• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengamatan Parasitoid Telur Scelio sp. (Hymenoptera: ...Scelionidae) pada Telur Oxya japonica Thunberg (Orthop--...tera:.Acrididae)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengamatan Parasitoid Telur Scelio sp. (Hymenoptera: ...Scelionidae) pada Telur Oxya japonica Thunberg (Orthop--...tera:.Acrididae)"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

PENGAMATAN PARASITOID TELUR

Scelio

sp.

(HYMENOPTERA: SCELIONIDAE) PADA

TELUR

Oxya japonica

Thunberg

(ORTHOPTERA: ACRIDIDAE)

MUHAMMAD RIDHO RASID

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengamatan Parasitoid Telur Scelio sp. (Hymenoptera: Scelionidae) pada Telur Oxya japonica Thunberg (Orthoptera: Acrididae) adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

MUHAMMAD RIDHO RASID. Pengamatan Parasitoid Telur Scelio sp. (Hymenoptera: Scelionidae) pada Telur Oxya japonica Thunberg (Orthoptera: Acrididae). Dibimbing oleh NINA MARYANA.

Oxya japonica adalah serangga hama yang bersifat polifag karena memiliki banyak kisaran inang. O. japonica termasuk serangga yang mudah berkembang dan hama ini sangat penting dan dapat merugikan sehingga perlu dilakukan alternatif pengendalian seperti pengendalian biologi. Musuh alami O. japonica yang banyak ditemukan adalah parasitoid telur Scelio sp. dari famili Scelionidae. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari beberapa aspek perkembangan parasitoid dan perilaku peletakan telur Scelio sp. pada telur O. japonica. Telur O. japonica dikumpulkan dari lapangan dan dilakukan pemeliharaan di laboratorium. Parasitoid diamati dan ditunggu hingga keluar dan meninggalkan inangnya. Telur Scelio sp. memiliki lebar 0.11 mm dan panjang 0.88 mm dengan tipe telur stalked. Larva instar awal memiliki lebar 0.21 mm dan panjang 0.67 mm dengan tipe larva teleaform dan memiliki mandibel pada bagian kepala. Larva instar akhir Scelio sp. bertipe hymenopteriform dengan lebar 1.18 mm dan panjang 2.82 mm. Lama perkembangan Scelio sp. dari telur hingga imago masing-masing 28.00 hari pada jantan dan 28.40 hari pada betina. Lama hidup imago jantan rata-rata 4.10 hari dan betina 5.10 hari. Telur Scelio sp. diletakkan ke dalam telur inang dengan menggunakan ovipositornya dan sebelum telur diletakkan, Scelio sp. masuk ke dalam lubang peneluran O. japonica dengan didahului masuknya abdomen.

(6)
(7)

ABSTRACT

MUHAMMAD RIDHO RASID. Observation of Scelio sp. (Hymenoptera: Scelionidae), an Egg Parasitoid of Oxya japonica Thunberg (Orthoptera: Acrididae). Guided by NINA MARYANA.

Oxya japonica is a polyphagous insect pest that attacks many host plants. Population of this insect pest can increase rapidly, so it is important to find appropriate control methods such as biological control. One of the natural enemies attacking on O. japonica eggs is a parasitoid Scelio sp. of the family Scelionidae. The objective of this research is to study some development aspects of the parasitoid Scelio sp. and its egg laying behavior on O. japonica eggs. O.japonica eggs collected from the field to be maintained in the laboratory until the parasitoids emerged and left the hosts. The egg type of Scelio sp. was stalked, 0.11 mm in width and 0.88 mm in length. The type of first instar larvae was teleaform, 0.21 mm in width and 0.67 mm in length, with distinct mandibles on the head. The second instar larvae to mature larvae were hymenopteriform. The width and length of the mature larvae were 1.18 mm and 2.82 mm respectively. Development time from the egg to adult were 28.00 days in males and 28.40 days in females. Life span of the female was longer (5.10 days) than that of males (4.10 days). The adult of Scelio sp. entered the egg laying hole of O. japonica on host plant before laying the eggs. The wasp then inserted the metasoma previously and oviposited the egg with its long ovipositor.

(8)
(9)

©

Hak Cipta milik IPB, tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(10)
(11)

PENGAMATAN PARASITOID TELUR

Scelio

sp.

(HYMENOPTERA: SCELIONIDAE) PADA

TELUR

Oxya japonica

Thunberg

(ORTHOPTERA: ACRIDIDAE)

MUHAMMAD RIDHO RASID

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(12)
(13)

Judul Skripsi :..Pengamatan Parasitoid Telur Scelio sp. (Hymenoptera: ...Scelionidae) pada Telur Oxya japonica Thunberg (Orthop--...tera:.Acrididae)

Nama Mahasiswa :..Muhammad Ridho Rasid

NIM :..A34100106

Disetujui oleh

Dr. Ir. Nina Maryana, M.Si. Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si. Ketua Departemen Proteksi Tanaman

(14)
(15)

