• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Single Echo Detection Dalam Estimasi Target Strength Dan Densitas Ikan Menggunakan Perangkat Lunak Sonar5-Pro

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerapan Single Echo Detection Dalam Estimasi Target Strength Dan Densitas Ikan Menggunakan Perangkat Lunak Sonar5-Pro"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN

SINGLE ECHO DETECTION

DALAM

ESTIMASI

TARGET STRENGTH

DAN DENSITAS IKAN

MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK

SONAR5-PRO

INDAH NURKOMALA

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penerapan Single Echo Detection dalam Estimasi Target Strength dan Densitas Ikan Menggunakan Perangkat Lunak Sonar5-Pro adalah benar karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada Perguruan Tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

INDAH NURKOMALA. Penerapan Single Echo Detection dalam Estimasi Target Strength dan Densitas Ikan Menggunakan Perangkat Lunak Sonar5-Pro. Dibimbing oleh HENRY MUNANDAR MANIK.

Gema dari dua target tidak dapat dipisahkan jika kedua target berada dalam jarak yang sama. Hal ini menyebabkan terjadinya kesalahan dalam beberapa proses analisis seperti analisis untuk mengestimasi densitas ikan. Oleh karena itu diperlukan single echo detection (SED) dengan kualitas tinggi untuk menekan gema yang tumpang tindih. Tujuan penelitian ini adalah mengestimasi target strength dan densitas ikan menggunakan pengaturan kriteria SED yang berbeda. Data yang digunakan merupakan data split beam echosounder di perairan Pulau Pari pada bulan Juni 2014. Pengolahan data menggunakan perangkat lunak Sonar5-pro. Tahapannya terdiri dari pembuatan SED-echogram baru dan analisis biomassa menggunakan metode Sv/TS Scaling. Pengaturan kriteria SED yang

digunakan adalah SED-ori, SED-d, SED-f, dan SED-m. Penggunaan pengaturan kriteria SED yang berbeda dalam analisis biomassa menghasilkan nilai target strength dan densitas ikan yang berbeda. Jumlah ikan tunggal yang terdeteksi dan proporsi ukuran ikan juga berbeda pada tiap pengaturan kriteria SED. Dominasi sebaran target strength adalah -70 dB sampai dengan -61 dB (small), ukuran panjang ikan 0.8-2.2 cm (small), dan densitas 1,000-5,000 fish/ha. Pengaturan kriteria SED yang disarankan adalah SED-f.

Kata kunci: densitas, ikan, Pulau Pari, single echo detection, sonar5-pro

ABSTRACT

INDAH NURKOMALA. Application of Single Echo Detection to Estimate Target Strength and Density of Fish Using Sonar5-pro. Supervised by HENRY MUNANDAR MANIK.

Echoes from two target can not be distinguished if two target are located in same range. This will couse an error in some analysis prosess such as analysis to estimate fish density. Therefore, a high quality of single echo detection (SED) is needed to minimalize the overlapping echo. The aim of this study is to estimate target strength and density of fish using different SED criteria setting. Split beam echosounder data on Juni 2014 in Pari Island is used in this study. Data processing uses Sonar5-pro. The stages are producing new SED-echogram and executing biomass analysis using Sv/TS Scaling method. SED criteria setting that is used are SED-ori, SED-d, SED-f, and SED-m. Using different SED criteria setting in biomass analysis produce different target strength and density of fish. Number of single fish detection and fish size proportion in each SED criteria setting is different. Distribution is dominate by target strength -70 dB to -61 dB (small), fish length 0.8-2 cm (small), and density 1,000-5,000 fish/ha. The suggested SED criteria setting is SED-m.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

PENERAPAN

SINGLE ECHO DETECTION

DALAM

ESTIMASI

TARGET STRENGTH

DAN DENSITAS IKAN

MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK

SONAR5-PRO

INDAH NURKOMALA

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi: Penerapan Single Echo Detection dalam Estimasi Target Strength

Nama NIM

dan Densitas lkan Menggunakan Perangkat Lunak Sonar5-Pro : Indah Nurkoala

: C54110002

Disetujui oleh

Dr. MT

Pembimbing

/�_/

Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan ini ialah akustik, dengan judul Penerapan Single Echo Detection dalam Estimasi Target Strength dan Densitas Ikan Menggunakan Perangkat Lunak Sonar5-Pro.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Henry M. Manik, S.Pi, MT selaku pembimbing. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tua serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN v

DAFTAR ISTILAH v

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

METODE 2

Alat 3

Bahan 3

Pengambilan Data 4

Pengolahan Data 5

Analisis dan Interpretasi Data 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 12

Perangkat lunak Sonar5-pro 12

Single Echo Detection (SED) 14

Analisis Biomassa Berdasarkan SED 17

SIMPULAN DAN SARAN 30

Simpulan 30

Saran 31

DAFTAR PUSTAKA 31

LAMPIRAN 33

(10)

DAFTAR TABEL

1 Spesifikasi data penelitian 3

2 Spesifikasi instrumen biosonic split beam echosounder DT-X (Sumber:

http://www.biosonicsinc.com/) 3

3 Nilai mean TS berdasarkan pengaturan kriteria single echo detection

yang berbeda 14

4 Nilai densitas rata-rata menggunakan metode Sv/TS scaling dan echo

counting 29

DAFTAR GAMBAR

1 Peta lokasi penelitian dan jalur pemeruman Biosonic DT-X 2 2 Biosonic split beam echosounder DT-X (Sumber:

http://www.biosonicsinc.com/) 4

3 Ilustrasi pengambilan data akustik menggunakan echosounder (Sumber

gambar: Hanssen 2011) 4

4 Diagram alir pengolahan data 6

5 Ilustrasi hubungan antara panjang pulsa yang ditransmisikan (), kecepatan suara (c), frekuensi sampel (∆t), dan jarak target (d). Jika jarak target terlalu kecil, dua gema akan overlap dan membentuk multiple echo. (Sumber gambar: Balk 2001) 7

6 Diagram alir pembuatan SED-echogram baru 8

7 Tampilan jendela Sonar5-pro pada saat analisis biomassa 9

8 Diagram alir analisis biomassa 11

9 Tampilan echogram pada Sonar5-pro. (a) Amp-echogram; (b)

SED-echogram 13

10Tampilan SED-echogram menggunakan pengaturan kriteria single echo detection yang berbeda. (a) SED-ori; (b) SED-d; (c) SED-f; (d) SED-m. 16 11Diagram batang jumlah SED terdeteksi pada tiap kriteria SED 17 12Diagram batang komposisi kelompok ikan terhadap kriteria SED yang

telah ditetapkan 18

13Sebaran mean TS pada kedalaman 2-11 m 19

14Sebaran mean TS pada kedalaman 11-21 m 20

15Sebaran mean TS pada kedalaman 21-31 m 20

16Sebaran mean TS pada kedalaman 31-41 m 21

17Sebaran mean TS pada kedalaman 41-45.11 m 21

18Sebaran densitas pada kedalaman 2-11 m (metode echo counting) 24 19Sebaran densitas pada kedalaman 11-21 m (metode echo counting) 24 20Sebaran densitas pada kedalaman 21-31 m (metode echo counting) 25 21Sebaran densitas pada kedalaman 31-41 m (metode echo counting) 25 22Sebaran densitas pada kedalaman 41-45.11 m (metode echo counting) 26 23Sebaran densitas pada kedalaman 2-11 m (metode Sv/Ts scaling) 27

24Sebaran densitas pada kedalaman 11-21 m (metode Sv/Ts scaling) 27

25Sebaran densitas pada kedalaman 21-31 m (metode Sv/Ts scaling) 28

26Sebaran densitas pada kedalaman 31-41 m (metode Sv/Ts scaling) 28

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Tutorial pembuatan SED-echogram menggunakan Sonar5-pro 33

2 Contoh hasil ekstrak analisis biomassa 34

3 Contoh rekapitulasi data hasil ekstrak 35

4 Tutorial analisis biomassa menggunakan Sonar5-pro 35

5 Peta sebaran nilai mean TS SED-d dan SED-m 37

6 Contoh perhitungan konversi ukuran panjang ikan 40 7 Peta sebaran densitas ikan (metode echo counting) SED-d dan SED-m 40 8 Peta sebaran densitas ikan (metode Sv/TS scaling) SED-d dan SED-m 43

9 Densitas rata-rata tiap strata kedalaman 45

DAFTAR ISTILAH

Backscattering : Jumlah energi per satuan waktu yang dipantulkan oleh

target selama transmisi suara dari transducer.

Backscattering cross-section coefficient

: Koefisien dari area (penampang) yang

menghamburbalikkan energi atau gelombang suara.

Backscattering volume : Perbandingan antara kekuatan intensitas suara yang

dipantulkan dengan intensitas suara yang mengenai target yang terintegrasi pada volume tertentu.

