• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian Pendahuluan

Apek memiliki kaitan erat dengan kemunculan beberapa komponen kimia pada biskuit selama waktu penyimpanan. Kemunculannya dapat diindikasi sebagai hasil kerusakan lemak karena proses oksidasi maupun hidrolisis yang menghasilkan senyawa kimia volatil pada suhu penyimpanan yang mendukung. Reaksi oksidasi dan hidrolisis lemak dapat membentuk asam lemak bebas sebelum lebih lanjut membentuk senyawa sederhana seperti aldehid, keton, dan alkohol yang menghasilkan bau aneh seperti apek jika ada bersama senyawa hasil reaksi Maillard karena penyimpanan seperti pirazin, thiazole, dan thiol.

Untuk mendapatkan parameter terbaik yang dapat mewakili keberadaaan apek pada produk biskuit, beberapa parameter termasuk aktivitas air (Aw), bilangan peroksida (PV), bilangan asam dan kadar asam lemak bebas (FFA), bilangan thiobarbituric acid (TBA), kadar air, dan total kapang/khamir dianalisis menggunakan sampel baru dan sampel yang telah kadaluarsa untuk melihat apakah nilainya berbeda di antara keduanya. Tiap analisis dilakukan sebanyak dua kali ulangan (duplo). Hasil analisis untuk masing-masing parameter ditampilkan pada Tabel 1.

8

Tabel 1. Beberapa pertimbangan parameter yang dapat digunakan dalam studi ASLT

Parameter

Umur Sampel

Baru Pertengahan Kadaluarsa

Aktivitas air (Aw) 0,374 0,392 0,382

Bilangan peroksida (PV) 0,3077 0,3179 0,3073

Bilangan asam 0,49 0,50 1,18

Kadar asam lemak bebas (FFA) 0,25 0,25 0,59

Bilangan thiobarbituric acid (TBA) 0,66 0,86 0,85

Kadar air 2,22 4,22 5,37

Total kapang/khamir 1 0 0

Berdasarkan data di atas, nilai aktivitas air dan total kapang khamir jelas sekali tidak dapat digunakan sebagai parameter ASLT karena tidak memiliki nilai yang berbeda jauh antara sampel baru dan sampel yang telah kadaluarsa. Menurut Kusnandar (2010), aktivitas air (Aw) untuk produk biskuit nilainya berada di antara 0,30 hingga 0,50 sehingga tidak dapat mendukung tumbuhnya mikroba dalam jumlah yang signifikan. Kadar air juga tidak digunakan karena tidak memiliki hubungan langsung dengan kemunculan bau apek.

Parameter kimia seperti bilangan peroksida (PV), bilangan thiobarbituric

acid (TBA), serta bilangan asam dan kadar asam lemak bebas (FFA) sangat

dipertimbangkan untuk dijadikan parameter dalam studi ASLT namun pada akhirnya bilangan asam dan kadar asam lemak bebas yang dipilih karena lebih memberikan hasil yang berbeda antara sampel baru dan sampel kadaluarsa. Selain itu, mengacu pada Hariyadi et al.(2012), bilangan peroksida tidak dapat digunakan sebagai parameter karena memiliki profil grafik perubahan berbentuk lonceng dimana akan memberi nilai yang identik untuk produk baru dan produk yang telah kadaluarsa sehingga akan memberi hasil yang tidak konsisten. Di sisi lain menurut Syarief (1993), analisis bilangan thiobarbituric acid (TBA) memiliki kekurangan dimana produk telah rusak secara sensori namun besar nilai thiobarbituric acid

(TBA) masih sangat rendah.

Untuk mendapatkan kondisi optimum penyimpanan dalam pelaksanaan studi umur simpan menggunakan metode ASLT-Arrhenius, kelembaban relatif (RH) harus sama untuk semua perlakuan suhu. Pengaturan RH pada inkubator ditetapkan mengikuti RH aktual di gudang. Pengukuran suhu dan RH di gudang dilakukan selama empat hari pada dua titik berbeda. Rata-rata hasil pengukuran suhu dan RH di gudang ditampilkan pada Tabel 2.

