• Tidak ada hasil yang ditemukan

Imago Oxya japonica

O. japonica menjadi salah satu hama penting bagi tanaman. Banyaknya inang yang menjadi alternatif makanan bagi hama ini mengakibatkan populasi hama cepat meningkat dan menyebabkan kerusakan bagi tanaman. Serangan berat Oxya spp. di daerah Bogor mampu menyebabkan kerugian bagi petani talas dan padi (Yuliani 2003). Pada tanaman talas hama ini memakan daun talas dengan gejala gerigitan daun dari bagian tepi hingga tersisa tulang daun akibat aktivitas makannya (Gambar 4a, b).

Gambar 4 Gejala serangan O. japonica; (a) Pengamatan di laboratorium, (b) pengamatan di lapangan

Pada pengamatan serangan hama di lapangan, O. japonica lebih sering ditemukan pada tanaman talas budidaya maupun talas liar daripada tanaman padi. Adapun jenis Oxya lain yang sering ditemukan pada pertanaman padi adalah O. chinensis. Imago betina O. japonica yang diamati di laboratorium meletakkan telur dengan cara menusukkan ovipositor ke dalam jaringan pelepah daun talas (Gambar 5a). Pada saat meletakkan telur, ovipositor betina memanjang dan masuk ke dalam jaringan pelepah daun talas. Selama peletakan telur, ada cairan coklat

Gambar 5 Peletakan telur O. japonica; (a) Imago menusukkan ovipositor, (b) .jaringan talas mengeluarkan cairan bekas tusukan ovipositor, (c) busa .yang dihasilkan setelah peletakan telur

7 kemerahan yang keluar di sekitar lubang tusukan ovipositor dan semakin lama cairan tersebut akan mengering (Gambar 5b). Cairan tersebut berasal dari respon tanaman inang ketika jaringan talas ditusukkan oleh ovipositor betina. Cairan coklat kemerahan yang keluar dari respon tanaman inang yang mengering ini menandakan adanya bekas tusukan ovipositor di sekitar cairan. Ketika imago betina O. japonica telah meninggalkan lubang bekas tusukan, terdapat busa yang menutupi lubang tersebut (Gambar 5c). Busa yang baru ditinggalkan awalnya berwarna putih, kemudian semakin lama busa akan mengeras dan terjadi perubahan warna menjadi kecoklatan.

Parasitoid yang Ditemukan di Lapangan

Selama pengamatan telur O. japonica di laboratorium, tidak semua telur berhasil menetas menjadi nimfa. Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah telur belalang O. japonica yang dikumpulkan dari lapangan, lebih banyak yang menetas dibandingkan telur yang tidak menetas dan terparasit. Hal ini menandakan bahwa keberadaan populasi hama semakin banyak dan masih akan bertambah dengan munculnya individu baru O. japonica. Telur O. japonica yang tidak terparasit dan baru diletakkan berwarna kuning cerah dengan adanya busa sekitar telur (Gambar 6a). Telur O. japonica memiliki rata-rata panjang 4.52 mm dan lebar 0.91 mm (Lampiran 1). Jumlah telur yang dikumpulkan dari lapangan sebanyak 1 189 butir telur dan 73.09% merupakan telur yang menetas menjadi nimfa O. japonica (Gambar 6b). Telur inang yang terparasit ditandai dengan adanya perubahan warna telur menjadi kehitaman dan terdapat mekonium yang berwarna kuning pada ujung telur (Gambar 6c). Jumlah telur yang tidak menetas sebanyak 8.16% dari jumlah telur yang dikumpulkan terjadi karena telur mengering dan juga karena adanya nematoda yang menyerang. Telur mengering disebabkan pelepah daun talas saat pemeliharaan telur mudah kering sehingga telur yang berada di dalam pelepah daun talas tersebut juga menjadi kering dan tidak dapat berkembang menjadi nimfa O. japonica. Pada saat pengamatan berlangsung, ditemukan nematoda yang memarasit telur O. japonica namun jumlahnya hanya sedikit.

Tabel 1 Jumlah telur O. japonica dari lapangan yang menetas, tidak menetas dan .terparasit N Jumlah telur yang dikoleksi Jumlah telur yang menetas Jumlah telur yang tidak menetas

Jumlah telur yang terparasit

Scelio sp. Eurytoma sp.

