� � ... 11 / 2 = / 2 � � � ... 12
Metode echo counting pada dasarnya menghitung echo dari target individual untuk menentukan densitas. Area densitas ditentukan dengan mengkalkulasikan jumlah rata-rata dari single echo detection per ping, dibagi oleh volume dari beam dan dikali tinggi beam.
/ 3 = #
#�� .� � ... 13
/ 2 = #
#�� . � ... 14
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perangkat lunak Sonar5-pro
Selain kegiatan akuisisi data, kegiatan post-processing juga merupakan bagian penting dalam survei hidrografi dengan menggunakan metode akustik. Post-processing adalah kegiatan mengolah dan menganalisis data hasil survei. Perangkat lunak dan metode pengolahan data yang digunakan tergantung pada instrumen dan target studi. Data hasil akuisisi menggunakan instrumen split beam echosounder dapat diolah dan dianalisis menggunakan beberapa perangkat lunak, diantaranya Sonar5-pro.
Sonar5-pro memiliki beberapa keunggulan dibanding perangkat lunak pengolahan data sonar lain. Salah satu keunggulan Sonar5-pro adalah userfriendly. Maksudnya, Sonar5-pro dapat dioperasikan dengan mudah oleh berbagai kalangan. Menurut Hateley (2005), Sonar5-pro memiliki keunggulan dalam mempermudah proses echo integration, echo counting, dan track counting dibandingkan perangkat lunak Echoview. Sonar5-pro juga sangat direkomendasikan untuk menangani jumlah data yang banyak dan untuk memproses acoustic fish counter data.
Balk (2001) menjelaskan bahwa Sonar5-pro dapat menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi pada pengolahan data akustik dari perairan dangkal. Dibandingkan dengan Echoview, Sonar5-pro lebih mudah dalam proses pendeteksian target tunggal. Selain menggunakan single echo detector tradisional (berdasarkan echo-length), Sonar5-pro juga dapat menggunakan single echo detector berdasarkan Crossfilter Detection (CFD). CFD inilah yang digunakan saat kondisi signal-to-noise ratio rendah seperti pada perairan dangkal.
Sonar5-pro dapat menampilkan data dalam dua macam echogram. Kedua echogram tersebut adalah amplitudo echogram (Amp-echogram) dan single echo detection echogram (SED-echogram). Amp-echogram menampilkan data yang dihasilkan dari detektor amplitudo pada echosounder, sedangkan SED-echogram menampilkan data dari deteksi target tunggal. Gambar 9 menunjukkan tampilan Amp-echogram dan SED-echogram.
13
Gambar 9 Tampilan echogram pada Sonar5-pro. (a) Amp-echogram; (b) SED-echogram
Data yang ditampilkan pada Amp-echogram (Gambar 9a) lebih banyak karena menampilkan semua gema yang diterima oleh receiver. Amp-echogram menampilkan gema dari schooling ikan, dasar perairan, hingga gema dari dasar kedua (E2). Bagian dasar perairan yang keras akan menghasilkan gema dengan amplitudo yang tinggi sehingga ditunjukkan oleh warna merah. Analisis lebih lanjut dari gema dasar perairan akan menghasilkan informasi berupa tipe substrat hingga lapisan-lapisan dasar perairan. Tipe dari dasar perairan dapat ditentukan dari nilai kekasaran (E1) dan kekerasan (E2). Menurut Pujiyati et al. (2010) tipe dasar perairan di Kepulauan Seribu sangat beragam, mulai dari terumbu hingga lumpur.
Berbeda dengan Amp-echogram, SED-echogram (Gambar 9b) hanya menampilkan gema yang dipercaya berasal dari target tunggal. Target tunggal dalam hal ini berupa ikan yang terdeteksi secara tunggal (tidak berkelompok). Detektor target tunggal mengevaluasi sinyal dari detektor amplitudo dan detektor fase (Balk dan Lindem 2014). Sinyal yang bukan berasal dari target tunggal tidak akan ditampilkan sehingga data yang terlihat pada SED-echogram lebih sedikit dari Amp-echogram. Pada SED-echogram, gema dipresentasikan sebagai poin atau titik dalam domain waktu dan jarak. Kedua echogram sama-sama menampilkan intensitas dari gema yang terdeteksi.