Berdasarkan hasil pada tabel 2, pengaturan RH untuk inkubator diputuskan sebesar 65 % dengan mempertimbangkan kenaikan RH yang terjadi pada malam hari sehingga kondisi penyimpanan untuk ASLT adalah 65 % kelembaban relatif dengan tiga perlakuan suhu 30 OC, 37 OC, dan 45 OC.

9 Tabel 2. Rata-rata suhu dan RH di gudang.

Tanggal/waktu T (OC) RH (%) 13 Feb/siang hari 30,0±0,0 58,5±0,7 18 Feb/siang hari 29±1,4 59±2,8 19 Feb/pagi hari 29,2±0,0 61,5±0,7 3 Mar/pagi hari 29±1,4 59±1,4

Hasil yang ditampilkan adalah nilai rata-rata. Metode Accelerated Shelf Life Testing (ASLT)-Arrhenius Perubahan Kualitas Biskuit Selama Penyimpanan

Penurunan kualitas pada produk biskuit dapat terjadi selama proses produksi maupun penyimpanan. Penurunan kualitas mencakup penurunan kualitas tekstur, berkurangnya flavor asli, dan munculnya flavor aneh. Pada studi sebelumnya, komplain dari konsumen produk biskuit terhadap bau apek sebagai flavor yang tidak diinginkan mengindikasi bahwa apek merupakan atribut negatif yang menjadi titik penolakan atau rejection point. Beberapa parameter yang memiliki hubungan dengan keberadaan apek diamati selama studi ASLT untuk melihat apakah parameter-parameter tersebut berubah seiring waktu.

Bilangan Asam

Bilangan asam menunjukkan asam lemak bebas yang terkandung dalam lemak akibat reaksi hidrolisis. Bilangan asam didefinisikan sebagai jumlah miligram NaOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam lemak bebas dalam 1 gram lemak (Andarwulan et al. 2011). Asam lemak dapat berasal dari pemecahan trigliserida baik secara kimia maupun enzimatis, dimana keberadaan air menjadi sangat penting. Ketika dibebaskan, asam lemak bertanggung jawab atas berbagai bau aneh yang muncul pada lemak. Hal tersebut membuat lemak memiliki flavor yang tidak enak sehingga mempersingkat umur simpannya (Kilcast dan Subramaniam 2000).

Seperti yang telah disebutkan, keberadaan asam lemak bebas dapat digunakan sebagai indikator bahwa lemak mengalami kerusakan yang utamanya disebabkan karena asam lemak bebas memproduksi flavor yang kurang disukai. Perubahan nilai bilangan asam dimana masing-masing pengukuran dilakukan sebanyak dua kali ulangan (duplo) selama waktu penyimpanan ditampilkan pada Lampiran 3 sedangkan grafik yang menunjukkan perubahan bilangan asam selama penyimpanan ditampilkan pada Gambar 2. Perlakuan suhu yang berbeda memberikan hasil yang bervariasi.

Pada suhu 30 OC, nilai bilangan asam mencapai 3,33 setelah penyimpanan selama 390 hari. Pada suhu 37OC bilangan asam mengalami kenaikan dari 0,82 pada hari pertama menjadi 2,26 pada hari ke-88. Hal ini menunjukkan bahwa nilai bilangan asam belum mencapai batas penolakan yang sebelumnya telah ditetapkan sebesar 2,85. Pada perlakuan suhu 45OC bilangan asam telah mencapai 3,07 setelah 88 hari.

10

Gambar 2. Grafik perubahan bilangan asam selama waktu penyimpanan Berdasarkan data dapat disimpulkan bahwa pengaruh perlakuan suhu membuat nilai bilangan asam mengalami kenaikan tetapi dengan besaran atau kecepatan yang berbeda. Semakin tinggi suhu, maka kenaikan bilangan asam juga semakin besar. Hal ini mungkin terjadi karena suhu yang lebih tinggi membuat reaksi kerusakan secara kimia yang terjadi dalam produk biskuit terjadi lebih cepat.