Beam : Pancaran gelombang suara

Beam angle : Besarnya sudut yang dibentuk oleh titik-titik yang

menghasilkan respon setengah sudut sorot dari sumbu utama.

Beam compensation : Lebar cross-section dari beam (dalam dB).

Densitas : Indeks atau indikator sebaran (ikan) yang menggambarkan

jumlah total dibagi volume sapuan/integrasi.

Echo (gema) : Pantulan dari sinyal suara yang mengenai target.

Echo counting : Metode estimasi densitas dengan cara menghitung gema

tunggal.

Echo integration : Metode estimasi densitas dengan cara mengintegrasi

energi dari amplitudo total dan dari target tunggal.

Echo length : Panjang gema dalam satuan waktu (ms).

Echogram : Rekaman dari rangkaian gema.

Echosounder : Sistem sonar yang arah pemancaran gelombang suaranya

secara vertikal.

Peak : Puncak sinyal atau gelombang suara.

Phase deviation : Sudut deviasi antara dua target.

Pulse (pulsa) : Sinyal atau gelombang suara yang dipancarkan oleh

transduser.

Scattering : Merupakan penyerapan energi yang tidak beraturan yang

disebabkan ketidakhomogenan media yang dilalui energi tersebut.

(12)

Single echo detector : Tools untuk mendeteksi target tunggal, terdapat pada

echosounder ataupun perangkat lunak pengolahan data

sonar seperti Echoview dan Sonar5-pro.

Signal to noise ratio : Perbandingan antara kekuatan sinyal (signal strength)

dengan kekuatan derau (noise level).

Target strength : Perbandingan antara intensitas yang mengenai target

dengan intensitas gema yang diukur pada jarak 1 meter dari target

Transducer : Komponen dalam echosounder yang berfungsi untuk

mengubah energi listrik menjadi energi suara dan sebaliknya.

Threshold : Nilai ambang batas pemilihan tingkat sinyal di bawah

sinyal yang tidak dapat diproses. Sinyal threshold

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Metode akustik sangat efisien dan efektif digunakan dalam survei hidrografi, baik untuk keperluan eksplorasi sumberdaya laut maupun pencarian target tertentu. Salah satu penggunaan metode akustik yang sering dilakukan adalah untuk mengestimasi densitas atau stok ikan yang ada di suatu perairan. Estimasi densitas ikan secara akustik ini terdiri dari tiga tahap, yaitu akuisisi data, pengolahan data, dan interpretasi data (Simmonds dan MacLennan 2005). Dalam akuisisi data, instrumen yang biasa digunakan untuk estimasi densitas ikan adalah split beam echosounder (Rudstam et al. 1999). Data hasil akuisisi diolah menggunakan perangkat lunak pengolahan data sonar seperti Sonar5-pro. Pada perangkat lunak ini, nilai densitas dihasilkan dari proses analisis pada jendela Biomass Analysis (Analisis Biomassa). Selain nilai densitas, analisis biomassa menggunakan Sonar5-pro juga menghasilkan nilai targetstrength, volume backscattering, target size distribution, dan target biomass (Balk dan Lindem 2014).

Prinsip dasar metode akustik adalah penggunaan gelombang suara yang dapat merambat jauh hingga ke dasar laut dan beberapa lapisan di bawahnya untuk mendeteksi target. Target dapat terdeteksi karena gelombang suara yang dikirim menimbulkan gema (echo) saat mengenai target. Dalam pendeteksian target ini, terdapat hubungan antara panjang gelombang suara (pulsa) yang ditransmisikan, kecepatan suara, frekuensi sampel, dan jarak target. Target akan terdeteksi sebagai single target jika jarak antar target setidaknya setengah dari panjang pulsa dikali kecepatan suara (Simmonds dan MacLennan 2005). Jika jarak target lebih kecil, target akan terdeteksi sebagai multiple target.

Single echo detection (SED) merupakan suatu proses pendeteksian target tunggal. Mendeteksi target tunggal sangat penting dalam beberapa proses analisis dan pengolahan data sonar, salah satunya adalah analisis estimasi biomassa atau densitas ikan. Jika dua target memasuki beam suara pada jarak yang sama, transduser akan menerima gema dari kedua target tersebut pada waktu yang sama. Akibatnya, gema tersebut mengalami interferensi. Jika target diletakkan pada perbedaan jarak atau perbedaan posisi sudut yang kecil, gema dari target tersebut dapat memanjang dan mempunyai dua peak. Selain itu, standar deviasi dari contoh fase juga dapat meningkat. Sistem tidak dapat menentukan jumlah, ukuran, dan posisi target dengan tepat. Hal ini dapat menyebabkan adanya kesalahan pada proses estimasi kelimpahan target (Balk 2001).

(14)

2

detection dalam data split beam sonar. Penelitian tentang SED juga dilakukan oleh Parker-Stetter et al. (2009) menggunakan data split beam di Great Lake.

Single echo detector mendeteksi target tunggal sesuai dengan kriteria SED yang telah diatur. Pengaturan kriteria yang berbeda akan menghasilkan deteksi yang berbeda pula. Pada penelitian ini, dilakukan pengujian terhadap beberapa pengaturan kriteria SED untuk melihat pengaruhnya terhadap estimasi target strength dan densitas ikan di perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan informasi kriteria SED yang sesuai dalam estimasi densitas ikan di perairan tersebut.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengestimasi target strength (TS) dan densitas ikan di perairan Pulau Pari berdasarkan pengaturan kriteria single echo detection (SED) yang berbeda menggunakan perangkat lunak Sonar5-pro.

METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Juni hingga November 2015. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Komputasi Akustik Kelautan Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan FPIK IPB. Lokasi kajian penelitian ini berada di Perairan Kepulauan Seribu (Gambar 1). Data yang digunakan diperoleh dari penelitian oleh SEAMEO BIOTROP yang diketuai oleh Dr. Henry M. Manik, S.Pi., MT. pada Juni 2014.

(15)

3 Pulau Pari termasuk ke dalam Gugusan Kepulauan Seribu Selatan. Angin pada perairan ini dipengaruhi monsoon dengan kecepatan 7-15 knot/jam pada Musim Timur (Juni-September). Tinggi gelombang berkisar 0.5-1 m (Sachoemar 2008). Perairan Pulau Pari yang dilalui jalur kapal saat akuisisi data memiliki kedalaman antara 11-46 m dengan kedalaman rata-rata 30 m. Kedalaman minimum terdapat pada Transek 4 sedangkan kedalaman maksimum terdapat pada Transek 7. Tipe substrat perairan Pulau Pari di bagian barat berupa pasir kasar sedangkan di bagian utara berupa pasir halus dan lumpur (Kiswara 2010).

Alat

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah seperangkat komputer berbasis Windows yang sudah terinstalasi perangkat lunak Sonar5-pro untuk visualisasi dan ekstraksi data, Microsoft Excel untuk melakukan pengeditan dan perhitungan data, dan ArcMap untuk pembuatan peta lokasi penelitian.

Bahan

Bahan penelitian ini adalah data dari rangkaian penelitian yang dibiayai oleh SEAMEO BIOTROP. Data berupa data rekaman dari instrumen biosonic split beam echosounder DT-X (Gambar 2) yang telah diubah ekstensinya dari DT4 menjadi UUU. Tabel 1 berisi keterangan mengenai data yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 2 menunjukkan spesifikasi dari biosonic split beam echosounder 1 20140616_145236.uuu 32.8 1149 106.6197 106.6168 5.8645 5.8668 2 20140617_074115.uuu 30.94 5858 106.6214 106.6388 5.8617 5.8536 3 20140617_090830.uuu 36 3189 106.6320 106.6186 5.8497 5.8501 4 20140617_093432.uuu 41 4573 106.6171 106.5972 5.8499 5.8468 5 20140617_100918.uuu 32.52 2547 106.5963 106.5869 5.8467 5.8490 6 20140617_105800.uuu 36.99 3360 106.5800 106.5702 5.8526 5.8579 7 20140617_112442.uuu 45.11 8999 108.3968 108.3941 5.9472 5.9476 8 20140617_115442.uuu 40.99 3683 106.5998 106.6116 5.8727 5.8713

Tabel 2 Spesifikasi instrumen biosonic split beam echosounder DT-X (Sumber: http://www.biosonicsinc.com/)

Parameter Nilai

Frekuensi 200 kHz

System Noise Floor -140 dB

Ping rates 0.01-30 pps

Durasi pulsa 0.1-1 ms

Jangkauan deteksi 0.5-500 m

Kekuatan pancaran (transmit power) 100-1000 Watss RMS

Dimensi echosounder 49 cm x 39 cm x 19 cm; 13.6 kg

(16)

4

Gambar 2 Biosonic split beam echosounder DT-X (Sumber: http://www.biosonicsinc.com/)

Pengambilan Data

Pengambilan data dilakukan di perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta pada bulan Juni 2014. Pengambilan data dilakukan menggunakan instrumen biosonic split beam echosounder. Ilustrasi pengambilan data akustik dapat dilihat pada Gambar 3. Gelombang suara ditransmisikan oleh transducer ke kolom perairan. Gelombang yang mengenai objek atau dasar laut akan memantul kembali dan diterima oleh receiver.