PRAKATA

Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Pengamatan Parasitoid Telur Scelio sp. (Hymenoptera: Scelionidae) pada Telur Oxya japonica Thunberg (Orthoptera: Acrididae)”. Penulisan tugas akhir penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Terimakasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Nina Maryana, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik dan skripsi yang selalu memberikan bimbingan, pengetahuan, saran, arahan, dan masukan kepada penulis. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Dr. Ir. Titiek Siti Yuliani, S.U selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan kritik dan saran untuk menyempurnakan penulisan tugas akhir ini. Terimakasih kepada orangtua dan kakak yang selalu memberi semangat dan dukungan dalam belajar. Ucapan terimakasih juga ditujukan kepada teman-teman Laboratorium Biosistematika Serangga, khususnya Andi Dwi Mandasari, Rizky Marcheria Ardiyanti, Sandi Amarullah Amin, Vincentius Huberto Dhango, Johana Christine Sinaga, Supriyanto, Tri Utami Ningsih, Khoir Samsi, Mbak Atiek, Bu Is, serta kakak tingkat dan juga teman-teman lainnya di Departemen Proteksi Tanaman yang tidak bisa disebutkan satu per satu dalam mendukung terlaksananya tugas akhir penelitian penulis, serta pihak lain yang turut mambantu dalam penyusunan tugas akhir ini.

Pada penulisan tugas akhir ini penulis menyadari masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis berharap ada masukan, kritik dan saran yang bersifat membangun dan memotivasi penulis agar dapat menuliskan karya tulis yang lebih baik. Semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.

(16)
(17)

DAFTAR ISI

Pengambilan Imago dan Telur O. japonica dari Lapangan 3

Pemeliharaan Imago O. japonica 4

Pemeliharaan Telur Terparasit 4

Pemaparan Parasitoid pada Telur Inang 5

Pengamatan Pradewasa Parasitoid 5

Pengamatan Imago Parasitoid 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Imago Oxya japonica 6

Parasitoid yang Ditemukan di Lapangan 7

(18)
(19)

DAFTAR TABEL

.1 Jumlah telur O. japonica dari lapangan yang menetas, tidak menetas, dan

terparasit 7

.2 Ukuran telur dan larva Scelio sp. 9

.3 Lama perkembangan Scelio sp. 10

.4 Ukuran tubuh dan lama hidup imago Scelio sp. 12

DAFTAR GAMBAR

.1 Penanaman tanaman talas pada polybag 3

.2 Kurungan berkasa sebagai tempat pemeliharaan Imago O. japonica 4 .3 Tempat pemeliharaan telur O. japonica di laboratorium 5

.4 Gejala serangan O. japonica 6

.5 Peletakan telur O. japonica 6

.6 Telur O. japonica di dalam pelepah daun talas 8 .7 Imago parasitoid telur yang ditemukan dari lapangan 8 .8 Bentuk fase perkembangan pradewasa Scelio sp. 9

.9 Imago Scelio sp. 11

10 Karakteristik parasitoid Scelio sp. 11

11 Imago Scelio sp. saat keluar dari telur inang 12 .5 Lama perkembangan pradewasa dan lama hidup imago jantan dan .betina

Scelio sp. .22

.6 Ukuran imago jantan Scelio sp. .22

.7 Ukuran imago betina Scelio sp. .23

(20)
(21)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Belalang Oxyajaponica Thunberg (Orthoptera: Acrididae) merupakan salah satu hama penting tanaman pertanian yang bersifat polifag. O. japonica menyerang padi liar (Oryza rufipogon) dan padi budidaya (O. sativa) (Li et al. 2010). Hama ini sering ditemukan pada daerah persawahan. Selain menyerang padi, jenis Oxya lain juga dapat menyerang tanaman air dan gulma (Kalshoven 1981). Menurut Willemse (2001), inang lain O. japonica di antaranya adalah brokoli, kubis, sorghum, kentang, jagung, dan lain-lain. O. japonica menjadi salah satu hama pertanian yang paling penting hingga menyebabkan penurunan hasil padi di wilayah China Selatan, Jepang, Filipina, Vietnam, Singapura dan Malaysia (Hollis 1971). Hai-hua et al. (2005) menyatakan bahwa fase perkembangan Oxya yang menjadi penyebab kerusakan tanaman adalah pada fase nimfa dan imago.

Siklus hidup O. japonica sekitar 5-7 bulan dengan keperidian 24 - 28 butir telur (Willemse 2001). Kalshoven (1981) menyatakan bahwa telur akan menetas empat minggu setelah diletakkan dan sebagian besar penetasan telur terjadi pada pagi hari. Nimfa terdiri dari lima instar yang masing-masing dapat dibedakan dari ukuran dan warna tubuh. Menurut Yuliani (2003), Oxya spp. meletakkan telur pada pelepah daun talas dengan gejala berlubang-lubang. Telur Oxya spp. diletakkan secara berkelompok dan ditutupi semacam busa. Warti (2006) melaporkan bahwa tanaman talas merupakan salah satu tanaman inang alternatif bagi belalang selain padi. Kerusakan yang ditimbulkan berupa bekas gerigitan pada daun yang disebabkan oleh tipe alat mulut menggigit mengunyah. Wilayah sebaran dari O. japonica di antaranya adalah Malaysia, Indonesia, Filipina, India, Sri Lanka, Myanmar, Vietnam, China, dan lain-lain (Willemse 2001).