14
Single Echo Detection (SED)
Single echo detection (SED) pada Sonar5-pro ditampilkan pada SED-echogram. SED merupakan representasi echo dari single backscattering target yang terdeteksi di dalam beam pada sebuah echosounder. Semakin baik pendeteksian target tunggal, maka akan semakin akurat nilai backscatter dari suatu target tunggal. Nilai backscatter yang akurat akan meningkatkan keakuratan penentuan jenis target (ikan). Nilai backscatter ikan dipengaruhi oleh jenis, bentuk, dan gelembung renang (Simmonds and MacLennan 2005).
Single echo detector adalah sebuah tool yang dapat mendeteksi single target pada data hasil rekaman echosounder berdasarkan beberapa kriteria tertentu seperti echo-length dan phase deviation. Kriteria utama yang digunakan dalam single echo detector berdasarkan echo-length adalah minimum dan maksimum echo-length, minimum target size, maksimum phase deviation, dan maksimum gain compensation. Nilai echo-length berkisar antara 0.01-10 ms. Phase deviation memiliki kisaran nilai 0-45 derajat, sedangkan gain compensation bernilai 0-35 dB. Untuk menentukan pengaturan kriteria SED yang akan digunakan pada penelitian ini, dilakukan pengujian terhadap bermacam kriteria SED. Tabel 3 menunjukkan nilai mean TS dan kualitas gema dalam berbagai kriteria SED. Tabel 3 Nilai mean TS berdasarkan pengaturan kriteria single echo detection yang
berbeda P enga tura n K ri te ri a M in E L * M ax E L * M in T S * M ax P D * M ax G C * F il te r (hxw ) * No of SED detections H igh Q u al it y S E D (%) M ea n T S (> -70 dB) D el ta M ea n T S (dB ) T ot al H igh Q ua li ty L ow Q ua li ty SED-ori** 0.7 1.3 -100 0.6 3 - 4800 0 4800 0 -58.53 0 SED-a 0.7 1.3 -100 0.6 3 No 4679 4679 0 100 -58.36 0.17 SED-b 0.7 1.3 -100 0.6 6 No 5734 4679 1055 81.6 -56.22 2.31 SED-c 0.7 1.3 -100 0.6 9 No 6178 4679 1499 75.74 -55.84 2.69 SED-d** 0.7 1.3 -100 0.3 3 No 814 814 0 100 -55.24 3.29 SED-e 0.7 1.3 -100 0.9 3 No 9832 4679 5153 47.59 -58.98 -0.45 SED-f** 0.7 1.3 -100 0.6 3 1x3 878 878 0 100 -56.15 2.38 SED-g 0.7 1.3 -100 0.6 3 3x5 58 58 0 100 -50.43 8.1 SED-h 0.7 1.5 -100 0.6 3 No 4968 4679 289 94.18 -58.27 0.26 SED-i 0.7 1.7 -100 0.6 3 No 5007 4679 328 93.45 -58.29 0.24 SED-j 0.5 1.3 -100 0.6 3 No 5707 4679 1028 81.99 -57.89 0.64 SED-k 0.5 1.5 -100 0.6 3 No 5996 4679 1317 78.04 -57.85 0.68 SED-l 0.5 1.7 -100 0.6 3 No 6035 4679 1356 77.53 -57.87 0.66 SED-m** 0.9 1.3 -100 0.6 3 No 2952 2952 0 100 -57.48 1.05 SED-n 0.9 1.5 -100 0.6 3 No 3241 2952 289 91.08 -57.46 1.07 SED-o 0.9 1.7 -100 0.6 3 No 3280 2952 328 90 -57.49 1.04 *
Kriteria SED: EL (Echo Length), TS (Target Strength), PD (Phase Deviation), GC (Gain Compensation), dan filter (heightxweight).
**
15 Mean TS berubah dari -58.53 dB untuk maksimum gain compensation (MGC) sebesar 3, menjadi -56.22 dB untuk MGC sebesar 6. Perubahan mean TS berbanding lurus dengan perubahan MGC. Mean TS juga meningkat seiring penurunan maksimum phase deviation (MPD). Perubahan MPD dari 0.6 menjadi 0.3 mengakibatkan perubahan mean TS sebesar 3.29 dB (dari 58.52 dB menjadi -55.24 dB). Perubahan nilai echo-length tidak berpengaruh secara signifikan terhadap mean TS. Perubahan maksimum echo-length dari 1.3 ms menjadi 1.5 ms hanya merubah mean TS 0.26 dB. Perubahan mean TS terhadap minimum echo-length, maksimum echo-length, maksimum gain compesation, dan maksimum phase deviation sesuai dengan penelitian Parker-Stetter et al. (2009) di Great Lakes, USA.
