• Tidak ada hasil yang ditemukan

Biologi Parasitoid Brachymeria lasus Walker (Hymenoptera: Chalcididae) pada Ulat Penggulung Daun Pisang Erionota thrax Linnaeus (Lepidoptera: Hesperiidae)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Biologi Parasitoid Brachymeria lasus Walker (Hymenoptera: Chalcididae) pada Ulat Penggulung Daun Pisang Erionota thrax Linnaeus (Lepidoptera: Hesperiidae)"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

BIOLOGI PARASITOID

Brachymeria lasus

WALKER

(HYMENOPTERA: CHALCIDIDAE)

PADA ULAT

PENGGULUNG DAUN PISANG

Erionota thrax

LINNAEUS

(LEPIDOPTERA: HESPERIIDAE)

JESSICA VALINDRIA

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

(2)

ABSTRAK

JESSICA VALINDRIA. Biologi Parasitoid Brachymeria lasus Walker (Hymenoptera: Chalcididae) pada Ulat Penggulung Daun Pisang Erionota thrax Linnaeus (Lepidoptera: Hesperiidae). Dibimbing oleh PUDJIANTO.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari beberapa aspek biologi parasitoid Brachymeria lasus seperti siklus hidup, ciri morfologi, dan perilakunya. Penelitian dilakukan di laboratorium dengan mengambil Erionota thrax yang terparasit oleh B. lasus dari lapangan, kemudian dimasukkan ke dalam wadah-wadah plastik. Imago parasitoid B. lasus yang muncul diperbanyak dengan dipelihara dalam tabung yang di dalamnya terdapat pupa E. thrax. Untuk mengamati ciri morfologi dan siklus hidup parasitoid, pupa E. thrax yang terparasit dipelihara pada tabung kemudian, dilakukan pembedahan setiap hari dimulai pada hari kedua setelah terparasit. Untuk mengamati waktu kemunculan imago parasitoid, pupa E. thrax yang terparasit dipelihara dalam tabung reaksi hingga imago muncul. Imago parasitoid B. lasus (betina dan jantan) secara umum bewarna hitam dengan ukuran tubuh kurang lebih 6 mm, tungkai bagian femur membesar. Imago jantan dan betina dapat dibedakan melalui ovipositornya. Parasitoid B. lasus memiliki tipe telur hymenopteriform tipe larva hymenopteriform dan tipe pupa exarata. Siklus hidup parasitoid B. lasus umumnya berkisar 13-14 hari. Waktu kemunculan tertinggi imago parasitoid B. lasus, baik betina maupun jantan, adalah pada kisaran jam 07.00-11.00 WIB.

(3)

BIOLOGI PARASITOID Brachymeria lasus WALKER (HYMEMOPTERA: CHALCIDIDAE)PADA ULAT PENGGULUNG DAUN PISANG Erionota

thrax LINNAEUS(LEPIDOPTERA: HESPERIIDAE)

(Biology of Brachymeria lasus Walker (Hymenoptera:Chalcididae): A Pupal Parasitoid of Banana Skipper,

Erionota thrax Linnaeus (Lepidoptera:Hesperiidae)) ABSTRACT

This research was conducted to study some biological aspects of parasitoid, Brachymeria lasus , such as the life cycle, morphology , and the behavior. Research was carried out in The Laboratory of Parasitoid and Predator Biology, Department of Plant Protection, Bogor Agricultural University. Pupae of Erionota thrax parasitized by B. lasus were collected from the field and then were maintained in plastic containers until the emergence of parasitoid adults. Mated females of B. lasus were kept in a test tube (20 cm long, 3 cm in diameter), and then were provided with 1-day-old pupae of E. thrax to be parasitized. Parasitized pupae of E. thrax then were moved to another test tube and were used for observation of the parasitoid biology. The morphological features of the parasitoid larvae and pupae were observed by dissecting parasitized pupae every day starting on the second day after parasitization. To observe the life cycle of the parasitoid, parasitized pupae of E. thrax were maintained in test tubes until the eclosion of parasitoid adults. In general, adults of B. lasus (females and males) were black in color with the body size was less than 6 mm, and were characterized with the large femur of the hind legs. B. lasus have hymenopteriform eggs, hymenopteriform larvae, and exarate type pupae. The life cycle of B. lasus ranged 13-14 days. Adults of B. lasus mostly emerged in the morning within 07:00 - 11:00 hours.

(4)

BIOLOGI PARASITOID Brachymeria lasus WALKER (HYMEMOPTERA: CHALCIDIDAE)PADA ULAT PENGGULUNG DAUN PISANG Erionota

thrax LINNAEUS(LEPIDOPTERA: HESPERIIDAE)

JESSICA VALINDRIA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(5)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk

kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak

merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya

(6)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi : BIOLOGI PARASITOID Brachymeria lasus WALKER (HYMENOPTERA:CHALCIDIDAE) PADA ULAT PENGGULUNG DAUN PISANG Erionota thrax LINNAEUS (LEPIDOPTERA:HESPERIIDAE) Nama : Jessica Valindria

NIM : A34070067

Program Studi : Proteksi Tanaman

Disetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Pudjianto, M.Si NIP 19580825 198503 1 002

Diketahui,

Ketua Departemen Proteksi Tanaman

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si NIP19650621 198910 2 001

(7)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan

tugas akhir dengan judul “BIOLOGI PARASITOID Brachymeria lasus WALKER (HYMEMOPTERA:CHALCIDIDAE) PADA ULAT PENGGULUNG DAUN PISANG Erionota thrax LINNAEUS (LEPIDOPTERA:

HESPERIIDAE)”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Pudjianto, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan ilmu yang bermanfaat, kepada Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc. selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan arahan dan ilmu yang bermanfaat. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh staf Laboratorium Biologi Parasitoid dan Predator, terutama Mbak Adha dan Mbak Nita atas bantuannya. Terimakasih kepada Bapak Rosichon Ubaidilah, Bapak Uyung dan Mas Anto atas bantuannya. Terimakasih kepada keluarga tercinta, Ayahanda Muhammad dan Ibunda Rr. Suliyanti serta Adik Maulid Doni Rahman dan Nadya Mulindia Ramdhani yang telah memberikan dukungan moril maupun materil, kasih sayang dan doa restu.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Andrixinata B, seluruh teman-teman Kost Gajah,; sahabatku Imel, Sari, Anis, Meylinda, Via , Kiky dan seluruh teman di DPT 44 dan DPT 45 atas bantuan selama penelitian, dukungan dan motivasi, serta Erwin Dedi Prihantoro yang telah memberikan dukungan dan doa. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas bantuan, nasihat dan motivasi yang diberikan kepada penulis. Akhir kata, penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat.

Bogor, April 2012

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Wonosobo pada tanggal 8 November 1988 sebagai anak kedua dari empat bersaudara, dari pasangan Bapak Muhammad dan Ibu Suliyanti. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 5 Wonosobo, pendidikan menengah pertama di SMP Muhammadiyah 1 Wonosobo dan pendidikan menengah atas di SMA Muhammadiyah 1 Wonosobo dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL……… xi

DAFTAR GAMBAR………... xii

DAFTAR LAMPIRAN……… xiii

PENDAHULUAN……… 1

Latar Belakang………. 1

Tujuan………... 2

Manfaat………. 2

TINJAUAN PUSTAKA……… 3

Pengendalian Hayati menggunakan Parasitoid……… 3

Parasitoid Brachymeria sp………. 4

Parasitoid Brachymeria lasus……… 4

Taksonomi……… 4

Morfologi……… 4

Kisaran Inang……….. 5

BAHAN METODE……….. 7

Tempat dan Waktu Penelitian………. 7

Bahan dan Alat……… 7

Persiapan Penelitian ……… 8

Pengambilan Inang……… 8

Pemeliharaan dan Pengembangbiakan B. lasus………... 9

Metode Penelitian……… 9

Morfologi……… 9

Gejala Inang……… 10

Siklus Hidup Parasitoid……….. 10

(10)

HASIL DAN PEMBAHASAN……… 12

Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus………. 12

Telur……… 12

Larva……… 13

Pupa………. 14

Imago………... 14

Gejala Inang Terparasit………. 17

Siklus Hidup Parasitoid B. lasus……… 18

Perilaku Parasitoid B. lasus……… 19

Cara Memarasit Inang………. 19

Kemunculan Parasitoid………... 21

Kopulasi……….. 21

KESIMPULAN DAN SARAN………. 23

Kesimpulan………... 23

Saran………..… 23

DAFTAR PUSTAKA………... 24

(11)

DAFTAR TABEL

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Antena dan femur B. lasus……… 5

Gambar 2 Alat yang digunakan dalam penelitian.………. 8

Gambar 3 Telur parasitoid B. lasus………..……….. 12

Gambar 4 Larva parasitoid B. lasus……… 13

Gambar 5 Pupa parasitoid B. lasus………...……….. 14

Gambar 6 Bagian tubuh imago parasitoid B. lasus……… 15

Gambar 7 Imago parasitoid B. lasus……….. 16

Gambar 8 Perbedaan inang……… 17

Gambar 9 Gejala pupa terparasit………... 18

Gambar 10 Imago B. lasus memarasit inang…...………... 20

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran Tabel 1 Ukuran larva parasitoid B. lasus……….. 26

Lampiran Tabel 2 Ukuran pupa parasitoid B. lasus ………... 27

Lampiran Tabel 3 Ukuran imago jantan B. lasus ………..……… 28

Lampiran Tabel 4 Ukurang imago betina B. lasus………..……….. 29

Lampiran Tabel 5 Perkiraan lama stadia B. lasus……..………... 30

(14)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Parasitoid adalah serangga yang stadia pradewasanya menjadi parasit pada atau di dalam tubuh serangga lain, sementara imago hidup bebas mencari nektar dan embun madu sebagai makanannya. Serangga yang diparasit atau inangnya akhirnya mati ketika parasitoid menyelesaikan perkembangan pradewasanya. Parasitoid biasanya berukuran lebih kecil daripada inangnya.

Musuh alami, seperti parasitoid sering digunakan untuk mengendalikan hama. Pengendalian hayati ini mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan cara kimia, antara lain tidak menimbulkan pencemaran lingkungan. Siklus hidup parasitoid yang lebih pendek dibandingkan inangnya dapat menekan laju pertumbuhan inangnya (Wanta 2003).

Salah satu famili dari ordo Hymenoptera yang dapat digunakan sebagai pengendali hama adalah famili Chalcididae. Famili ini terdiri dari bermacam macam genus, dan salah satunya adalah Brachymeria. Brachymeria sp. dapat dijadikan sebagai pengendali hayati terhadap hama-hama terutama dari ordo Lepidotera dan ordo Diptera dengan teknik pengendalian secara konservasi. Eksplorasi parasitoid Brachymeria sp. untuk mengendalikan hama terutama dari ordo Lepidoptera dapat dilakukan pada stadia pupa, dimana hama atau inang sedang berkembang menjadi pupa, sedangkan pada ordo Diptera dilakukan pada stadia larva instar akhir (Goulet & Huber 1993).

