• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penetapan Komoditas Unggulan

Komoditas unggulan merupakan produk yang mempunyai keunggulan baik dari sisi produksinya, kontinyuitas dan daya saing sehingga diterima masyarakat dan dapat menarik investror. Pengembangan agribisnis berdasarkan produk unggulan menunjukkan suatu kegiatan produk agribisnis pada tingkat budidaya (on-farm) dan tingkat industri (off-farm). Analisis data yang digunakan untuk penetapan komoditas unggulan dalam penelitian ini adalah analisis AHP, dengan mengunakan data-data kuantitatif dalam menilai setiap unsur dalam AHP.

Ada tiga kriteria yang digunakan untuk penetapan komoditas unggulan dalam analisis AHP, yaitu pendekatan agroekosistem, ekonomi dan daya dukung. Masing-masing kriteria memiliki sub kriteria lagi yang nantinya akan di gunakan untuk mendapatkan komoditas unggulan. Sub kriteria tersebut antara lain produktivitas, produksi dan trend produksi untuk ktiteria kesesuaian agroekosistem; pendapatan, kelayakan usaha, perdagangan dan industri pengolahan untuk kriteria kesesuaian ekonomi; serta modal, pasar, teknologi, sumber daya manusia, lembaga, sarana dan kebijakan pemerintah untuk kriteria

daya dukung. Pengelompokan produk/komoditas pertanian primer yang dianalisis lebih menekankan pada aspek perbedaan karakteristik komoditas yang dihasilkan dengan tetap memperhatikan agregasi sub sektornya.

Penentuan bobot proiritas dilakukan setelah matriks perbandingan kriteria diisi dengan menggunakan metode Eigenvector yaitu vaktor karektiristik dari sebuah matriks bujursangkar dan metode eigenvalue yaitu akar karakteristik dari matriks tersebut. Hasil akhir dari perhitungan bobot prioritas tersebut merupakan bilangan desimal dibawah satu dengan total prioritas untuk elemen-elemen dalam satu kelompok sama dengan satu (Ratnawati et al 2000). Metode ini yang akhirnya dipakai sebagai alat pengukur bobot prioritas setiap matriks perbandingan model AHP karena sifatnya lebih akurat dan memperhatikan semua interaksi anta elemen. Kelemahan metode ini adalah sulit dikerjakan secara manual, apalagi jika matriks lebih dari tiga elemen. Sehingga dalam perhitungan bobot dalam penelitian ini menggunakan program komputer Expert Choice 2000. Expert Choice 2000 merupakan program komputer untuk pemecahan masalah AHP. Hasil pembobotan kriteria penetapan komoditas unggulan dapat dilihat pada Gamabar 7 di bawah ini

Gambar 7 Hasil pembobotan AHP kriteria dan subkriteria penetapan komoditas unggulan Agroekosistem (0,333) Ekonomi (0,333) Daya Dukung (0,333) Produktivitas (0,540) Industri Pengolahan (0,109) Pendapatan 0,351 Perdagangan (0,189) Produksi (0,297) Modal (0,229) Pasar (0,229) Teknologi (0,123) SDM (0,127) Trend produksi (0,163)

Prioritas Komoditas Unggulan

Kelayakan Usaha (0,351) Lembaga (0,097) Sarana (0,097) Kebijakan (0,097)

Pada penelitian ini, setiap kriteria memiliki bobot yang sama, yaitu 0,333. Masing-masing kriteria diberi nilai yang sama karena dianggap sama penting, dimana komoditas jika memiliki kesesuaian agroekosistem yang baik belum tentu dapat menjadi komoditas unggulan jika tidak dibarengi dengan kondisi ekonomi yang baik dan kelembagaan/daya dukung yang sesuai (Badang Litbang Pertanian 2003). Sedangkan masing-masing sub kriteria memiliki bobot yang berbeda-beda sesuai dengan penilaian terhadap peringkat yang telah disusun.