Penggunaan filter pada pengaturan single echo detector mempengaruhi nilai mean TS secara signifikan. Semakin besar penggunaan filter, semakin besar pula nilai mean TS. Pada penggunaan filter 1x3, mean TS menjadi -56.15 dB. Sedangkan pada penggunaan filter 3x5, mean TS menjadi -50.43 dB (memiliki selisih 8.1 dB jika dibandingkan tidak menggunakan filter). Penggunaan filter juga mengurangi number of sample yang terdeteksi secara signifikan. Dari total 4679 number of sample saat tidak menggunakan filter, hanya 878 sample yang terdeteksi saat menggunakan filter 1x3.
Setiap pengaturan kriteria pada single echo detector menghasilkan presentasi kualitas SED yang berbeda. Dari 15 pengaturan kriteria yang digunakan, hanya lima pengaturan kriteria yang memiliki kualitas SED tinggi sebesar 100%. Kelima pengaturan kriteria tersebut adalah SED-a, SED-d, SED-f, SED-g, dan SED-m. Menandai kualitas dari gema yang terdeteksi memiliki banyak kegunaan. Salah satunya adalah dalam estimasi ukuran ikan. Penggunaan gema dengan kualitas tinggi sangat diperlukan dalam estimasi ukuran agar mendapatkan hasil yang akurat (Balk dan Lindem 2014). Oleh karena itu, pada penelitian ini dipilih pengaturan kriteria SED dengan kualitas SED tinggi sebesar 100%. Selanjutnya, pengaturan kriteria SED yang digunakan adalah SED-ori sebagai kontrol, SED-d, SED-f, dan SED-m.
SED-d merupakan penggunaan nilai maksimum phase deviation lebih kecil dari SED-ori. SED-f menggunakan filter sedangkan SED-ori tidak menggunakan filter. SED-m merupakan penggunaan nilai minimum echo-length lebih kecil dibanding SED-ori. SED-a tidak dipilih karena kriteria yang digunakan sama dengan kriteria SED-ori. Bedanya SED-a menggunakan single echo detector dari perangkat lunak Sonar5-pro, sedangkan SED-ori merupakan SED bawaan dari echosounder yang digunakan. SED-g tidak digunakan karena pengaruh penggunaan filter telah diwakili oleh SED-f.
Pengaruh pengaturan kriteria SED juga dapat dilihat pada SED-echogram yang baru. SED-echogram dari setiap pengaturan kriteria SED memvisualisasikan jumlah, intensitas, dan letak (range vs ping) dari gema tunggal yang terdeteksi. Tampilan SED-echogram yang menggunakan pengaturan kriteria ori, SED-d, SED-f, dan SED-m ditunjukkan pada Gambar 10. Keempat gambar echogram tersebut menampilkan perbedaan dalam banyaknya gema tunggal yang terdeteksi pada masing-masing pengaturan kriteria SED. Gema yang ditunjukan pada echogram merupakan ikan yang terdeteksi secara tunggal. Ikan tersebut dapat terdiri dari berbagai spesies dan ukuran.
16
(a)
(b)
(c)
(d) Gambar 10 Tampilan SED-echogram menggunakan pengaturan kriteria single
17 Gema tunggal terdeteksi paling banyak pada SED-ori. Jumlah gema tunggal yang terdeteksi semakin berkurang pada SED-m, sedangkan SED-d menampilkan gema tunggal paling sedikit. Pada pengaturan kriteria SED-f, gema yang terdeteksi tak jauh berbeda dengan pengaturan kriteria SED-d. SED-d, SED-f, dan SED-m cenderung menghilangkan gema tunggal dengan intensitas kurang dari -61 dB. Hal ini menunjukan bahwa gema dengan intensitas kurang dari -61 dB lebih banyak mengalami interferensi.