Indonesia memiliki beberapa species Brachymeria, diantaranya adalah Brachymeria lasus Walker dan Brachymeria trachis Crawford yang menyebar di

seluruh pulau Jawa, Sumatra dan di berbagai daerah lainnya. Saat ini parasitoid B. lasus dan B. trachis mulai dimanfaatkan sebagai pengendali hama terutama dari kelompok Lepidoptera, meskipun terkadang parasitoid tersebut juga menyerang Hymenoptera (Erniwati& Rosichon 2011).

Brachymeria lasus dan Brachymeria trachis biasanya memarasit ulat

(15)

dengan bagian apical bewarna kuning, tibia belakang bewarna krem-kekuningan, sedangkan B. trachis mempunyai femur yang membesar dengan sedikit apical bewarna kuning dan tibia belakang bewarna hitam (Erniwati & Rosichon 2011).

B. lasus dapat dijadikan sebagai pengendali hayati dengan teknik pengendalian secara konservasi terhadap hama-hama terutama dari ordo Lepidoptera. Ekplorasi parasitoid B. lasus dapat dilakukan pada stadia pupa,

dimana hama atau inangnya sedang berkembang menjadi pupa. Teknik pengembangan B. lasus sangat praktis dan ekonomis melihat inangnya yang mudah ditemukan di sekitar kita seperti ulat penggulung daun pisang E. thrax. Pengembangan parasitoid ini tidak membutuhkan tenaga yang banyak karena tidak memerlukan perlakuan khusus dalam pemeliharaannya.

Pemanfaatan parasitoid B. lasus untuk mengendalikan ulat penggulung daun pisang memerlukan informasi dasar mengenai biologi dan ekologi parasitoid. Ciri morfologi, siklus hidup, dan perilaku parasitoid sangat penting, namun masih belum banyak diteliti. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai biologi parasitoid B. lasus.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari beberapa aspek biologi parasitoid Brachymeria lasus seperti siklus hidup, ciri morfologi dan perilakunya.

Manfaat

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengendalian Hayati Menggunakan Parasitoid

Pengendalian hayati menggunakan parasitoid adalah upaya menggunakan musuh alami berupa parasitoid. Pengendalian hayati ini mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan cara kimia, antara lain tidak menimbulkan pencemaran lingkungan (Wanta 2003).

Parasitoid adalah serangga yang stadia pradewasanya menjadi parasit pada atau di dalam tubuh serangga lain, sementara imago hidup bebas mencari nektar atau embun madu sebagai makanannya. Serangga yang diparasit atau inangnya akhirnya mati ketika parasitoid menyelesaikan perkembangan pradewasanya. Parasitoid biasanya menyerang tahap kehidupan tertentu dari satu atau beberapa spesies tertentu. Siklus hidup parasitoid yang lebih pendek dibandingkan serangga inangnya dapat digunakan untuk menekan laju pertumbuhan inangnya (Shelton A 2012).

Sebagian besar parasitoid merupakan ordo Hymenoptera. Hymenoptera parasit merupakan kelompok terbesar dari serangga parasit yang larvanya berkembang pada atau dalam tubuh inangnya yang juga berupa serangga yang lain. Hymenoptera parasit berjumlah ribuan spesies di seluruh dunia dan memiliki biologi yang kompleks dan menarik. Parasitoid mempunyai satu sifat yang sama yang membedakannya dari serangga karnivor yang lain (predator), yaitu hanya memerlukan satu individu inang selama perkembangannya, sedangkan predator membutuhkan lebih dari satu mangsa untuk perkembangannya (Pudjianto 1994).

(17)

Parasitoid Brachymeria sp.

Brachymeria sp. termasuk ordo Hymenoptera famili Chalcididae yang berukuran sedang (panjangnya 2-7 mm) dengan femur belakang sangat menggembung dan bergeligi, mempunyai alat peletakan telur (ovipositor) yang sangat pendek dan sayap-sayap tidak terlipat secara longitudinal saat beristirahat (Boror et al. 1996). Parasitoid ini memiliki ciri fisik bewarna hitam dengan ukuran tubuh mencapai 12mm, dan tungkai belakang bagian femur membesar. Imago betina dapat dibedakan melalui ovipositornya. Jumlah Telur parasitoid Brachymeria sp. sangat bervariasi sesuai dengan ukuran inang. Perkembangan parasit umumnya berlangsung cepat. Siklus hidup parasitoid ini berkisar antara 12-13 hari (Kalshoven 1981).

Brachymeria sp. merupakan endoparasitoid yang bersifat gregarious bila

ukuran inangnya besar, tetapi soliter bila ukuran inangnya kecil. Imago parasitoid meletakkan telur dalam pupa yang baru terbentuk. Pupa inang yang terparasit akan mati dalam satu atau dua hari, kemudian mengeras dan kaku ketika parasitoid di dalamnya telah menetas dari telurnya. Telur yang dihasilkan oleh induk parasitoid diletakkan pada permukaan kulit inang atau dimasukkan langsung ke dalam tubuh inang dengan tusukan ovipositornya. Larva yang keluar dari telur kemudian menghisap cairan tubuh atau memakan jaringan bagian dalam tubuh inang (Kalshoven 1981). Genus Brachymeria mempunyai banyak spesies, dan salah satu di antaranya yang terdapat di Indonesia adalah Brachymeria lasus.