Individu 1 189 869 97 188 35

% 100 73.09 8.16 15.81 2.94

Terdapat dua jenis parasitoid yang ditemukan selama pemeliharaan telur inang, yaitu Scelio sp. (Hymenoptera: Scelionidae) (Gambar 7a) dan Eurytoma sp. (Hymenoptera: Eurytomidae) (Gambar 7b). Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa tingkat parasitisasi dari kedua parasitoid tersebut sebesar 18.75%, parasitisasi oleh Scelio sp. sebesar 15.81% dan Eurytoma sp. sebesar 2.94%. Tingkat parasitisasi Scelio sp. lebih tinggi dibandingkan Eurytoma sp. Hal ini menunjukkan bahwa parasitoid famili Scelionidae lebih dominan daripada parasitoid Eurytomidae pada telur inang O. japonica. Hal yang sama juga dinyatakan oleh Yuliani (2003)

8

Gambar 6 Telur O. japonica di dalam pelepah daun talas; (a) Telur yang baru .diletakkan,.(b) telur .yang tidak terparasit, (c) telur yang terparasit .dengan mekonium

Gambar 7 Imago parasitoid telur yang ditemukan dari lapangan; (a) Scelio sp., (b) .Eurytoma sp.

bahwa parasitoid Scelio sp. pada kelompok telur Oxya spp. ditemukan dalam jumlah yang banyak.

Banyak faktor yang mempengaruhi persentase tinggi rendahnya tingkat parasitisasi di lapangan. Salah satu faktornya adalah keberadaan pertanaman yang sedang berbunga di sekeliling pertanaman inang dan menjadi pendukung bagi tersedianya makanan berupa nektar. Ketersediaan makanan parasitoid akan mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat parasitisasi di lapangan (Yuliani 2003).

Perkembangan Scelio sp. Pradewasa

Scelio sp. merupakan parasitoid yang banyak menyerang serangga lain pada fase telur dari serangga ordo Orthoptera. Parasitoid ini termasuk endoparasitoid obligat pada telur belalang Acrididae (Dangerfield et al. 2001). Perkembangan parasitoid ini termasuk dalam perkembangan hipermetamorfosis karena tipe fase larva instar awal berbeda. Ada pun bentuk pada tahapan pradewasa parasitoid ini berbeda pada setiap fasenya. Telur parasitoid Scelio sp. ditemukan di dalam telur O. japonica yang dibedah pada 3 jam setelah peletakan telur (SPT) berbentuk lonjong dengan bagian ujung depan yang membesar dan bagian belakang yang mengecil atau lebih meruncing (Gambar 8a, b). Telur Scelio sp. berwarna putih susu dengan rata-rata panjang 0.88 mm dan lebar 0.11 mm (Tabel 2).

1 mm 2 m m 2 mm 1 mm 1 mm

9

Gambar 8 Bentuk fase perkembangan pradewasa Scelio sp.; (a) & (b) Telur (tipe stalked) pada 3 jam SPT, (c) & (d) larva instar awal (tipe teleaform) pada 2 hari SPT, (e) bentuk larva instar akhir (hymenopteriform) pada 8 hari SPT, (f) pupa dalam telur inang pada hari ke-20, (g) pupa setelah pembedahan pada hari ke-20, (h) pupa dalam telur inang pada hari.ke-21, (i) pupa setelah pembedahan pada hari ke-21

Tabel 2 Ukuran telur dan larva Scelio sp. (mm)

Fase Panjang Lebar N

x̅*)

± SD**) Kisaran x̅ ± SD Kisaran

Telur 0.88 ± 0.07 0.75 - 1.00 0.11 ± 0.03 0.05 - 0.15 20

Larva instar awal 0.67 ± 0.05 0.55 - 0.75 0.21 ± 0.04 0.15 - 0.30 20

Larva instar akhir 2.82 ± 0.16 2.65 - 3.15 1.18 ± 0.05 1.10 - 1.25 20

*)rata-rata, **)standar deviasi

Lampiran 2 menunjukkan ukuran telur Scelio sp. pada 3 jam SPT. Pada telur Scelio sp. terdapat tangkai (stalk) dengan bentuk telur yang memanjang. Menurut Clausen (1940), telur yang memiliki karakter ini adalah telur yang bertipe stalked.

