PENGUKURAN TARGET STRENGTH IKAN MAS DAN
IKAN LELE PADA KONDISI TERKONTROL
MENGGUNAKAN QUANTIFIED FISH FINDER
Muhammad Hamim
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
iii
Laboratory Condition Menggunakan Quantitative Echo Strength. Dibimbing oleh HENRY
M. MANIK.
Pada ikan Schooling terjadi perbedaan nilai amplitudo pada kedua ikan ini disebabkan karena ada tidaknya gelembung renang pada ikan (swimbladder), perbedaan tingkah laku ikan tersebut dan ukuran dari ikan itu sendiri. Pada ikan mas (Cyprinus carpio) memiliki gelembung renang, ukuran ikan besar dan tingkah lakunya aktif. Ikan lele (Clarias sp) tidak memiliki gelembung renang, ukuran ramping dan tingkah lakunya pasif bisa dikatakan bahwa pada siang hari terjadi perlakuan tersebut namun aktifnya pada malam hari. Karena pengambilan data ini dilakukan pada siang hari, ikan lele tersebut cenderung pasif di dasar atau fish cage.
Sebaran nilai SV pada ikan mas berkisar antara -16.5 dB sampai -13.5 dB, dengan nilai SV -16.5 dB jumlah sebanyak 134 data penelitian, -16 dB jumlah sebanyak 204, -15.5 dB jumlah sebanyak 75, -15 dB jumlah sebanyak 250, -14.5 dB jumlah sebanyak 8531, -14 dB jumlah sebanyak 4944 data penelitian, dan -13.5 dB dengan jumlah sebanyak 24 data penelitian. Sebaran nilai TS pada ikan mas berkisar antara -45 dB sampai dengan -48 dB dengan jumlah data penelitian 8531, sedangkan dengan nilai TS pada -37 sampai -40 dB sebanyak 65, kemudian -41 sampai -44 dB berjumlah 4903, untuk -49 sampai -52 dB berjumlah 183, kemudian -53 sampai -56 dB berjumlah 180, kemudian -57 sampai -60 dB berjumlah 171, kemudian -61 sampai -64 dB berjumlah 154, Diduga ikan mas berada pada rentang nilai SV -14.5 dB sampai 14 dB dikarenakan nilai tersebut mendominasi dari keseluruhan total jumlah.
Sebaran nilai SV pada ikan lele berkisar antara -15 dB sampai -14 dB, nilai SV -15 dB dengan jumlah sebanyak 336 data pada penelitian, -14.5 dB dengan jumlah sebanyak 14732 data penelitian dan -14 dB dengan jumlah sebanyak 3 data penelitian. Ikan lele memiliki rentang nilai TS -15 dB sampai -14.5 dB, bisa dikatakan bahwa ikan lele pada schooling 10 ekor TS nilai tersebut adalah -14.5 dB.
Sebaran nilai TS pada ikan lele berkisar antara -45 dB sampai dengan -48 dB dengan jumlah data penelitian 8769, sedangkan dengan nilai TS pada -42 sampai -45 dB sebanyak 2, kemudian -48 sampai -51 dB berjumlah 6289, untuk -51 dB berjumlah 10. Gambar 22 diatas diduga ikan lele berada pada rentang nilai TS -45 dB dengan jumlah 8769 dikarenakan nilai tersebut mendominasi dari keseluruhan total jumlah.
Nilai TS ikan mas tunggal pada posisi vertikal, yaitu pada sudut -40o dimana posisi kepala ikan menghadap ke bawah sebesar -20,79 dB dan pada sudut 25o dimana posisi kepala ikan menghadap ke atas sebesar -20.77 dB, sedangkan pada posisi horizontal (0o) memiliki nilai TS sebesar 21.81 dB. Nilai TS maksimum dan minimum dicapai pada perubahan sudut -25o dan 0o masing-masing sebesar -20.85 dB dan -21.81dB.
Nilai Target Strength pada ikan lele tunggal dengan perlakuan perubahan sudut posisi horizontal ikan dari 0o ke 25o (positif) serta 0o ke 25o (negatif). Nilai TS pada (-15o)dimana posisi kepala ikan menghadap bawah sebesar -20.22 dB dan pada sudut 20o dimana posisi kepala ikan menghadap ke atas sebesar -20.23 dB, sedangkan pada posisi horizontal (0o) memiliki nilai TS sebesar -20.46 dB.Perbedaan nilai amplitudo ini disebabkan karena pantulan suara yang mengenai target ikan pada posisi yang berbeda akan menghasilkan nilai target yang berbeda juga.
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:
PENGUKURAN TARGET STRENGTH IKAN MAS DAN IKAN
LELE PADA KONDISI TERKONTROL MENGGUNAKAN
QUANTIFIED FISH FINDER
Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir Skripsi ini.
Bogor, Februari 2011
Muhammad Hamim C54062164
MENGGUNAKAN QUANTIFIED FISH FINDER
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan Pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
Muhammad Hamim C54062164
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
© Hak cipta milik Muhammad Hamim, tahun 2011
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopy, microfilm, dan sebagainya
PADA KONDISI TERKONTROL
MENGGUNAKAN QUANTIFIED FISH
FINDER
Nama : Muhammad Hamim
NRP : C54062164
Departemen : Ilmu dan Teknologi Kelautan
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr.Ir. Henry M. Manik, M.T NIP.19701229 199703 1 008
Mengetahui, Ketua Departemen
Prof. Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M.Sc NIP. 19580909 198303 1 003
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, 27 Mei 1988 dari Ayah Tamin Bin Mirta Bin Salikin dan Ibu Hadijah Binti H.Hasan Bin H.Drachman. Penulis merupakan anak Pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2006 penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 4 Depok. Pada tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).
Selama kuliah di Institut Pertanian Bogor, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Dasar-dasar Instrumentasi Kelautan tahun 2008 – 2009. Penulis aktif dalam organisasi BEM TPB ‘43 IPB di Dep. Minat dan Bakat (PEMIKAT) 2006-2007, Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan (HIMITEKA) di Dep. Hubungan Luar dan Komunikasi (HUBLUKOM) 2007-2008, Forum Keluarga Muslim Perikanan dan Ilmu Kelautan (FKM-C) di Dep CIA tahun 2007-2008, Forum Silaturahmi Mahasiswa Alumni ESQ Way 165 IPB (FOSMA Komisariat IPB) sebagai Ketua Umum FOSMA IPB 2007-2009, Badan Pengawas Himpunan Profesi Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan (BP HIMPRO) 2009-2010, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Perikanan dan Ilmu Kelautan di Pengembangan Anggota HMI 2009-2010, Club Marine Instrumen and Telemetri (MIT) tahun 2009, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bogor di Bidang Perguruan Tinggi, Kemahasiswaan dan Kepemudaan. Selain itu penulis juga aktif menyebarkan penghafalan Asmaul Husna di Depok, Biro Hubungan luar dan Komunikasi Komunitas Indonesia Baru (KIBAR) dan Kordinator Wilayah Forum Indonesia Muda (FIM) Bogor. Penulis menikah dengan Umi Ina Nurjannah,SKM di Ciparay, Kabupaten Bandung.
Dalam rangka penyelesian studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melaksanakan penelitian dengan judul “PENGUKURAN TARGET
STRENGTH IKAN MAS DAN IKAN LELE PADA KONDISI
vii
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi yang berjudul “Pengukuran
Target Strength Ikan Mas dan Ikan Lele Pada Kondisi Terkontrol
Menggunakan Quantified Fish Finder” diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr.Ir. Henry M. Manik, M.T selaku dosen pembimbing skripsi dan sekaligus pembimbing akademik penulis yang telah memberikan saran, kritik serta
masukannya atas penyelesaian skripsi ini. Kepada Bang Obed Agtapura T.A, S.Pi, Bang Asep Ma’mun,S.Pi, Bang M.Iqbal, S.Pi, pihak yang telah mempercayakan penulis untuk dapat mengolah data dan membantu dalam segala keperluan. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua (Tamin Bin Mirta Bin Sakilin dan Hadijah Binti H.Hasan Bin H.Drachman) dan kedua adik-adikku (Hadesti dan Siti Cholylah) yang tak henti-hentinya memberikan kasih sayang, nasihat, doa dan motivasi, terima kasih juga buat istri ku tercinta dan yang ku sayang Umi Ina Nurjannah,SKM yang menjadi inspirasi, semangat dan terus berdoa yang tulus untuk penulis begitu juga kepada kawan-kawan Ilmu dan Teknologi Kelautan angkatan ’43, Keluarga Besar Ilmu dan Teknologi Kelautan (ITK), Alumni ESQ Way 165 Bogor, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bogor, Komunitas Indonesia Baru (KIBAR), Forum Indonesia Muda (FIM), Karya Tunas Nusantara (KTN), Gerakan Moral Asma’ul Husna (GeMAH) serta
viii
banyak pihak yang mendukung hingga terselesaikannya skripsi ini semoga bantuannya dibalas yang berlimpah oleh Allah swt dan jadi amal saleh buat kita semuanya sebagai pahala akhirat nantinya.
Penulis menyadari skripsi ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saran dan kritik sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis
berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah ilmu pengetahuan yang ada bagi umat manusia. Amin.