(17)

5 Pengolahan Data

Pengolahan data sonar pada penelitian ini menggunakan perangkat lunak Sonar5-pro. Perangkat lunak ini merupakan series dari SonarX yang dibuat oleh Helge Balk dan Torfinn Lindem (Universitas Oslo). SonarX adalah sebuah program untuk menganalisis data sonar (post-processing tool) yang bekerja dengan single dan split beam echosounder. Pembuatan program ini dimulai selama penelitian di Sungai Torniojoki, Finlandia Utara, pada tahun 1997. SonarX terdiri dari dua sistem berbeda, yaitu Sonar4 dan Sonar5-pro. Berbeda dengan Sonar4 yang terfokus sebagai alat estimasi biomassa, Sonar5-pro memiliki sejumlah besar metode dan alat analasis seperti klasifikasi target, advanced biomass, tracking, dan analisis multifrekuensi.

Implementasi awal pada Sonar5-pro adalah metode untuk memvisualisasi data dari echosounder. Tujuannya adalah melihat apa yang terdeteksi oleh detektor amplitudo (Amp-echogram) dan detektor target tunggal (SED-echogram) pada echosounder. Implementasi selanjutnya adalah tracking dan metode alternatif dari single echo detector tradisional (Crossfilter Detector). Berikut adalah daftar beberapa metode dan alat yang telah diimplementasi pada Sonar5-pro (Balk 2001).

 Echogram: Amp-echogram dan SED-echogram;

Image analisis;

Tracking;

 Detektor target tunggal yang didesain khusus untuk kondisi signal-to-noise ratio rendah;

Sample data analyser untuk studi data dengan sudut dan power resolusi tinggi;

 Diagram posisi untuk presentasi secara grafis dari echo dan track;

Oscilloscop;

 Metode estimasi TS ke ukuran ikan;

 Kalkulator beam;

 Perhitungan arus air;

 Penyimpanan bottom profile;

 Alat untuk mengekstraksi data ke program lain;

 TVG: 20Log(R), 40Log(R), pilihan pengguna, dan mode pasif;

 Dan lain-lain

Ekstensi file yang digunakan pada Sonar5-pro adalah *.uuu. File uuu adalah file paling penting dan satu-satunya yang dibutuhkan untuk operasi dan analisis primer. File lain yang dibutuhkan dalam mendukung analisis antara lain file berekstensi *.NAV, *.phase, *.bottom, dan *.time. Sonar file yang berekstensi *.raw, *.DGx, *.DT4, dan *.DAT harus dikonversi terlebih dahulu ke format file uuu agar dapat dianalisis. Alat untuk mengonversi file sumber ke file uuu telah terimplementasi pada program Sonar5-pro. Pada file uuu hasil konversi terdapat dua macam echogram yang bisa ditampilkan, yaitu Amplitudo-echogram dan SED-echogram.

(18)

6

Gambar 4 Diagram alir pengolahan data

Secara umum, tahap pengolahan data yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari tahap pembuatan SED-echogram baru dengan berbagai pengaturan kriteria SED, tahap analisis biomassa berdasarkan SED, dan tahap interpretasi. Tahap pertama adalah menentukan pengaturan kriteria SED yang digunakan. Penentuan kriteria tersebut dilakukan dengan cara menguji berbagai macam variasi pengaturan kriteria SED dan membandingkan hasilnya. Setelah SED-echogram baru didapat, tahap selanjutnya adalah melakukan analisis biomassa berdasarkan SED. Analisis ini bertujuan untuk melihat ada tidaknya pengaruh pengaturan kriteria SED terhadap nilai-nilai yang dihasilkan analisis biomassa seperti target strength dan densitas ikan. Sebelum melakukan tahap interpretasi,

Selesai Interpretasi Hasil ekstrak data (*.txt)

Pengeditan dan pengolahan data

Diagram, tabel, dan peta Mulai

Amplitudo-echogram (*.uuu)

Single Echo Detector (SED)

(19)

7 dilakukan pengolahan data hasil analisis biomassa yang telah diekstrak menggunakan Microsoft Excel. Pengolahan data ini mengonversi data dalam bentuk tabel, diagram, dan peta agar memudahkan dalam interpretasi data.

Analisis dan Interpretasi Data Pembuatan SED-echogram

Jika dua ikan memasuki beam suara pada jarak yang sama, transduser akan menerima gema dari kedua ikan tersebut pada waktu yang sama. Akibatnya, gema tersebut mengalami interferensi (Gambar 5). Single echo detector berguna untuk menekan gema seperti kasus tersebut dengan menguji echo-pulse dengan kriteria SED.

Menurut Soule et al. (1997), single target dideteksi melalui lima langkah umum berikut:

1. Amplitudo peak diseleksi di atas SED threshold

2. Mengukur echo-length (baik berdasarkan waktu ataupun jarak) 3. Membandingkan echo-length dengan durasi pulsa

4. Standar deviasi fase, gema akan ditolak jika standar deviasi fase hasil pengukuran melebihi limit yang telah ditentukan sebelumnya

5. Beam compensation hasil perhitungan harus lebih kecil dari nilai yang telah ditentukan

Gambar 5 Ilustrasi hubungan antara panjang pulsa yang ditransmisikan (), kecepatan suara (c), frekuensi sampel (∆t), dan jarak target (d). Jika jarak target terlalu kecil, dua gema akan overlap dan membentuk multiple echo. (Sumber gambar: Balk 2001)

(20)

8

meningkatkan kualitas SED yang dideteksi. Pembuatan SED-echogram yang baru pada Sonar5-pro dapat menggunakan tradisional single echo detector berdasarkan echo-length. Diagram alir pembuatan SED terdapat pada Gambar 6. Tutorial pembuatan SED terdapat pada Lampiran 1.

Kriteria utama yang digunakan dalam single echo detector berdasarkan echo-length adalah minimum echo-length, maksimum echo-length, minimum target size, maksimum phase deviation, dan maksimum gain compensation. Echo-length merupakan distribusi gema dalam domain range (jarak). Phase deviation dikalkulasi sebagai standar deviasi dari sudut sampel dalam setiap echo-pulse dari domain along-ship (Alo) dan athwart-ship (Ath). SonarX mengkalkulasi standar deviasi dari sudut mekanis. Gain compensation, atau disebut juga beam compensation, menentukan lebar cross-section dari beam. Gema yang terdeteksi di luar lingkaran atau elips yang telah ditentukan maksimum gain compensation tidak akan diterima sebagai gema tunggal.

Gambar 6 Diagram alir pembuatan SED-echogram baru

(21)

9 Single echo detector berdasarkan echo-length terdiri dari elemen detector, evaluator, beam forming, dan quality tagging. Detector mendeteksi gema berdasarkan kriteria echo-length. Evaluator menentukan gema yang dapat diterima atau tidak dapat diterima. Evaluator menyortir gema menggunakan kriteria target size dan phase deviation. Beam clipping berfungsi untuk memotong deteksi. Jika beam rectangular (kotak) dipilih, deteksi di luar kotak yang ditentukan akan dipotong. Jika beam circular dipilih, gema dengan nilai gain compensation lebih tinggi dari nilai maksimum yang telah ditentukan akan dipotong. Gema yang telah melewati beam clipping akan diuji kualitasnya. Kriteria kualitas gema dapat diatur. Hanya gema yang memenuhi kriteria kualitas yang akan ditandai sebagai high quality echo.

Selain single echo detector berdasarkan echo-length, ada pula detektor SED yang berdasarkan cross-filter atau biasa disebut Crossfilter Detector (CFD). CFD ini digunakan saat kondisi signal-to-noise ratio rendah. Biasanya terjadi pada deteksi wilayah perairan dangkal berarus seperti sungai.

Analisis Biomassa

Sonar5-pro mengimplementasikan masing-masing metode analisis ke dalam jendela yang berbeda. Nilai densitas ikan diperoleh dari proses biomass analysis pada jendela biomass (Gambar 7). Nilai biomassa ikan dapat dihasilkan dalam analisis biomassa jika terdapat data tambahan berupa database spesies. Ketika database spesies yang ada pada lokasi penelitian tidak tersedia, maka analisis biomassa hanya akan menghasilkan nilai target strength, volume backscattering strength, distribusi ukuran target, dan densitas.