Perkembangan telur Scelio sp. relatif singkat dengan masa waktu penetasan telur rata-rata 2 hari (Tabel 3). Telur mulai diletakkan ke dalam telur inang ketika imago betina menemukan inangnya dengan waktu praoviposisi yang sangat cepat. Betina Scelio sp. dapat meletakkan telur ketika imago baru keluar dari inangnya. Telur dapat diletakkan ke dalam inang walaupun tanpa melalui proses kopulasi

0 .5 m m 0 .5 m m 0. 5 m m 1 mm 2 mm 2 mm 2 mm 2 mm 0 .5 m m

10

Tabel 3 Lama perkembangan Scelio sp.

Fase Lama perkembangan (hari) N

x̅*)

± SD**)

Telur 2.00 ± 0.00 20

Larva 6.00 ± 0.00 20

Pupa 20.15 ± 0.88 20

Telur  imago jantan 28.00 ± 0.73 20

Telur  imago betina 28.40 ± 0.82 20

*)rata-rata, **)standar deviasi

antara imago jantan dan betina terlebih dahulu. Telur Scelio sp. yang diletakkan tanpa proses kopulasi tetap dapat menetas, akan tetapi individu baru parasitoid yang keluar dari inang adalah parasitoid jantan, sedangkan imago betina yang berkopulasi dan meletakkan telur akan menghasilkan parasitoid jantan dan betina. Pola reproduksi parasitoid seperti ini disebut arrhenotoky karena telur yang dibuahi dapat menghasilkan keturunan betina, sedangkan telur yang tidak dibuahi akan menghasilkan keturunan jantan. Hal yang sama juga pernah dilaporkan oleh Irianto (1986) pada parasitoid Diadegma eucerophaga (Hymenoptera: Ichneumonidae) yang menyerang larva Plutella xylostella (Lepidoptera: Yponomeutidae). Parasitoid D. eucerophaga ini memiliki pola reproduksi yang sama seperti parasitoid Scelio sp. dalam penelitian ini, yaitu arrhenotoky.

Larva Scelio sp. terbentuk setelah 2 hari dari telur diletakkan. Larva instar awal memiliki rata-rata panjang 0.67 mm dan lebar 0.21 mm. Larva instar awal memiliki ukuran panjang antara 0.55 - 0.75 mm dan lebar 0.15 - 0.30 mm (Tabel 2, Lampiran 3). Larva Scelio sp. instar awal memiliki bentuk dengan karakteristik abdomen yang agak membulat dan cekung, berwarna putih transparan, dan memiliki mandibel besar seperti kait yang mengarah ke bagian ventral (Gambar 8c, d). Menurut Clausen (1940), bentuk larva seperti ini tergolong ke dalam tipe larva telaform. Larva instar akhir memiliki rata-rata panjang 2.82 mm dan lebar 1.18 mm. Lampiran 4 menunjukkan panjang dan lebar larva instar akhir Scelio sp. pada 8 hari SPT. Larva instar akhir berbentuk lonjong, agak membulat pada kedua ujungnya dan memiliki warna transparan (Gambar 8e). Larva instar akhir ini memiliki tipe hymenopteriform (Clausen 1940). Perkembangan larva Scelio sp. dari instar awal hingga instar akhir terjadi selama 6 hari (Tabel 3).

Perkembangan parasitoid Scelio sp. yang paling lama adalah pada fase pupa dengan lama perkembangan selama 20.15 hari dan mulai terbentuk pupa dengan bentuk yang jelas pada 20 hari SPT. Pupa Scelio sp. dijumpai dengan bentuk yang jelas saat dilakukan pembedahan pada 20 dan 21 hari SPT. Pupa berwarna kuning pada 20 hari (Gambar 8f) dan akan mulai menghitam pada 21 hari SPT (Gambar 8g). Bagian tubuh pupa Scelio sp. menyerupai imago, seperti bakal mata, tungkai, antena dan ruas abdomen yang juga sudah terbentuk. Lama perkembangan hidup Scelio sp. dari telur hingga menjadi imago masing-masing 28.00 hari pada imago jantan dan 28.40 hari pada imago betina (Tabel 3). Perkembangan hidup Scelio sp. dari telur diletakkan hingga imago keluar dari telur inang berkisar antara 26 hingga 30 hari. Umumnya, imago jantan keluar lebih cepat daripada imago betina. Imago jantan keluar dari inang mulai hari ke-26 sampai ke-29, sedangkan betina keluar dari hari ke-27 sampai ke-30 SPT (Lampiran 5).