Umumnya insektisida menjadi metode yang paling mudah, cepat, dan ekonomis untuk mengendalikan hama. Namun, seringnya penggunaan insektisida menyebabkan kesulitan pengendalian seperti yang terjadi pada O. chinensis akibat terjadinya kekebalan hama terhadap beberapa jenis insektisida (Hai-hua et al. 2005). Kisaran inang hama yang luas dengan disertai keperidian dan populasi hama yang tinggi akan menyebabkan kerusakan tanaman menjadi besar, oleh karena itu adanya suatu pengendalian dapat mengurangi kerugian yang diakibatkan serangan hama. Menurut Nurindah (2006), pengendalian yang baik dapat dilakukan dengan tetap menjaga keseimbangan ekologi. Hal tersebut dapat dilakukan melalui perancangan agroekosistem yang stabil melibatkan pengelolaan komponen dalam agroekosistem untuk pengendalian hama, sehingga dapat dilakukan melalui pengelolaan habitat sesuai targetnya.

(22)

2

cara memakan ataupun mematikan serangga lain sebagai mangsanya. Selama hidupnya, satu predator memerlukan banyak mangsa. Yuliani (2003) menyatakan bahwa di daerah Bogor ada tiga jenis serangga predator yang menjadi musuh alami Oxya spp., yaitu Conocephalus sp. (Orthoptera: Tettigoniidae), Hierodula sp. (Mantodea: Mantidae), dan Stenoscinis sp. (Diptera: Chloropidae). Serangga parasitoid termasuk serangga yang berukuran kecil atau sama besar dengan inang yang diparasit dan mampu mematikan inang. Parasitoid hanya membutuhkan satu inang untuk melangsungkan satu siklus hidup (Sembel 2010). Menurut Yuliani (2003), terdapat dua parasitoid yang memarasit telur Oxya spp. di daerah Bogor, yaitu Scelio sp. dari famili Scelionidae dan Eurytoma sp. dari famili Eurytomidae, keduanya termasuk ke dalam ordo Hymenoptera.

Parasitoid Scelio sp. merupakan parasitoid yang termasuk ke dalam subfamili Telenominae (Masner 1980). Scelio sp. adalah parasitoid kosmopolitan dan menjadi salah satu pengendalian biologi potensial yang sangat penting (Yoder et al. 2014). Clausen (1940) menyatakan bahwa Scelio sp. berkembang dalam telur Oxya pada semua tahapan perkembangannya. Scelio sp. menjadi penting karena parasitoid ini banyak ditemui pada penelitian sebelumnya. Penelitian mengenai parasitoid Scelio sp. pada telur O. japonica di Indonesia masih belum banyak dilakukan, sehingga masih sedikit informasi mengenai perkembangan parasitoid Scelio sp. tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai parasitoid Scelio sp. sebagai informasi dasar pemanfaatan parasitoid Scelio sp. dalam agens pengendali hayati di lapangan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mempelajari perkembangan dan perilaku peletakan telur parasitoid Scelio sp. pada telur O. japonica di laboratorium sebagai inang alami parasitoid di lapangan.

Manfaat Penelitian

(23)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada bulan Februari hingga Mei 2014.

Bahan Inang dan Parasitoid

Inang yang digunakan dalam penelitian ini adalah telur Oxya japonica. Selain telur, dilakukan juga pemeliharaan imago O. japonica yang bertujuan untuk peletakan telur O. japonica di laboratorium. Telur belalang O. japonica diperoleh dari pertanaman talas di dua lokasi, yaitu pertanaman talas di Kelurahan Situ Gede dan Balumbang Jaya, Bogor Barat, Kota Bogor. Adapun parasitoid tumbuh hingga siap digunakan untuk penelitian. Tanaman inang ini digunakan untuk pakan dan tempat peletakan telur O. japonica di laboratorium. Telur O. japonica yang diperoleh dari pemeliharaan, selanjutnya digunakan dalam pengamatan perkembangan pradewasa parasitoid, imago parasitoid, dan peletakan telur parasitoid.

Gambar 1 Penanaman tanaman talas pada polybag

Pengambilan Imago dan Telur O. japonica dari Lapangan

(24)

4

Pengambilan telur O. japonica dilakukan untuk memperoleh parasitoid Scelio sp. Pelepah daun talas yang mengandung kelompok telur inang ditandai dengan adanya lubang bekas peletakan telur dan cairan berwarna coklat kemerahan yang mengering di dekat lubang tersebut. Pelepah daun talas yang mengandung kelompok telur inang dipotong dan dimasukkan ke dalam kantung plastik transparan berukuran 10 cm x 20 cm dan dibawa ke laboratorium.

Pemeliharaan Imago O. japonica

Imago O. japonica yang diperoleh dari lapangan dimasukkan ke dalam kurungan berkasa dengan ukuran 57 cm x 55 cm x 50 cm yang berisi dua tanaman talas (Gambar 2). Tanaman talas ini berfungsi sebagai makanan (bagian daun) dan tempat peletakan telur (bagian pelepah daun) imago. Imago dibiarkan agar dapat meletakkan telur pada inang. Bila pada pelepah tanaman talas terdapat gejala peletakan telur, maka tanaman talas tersebut siap digunakan sebagai tempat peletakan telur parasitoid.