Analisis Biomassa Berdasarkan SED
Target Strength dan Ukuran Panjang Ikan
Perairan Pulau Pari memiliki ekosistem terumbu karang sehingga ikan karang merupakan ikan yang mendominasi perairan ini. Ikan karang memiliki variasi yang tinggi baik dalam jenis, ukuran, maupun bentuk. Pada tahun 2013 ditemukan 216 spesies dari 49 famili ikan di perairan Pulau Pari yang didominasi oleh famili Labridae dan Pomacentridae (Madduppa et al. 2013). Famili lain yang ditemukan di perairan ini antara lain Nemipteridae, Balistidae, Scaridae, Pomacanthidae, Lutjanidae, Ephippidae, Caesionidae, Holocentridae, dan Chaetodotidae. Meskipun didominasi kelompok ikan karang, tidak menutup kemungkinan ditemukannya ikan pelagis dan ikan demersal di perairan Pulau Pari. Menurut Suyasa et al. (2007) komposisi produksi perikanan tangkap yang didaratkan di Pantai Utara Jawa terdiri dari ikan pelagis kecil (56.53%), ikan pelagis besar (2.60%), ikan demersal (15.86%), dan ikan karang (2.40%). Komposisi kelompok famili larva ikan yang ditemukan di perairan Pulau Pari, yaitu 54% merupakan kelompok ikan karang, 26% merupakan kelompok ikan demersal dan 17% merupakan kelompok ikan pelagis (Puspasari et al. 2013).
Empat pengaturan kriteria SED digunakan untuk mengetahui pengaruh kriteria SED terhadap nilai yang dihasilkan dalam proses analisis biomassa (nilai mean TS dan densitas). Dalam analisis biomassa berdasarkan SED ini digunakan metode Sv/TS Scaling. Threshold (ambang batas) yang digunakan pada analisis ini adalah -70 dB sampai dengan -34 dB dengan step -3 dB. Ambang Batas tersebut digunakan karena menurut Simmonds dan MacLennan (2005) target strength ikan secara umum berada pada kisaran -70 sampai dengan -20 dB, sedangkan plankton pada kisaran -80 dB sampai dengan -100 dB. Setelah dilakukan analisis biomassa, didapatkan jumlah SED yang terdeteksi dari keseluruhan data. Gambar 11 menunjukkan banyaknya SED yang terdeksi dalam analisis biomassa pada setiap pengaturan kriteria SED.
Gambar 11 Diagram batang jumlah SED terdeteksi pada tiap kriteria SED 0
5000 10000 15000
SED-ori SED-d SED-f SED-m 11514 2437 3434 7812 S E D t e rd e t e k s i Kriteria SED
18
SED-ori memiliki jumlah SED paling banyak, yaitu sebesar 11514. Jumlah SED menurun berturut-turut pada pengaturan kriteria SED-m (7812), SED-f (3434), dan SED-d (2437). SED-d memiliki jumlah SED terdeteksi paling sedikit. Penurunan pada jumlah SED terjadi karena single echo detector juga berfungsi sebagai filter yang menyaring gema sesuai dengan kriteria. Pada SED-f, gema tidak hanya disaring berdasarkan kriteria SED namun juga oleh sistem filter yang menerapkan penyaringan weight-height. Hal ini membuat SED-f memiliki hasil deteksi yang lebih baik. Pengaturan kriteria SED tidak hanya berpengaruh pada jumlah SED yang terdeteksi, tapi juga berpengaruh pada proporsi ukuran ikan tunggal yang terdeteksi (Gambar 12).
Gambar 12 Diagram batang komposisi kelompok ikan terhadap kriteria SED yang telah ditetapkan
19 Ukuran ikan dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu small, medium, dan large. Small merupakan kelompok dengan nilai TS -70 dB sampai dengan -61 dB. Medium berisi ikan dengan nilai TS -61 dB sampai dengan -49 dB. Ikan dengan nilai TS -49 dB sampai dengan -34 dB dikelompokkan sebagai large. Pembagian kelompok ukuran target ini berdasarkan Samedy et al. (2015) yang membagi ukuran ikan menjadi tiga kelas akustik. Contoh spesies untuk kelompok small adalah ikan keakea (Siganus virgatus) dengan nilai TS -66.2 dB, contoh kelompok medium adalah ikan baronang (Siganus guttatus) dengan TS -56.3 dB, dan kelompok large adalah ikan kerapu lodi (Cephalopolis sexmaculata) dengan TS -48.6 dB (Manik 2013). Ikan keakea, baronang, dan kerapu lodi termasuk ke dalam kelompok ikan karang yang ditemukan di perairan Pulau Pari (Delvano 2010).