11

Imago

Imago Scelio sp. berwarna hitam dari bagian kepala hingga ujung abdomen (Gambar 9a, b). Bagian skapus antena dan tungkai berwarna coklat kemerahan. Pada seluruh bagian tubuh terdapat seta halus, khususnya pada bagian kepala dan toraks (Gambar 10a, b). Imago jantan dan betina dapat dibedakan dari jumlah ruas antena dan bentuk abdomen.

Gambar 9 Imago Scelio sp.; (a) Jantan, (b) betina

Karakter khusus lainnya yang dimiliki Scelio sp. ini adalah letak ocelli yang membentuk segitiga, yaitu bagian anterior ocellus (ao) dan posterior ocelli (po) (Gambar 10b). Sayap Scelio sp. memiliki kesamaan dengan Scelionidae lainnya,

Gambar 10 Karakteristik parasitoid Scelio sp.; (a) Seta pada bagian kepala dan toraks, (b) kepala dari arah anterior, (c) .sayap.depan dan belakang, (d) vena stigmal pada sayap depan, (e) & (f) tungkai depan hingga belakang, (g).taji pada.tibia, (h) antena imago jantan, (i) antena imago betina

ao

po po

12

yaitu dengan venasi sayap yang tidak sempurna. Vena tubular hanya terdapat pada bagian submarginal (Sc + R) dengan vena stigmal pada bagian sayap depan (Gambar 10c, d). Scelio sp. memiliki tungkai dengan trokhanter bagian depan yang sempit dan ukurannya lebih panjang dari trokhanter tungkai tengah dan belakang. Koksa pada tungkai depan ukurannya membesar dari bagian tungkai depan hingga tungkai belakang (Gambar 10f). Tungkai Scelio sp. memiliki taji pada bagian dorso-apikal tibia (Gambar 10g). Menurut Dangerfield et al. (2001), karakter morfologi seperti ini merupakan gambaran dari ciri umum karakteristik yang dimiliki oleh parasitoid Scelio sp. Antena imago jantan memiliki jumlah ruas yang berbeda dengan imago betina. Imago jantan memiliki 10 ruas (Gambar 10h) dan imago betina memiliki 12 ruas antena (Gambar 10i) dari bagian skapus hingga flagelum. Imago jantan dan betina juga dapat dibedakan dari bentuk bagian ujung abdomen. Imago jantan memiliki ujung abdomen lebih ramping dengan ujung yang menumpul, sedangkan betina melebar dengan ujung yang meruncing.

Imago Scelio sp. keluar dari inang ditandai dengan perubahan warna telur inang yang menghitam (Gambar 11a). Scelio sp. keluar dengan cara menggigit kulit telur O. japonica pada bagian ujung dan menggigit dari bagian dalam hingga terbentuk pola lingkaran pada ujung telur (Gambar 11b). Imago yang keluar dari inang dapat langsung bergerak aktif, mencari makan, melakukan kopulasi dan terbang (Gambar 11c). Imago jantan memiliki ukuran panjang 4.41 ± 0.16 mm dan rentang sayap 5.56 ± 0.16 mm, lebih kecil dibandingkan imago betina dengan panjang 4.57 ± 0.11 mm dan rentang sayap 5.75 ± 0.14 mm (Tabel 4). Lampiran 6 dan 7 menunjukkan kisaran ukuran tubuh imago jantan dan imago betina Scelio sp. yang meliputi rentang sayap, panjang tubuh dan lebar tubuh.

Gambar 11 Imago Scelio sp. saat keluar dari telur inang; (a) Imago masih di dalam telur inang, (b) imago menggigit kulit telur inang, (c) imago telah keluar dari telur inang

Tabel 4 Ukuran tubuh dan lama hidup imago Scelio sp.