Bogor, Februari 2011
ix
Halaman
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
DAFTAR ISTILAH ... xvi
1. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan ... 3
2. TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1 Hidroakustik ... 4
2.1.1 Kelebihan Metode Hidroakustik ... 6
2.1.2 Single-Beam Echosounder ... 8
2.1.3 Near Field dan Far Field ... 9
2.1.4 Kecepatan Suara ... 10
2.2 Ikan ... 11
2.2.1 Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.) ... 11
2.2.2 Ikan Mas (Cyprinus carpio) ... 14
2.3 Target Strength (TS) . ... 16
x
2.5 Wavelet . ... 20
2.5.1 Analisis Wavelet ... 21
2.5.2 Continous Wavelet Transfrom (CWT). ... 22
2.5.1 Discrete Wavelet Transfrom (DWT) ... 22
3. METODOLOGI ... 24
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 24
3.2 Bahan dan Peralatan ... 25
3.2.1 PcFF80 PC Fish Finder ... 25
3.2.2 Notebook Acer TravelMate1LMi ... 26
3.3 Pengambilan Data Akustik ... 27
3.4 Pemrosesan Data Akustik ... 28
3.5 Analisis Data Akustik ... 30
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32
4.1 Tabel Ukuran Tubuh Ikan ... 32
4.2 Grafik Amplitudo Spectrum, Amplitudo Relatif, dan Echo Strength Pada Ikan Mas (Cyprinus carpio) dan Ikan Lele (Clarias Sp) Kelompok (10 ekor) ... 34
4.3 Grafik Amplitudo Tunggal Ikan Mas dan Ikan Lele ... 37
4.4 Sebaran Volume Backscattering Strength Pada Ikan Mas (Cyprinus carpio) dan Ikan Lele (Clarias Sp) kelompok (10 ekor) ... 41
4.5 Nilai Target Strength Pada Ikan Mas (Cyprinus carpio) dan Ikan Lele (Clarias Sp) kelompok (10 ekor) tunggal dengan sudut orientasi Yang berbeda ... 45
4.6 Grafik FFT (Fast Fourier Transform) dan Wavelet dengan Ikan Mas (Cyprinus carpio) dan Ikan Lele (Clarias Sp) kelompok ... 49
5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 56 5.1 Kesimpulan ... 56 5.2 Saran ... 57 DAFTAR PUSTAKA ... 58 LAMPIRAN ... 60 RIWAYAT HIDUP ... 70
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Prinsip kerja metode hidroakustik menggunakan echosounder ... 7
Gambar 2. Echogram ... 8
Gambar 3. Daerah zona Fresnel (Near Field) dan zona Fraunhofer (Far Field) ... 10
Gambar 4. Ikan Lele (Clarias sp) ... 13
Gambar 5. Ikan Mas (Cyprinus carpio) ... 15
Gambar 6. Perbedaan Sinyal Biasa dengan Wavelet ... 22
Gambar 7. (A) Posisi dengan tali dan (B) Posisi dengan keramba ... 24
Gambar 8. Penyambungan Interface RS-232 dengan notebook Acer TravelMate dan tranducer ... 25
Gambar 9. (A) Seting alat dengan kalibrasinya, (B) Pemasangan alat (C) Hasil keluaran... 27
Gambar 10. (A) Seting media ikan untuk di lakukan perlakuan Sinar X, (B) Pemasangan alat Sinar X (C) Hasil keluaran untuk mengetahui Posisi dari Gelembung Renang ... 28
Gambar 11. Alur komputasi data ... 30
Gambar 12. (a))Amplitudo Relatif (b) Echo Strength dalam Time(s) Pada Ikan mas (Cyprinus carpio) ... 35
Gambar 13. (a)Amplitudo Relatif (b) Echo Strength dalam Time (s) Pada Ikan lele (Clarias Sp) ... 36
Gambar 14. Grafik Amplitudo Ikan Mas (Cyprinus carpio) Tunggal kanan sudut orientasi (a) 0o ;(b) -10 o;(c) -20o;(d) -30o;(e) -40o;(f) -50o ... 37
Gambar 15. Grafik Amplitudo Ikan Mas (Cyprinus carpio) Tunggal kiri sudut orientasi (a) 5o ;(b) 15 o; (c) 25o; (d) 35o ... 38
Gambar 16. Grafik Amplitudo Ikan Lele (Clarias Sp) Tunggal kanan sudut orientasi (a) 0o ;(b) -10 o; (c) -15o; (d) -20o; (e) -5o ... 39
Gambar 17. Grafik Amplitudo Ikan Lele (Clarias Sp) Tunggal kiri sudut orientasi (a)1 0o ;(b) 15 o; (c) 20o; (d) 25o; (e) 5o ... 40 Gambar 18. Sebaran nilai Target Strength pada ikan mas schooling (10 ekor) dengan banyaknya jumlah nilai tersebut dalam data... 41 Gambar 19. Sebaran nilai Target Strength pada ikan lele schooling (10 ekor) dengan banyaknya jumlah nilai tersebut dalam data... 42 Gambar 20. Sebaran nilai Volume Backscattering Strength (SV) pada ikan lele schooling (10 ekor) ... 43 Gambar 21. Grafik nilai Target Strength pada Ikan mas tunggal dengan sudut orientasi ysng berbeda-beda dari posisi horizontal ikan terhadap arah datang sumber akustik ... 44 Gambar 22. Grafik nilai Target Strength pada Ikan lele tunggal dengan sudut orientasi ysng berbeda-beda dari posisi horizontal ikan terhadap arah datang sumber akustik ... 46 Gambar 23. Grafik nilai Target Strength pada Ikan mas tunggal dengan sudut orientasi ... 47 Gambar 24. Definisi Sudut kemiringan ... 49 Gambar 25. Grafik nilai FFT (Fast Fourier Transform) Ikan Mas ( Cyprinus
carpio) squling dengan Matlab ... 49
Gambar 26. Grafik nilai urut data Ikan Mas ( Cyprinus carpio) squling dengan Wavelet ... 50 Gambar 27. Grafik nilai FFT (Fast Fourier Transform) Ikan Lele (Clarias Sp) squling dengan Matlab ... 52 Gambar 28. Grafik nilai urut data Ikan Lele ( Clarias Sp) squling dengan Wavelet ... 54
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Satu set PcFF80 PC Fish Finder dengan spesifikasinya ... 26
Tabel 2. Kalibrasi dan setting alat PcFF80 PC ... 29
Tabel 3. Ukuran Tubuh Ikan Mas (Cypribus carpio) ... 32
Tabel 4. Ukuran Tubuh Ikan Lele (Clarias Sp) ... 33
Tabel 5. Urutan Nilai Target Strength Ikan Mas Squling dan Jumlahnya ... 41
Tabel 6. Urutan Nilai Target Strength Ikan Lele Squling dan Jumlahnya ... 42
Tabel 7. Urutan Nilai Target Strength Ikan Mas Tunggal dan Jumlahnya ... 43
Tabel 8. Urutan Nilai Target Strength Ikan Lele Tunggal dan Jumlahnya ... 45
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Syntax Data Matlab dan FFT (Fast Fourier Transform)... 61
Lampiran 2. Syntax Amplitudo Spectrum, Amplitudo Relatif, dan Echo Strength pada Matlab ... 61
Lampiran 3. Syntax Plot Tunggal ikan ... 62
Lampiran 4. Wavelet ... 64
Lampiran 5. Print Screen Matlab dan Toolbox Wavelet ... 65
Lampiran 6. Hasil Scan Sinar-X ikan Mas (Cyprinus carpio) ... 66
Lampiran 7. Hasil Scan Sinar-X ikan Lele(Clarias Sp) ... 67
xvi DAFTAR ISTILAH
Akustik (Acoustic) : Ilmu tentang suara, sifat dan karakteristiknya di dalam suatu medium.
Backscattering : Jumlah energi per satuan waktu yang dihambur- (hambur balik) kan oleh target selama transmisi suara dari transducer.
Echogram : Rekaman dari rangkaian gema.
Echo/Gema : Gelombang suara yang dipantulkan oleh target.
Echosounder : Perangkat akustik yang digunakan untuk
menampilkan data echogram dari transducer.
Hidroakustik : Ilmu yang mempelajari tentang, sifat, karakteristik dan perambatan gelombang suara dalam medium air.
Ping : Sebutan untuk setiap pulsa yang dipancarkan
oleh transducer.
Threshold : Ambang nilai, yang berfungsi untuk
membatasi/menapis pantulan yang ditampilkan
pada echogram.
Transduser : Perangkat akustik yang digunakan sebagai transmitter (pemancar) dan receiver (penerima) gelombang suara.
1
1.1 Latar Belakang
Indonesia memiliki potensi laut yang cukup besar untuk dunia perikanan dan kelautan dengan besarnya jumlah wilayah perairan Indonesia yaitu sekitar 5,8 juta km², dengan posisinya yang berada diantara dua samudera yakni Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Perairan yang luas tersebut memiliki potensial sumberdaya hayati laut dan non-hayati khususnya ikan yang cukup besar yang seharusnya dimanfaatkan secara optimal.