Parasitoid Brachymeria lasus

Taksonomi

Brachymeria lasus Walker (Hymenoptera : Chalcididae) termasuk ke

dalam ordo Hymenoptera, Superfamili Chalcidoidae dan Famili Chalcididae (Joseph et al. 1973)

Morfologi

(18)

panjang dan ruas-ruas berikutnya kecil dan membelok pada satu sudut dengan yang pertama merupakan antena bertipe genikulat (Boror et al. 1996).

Imago B. lasus baik jantan maupun betina mempunyai femur tungkai belakang yang membesar dengan bagian apikal bewarna kuning, dan tibia belakang bewarna krem-kekuningan (Joseph et al. 1973). Erniwati dan Ubaidillah (2011) menyatakan bahwa antena berbentuk siku terdiri dari empat sampai enam ruas (Gambar 1a) dan femur bagian belakang membesar dengan bagian apikal berwana kuning dan tibia belakang berwarna kuning (Gambar 1b).

a b

Gambar 1 Antena B. lasus (a) dan femur tungkai belakang (b) (Sumber: Erniwati dan Ubaidillah 2011)

Serangga dewasa jantan dan betina yang keluar dari inang pada waktu bersamaan dapat segera berkopulasi, tetapi pada beberapa spesies kopulasi terjadi setelah imago keluar dari inang. Di lapangan kopulasi mungkin terjadi lebih dari satu kali (Prabowo 1996). Serangga jantan umumnya muncul sedikit lebih awal daripada serangga betina sehingga kopulasi terjadi segera setelah kemunculan serangga (Pudjianto 1994).

Kisaran Inang

B. lasus dapat memarasit kelompok Lepidoptera, tetapi terkadang juga

(19)

Suputa (2011) menyebutkan bahwa B. lasus merupakan salah satu parasitoid yang ditemukan memarasit serangga Arctornis sp. (Lepidoptera: Lymantriidae). Selain itu, parasitoid B. lasus juga telah diketahui dapat memarasit sekitar 120 spesies serangga lain (Erniwati & Ubaidillah 2011)

(20)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengendalian Hayati, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada bulan Februari 2012 sampai April 2012.

Bahan dan Alat

(21)

Gambar 2 Alat-alat yang digunakan dalam penelitian (a, wadah berbentuk tabung; b, tabung reaksi; c, kotak kayu berdinding kasa; d, mikroskop stereo; e, alat bedah; f, mikroskop berkamera)

Persiapan Penelitian

Pengambilan Inang

Inang yang digunakan dalam penelitian ini adalah pupa E. thrax. Pupa disiapkan dengan cara mengambil larva instar terakhir dari lapangan, kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik untuk dibawa ke laboratorium dan dipelihara dalam kotak kasa di Laboratorium Pengendalian Hayati, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Inang tersebut diperoleh dari daerah sekitar Desa Sawah Baru dan Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemeliharaan dilakukan dengan menggunakan kurungan yang terbuat dari kayu berdinding kain kasa dengan ukuran panjang 50cm, lebar 50cm, dan tinggi 50cm yang telah diberikan daun pisang segar. Daun pisang tersebut diganti sesuai dengan kebutuhan.

a b c

(22)

Pemeliharaan dan Pengembangbiakan Brachymeria lasus

Parasitoid B. lasus diperoleh dari lapangan dengan mengumpulkan pupa penggulung daun pisang yang terparasit pada tanaman inang. Hama penggulung daun yang terparasit dicirikan oleh pupa yang berwarna hitam, mati dan keras. Pupa penggulung daun pisang tersebut dimasukkan ke dalam kantong plastik untuk dibawa dan dipelihara di laboratorium. E. thrax yang terparasit dipelihara dalam wadah plastik yang berukuran tinggi 30cm, diameter 13cm yang ditutup dengan kain kasa. Wadah plastik tersebut disimpan di laboratorium sampai imago parasitoid muncul. Imago parasitoid yang muncul diidentifikasi untuk diketahui jenis kelaminnya, kemudian dipelihara secara berpasangan di dalam wadah plastik yang lain yang ditutup dengan kain kasa dan diberi madu sebagai makanannya. Madu tersebut sebelumnya dilarutkan dengan air hingga 40%. Larutan madu diberikan dengan menggunakan jarum. Larutan madu ditambahkan atau diganti setiap hari sesuai kebutuhan.

Pengembangbiakan parasitoid dilakukan dengan cara memasukkan parasitoid betina yang telah kawin ke dalam tabung reaksi berukuran panjang 20cm dan diameter 3cm yang telah berisi pupa sehat E. thrax berumur 1 hari, kemudian ditutup dengan tisu dan diikat menggunakan karet gelang. Parasitoid dan inangnya dibiarkan selama kurang lebih 24 jam agar parasitoid meletakkan telur. Setelah 24 jam, pupa inang yang terparasit diambil dan diganti dengan inang yang sehat. Pupa E. thrax yang terparasit kemudian dipelihara sampai imago parasitoid muncul.