Gambar 7 Tampilan jendela Sonar5-pro pada saat analisis biomassa

Echosounder mengukur energi yang diterima oleh transduser. Integrasi dari energi terhadap waktu akan menghasilkan energi. Energi ini dapat diinterpretasikan sebagai returned backscattering coefficient dalam sebuah unit volume (sv) atau dalam unit area (sA).

(22)

10 yang dihamburbalikan oleh target. Hubungan target strength dengan backscattering cross-section (σbs) dapat dinyatakan pada persamaan berikut:

= 10� (� ) ... 3 Nilai TS dapat digunakan untuk mengestimasi ukuran panjang ikan. Secara akustik, ukuran panjang ikan (L) berhubungan linier dengan scattering cross-section (σ) melalui persamaan (Foote 1987):

�= �2, sehingga

= 20� �+ ... 4 dimana A adalah nilai target strength untuk 1 cm panjang ikan (normalized target strength) dan tergantung dari spesies ikan. Foote (1987) menyatakan bahwa gelembung renang pada ikan juga mempengaruhi nilai A. Ikan dengan gelembung renang tertutup (physochlist) memiliki nilai A=67.5, pada ikan dengan gelembung renang terbuka (physotome) A=71.9, dan A=80 untuk ikan tanpa gelembung renang (bladderless fish). Persamaan hubungan TS dan panjang ikan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

= 20� �+ 68.0 ... 5 Persamaan ini digunakan karena pada penelitian ini target yang dideteksi merupakan ikan secara umum tanpa keterangan spesifik mengenai spesies dan kondisi gelembung renang. Selain itu, menurut Foote (1987) dan Traynor (1996) Persamaan 5 biasa digunakan untuk studi kelompok ikan kecil. Mengetahui target strength dari setiap individu ikan dalam volume atau area ini memungkinkan untuk mengestimasi densitas ikan. Densitas ikan dapat diestimasi melalui beberapa metode menggunakan Sonar5-pro, yaitu Sv/TS scaling, echo counting,

trace counting, dan single beam Craig & Forbes deconvolution.

Pada Sonar5-pro, selain terdapat empat metode untuk estimasi densitas ikan, terdapat juga empat sumber untuk menentukan distribusi ukuran. Keempat sumber tersebut adalah single echo detection, fish basket in situ, fish basket ex situ, dan catch in fish basket. Metode Sv/TS scaling dapat menggunakan keempat sumber

tersebut. Metode echo counting dan single beam dapat menggunakan single echo detection atau fish basket in situ sebagai sumber, sedangkan metode trace counting hanya dapat menggunakan fish basket in situ. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis biomassa Sv/TS scaling berdasarkan

single echo detection. Metode echo counting berdasarkan single echo detection juga digunakan untuk membandingkan nilai densitas yang dihasilkan. (Diagram alir analisis biomassa terdapat pada Gambar 8).

Langkah pertama dalam analisis biomassa adalah membuka file yang berisi SED-echogram baru. Selanjutnya adalah menentukan wilayah yang akan dianalisis. Dalam penelitian ini, wilayah analisis pada setiap file dibagi per 500 ping tiap kedalaman 10 m. Pengaturan metode, sumber distribusi ukuran, satuan, pengelompokan target, dan keluaran yang akan dihasilkan terdapat pada jendela analisis biomassa. Ketika tombol analyse ditekan, maka Sonar5-pro akan memproses analisis biomassa dari setiap sel yang ada pada file. Hasil proses analisis ini kemudian diekstrak ke dalam bentuk *.txt (Lampiran 2 dan 3) untuk diolah secara lebih lanjut. Dari proses analisis biomassa akan didapatkan nilai mean TS, Sv, distribusi ukuran target, volume densitas, dan area densitas. Tutorial

(23)

11

Gambar 8 Diagram alir analisis biomassa

Metode Sv/TS scaling ini menggunakan Sv dan TS dalam domain linear (sv

dan σbs). Metode Sv/TS scaling mengintergrasi energi dari detektor amplitudo yang

terlihat pada Amp-echogram (total) dan dari detektor target tunggal yang terlihat pada SED-echogram (SED). Estimasi volume dan area dari beam suara untuk Amp-echogram ditentukan dengan menggunakan konsep equivalent beam angle. SED-beam diestimasi dari bukaan sudut along-ship dan athwart-ship transduser yang ditentukan oleh faktor beam compensation.

Volume densitas (ρv) menunjukkan jumlah ikan per unit volume air

(fish/m3). Densitas ikan juga dapat diekspresikan dalam jumlah ikan per unit area permukaan (fish/ha). Maksudnya, jumlah ikan yang ditemukan pada kolom air di bawah sebuah unit area permukaan laut. Apabila nilai koefisien hambur balik (σbs)

semua jenis ikan sama dan diketahui, maka unit volume koefisien hambur balik (sv) dapat ditulis dengan persamaan berikut:

� = �� ∙ � ...6

Jika menggunakan banyak ukuran kelas, maka persamaan tersebut menjadi:

� = � �=� � sehingga,

� = 1 �

� �=� �

...7 Dimana N adalah total deteksi, k mengindikasikan ukuran kelas ke-k, dan nk merupakan jumlah deteksi pada kelas k. Ukuran kelas didapatkan dari linear off-axis compensated target strength (TSc). Pada Sonar5-pro, persamaaan ini

Setting metode dan output

Mulai analisis

Hasil ekstrak data (*.txt)

(24)

12

/ 2 =

� *) Fish per unit area ... 10

Untuk mendapatkan densitas total, maka digunakan persamaan berikut:

/ 3 = / 3

Metode echo counting pada dasarnya menghitung echo dari target individual untuk menentukan densitas. Area densitas ditentukan dengan mengkalkulasikan jumlah rata-rata dari single echo detection per ping, dibagi oleh volume dari beam dan dikali tinggi beam.

Selain kegiatan akuisisi data, kegiatan post-processing juga merupakan bagian penting dalam survei hidrografi dengan menggunakan metode akustik. Post-processing adalah kegiatan mengolah dan menganalisis data hasil survei. Perangkat lunak dan metode pengolahan data yang digunakan tergantung pada instrumen dan target studi. Data hasil akuisisi menggunakan instrumen split beam echosounder dapat diolah dan dianalisis menggunakan beberapa perangkat lunak, diantaranya Sonar5-pro.

Sonar5-pro memiliki beberapa keunggulan dibanding perangkat lunak pengolahan data sonar lain. Salah satu keunggulan Sonar5-pro adalah userfriendly. Maksudnya, Sonar5-pro dapat dioperasikan dengan mudah oleh berbagai kalangan. Menurut Hateley (2005), Sonar5-pro memiliki keunggulan dalam mempermudah proses echo integration, echo counting, dan track counting dibandingkan perangkat lunak Echoview. Sonar5-pro juga sangat direkomendasikan untuk menangani jumlah data yang banyak dan untuk memproses acoustic fish counter data.

Balk (2001) menjelaskan bahwa Sonar5-pro dapat menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi pada pengolahan data akustik dari perairan dangkal. Dibandingkan dengan Echoview, Sonar5-pro lebih mudah dalam proses pendeteksian target tunggal. Selain menggunakan single echo detector tradisional (berdasarkan echo-length), Sonar5-pro juga dapat menggunakan single echo detector berdasarkan Crossfilter Detection (CFD). CFD inilah yang digunakan saat kondisi signal-to-noise ratio rendah seperti pada perairan dangkal.

(25)

13

Gambar 9 Tampilan echogram pada Sonar5-pro. (a) Amp-echogram; (b) SED-echogram

Data yang ditampilkan pada Amp-echogram (Gambar 9a) lebih banyak karena menampilkan semua gema yang diterima oleh receiver. Amp-echogram menampilkan gema dari schooling ikan, dasar perairan, hingga gema dari dasar kedua (E2). Bagian dasar perairan yang keras akan menghasilkan gema dengan amplitudo yang tinggi sehingga ditunjukkan oleh warna merah. Analisis lebih lanjut dari gema dasar perairan akan menghasilkan informasi berupa tipe substrat hingga lapisan-lapisan dasar perairan. Tipe dari dasar perairan dapat ditentukan dari nilai kekasaran (E1) dan kekerasan (E2). Menurut Pujiyati et al. (2010) tipe dasar perairan di Kepulauan Seribu sangat beragam, mulai dari terumbu hingga lumpur.

(26)

14

Single Echo Detection (SED)

Single echo detection (SED) pada Sonar5-pro ditampilkan pada SED-echogram. SED merupakan representasi echo dari single backscattering target yang terdeteksi di dalam beam pada sebuah echosounder. Semakin baik pendeteksian target tunggal, maka akan semakin akurat nilai backscatter dari suatu target tunggal. Nilai backscatter yang akurat akan meningkatkan keakuratan penentuan jenis target (ikan). Nilai backscatter ikan dipengaruhi oleh jenis, bentuk, dan gelembung renang (Simmonds and MacLennan 2005).