Gambar 2 Kurungan berkasa sebagai tempat pemeliharaan imago O. japonica

Pemeliharaan Telur Terparasit

Pelepah daun talas yang mengandung kelompok telur inang dimasukkan ke dalam wadah plastik berkasa yang berdiameter 6.5 cm dan tinggi 6 cm (Gambar 3a). Wadah plastik diberi alas kertas dan ditetesi dengan air sebanyak tiga tetes agar tempat pemeliharaan telur tetap lembab dan tidak kering. Setiap wadah plastik diisi dengan satu kelompok telur inang agar mudah saat pengamatan. Dalam menjaga kelembaban telur, dilakukan pemeliharaan dengan menetesi kembali wadah tersebut dengan air setiap hari. Semua wadah plastik berisi kelompok telur inang kemudian diletakkan di meja tempat pengamatan yang berukuran 90 cm x 55 cm (Gambar 3b). Telur inang diamati setiap hari dan ditunggu hingga nimfa inang atau parasitoid keluar.

(25)

5

Gambar 3 Tempat pemeliharaan telur O. japonica di laboratorium; (a) Wadah .plastik, (b) meja pemeliharaan

Pemaparan Parasitoid pada Telur Inang

Bagian pelepah daun talas yang mengandung gejala peneluran O. japonica, dikurung dengan kurungan mika berkasa dengan diameter 5 cm dan tinggi 8 cm. Bagian ujung kurungan mika diikatkan ke pelepah daun talas dengan tali. Imago parasitoid dimasukkan ke dalam kurungan tersebut agar dapat meletakkan telur pada telur inang. Pemindahan imago parasitoid dilakukan dengan aspirator. Imago parasitoid dipaparkan pada telur inang selama 3 jam. Telur inang yang telah terparasit selanjutnya digunakan untuk pengamatan perkembangan parasitoid.

Pengamatan Pradewasa Parasitoid

Pengamatan terhadap telur terparasit dilakukan dengan membedah pelepah daun talas dan mengeluarkan telur inang. Telur inang kemudian dibedah dengan jarum mikro bertangkai di dalam larutan ringer pada cawan ciracus. Pembedahan dilakukan setiap hari untuk mengetahui perkembangan pradewasa parasitoid. Pengamatan dilakukan di bawah mikroskop stereo dan mikroskop compound. Pengamatan meliputi bentuk, ukuran, stadium telur, dan pupa dengan ulangan masing-masing 20 individu. Khusus untuk larva, diamati bentuk dan ukuran larva instar awal dan instar akhir.

Sebagian telur terparasit tidak dibedah namun dibiarkan di dalam pelepah daun talas. Telur diamati setiap hari dan ditunggu hingga imago parasitoid keluar untuk mengetahui lama perkembangan dari telur parasitoid diletakkan hingga imago parasitoid keluar dari pupa.

Pengamatan Imago Parasitoid

Imago parasitoid yang telah keluar dari pupa dimasukkan ke dalam wadah plastik berkasa berdiameter 11 cm dan tinggi 6 cm yang diberikan pakan madu 30%. Madu diserapkan pada bulatan kapas yang diletakkan pada dasar kurungan. Pengamatan imago meliputi bentuk, ukuran, lama hidup, perbedaan jantan dan betina dan perilaku peletakan telur.

(26)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Imago Oxya japonica

O. japonica menjadi salah satu hama penting bagi tanaman. Banyaknya inang yang menjadi alternatif makanan bagi hama ini mengakibatkan populasi hama cepat meningkat dan menyebabkan kerusakan bagi tanaman. Serangan berat Oxya spp. di daerah Bogor mampu menyebabkan kerugian bagi petani talas dan padi (Yuliani 2003). Pada tanaman talas hama ini memakan daun talas dengan gejala gerigitan daun dari bagian tepi hingga tersisa tulang daun akibat aktivitas makannya (Gambar 4a, b).

Gambar 4 Gejala serangan O. japonica; (a) Pengamatan di laboratorium, (b) pengamatan di lapangan

Pada pengamatan serangan hama di lapangan, O. japonica lebih sering ditemukan pada tanaman talas budidaya maupun talas liar daripada tanaman padi. Adapun jenis Oxya lain yang sering ditemukan pada pertanaman padi adalah O. chinensis. Imago betina O. japonica yang diamati di laboratorium meletakkan telur dengan cara menusukkan ovipositor ke dalam jaringan pelepah daun talas (Gambar 5a). Pada saat meletakkan telur, ovipositor betina memanjang dan masuk ke dalam jaringan pelepah daun talas. Selama peletakan telur, ada cairan coklat

(27)

7 kemerahan yang keluar di sekitar lubang tusukan ovipositor dan semakin lama cairan tersebut akan mengering (Gambar 5b). Cairan tersebut berasal dari respon tanaman inang ketika jaringan talas ditusukkan oleh ovipositor betina. Cairan coklat kemerahan yang keluar dari respon tanaman inang yang mengering ini menandakan adanya bekas tusukan ovipositor di sekitar cairan. Ketika imago betina O. japonica telah meninggalkan lubang bekas tusukan, terdapat busa yang menutupi lubang tersebut (Gambar 5c). Busa yang baru ditinggalkan awalnya berwarna putih, kemudian semakin lama busa akan mengeras dan terjadi perubahan warna menjadi kecoklatan.