Pengaruh pengaturan kriteria SED tidak terlihat signifikan pada kedalaman 2-11 m (Gambar 12a). Perbedaan proporsi dari tiap pengaturan kriteria SED terlihat jelas pada kedalaman 31-41 m (Gambar 12d) dan 41-45.11 m (Gambar 12e). Pengaturan kriteria SED-d memang memiliki jumlah SED terdeteksi paling sedikit (2437) namun memiliki proporsi kelompok medium dan large yang paling banyak pada tiap kedalaman dibanding pengaturan kriteria SED yang lain. Hal ini membuktikan bahwa SED-d lebih dominan mendeteksi ikan dengan ukuran yang besar dan mengeliminasi ikan kecil.
Pada kedalaman 2-11 m didominasi oleh kelompok ikan small hingga 86.4%. Proporsi kelompok small menurun seiring bertambahnya kedalaman. Proporsi pada kedalaman 41-45.11 m didominasi oleh kelompok medium dengan kisaran 40-67%. Hal ini sesuai dengan Pujiyati (2008) yang menyatakan bahwa ukuran ikan demersal berkisar antara -60 dB sampai -45 dB.
Pada analisis biomassa juga didapatkan distribusi nilai mean TS secara spasial (Gambar 13-17). Nilai mean TS juga dibagi ke dalam tiga kelompok, small (-70 s/d -61 dB), medium (-60 s/d -49 dB), dan large (-48 s/d -34 dB).
20
Gambar 14 Sebaran mean TS pada kedalaman 11-21 m
21
Gambar 16 Sebaran mean TS pada kedalaman 31-41 m
Gambar 17 Sebaran mean TS pada kedalaman 41-45.11 m
Dalam penelitian ini, perairan Pulau Pari yang dilalui jalur kapal saat akuisisi data memiliki kedalaman antara 11-46 m dengan kedalaman rata-rata 30 m. Semakin dalam wilayah analisis akan memiliki sebaran nilai mean TS yang semakin sedikit karena dibatasi oleh dasar perairan. Gambar 13-17 menampilkan
22
sebaran nilai mean TS dari kriteria SED-ori dan SED-f. Sebaran mean TS dari SED-d dan SED-m terdapat pada Lampiran 5.
Mean TS pada kedalaman 2-11 m (Gambar 13) didominasi oleh kelompok small (-70 s/d -61 dB). Menurut Rengi dan Brown (2014) nilai TS pada kedalaman <10 m (wilayah permukaan) adalah -94 dB hingga -64 dB. Variasi sebaran mean TS bertambah pada kedalaman 11-21 m (Gambar 14) dan 21-31 m (Gambar 15). Mean TS dengan ukuran medium (-61 dB s/d -49 dB) semakin banyak tersebar menggantikan kelompok small. Penggunaan pengaturan kriteria SED menghasilkan perbedaan nilai sebaran mean TS pada tempat-tempat tertentu, seperti pada bagian Selatan dan Barat. Terlihat bahwa nilai mean TS dari SED-ori (persegi) dan SED-f (segitiga) menunjukkan kelompok mean TS yang berbeda (ditunjukkan dengan warna yang berbeda) di wilayah tertentu. Perbedaan sebaran mean TS karena pengaruh kriteria SED terbanyak ada pada kedalaman 11-21 m.
Kedalaman 31-41 m (Gambar 16) memiliki mean TS yang menyebar kebanyakan pada kelompok medium. Pada kedalaman 41-45.11 m (Gambar 17), terlihat hanya dua tanda yang menunjukkan nilai mean TS. Hal itu dikarenakan kedalaman lebih dari 41 m pada perairan Pulau Pari hanya terdapat di tempat tersebut. Nilai mean TS pada kedalaman 41-45.11 m termasuk ke dalam kelompok medium. Menurut Rengi dan Brown (2014) nilai TS ikan dasar lebih tinggi dibanding ikan pelagis. Rata-rata nilai TS ikan demersal pada kedalaman 40 m adalah -45 dB (Pujiyati 2008).
Berdasarkan sebaran mean TS (Gambar 13-17) dan proporsi ukuran ikan (Gambar 12) dapat disimpulkan bahwa seiring bertambahnya kedalaman, ikan yang terdeteksi semakin sedikit, namun proporsi ikan ukuran medium dan large meningkat. Hal ini sesuai dengan penelitian Rajali et al. (2006) bahwa ukuran target strength ikan meningkat seiring peningkatan kedalaman perairan namun dalam jumlah yang semakin berkurang. Secara umum, pengaturan kriteria SED mempengaruhi distribusi nilai mean TS di perairan Pulau Pari.