Secara umum, kecepatan reaksi kimia yang terjadi akan mengalami kenaikan ketika suhunya dinaikkan. Perlakuan suhu akan mempengaruhi konstanta kecepatan reaksi dan energi kinetik molekul. Ketika suhu dinaikan, jumlah molekul yang memiliki energi kinetik yang besar lebih banyak sehingga membuat partikel yang terlibat dalam reaksi bergerak lebih cepat (Widjajanti 2005). Lebih jauh, reaksi hidrolisis dapat dipercepat dengan bantuan perlakuan suhu tinggi sebagai katalis.

Kadar Asam Lemak Bebas

Kadar asam lemak bebas (FFA) merupakan indikator seberapa banyak asam lemak bebas yang ada pada lemak atau minyak karena reaksi hidrolisis. Mengacu pada (Andarwulan et al. 2011), kadar asam lemak bebas pada sampel didefinisikan sebagai jumlah miligram NaOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam lemak bebas dalam satu gram sampel lemak atau minyak. Seperti yang telah disebutkan, kadar asam lemak bebas, bersama bilangan asam, menjadi parameter utama ASLT terkait dengan kerusakan lemak yang terjadi selama waktu penyimpanan. Perubahan kadar asam lemak bebas dimana masing-masing pengukuran dilakukan sebanyak dua kali ulangan (duplo) pada suhu akselerasi ditampilkan pada Lampiran 4 sedangkan grafik yang menunjukkan perubahan kadar asam lemak bebas selama penyimpanan ditampilkan pada Gambar 3.

Selama 12 minggu penyimpanan, kadar asam lemak bebas pada tiap perlakuan suhu mengalami kenaikan. Selaras dengan nilai bilangan asam, semakin tinggi suhu penyimpanan maka perubahan nilai kadar asam lemak bebas semakin besar. Kadar asam lemak mencapai 2,00 % setelah penyimpanan selama 300 hari ketika suhunya diatur 30 OC.

11

Gambar 3. Grafik perubahan kadar asam lemak bebas selama waktu penyimpanan

Perubahan kadar asam lemak bebas baik untuk perlakuan suhu 37 OC dan 45 OC tidak terlalu berbeda hingga hari ke- 47. Setelah itu, kadar asam lemak bebas pada perlakuan suhu 45OC terus mengalami kenaikan hingga mencapai 2,16 % pada hari ke-88 sementara perlakuan suhu 37 OC masih memberi kadar asam lemak bebas pada kisaran 1,50 %.

Kadar Air

Meskipun kadar air tidak mewakili keberadaan bau apek secara langsung, parameter ini tetap diukur untuk melihat perubahannya terkait dengan kerenyahan produk biskuit. Perubahan nilai kadar air biskuit dimana tiap pengukuran dilakukan sebanyak dua kali ulangan (duplo) ditampilkan pada Lampiran 5 sedangkan grafik yang menunjukkan perubahan kadar air selama penyimpanan ditampilkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Grafik perubahan kadar air selama waktu penyimpanan

Standar Nasional Indonesia untuk produk biskuit mensyaratkan kadar air maksimum sebesar 5 % (SNI 01-2973-1992). Berdasarkan data pada Lampiran 5, kadar air untuk tiap perlakuan suhu mengalami kenaikan. Semakin tinggi suhu semakin tinggi nilai kadar air karena suhu tinggi membuat kemasan semakin permeabel (Ismarini 2010). Keberadaan air, terutama air bebas, juga menjadi katalis reaksi kimia seperti reaksi hidrolisis lemak dan reaksi Maillard. Kedua

12

reaksi ini diindikasikan menghasilkan komponen kimia yang bertanggung jawab akan munculnya apek pada produk biskuit.

