• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Provinsi Papua Barat. Pemilihan lokasi didasarkan pada pertimbangan bahwa Papua Barat sebagai wilayah yang mempunyai potensi sumber daya alam yang mampu mengembangkan agribisnis komoditas unggulan di Provinsi Papua Barat. Pengambilan data dan penelitan dilaksanakan selama 6 bulan yaitu Juli hingga Desember 2013.

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari survei langsung ke lapangan baik melalui wawancara langsung maupun pengamatan langsung untuk memperoleh data sosial ekonomi. Data sekunder berupa data produksi tanaman pangan, peternakan, dan perkebunan tahun 2008 hingga tahun 2012. Data diperoleh dari Dinas Pertanian dan perkebunan Provinsi Papua Barat, Badan Perencanaan Daerah Provinsi Papua Barat, Badan Pusat Statistik Provinsi Papua Barat, serta pustaka yang mendukung penelitian ini.

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan melalui beberapa cara yaitu, wawancara, diskusi kelompok serta penelusuran dokumen. Wawancara dilakukan untuk mengetahui kondisi masyarakat yang memiliki lapangan usaha disektor pertanian melalui kuisioner terstruktur yang telah dibuat. Wawancara ditujukan kepada pihak-pihak yang terkait dengan penelitian ini seperti BAPPEDA, Dinas Pertanian, Peternakan dan Ketahanan Pangan, Dinas Perdagangan dan Perindustrian. Diskusi kelompok dilakukan untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi petani. Wawancara diarahkan untuk mendapatkan bahan analisa mengenai sosial ekonomi masyarakat tani dan penilaian bobot kepentingan alternatif pencapaian tujuan dengan proses hirarki analitik. Teknik pengambilan responden berdasarkan purposive. Fungsi masing-masing responden dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Jumlah dan fungsi responden berdasarkan jenis responden

No Responden Jumlah Fungsi

1 Pemilik kios saprodi 4 pedagang Mengetahui kondisi subsistem agribisnis hulu 2 Kelompok tani 20 kelompok

Mengetahui kondisi sosial ekonomi petani dan kondisi usahatani masyarakat Papua Barat

3

Dinas Pertanian, Peternakan dan Ketahanan Pangan (DPPKP) dan Dinas Perkebunan

2 orang

Mengetahui faktor pendukung subsistem sarana penunjang terhadap penilaian penerapan teknologi dan sarana publik.

4 Dinas Perdagangan dan

Perindustrian 1 orang

Mengetahui faktor pendukung subsistem sarana penunjang terhadap penilaian sarana

pemasaran.

5 BAPPEDA 1 orang

Mengetahui faktor pendukung subsestem sarana penunjang terhadap kordinasi, kebijakan dan peraturan.

6 Pedagang 20 pedagang Mengetahui kondisi subsistem hilir

Metode Analisis Data

Data dan informasi yang diperoleh selanjutnya diolah dan dianalisis secara kuantitatif dan deskriptif. Analisis kuantitatif dilakukan untuk mengidentifikasi sektor basis dan penyebarannya di Provinsi Papua Barat. Sedangkan analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui prioritas komoditas unggulan di Papua Barat yang di gabungkan dengan analisis kuantitatif. Beberapa alat analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

Penetapan Prioritas Komoditas Unggulan

Komoditas unggulan adalah komoditas andalan yang memiliki posisi strategis berdasarkan pertimbangan teknis (kondisi tanah dan iklim) maupun sosial ekonomi dan kelembagaan (penguasaan teknologi, kemampuan sumberdaya manusia, infrastruktur, dan kondisi sosial budaya setempat) untuk dibudidayakan di suatu wilayah (Badan Litbang Pertanian 2003). Dari definisi ini diperoleh kriteria komoditas unggulan yaitu memiliki posisi strategis, secara teknis dapat diusahakan (sesuai dengan daya dukung lahan), secara ekonomi layak diusahakan (memberikan keuntungan secara ekonomi), dan secara sosial kelembagaan

diterima (dukungan sumberdaya manusia, infrastruktur, teknologi, dan aspek hukum).

Pemilihan prioritas komoditas unggulan dilakukan dengan menggunakan metode AHP yaitu suatu metode yang dapat digunakan oleh pengambilan keputusan agar dapat memahami kondisi suatu sistem dan membantu dalam melalukan prediksi berdasarkan penilaian, pertimbangan yang logis dan sistematis (Saaty dan Niemira, 2006). Aplikasi AHP dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori utama yaitu (1) choice (pilihan), yang merupakan evaluasi atau penetapan prioritas dari berbagai alternatif tindakan yang ada, dan (2) forecasting (peramalan), yaitu evaluasi terhadap berbagai alternatif hasil di masa yang akan datang (Ozdemir dan Saaty, 2006).