Salah satu metode yang efektif dan efisien untuk mendapatkan informasi mengenai sumberdaya ikan disuatu perairan dan juga untuk sampling ikan dan zooplankton pada kolom perairan adalah metode hidroakustik. Metode hidroakustik memanfaatkan perambatan gelombang suara dan sifat-sifat perambatannya di dalam medium air untuk mendeteksi objek dibawahnya. Metode hidroakustik ada
persamaannya dengan teknik penginderaan jauh dan mempunyai kelebihan dibandingkan metode sampling lainnya, yaitu keseluruhan kolom perairan dapat dicakup dengan cepat (kecepatan suara ± 1500 m/s di dalam air), lingkungan area berlangsung secara kontinu, resolusi data dapat kita atur hingga puluhan meter secara vertikal dan beberapa meter secara horizontal, dan data dapat diproses lebih lanjut dengan berbagai cara. Survei akustik perikanan mengintegrasikan teknologi akustik dengan metode sampling lainnya, seperti penangkapan dengan jaring dan data suhu-salinitas untuk menduga kepadatan populasi (NOAA Fisheries Science
2
FAO (1985) menerangkan beberapa keunggulan komparatif metode hidroakustik sebagai berikut :
1. Metode hidroakustik dapat digunakan mencari daerah fishing grounds. 2. Dapat digunakan untuk melihat kedalaman perairan.
3. Memungkinkan memperoleh dan memproses data secara real time. 4. Dapat melihat tipe substrat dan rongsokan kapal.
5. Akurasi dan ketepatan.
6. Tidak berbahaya / merusak karena frekuensi suara yang digunakan tidak akan membahayakan baik yang pemakai alat, maupun target / objek survei dan dilakukan dengan jarak jauh.
Sudah banyak metode-metode yang dilakukan untuk mendeteksi ikan dengan teknologi akustik, baik dengan echogram maupun dengan pengolahan sinyal amplitudo dari pantulan ikan tersebut. Salah satu metode adalah dengan metode hidroakustik yang cukup efisien untuk mendapatkan informasi dari karakteristik ikan. Metode ini memiliki beberapa keunggulan yaitu dapat meliputi perairan yang cukup luas, ketelitian cukup tinggi, tidak merusak kelestarian sumber daya alam dan lingkungan, dapat mengukur scattering dasar laut dan biota laut seperti ikan, plankton dan nekton secara simultan (Manik,2006). Output data yang dihasilkan dari echosounder hidroakustik ini bisa berupa echogram dan sinyal amplitudo, oleh karena itu tidak menutup kemungkinan metode hidroakustik bisa di gabungkan dengan metode-metode pengolahan sinyal data seperti Fast Fourier
Transfrom (FFT), Continous Wavelet Transfrom (CWT), Discret Wavelet
Pada penelitian ini pendugaan ikan dilakukan dengan pengolahan sinyal amplitudo ikan dari echosounder menggunakan metode hidroakustik, Fast Fourier
Transfrom (FFT) dan wavelet. Penelitian ini akan menentukan nilai target strength
dari ikan yang bergelembung renang dan tidak bergelembung renang. Kemudian akan dilihat nilai amplitude relative, amplitude spectrum dan echo strength dari ikan air tawar yang sering dikonsumsi dan bernilai ekonomis dengan metode FFT (Fast Fourier Transform) dan wavelet. Kemudian juga membahas faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi hal tersebut misalnya panjang tubuh ikan, bobot ikan dan kebiasaan ikan tersebut.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah : (1) menghitung Target Strength dari 10 ekor jenis ikan mas (Cyprinus carpio) dan 10 jenis ekor ikan lele (Clarias Sp) di Laboratorium Akustik Kelautan Ilmu dan Teknologi Kelautan Institut Pertanian Bogor dengan menggunakan Quantified Fish Finder dan (2) analisis data
4
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hidroakustik
Akustik adalah teori tentang gelombang suara dan perambatannya di dalam suatu medium (dalam hal ini air). Untuk memperoleh informasi tentang obyek bawah air digunakan suatu instrumen sistem sonar yang terdiri dari dua system yakni active sonar system yang digunakan untuk mendeteksi dan menerima echo target bawah air dan passive sonar system yang hanya digunakan untuk menerima suara-suara yang dihasilkan oleh obyek-obyek bawah air (ikan dan binatang air lainnya). Akustik aktif memiliki arti yaitu dapat mengukur jarak dari objek yang dideteksi dan ukuran relatifnya dengan menghasilkan pulsa suara dan mengukur waktu tempuh dari pulsa dan merupakan salah satu metode yang sejak awal digunakan di bidang perikanan oleh nelayan untuk menemukan kelompok ikan. Sedangkan akustik pasif hanya menerima pulsa suara dan lebih sederhana dari akustik aktif.
Teknik pengembangan seperti pemrosesan data sudah dipakai sejak tahun 1970-an (Johanesson and Mitson,1983). Metode ini dapat dinyatakan untuk menduga keberadaan ikan, baik untuk ikan pelagis maupun demersal (Mitson, 1983). Dalam mekanisme kerja survei akustik untuk menentukan densitas sumberdaya ikan, penentuan nilai target strength memaparkan suatu hal yang sangat penting. Menurut MacLennan and Simmonds (1992), target strength
merupakan backscattering tersebut sejak dipancarkan sampai diterima kembali oleh alat serta dihitung berapa amplitudo yang kembali. Dari pengertian tersebut kita dapat mengatakan bahwa metode hidroakustik dapat kita gunakan untuk
mendapatkan informasi mengenai tipe dasar perairan dengan menggunakan
echosounder.
Hidroakustik merupakan ilmu yang mempelajari gelombang suara dan perambatannya dalam suatu medium, dalam hal ini mediumnya air. Data hidroakustik merupakan data hasil estimasi echo counting dan echo integration melalui proses pendeteksian bawah air. Proses tersebut terlihat dalam Gambar 1 halaman 7 antara lain seperti berikut:
1. Transmitter menghasilkan listrik dengan frekuensi tertentu, kemudian
disalurkan ke transduser.
2. Transduser akan mengubah energi listrik menjadi suara, kemudian suara tersebut dalam berbentuk pulsa suara dipancarkan dengan satuan ping. 3. Suara yang dipancarkan tersebut akan mengenai objek, kemudian suara itu
akan dipantulkan kembali oleh obyek dalam bentuk echo dan kemudian diterima kembali oleh tranduser.
4. Echo yang diperoleh tersebut diubah kembali menjadi energi listrik di transduser kemudian diteruskan ke receiver.
5. Pemrosesan sinyal echo dengan menggunakan metode echo integration.
Echo yang diperoleh dapat mengestimasi beberapa data antara lain Target
Strength, Scattering Volume, densitas ikan, batimetri, panjang ikan, lapisan
dasar perairan dan dapat diaplikasikan untuk kegiatan lainya.
Hasil dari pendeteksian dengan metode akustik disuatu perairan dapat diperoleh beberapa faktor antara lain Target Strength, Volume Backscattering
Strength, densitas ikan, panjang ikan, kekasaran dan kekerasan substrat dasar serta
6
menggunakan beberapa program antara lain Echoview 3.5, Microsoft excel, Surfer 8 dan Matlab R2008b.
MacLennan and Simmond (2005) memaparkan beberapa prosedur dalam mendesain rencana suatu survei akustik, yaitu :
1) Definisikan area geografis yang akan dicakup, tentukan prinsip-prinsip yang akan digunakan dalam upaya mencapai tujuan survei;
2) Perhitungan sumberdaya yang dibutuhkan untuk mencakup seluruh area survei dengan memperhatikan luasan daerah yang akan disurvei;
3) Perhitungan waktu yang tersedia untuk survei itu sendiri, buat keleluasaan untuk aktifitas lain seperti menangkap ikan (sampling biologi);
4) Tentukan strategi sampling dan tipe cruise track yang akan dipakai selama survei berlangsung;
5) Rencana panjang dari cruise track pada peta, pastikan bahwa sample yang refresentatif akan dikumpulkan dari semua bagian area sepanjang dapat dilakukan;
2.1.1 Kelebihan Metode Hidroakustik
Bila dibandingkan dengan metode lainnya dalam hal estimasi atau pendugaan, teknologi metode hidroakustik memiliki kelebihan, antara lain :
1. Informasi pada areal yang dideteksi dapat diperoleh secara cepat (real
time).
2. Secara langsung di wilayah deteksi (in situ). 3. Tidak perlu bergantung pada data statistik.
4. Tidak berbahaya atau merusak objek yang diteliti (friendly), karena pendeteksian dilakukan dari jarak jauh dengan menggunakan suara (underwater sound).
Gangguan yang biasa terjadi dalam menjalankan metode akustik disebut
noise. Noise merupakan sinyal yang tidak diinginkan yang dapat terjadi karena
beberapa faktor seperti :
1. Faktor fisik – angin, pecahan ombak, turbulensi.
2. Faktor biologi – suara dan pergerakan binatang di bawah air.
3. Faktor artificial – deruman mesin kapal, baling-baling kapal, dan aliran air disekitar badan kapal.
School Pulse
Sea-bed
Gambar 1. Prinsip kerja metode hidroakustik menggunakan echosounder Sumber: Maclennan and Simmond (2005)
Timer Transmitter Transducer Receiver amplifier Display Transmission line School Sea-bed
8
2.1.2 Single-Beam Echosounder
Single-beam echosounder merupakan instrumen akustik yang paling
sederhana dengan memancarakan bim tunggal (single beam) sehingga kita dapat informasi tentang kedalaman dan target yang dilaluinya. Dengan menggunakan berbagai frekuensi yang berbeda pada echosounder dan beam-width yang berbeda akan didapatkan hasil yang berbeda pula. Frekuensi yang digunakan pada
umumnya untuk aplikasi deteksi ikan adalah 38 kHz, 120 kHz, 200 kHz atau 420 kHz sedangkan beam –width yang digunakan berkisar antara 5o-15o (MacLennan dan Simmonds, 2005). Pada penelitian ini digunakan frekuensi 200 Hz dan
beam-width 6o. Hasil dari deteksi yang dilakukan echosounder ini selanjutnya akan ditampilkan dalam bentuk echogram. Tampilan pada Gambar 2 echogram berupa warna-warna yang memiliki karakteristik sendiri, biasanya sinyal yang kuat ditandai dengan warna merah/hitam lalu berurut secara mundur biru/abu-abu menunjukan sinyal lemah (MacLennan and Simmonds, 2005).