Imago Panjang (mm) x̅*) ± SD**) Lebar (mm) x̅ ± SD Rentang sayap (mm) x̅ ± SD

Lama hidup (hari)

x̅ ± SD N Jantan 4.41 ± 0.16 (4.20 - 4.73)***) 0.81 ± 0.04 (0.73 - 0.86) 5.56 ± 0.16 (5.40 - 5.86) 4.10 ± 1.02 (2.00 - 6.00) 20 Betina 4.57 ± 0.11 (4.33 - 4.73) 0.79 ± 0.04 (0.73 - 0.86) 5.75 ± 0.14 (5.46 - 5.93) 5.10 ± 1.25 (3.00 - 7.00) 20

13 Pemberian madu sebagai pengganti pakan parasitoid di lapangan, membantu dalam mengetahui lamanya hidup individu imago parasitoid di laboratorium selama pengamatan. Lama hidup imago Scelio sp. relatif singkat, yaitu antara 2 hingga 7 hari. Imago jantan memiliki rata-rata lama hidup 4.10 hari dan imago betina 5.10 hari. Lama hidup imago jantan lebih singkat satu hari dibandingkan imago betina. Imago jantan hidup sekitar 2 hingga 6 hari, sedangkan imago betina mampu hidup selama 3 hingga 7 hari (Lampiran 5).

Peletakan Telur oleh Imago Scelio sp.

Hasil pengamatan peletakan telur Scelio sp. menunjukkan bahwa sebelum menemukan inang, parasitoid betina berjalan mengelilingi wadah kurungan plastik selama 3 sampai 5 menit, kemudian diam dan menggerakkan antena seperti mengetuk-ketuk (drumming). Selanjutnya parasitoid berjalan mendekati lubang telur O. japonica dengan memasukkan kepala hingga setengah bagian tubuhnya (Gambar 12a). Selama berada di dekat permukaan lubang, imago membuka lubang telur inang yang agak tertutup dengan cara menggerigit busa dengan alat mulutnya dan akan keluar kembali. Setelah terjadi kontak dengan inang, parasitoid selanjutnya kembali masuk ke dalam lubang telur pada jaringan talas didahului dengan masuknya bagian ujung abdomen sehingga terlihat mundur, kemudian parasitoid menusukkan ovipositornya ke dalam telur inang (Gambar 12c).

Gambar 12 Peletakan telur oleh imago Scelio sp.; (a) Imago betina mendekati .lubang tempat kelompok telur O. japonica, (b) & (c) imago betina .saat meletakkan telur di dalam lubang tempat telur O. japonica, (d) .& (e) ovipositor betina Scelio sp. saat peletakan telur

Parasitoid betina melakukan gerakan maju dan mundur saat menusukkan ovipositornya (Gambar 12b). Namun, tidak semua parasitoid Scelio sp. meletakkan telur ke dalam inang. Pada beberapa kali pengamatan, betina terlihat menusukkan ovipositor ke dalam inang, tetapi saat dilakukan pembedahan tidak terdapat telur di dalamnya. Hal yang sama pernah terjadi pada parasitoid Trichogramma chilotraeae (Hymenoptera: Trichogrammatidae) yang memarasit inangnya namun tidak terdapat telur di dalamnya (Hasriyanty 2006). Ovipositor Scelio sp. berwarna putih kekuningan berbentuk memanjang dengan ukuran lebih

14

panjang dari bagian metasomanya (Gambar 12d, e). Imago betina menusukkan ovipositor ke dalam inang secara berulang kali dan ini memungkinkan terdapat lebih dari satu telur yang berhasil diletakkan di dalam satu inang. Hal ini terlihat pada saat pengamatan telur Scelio sp. (Lampiran 2) dan larva instar awal (Lampiran 3) yang terdapat lebih dari satu individu dalam satu inang. Menurut Noble (1935) dalam Dangerfield et al. (2001), hanya satu parasitoid yang berkembang dan berhasil mencapai imago, namun beberapa telur dapat diletakkan pada inang yang sama.

15

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Telur Scelio sp. bertipe stalked, larva instar awal bertipe teleaform, dan larva instar akhir bertipe hymenopteriform. Perkembangan hidup parasitoid dari awal telur diletakkan pada inang hingga imago keluar berkisar antara 26 sampai 30 hari. Lama hidup imago jantan lebih pendek (4.10 ± 1.02 hari) dibandingkan dengan imago betina (5.10 ± 1.25 hari). Imago jantan memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil dibandingkan imago betina. Imago jantan memiliki rata-rata panjang tubuh 4.41 ± 0.16 mm dan betina 4.57 ± 0.11 mm. Parasitoid Scelio sp. meletakkan telur pada inang O. japonica dengan cara masuk ke dalam lubang telur didahului dengan masuknya abdomen.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui aspek biologi lainnya dan inang lain yang dapat dijadikan sebagai inang alternatif bagi pembiakan parasitoid.

Dokumen terkait