Penggunaan AHP dimaksudkan untuk proses penelusuran permasalahan untuk membantu pengambilan keputusan memilih strategi terbaik dengan cara: 1) mengamati dan meneliti ulang tujuan dan alternatif strategi atau cara bertindak untuk mencapai tujuan, dalam hal ini kebijakan yang baik, 2) membandingkan secara kuantitatif dari segi biaya/ekonomis, manfaat dan resiko dari tiap alternatif, 3) memilih alternatif terbaik untuk diimplementasikan, dan 4) membuat strategi secara optimal, dengan cara menentukan prioritas kegiatan (Saaty, 1993)

Beberapa keuntungan dari penggunaan metode AHP antara lain dapat mempresentasikan suatu sistem yang dapat menjelaskan bagaimana perubahan pada level yang lebih tinggi mempunyai pengaruh terhadap unsur-unsur pada level yang lebih rendah, membantu memudahkan analisis guna memecahkan persoalan yang kompleks dan tidak terstruktur dengan memberikan skala, kelebihan Metode AHP pengukuran yang jelas guna mendapatkan prioritas mampu mendapatkan pertimbangan yang logis dalam menentukan prioritas dengan tidak memaksakan pemikiran linier, mengukur secara komprehensif pengaruh unsur-unsur yang mempunyai korelasi dengan masalah dan tujuan, dengan memberikan skala pengukuran yang jelas. Sedangkan beberapa kelebihan AHP dibanding metode lain yaitu struktur yang berhirarki, sebagai konsekuensi dari kriteria yang dipilih sampai pada sub-sub kriteria yang paling dalam, memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh para pengambil keputusan, memperhitungkan daya tahan output analisis sensitivitas pengambilan keputusan, merupakan suatu model pengambilan keputusan yang komprehensif (Setiyanto dan Irawan 2012)

Data yang dianalisis diperoleh dari hasil analisis kuantitatif dan penyebaran kuesioner terhadap para responden terpilih yang dapat mendukung penilaian. Nilai skor yang diperoleh dari hasil perhitungan kuantitaif tersebut kemudian dianalisis dengan bantuan program aplikasi expert choice. Untuk mendukung dalam penilaian AHP, maka diperlukan analisis lainnya, seperti analisis LQ, Shift share, perhitungan produktifitas, serta analisis kuantitatif lainnya.

Langkah-langkah dalam AHP adalah sebagai berikut (Saaty 1993):

1. Menentukan tujuan, kriteria, subkriteria, dan alternatif yang kemudian disusun dalam sebuah hirarki. Dalam penelitian ini, tujuan dari AHP adalah untuk menentukan prioritas komoditas unggulan di Provinsi Papua Barat. Kriteria (aspek) yang dilihat dari setiap komoditas antara lain; aspek ekomoni, agroekosistem, teknologi dan infrastuktur, sosial budaya, dan

sumber daya manusia. Masing-masing aspek memiliki sub kriteria untuk merincikan masing-masing kriteria yang digunakan.

a. Tujuan (sasaran yang ingin dicapai): Penentuan prioritas komoditas unggulan di Provinsi Papua Barat.

b. Kriteria/Indikator: agroekosistem, ekonomi, sosial budaya, daya dukung, dan sumber daya manusia.

c. Subkriteria: Kondisi lahan, produksi, produktivitas, trend produksi merpakan subkriteria untuk agroekosistem; pengolahan, pendapatan, perdagangan merupakan subkriteria untuk indikator ekonomi; Komoditas merupakan komoditas yang diusahakan secara turun menurun, dikenal dan dapat di terima oleh masyarakat setempat untuk dibudidayakan merupakan subkriteria untuk sosial budaya; mudah memperoleh modal, adanya pasar inpus dan output, terdapat teknologi dan lembaga yang mendukung merupakan subkriteria daya dukung; kemampuan dalam menyerap tenaga kerja dan adanya pelaku usaha merupakan subkriteria dalam sumber daya manusia.

d. Alternatif: Komoditas yang sesuai dengan kriteria yang telah disusun.