Gambar 2. Echogram
Fish finder menggunakan sonar aktif untuk mendeteksi ikan dan 'bawah' dan menampilkannya pada perangkat tampilan grafis, umumnya sebuah LCD atau CRT layar. Sebaliknya, fathometer modern (dari depan plus meter, seperti dalam 'untuk mengukur') ini didesain khusus untuk menunjukkan kedalaman, sehingga hanya dapat menggunakan tampilan digital (berguna untuk mencari ikan) dan bukan tampilan grafis, dan seringkali akan ada beberapa cara membuat rekaman permanen soundings (yang hanya ditampilkan dan kemudian dibuang secara
elektronik dalam teknologi fish finder olahraga umum) dan selalu terutama alat-alat navigasi dan keselamatan. Perbedaan adalah tujuan utama mereka dan dengan demikian dalam fitur-fitur yang diberikan sistem. Keduanya bekerja dengan cara yang sama, dan menggunakan frekuensi yang sama, dan tipe layar memungkinkan, keduanya dapat menunjukkan ikan dan bagian bawah. Jadi sekarang, keduanya telah bergabung, terutama dengan munculnya Fish finder serbaguna terintegrasi dengan sistem komputer yang menggabungkan GPS teknologi,
bagan-merencanakan digital, mungkin radar dan kompas elektronik yang sama akan ditampilkan dalam unit olahraga terjangkau.
2.1.3 Near Field dan Far Field
Menurut Lurton (2002) pada saat transducer memancarkan suara maka akan terjadi perpindahan energi pada lingkungan. Energi yang dipancarkan oleh
transducer ke suatu medium dapat menghilang seiring perambatan suara pada
medium tersebut. Proses hilangnya energi tersebut bergantung pada jarak antara titik observasi terhadap transducer. Terdapat dua zona dimana terjadi perpindahan energi saat suara dipancarkan, zona tersebut terlihat pada Gambar 3 adalah Near
10
Near Field (zona Fresnel) merupakan zona adanya pengaruh dari titik-titik
yang berbeda fase satu dengan lainnya pada saat transducer mentransmisikan suara (Lurton, 2002). Sedangkan menurut MacLennan and Simmonds (2005), Near Filed merupakan jarak dari permukaan transducer sampai kejarak dimana terjadi
fluktuasi yang tinggi dari intensitas atau tekanan. Far field (zona Fraunhofer) adalah zona terjadinya perbedaan sinyal karena pengaruh interferensi yang hilang pada wilayah tersebut. Intensitas berkurang seiring bertambahnya kedalaman. Menurut MacLennan dan Simmonds (2005), Far field merupakan jarak dimana terjadinya fluktuasi intensitas suara ketika ditransmisikan transducer.
Gambar 3. Daerah zona Fresnel (Near Field) dan zona Fraunhofer (Far Field) Sumber : (MacLennan and Simmonds, 2005)
2.1.4 Kecepatan Suara
Nilai kecepatan suara di laut tidak konstan melainkan bervariasi antara 1450 m/s hingga 1550 m/s. variasi ini dipengaruhi oleh suhu, salinitas, dan kedalaman. Selain terhadap suhu dan salinitas, kecepatan juga berubah dengan adanya
persamaan dimana c adalah kecepatan suara, adalah panjang gelombang dan f adalah frekuensi.
Menurut MacKanzie (1981) dan Munk et al. (1995) in Stewart (2007), hubungan kecepatan suara dengan suhu, salinitas dan tekanan dapat digambarkan melalui persamaan berikut
……….……….(1) Keterangan : C = kecepatan suara (m/s) T = suhu (oC) S = Salinitas (permil) Z = Kedalaman (m)
Pengukuran kecepatan suara di perairan dilaksanakan dengan tujuan untuk menentukan dan memastikan ada atau tidaknya perubahan sifat fisik tersebut di media, dimana gelombang bunyi dipancarkan sehingga ada kemungkinan terjadi perubahan kecepatan gelombang bunyi selama penjalarannya.
2.2 Ikan
2.2.1 Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.)
Ikan lele Dumbo pada Gambar 4 merupakan hibrida dari jenis Clarias
fuscus untuk induk betina yang merupakan lele asal Taiwan dengan induk jantan
yang berasal dari Afrika yaitu jenis Clarias mosambicus (Suyanto, 1992) sehingga lele dumbo bukanlah merupakan lele yang berasal dari Indonesia.
12
Ikan lele merupakan ikan yang hidup di air tawar. Secara alami ikan ini bersifat nocturnal, yang artinya aktif pada malam hari atau lebih menyukai tempat yang gelap (Blaxer, 1969). Ikan ini bersifat karnivor, mempunyai bentuk tubuh yang memanjang dan berkulit licin (Chen, 1976). Bentuk kepala pipih (depress) dan disekitar mulutnya terdapat empat pasang sungut. Pada sirip dadanya terdapat patil atau duri keras yang digunakan untuk mempertahankan diri dan kadang-kadang dipakai untuk berjalan di permukaan tanah (Huet, 1972). Ikan lele mempunyai organ arboresent yang merupakan alat pernapasan tambahan dan memungkinkan ikan ini untuk mengambil oksigen dari udara di luar air (Viveen et al., 1987).
Klasifikasi ikan lele berdasarkan taksonomi yang dikemukan oleh Weber de Beaufort (1965) dalam Suyanto (1991), digolongkan sebagai berikut :
Filum : Chordata Kelas : Pisces Subkelas : Teleostei Ordo : Ostariophysi Subordo : Siluroide Famili : Clariidae
Genus : Clarias (Suyanto, 2006) Spesies : Clarias sp.
Gambar 4. Ikan Lele (Clarias sp) Sumber: (www.wikipedia.com)
Ikan lele mempunyai ciri-ciri morfologi, antara lain: jumlah sirip punggung D.68-79, sirip dada P.9-10, sirip perut V.5-6, sirip anal A.50-0 dan jumlah sungut sebanyak 4 pasang, 1 pasang diantaranya lebih panjang dan besar. Panjang baku 5-6 kali tinggi badan dan perbandingan antara panjang baku terhadap panjang kepala adalah 1: 3-4 (Anonimous, 2000). Kepala pipih, simetris dan dari kepala sampai punggung berwarna coklat kehitaman, mulut lebar dan tidak bergerigi, bagian badan bulat dan memipih ke arah ekor, memiliki patil (Suyanto, 1999) serta memiliki alat pernapasan tambahan (arborescent organ) berupa kulit tipis
menyerupai spons, yang dengan alat pernapasan tambahan ini ikan lele dapat hidup pada air dengan kadar oksigen rendah (Aninomous, 2000). Ikan ini memiliki kulit berlendir dan tidak bersisik (mempunyai pigmen hitam yang berubah menjadi pucat bila terkena cahaya matahari, dua buah lubang penciuman yang terletak dibelakang bibir atas, sirip punggung dan dubur memanjang sampai ke pangkal ekor namun tidak menyatu dengan sirip ekor, mempunyai senjata berupa patil atau taji untuk melindungi dirinya terhadap serangan atau ancaman dari luar yang membahayakan, panjang maksimum mencapai 400 mm.
Tubuh ikan lele dumbo cenderung lebih panjang dan lebih besar dari pada lele lokal pada usia yang sama Pada tubuhnya ada titik-titik putih membentuk garis
14
memotong. Indra penglihatan lele dumbo kurang baik karena ukuran mata yang kecil namun terdapat alat peraba berupa empat pasang sungut yaitu satu pasang sungut hidung, satu pasang sungut maksilar dan dua pasang sungut mandibula (Najiyati, 1992).
2.2.2 Ikan Mas (Cyprinus carpio)
Ikan mas pada Gambar 5 atau Ikan karper (Cyprinus carpio) adalah ikan air tawar yang bernilai ekonomis penting dan sudah tersebar luas di Indonesia. Di Indonesia ikan mas memiliki beberapa nama sebutan yakni kancra, tikeu, tombro, raja, rayo, amehatau nama lain sesuai dengan daerah penyebarannya.
Ikan mas memiliki tubuh memanjang dan sedikit pipih kesamping. Mulut terletak di ujung tengah dan dapat disembulkan. Ikan ini mempunyai dua pasang sungut. Sungut inilah yang merupakan salah satu pembeda antara ikan mas dengan mas koki. Ikan mas termasuk omnivora. Suhu dan pH air untuk pertumbuhan optimal adalah 20-25 oC dan 7-8 (Susanto, 2007).