Parasitoid yang Ditemukan di Lapangan

Selama pengamatan telur O. japonica di laboratorium, tidak semua telur berhasil menetas menjadi nimfa. Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah telur belalang O. japonica yang dikumpulkan dari lapangan, lebih banyak yang menetas dibandingkan telur yang tidak menetas dan terparasit. Hal ini menandakan bahwa keberadaan populasi hama semakin banyak dan masih akan bertambah dengan munculnya individu baru O. japonica. Telur O. japonica yang tidak terparasit dan baru diletakkan berwarna kuning cerah dengan adanya busa sekitar telur (Gambar 6a). Telur O. japonica memiliki rata-rata panjang 4.52 mm dan lebar 0.91 mm (Lampiran 1). Jumlah telur yang dikumpulkan dari lapangan sebanyak 1 189 butir telur dan 73.09% merupakan telur yang menetas menjadi nimfa O. japonica (Gambar 6b). Telur inang yang terparasit ditandai dengan adanya perubahan warna telur menjadi kehitaman dan terdapat mekonium yang berwarna kuning pada ujung telur (Gambar 6c). Jumlah telur yang tidak menetas sebanyak 8.16% dari jumlah telur yang dikumpulkan terjadi karena telur mengering dan juga karena adanya nematoda yang menyerang. Telur mengering disebabkan pelepah daun talas saat pemeliharaan telur mudah kering sehingga telur yang berada di dalam pelepah daun talas tersebut juga menjadi kering dan tidak dapat berkembang menjadi nimfa O. japonica. Pada saat pengamatan berlangsung, ditemukan nematoda yang memarasit telur O. japonica namun jumlahnya hanya sedikit.

Tabel 1 Jumlah telur O. japonica dari lapangan yang menetas, tidak menetas dan .terparasit

(28)

8

Gambar 6 Telur O. japonica di dalam pelepah daun talas; (a) Telur yang baru .diletakkan,.(b) telur .yang tidak terparasit, (c) telur yang terparasit .dengan mekonium

Gambar 7 Imago parasitoid telur yang ditemukan dari lapangan; (a) Scelio sp., (b) .Eurytoma sp.

bahwa parasitoid Scelio sp. pada kelompok telur Oxya spp. ditemukan dalam jumlah yang banyak.

Banyak faktor yang mempengaruhi persentase tinggi rendahnya tingkat parasitisasi di lapangan. Salah satu faktornya adalah keberadaan pertanaman yang sedang berbunga di sekeliling pertanaman inang dan menjadi pendukung bagi tersedianya makanan berupa nektar. Ketersediaan makanan parasitoid akan mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat parasitisasi di lapangan (Yuliani 2003).

Perkembangan Scelio sp. Pradewasa

(29)

9

Gambar 8 Bentuk fase perkembangan pradewasa Scelio sp.; (a) & (b) Telur (tipe stalked) pada 3 jam SPT, (c) & (d) larva instar awal (tipe teleaform) pada 2 hari SPT, (e) bentuk larva instar akhir (hymenopteriform) pada 8 hari SPT, (f) pupa dalam telur inang pada hari ke-20, (g) pupa setelah pembedahan pada hari ke-20, (h) pupa dalam telur inang pada hari.ke-21, (i) pupa setelah pembedahan pada hari ke-21

Tabel 2 Ukuran telur dan larva Scelio sp. (mm) Scelio sp. terdapat tangkai (stalk) dengan bentuk telur yang memanjang. Menurut Clausen (1940), telur yang memiliki karakter ini adalah telur yang bertipe stalked.

Perkembangan telur Scelio sp. relatif singkat dengan masa waktu penetasan telur rata-rata 2 hari (Tabel 3). Telur mulai diletakkan ke dalam telur inang ketika imago betina menemukan inangnya dengan waktu praoviposisi yang sangat cepat. Betina Scelio sp. dapat meletakkan telur ketika imago baru keluar dari inangnya. Telur dapat diletakkan ke dalam inang walaupun tanpa melalui proses kopulasi

(30)

10

Tabel 3 Lama perkembangan Scelio sp.

Fase Lama perkembangan (hari) N

x̅*) tanpa proses kopulasi tetap dapat menetas, akan tetapi individu baru parasitoid yang keluar dari inang adalah parasitoid jantan, sedangkan imago betina yang berkopulasi dan meletakkan telur akan menghasilkan parasitoid jantan dan betina. Pola reproduksi parasitoid seperti ini disebut arrhenotoky karena telur yang dibuahi dapat menghasilkan keturunan betina, sedangkan telur yang tidak dibuahi akan menghasilkan keturunan jantan. Hal yang sama juga pernah dilaporkan oleh Irianto (1986) pada parasitoid Diadegma eucerophaga (Hymenoptera: Ichneumonidae) yang menyerang larva Plutella xylostella (Lepidoptera: Yponomeutidae). Parasitoid D. eucerophaga ini memiliki pola reproduksi yang sama seperti parasitoid Scelio sp. dalam penelitian ini, yaitu arrhenotoky.