Gambar 3 Struktur AHP untuk penentuan prioritas komoditas

Tujuan

Kriteria

Sub Kriteria

Alternatif

Agroekosistem Ekonomi Daya Dukung

Produktivitas Industri Pengolahan Pendapatan Perdagang Produksi Modal Pasar Teknologi SDM Komoditas II Komoditas IV Komoditas I Trend produksi

Prioritas Komoditas Unggulan

Kelayakan Usaha

Lembaga Sarana

2. Melakukan pembobotan terhadap kriteria dengan perbandingan berpasangan (pairwise comparison) dengan skala 1 sampai 9 dimana: 1 = sama penting (equal importance); 3 = sedikit lebih penting (moderate more importance); 5 = cukup lebih penting (essential, strong more importance); 7 = jauh lebih penting (demonstrated importance); 9 = mutlak lebih penting (absolutely more importance); 2, 4, 6, 8 = nilai-nilai antara yang memberikan kompromi (grey area). Perbandingan dilakukan berdasarkan peringkat/rengking dari komoditas satu terhadap komoditas yang yang dinilai. Matriks perbandingan berpasangan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Perbandingan berpasangan antar komoditas pada masing-masing sub kriteria

Alternatif Komoditas 1 Komoditas 2 Komoditas 3 Komoditas 4 Komoditas 1

Komoditas 2 Komoditas 3 Komoditas 4

3. Terakhir yaitu pengujian konsistensi dengan mengambil rasio konsistensi (CR) dari indeks konsistensi (CI) dengan nilai yang tepat. Rasio konsistensi dilakukan karena di dalam analisa multi kriteria ganda diperhitungkan juga kriteria kualitatif yang memungkinkan terjadinya ketidakkonsistenan (inconsistency) dalam penilaian perbandingan kriteria-kriteria atau alternatif-alternatif. CI didefinisikan sebagai berikut:

𝐢𝐼 = Ξ» π‘šπ‘Žπ‘₯ βˆ’ 𝑛𝑛 βˆ’ 1

Dimana, n menyatakan jumlah kriteria/alternatif yang dibandingkan dan Ξ» max adalah nilai eigen (eigen value) yang terbesar dari matriks perbandingan berpasangan orde n. Jika CI bernilai 0 maka keputusan penilaian tersebut bersifat perfectly consistent dimana Ξ» max sama dengan jumlah kriteria yang diperbandingkan yaitu n. Semakin tinggi nilai CI semakin tinggi pula tingkat ketidakkonsistenan dari keputusan perbandingan yang telah dilakukan. Nilai CR dapat diterima, jika tidak melebihi 0,10. Jika nilai CR > 0,10, berarti matriks tersebut tidak konsisten. Rasio konsistensi (CR/Consistency Ratio) dirumuskan sebagai berikut:

𝐢𝑅 =𝑅𝐼𝐢𝐼 Dimana:

CR = Consistency Ratio CI = Consistency Index RI = Random Index

Penilaian Sub Ktriteria dalam AHP 1. Agroekosistem:

β€’ Produktivitas: Untuk menentukan komoditas yang lebih unggul digunakan patokan produkstivitas ideal. Produktivitas fisik rata-rata adalah keluaran (output) yang dihasilkan tiap unit masukan (input) baik masukan modal maupun tenaga kerja (Nicholson, 1995).

π‘ƒπ‘Ÿπ‘œπ‘‘π‘’π‘˜π‘‘π‘–π‘£π‘–π‘‘π‘Žπ‘  = jumlah produksi komoditas Luas lahan

β€’ Produksi: Penilaian produksi berdasarkan analisis LQ. Metode LQ untuk mengidentifikasi komoditas unggulan diakomodasi dari Miller & Wright (1991). Teknik LQ merupakan salah satu pendekatan yang umum digunakan dalam model ekonomi basis sebagai langkah awal untuk memahami sektor kegiatan yang menjadi pemacu pertumbuhan. Secara matematik, LQ diformulasikan sebagai perbandingan relatif antara kemampuan suatu sektor di daerah yang diamati dengan kemampuan sektor yang sama pada daerah yang lebih luas (Hood 1998).

𝐿𝑄 = 𝑆𝑖/𝑁𝑖𝑆/𝑁 = 𝑁𝑖/𝑁𝑆𝑖/𝑆 Keterangan:

LQ = Besarnya koefisien lokasi komoditas. Si = Jumlah produksi komoditas i pada provinsi. S = Jumlah total produksi tingkat nasional.