Klasifikasi ikan mas menurut Saanin (1968) dan Tim Lentera (2002) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Superkelas : Pisces Kelas : Osteichthyes Subkelas : Actinopterygii Ordo : Cypriniformes Subordo : Cyprinoidea
Famili : Cyprinidae
Genus : Cyprinus
Spesies : Cyprinus carpio
Gambar 5. Gambar Ikan Mas (Cyprinus carpio) Sumber: (www.wikipedia.com)
Berdasarkan keanekaragaman genetik, ikan mas memiliki keistimewaan karena banyaknya jumlah strain. Kondisi pembudidayaannya saat ini makin masih “terpuruk” karena serangan wabah koi herpes virus (KHV) beberapa tahun lalu. Beberapa cara yang dapat ditempuh untuk memperbaiki kondisi ini antara lain:
(1) Penanganan berupa pengobatan terhadap induk-induk yang masih mampu bertahan/hidup,
(2) Pengadaan kembali induk dari sentra usaha budidaya yang belum pernah terserang,
(3) Mengaplikasikan teknik pengelolaan induk yang sesuai dengan kaidah genetik dan budidaya.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengelolaan induk ikan mas antara lain:
1. Sistem perolehan/produksi induk dan cara pendistribusiannya kepetani/pembudiaya.
16
2. Aplikasi yang konsisten dari teknik pengelolaan induk yang disesuaikan dengan wadah budidaya yang digunakan, cara pemeliharaan induk dan memperhatikan aspek genetik dalam pengelolaannya.
2.3 Target Strength
Dalam pendugaan stok ikan dengan mengunakan metode akustik, maka fakor yang paling penting untuk diketahui adalah target strength. Target strength adalah kemampuan atau kekuatan pantulan dari suatu target untuk memantulkan kembali gelombang suara yang datang dan membentur target tersebut (Ehrenberg, 1984).
Johanesson and Mitson (1983) menyatakan bahwa target strength dapat diartikan sebagai sepuluh kali nilai logaritma dari intensitas suara yang dipantulkan (
I
r) pada jarak satu meter dari target, dibagi dengan intensitas suara yangmembentur target tersebut (
I
i).Berdasarkan hal tersebut, maka target strength dapat di formulasikan sebagai berikut:
TS = 10
ℓ
ogIi
Ir
, r = 1meter……….………...(2)
dimana : TS = Target Strength
I
r = Intensitas suara yang dipantulkan pada jarak 1 meter dari targetI
i = Intensitas suara yang mengenai targetMaclennan dan Simmods (2005) menjelaskan target strength dapat
energi suara yang dipantulkan ketika suatu objek dikenai sinyal akustik. Acoustic
cross section benda yang berbentuk bola adalah luas penampang, yakni a² dimana
a adalah jari-jari lingkaran bola.
……….………...(3)
Maka nilai target strength teoritis benda bentuk bola adalah
……….………...(4)
Target strength ikan memiliki hubungan yang setara dengan backscattering
cross section (σbs) yang dinyatakan dengan persamaan :
bs ……….………...(5)
Salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap nilai target strength adalah ukuran ikan. Pada ikan dengan spesies yang sama, semakin besar ukuran ikan maka nilai target strength ikanpun akan semakin besar. Ukuran panjang ikan (L) berhubungan linear dengan scattering cross section (σ).
Menurut persamaan = aL², sehingga hubungan antara target strength dan
panjang ikan dapat diformulasikan sebagai berikut :
………..………….(6) Nilai A adalah nilai target strength untuk 1 cm panjang ikan (normalized
target strength) yang besarnya bergantung pada spesies ikan. Ikan-ikan yang
mempunyai gelembung renang (bladder fish) pada umumnya tidak mempunyai
target strength maksimum tepat pada dorsal aspect, karena gelembung renang
tersebut membentuk sudut terhadap garis sumbu memanjang ikan (garis horizontal) sebesar 2.2˚ - 10 ˚. Sedangkan untuk ikan-ikan yang tidak memiliki gelembung
18
renang (bladderless fish), nilai maksimum target strength pada umumnya terdapat tepat pada dorsal aspect kecuali untuk ikan yang bentuk tubuhnya tidak streamline.
Bedasarkan nilai A yang diketahui dan melihat formulasi hubungan antara
target strength dan panjang ikan, maka secara kasar spesies ikan dapat diketahui
berdasarkan nilai target strength. Pada pengukuran langsung nilai target strength dengan survei akustik, nilai rata-rata target strength mempunyai hubungan linear dengan nilai rata-rata panjang ikan (cm).
Ikan dengan gelembung renang tertutup (physoclist): …(7) Ikan dengan gelembung renang terbuka (physostome): …(8)
Sedangkan untuk ikan yang tidak memiliki gelembung renang (bladderless
fish) menurut MacLennan and Simmonds (2005) didapat nilai TS = 20 Log L – 80.
Selain ukuran ikan, nilai target strength juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, yaitu sudut datang pulsa, orientasi ikan terhadap transducer, keberadaan gelembung renang, acoustic impedance (ρc) dan elemen ikan seperti daging dan tulang,
kekenyalan kulit serta distribusi dari sirip dan ekor (MacLennan and
Simmonds,2005). Nilai TS juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, yaitu: sudut datang pulsa, orientasi ikan terhadap transducer, keberadaan gelembung renang,
acoustic impedance, dan elemen ikan seperti daging dan tulang, ukuran ikan,
kekenyalan kulit serta distribusi dari sirip dan ekor ikan. Nilai target strength sangat bervariasi dan tidak merupakan suatu nilai yang konstan, sehingga hampir bisa ditentukan untuk setiap pelaksanaan survei akustik. Menurut Naken dan Olsen (1977), nilai target strength sangat ditentukan oleh orientasi ikan terutama
kemiringan badan antara garis hubung kepala dan ekor. Faktor-faktor yang mempengaruhi target strength diantaranya spesies, ukuran dan bentuk tubuh,
tingkah laku, gelembung renang, acoustic impedance, panjang gelombang suara yang digunakan dalam pengukuran, beam pattern, kecepatan renang ikan dan
multiple scattering. Selain itu, nilai target strength tergantung pada frekwensi dari
echo sounder yang digunakan (MacLennan and Simmonds, 1992).
2.4 Volume Backscattering Strength (Sv)
Volume backscattering strength (Sv) merupakan rasio antara intensitas yang
direfleksikan oleh suatu group single target, dimana target berada pada suatu volume air (Lurton, 2002). MacLennan dan Simmonds (2005) menyatakan bahwa Sv dari kelompok ikan dapat ditentukan dari volume reverberasi. Teori volume
reverberasi menggunakan pendekatan liniear untuk directional transducer dengan
asumsi :
1. Ikan bersifat homogen atau terdistribusi merata dalam volume perairan. 2. Perambatan gelombang suara pada garis lurus dimana tidak ada refleksi
oleh medium hanya spreading loss saja. 3. Densitas yang cukup dalam satuan volume. 4. Tidak ada Multiple Scattering.
5. Panjang pulsa yang pendek untuk propagasi diabaikan
Total intensitas suara yang dipantulkan oleh multiple target adalah jumlah dari intensitas suara yang dipantulkan oleh masing-masing target tunggal
………(9) dimana n = jumlah target
Suatu grup terdiri dari n target dengan sifat-sifat akustik serupa maka diperoleh persamaan sebagai berikut:
20
……….(10) dimana = intensitas rata-rata yang direfleksikan oleh target tunggal
Equivalent cross section rata-rata tiap target
……….(11)
Menurut definisi akan menjadi
………(12)
Dengan mengganti maka akan diperoleh
……….…(13) Jadi total intensitas dari gelombang suara yang dipantulkan oleh multiple
target adalah proposional terhadap jumlah individu target (n), scattering cross
section rata-rata tiap target dan intensitas suara yang mengenai target (Ii).
Persamaan ini merupakan dasar untuk pendugaan secara kuantitatif dari biomassa atau stok ikan dengan metode akustik. Metode echo integration yang digunakan untuk mengukur Sv yaitu berdasarkan pada pengukuran total power
backscattered pada transduser.
2.5 Wavelet
Analisis Transformasi Fourier adalah sebuah perangkat matematik untuk
menstransformasikan sudut pandang kita terhadap sinyal dari domain waktu ke domain frekuensi, tetapi transformasi Fourier mempunyai kekurangan, yaitu apabila kita melakukan transformasi ke domain frekuensi maka informasi waktu akan hilang. Keuntungannya adalah dapat melihat transformasi Fourier dari suatu sinyal maka adalah tidak mungkin untuk mengetahui kapan fenomena itu terjadi.
Wavelet adalah gelombang kecil yang mempunyai energy terkonsentrasi
dalam waktu yang dapat dipakai sebagai alat analisis fenomena transien,
nonstastioner, atau time varying. Transformasi wavelet menguraikan sinyal dilatasi
dan translasi wavelet (Habibie, 2007). 2.5.1 Analisis wavelet
Sebuah gelombang (wave) biasanya didefinisikan sebagai sebuah fungsi osilasi dari waktu, misalnya sebuah gelombang sinusoidal. Sebuah wavelet merupakan gelombang singkat (small wave) yang energinya terkonsentrasi pada suatu selang waktu untuk memberikan analisis transien, ketidakstasioneran, atau fenomena berubah terhadap waktu (time-varying) (Petit, 1996). Karakteristik dari
wavelet antara lain adalah berosilasi singkat, translasi (pergeseran) dan dilatasi
(skala).