Larva Scelio sp. terbentuk setelah 2 hari dari telur diletakkan. Larva instar awal memiliki rata-rata panjang 0.67 mm dan lebar 0.21 mm. Larva instar awal memiliki ukuran panjang antara 0.55 - 0.75 mm dan lebar 0.15 - 0.30 mm (Tabel 2, Lampiran 3). Larva Scelio sp. instar awal memiliki bentuk dengan karakteristik abdomen yang agak membulat dan cekung, berwarna putih transparan, dan memiliki mandibel besar seperti kait yang mengarah ke bagian ventral (Gambar 8c, d). Menurut Clausen (1940), bentuk larva seperti ini tergolong ke dalam tipe larva telaform. Larva instar akhir memiliki rata-rata panjang 2.82 mm dan lebar 1.18 mm. Lampiran 4 menunjukkan panjang dan lebar larva instar akhir Scelio sp. pada 8 hari SPT. Larva instar akhir berbentuk lonjong, agak membulat pada kedua ujungnya dan memiliki warna transparan (Gambar 8e). Larva instar akhir ini memiliki tipe hymenopteriform (Clausen 1940). Perkembangan larva Scelio sp. dari instar awal hingga instar akhir terjadi selama 6 hari (Tabel 3).

(31)

11

Imago

Imago Scelio sp. berwarna hitam dari bagian kepala hingga ujung abdomen (Gambar 9a, b). Bagian skapus antena dan tungkai berwarna coklat kemerahan. Pada seluruh bagian tubuh terdapat seta halus, khususnya pada bagian kepala dan toraks (Gambar 10a, b). Imago jantan dan betina dapat dibedakan dari jumlah ruas antena dan bentuk abdomen.

Gambar 9 Imago Scelio sp.; (a) Jantan, (b) betina

Karakter khusus lainnya yang dimiliki Scelio sp. ini adalah letak ocelli yang membentuk segitiga, yaitu bagian anterior ocellus (ao) dan posterior ocelli (po) (Gambar 10b). Sayap Scelio sp. memiliki kesamaan dengan Scelionidae lainnya,

Gambar 10 Karakteristik parasitoid Scelio sp.; (a) Seta pada bagian kepala dan toraks, (b) kepala dari arah anterior, (c) .sayap.depan dan belakang, (d) vena stigmal pada sayap depan, (e) & (f) tungkai depan hingga belakang, (g).taji pada.tibia, (h) antena imago jantan, (i) antena imago betina

ao

po po

(32)

12

yaitu dengan venasi sayap yang tidak sempurna. Vena tubular hanya terdapat pada bagian submarginal (Sc + R) dengan vena stigmal pada bagian sayap depan (Gambar 10c, d). Scelio sp. memiliki tungkai dengan trokhanter bagian depan yang sempit dan ukurannya lebih panjang dari trokhanter tungkai tengah dan belakang. Koksa pada tungkai depan ukurannya membesar dari bagian tungkai depan hingga tungkai belakang (Gambar 10f). Tungkai Scelio sp. memiliki taji pada bagian dorso-apikal tibia (Gambar 10g). Menurut Dangerfield et al. (2001), karakter morfologi seperti ini merupakan gambaran dari ciri umum karakteristik yang dimiliki oleh parasitoid Scelio sp. Antena imago jantan memiliki jumlah ruas yang berbeda dengan imago betina. Imago jantan memiliki 10 ruas (Gambar 10h) dan imago betina memiliki 12 ruas antena (Gambar 10i) dari bagian skapus hingga flagelum. Imago jantan dan betina juga dapat dibedakan dari bentuk bagian ujung abdomen. Imago jantan memiliki ujung abdomen lebih ramping dengan ujung yang menumpul, sedangkan betina melebar dengan ujung yang meruncing.

Imago Scelio sp. keluar dari inang ditandai dengan perubahan warna telur inang yang menghitam (Gambar 11a). Scelio sp. keluar dengan cara menggigit kulit telur O. japonica pada bagian ujung dan menggigit dari bagian dalam hingga terbentuk pola lingkaran pada ujung telur (Gambar 11b). Imago yang keluar dari inang dapat langsung bergerak aktif, mencari makan, melakukan kopulasi dan terbang (Gambar 11c). Imago jantan memiliki ukuran panjang 4.41 ± 0.16 mm dan rentang sayap 5.56 ± 0.16 mm, lebih kecil dibandingkan imago betina dengan panjang 4.57 ± 0.11 mm dan rentang sayap 5.75 ± 0.14 mm (Tabel 4). Lampiran 6 dan 7 menunjukkan kisaran ukuran tubuh imago jantan dan imago betina Scelio sp. yang meliputi rentang sayap, panjang tubuh dan lebar tubuh.

Gambar 11 Imago Scelio sp. saat keluar dari telur inang; (a) Imago masih di dalam telur inang, (b) imago menggigit kulit telur inang, (c) imago telah keluar dari telur inang

Tabel 4 Ukuran tubuh dan lama hidup imago Scelio sp.