Penetapan Komoditas Unggulan Tanaman Pangan

Pada kelompok tanaman pangan komoditi yang diamati terdiri dari padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah dan kedelai. Hasil analisis AHP penetapan komoditas unggulan pangan dapat dilihat pada Gambar 8, menunjukkan bahwa pada kelompok komoditas pangan, prioritas komoditi unggulan pertama ditujukan oleh komoditi padi dengan bobot 0,219. Urutan kedua yaitu ubi jalar dengan bobot 0,184 dan kacang tanah 0,165 serta kedelai, ubi kayu dan jagung menempati urutan selanjutnya dengan nilai konsistensi 0,01. Ubi kayu yang sebelumnya masuk dalam komoditas unggulan teryata memiliki nilai yang paling rendah. Hal ini karena ubi kayu memiliki nilai terendah pada kriteria ekonomi dan daya dukung. Pada kriteria ekonomi, ubi kayu memiliki harga jual yang rendah yaitu Rp 500,- per 1 Kg, sehingga dalam 1 Ha lahan ubi kayu petani hanya mendapatkan keuntungan sebesar Rp 2.500.000,-. Hal ini dikarenakan belum adanya industri pengolahan ubi kayu sehingga nilai ubi kayu cukup rendah.

Gambar 8 Sebaran bobot prioritas komoditas unggulan tanaman pangan di Provinsi Papua Barat

Hasil pembobotan diperoleh melalui penilaian perbandingan berpasangan antar komoditas terhadap setiap kriteria penilaian. Sub kriteria tersebut antara lain produktivitas, LQ, PR, perdagangan, R/C rasio dan rata-rata skoring pada daya

0.219 0.144 0.134 0.184 0.165 0.154 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25

Padi Jagung Ubi Kayu Ubi Jalar Kacang

Tanah Kedelai B ob ot P ri or it as Komoditas

dukung. Perbandingan dilakukan melalui hasil rengking masing-masing komoditas kepada setiap sub kriteria tersebut. hasil masing-masing sub kriteria komoditas unggulan pangan yang terpilih dapat dilihat dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18 Nilai pada masing-masing sub kriteria penentuan komoditas pangan di Provinsi Papua Barat

Sub kriteria Padi Ubi Jalar Kacang tanah

Produktivitas (Ton/Ha) 2,7 10,09 0,9

LQ 0,8 9,6 1,8

Trend produksi 1,7 0,002 -0,3

Pendapatan (Rupiah) 12.384.000 3.947.000 17.800.000

R/C rasio 1 1,2 2,1

Jumlah Industri pengolahan

(Unit) 90 34 21

Rata-rata skoring daya

dukung 2,2 1,9 1,9

Komoditas Unggulan Padi

Berdasarkan analisis AHP diatas padi tergolong komoditi unggulan dengan bobot 0,219. Padi menjadi prioritas utama komoditas unggulan karena memiliki bobot tertinggi pada kreteria ekonomi dan daya dukung, yaitu 0,333 dan 0,218. Sedangkan untuk kriteria kesesuaian agroekosistem padi memperoleh bobot terendah yaitu 0,105 (Lampiran 2). Rendahnya bobot kriteria agroekosistem disebabkan nilai produktivitas dan LQ yang rendah.

Usahatani padi umumnya dilakukan oleh masyarakat transmigran, dimana proses adopsi teknologi sudah mulai berjalan. Penggunaan varietas unggul dan pupuk buatan sudah diterapkan, namun produktivitas tanamannya masih rendah. Nilai produktivitas padi di Papua Barat hanya sebesar 2,7 ton/Ha, selisih 2,29 dengan produktivitas tingkat nasional yang mencapai 5 ton/Ha. Berdasarkan hasil wawancara dengan dinas terkait, rendahnya produktivitas padi di Papua Barat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain kandungan Fe pada tanah yang tinggi, sehingga memerlukan pemupukan berat terutama P2O5, sementara ketersediaan pupuk masih terbatas di daerah-daerah terpencil yang baru terbuka untuk lahan sawah. Faktor lain adalah tingginya curah hujan pada saat panen, sehingga proses penjemuran gabah terganggu. Dalam waktu yang lama tingkat kerusakan gabah akan meningkat.