Dengan menggunakan wavelet pada skala resolusi yang berbeda, akan diperoleh gambaran keduanya, yaitu gambaran mendetail dan menyeluruh. Selain itu, terdapat keterkaitan antara skala pada wavelet dengan frekuensi yang dianalisa oleh wavelet. Nilai skala yang kecil berkaitan dengan frekuensi tinggi sedangkan nilai skala yang besar berkaitan dengan frekuensi rendah.
Tahap pertama analisis wavelet adalah menentukan tipe wavelet, yang disebut dengan mother wavelet atau analyzing wavelet, yang akan digunakan. Hal ini perlu dilakukan karena fungsi wavelet sangat bervariasi dan dikelompokkan berdasarkan fungsi dasar masing-masing.
22
Gambar 6. Perbedaan sinyal biasa dengan sinyal wavelet (Mathworks, 2010) Pada dasarnya, transformasi wavelet dapat dibedakan menjadi dua tipe berdasarkan nilai parameter translasi dan dilatasinya, yaitu transformasi wavelet kontinu
(continue wavelet transform) dan diskrit (discrete wavelet transform). 2.5.2 Continous Wavelet Transfrom (CWT)
CWT menganalisa sinyal dengan perubahan skala pada window yang dianalisis, pergeseran window dalam waktu dan perkalian sinyal serta
mengintegralkan semuanya sepanjang waktu (Petit, 1996). Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:
………..(14) dimana seperti pada persamaan (8), sedangkan transformasi wavelet diskrit menganalisa suatu sinyal dengan skala yang berbeda dan mempresentasikannya kedalam skala waktu dengan menggunakan teknik filtering, yakni menggunakan
filter yang berbeda frekuensi cut off-nya.
2.5.3 Discrete Wavelet Transfrom (DWT)
Berdasarkan fungsi mother waveletnya, bahwa fungsi wavelet penganalisa untuk transformasi wavelet diskrit dapat didefinisikan dalam persamaan (9). Berdasarkan persamaan tersebut, representasi fungsi sinyal dalam domain wavelet diskrit didefinisikan sebagai (Gonzales et al., 1993);
……….(15) ini merupakan DWT dari fungsi f(t) yang dibentuk oleh inner product antara fungsi wavelet induk dengan f(t):
……… (16) sehingga f(t) disebut sebagai inverse discrete wavelet transform dapat dinyatakan dengan :
………..(17)
24
3. METODOLOGI
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-Juni 2010 menggunakan data Primer dan melakukan penelitian ini di Laboratorium Akustik Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor dengan mengunakan water
tank sebagai media untuk mengambil data dan ikan sebagai target. Pembuatan
grafik ditabulasikan ke dalam microsoft excel dari grafik ini untuk mengetahui nilai
Target Strength ikan.
Pada Gambar 7 di bawah ini adalah tempat posisi pada media ikan dalam water
tank dan sangkar yang nantinya akan dilihat perbedaan pada output dalam data
tersebut.
(A) (B) Gambar 7. (A) Posisi dengan Tali , (B) Posisi dengan Keramba
3.2 Bahan dan Peralatan
Alat yang digunakan untuk penelitian ini adalah 1set alat PcFF80 PC Fish
Finder dan Notebook Acer TravelMate dilengkapi perangkat lunak seperti
Microsoft office, dan MATLAB r 2008a. Echosounder tersebut terhubung ke
notebook Acer TravelMate melalui port pararel yang disambungkan terlebih dahulu ke interface RS-232 menggunakan kabel sepanjang 10 m
Gambar 8. Penyambungan Interface dengan notebook Acer dan tranducer. 3.2.1 PcFF80 PC Fish Finder
Perangkat lunak yang digunakan untuk mengambil data primer ikan pada
water tank yang dihubungkan dengan single-beam echosounder dual frekuensi.
Sistem-sistem minimal yang dibutuhkan untuk menginstall software ini adalah sebagai berikut:
WIN98 SE, 2000, XP and Vista; 500 Mhz Pentium PC; Serial Port (16550
compatible UART) atau USB port; 128MB RAM; 50MB Hard Drive space; SVGA Graphics (1024 x 768 resolution); Mouse / Keyboard; Output data berupa nilai-nilai
26
amplitudo yang direkam oleh echosounder dalam eksistensi file *.I yang nantinya akan diolah dalam berbagai data parameter hasil.
Pada Tabel 1 di bawah ini adalah spesifikasi Fish Finder yang dipakai pada
penelitian yang dilakukan tersebut dari kekuatan penggunaan dan ciri lainnya yang sesuai dengan referensi yang ada.
Tabel 1. Satu set PcFF80 PC Fish Finder dengan spesifikasi berikut
Operating Voltage 9.5 to 16.0 VDC, 0.05 amps nominal, 4.7 amps peak at max power Indicator Front panel LED for Power ON/Off and communications indicator Output Power 2560 watts peak-to-peak (320W RMS). 24KW DSP processed
power (3200 WRMS)
Depth Capability 1000 feet or more at 200kHz, 1500 Feet or more at 50kHz Operating
temperature
0 to 50 deg Celsius ( 32 to 122 deg Fahrenheit)
Interface Box 100 x 80 x 50 mm (4 x 3.2 x 2 inch). Powder Coated Aluminum Extrusion
Interface RS-232, 115 KBaud, serial data and USB
Transducer Dual Frequency 50/200Hz, Depth/Temperature (single-beam echosounder)
3.2.2 Notebook Acer TravelMate1LMi
Spesifikasi Notebook Acer TravelMate1LMi adalah sebagai berikut 1. Sistem Operasi : Windows Xp Professional 2002 service pack 2 2. Processor : Intel(R) Pentium M 715 processor
3. RAM : 512MB DDR
4. SVGA : 1 Gb Share with RAM
3.3 Pengambilan Data Akustik
Pengambilan data akustik di lakukan di Laboratorium Akustik dan Instrumentasi Kelautan Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor dengan mengunakan water tank sebagai media dan ikan mas, ikan lele sebagai target. Pada Gambar 7 dibawah ini ada tiga foto yang (A) pemasangan alat dan pengambilan data, (B) tempat yang digunakan sebagai media untuk ikan sebagai sumber data dan (C) hasil pengambilan data Skema penelitian untuk pemasangan alat hingga hasil keluaran data. (Lampiran 8)
(A) (B) (C) Gambar 9. (A) Seting alat dengan kalibrasinya, (B) Pemasangan alat (C) Hasil
keluaran.
Data diambil pada penelitian dilaboratorium akustik dengan ikan sebagai target, dan transducer serta Fish Finder sebagai media untuk menangkap hasil pancaran yang akan diserahkan kedalam laptop. Dengan perpindahan sudut setiap 5 derajat baik kebawah maupun keatas. Dan nantinya siap untuk diolah dengan berbagai software yang ada untuk mengetahui hasil dari penelitian tersebut.
28
Pada Gambar 8 dibawah ini dilakukan di Laboratorium Radiologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB,
(A) (B) (C) Gambar 10. (A) Seting media ikan untuk di lakukan perlakuan Sinar-X, (B)
Pemasangan alat Sinar-X (C) Hasil keluaran untuk mengetahui Posisi dari Gelembung Renang.
Skema penelitian untuk pemasangan alat Sinar-X hingga hasil keluaran data Sinar-X untuk Gelembung Renang. Pada gambar A terlihat fase awal dari ikan saat akan dilakukan perlakuan dengan sinar-x, persiapan seting awal tersebut dilakukan dengan bius ikan agar stabil dan tidak bergerak. Kemudian dilakukan penyinaran sinar-x dengan alat yang telah ada pada laboratorium tersebut, dan hasil keluaran tersebut dapat dilihat pada saat selesai melakukan sinar-x pada laboratorium tersebut. (Lampiran 6 dan 7)
3.4 Pemrosesan Data Akustik
Parameter setting dan kalibrasi yang digunakan pada waktu pengambilan data di Laboatorium Akustik Kelautan adalah sebagai berikut bisa dilihat pada Table 2 dengan alat PcFF80 PC. Data yang ada dilakukan kalibrasi awal sebagai
kesempatan untuk mengetahui aturan yang sesuai dengan metode penelitian yang ada agar terarah. Kalibrasi data tersebut sangat dapat digunakan untuk mengetahui fase awal dan fase setelah dilakukan pemrosesan data. Agar dapat mengetahui perbedaan yang ada dalam pengambilan data tersebut dalam Laboratorium. Tabel 2. Kalibrasi dan setting alat PcFF80 PC
Frekuensi 200 Hz
C 1505,06 m/s
Ping rate 0.334 s
Beam width 11o (Manik, H.M, 2009) Clutter Filter 3
Display Threshold 4
Chart Speed 8
Transmitter Power 15,7 watt A Scope Threshold 5
Signal processing Analog Time Varying Gain Time-Varying Gain 110 1. Surface Gain 2. ChangerRate 10 Depth range 5 m Depth Ofset 0 m A Scope ON Pulse width 1
30
3.5 Analisis Data Akustik
Data yang bereksistensi (*.I) selanjutnya di export ke Microsoft Excel 2007 untuk dirapihkan dan di ambil nilai amplitudonya saja, setelah itu dilakukan
pengolahan data kembali dengan matlab untuk diambil nilai Amplitudo, Amplitudo
Relatif, Amplitudo spectrum dan Echo Strength
1. Histogram TS Ikan TS=ES-SL+2TL-DI 2. Tilt Angel Ikan
FFT dan Wavelet
Gambar 11. Alur Komputasi data Data (*.I) Exel
Matlab r2008a
Amplitudo Amplitudo Relatif Echo Strength ES= SL-2TL+DI+TS
TS, SV
Identifikasi Target
Nilai Amplitudo Spectrum di dapat dari rata-rata pantulan pada data (*.I) pada setiap pingnya (Manik,2010).