Single echo detector adalah sebuah tool yang dapat mendeteksi single target pada data hasil rekaman echosounder berdasarkan beberapa kriteria tertentu seperti echo-length dan phase deviation. Kriteria utama yang digunakan dalam single echo detector berdasarkan echo-length adalah minimum dan maksimum echo-length, minimum target size, maksimum phase deviation, dan maksimum gain compensation. Nilai echo-length berkisar antara 0.01-10 ms. Phase deviation memiliki kisaran nilai 0-45 derajat, sedangkan gain compensation bernilai 0-35 dB. Untuk menentukan pengaturan kriteria SED yang akan digunakan pada penelitian ini, dilakukan pengujian terhadap bermacam kriteria SED. Tabel 3 menunjukkan nilai mean TS dan kualitas gema dalam berbagai kriteria SED. Tabel 3 Nilai mean TS berdasarkan pengaturan kriteria single echo detection yang

berbeda

(27)

15 Mean TS berubah dari -58.53 dB untuk maksimum gain compensation (MGC) sebesar 3, menjadi -56.22 dB untuk MGC sebesar 6. Perubahan mean TS berbanding lurus dengan perubahan MGC. Mean TS juga meningkat seiring penurunan maksimum phase deviation (MPD). Perubahan MPD dari 0.6 menjadi 0.3 mengakibatkan perubahan mean TS sebesar 3.29 dB (dari 58.52 dB menjadi -55.24 dB). Perubahan nilai echo-length tidak berpengaruh secara signifikan terhadap mean TS. Perubahan maksimum echo-length dari 1.3 ms menjadi 1.5 ms hanya merubah mean TS 0.26 dB. Perubahan mean TS terhadap minimum echo-length, maksimum echo-length, maksimum gain compesation, dan maksimum phase deviation sesuai dengan penelitian Parker-Stetter et al. (2009) di Great Lakes, USA.

Penggunaan filter pada pengaturan single echo detector mempengaruhi nilai mean TS secara signifikan. Semakin besar penggunaan filter, semakin besar pula nilai mean TS. Pada penggunaan filter 1x3, mean TS menjadi -56.15 dB. Sedangkan pada penggunaan filter 3x5, mean TS menjadi -50.43 dB (memiliki selisih 8.1 dB jika dibandingkan tidak menggunakan filter). Penggunaan filter juga mengurangi number of sample yang terdeteksi secara signifikan. Dari total 4679 number of sample saat tidak menggunakan filter, hanya 878 sample yang terdeteksi saat menggunakan filter 1x3.

Setiap pengaturan kriteria pada single echo detector menghasilkan presentasi kualitas SED yang berbeda. Dari 15 pengaturan kriteria yang digunakan, hanya lima pengaturan kriteria yang memiliki kualitas SED tinggi sebesar 100%. Kelima pengaturan kriteria tersebut adalah SED-a, SED-d, SED-f, SED-g, dan SED-m. Menandai kualitas dari gema yang terdeteksi memiliki banyak kegunaan. Salah satunya adalah dalam estimasi ukuran ikan. Penggunaan gema dengan kualitas tinggi sangat diperlukan dalam estimasi ukuran agar mendapatkan hasil yang akurat (Balk dan Lindem 2014). Oleh karena itu, pada penelitian ini dipilih pengaturan kriteria SED dengan kualitas SED tinggi sebesar 100%. Selanjutnya, pengaturan kriteria SED yang digunakan adalah SED-ori sebagai kontrol, SED-d, SED-f, dan SED-m.

SED-d merupakan penggunaan nilai maksimum phase deviation lebih kecil dari SED-ori. SED-f menggunakan filter sedangkan SED-ori tidak menggunakan filter. SED-m merupakan penggunaan nilai minimum echo-length lebih kecil dibanding SED-ori. SED-a tidak dipilih karena kriteria yang digunakan sama dengan kriteria SED-ori. Bedanya SED-a menggunakan single echo detector dari perangkat lunak Sonar5-pro, sedangkan SED-ori merupakan SED bawaan dari echosounder yang digunakan. SED-g tidak digunakan karena pengaruh penggunaan filter telah diwakili oleh SED-f.

(28)

16

(a)

(b)

(c)

(d) Gambar 10 Tampilan SED-echogram menggunakan pengaturan kriteria single

(29)

17 Gema tunggal terdeteksi paling banyak pada SED-ori. Jumlah gema tunggal yang terdeteksi semakin berkurang pada SED-m, sedangkan SED-d menampilkan gema tunggal paling sedikit. Pada pengaturan kriteria SED-f, gema yang terdeteksi tak jauh berbeda dengan pengaturan kriteria SED-d. SED-d, SED-f, dan SED-m cenderung menghilangkan gema tunggal dengan intensitas kurang dari -61 dB. Hal ini menunjukan bahwa gema dengan intensitas kurang dari -61 dB lebih banyak mengalami interferensi.

Analisis Biomassa Berdasarkan SED

Target Strength dan Ukuran Panjang Ikan

Perairan Pulau Pari memiliki ekosistem terumbu karang sehingga ikan karang merupakan ikan yang mendominasi perairan ini. Ikan karang memiliki variasi yang tinggi baik dalam jenis, ukuran, maupun bentuk. Pada tahun 2013 ditemukan 216 spesies dari 49 famili ikan di perairan Pulau Pari yang didominasi oleh famili Labridae dan Pomacentridae (Madduppa et al. 2013). Famili lain yang ditemukan di perairan ini antara lain Nemipteridae, Balistidae, Scaridae, Pomacanthidae, Lutjanidae, Ephippidae, Caesionidae, Holocentridae, dan Chaetodotidae. Meskipun didominasi kelompok ikan karang, tidak menutup kemungkinan ditemukannya ikan pelagis dan ikan demersal di perairan Pulau Pari. Menurut Suyasa et al. (2007) komposisi produksi perikanan tangkap yang didaratkan di Pantai Utara Jawa terdiri dari ikan pelagis kecil (56.53%), ikan pelagis besar (2.60%), ikan demersal (15.86%), dan ikan karang (2.40%). Komposisi kelompok famili larva ikan yang ditemukan di perairan Pulau Pari, yaitu 54% merupakan kelompok ikan karang, 26% merupakan kelompok ikan demersal dan 17% merupakan kelompok ikan pelagis (Puspasari et al. 2013).

Empat pengaturan kriteria SED digunakan untuk mengetahui pengaruh kriteria SED terhadap nilai yang dihasilkan dalam proses analisis biomassa (nilai mean TS dan densitas). Dalam analisis biomassa berdasarkan SED ini digunakan metode Sv/TS Scaling. Threshold (ambang batas) yang digunakan pada analisis ini

adalah -70 dB sampai dengan -34 dB dengan step -3 dB. Ambang Batas tersebut digunakan karena menurut Simmonds dan MacLennan (2005) target strength ikan secara umum berada pada kisaran -70 sampai dengan -20 dB, sedangkan plankton pada kisaran -80 dB sampai dengan -100 dB. Setelah dilakukan analisis biomassa, didapatkan jumlah SED yang terdeteksi dari keseluruhan data. Gambar 11 menunjukkan banyaknya SED yang terdeksi dalam analisis biomassa pada setiap pengaturan kriteria SED.

(30)

18

SED-ori memiliki jumlah SED paling banyak, yaitu sebesar 11514. Jumlah SED menurun berturut-turut pada pengaturan kriteria SED-m (7812), SED-f (3434), dan SED-d (2437). SED-d memiliki jumlah SED terdeteksi paling sedikit. Penurunan pada jumlah SED terjadi karena single echo detector juga berfungsi sebagai filter yang menyaring gema sesuai dengan kriteria. Pada SED-f, gema tidak hanya disaring berdasarkan kriteria SED namun juga oleh sistem filter yang menerapkan penyaringan weight-height. Hal ini membuat SED-f memiliki hasil deteksi yang lebih baik. Pengaturan kriteria SED tidak hanya berpengaruh pada jumlah SED yang terdeteksi, tapi juga berpengaruh pada proporsi ukuran ikan tunggal yang terdeteksi (Gambar 12).

(31)

19 Ukuran ikan dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu small, medium, dan large. Small merupakan kelompok dengan nilai TS -70 dB sampai dengan -61 dB. Medium berisi ikan dengan nilai TS -61 dB sampai dengan -49 dB. Ikan dengan nilai TS -49 dB sampai dengan -34 dB dikelompokkan sebagai large. Pembagian kelompok ukuran target ini berdasarkan Samedy et al. (2015) yang membagi ukuran ikan menjadi tiga kelas akustik. Contoh spesies untuk kelompok small adalah ikan keakea (Siganus virgatus) dengan nilai TS -66.2 dB, contoh kelompok medium adalah ikan baronang (Siganus guttatus) dengan TS -56.3 dB, dan kelompok large adalah ikan kerapu lodi (Cephalopolis sexmaculata) dengan TS -48.6 dB (Manik 2013). Ikan keakea, baronang, dan kerapu lodi termasuk ke dalam kelompok ikan karang yang ditemukan di perairan Pulau Pari (Delvano 2010).