Jika dilihat dari data produksi digambarkan dengan nilai LQ yang kurang dari 1 yaitu 0,8 maka padi tidak termasuk dalam komoditas basis. Artinya share produksi padi terhadap tingkat nasional masih termasuk kecil. Namun pada sub kriteria trend produksi (1,7), padi mampu memperlihatkan kemampuannya dalam berproduksi dengan menampilkan nilai trend produksi yang positif, yang artinya produksi padi selalu meningkat setiap tahunnya yaitu 28.205 ton pada tahun 2008 meningkat 34.255 ton pada tahun 2012. Hal ini menunjukkan bahwa padi mampu meningkatkan produksinya setiap tahunnya agar dapat memenuhi kebutuhan pangan masyarakat di Provinsi Papua Barat.

Pada kriteria ekonomi, komoditas padi mampu memberikan bobot yang tertinggi (0,333), dikarenakan petani padi mampu memperoleh keuntungan hingga Rp 12.384.000 per musim tanam, dengan harga jual Rp 3.500 per Kg. Komoditi padi menjadi layak diusahakan di Provinsi Papua Barat karena memiliki nilai R/C rasio 1. Selain itu, terdapat 90 unit penggilingan padi yang tersebar pada kabupaten penghasil beras. Hal ini menunjukkan bahwa padi industri pengolahan padi dapat merkembang di Provinsi Papua Barat. Produksi padi di Provinsi Papua barat masih terkonsentrasi di Kabupaten Manokwari dan Sorong. Produksi kedua kabupaten ini mampu memenuhi kebutuhan beras di Provinsi Papua Barat. Terbukti dengan data ekspor Manokwari yang mampu mengeksor beras ke daerah-daerah sekitar.

Pada kriteria daya dukung (0,218), komoditas padi memiliki rata-rata skoring terhadap aspek pendukung kegiatan agribisnis yaitu 2,2. Penilaian dilakukan terhadap kondisi kemudahan memperoleh modal, pasar, lembaga, saranan dan kebijakan. Akses terhadap perbankan dan lembaga peminjam modal di Provinsi Papua Barat mudah terjagkau dan beberapa bank seperti BRI, BNI dan Bank Papua yang menyediakan layanan kredit untuk usaha kecil dan menengah. Akan tetapi, layanan tersebut jarang di manfaatkan oleh pengusaha saprodi, dan pedagang beras untuk memperluas usahanya. Hanya sebagian kecil petani yang memanfaatkan fasilitas kredit yang disediakan bank-bank tersebut. Hal ini dikarenakan, syarat dan ketentuan yang menyulitkan calon pengkredit seperti melampirkan agunan, surat izin usaha, dan laporan penjualan sebagai syarat pengajuan kredit serta bunga pinjaman yang relatif tinggi yaitu 10% per bulan.

Provinsi Papua Barat telah menetapkan 14 daerah irigasi yang memanfaatkan air sungai (air permukaan) antara lain Bendungan Aimisu di Kabupaten Sorong dan Bendungan Prafi di Kabupaten Manokwari. Luas panen padi sawah tahun 2012 8.283 Ha, sedang potensi irigasi mencapai 31.514 Ha (BPS Provinsi Papua barat, 2012). Percepatan pembangunan jaringan irigasi diwilayah lain perlu dilakukan disamping merevitalisasi jaringan irigasi yang sudah ada. Agar pemanfaatan air irigasi menjadi optimal maka telah dibentuk Perhimpunan Petani Pemakai Air (P3A) pada tiap-tiap daerah irigasi. Selain sarana irigasi, akses jalan menuju sentra-sentra produksi juga merupakan hal penting. Di Kabupaten Manokwari akses jalan semakin baik seperti terdapat jalan aspal dan angkutan umum dari daerah sentra produksi menuju pasar di ibu kota kabupaten. Namun pada kabupaten lain, akses jalan masih mengalami keterlambatan pembangunan.