……….………….(14) dimana: A(i) = Amplitudo pada ping ke-i
X(i,j) = Nilai pantulan ke-j sampai k pada ping ke-i
k = Total pantulan
Selanjutnya untuk nilai amplitudo relatif adalah perbandingan antara nilai amplitudo dengan nilai pantulan yang maximum, secara matematis di tuliskan sebagai berikut (Manik,2010).
………(15) dimana: = Amplitudo relatif pada ping ke-i
A(i) = Amplitudo pada ping ke-i
Untuk nilai Echo Strength (Es) diperoleh dengan menggunakan rumus (Manik,2010). Dimana dipengaruhi ukuran, jenis, posisi dsb :
ES (dB) = 10 Log ( EA )
DN ………...(16) Dimana, EA = Nilai echo amplitudo
DN = 8 bit digital number range dari 0 sampai 255 logaritma yang dipakai adalah logaritma basis 10.
32
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Tabel Ukuran Tubuh Ikan
Acoustical length adalah panjang target dalam akustik pada sebuah target,
dimana besar nilainya bisa sama panjang dengan panjang keseluruhan atau panjang organ yang secara akustik sangat dominan misalnya gelembung renang. Pada ikan bergelembung renang, panjang akustiknya dipengaruhi oleh dimensi, komposisi dan orientasi gelembung renang. Hal lain yang mempengaruhi adalah struktur belulang, tekstur jaringan tubuh, kondisi fisiologis lainnya seperti tinggi punggung serta kandungan sperma dan telur atau TKG.
Ukuran tubuh ikan. Ukuran standar yang dipakai dapat dilihat pada Table 3 dan Table 4. Semua ukuran yang digunakan merupakan pengukuran yang diambil dari satu titik ke titik lain tanpa melalui lengkungan badan. Panjang total, total length (TL) diukur mulai dari bagian terdepan moncong/bibir (premaxillae) hingga ujung ekor.
Pada penelitian kali ini terlihat bahwa ukuran tubuh ikan mas (Cyprinus
carpio) dan ikan lele (Clarias Sp) yang ada tersebut merupakan ikan yang sering
dikonsumsi masyarakat. Pada Table 3 terlihat secara jelas ukuran tubuh ikan mas (Cyprinus carpio) dan di Tabel 4 ukuran tubuh ikan lele (Clarias Sp) dari berat, panjang total, panjang standar, dan panjang kepala.
Tabel. 3 Ukuran Tubuh Ikan Mas (Cyprinus carpio)
Ukuran Ikan mas I Ikan Mas II
Berat (gram) 240 290
Tabel. 4 Ukuran Tubuh Ikan Lele (Clarias Sp)
Ukuran Ikan Lele I Ikan Lele II
Berat (gram) 110 140
Panjang total (cm) 24 27
Dari Tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa ukuran tubuh ikan mas I (Cyprinus
carpio) bisa di deskripsikan bahwa berat ikan tersebut seberat 240 gram, panjang
total sebesar 20 cm, kemudian panjang standar 17 cm, dan ukuran panjang kepala ikan sebesar 5.5 cm. Beda halnya dengan Ikan Mas II (Cyprinus carpio) di
deskripsikan bahwa berat ikan tersebut seberat 290 gram, panjang total sebesar 23 cm, kemudian panjang standar 18.5 cm, dan ukuran panjang kepala ikan sebesar 4.5 cm. Ikan mas II (Cyprinus carpio) lebih besar dari pada ikan mas I (Cyprinus
carpio) dari segi ukurannya. Dari Tabel tersebut dapat dilihat perbedaannya dari
kedua ikan tersebut.
Beda halnya pada Tabel 4, dapat dilihat bahwa ukuran tubuh ikan Lele I (Clarias Sp) bisa di deskripsikan bahwa berat ikan tersebut seberat 110 gram, panjang total sebesar 24 cm, kemudian panjang standar 20 cm, dan ukuran panjang kepala ikan sebesar 3.5 cm. Beda halnya dengan Ikan Lele II di deskripsikan bahwa berat ikan tersebut seberat 140 gram, panjang total sebesar 27 cm, kemudian panjang standar 22.5 cm, dan ukuran panjang kepala ikan sebesar 3.5 cm. Ikan lele II lebih besar dari pada ikan lele I dari segi ukurannya. Dari Tabel tersebut dapat dilihat perbedaannya dari kedua ikan tersebut.
Pengukuran morfometrik merupakan beberapa pengukuran standar yang digunakan pada ikan antara lain panjang standar, panjang moncong atau bibir,
34
panjang sirip punggung atau tinggi batang ekor. Keterangan mengenai pengukuran pengukuran ini dibuat oleh Hubbs & Lagler (1964). Pada pengukuran ikan yang sedang mengalami pertumbuhan digunakan rasio dari panjang standar. Ikan yang digunakan adalah ikan yang diperkirakan mempunyai ukuran dan kelamin yang sama. Hal ini disebabkan pertumbuhan ikan tidak selalu proporsional dan dimorfime seksual sering muncul pada ikan.
Pengukuran morfometrik merupakan pengukuran yang penting dalam mendekripsikan jenis ikan. Ciri meristik merupakan ciri-ciri dalam taksonomi yang dapat dipercaya, karena sangat mudah digunakan. Ciri meristik ini meliputi apa saja pada ikan yang dapat dihitung antara lain jari-jari dan duri pada sirip, jumlah sisik, panjang linea literalis dan ciri ini menjandi tanda dari spesies. Salah satu hal yang menjadi permasalahan adalah kesalahan penghitungan pada ikan kecil.
4.2 Grafik Amplitudo Spectrum, Amplitudo Relatif, dan Echo strength Pada Ikan mas (Cyprinus carpio) dan Ikan Lele (Clarias Sp) kelompok (10 ekor)
Nilai amplitudo spectrum ikan mas berkisar antara selang 25-30. Pada detik diantara selang 4000-6000 terjadi kenaikan amplitude spectrum hingga hampir mencapai 50 ini menunjukan adanya aktifitas fisik dari sinyal noise yang
disebabkan oleh gerakan air pada water tank yang terjadi pada detik ke 4000, 5000 dan 6000 dan juga di sebabkan oleh aktifitas ikan mas yang turun naik mendekari
transducer tersebut. Seperti dapat dilihat amplitudo spectrum rata-rata stabil
Time (s)
Gambar 12. Grafik (a) Amplitudo Relatif (b) dan Echo Strength dalam Time (s) Pada Ikan mas (Cyprinus carpio)
Sedangkan untuk nilai amplitude relatif berada pada selang 0.1 sampai 0.15 dan juga terlihat aktifitas stabil dalam grafik tersebut hanya pada detik ke-4000-6000 terlihat peningkatan yang cukup tinggi hingga sampai 0.2 untuk amplitude
relatif. Nilai yang ada di dalam ini sebagai pancaran transmite yang bisa
menghasilkan hambur balik. Dan untuk nilai echo strength (dB) bekisar antara -25 dB sampai -20 dB. Dugaan target pada grafik menunjukan pola yang berbeda pada umumnya yaitu berupa adanya gundukan, dalam hal ini terjadi pada detik antara ke 5000-6000 dengan nilai Echo Strength -17 dB. (Lampiran 2)
36 0.2 0.1 -15 -20 25 Time (s)
Gambar 13. (a) Amplitudo Relatif, dan (b) Echo strength dalam Time(s) Pada Ikan Lele (Clarias Sp)
Nilai amplitudo spectrum pada ikan lele berkisar antara 28-33. Terlihat pada detik ke 0-2000 ada peningkatan nilai menjadi 30-33 tetapi pada 2000-9000 tetap stabil di sekitar nilai 30-32. Dan rata-rata nilai amplitudo spectrum ikan lele lebih stabil. Berbeda hal itu nilai amplitudo relatif ikan lele berkisar antara 0.11-0.13 dan pada detik antar 10.000-12.000 terjadi penurunan nilai dengan drastis sebesar 0.105. Sedangkan untuk nilai echo strength berkisar antara -22 dB sampai -20.5 dB. Dugaan target terdeteksi pada detik 2000 dan 15000 dengan nilai echo strength -21.5 dB dan -21 dB.