Hasil Evaluasi Sensori

Evaluasi sensori untuk sampel biskuit mencakup beberapa atribut yakni kerenyahan, flavor keseluruhan, flavor spesifik, bau aneh, dan rasa aneh. Untuk setiap atribut skor ditetapkan sebesar 1 menunjukkan kualitas terbaik hingga 5 yang menunjukkan kualitas terburuk. Hasil evaluasi sensori untuk kelima atribut ditampilkan pada Lampiran 6 sedangkan grafik perubahan skor untuk setiap atribut sensori selama waktu penyimpanan ditampilkan pada Gambar 5.

13

Gambar 5. Grafik perubahan skor kelima atribut sensori selama waktu penyimpanan

Kerenyahan dideskripsikan sebagai tenaga yang dibutuhkan untuk menghancurkan dan menggiling makanan selama kurun waktu yang telah ditentukan (Moskowitz et al. 1974). Kerenyahan memiliki korelasi negatif dengan kadar air dimana skor kerenyahan akan menurun ketika kadar air naik. Hal ini terjadi karena air melunakkan matriks pati atau protein dalam bahan pangan. Batas skor penolakan kerenyahan ditetapkan sebesar 3. Berdasarkan data evaluasi sensori, penolakan biskuit berdasarkan atribut kerenyahan terjadi pada hari ke-390 untuk perlakuan suhu 30 OC. Untuk perlakuan 37 OC data menunjukkan tidak terjadi penolakan hingga hari ke-88, berbeda dengan perlakuan suhu 45 OC dimana titik penolakan telah dicapai pada hari ke -81. Pada awal-awal pengamatan terhadap atribut kerenyahan, didapatkan bahwa tekstur bagian dalam biskuit lebih keras dibandingkan dengan bagian luarnya. Setelah melewati proses pemanggangan, kadar air tidak terdistribusi dengan sempurna dimana lebih terkonsentrasi pada bagian tengah biskuit. Selama waktu penyimpanan, air bermigrasi dari bagian tengah biskuit ke bagian yang lebih kering di bagian luar untuk mencapai titik kesetimbangan (Dunn dan Bailey 2008). Setelah melewati beberapa hari penyimpanan, jumlah kadar air terakumulasi pada bagian permukaan dan terus terjadi pada minggu-minggu setelahnya sehingga bagian luar terasa lebih lunak.

Flavor keseluruhan dideskripsikan sebagai rasa yang mewakili karakteristik yang unik untuk tipe biskuit tertentu. Skor sensori untuk flavor keseluruhan cenderung mengalami kenaikan yang menunjukkan penurunan

14

intensitas disebabkan oleh adanya pembentukan komponen volatil lain, terutama bau aneh dan rasa aneh yang dapat menutupi flavor asli produk biskuit.

Flavor spesifik merupakan rasa tertentu yang ditambahkan pada produk biskuit misalnya untuk penelitian ini sampel biskuit memiliki flavor spesifik coklat. Sama seperti flavor keseluruhan, intensitas flavor spesifik mengalami penurunan karena pembentukan komponen volatil lain yang memberi bau aneh dan rasa aneh yang menutupi flavor coklat setelah melewati waktu penyimpanan.

Bau aneh digunakan sebagai parameter dalam penentuan umur simpan. Bau aneh ditemukan pada biskuit dan intensitasnya meningkat dalam 12 minggu pengamatan. Kemunculan bau aneh lebih cepat dideteksi pada perlakuan suhu yang lebih tinggi. Untuk perlakuan suhu tertinggi, 45 OC, bau aneh pertama kali dideteksi pada hari ke-47 dan melewati titik penolakan pada hari ke-88. Bau aneh terbentuk karena adanya kerusakan pada lemak. Kerusakan yang terjadi mencakup kerusakan hidrolitik dan kerusakan oksidatif yang menghasilkan komponen baru dengan aroma yang tidak enak. Selain itu, bau tidak enak yang terbentuk juga berasal dari reaksi Maillard. Reaksi pencoklatan Maillard dapat menghasilkan komponen-komponen seperti furfural, furan, pirol, dan pirazin (Rahmazania 2013). Reaksi Maillard terjadi pada produk pangan yang mengandung gula pereduksi (gula aldosa) dan senyawa amina seperti asam amin, protein, atau komponen lainnya (Kusnandar 2010).