Komoditas Unggulan Ubi Jalar

Berdasarkan hasil AHP pada Gambar 8, ubi jalar termasuk dalam komoditas unggulan kedua setelah padi dengan bobot 0,184. Bobot kriteria tertinggi adalah ekonomi 0,256, urutan kedua agroekosistem 0,184 dan terendah daya dukung dengan bobot 0,136 (Lampiran 2). Ubi jalar memiliki peluang cukup besar untuk dikembangkan karena memiliki daya adaptasi yang luas terhadap kondisi lahan dan lingkungan. Ubi jalar merupakan makanan pokok penduduk lokal Papua, memiliki nilai tinggi dalam upacara ritual dalam masyarakat adat setempat, serta sebagai pakan ternak babi, yang mempunyai nilai sosial tinggi bagi suku-suku di Papua. Ubi jalar merupakan makanan lokal masyarakat Papua

dan memiliki peranan yang besar dalam memelihara kerukunan masyarakat dan adat istiadat setempat. Ubi jalar yang berumur genjah dan berkualitas tinggi semakin meluas dan dominan ditanam masyarakat Papua.

Pada kriteria agroekosistem, produktivitas ubi jalar di Provinsi Papua Barat mencapai 10,09 ton/Ha selisih 1,82 dengan produktivitas nasional yang mencapai 11,91. Berdasarkan data produksi yang diproyeksikan pada tingkat nasional, ubi jalar memiliki nilai LQ 9,6. Hal ini menunjukkan bahwa share produksi ubi jalar terhadap tingkat nasional cukup tinggi sehingga ubi jalar merupakan komoditas basis di Provinsi Papua Barat. Produksi yang tinggi ini dapat dimanfaatkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pangan, selain itu dapat meningkatkan pendapatan petani. Namun jika dilihat dari trend produksi ubi jalar bernilai positif namun sangat kecil yaitu 0,002, artinya peningkatan produksi setiap tahunnya sangat kecil bahkan menurun. Tahun 2008 Provinsi Papua Barat mampu produksi ubi jalar sebanyak 18.701 ton menurun pada tahun 2012 menjadi 10.557 ton.

Tekonologi usahatani ubi jalar yang dipraktekkan petani meliputi penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan dan panen. Persiapan lahan dilakukan dengan mengolah lahan menggunakan skop, kemudian membuat kuming, yaitu bumbunan tanah bercampur sisa tanaman atau rumput sebagai tempat penanaman stek. Sisa tanaman atau rumput yang sudah lapuk digunakan sebagai sumber bahan organik bagi tanaman. Pada umumnya, tanaman ubi jalar yang dibudidayakan tidak menggunakan pupuk kimia, karena varietas yang dibudidayakan sudah lama beradaptasi dengan lingkungan setempat sehingga dianggap sebagai varietas lokal. Dua varietas lokal yang dominan diusahakan petani adalah Hielaleke dan Musan. Dua varietas ini memiliki produktivitas yang lebih tinggi dibanding varietas lain, panen lebih awal dan cita rasa yang lebih disenangi masyarakat setempat.

Pada kriteria ekonomi, Harga jual ubi jalar mencapai Rp 700 per Kg, sehingga keuntungan yang diperoleh petani mencapai Rp 3.947.000/Ha dengan R/C rasio 1,2. Hal ini mencerminkan bahwa berusahatani ubi jalar masih memberikan keuntungan dan penambahan pendapatan bagi petani ubi jalar di Papua Barat. Selain itu Provinsi Papua Barat memiliki 34 unit industri pengolahan ubi jalar skala kecil yang mampu mengolah ubi jalar menjadi bahan makanan ringan.