Pengaruh pengaturan kriteria SED tidak terlihat signifikan pada kedalaman 2-11 m (Gambar 12a). Perbedaan proporsi dari tiap pengaturan kriteria SED terlihat jelas pada kedalaman 31-41 m (Gambar 12d) dan 41-45.11 m (Gambar 12e). Pengaturan kriteria SED-d memang memiliki jumlah SED terdeteksi paling sedikit (2437) namun memiliki proporsi kelompok medium dan large yang paling banyak pada tiap kedalaman dibanding pengaturan kriteria SED yang lain. Hal ini membuktikan bahwa SED-d lebih dominan mendeteksi ikan dengan ukuran yang besar dan mengeliminasi ikan kecil.

Pada kedalaman 2-11 m didominasi oleh kelompok ikan small hingga 86.4%. Proporsi kelompok small menurun seiring bertambahnya kedalaman. Proporsi pada kedalaman 41-45.11 m didominasi oleh kelompok medium dengan kisaran 40-67%. Hal ini sesuai dengan Pujiyati (2008) yang menyatakan bahwa ukuran ikan demersal berkisar antara -60 dB sampai -45 dB.

Pada analisis biomassa juga didapatkan distribusi nilai mean TS secara spasial (Gambar 13-17). Nilai mean TS juga dibagi ke dalam tiga kelompok, small (-70 s/d -61 dB), medium (-60 s/d -49 dB), dan large (-48 s/d -34 dB).

(32)

20

Gambar 14 Sebaran mean TS pada kedalaman 11-21 m

(33)

21

Gambar 16 Sebaran mean TS pada kedalaman 31-41 m

Gambar 17 Sebaran mean TS pada kedalaman 41-45.11 m

(34)

22

sebaran nilai mean TS dari kriteria SED-ori dan SED-f. Sebaran mean TS dari SED-d dan SED-m terdapat pada Lampiran 5.

Mean TS pada kedalaman 2-11 m (Gambar 13) didominasi oleh kelompok small (-70 s/d -61 dB). Menurut Rengi dan Brown (2014) nilai TS pada kedalaman <10 m (wilayah permukaan) adalah -94 dB hingga -64 dB. Variasi sebaran mean TS bertambah pada kedalaman 11-21 m (Gambar 14) dan 21-31 m (Gambar 15). Mean TS dengan ukuran medium (-61 dB s/d -49 dB) semakin banyak tersebar menggantikan kelompok small. Penggunaan pengaturan kriteria SED menghasilkan perbedaan nilai sebaran mean TS pada tempat-tempat tertentu, seperti pada bagian Selatan dan Barat. Terlihat bahwa nilai mean TS dari SED-ori (persegi) dan SED-f (segitiga) menunjukkan kelompok mean TS yang berbeda (ditunjukkan dengan warna yang berbeda) di wilayah tertentu. Perbedaan sebaran mean TS karena pengaruh kriteria SED terbanyak ada pada kedalaman 11-21 m.

Kedalaman 31-41 m (Gambar 16) memiliki mean TS yang menyebar kebanyakan pada kelompok medium. Pada kedalaman 41-45.11 m (Gambar 17), terlihat hanya dua tanda yang menunjukkan nilai mean TS. Hal itu dikarenakan kedalaman lebih dari 41 m pada perairan Pulau Pari hanya terdapat di tempat tersebut. Nilai mean TS pada kedalaman 41-45.11 m termasuk ke dalam kelompok medium. Menurut Rengi dan Brown (2014) nilai TS ikan dasar lebih tinggi dibanding ikan pelagis. Rata-rata nilai TS ikan demersal pada kedalaman 40 m adalah -45 dB (Pujiyati 2008).

Berdasarkan sebaran mean TS (Gambar 13-17) dan proporsi ukuran ikan (Gambar 12) dapat disimpulkan bahwa seiring bertambahnya kedalaman, ikan yang terdeteksi semakin sedikit, namun proporsi ikan ukuran medium dan large meningkat. Hal ini sesuai dengan penelitian Rajali et al. (2006) bahwa ukuran target strength ikan meningkat seiring peningkatan kedalaman perairan namun dalam jumlah yang semakin berkurang. Secara umum, pengaturan kriteria SED mempengaruhi distribusi nilai mean TS di perairan Pulau Pari.

Nilai target strength dapat dikonversi menjadi ukuran panjang ikan menggunakan sebuah persamaan. Nilai mean TS yang dihasilkan pada penelitian ini didominasi oleh kelompok small, oleh karena itu persamaan hubungan TS dan panjang ikan yang digunakan adalah Persamaan 5. Contoh perhitungan konversi nilai target strength ke ukuran panjang ikan terdapat pada Lampiran 6. Ukuran panjang ikan yang diperoleh merupakan ukuran panjang rata-rata karena hasil konversi dari nilai mean TS. Nilai mean TS terkecil yang didapat pada penelitian ini adalah -69.92 dB dari pengaturan SED-d di kedalaman 21-31 m. Nilai mean TS terbesar adalah -37.58 dB dari SED-ori pada kedalaman 21-31 m. Hal ini menyebabkan ukuran panjang ikan rata-rata terkecil dan terbesar berturut-turut adalah 0.89 cm dan 33.2 cm. Nyatanya, secara individu ada target dengan TS -37 dB s/d -34 dB (panjang 35.5-50 cm) yang terdeteksi.

Pengelompokan ukuran panjang ikan mengikuti pengelompokan nilai mean TS, sehingga ukuran panjang ikan dikelompokan ke dalam kelompok small (0.8-2.2 cm dari -70 dB s/d 61 dB), kelompok medium (2.2-8.9 cm dari -61 dB s/d -49 dB), dan kelompok large (8.9-50.1 cm dari -49 dB s/d -34 dB). Berdasarkan pengelompokan tersebut, maka peta sebaran nilai mean TS (Gambar 13-17) dapat diinterpretasikan juga sebagai peta sebaran ukuran panjang ikan.

(35)

23 menemukan ikan Pomacentrus burroughi (panjang maksimum 5.5 cm) dan ikan Platax teira (panjang maksimum 70 cm) di Perairan Pulau Pari. Menurut Hixon (2001), ikan pada fase settlement (juvenil) memiliki panjang antara 0.8-2 cm.

Perairan Pulau Pari didominasi ikan kelompok small (0.8-2.2 cm), terutama pada kedalaman 2-11 m dan 11-21 m (berdasarkan peta sebaran mean TS). Menurut Hixon (2001), dalam siklus hidup ikan karang terdapat fase juvenil, yaitu fase peralihan antara larva ke ikan dewasa. Larva ikan karang melayang di laut terbuka sebagai plankton. Pada fase juvenil, ikan berpindah dari laut terbuka menuju ke ekosistem terumbu karang. Ukuran panjang ikan pada fase ini berkisar 0.8-2 cm. Umumnya, ikan dalam fase ini terdapat pada kedalaman 0-20 m dengan kedalaman maksimum perairan 30-100 m.

Ikan dengan ukuran medium (2.2-8.9 cm) yang terdapat di perairan Pulau Pari diantaranya adalah Pomacentrus burroughi (famili Pomacentridae) yang memiliki panjang maksimal 5.5 cm dan ikan Apogon sealei (famili Apogonidae) dengan panjang maksimal 10 cm. Contoh ikan yang termasuk kelompok large (8.9-50.1 cm) adalah ikan dari famili Labridae seperti Cirrhilabrus cyanopleura dengan panjang maksimal 15 cm, Halichoeres hortulanus dengan panjang maksimal 27 cm, dan Thalassoma lunare dengan panjang maksimal 45 cm (Madduppa et al. 2013).

Semakin bertambah kedalaman, ikan kelompok medium (2.2-8.9 cm) semakin bertambah. Menurut Medwin dan Clay (1998), target dengan ukuran 2-20 cm merupakan nekton kecil dan makro zooplankton seperti ikan teri dan udang, sedangkan target dengan ukuran 20-200 cm termasuk ke dalam kelompok nekton besar seperti ikan tuna.

Densitas Ikan

Densitas atau kepadatan target dapat dinyatakan dalam dua satuan, yaitu satuan volume dan satuan area. Pada dasarnya, metode akustik akan menghasilkan densitas dalam satuan volume karena densitas merupakan fungsi dari volume backscattering coefficient (sv) (Persamaan 8). Namun densitas dalam satuan area

lebih dikenal oleh masyarakat umum. Oleh karena itu, saat ini metode akustik juga menghasilkan densitas dalam satuan area. Area densitas tersebut merupakan fungsi dari area backscattering coefficient (sA) (Persamaan 9), sedangkan sA

sendiri merupakan integral dari sv (Persamaan 2).