(33)

13 Pemberian madu sebagai pengganti pakan parasitoid di lapangan, membantu dalam mengetahui lamanya hidup individu imago parasitoid di laboratorium selama pengamatan. Lama hidup imago Scelio sp. relatif singkat, yaitu antara 2 hingga 7 hari. Imago jantan memiliki rata-rata lama hidup 4.10 hari dan imago betina 5.10 hari. Lama hidup imago jantan lebih singkat satu hari dibandingkan imago betina. Imago jantan hidup sekitar 2 hingga 6 hari, sedangkan imago betina mampu hidup selama 3 hingga 7 hari (Lampiran 5).

Peletakan Telur oleh Imago Scelio sp.

Hasil pengamatan peletakan telur Scelio sp. menunjukkan bahwa sebelum menemukan inang, parasitoid betina berjalan mengelilingi wadah kurungan plastik selama 3 sampai 5 menit, kemudian diam dan menggerakkan antena seperti mengetuk-ketuk (drumming). Selanjutnya parasitoid berjalan mendekati lubang telur O. japonica dengan memasukkan kepala hingga setengah bagian tubuhnya (Gambar 12a). Selama berada di dekat permukaan lubang, imago membuka lubang telur inang yang agak tertutup dengan cara menggerigit busa dengan alat mulutnya dan akan keluar kembali. Setelah terjadi kontak dengan inang, parasitoid selanjutnya kembali masuk ke dalam lubang telur pada jaringan talas didahului dengan masuknya bagian ujung abdomen sehingga terlihat mundur, kemudian parasitoid menusukkan ovipositornya ke dalam telur inang (Gambar 12c).

Gambar 12 Peletakan telur oleh imago Scelio sp.; (a) Imago betina mendekati .lubang tempat kelompok telur O. japonica, (b) & (c) imago betina .saat meletakkan telur di dalam lubang tempat telur O. japonica, (d) .& (e) ovipositor betina Scelio sp. saat peletakan telur

(34)

14

(35)

15

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Telur Scelio sp. bertipe stalked, larva instar awal bertipe teleaform, dan larva instar akhir bertipe hymenopteriform. Perkembangan hidup parasitoid dari awal telur diletakkan pada inang hingga imago keluar berkisar antara 26 sampai 30 hari. Lama hidup imago jantan lebih pendek (4.10 ± 1.02 hari) dibandingkan dengan imago betina (5.10 ± 1.25 hari). Imago jantan memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil dibandingkan imago betina. Imago jantan memiliki rata-rata panjang tubuh 4.41 ± 0.16 mm dan betina 4.57 ± 0.11 mm. Parasitoid Scelio sp. meletakkan telur pada inang O. japonica dengan cara masuk ke dalam lubang telur didahului dengan masuknya abdomen.

Saran

(36)

DAFTAR PUSTAKA

Clausen CP. 1940. Entomophagous Insects. New York (US): McGraw-Hill.

Dangerfield PC, Austin AD, Baker GL. 2001. Biology, Ecology and Systematics of Australia Scelio Wasp Parasitoids of Locust and Grasshopper Eggs. Collingwood (AU): CSIRO.

Hai-hua WU, Yang Mei-ling, Guo Ya-ping, En-bo MA. 2005. Comparisons of properties of acetylcholinesterase from two field-collected populations of Oxya chinensis Thunberg (Orthoptera: Acrididae) and the role of acetylcholinesterase in the susceptibility to malathion. J Agric Sci. [Internet] [diunduh 2014 Mei 8]; 4(1):47-53. Tersedia pada:http://abi.sxu.edu.cn/docs/ 20090618114314453403.pdf.

Hasriyanty. 2006. Perilaku, pola peletakan telur dan efisiensi pemarasitan parasitoid Trichogramma chilotraeae Nagaraja dan Nagarkatti (Hymenoptera: Trichogrammatidae) pada berbagai jumlah inang dan kepadatan parasitoid [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Hollis D. 1971. A preliminary revision of the genus Oxya Audient Serville (Orthoptera: Acridoidea). Bull Brit Mus (Natural History) Entomol. 26(7):269–343.

Irianto K. 1986. Biologi, perilaku peletakan telur dan superparasitisme parasitoid Diadegma eucerophaga Horstman (Hymenoptera: Ichneumonidae) pada larva Plutella xylostella Linnaeus (Lepidoptera: Yponomeutidae) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Kalshoven LGE. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Laan PA van der, penerjemah. Jakarta (ID): Ichtiar Baru-van Hoeve. Terjemahan dari: De Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesië.

Li T, Geng Y, Zhong Y, Zhang M, Ren Z, Maa J, Guo Y, Ma E. 2010. Host-associated genetic differentiation in rice grasshopper, Oxya japonica on wild vs. cultivated rice. J Bioecol. [Internet] [diunduh 2014 Mei 27]; 38(2010): 958-963.doi:10.1016/j.bse. 2010.05.003.

Masner L. 1980. Key to genera of Scelionidae of the Holarctic region, with descriptions of new genera and species (Hymenoptera: Proctotrupoidea). J Entomology Canada. [Internet] [diunduh 2014 April 7]; 113: 1-54. Tersedia pada: http://128.146.250.117/pdfs-osuc/474/474.pdf.