Rasa aneh juga menjadi parameter penentuan umur simpan. Ketika bau aneh dikorelasikan dengan aroma yang diterima sistem olfaktori, rasa aneh lebih kepada sensasi yang dirasakan indera perasa atau lidah. Sama seperti bau aneh, rasa aneh juga ditemukan pada biskuit dan intensitasnya meningkat selama 12 minggu pengamatan. Rekapitulasi hasil penilaian masing-masing panelis untuk tiap atribut sensori dilampirkan pada Lampiran 7.

Korelasi Antara Kerenyahan dan Kadar Air

Kenaikan kadar air pada biskuit setelah waktu penyimpanan tertentu juga terdeteksi pada penurunan skor kerenyahan. Skor kerenyahan merepresentasi kerusakan tekstur pada produk biskuit. Korelasi antara kadar air dan kerenyahan didapatkan dengan membuat regresi linear antara kedua parameter tersebut. Nilai R2 dari regresi linear menggambarkan tinggi rendahnya korelasi di antara kedua atribut ini. Korelasi dikatakan tinggi bila nilai R2 mencapai 0,800 atau lebih. Nilai R2 antara kadar air dan kerenyahan ditampilkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai R2 dari regresi linear antara skor kerenyahan dan kadar air pada tiga tingkat suhu

Suhu R2

30 OC 0,524 37OC 0,418 45OC 0,453

Berdasarkan data tersebut di atas, nilai R2untuk tiap perlakuan suhu berada di bawah 0,800 sehingga memiliki korelasi yang rendah. Hal ini terjadi karena perubahan kadar air terlalu kecil untuk dideteksi. Pada minggu-minggu awal evaluasi, panelis belum dapat mendeteksi perubahan kerenyahan karena masih

15 terlalu kecil. Perubahan baru dapat dideteksi pada minggu ke-7. Grafik yang menunjukkan korelasi antara kadar air dan kerenyahan dilampirkan pada Lampiran 8.

Korelasi Antara Bilangan Asam/ Kadar Asam Lemak Bebas dengan Bau aneh/Rasa Aneh

Parameter yang digunakan untuk mewakili keberadaan bau apek adalah bilangan asam, kadar asam lemak bebas, bau aneh, dan rasa aneh. Bilangan asam/kadar asam lemak bebas merupakan parameter dari sisi kinetik sedangkan bau aneh dan rasa aneh merupakan parameter dari sisi non-kinetik. Untuk mengetahui apakah parameter kinetik benar-benar mewakili perubahan parameter non-kinetik atau sensori, korelasi antara keduanya dibuat dengan memplot perubahan yang terjadi pada grafik linear. Korelasi tinggi didapat ketika nilai R2 mencapai lebih dari sama dengan 0,800. Nilai R2 yang didapatkan dari regresi linear antara bilangan asam-bau aneh, kadar asam lemak bebas-bau aneh, bilangan asam-rasa aneh, dan kadar asam lemak bebas-rasa aneh ditampilkan pada Tabel 4.

Berdasarkan data pada Tabel 4, nilai R2 pada tiap perlakuan suhu berada di bawah 0,800 yang berarti korelasi antar parameter tergolong rendah namun bila dibandingkan, perlakuan suhu 45 OC memberikan data dengan korelasi yang lebih tinggi untuk tiap parameter dibandingkan dengan dua perlakuan suhu lainnya.