Metode Penelitian Morfologi

Morfologi B. lasus diamati dengan cara melakukan pembedahan pada pupa E. thrax yang terparasit dengan jarum halus bertangkai di bawah mikroskop stereo. Ciri-ciri morfologi telur, larva, pupa dan imago parasitoid diamati serta diduga lama stadia masing-masing tingkat perkembangannya. Pembedahan E. thrax yang terparasit dilakukan secara berseri. Pembedahan dilakukan pada hari

(23)

Parasitoid yang ditemukan diamati ciri-ciri morfologi dari masing-masing tingkat perkembangan parasitoid, dan kemudian diukur. Sebelum melakukan pengukuran, terlebih dahulu stadia parasitoid yang ditemukan saat pembedahan didokumentasikan menggunakan mikroskop berkamera dengan perbesaran yang sama, untuk mempermudah pengukuran. Pengukuran menggunakan program TPS DIG. Program ini digunakan untuk mengukur serangga menggunakan skala pada gambar yang kemudian dihitung menggunakan Microsoft Excel, untuk telur diukur panjang dan lebarnya dengan perbesaran 11x10, larva dan pupa diukur panjang tubuh dan lebar kepalanya dengan perbesaran 2x,10 dan untuk imago diukur panjang tubuh, dan lebar kepalanya dengan perbesaran 1,8x10.

Gejala Inang

Gejala yang timbul pada inang terparasit diamati setiap hari dengan memperhatikan perubahan warna tubuh inang, perbedaan struktur tubuh inang yang mulai mengeras setiap harinya, dan gejala lain yang ditimbulkan parasitoid terhadap inang dari hari pertama terparasit hingga imago parasitoid muncul.

Siklus Hidup Parasitoid

Siklus hidup adalah periode sejak peletakan telur sampai keluarnya imago dan kembali meletakkan telur. Pengamatan siklus hidup B. lasus dilakukan dengan cara mengamati imago yang memarasit inang E. thrax, kemudian inang yang terparasit diamati setiap harinya hingga imago B. lasus muncul agar diketahui berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk perkembangan parasitoid pada inangnya. Setelah parasitoid muncul dipelihara lebih lanjut untuk diparasitkan kembali pada inang sehat yang telah disediakan. Pemeliharan parasitoid dilakukan di dalam wadah plastik berukuran tinggi 30cm, diameter 13cm yang ditutup dengan kain kasa dan diberi madu 40% sebagai makanannya.

Perilaku Parasitoid

(24)
(25)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus

Telur

Telur parasitoid B. lasus berbentuk agak lonjong dan melengkung seperti bulan sabit dengan ujung-ujung yang tumpul, transparan dan berwarna kuning kehijau-hijauan di bagian tengahnya (Gambar 3). Menurut Clausen (1940), telur dengan ciri-ciri tersebut merupakan telur tipe hymenopteriform. Telur tersebut diperoleh dari hasil pembedahan alat reproduksi imago parasitoid betina yang baru saja kopulasi. Pembedahan dilakukan pada alat reproduksinya karena pembedahan pada inang yang terparasit sangat sulit dilakukan, karena telur telah bercampur dengan jaringan lemak inangnya. Telur B. lasus mempunyai panjang 0,86 mm dan lebar 0,19 mm. Pengukuran telur menggunakan program TPS DIG dengan perbesaran 11x10. Produksi telur berkisar sekitar 75 butir tergantung pada ketersediaan inang dan makanan bagi imago (Kalshoven 1981).

Gambar 3 Telur parasitoid B. lasus

Tipe produksi telur sebagian besar Hymenoptera adalah synovigenic sehingga ketersediaan makanan menjadi sangat penting bagi imago. Jika imago betina tidak menemukan makanan yang mengandung nutrisi yang dibutuhkan, atau imago tidak menemukan inang yang sesuai maka telur masak tidak akan diletakkan tetapi diserap kembali (ovisorption) (Prabowo 1996).

Reproduksi serangga parasit dari ordo Hymenoptera dapat terjadi secara partenogenetik dan dapat dikelompokkan menjadi tiga tipe yaitu thelyotoky,

(26)

deuterotoky dan arrhenotoky. Arrhenotoky merupakan tipe reproduksi yang paling

umum pada Hymenoptera, telur dapat berkembang baik secara partenogenetik maupun melalui pembuahan. Telur yang dibuahi menjadi diploid dan akan berkembang menjadi individu individu betina. Telur yang tidak dibuahi tetap haploid dan akan berkembang menjadi individu individu jantan (Pudjianto 1994).

Larva

Tubuh larva parasitoid B. lasus berwarna bening kekuningan. Larva parasitoid pada pembedahan hari ke-3 dan ke-4 setelah inang terparasit ruas-ruas tubuhnya belum tampak, berwarna kuning pucat dan kecil. Larva pada pembedahan hari ke-5 dan ke-6 berwarna kuning dengan panjang tubuh 5,55 mm dan lebar kepala 0,97 mm (lampiran tabel 1), dan ruas-ruas tubuhnya mulai tampak. Pengukuran ini menggunakan program TPS DIG dengan perbesaran 2x10.

Ruas-ruas tubuh larva pada pembedahan hari ke-4 (Gambar 4a) dan ke-5 (Gambar 4b) masih belum jelas. Ruas-ruas tubuh larva semakin jelas pada pembedahan hari ke-7 (Gambar 4c) dan ke-8 (Gambar 4d). Tubuh larva terdiri dari 12 ruas, tidak bertungkai dengan kapsul kepala berkembang jelas pada pembedahan hari ke-7. Berdasarkan ciri-ciri tersebut, tipe larva B. lasus dapat digolongkan kedalam tipe hymenopteriform. Menurut Clausen (1940), larva tipe hymenopteriform terdiri dari 12 atau 13 ruas dan tidak mempunyai sistem trakea

yang terbuka. Larva hidup bebas dalam rongga tubuh inangnya.

