadinya reaksi oksidasi. Sebaliknya hasil uji sensori pada minggu ke-24 menunjukkan pada pack 95ml lebih rendah dibandingkan pack 170 ml hal ini terjadi karena energi aktivasi pada pack 95mllebih kecil. Dengan adanya

Profile Product pH Sensori Minggu Ke-

Tiger SC FS UHT B 95ml 6.57 4.0095 24 Tiger SC FS UHT B 170ml 6.53 4.0349 24

19 bau tengik tersebut dapat mengurangi penilaian sifat fisik susu yang berpengaruh pada Rasa susu sehingga nilai sensori semakin menurun dan batas umur simpan pun dapat ditentukan.

Penerapan Model Terhadap Perubahan Suhu Proses UHT

Proses UHT merupakan proses sterilisasi menggunakan suhu ultra tinggi yang dapat mempengaruhi mutu produk selama umur simpan. Berdasarkan data yang dikumpulkan terdapat dua suhu UHT yang berbeda yang pernah dilakukan oleh PT. Danone Indonesia, yaitu suhu A dan suhu B, dimana suhu UHT B > suhu UHT A. Perbedaaan suhu ini memberikan pengaruh pada kecepatan laju reaksi kimia selama proses UHT berlangsung sehingga dapat mempengaruhi kualitas produk berdasarkan parameter pH, maka dibuat modeling umur simpan produk dengan faktor perubahan suhu UHT seperti ditampilkan pada tabel 11.

Tabel 11. Hasil modeling pH berdasarkan faktor suhu proses UHT

Process Profile Product T(0C) Model k0 Ea E%

UHT B Strawberry FS

UHT B 95ml 30 Qt=6.7096613*exp(-0.000872*t) 6.56E+08 16176.3900 0.62 UHT B Strawberry FS

UHT B 170ml 30 Qt=6.6842335*exp(-0.000959*t) 1032526 11964.0480 1.70

Berdasarkan tabel 11 terlihat bahwa energi aktivasi pada pack 95ml memiliki Ea sebesar 16176,1900 dengan E% 0,62. Nilai Ea pada 95ml lebih besar dibandingkan nilai Ea pada pack 170 ml yaitu 11964,0480 dengan E% 1,70. Sedangkan untuk data UHT A tidak dapat dilakukan modeling karena ketidaklengkapan data .

Pada proses UHT terjadi degradasi laktosa oleh panas menjadi asam organik yang dapat menurunkan pH produk. Laktosa (gula susu) merupakan suatu disakarida alamiah yang dijumpai hanya pada binatang menyusui. Susu sapi dan susu manusia (ASI) mengandung kira-kira 5% laktosa (Fessnden 2001). Laktosa terdiri dari dua monosakarida yang berlainan yaitu D-glukosa dan D-galaktosa. Pada suhu tinggi pada proses UHT gula laktosa dapat mengalami proses isomerasi menjadi senyawa lactulose (Kusnandar 2010). Lactulose yang mengandung gula fruktosa terdegradasi menjadi galaktosa dan acidic product. Selanjutnya galactose mengalami degradasi menjadi asam laktat (Berg 1993). Asam inilah yang dapat menurunkan pH produk selama umur simpan. Selain asam laktat, asam format juga dapat terbentuk selama umur simpan. Pada kondisi suhu tinggi lactulose dapat membentuk senyawa enediol. Jika 1,2-enediol terpisah dengan ikatan rangkap maka akan terbentuk formaldehyde yang akan membentuk asam format (Berg 1993).

Atribut Rasa susu merupakan atribut yang berpengaruh pada faktor process UHT. Modeling atribut Rasa susu berdasarkan perubahan suhu proses UHT ditampilkan pada tabel 12.

20

Tabel 12. Hasil modeling atribut Rasa susu berdasarkan faktor suhu proses UHT

Process Profil Product Temp

(0C) Model Ko Ea E%

UHT A Tiger Strwb OR

UHT A 180ml 30 Qt=4.175369*exp(-0.00685*t) 6.11944E+29 44603.7367 7.19

UHT B Tiger Strwb OR

UHT B 180ml 30 Qt=4.551119*exp(-0.00670*t) - - -

Berdasarkan tabel 12 terlihat bahwa hanya formula OR yang melakukan perubahan suhu UHT yaitu pada suhu UHT A dan suhu UHT B. Modeling sensori atribut milkiness pada UHT A memiliki Ea sebesar 44603,7367 dengan E% sebesar 7.19%. Sedangkan untuk UHT B tidak dapat ditemukan data Ea karena data UHT B terdapat ketidaklengkapan data suhu sehingga tidak dapat dilakukan pengolahan data Arrhenius. Pada faktor proses terlihat tidak dapat dibentuk korelasi antara nilai pH dan atribut sensori karena ketidaksesuaian profil produk antar modeling. Pada kasus ini hanya dapat melihat karakteristik sensori sampai pada batas standar yang diberikan sehingga dapat diketahui umur simpan produk. Karateristik sensori atribut Rasa susu faktor perubahan suhu proses UHT pada minggu ke-24 ditampilkan pada tabel 13.

Tabel 13. Karakteristik sensori minggu ke-24 atribut Rasa susu faktor suhu proses UHT

Profil Produk Sensori Minggu Ke-

Tiger Strwb OR UHT A 180ml 3.9022 24

Tiger Strwb OR UHT B 180ml 3.8750 24

Berdasarkan tabel 13 pada minggu ke-24 UHT A memiliki nilai sensori lebih baik dibandingkan UHT B. Hal ini menunjukkan semakin tinggi suhu UHT penilaian sensori akan semakin kecil karena konstanta laju reaksi kimia dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu yang digunakan laju reaksi kimia akan semakin cepat. Suhu yang tinggi pada proses UHT dan kondisi alkali susu membuat terjadinya degradasi laktosa dan terjadinya reaksi isomerisasi yang berlangsung lebih cepat. Hasil reaksi ini membentuk asam laktat dan asam format yang dapat menurunkan pH produk. Penurunan pH dapat memberikan pengaruh pada penilaian sensori. Pada suhu UHT B, terlihat nilai sensori yang lebih kecil dibandingkan nilai sensori UHT A dimana suhu UHT A < UHT B. Suhu UHT B yang tinggi ini membuat degradasi laktosa (gula susu) lebih banyak pada suhu B sehingga penilaian atribut Rasa susu UHT B lebih kecil dibandingkan UHT A.

Penerapan Model Terhadap Perubahan Formula

Perubahan formula dalam satu produk merupakan hal yang lazim dilakukan suatu produsen dalam pengembangan produk. Perubahan formula ini dilakukan dengan alasan beberapa faktor seperti memperbaiki mutu menjadi lebih baik, shortage raw material tertentu sehingga mencari alternatif raw material lain,

Dokumen terkait