Nilai target strength dapat dikonversi menjadi ukuran panjang ikan menggunakan sebuah persamaan. Nilai mean TS yang dihasilkan pada penelitian ini didominasi oleh kelompok small, oleh karena itu persamaan hubungan TS dan panjang ikan yang digunakan adalah Persamaan 5. Contoh perhitungan konversi nilai target strength ke ukuran panjang ikan terdapat pada Lampiran 6. Ukuran panjang ikan yang diperoleh merupakan ukuran panjang rata-rata karena hasil konversi dari nilai mean TS. Nilai mean TS terkecil yang didapat pada penelitian ini adalah -69.92 dB dari pengaturan SED-d di kedalaman 21-31 m. Nilai mean TS terbesar adalah -37.58 dB dari SED-ori pada kedalaman 21-31 m. Hal ini menyebabkan ukuran panjang ikan rata-rata terkecil dan terbesar berturut-turut adalah 0.89 cm dan 33.2 cm. Nyatanya, secara individu ada target dengan TS -37 dB s/d -34 dB (panjang 35.5-50 cm) yang terdeteksi.
Pengelompokan ukuran panjang ikan mengikuti pengelompokan nilai mean TS, sehingga ukuran panjang ikan dikelompokan ke dalam kelompok small (0.8-2.2 cm dari -70 dB s/d 61 dB), kelompok medium (2.2-8.9 cm dari -61 dB s/d -49 dB), dan kelompok large (8.9-50.1 cm dari -49 dB s/d -34 dB). Berdasarkan pengelompokan tersebut, maka peta sebaran nilai mean TS (Gambar 13-17) dapat diinterpretasikan juga sebagai peta sebaran ukuran panjang ikan.
Ikan karang yang terdapat di perairan Pulau Pari terdiri dari berbagai ukuran tergantung pada jenis dan fase daur hidup ikan. Madduppa et al. (2013)
23 menemukan ikan Pomacentrus burroughi (panjang maksimum 5.5 cm) dan ikan Platax teira (panjang maksimum 70 cm) di Perairan Pulau Pari. Menurut Hixon (2001), ikan pada fase settlement (juvenil) memiliki panjang antara 0.8-2 cm.
Perairan Pulau Pari didominasi ikan kelompok small (0.8-2.2 cm), terutama pada kedalaman 2-11 m dan 11-21 m (berdasarkan peta sebaran mean TS). Menurut Hixon (2001), dalam siklus hidup ikan karang terdapat fase juvenil, yaitu fase peralihan antara larva ke ikan dewasa. Larva ikan karang melayang di laut terbuka sebagai plankton. Pada fase juvenil, ikan berpindah dari laut terbuka menuju ke ekosistem terumbu karang. Ukuran panjang ikan pada fase ini berkisar 0.8-2 cm. Umumnya, ikan dalam fase ini terdapat pada kedalaman 0-20 m dengan kedalaman maksimum perairan 30-100 m.
Ikan dengan ukuran medium (2.2-8.9 cm) yang terdapat di perairan Pulau Pari diantaranya adalah Pomacentrus burroughi (famili Pomacentridae) yang memiliki panjang maksimal 5.5 cm dan ikan Apogon sealei (famili Apogonidae) dengan panjang maksimal 10 cm. Contoh ikan yang termasuk kelompok large (8.9-50.1 cm) adalah ikan dari famili Labridae seperti Cirrhilabrus cyanopleura dengan panjang maksimal 15 cm, Halichoeres hortulanus dengan panjang maksimal 27 cm, dan Thalassoma lunare dengan panjang maksimal 45 cm (Madduppa et al. 2013).
Semakin bertambah kedalaman, ikan kelompok medium (2.2-8.9 cm) semakin bertambah. Menurut Medwin dan Clay (1998), target dengan ukuran 2-20 cm merupakan nekton kecil dan makro zooplankton seperti ikan teri dan udang, sedangkan target dengan ukuran 20-200 cm termasuk ke dalam kelompok nekton besar seperti ikan tuna.