Gambar 4 Larva parasitoid B. lasus ( a, hari ke-4; b, ke- 5; c, ke-7; d, hari ke-8)

2 mm 2 mm

2 mm 2 mm

a

b

c

d

(27)

Pupa ,05

Pupa B. lasus memiliki ukuran panjang tubuh 6,88 mm, dan lebar kepala 2,22 mm (lampiran tabel 2). Pengukuran pupa dilakukan pada 20 pupa berumur sebelas hari setelah pemarasitan. Pengukuran menggunakan program TPS DIG dengan perbesaran 2x10. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pupa umumnya dijumpai pada pembedahan hari ke-9 dan hari ke-10 setelah inang terparasit. Pada awalnya, pupa berwarna cokelat belum berbentuk dan tertutup kokon, hal tersebut terlihat saat pembedahan hari ke-9 (Gambar 5a). Pada hari ke-10, pupa mulai terbentuk dan terlihat lebih jelas bentuknya, tidak tertutup oleh kokon dan bewarna kuning kecoklatan (Gambar 5b). Pada hari ke-11 pupa mulai berubah warna dengan menimbulkan warna hitam sedikit demi sedikit (Gambar 5c). Berdasarkan hasil pengamatan dengan cara pembedahan warna hitam ini biasanya dimulai dari bagian toraks kemudian bagian abdomen, terakhir pada bagian tungkai dan kepala, hingga pada akhirnya seluruh tubuhnya berwarna hitam pekat. Pupa parasitoid B. lasus bertipe exarate (Gambar 5b). Borror et al. (1996) menyatakan bahwa pupa tipe exarate mempunyai ciri yaitu embelan-embelan bebas dan tidak melekat pada tubuh. Pupa demikian kelihatan sangat pucat. Pupa berada dalam tubuh inang yang telah mengalami pengerasan dan umumnya tidak ditutupi oleh kokon.

Gambar 5 Pupa parasitoid B. lasus (a, hari ke-9; b, 10; c, 11)

Imago

Imago parasitoid, baik jantan maupun betina, umumnya berwarna hitam dengan tanda kuning dengan sayap yang transparan. Kepala dan antena berwarna hitam. Antena imago jantan dan betina memiliki persamaan bentuk dan tidak ada

2 mm 2 mm

2 mm

(28)

perbedaan yang menonjol. Antena jantan dan betina, mempunyai ciri-ciri berbentuk siku dengan ruas pertama panjang dan ruas berikutnya kecil dan membelok membentuk sudut dengan ruas yang pertama (Gambar 6a). Menurut Boror et al. (1996), antena dengan ciri- ciri berbentuk siku, dengan ruas pertama panjang dan ruas-ruas berikutnya kecil dan membelok pada satu sudut dengan yang pertama merupakan antena bertipe genikulat. Berdasarkan ciri-ciri tersebut maka tipe antena B. lasus adalah genikulat.

Imago parasitoid mempunyai femur tungkai belakang yang membesar dengan bagian apikal bewarna kuning, tibia belakang bewarna krem-kekuningan, (Gambar 6b) (Joseph et al. 1973). Femur yang membesar inilah yang menjadi ciri khas dari famili Chalcididae.

Boror et al. (1996) menyatakan bahwa Chalcididae adalah chalcidoid- chalcidoid yang berukuran sedang (panjangnya 2-7 mm) dengan femur belakang sangat menggembung dan bergeligi. Chalcididae biasanya berwarna hitam dengan tanda kuning. Imago parasitoid B. lasus mempunyai alat peletakan telur (ovipositor) yang pendek dan sayap-sayap yang tidak terlipat secara longitudinal bila beristirahat.

Imago parasitoid betina (Gambar 7a) dan jantan (Gambar 7b) dapat dibedakan dengan mengamati bentuk alat kelamin. Alat kelamin imago parasitoid dibedakan dengan adanya ovipositor pada imago betina di bagian ventral ujung abdomennya, sedangkan imago jantan tidak. Ovipositor ini dapat terlihat di bawah mikroskop stereo.

Gambar 6 Bagian tubuh imago parasitoid B. lasus (a; antena , b; femur tungkai belakang)

(29)

Gambar 7 Imago parasitoid B. lasus ( a, betina; b, jantan)

Serangga betina umumnya mempunyai ukuran yang lebih besar daripada yang jantan. Berdasarkan hasil pengukuran terhadap 20 imago jantan dan 20 imago betina, terlihat bahwa panjang tubuh dan lebar kepala imago betina lebih panjang dengan panjang tubuh dan lebar kepala imago jantan (Tabel 1). Imago parasitoid betina mempunyai panjang tubuh (tidak termasuk ovipositor) 6,86 mm dan lebar kepala 2,49 mm (lampiran tabel 3). Imago jantan mempunyai panjang tubuh 6,15 mm dan lebar kepala 2,18 mm (lampiran tabel 4).

Tabel 1 Ukuran imago parasitoid B. lasus

Jenis kelamin Ukuran rata-rata 20 Imago B. lasus (mm)

Panjang Tubuh Lebar Kepala

Betina 6,86 2,49

Jantan 6,15 2,18

Joseph et al. (1973) menyatakan bahwa B. lasus betina memiliki ciri- ciri panjang sekitar 5,0-7,0 mm, dengan tubuh berwarna hitam, koksanya berwarna hitam, mengkilap, trokanter berwarna hitam, femur mengkilap hitam dengan bagian apikal berwarna kuning, tibia depan dan tengah berwarna kuning dengan bulu pada tubuh putih keperakan. Kepala selebar toraks, dan ovipositor tidak terlalu panjang. Sedangkan B. lasus jantan memiliki ciri ciri panjang 3,3- 5,5 mm, dan antena memiliki sensillae trichoid di sisi ventralfunicle.