Densitas diestimasi menggunakan dua metode, yaitu metode echo counting dan metode Sv/TS scaling. Metode echo counting merupakan metode estimasi

(36)

24

Gambar 18 Sebaran densitas pada kedalaman 2-11 m (metode echo counting)

(37)

25

Gambar 20 Sebaran densitas pada kedalaman 21-31 m (metode echo counting)

(38)

26

Gambar 22 Sebaran densitas pada kedalaman 41-45.11 m (metode echo counting) Peta sebaran densitas (metode echo counting) menggunakan kriteria SED-d dan SED-m terdapat pada Lampiran 7. Secara spasial, terjadi perbedaan sebaran densitas dari setiap pengaturan kriteria SED. Terlihat beberapa perbedaan nilai densitas di beberapa tempat antara tiap pengaturan kriteria SED. Perbedaan paling banyak ditemukan pada kedalaman 2-11 m. Sebaran didominasi oleh kelompok 1,000-5,000 fish/ha pada kedalaman 2-11 m dan 11-21 m. Nilai densitas semakin besar seiring bertambahnya kedalaman.

Metode echo counting bekerja paling baik dengan ikan besar dan scatters yang kuat. Echo yang dihitung hanya gema yang berasal dari ikan yang terpisah secara sempurna satu sama lain (tidak terjadi overlapping). Oleh karena itu, metode echo counting sangat bergantung pada kualitas SED. Perbedaan pengaturan kriteria SED yang menyebabkan perbedaan SED terdeteksi akan mempengaruhi hasil analisis menggunakan metode ini. Kondisi terbaik untuk menggunakan echo counting adalah ketika ikan terdistribusi secara random pada rata-rata densitas yang rendah. Sebaliknya, kondisi terburuk diperoleh ketika distribusi ikan padat (schooling), sehingga metode echo counting lebih sering digunakan pada perairan darat dibanding laut lepas. Metode ini juga biasa digunakan untuk mendeteksi spesies tunggal yang telah diketahui, seperti migrasi salmon (Simmonds dan MacLennan 2005).

Selain metode echo counting, metode lain yang biasa digunakan untuk mengestimasi kelimpahan target secara akustik adalah metode Sv/TS scaling.

Metode Sv/TS scaling mengintegrasi energi dari amplitudo total dan dari target

(39)

27 echogram. Sebaran densitas ikan di perairan Pulau Pari menggunakan metode Sv/TS scaling berdasarkan pengaturan kriteria SED-ori dan SED-f ditunjukkan

pada Gambar 23-27.

Gambar 23 Sebaran densitas pada kedalaman 2-11 m (metode Sv/Ts scaling)

(40)

28

Gambar 25 Sebaran densitas pada kedalaman 21-31 m (metode Sv/Ts scaling)

(41)

29

Gambar 27 Sebaran densitas pada kedalaman 41-45.11 m (metode Sv/Ts scaling)

Peta sebaran densitas (metode metode Sv/Ts scaling) menggunakan kriteria

SED-d dan SED-m terdapat pada Lampiran 8. Sebaran densitas metode Sv/Ts

scaling juga didominasi oleh kelompok 1,000-5,000 fish/ha. Densitas rata-rata pada kedalaman 2-11 m pada setiap pengaturan SED berkisar 10,000-50,000 fish/ha. Menurut penelitian Siregar et al. (2013), densitas ikan di perairan Pulau Pari pada kedalaman 10 m berkisar 1.34-2.18 ind/m2 atau 13,400-21,800 fish/ha. Dibandingkan dengan metode echo counting, metode ini memiliki lebih sedikit perbedaan pada tiap pengaturan kriteria SED. Perbedaan banyak ditemukan pada kedalaman 11-21 m. Di samping itu, densitas yang dihasilkan metode echo counting cenderung memiliki nilai yang lebih besar. Tabel 4 merupakan nilai rata-rata densitas (baik volume maupun area) yang dihasilkan menggunakan metode Sv/TS scaling dan echo counting.

Tabel 4 Nilai densitas rata-rata menggunakan metode Sv/TS scaling dan echo

counting

Kriteria SED

Sv/TS scaling Echo counting

Volume Densitas

(42)

30

Pengaturan kriteria SED juga lebih berpengaruh pada metode echo counting karena selisih densitas dari masing-masing pengaturan cukup besar.

Meskipun metode echo counting menghasilkan densitas yang lebih tinggi dan lebih terpengaruh terhadap pengaturan kriteria SED, namun metode Sv/TS

scaling lebih disarankan dalam estimasi densitas di perairan Pulau Pari. Perairan ini memiliki densitas yang cukup tinggi dengan mayoritas ikan berukuran kecil. Metode echo counting akan mengalami bias ketika diaplikasikan pada perairan ini. Metode Sv/TS scaling yang mengestimasi densitas berdasarkan energi dari

backscatter ikan lebih dianjurkan karena menghasilkan data yang lebih akurat. Secara umum, jumlah target yang banyak akan menghasilkan nilai densitas yang besar. Pada penelitian ini terlihat adanya anomali pada SED-d. Berdasarkan Gambar 11, jumlah target terdeteksi pada SED-d merupakan yang paling sedikit dibandingkan pengaturan kriteria SED lain. Namun, densitas yang dihasilkan merupakan yang paling besar baik menggunakan metode Sv/TS scaling maupun

echo counting. Anomali ini dapat terjadi karena menurut Simmond dan MacLennan (2005) bahwa hubungan antara jumlah target yang terdeteksi, ukuran ikan, dan amplitudo gema tidak sesederhana itu.

Nilai mean TS, ukuran panjang target, dan densitas yang dihasilkan menunjukkan bahwa pengaturan kriteria SED memiliki pengaruh yang cukup signifikan. Dari keempat pengaturan kriteria SED, SED-d dan SED-f menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan SED-ori dan SED-m. SED-d merupakan penggunaan nilai maksimum phase deviation lebih kecil dari SED-ori. Menurunkan nilai deviasi fase ini mengakibatkan menurunnya jumlah target yang terdeteksi, meningkatnya proporsi target dengan ukuran yang besar, dan nilai densitas yang dihasilkan juga lebih besar. SED-f memiliki pengaturan kriteria yang sama dengan SED-ori hanya saja dilakukan proses penapisan (filter) dengan matrik 1x3. Adanya proses penapisan ini menghasilkan nilai analisis yang lebih baik. Meskipun SED-d proporsi target ukuran besar terbanyak, namun SED-f merupakan pengaturan kriteria SED yang disarankan untuk digunakan. Untuk mendapatkan nilai analisis biomassa yang lebih akurat, diperlukan pengaturan kriteria SED dengan mengaplikasikan filter dan menurunkan nilai deviasi fase.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(43)

31 Sv/TS scaling. Pengaturan kriteria SED yang mempengaruhi analisis biomassa

berturut-turut adalah SED-d, SED-f, dan SED-m. Pengaturan kriteria SED yang disarankan untuk digunakan adalah SED-f.

Saran

Diperlukan informasi ikan hasil penangkapan di daerah penelitian agar nilai biomassa dapat diketahui. Perlu analisis lebih lanjut mengenai pengaruh objek lain seperti sedimen tersuspensi terhadap target yang dideteksi. Penerapan image analysis dan penerapan koreksi dalam analisis biomassa seperti track aspect dan de-convolution untuk meningkatkan akurasi yang dihasilkan.

DAFTAR PUSTAKA

Balk H. 2001. Development of hydroacoustic methods for fish detection in shallow water [Disertasi]. Oslo (NO): Universitas Oslo. ISSN 1501-7710 Nr. 137.309 p.

Balk H, Lindem T. 2000. Improved fish detection in data from split beam transducers. Aquatic Living Resources. 13(5):297-303.

Balk H, Lindem T. 2014. Sonar4 and Sonar5 Post Processing Systems, Operator Manual Version 602. Oslo (NO): Lindem Data Acquisition.

Delvano HA. 2010. Pendugaan nilai target strength ikan karang menggunakan sistem akustik split beam (bim terbagi) di Perairan Gugusan Pulau Pari, Kepulauan Seribu [Skripsi]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.

Foote KG. 1987. On representing the length dependence of acoustic target strength of fish. Journal of the Fisheries Research Board of Canada. 36(12):1490-1496.

Hanssen RE. 2011. Sonar Introduction. Oslo (NO): Universitas Oslo.