Permasalahan yang dihadapi adalah teknik panen dan pasca panen. Panen dilakukan menurut kebutuhan pangan keluarga, sehingga tanaman ubi jalar dipertahankan di lapangan dalam waktu yang lama. Teknik seperti sering disebut sebagai lumbung pangan alami. Namun hal ini sangat beresiko bila terjadi bencana alam berupa “frost” atau ledakan hama, maka persediaan pangan penduduk akan terancam. Namun cara seperti ini masih dipertahankan oleh masyarakat setempat karena panen secara serempak akan menimbulkan masalah baru lagi yaitu sulitnya pengangkutan, penyimpanan, pengolahan maupun pemasaran. Teknik pemanenan seperti ini dapat dilakukan dalam rentang waktu yang panjang dari 6 hingga 12 bulan atau bahkan lebih. Periode kebun ubi jalar akan dibongkar bila setelah 2-3 tahun diusahakan dan produksi telah menurun, dengan indikasi ubi yang dihasilkan kecil-kecil. Artinya lahan tersebut harus disuburkan kembali. Pada umumnya petani lokal di Provinsi Papua Barat belum menggunakan pupuk dalam proses penyuburan tanah. Sehingga semakin lama

tanaman ubi jalar yang disimpan dalam tanah maka produk yang dihasilkan semakin kecil ukurannya.

Pada kriteria daya dukung, ubi jalar memiliki rata-rata skoring yang masih rendah bila dibandingkan dengan komoditas padi yaitu 1,9. Penilaian daya dukung ini meiliputi kemudahan memperoleh modal, kemudahan pemasaran, daya dukung kelembagaan, kebijakan dan sarana. Permasalahan pada kriteria daya dukung adalah sulitnya akses permodalan menyebabkan petani tidak pernah menggunakan pinjaman modal untuk mengembangakn usahataninya. Pada umumnya budidaya ubi jalar dilakukan oleh masyarakat lokal yang tersebar dipelosok-pelosok daerah sehingga akses menuju pasar kota masih sulit. Kurangnya angkutan umum dari kota menuju desa menyebabkan biaya transportasi juga masih mahal.

Kelemahan pengembangan agribisnis ubi jalar di Provinsi Papua Barat adalah belum terdapatnya industri pengolahan ubi jalar dalam skala besar. Selama

ini ubi jalar di Provinsi Papua Barat hanya dijual dalam bentuk segar di pasar-pasar tradisional dan sebatas untuk memenuhi kebutuhan pangan

masyarakat lokal. Industri pengolahan ubi jalar yang ada baru skala industri rumah tangga yaitu dalam pengolahan ubi jalar menjadi cemilan ringan seperti keripik dan gorengan. Padahal ubi jalar dapat dijadikan bahan baku produk lainnya sepeti dapat dijadikan tepung, bahan dasar saos, serta bahan olahan lainnya. Hal ini bisa menjadi peluang yang sangat baik untuk pengembangan agribisnis ubi jalar di Papua Barat mengingat tingkat produksi di provinsi ini cukup tinggi.

Pemerintah daerah selama ini telah berupaya meningkatkan kesadaran akan pangan lokal termasuk ubi jalar, yaitu dengan merekomendasikan ubi jalar disetiap hidangan pesta adat. Selain itu, sering diadakannya pelatihan-pelatiah pengolahan ubi jalar kepada masyarakat Papua, khususnya ibu-ibu rumah tangga yang tergabung dalam kelompok tani wanita. Upaya ini dilakukan agar pelestarian pangan lokal ubi jalar dapat diterima oleh masyarakat luas di Provinsi Papua Barat.

Komoditas Unggulan Kacang Tanah

Kacang tanah sudah dikenal masyarakat Papua sejak zaman Belanda sehingga kacang tanah termasuk ke dalam pangan lokal Papua Barat. Terbukti dari selalu tersajinya kacang tanah pada setiap acara adat. Oleh karena kacang tanah di Provinsi Papua Barat telah dibudidayakan dari zaman Belanda, maka jenis kacang tanah tersebut telah beradaptasi dengan baik terhadap kondisi lingkungan yang ada. Hasil AHP menunjukkan bahwa kacang tanah di Provinsi Papua Barat masuk dalam prioritas komoditas unggulan dengan bobot sebesar 0,165. Kriteria teringgi adalah Agroekosistem yaitu 0,288, kedua adalah daya dukung 0,147 dan terendah yaitu ekonomi dengan bobot 0,071 (Lampiran 2).