(30)

Gejala Inang Terparasit

Inang yang terparasit dapat dibedakan dari yang tidak terparasit (inang sehat). Inang yang terparasit memiliki ciri-ciri struktur tubuhnya mengeras dan terdapat bercak-bercak berwarna hitam. Seluruh tubuh pupa terparasit akhirnya akan berwarna hitam dan jika disentuh atau diganggu tidak bergerak (Gambar 8a). Inang yang tidak terparasit akan tetap sehat dan bewarna kuning segar kecoklatan, dan jika disentuh atau diganggu akan bergerak (Gambar 8b).

Pupa inang yang terparasit akan menunjukkan perubahan gejala setiap harinya hingga imago parasitoid muncul. Hal ini disebabkan oleh reaksi tubuh inang yang terparasit terhadap perkembangan parasitoid di dalamnya. Pada hari pertama inang yang terparasit hanya diam dan bila disentuh tidak akan bergerak. Pada hari kedua inang mulai menunjukkan gejalanya dengan munculnya garis-garis hitam pada abdomennya (Gambar 9a). Diduga bahwa larva parasitoid mulai muncul pada hari kedua. Hari ketiga gejalanya sama dengan hari kedua. Pada hari keempat inang mulai kaku dan garis hitamnya semakin jelas (Gambar 9b). Pada hari keenam pupa kaku dan berwarna coklat kehitaman pada seluruh tubuhnya (Gambar 9c). Inang akan semakin keras dan bewarna hitam pada hari kedelapan (Gambar 9d). Pada hari kesembilan parasitoid di dalam pupa inang telah menjadi pupa. Pada hari ke sepuluh pupa inang terparasit bewarna hitam dan semakin keras bila disentuh (Gambar 9e). Pada hari-hari berikutnya tidak banyak perubahan pada tubuh pupa terparasit hingga imago parasitoid muncul.

Gambar 8 Perbedaan Inang (a, terparasit; b, sehat)

(31)
[image:31.595.111.495.86.211.2]

Gambar 9 Gejala pupa yang terparasit (a, hari kedua; b, hari keempat; c, hari keenam; d, hari kedelapan; e, hari kesepuluh)

Pupa E. thrax yang terparasit oleh B. lasus akan mengeras, menghitam kemudian mati. Gejala awalnya adalah pupa mengeras dan apabila disentuh tidak bergerak atau pergerakkannya sangat lambat, kemudian muncul warna hitam pada tubuh inang yang dapat dilihat dalam waktu 2-3 hari setelah terparasit. Efek bagi inangnya adalah kematian setelah parasitoid menyelesaikan perkembangan pradewasanya. Hal ini sesuai dengan pendapat Kalshoven (1981) yang menyatakan bahwa pupa sebagai inang akan mati dalam beberapa hari setelah terparasit oleh imago betina.

Siklus Hidup Parasitoid B. lasus

Siklus hidup adalah waktu yang diperlukan untuk perkembangan parasitoid sejak telur diletakkan sampai imago parasitoid meletakkan telur kembali. Kalshoven (1981) menyebutkan bahwa siklus hidup B. lasus bekisar antara 12-13 hari, hal ini terbukti dengan hasil pengamatan inang yang terparasit siklus hidup umumnya berkisar 13-14 hari diamati dari awal terparasit hingga imago parasitoid muncul dan meletakkan telurnya kembali. Berdasarkan pada pembedahan terhadap inang terparasit, perkiraan lama stadium telur, larva, dan pupa B. lasus berturut-turut adalah ; 2,4 hari; 5,6 hari dan 6,3 hari dan siklus hidupnya adalah 14,3 hari (Tabel 2), (lampiran tabel 5).

Berdasarkan hasil pengamatan, keturunan yang dihasilkan oleh imago betina yang tidak kopulasi atau tidak mengalami pembuahan semuanya berkelamin jantan. Imago betina yang mengalami kopulasi menghasilkan keturunan jantan dan betina. Hal ini sesuai dengan Boror et al. (1996) yang

e d

c b

(32)

menyatakan bahwa keturunan yang dihasilkan pada kebanyakan kelompok ordo Hymenoptera dikontrol oleh proses pembuahan telur. Telur yang telah dibuahi akan berkembang menjadi betina, sedangkan telur yang tidak dibuahi akan berkembang menjadi imago jantan. Kelangsungan hidup imago B. lasus tergantung pada ketersediaan makanan, seperti nektar atau madu.

Tabel 2 Perkiraan Lama Stadia Parasitoid B. lasus

Tingkat Perkembangan Parasitoid Rata- rata Lama Stadium (hari)

Telur 2,4

Larva 5,6

Pupa 6,3

Siklus Hidup 14,3

Pudjianto (1994) menyatakan bahwa larutan madu sangat dibutuhkan untuk kelangsungan hidup imago parasitoid. Kelangsungan hidup imago parasitoid sangat ditentukan oleh ketersediaan makanan berupa madu. Makanan akan menjadi sumber energi yang sangat dibutuhkan untuk pergerakan parasitoid dan mendukung produksi telur.

Prabowo (1996) menyatakan bahwa nutrisi berpengaruh terhadap kesuburan imago jantan dan produksi telur imago betina. Protein, gula, air, karbohidrat, dan vitamin bagi sebagian besar serangga merupakan unsur penting untuk produksi telur. Setiap serangga mempunyai kebutuhan yang berbeda yang harus terpenuhi dan apabila mengalami kekurangan akan menurunkan kemampuan produksi telurnya.