Hateley J. 2005. Assessment of Acoustic Post-processing Software Products for Fisheries Survey. Bristol (GB): Environment Agency. ISBN:1844324585. Http://www.biosonicsinc.com/product-dtx-portable-echosounder.asp (Diakses

pada: 30 September 2015)

Hixon MA. 2001. Coral-reef fishes. Di dalam: Steele JH, Turekian KK, Thorpe SA, editor. Encyclopedia of Ocean Sciences. London (UK): Academic Press. hlm 538-542.

Kiswara W. 2010. Studi pendahuluan: potensi padang lamun sebagai karbon rosot dan penyerap karbon di Pulau Pari Teluk Jakarta. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. 36(3): 361-376.

Madduppa HH, Subhan B, Suparyani E, Siregar AM, Arafat D, Tagiran SA, Alimuddin, Khairudi D, Rahmawati F, Bramandito A. 2013. Dynamics of fish diversity across an environmental gradient in the Seribu Islands reefs off Jakarta. Biodiversitas. 14(1):17-14.

(44)

32

Medwin H, Clay SC. 1998. Fundamentals of Acoustical Oceanography. San Diego (US): Academy Press.

Parker-Stetter SL, Rudstam LG, Sullivian PJ, Warner DM. 2009. Standard Operating Procedures for Fisheries Acoustic Surveys in The Great Lakes. Ann Arbor (US): Great Lakes Fish Commission.

Pujiyati S. 2008. Pendekatan metode hidroakstik untuk analisis keterkaitan antara tipe substrat dasar perairan dengan komunitas ikan demersal [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Pujiyati S, Hartati S, dan Priyono, W. 2010. Efek butiran, kekasaran, dan kekerasan dasar perairan terhadap nilai hambur balik hasil deteksi hidroakustik. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 2(1):59-67. Puspasari R, Damar A, Kamal MM, Batu DL, Wiadnyana NN, Taufik M. 2013.

Dinamika larva ikan sebagai dasar opsi pengelolaan sumber daya ikan di Laguna Pulau Pari Kepulauan Seribu. Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia. 5(1):1-7.

Rajali H, Gambang AC, Hamid IA, Hasan RB, Awang D, Shiomi K, Fujiwara. 2006. Stock assessment by hidroacoustic method in the South China Sea Area II: Sabah, Sarawak, Brunei Darussalam [Internet]. http://www.researchgate.net/publication/241914943_Stock_Assessment_by _HydroAcoustic_Method_in_the_South_China_Sea_Area_II_Sabah_Saraw ak_Brunei_Darussalam (27 Oktober 2015).

Rengi P, Brown A. 2014. Pelagic fish stock estimation by using the hydroacoustic method in Bengkalis Regency Water. Berkala Perikanan Terubuk. 42(1):21-34.

Rudstam LG, Hansson S, Lindem T, Einhouse DW. 1999. Comparison of target strength distributions and fish densities obtained with split beam and single beam echo sounders. Fisheries Research. 42:207-214.

Sachoemar IS. 2008. Karakteristik lingkungan perairan Kepulauan Seribu. Jurnal Air Indonesia. 4(2): 109-114.

Samedy V, Wach M, Lobry J, Selleslagh J, Pierre M, Josse E, Boet P. 2015. Hydroacoustics as a relevant tool to monitor fish dynamics in large estuary. Fisheries Research. 172:225-233.

Simmonds J, MacLennan D. 2005. Fisheries Acoustics: Theory and Practice Second Edition. Oxford (UK): Blackwll Publishing.

Siregar VP, Wouthuyzen S, Sunuddin A, Anggoro A, Mustika AA. 2013. Pemetaan habitat dasar dan estimasi stok ikan terumbu dengan citra satelit resolusi. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 5(2):453-463.

Soule M, Barange M, Solli H, Hampton I. 1997. Performance of a new phase algorithm for discriminating between single and overlapping echoes in a split-beam echosounder. ICES Journal of Marine Science. 54:934-938. Suyasa IN, Sondita MFA, Nikijuluw VPH, Monintja DR. 2007. Status

sumberdaya ikan pelagis kecil dan faktor penentu efisiensi usaha perikanan di Pantai Utara Jawa. Buletin Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan FPIK IPB. 16(2):233-234.

(45)

33

LAMPIRAN

Lampiran 1 Tutorial pembuatan SED-echogram menggunakan Sonar5-pro a. Buka Post processing program Sonar5-pro. Jendela Sonar5-pro akan terbuka dan

menampilkan blank echogram.

b. Untuk membuka file, dapat memilih pilihan Open atau Open advanced. Pilihan open

akan membuka jendela Open File seperti pada perangkat lunak lain (standar), sedangkan pilihan Open Advanced akan membuka jendela dialog yang berisi file

disertai berbagai informasi yang berkaitan dengan file tersebut.

c. Pada jendela Advanced open file, operator dapat memilih file dari tab file ataupun

transect. Jendela ini juga memiliki beberapa tools untuk mempermudah pemilihan

file. Seperti penyortiran berdasarkan nama, transek, ataupun tanggal. Penyortiran juga dapat berdasarkan channel dan process level. Untuk membuka beberapa file

yang dipilih, gunakan Open Selected. Untuk membuka semua file yang ada dalam

list, gunakan Open all. Contoh: pilih file 20140617_093432.uuu kemudian klik Open

selected.

(46)

34

e. Jendela Single echo detector berdasarkan echo length akan terbuka. Selanjutnya adalah mengisi kriteria SED yang diinginkan. Pada detector ini dapat dipilih penggunaan filter (misal: filter dengan matriks 1x3). Menentukan nilai minimum dan maksimum echo length yang akan dideteksi sebagai target tunggal, nilai echo-length

berkisar antara 0.01-10 ms (misal: Min EL 0.7, Maks EL 1.3). Menentukan ukuran

target terkecil (missal: -100 dB). Phase deviation memiliki kisaran nilai 0-45 derajat

(misal: 0.6), sedangkan gain compensation bernilai 0-35 dB (misal: 3 dB). Untuk menentukan kriteria SED dengan kualitas tinggi, klik pilihan Set Criteria.

f. Setelah kriteria SED yang baru telah ditentukan, maka klik pilihan Run. Sonar5-pro akan membuat file SED-echogram baru berdasarkan kriteria yang telah ditentukan dan menyimpannya dengan nama file yang sama namun terdapat tambahan Q dibelakang. Untuk melihat SED-echogram baru, buka file 20140617_093432.uuuQ.

(47)

35 Lampiran 3 Contoh rekapitulasi data hasil ekstrak

Lampiran 4 Tutorial analisis biomassa menggunakan Sonar5-pro

a. Buka file yang telah dibuat SED-echogram yang baru. Kemudian buka jendela analisis biomassa dengan cara klik menu Analysis > Analysis > 1 Setup menu > Biomass > Based on SED

b. Ubah tampilan echogram menjadi SED-echogram. Kemudian batasi wilayah kolom perairan dengan cara klik menu Echogram > Echogram control dialog > Layer, bottom. Pilih Surface layer dengan range 2 m untuk menghilangkan noise dari near field dan permukaan perairan. Pilih bottom line 0-0.5 m untuk menghilangkan interferensi dari dasar laut.

(48)

36

c. Klik menu control pada jendela biomass analysis, maka jendela biomass control dialog akan terbuka. Atur setting analisis yang diinginkan pada Tab Setting. Kolom size groups berfungsi untuk menentukan kelompok ukuran target, bisa dalam satuan dB, length, dan weight. Satuan dari densitas, length, dan weigth dapat dipilih. Pilih juga keluaran yang akan ditampilkan pada grid sector (misal: mean TS). Selanjutnya, pada Tab Method, dipilih metode yang akan digunakan (misal echo counting) dan sumber distribusi ukuran (misal: single echo detections). Dalam tab ini terdapat juga opsi mengenai aspek koreksi. Atur juga threshold untuk TS distribution. Setelah pengaturan selesai diatur, klik pilihan Apply.

d. Langkah selanjutnya adalah menentukan wilayah analisis dengan membuka echogram control dialog pada tab Analyse. Tentukan skala ping dan range yang diinginkan. Misal akan dibuat sel dengan ping: 500, range: 10 m. Jumlah total ping = 4501, kedalaman maksimal 38 m. Maka dalam dialog diisi from ping 1 to ping 4501 sub-segments 9 (per 500 ping). From range 0 to range 40 sub layer 4 (per 10 m). Analisis dapat berdasarkan ping maupun jarak. Setelah wilayah ditentukan, klik pilihan Analyse. Sonar5-pro akan menjalankan proses analisis pada setiap sel.

Gambar

gambar: Hanssen 2011)
Gambar 1 Peta lokasi penelitian dan jalur pemeruman Biosonic DT-X
Tabel 1 Spesifikasi data penelitian
Gambar 2 Biosonic split beam echosounder DT-X (Sumber:
+7

Referensi

Dokumen terkait