Pada kriteria kesesuaian agroekosistem kacang tanah memiliki bobot tertinggi dikarenakan produktivitas kacang tanah di Provinsi Papua Barat hanya selisih 0,1 ton/Ha dengan produktivitas nasional. Produktivitas kacang di Provinsi Papua Barat sebesar 0,9 ton/Ha sedangkan produktivitas nasional 1 ton/Ha. Nilai LQ kacang tanah yang menggambarkan nilai proyeksi produksi kacang tanah terhadap produksi nasional memperlihatkan bahwa kacang tanah termasuk dalam komoditas basis atau unggul dengan nilai 1,8. Namun, bila dilihat dari trend

produksi, kacang tanah memiliki nilai yang negatif (-0,3), artinya kacang tanah mengalami penurunan produksi setiap tahunnya. Hal ini dilihat dari produksi kacang tanah di Provinsi Papua Barat pada tahun 2008 mencapai 1.762 ton kemudian pada tahun 2010 turun menjadi 750 ton, dan pada tahun 2012 hanya mencapai 625 ton. Penurunan produksi kacang tanah ini disebabkan oleh berkurangnya luas panen dan beralihnya petani kacang tanah pada komoditi lain.

Pada kriteria ekonomi, usahatani kacang tanah cukup layak diusahakan di Provinsi Papua Barat, hal ini dapat dilihat dengan nilai R/C rasio yaitu 2,1. Petani kacang tanah mendapatkan keuntungan Rp 17.800.000/Ha dengan harga jual Rp 25.000 /Kg. Pada penilaian industri pengolahan, kacang tanah mendapatkan nilai yang rendah. Kurangnya industri pengolahan yang dapat memberikan nilai tambah produk kacang tanah menyebabkan petani hanya menjual langsung kepada pedagang besar dan konsumen akhir dalam keadaan mentah, sehingga harganya relatif rendah. Saat ini hanya terdapat 21 unit industri pengolahan makanan ringan yang mengunakan bahan dasar kacang tanah. Sebagian besar industri pengolahan terdapat pada Kabupaten Manokwari dan Sorong.

Pada skoring daya dukung yang mempertimbangkan kondisi pasar, kemudahan memperoleh modal, lembaga, sarana, dan kebijakan, maka kacang tanah memiliki rata-rata skor 1,9. Sama halnya dengan kondisi usahatani ubi jalar, ada umumnya petani kacang tanah merupakan masyarakat lokal yang tinggal di pelosok-pelosok daerah. Sehingga akses transportasi menjadi sulit dijangkau. Hal ini juga yang menyebabkan pemasaran kacang tanah hanya sebatas pasar-pasar desa. Masih sulitnya birokrasi dalam peminjaman modal juga menyebabkan petani enggan meminjam modal pada bank atau lembaga pengkrediatan untuk memperluas usahatani kacang tanahnya.

Penetapan Komoditas Unggulan Tanaman Hortikultura

Pada kelompok tanaman hortikultura, tanaman yang diamati merupakan

tanaman yang paling banyak dibudidayakan oleh masyarakat Provinsi Papua Barat berdasarkan data statistik. Tanaman-tanaman tersebut antara lain kubis, kacang panjang, cabai, tomat, terong, buncis, ketimun dan sayuran. Hasil AHP dengan mempertimbangkan kriteria penetapan komoditas unggulan berdasarkan kesesuaian agroekologi, ekonomi dan dan daya dukung, prioritas komoditas unggulan pertama adalah kacang panjang dengan bobot 0,165; tomat dengan bobot 0,146; dan cabai dengan bobot 0,138. Sedangkan terong, sayuran, ketimun, buncis dan kubis mengikuti urutan selanjutnya. Hasil analisis AHP penetapan komodita unggulan tanaman hortikultura dapat dilihat pada Gambar 9.

Hasil tersebut diperoleh dari matriks perbandingan berpasangan antar komoditas terhadap sub kriteria penetapan komoditas unggulan. Nilai masing-masing sub kriteria dapat diihat pada Tabel 19.