Melanie. 2008. Pengaruh infeksi jamur entomopatogen Metarhizium anisopliae terhadap mortalitas dan respon imun Oxya japonica (Orthoptera : Acrididae) [tesis]. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung.

Nurindah. 2006. Pengelolaan agroekosistem dalam pengendalian hama. J Perspektif. [Internet] [diunduh 2014 April 22]; 5(2):78–85. Tersedia pada:

http://perkebunan.litbang.deptan.go.id/upload.files/File/publikasi/perspektif/P erspektif_vol_5_No_2_3_Nurindah.pdf.

Sembel DT. 2010. Pengendalian Hayati Hama-hama Serangga Tropis dan Gulma. Yogjakarta (ID): Andi Offset.

(37)

17 Willemse LPM. 2001. Fauna Malesiana Guide to the Pest Orthoptera of the

Indo-Malayan Region. Leiden (NL): Backhuys Publishers.

Yoder MJ, Valerio AA, Polaszek A, van Noort S, Masner L, Johnson NF. 2014. Monograph of the afrotrofical spesies of Scelio Latreille (Hymenoptera, Platygastridae), egg parasitoids of acridid grasshoppers (Orthoptera, Acrididae). J ZooKeys. [Internet] [diunduh 2014 April 5]; 380(2014): 1-188.doi: 10.3897/zookeys.380.5755.

(38)

18

(39)

19

(40)

20

Lampiran 1 Ukuran telur O. japonica (mm)

Ulangan Panjang Lebar

(41)

21

*)setelah peletakan telur, **) standar deviasi

Lampiran 4 Ukuran larva instar akhir Scelio sp. pada 8 hari SPT*) (mm)

(42)

22

Lampiran 6 Ukuran imago jantan Scelio sp. (mm)

Ulangan Rentang sayap Panjang tubuh Lebar tubuh

(43)

23 Lampiran 7 Ukuran Imago betina Scelio sp. (mm)

Ulangan Rentang sayap Panjang tubuh Lebar tubuh

1 5.66 4.73 0.80

2 5.66 4.53 0.80

3 5.46 4.46 0.80

4 5.66 4.53 0.80

5 5.93 4.53 0.80

6 5.66 4.60 0.80

7 5.93 4.73 0.80

8 5.80 4.60 0.86

9 5.93 4.66 0.80

10 5.73 4.66 0.80

11 5.93 4.53 0.80

12 5.93 4.73 0.80

13 5.80 4.46 0.73

14 5.60 4.53 0.73

15 5.66 4.66 0.73

16 5.66 4.53 0.73

17 5.60 4.40 0.80

18 5.66 4.33 0.73

19 5.93 4.53 0.80

20 5.73 4.60 0.80

Rata-rata ± SD*) 5.75 ± 0.14 4.57 ± 0.11 0.79 ± 0.04

(44)

24

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Banjarmasin pada tanggal 10 Oktober 1991, sebagai putra ke lima dari Ayah Rumaini dan Ibu Nooryani, penulis adalah putra ke lima dari lima bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari MA Darul Hijrah Putra Martapura dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah Kementrian Agama dan diterima di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian.

Gambar

Gambar 2  Kurungan berkasa sebagai tempat pemeliharaan imago O. japonica
Gambar 4  Gejala serangan O. japonica; (a) Pengamatan di laboratorium, (b)
Gambar 7  Imago parasitoid telur yang ditemukan dari lapangan; (a) Scelio sp., (b)
Gambar 8  Bentuk fase perkembangan pradewasa Scelio sp.; (a) & (b) Telur (tipe
+3

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan histogram pada gambar 2 dapat diketahui bahwa pemberian makanan yang sesuai untuk jumlah imago Tumidiclava sp yang keluar dari telur telur P.castanae yang

Rataan jumlah telur yang terparasit dan jumlah imago yang muncul yang tertinggi terdapat pada perlakuan U1 yaitu sebesar 46,33 butir telur dan 418,47 ekor.. Parasitoid jantan

virgata pada respon penemuan inang, penyelidikan ovipositor, inang terparasit dan jumlah telur/larva yang ditemukan di dalam tubuh kutu putih dari satu imago

Parasitoid ini hidup di dalam tubuh inang dari telur, larva, pupa dan setelah menjadi imago akan mulai keluar dari lubang yang dibuatnya sendiri dengan cara

Telur kepik kedelai Riptortus linearis (Hemiptera: Alydidae) telah diketahui dapat dimanfaatkan sebagai inang alternatif dalam pemeliharaan beberapa spesies

Siklus hidup Trissolcus sp. Telur parasitoid Trissolcus sp. bertipe stalked, larva instar pertama bertipe teleaform, dan larva instar ketiga bertipe

Pengujian dilakukan pada 10 pasang imago parasitoid sebagai ulangan, untuk menentukan beberapa parameter pengamatan antara lain: tingkat parasitisisasi, jumlah telur

merupakan parasitoid potensial karena mudah dikembangbiakkan pada inang pengganti dan mampu mengendalikan populasi hama dari fase telur hingga imago sehingga memiliki peluang lebih