Tabel 4. Nilai R2dari regresi linear antara bilangan asam/kadar asam lemak bebas dan bau aneh/rasa aneh pada tiga tingkat suhu

Suhu R2 Bilangan Asam-Bau Aneh FFA-Bau Aneh Bilangan Asam-Rasa Aneh FFA-Rasa Aneh 30 OC 0,551 0,575 0,636 0,653 37 OC 0,154 0,165 0,469 0,485 45 OC 0,718 0,767 0,674 0,614

Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan suhu yang lebih tinggi menghasilkan korelasi yang lebih tinggi. Di sisi lain, pada temperatur yang lebih rendah, evaluasi sensori tidak dapat mendeteksi perubahan yang terjadi pada parameter kinetik. Hal ini mungkin karena panelis memiliki ambang batas (threshold) tertentu untuk dapat mendeteksi perubahan kimia. Hal ini yang menyebabkan nilai korelasi yang dihasilkan menjadi kecil. Grafik hubungan antara bilangan asam/ kadar asam lemak bebas dengan bau aneh/rasa aneh dilampirkan pada Lampiran 9.

Umur Simpan Biskuit

Mengacu pada Syarief (1993), kerusakan pada bahan pangan umumnya mengikuti reaksi kimia orde 0 atau orde 1. Keempat parameter yang digunakan untuk memprediksi umur simpan adalah bilangan asam, kadar asam lemak bebas, bau aneh, dan rasa aneh. Metode Arrhenius untuk menentukan umur simpan membutuhkan data awal yang disebut sebagai kualitas awal (Qo) dimana produk

16

hingga mencapai titik penolakan atau limit kualitas (Qt). Unit kualitas (Qu) merupakan selisih antara kualitas awal (Qo) dan limit kualitas (Qt). Limit kualitas, kualitas awal, dan unit kualitas untuk tiap parameter umur simpan baik untuk reaksi orde 0 maupun orde 1 dilampirkan pada Lampiran 2. Pada kebanyakan produk, penurunan kualitas setelah waktu tertentu mengikuti persamaan berikut: dQ/dt = kQn

Dimana Q adalah kualitas, t merupakan waktu, k adalah konstanta penurunan kualitas, dan n merupakan orde reaksi kimia. Orde reaksi menunjukkan apakah kecepatan perubahan dalam hal kerusakan yang terjadi bergantung pada keberadaan kualitas Q. Jika kondisi lingkungan dibuat konstan, n juga menentukan bentuk dari kurva kerusakan (Fu dan Labuza 1993). Untuk reaksi orde 0, kualitas bahan pangan setelah waktu tertentu mengikuti persamaan

Qt=Q0-Kt

Qt adalah kualitas pangan pada akhir umur simpan dan Qo adalah kualitas awal produk pangan. Korelasi antara waktu penyimpanan sebagai absis dan kenaikan intensitas parameter-parameter keberadaan bau apek sebagai ordinat ditampilkan pada Gambar 6. 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 0 100 200 300 400 500 30 C 37 C 45 C

Waktu penyimpanan (hari) Bilangan asam (mg NAOH/g) 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 0 100 200 300 400 500 30 C 37 c 45 C

Waktu penyimpanan (hari) FFA (%)

17

Gambar 6. Perubahan parameter-parameter apek mengikuti reaksi kimia orde 0 ( ) 30OC, ( ) 37 OC, ( ) 45OC.

Regresi linear antara waktu penyimpanan dan perubahan parameter-parameter apek dibuat untuk mendapatkan nilai k. Persamaan linear untuk tiap perlakuan suhu penyimpanan tiap parameter:

Bilangan Asam Suhu 30 OC: y= 0,006x + 0,881 R² = 0,978 Suhu 37 OC: y = 0,021x + 0,791 R² = 0,879 Suhu 45 OC: y = 0,028x + 0,681 R² = 0,933 Kadar Asam Lemak Bebas Suhu 30 OC: y = 0,004x + 0,609 R² = 0,982 Suhu 37 OC: y = 0,015x + 0,536 R² = 0,874 Suhu 45 OC: y = 0,020x + 0,435 R² = 0,949 Bau Aneh Suhu 30 OC: y = -0,004x + 5,533 R² = 0,639 Suhu 37 OC: y = -0,007x + 5,084 R² = 0,294 Suhu 45 OC: y = -0,021x + 5,423y R² = 0,808 Rasa Aneh Suhu 30 OC: y = -0,005x + 5,564 R² = 0,713 Suhu 37 OC: y = -0,014x + 5,308 R² = 0,606 Suhu 45 OC: y = -0,019x + 5,285 R² = 0,698