Tabel 19 Nilai masing-masing sub kriteria penentuan komoditas unggulan hortikultura di Provinsi Papua Barat

Sub kriteria Kacang panjang Tomat Cabai

Produktivitas (Ton/Ha) 5,8 8,6 10,05

LQ 2,7 1,1 0,4

Trend produksi 2,1 4,5 4,7

Pendapatan (Rupiah) 12.249.000 10.899.000 12.474.000

R/C rasio 4,4 4,1 4,9

Rata-rata skoring daya dukung 2,08 2,08 2,08

Gambar 9 Sebaran bobot prioritas komoditas unggulan tanaman hortikultura di Provinsi Papua Barat

Komoditas Unggulan Kacang Panjang

Tanaman kacang panjang adalah sejenis tanaman sayur, yang mempunyai sulur dan tumbuh melilit. Baik tumbuh di tanah latosol/lempung berpasir, subur gembur, dan banyak mengandung bahan organik. Kacang panjang merupakan jenis tanaman sayuran yang paling banyak diproduksi oleh masyarakat Provinsi Papua Barat. Ketrampilan dalam menanam kacang panjang telah diperoleh turun-menurun dari orang tua mereka. Berdasarkan hasil analisis AHP, kacang panjang di Papua Barat merupakan prioritas komoditas unggulan hortikultura. Pada kriteria kesesuaian agroekosistem kacang panjang memperoleh bobot paling tinggi yaitu 0,289, kriteria ekonomi 0,175, dan daya dukung 0,121 (Lampiran 3).

Pada kriteria kesesuaian agroekosistem, produktivitas kacang panjang Papua Barat mencapai 5,8 ton/Ha selisih jauh 4,5 ton dengan produktivitas nasional, dengan trend produksi bernilai positif yaitu 2,1 yang artinya produksi kacang panjang dapat meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2008 total produksi kacang panjang 455.524 ton meningkat 489.449 ton pada tau 2010. Berdasarkan hasil LQ yaitu 2,7 yang mencerminkan nilai produksi yang diproyeksikan dengan

0.079 0.165 0.138 0.146 0.132 0.103 0.11 0.127 0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16 0.18 Kubis Kacang panjang

Cabai Tomat Terong Buncis Ketimun Sayuran

B ob ot p ri or it as Komoditas

tingkat nasional, maka kacang panjang termasuk dalam komoditas basis atau unggul.

Pada kriteria ekonomi, petani kacang panjang bisa memperoleh keuntungan Rp 12.249.000 per musim tanam dengan R/C rasio 4,4. Nilai R/C rasio ini menunjukkan lebih dari satu artinya bahwa budidaya kacang panjang di Provinsi Papua Barat layak untuk diusahakan. Produksi kacang panjang tersebar di seluruh kabupaten di Provinsi Papua Barat. Produksi terbanyak terdapat di Kabupaten Manokwari dengan rata-rata produksi pertahun mencapai 2.924,4 ton. Kesesuaian lahan di Kabupaten Manokwari dengan jenis tanah latosol menyebabkan kacang panjang tumbuh subur. Selain itu, kacang panjang dapat dipanen 3-4 kali pada satu musim tanam sehingga petani lebih senang menanam kacang panjang daripda tanaman lain.

Pada umumnya petani berusahatani kacang panjang untuk tujuan komersil, sehingga kebanyakan petani kacang panjang mengusahakan kebunnya di dalam kota. Rata-rata skoring pada kriteria daya dukung yaitu 2,08. Kemudahan akses transportasi dari kebun ke pasar serta kemudahan memperoleh kredit menjadi alasan para petani mengusahakan kebunnya di kota. Selama ini pemerintah daerah telah banyak membuat program yang dapat menguntungkan petani hortikultura. Salah satu kebijakan pemerintah adalah petani sering mendapatkan bantuan bibit maupun alat pertanian yang dapat digunakan untuk menunjang usahataninya serta pendamping dari penyuluh pertanian yang dapat memberikan informasi dan pelatihan kepada petani. Dengan demikian diharapkan petani mampu meningkatkan usahataninya.

Komoditas Unggulan Tomat

Buah tomat adalah komoditas yang multiguna, berfungsi sebagai sayuran,

Dokumen terkait