Ni = Jumlah produksi komoditas i pada tingkat provinsi. N = Jumlah total produksi komoditas tingkat nasional.

Analisis LQ digunakan untuk mengetahui sejauh mana tingkat spesialisasi sektor-sektor di suatu daerah atau sektor-sektor apa saja yang merupakan sektor basis atau leading sektor. Hasil dari analisis ini akan memperlihatkan sektor yang berperan secara dominan sebagai sektor basis dan sektor yang tidak berperan secara dominan disebut sebagai sektor non basis. Pengelompokan sektor basis dan non basis berdasarkan besaran LQ yang diperoleh dari hasil analisis adalah sebagai berikut:

LQ>1: menunjukkan komoditas tersebut termasuk komoditas basis. LQ<1: menunjukkan komoditas tersebut termasuk komoditas non basis. LQ=1: menunjukkan komoditas tersebut hanya dapat mencukupi wilayah

sendiri.

β€’ Trend produksi: Perhitungan trend produksi berdasarkan tingkat pertumbuhan produksi kabupaten dan provinsi. Analisis yang digunakan adalah Pertumbuhan Regional (PR) berdasarkan analisis shift share: Pertumbuhan Regional (PR) digunakan untuk mengetahui pertumbuhan komoditas tanaman secara agregat di tingkat provinsi. Nilai PR positif menunjukan komoditas tanaman disuatu kabupaten sedang mengalami kemajuan yang berarti, sebaliknya jika bernilai negatif menunjukan pertumbuhan komoditas sedang mengalami penurunan (Arsyad 1999).

𝑃𝑅 = �𝑁𝑃 βˆ’ 1�𝑁𝑑 Keterangan:

Nt = Jumlah total produksi komoditas pada tingkat provinsi pada tahun t (terakhir).

Np = Jumlah total produksi komoditas pada tingkat provinsi pada tahun p (permulaan).

2. Ekonomi:

β€’ Pengolahan: Dihitung dengan melihat adanya industri pengolahan yang melakukan aktivitas nilai tambah.

β€’ Pendapatan: Dalam perhitungan untuk menentukan tingkat pendapatan menurut komoditas dilakukan pendekatan R/C rasio untuk komoditas tanaman semusim dan B/C rasio untuk tanaman tahunan. Adapun pendekatan perhitungan R/C dan B/C rasio sebagai berikut (Soekartawi 1996). Perhitungan RC ratio: 𝑅𝐢 π‘Ÿπ‘Žπ‘‘π‘–π‘œ = π‘π‘–π‘™π‘Žπ‘– π‘‘π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ π‘π‘’π‘›π‘’π‘Ÿπ‘–π‘šπ‘Žπ‘Žπ‘› (𝑅𝑝 π‘π‘’π‘Ÿ π»π‘Ž) π‘π‘–π‘™π‘Žπ‘– π‘‘π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ π‘π‘–π‘Žπ‘¦π‘Ž (𝑅𝑝 π‘π‘’π‘Ÿ π»π‘Ž) Perhitungan BC ratio: 𝑁𝑒𝑑 𝐡𝐢 = βˆ‘ 𝐡𝑑 βˆ’ 𝐢𝑇 (1 + 𝑖)𝑑 𝑛 𝑑=0 βˆ‘π‘› (1 + 𝑖)𝐢𝑑 βˆ’ 𝐡𝑑𝑑 𝑑=0 Dimana:

Bt = Manfaat pada tahun t Ct = Biaya pada tahun t i = discount rate t = tahun

β€’ Perdagangan: Subkriteria perdagangan dihitung dengan pendekatan net ekspor komoditas kabupaten dibagi dengan net ekspor komoditas tingkat provinsi. Subkriteria perdagangan merupakan Tabel perdagangan ekspor (perdagangan ke luar daerah) kabupaten dan provinsi.

3. Daya dukung: Beberapa tahap penting yang harus dilalui untuk dapat melakukan identifikasi terhadap aspek-aspek mana yang menjadi faktor pendukung maupun faktor pembatas terhadap sektor agribisnis disuatu wilayah. Tahap pertama adalah melakukan wawancara dipandu kuisioner terstruktur terhadap responden-responden yang terlibat didalam subsistem agribisnis hulu, usahatani, hilir, dan jasa penunjang pada setiap subsektor pertanian. Tahap kedua yaitu memberikan penilaian terhadap jawaban-jawaban responden dan menghitung nilai rata-rata skor. Tahap terakhir melakukan pengelompokan terhadap nilai-nilai skor masing-masing aspek

yang dievaluasi disetiap subsektor pertanian berdasarkan kelompok selang. Sub kriteria pada kriteria daya dukung adalah sebagai berikut:

β€’ Pasar: Keunggulan suatu komoditas juga ditentukan oleh adanya dukungan pasar, baik pasar input maupun pasar output. Dalam pasar input dapat diketahui sampai sejauh mana input-input pertanian tersebut dapat dipenuhi dengan melihat adanya kios input. Sementara itu dalampasar output dapat dilihat dimana petani pada umumnya menjual output, bagaimana pembayaran hasil penjualan dan juga dilihat bagaimana penentuan harga yang terjadi.