Nilai k untuk tiap parameter didapatkan dari slope atau kemiringan dari regresi linear. Semakin tinggi nilai k menunjukkan kecepatan penurunan kualitas

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 0 100 200 300 400 500 S k or ba u a ne h

Waktu penyimpanan (hari)

30 OC 37 OC 45 OC 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 0 100 200 300 400 500 S k o r ra sa a n e h

Waktu penyimpanan (hari)

18

biskuit yang semakin cepat. Hal ini dapat dilihat dari kurva yang semakin curam ketika nilai perubahan parameter diproyeksikan pada grafik regresi linear. Berdasarkan data persamaan linear di atas, semakin tinggi perlakuan suhu penyimpanan menghasilkan nilai k yang lebih besar yang artinya penurunan kualitas terjadi lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi. Tren kenaikan nilai konstanta penurunan kualitas atau nilai k akan memberi nilai R2 yang cukup besar pada persamaan Arrhenius.

Nilai k yang telah didapat kemudian dikonversi menjadi bentuk ln k Arrhenius. Setelah itu, grafik regresi linear antara ln k Arrhenius pada ordinat dan 1/T pada absis dibuat. Grafik yang menggambarkan regresi linear antara Ln k Arrhenius dan 1/T untuk tiap parameter apek mengikuti reaksi orde 0 ditampilkan pada Gambar 7.

Gambar 7. Grafik Plot Arrhenius antara Ln k Arrhenius dan 1/T untuk keempat parameter apek mengikuti reaksi orde 0.

Regresi linear antara Ln KT dan 1/T memberikan persamaan linear berikut Bilangan asam y = -9363,815x + 26,037 R² = 0,884 Kadar asam lemak bebas y = -9366,949x + 25,714 R² = 0,886

Bau aneh y = -9678,144x + 26,838 R² = 0,728

Rasa aneh y = -8298,081x + 22,143 R² = 0,999

Persamaan di atas mengikuti persamaan Arrhenius Ln k= Ln ko-Ea/RT, sebuah turunan dari persamaan awalnya, k = ko(Ea/RT). Nilai k dari persamaan Arrhenius didapatkan dengan mengurangi nilai Ln ko dengan –Ea/RT kemudian hasilnya diubah ke bentuk anti-ln. Nilai T berbeda-beda tergantung pada suhu penyimpanan yang ingin diterapkan. Setelah itu, umur simpan ditentukan dengan membagi nilai unit kualitas (Qu) dengan nilai K. Nilai R2 yang tinggi (> 0,800) menunjukkan bahwa suhu secara kuat mempengaruhi perubahan pada parameter-parameter apek. Prediksi umur simpan produk biskuit yang diuji mengikuti reaksi orde 0 ditampilkan pada Tabel 5 sementara perhitungan lengkap umur simpan dilampirkan pada Lampiran 10.

-6 -5 -4 -3 -2 -1 0 0,0031 0,00315 0,0032 0,00325 0,0033 0,00335

bilangan asam FFA Skor bau aneh Skor rasa aneh

Ln k Arrhen

ius

19 Tabel 5. Umur simpan biskuit mengikuti reaksi orde 0 pada suhu penyimpanan

yang disarankan 28 OC

Parameter Energi Aktivasi

(kal/mol)

Umur Simpan Biskuit Hari (bulan)

Bilangan asam 18596,536 324 (10,5)

Kadar asam lemak bebas 18602,761 316 (10,5)

Bau aneh 19220,79 305 (10)

Rasa aneh 16479,989 341 (11)

Hasil prediksi umur simpan seperti yang ditampilkan pada tabel 5 menunjukkan rata-rata umur simpan menggunakan keempat parameter berada di kisaran 10 hingga 11 bulan. Bilangan asam dan kadar asam lemak bebas memberi umur simpan sebesar 10,5 bulan. Bau aneh sebagai parameter sensori memberi prediksi umur simpan sebesar 305 hari atau sekitar 10 bulan sedangkan parameter sensori lainnya, rasa aneh, memprediksi umur simpan selama 341 hari atau 11 bulan.