Data-data yang ada bukan hanya menuntukan dalam nilai Echo Strength, karena alat fish finder bisa menghitung bukan hanya ikan yang ada bisa saja benda
yang terlintas dalam pancaran signal transducer. Echo Strength bisa untuk
menghitung nilai tunggal atau bergerombol yang dipengaruhi oleh ukuran,jenis dan posisi. Echo Strength juga adalah gabungan dari strength-strength yang lainnya baik dari TS, SS atau lainnya. (Lampiran 2)
4.3 Grafik Amplitudo Tunggal Ikan mas dan Ikan Lele
Pada Gambar 15 di bawah ini terlihat grafik amplitudo tunggal pada ikan mas dengan sudut orientasi (a) 0o ;(b) -10 o; (c) -20o;(d) -30o; (e) -40o; (f) -50o
dengan nilainya masing-masing dan perbedaannya dalam hasil outputnya. (Lampiran 3)
Gambar 14. Grafik Amplitudo Ikan Mas (Cyprinus carpio) Tunggal kanan dengan sudut orientasi (a) 0o ;(b) -10 o;(c) -20o;(d) -30o;(e) -40o;(f) -50o
Pada ikan mas (Gambar 14) posisi semula (0o) nilai amplitudo berkisar antara 32-34 (b), posisi -10o nilai amplitudo berkisar antara 28-32 (c), posisi -20o
38
nilai amplitudo berkisar antara 31-33 (d), pada posisi -30o nilai amplitudo berkisar antara 28-32 (e) pada posisi -40o nilai amplitudo berkisar antara 28-31
(f)sedangkan pada posisi -50o nilai amplitudo berkisar antara 29-32. Dengan rata-rata kisaran ping antara 0-3000 dari grafik tersebut. Rata-rata-rata grafik tersebut stabil dari a-f untuk terlihat pada gambar lurus.
Gambar 15. Grafik Amplitudo Ikan Mas (Cyprinus carpio) Tunggal Kiri dengan sudut orientasi (a) 5o ;(b) 15 o; (c) 25o; (d) 35o
Pada ikan mas (Gambar 15) posisi semula (5o) nilai amplitudo berkisar antara 26-28 (b), pada posisi ikan digantung dengan orientasi 15o nilai amplitudo berkisar antara 28-31 (c),pada posisi 25o berkisar antara 29-32 (d), pada posisi 35o nilai amplitudonya berkisar antara 29-32. Dan ke empat grafik tersebut sama semuanya diawali dari ping 0-3000 ping, dan grafik yang terjadi semuanya ada nilainnya dan teratur dalam nilai yang diurutkan.
Pada Gambar 17 dibawah ini terlihat amplitudo dengan orientasi sudut (a)0o
;(b)-10o(c)-15o (d) 20o; (e)-5o
Gambar 16. Grafik Amplitudo Ikan Lele (Clarias sp) Tunggal Kanan dengan sudut orientasi (a) 0o (b) -10o (c) -15o (d) -20o (e) -5o
Pada ikan lele (Gambar 16) posisi semula (0o) nilai amplitudo berkisar antara 32-34 (b), posisi -10o nilai amplitudo berkisar antara 28-32 (c), posisi -15o nilai amplitudo berkisar antara 31-33 (d), pada posisi -20o nilai amplitudo berkisar antara 28-32 (e) pada posisi -5o nilai amplitudo berkisar antara 28-31. Dengan rata-rata kisaran ping antara 0-3000 dama grafik tersebut. Rata-rata-rata grafik tersebut stabil dari a-f untuk terlihat pada gambar lurus linear.
40
Pada Gambar 17 dibawah ini terlihat amplitudo dengan orientasi sudut (a),5o (b), 10o (c), 15o (d), 20o(e) 25o
Gambar 17. Grafik Amplitudo Ikan Lele (Clarias sp) Tunggal Kiri dengan sudut orientasi (a),10o (b), 15o (c), 20o (d), 25o(e) 5o
Ikan Lele pada posisi semula (0o) amplitudo berkisar antara 32-34 (b), posisi -10o amplitudo berkisar antara 29-33 (c), posisi -20o berkisar antara 31-34 (d), posisi -30o berkisar antara 28-33 (e) pada posisi -45o berkisar antara 27-32 (f). pada posisi -50o berkisar antara 30-33 (g) pada posisi 10o berkisar antara 30-34 (h) pada posisi 20o berkisar antara 28-32 (i) pada posisi 30o berkisar antara 30-32 (j) pada posisi 40o berkisar antara 30-32.
Pada ikan dengan sudut tunggal teknik deteksi ikan dengan manual
menggunakan busur sudut. Pada ikan mas sudut yang ditampilkan hasilnya adalah sudut-55o sampai 40o. Sedangkan pada ikan Lele sudut yang ditampilkan
adalah -25o sampai 25o pada posisi 25o, -40o, kondisi ikan mas sudah lurus sehingga tidak diperlukan lagi dalam penambahan perubahan sudutnya sedangkan untuk ikan lele pada posisi 20o dan -15 o.
4.4 Sebaran Volume Backscattering Strength (Sv) pada ikan mas (Cyprinus
carpio) dan ikan lele (Clarias Sp) kelompok (10 ekor)
Pada sebaran SV ikan mas terlihat pada Gambar 18 dengan nilainya masing-masing dan banyaknya nilai tersebut dalam data hasil.
Volume Backscattering Strength (Sv)
Gambar 18. Sebaran nilai Volume Backscattering Strength (SV) pada ikan mas schooling (10 ekor) dengan banyaknya jumlah nilai tersebut dalam data Dalam nilai dengan grafik diatas dapat dilihat dalam Tabel 5 di bawah ini untuk nilai SV yang ada dalam data tersebut.
Tabel 5. Urutan Nilai SV Ikan Mas Shooling dan Jumlahnya
SV -16.5 -16 -15.5 -15 -14.5 -14 -13.5 jumlah 134 204 75 250 8531 4944 24
42
Sebaran nilai SV pada ikan mas berkisar antara 16.5 dB sampai dengan -13.5 dB, dengan nilai SV pada -16.5 dB sebanyak 134, -16 dB berjumlah 204, -15.5 dB berjumlah 75, -15 dB berjumlah 250, -14.5 dB berjumlah 8531, -14 dB
berjumlah 4944, dan -13,5 dB berjumlah 24. Dari Gambar diatas diduga ikan mas berada pada rentang nilai SV -14.5 dB sampai 14 dB dikarenakan nilai tersebut mendominasi dari keseluruhan total jumlah.
Pada sebaran Targeth Strength (TS) ikan mas terlihat pada Gambar 19 dengan nilainya masing-masing dan banyaknya nilai tersebut dalam data hasil.
Targeth Strength (Sv)
Gambar 19. Sebaran nilai Volume Backscattering Strength (SV) pada ikan mas schooling (10 ekor) dengan banyaknya jumlah nilai tersebut dalam data
Dalam nilai dengan grafik diatas dapat dilihat dalam Tabel 6 di bawah ini untuk nilai Targeth Strength (TS) yang ada dalam data tersebut.
Jarak Nilai TS (-37)-(-40) (-41)-(-44) (-45)-(-48) (-49)-(-52) (-53)-(56) (-57)-(-60) (-61)-(-64) (-65)-(-70) Jumlah 65 4903 8531 183 180 171 154 134
Sebaran nilai TS pada ikan mas berkisar antara (-45) dB sampai dengan -48 dB dengan jumlah data 8531, sedangkan dengan nilai TS pada (-37)-(-40) dB sebanyak 65, kemudian (-41)-(-44) dB berjumlah 4903, untuk (-49)-(-52) dB berjumlah 183, kemudian (-53)-(-56) dB berjumlah 180, kemudian (-57)-(-60) dB berjumlah 171, kemudian (-61)-(-64) dB berjumlah 154, Dari Gambar diatas diduga ikan mas berada pada rentang nilai SV -14.5 dB sampai 14 dB dikarenakan nilai tersebut mendominasi dari keseluruhan total jumlah.
Pada sebaran SV ikan lele terlihat pada Gambar 20 dengan nilainya masing-masing dan banyaknya nilai tersebut dalam data hasil.
Volume Backscattering Strength (Sv)
Gambar 20. Sebaran nilai Volume Backscattering Strength (SV) pada ikan Lele schooling (10 ekor) dengan banyaknya jumlah nilai tersebut dalam data
Dalam nilai dengan grafik diatas dapat dilihat dalam Table 6 di bawah ini untuk nilai Volume Backscattering Strength (SV) yang ada dalam data tersebut. Tabel 7. Urutan Nilai Volume Backscattering Strength (SV) Ikan Lele Shooling dan Jumlahnya
SV -16.5 -16 -15.5 -15 -14.5 -14 -13.5
44
Sebaran nilai SV pada ikan lele berkisar antara -15 dB sampai -14 dB dengan nilai SV -15 dB sebanyak 336, -14,5 dB berjumlah 14732 dan -14 dB berjumlah 3. Dari Gambar diatas diduga ikan lele memiliki rentang nilai SV -15 dB sampai -14.5 dB, sedangkan bisa dikatakan bahwa ikan lele pada schooling 10 ekor SV nilai tersebut adalah -14.5 dB.
Pada sebaran Targeth Strength (TS) ikan lele terlihat pada Gambar 21 dengan nilainya masing-masing dan banyaknya nilai tersebut dalam data hasil.
Targeth Strength (TS)
Gambar 21. Sebaran nilai Targeth Strength (TS) pada ikan lele schooling (10 ekor) dengan banyaknya jumlah nilai tersebut dalam data
Dalam nilai dengan grafik diatas dapat dilihat dalam Tabel 8 di bawah ini untuk nilai Targeth Strength (TS) yang ada dalam data tersebut.
Sebaran nilai TS pada ikan lele berkisar antara (-45) dB sampai dengan -48 dB dengan jumlah data 8769, sedangkan dengan nilai TS pada (-42)-(-45) dB sebanyak 2, kemudian (-48)-(-51) dB berjumlah 6289, untuk (-51) dB berjumlah 10. Gambar 22 diatas diduga ikan lele berada pada rentang nilai TS -45 dB dengan jumlah 8769 dikarenakan nilai tersebut mendominasi dari keseluruhan total jumlah.