Densitas Ikan
Densitas atau kepadatan target dapat dinyatakan dalam dua satuan, yaitu satuan volume dan satuan area. Pada dasarnya, metode akustik akan menghasilkan densitas dalam satuan volume karena densitas merupakan fungsi dari volume backscattering coefficient (sv) (Persamaan 8). Namun densitas dalam satuan area lebih dikenal oleh masyarakat umum. Oleh karena itu, saat ini metode akustik juga menghasilkan densitas dalam satuan area. Area densitas tersebut merupakan fungsi dari area backscattering coefficient (sA) (Persamaan 9), sedangkan sA sendiri merupakan integral dari sv (Persamaan 2).
Densitas diestimasi menggunakan dua metode, yaitu metode echo counting dan metode Sv/TS scaling. Metode echo counting merupakan metode estimasi densitas yang paling sederhana. Oleh karena itu, metode echo counting dalam penelitian ini digunakan sebagai pembading. Metode ini mengestimasi dengan cara menghitung target tunggal yang terdeteksi. Konversi dari perhitungan target ke estimasi densitas ikan harus memperhitungkan distribusi ukuran dari populasi yang disurvey (Simmonds dan MacLennan 2005). Gambar 18-22 menunjukkan sebaran spasial densitas ikan di perairan Pulau Pari menggunakan metode echo counting dalam pengaturan kriteria SED-ori dan SED-f. Nilai area densitas dikelompokkan menjadi enam, yaitu <1,000 fish/ha, 1,000-5,000 fish/ha, 5,000-10,000 fish/ha, 10,000-50,000 fish/ha, 50,000-10,0000 fish/ha, dan >100,000 fish/ha. Pengelompokkan ini bertujuan untuk memudahkan dalam interpretasi sebaran volume densitas secara spasial.
24
Gambar 18 Sebaran densitas pada kedalaman 2-11 m (metode echo counting)
25
Gambar 20 Sebaran densitas pada kedalaman 21-31 m (metode echo counting)
26
Gambar 22 Sebaran densitas pada kedalaman 41-45.11 m (metode echo counting) Peta sebaran densitas (metode echo counting) menggunakan kriteria SED-d dan SED-m terdapat pada Lampiran 7. Secara spasial, terjadi perbedaan sebaran densitas dari setiap pengaturan kriteria SED. Terlihat beberapa perbedaan nilai densitas di beberapa tempat antara tiap pengaturan kriteria SED. Perbedaan paling banyak ditemukan pada kedalaman 2-11 m. Sebaran didominasi oleh kelompok 1,000-5,000 fish/ha pada kedalaman 2-11 m dan 11-21 m. Nilai densitas semakin besar seiring bertambahnya kedalaman.
Metode echo counting bekerja paling baik dengan ikan besar dan scatters yang kuat. Echo yang dihitung hanya gema yang berasal dari ikan yang terpisah secara sempurna satu sama lain (tidak terjadi overlapping). Oleh karena itu, metode echo counting sangat bergantung pada kualitas SED. Perbedaan pengaturan kriteria SED yang menyebabkan perbedaan SED terdeteksi akan mempengaruhi hasil analisis menggunakan metode ini. Kondisi terbaik untuk menggunakan echo counting adalah ketika ikan terdistribusi secara random pada rata-rata densitas yang rendah. Sebaliknya, kondisi terburuk diperoleh ketika distribusi ikan padat (schooling), sehingga metode echo counting lebih sering digunakan pada perairan darat dibanding laut lepas. Metode ini juga biasa digunakan untuk mendeteksi spesies tunggal yang telah diketahui, seperti migrasi salmon (Simmonds dan MacLennan 2005).
Selain metode echo counting, metode lain yang biasa digunakan untuk mengestimasi kelimpahan target secara akustik adalah metode Sv/TS scaling. Metode Sv/TS scaling mengintegrasi energi dari amplitudo total dan dari target tunggal sehingga disebut juga sebagai echo integration. Simmonds dan MacLennan (2005) menyatakan bahwa echo integration menjumlahkan atau mengintegrasikan energi dalam gema yang diterima dari bagian yang dipilih pada
27 echogram. Sebaran densitas ikan di perairan Pulau Pari menggunakan metode Sv/TS scaling berdasarkan pengaturan kriteria SED-ori dan SED-f ditunjukkan pada Gambar 23-27.
Gambar 23 Sebaran densitas pada kedalaman 2-11 m (metode Sv/Ts scaling)
28
Gambar 25 Sebaran densitas pada kedalaman 21-31 m (metode Sv/Ts scaling)
29
Gambar 27 Sebaran densitas pada kedalaman 41-45.11 m (metode Sv/Ts scaling)