Reaksi orde pertama didefinisikan agak berbeda dari reaksi orde nol dalam memodelkan penurunan kualitas bahan pangan. Ketika biskuit mengalami kerusakan mengikuti reaksi orde 1 maka artinya kecepatan penurunan kualitas terjadi secara eksponensial (Fu dan Labuza 1993). Reaksi orde pertama untuk penurunan kualitas pangan dijelaskan dengan persamaan berikut

Ln Qt=Ln Q0-Kt

Data perubahan pada parameter-parameter apek sedikit dimodifikasi dengan mengonversinya ke dalam bentuk ln. Grafik yang menunjukkan korelasi antara waktu penyimpanan sebagai absis dan ln dari perubahan parameter-parameter kerusakan sebagai ordinat ditampilkan pada Gambar 8.

20

Gambar 8. Perubahan parameter-parameter apek mengikuti reaksi kimia orde 1 ( ) 30OC, ( ) 37 OC, ( ) 45OC. -0,4 -0,2 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 0 100 200 300 400 500 30 C 37 C 45 C Ln bilangan asam (mg NaOH/g) Waktu penyimpanan (hari) -0,8 -0,6 -0,4 -0,2 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 0 100 200 300 400 500 30 C 37 C 45 C Ln FFA (%)

Waktu penyimpanan (hari)

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 0 100 200 300 400 500 30 OC 37 OC 45 OC Ln skor bau aneh Waktu penyimpanan (hari) 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 0 100 200 300 400 500 30 C 37 OC 45 OC Ln skor rasa aneh Waktu penyimpanan (hari)

21 Berdasarkan regresi linear yang dibuat mengikuti reaksi orde 1, persamaan linear untuk tiap perlakuan suhu penyimpanan untuk masing-masing parameter apek adalah

Bilangan asam Suhu 30 OC: y = 0,003x + 0,032 R² =0,921 Suhu 37 OC: y = 0,014x - 0,153 R² = 0,838 Suhu 45 OC: y = 0,016x - 0,188 R² = 0,874 Kadar asam lemak bebas Suhu 30 OC: y = 0,003x - 0,321 R² = 0,927 Suhu 37 OC: y = 0,014x - 0,525 R² = 0,905 Suhu 45 OC: y = 0,017x - 0,574y R² = 0,843 Bau aneh Suhu 30 OC: y = -0,001x + 1,740 R² = 0,692 Suhu 37 OC: y = -0,001x + 1,629 R² = 0,274 Suhu 45 OC: y = -0,005x + 1,714 R² = 0,849 Rasa aneh Suhu 30 OC: y = -0,001x + 1,751 R² = 0,770 Suhu 37 OC: y = -0,003x + 1,686 R² = 0,603 Suhu 45 OC: y = -0,004x + 1,683 R² = 0,738 Nilai k untuk tiap perlakuan suhu didapat dari slope atau kemiringan kurva regresi linear. Semakin tinggi nilai k menunjukkan penurunan kualitas yang terjadi lebih cepat yang dapat dilihat pada kemiringan kurva yang lebih curam. Sama dengan hasil dari reaksi orde nol, perlakuan suhu yang lebih tinggi memberi nilai k yang semakin besar yang berarti penurunan kualitas akan semakin cepat terjadi. Tren kenaikan nilai k ini memberi nilai R2 yang lebih besar pula untuk

Dokumen terkait