β€’ Modal: Kemudahan memperoleh modal menentukan keberlangsungan perkembangan komoditas unggulan yang akan dipilih. Pengukuran modal dengan menetahui ada atau tidaknya sumber modal baik bersumber dari petani sendiri, pemerintah maupun swasta.

β€’ Teknologi: Pengukuran teknologi dilakukan degan mengetahui seberapa banyak penggunaan teknologi yang telah digunakan dan diterapkan oleh petani dalam pengembangan komoditas.

β€’ Lembaga: Pengukuran kelembagaan dengan mengetahui lembaga-lembaga apa saja yang dapat mendukung keberlangsungan pengembangan komoditas. Lembaga yang dimakasud antara lain, ada atau tidaknya kelompok tani, koperasi, perbankan, penyuluh, pemerintah dan lembaga lain yang mendukung.

β€’ Sumber daya manusia: Indikator kriteria penyerapan tenaga kerja merupakan nilai perbandingan jumlah tenaga yang bekerja pada subsektor di kabupaten terhadap jumlah tenaga kerja yang bekerja pada subsektor yang sama pada tingkat provinsi.

Penetapan Sentra Pengembangan Komoditas Unggulan

Indikator-indikator penentu dalam penetapan sentra produksi pegembangan komoditas unggulan yaitu jarak ekonomi dari daerah ke pusat pasar atau perekonomian terdekat, produkstivitas, produksi, potensi wilayah dan kesesuaian wilayah. Penetapan sentra produksi dapat dikerjakan setelah komoditas unggulan telah diperoleh. Struktur AHP dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Struktur AHP untuk penentuan sentra pengembangan komoditas unggulan

Sentra Pengembangan

Jarak Ekonomi

Produktivitas Produksi Potensi Lahan Kesesuaian lahan Kabupaten Sentra Tujuan Kriteria Alternatif

Secara rinci indikator-indikator penilaian pada penetapan sentra pengembangan komoditas unggulan dapat dijelaskan sebagai berikut:

β€’ Lokasi/jarak ekonomi: Jarak yang dimaksud disini adalah jarak produksi dengan pasar terdekat yang menyerap jumlah produksi komoditas unggulan. Penilaiannya adalah semakin jauh jarak antara lokasi produksi dengan pasar maka peluang daerah tersebut untuk dijadikan sentra komoditas unggulan semakin kecil.

β€’ Produktivitas: tingkat produkstivitas menggambarkan tingkat kesesuaian agroekosistem lokasi bagi pengembangan unggulan.

β€’ Produksi: produksi komoditas unggulan masing-masing lokasi yang menggambarkan kontribusi komoditas unggulan tersebut bagi wilayah bersangkutan.

β€’ Potensi lahan: Luasan lahan yang memiliki nilai ekonomi tinggi untuk dimanfaatkan sebagai lahan pertanian. Penilaian potensi lahan dalam penelituan ini adalah luasan lahan masing-masing kabupaten di Provinsi Papua Barat yang dapat dimanfaatkan sebagai lahan pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan.

β€’ Kesesuaian lahan: tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan wilayah yang akan dijadikan sentra pengembangan dapat dinilai dari ketinggian wilayah terhadap permukaan laut dengan kesesuaian syarat tumbuh komoditas terpilih.

Rekomendasi Arah Pengembangan Agribisnis

Arah strategi pengembangan agribisnis komoditas unggulan dilakukan secara deskriptif berdasarkan analisis AHP yang telah dilakukan sebelumnya. Komponen yang di analisis adalah keseluruhan subsistem dalam agribisnis, yaitu subsistem hulu, subsistem usahatani, subsistem hilir, pemasaran hingga lembaga-lambaga yang terlibat dalam kegiatan agribisnis komoditas-komoditas unggulan yang ada di Papua Barat.

Dokumen terkait