Perilaku Parasitoid B. lasus

Cara Memarasit Inang

(33)

sedangkan lilin diketahui sebagai asam amino dan magnesium klorida yang merangsang oviposisi (Waage & Greathead 1989)

Brachymeria lasus termasuk parasitoid pupa yaitu parasitoid yang

memarasit ketika inang pada stadia pupa. Parasitoid meletakkan telur dalam tubuh inang ketika inang tersebut berada pada stadia pupa, dan parasitoid menyelesaikan perkembangan pradewasanya dalam tubuh pupa inang. Parasitoid ini hidup di dalam tubuh inang dari telur, larva, pupa dan setelah menjadi imago akan mulai keluar dari lubang yang dibuatnya sendiri dengan cara menggigit tubuh inang yang telah mengalami pengerasan. Parasitoid yang hidup dalam tubuh inang disebut endoparasit. Proses penemuan inang oleh parasitoid merupakan sebuah proses yang sangat kompleks, dimana proses ini perbedaannya tergantung pada jarak inang (long and short range). Salah satu proses perilaku pencarian inang pada parasitoid yaitu penemuan habitat inang (host habitat finding), dimana merupakan proses pencarian inang dalam habitat inang ( Kalshoven 1981).

Brachymeria lasus yang akan memarasit inangnya pertama akan berjalan

jalan di atas tubuh inangnya kemudian setelah parasitoid tersebut merasa aman dan inangnya sesuai untuk meletakkan telurnya maka B. lasus mulai menusukkan ovipositornya pada bagian abdomen inangnya dengan kisaran waktu 10 menit hingga 15 menit sampai inang tidak bergerak lagi atau bergerak melambat, kemudian telur parasitoid dimasukkan menggunakan ovipositornya ke dalam tubuh inang. B. lasus akan meletakkan tubuhnya dan tungkai belakang akan mengait atau mencengkeram tubuh inang dengan erat sehingga pada saat parasitoid menusukkan ovipositornya ke tubuh inang dan inang bereaksi dengan bergerak maka parasitoid tersebut tidak akan jatuh dari tubuh inang (Gambar 10).

(34)

Kemunculan parasitoid

Parasitoid B. lasus muncul pada pagi hingga menjelang siang hari sekitar pukul 07.00-11.00 WIB. Kemunculan imago secara bergantian satu-persatu dengan keluar melalui lubang yang dibuat dengan cara menggigit tubuh pupa. Setiap imago yang muncul membuat lubang keluarnya sendiri, sehingga tubuh pupa akan penuh dengan lubang tempat keluarnya imago. Dari hasil pengamatan diperoleh apabila dalam satu pupa terdapat 15 imago, maka lubang yang terdapat diseluruh tubuh pupa berjumlah 15 lubang (Gambar 11).

Gambar 11 Lubang keluar parasitoid B. lasus

Kemunculan parasitoid diawali dengan imago jantan yang kemudian diikuti oleh imago betina. Hal ini sama dengan pernyataan Pudjianto (1994) bahwa pada kebayakan Hymenoptera parasitoid, imago jantan umumnya muncul sedikit lebih awal dari yang betina.

Ukuran tubuh inang sangat berpengaruh terhadap banyaknya imago parasitoid yang muncul, apabila ukuran inangnya besar maka jumlah imago parasitoid yang muncul berkisar 15 hingga 20 imago, sedangkan jika ukuran tubuh inangnya kecil maka imago parasitoid yang muncul hanya berkisar 7 hingga 10 imago B. lasus

Kopulasi

(35)

betina. Namun demikian, pada beberapa spesies kopulasi tidak segera terjadi , terutama bila suhu lingkungan rendah. Pada beberapa spesies, untuk dapat memproduksi telur yang terbuahi diperlukan lebih dari satu kopulasi, sedangkan pada spesies yang lain cukup dengan satu kali kopulasi (Pudjianto 1994).

(36)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Imago parasitoid B. lasus (betina dan jantan) secara umumberwarna hitam dengan femur tungkai belakang yang membesar dengan bagian apikal berwarna kuning, dan tibia belakang bewarna krem-kekuningan. Parasitoid B. lasus betina dan jantan dapat dibedakan dengan mengamati ovipositornya. Ciri morfologi B. Lasus antara lain adalah tipe antena genikulat, tipe telur hymenopteriform, tipe

larva hymenopteriform, dan tipe pupa exarate. Ukuran tubuh betina lebih besar dibandingkan dengan jantan. Imago parasitoid betina B. lasus mempunyai panjang tubuh (tidak termasuk ovipositor) 6,86 mm dan lebar kepala 2,49 mm, sedangkan yang jantan mempunyai panjang tubuh 6,15 mm dan lebar kepala 2,18 mm. Gejala yang ditimbulkan pada inang E. thrax yang terparasit adalah adanya perubahan warna menjadi hitam setiap harinya dan perubahan struktur tubuh inang yang menjadi keras, dan mati. Siklus hidup B. lasus berkisar 13-15 hari. B. lasus dalam memarasit inangnya membutuhkan waktu sekitar 10-15 menit. Waktu

kemunculan imago B. Lasus terbanyak terjadi antara pukul 07.00 sampai pukul 11.00. B. lasus membutuhkan waktu sekitar 20 detik untuk berkopulasi.

Saran

(37)

DAFTAR PUSTAKA

Borror DJ, Triplehorn CA, Johnson NF. 1996. An Introduction to the Study of Insects. Sixth edition. Ohio: Saunders College Publishing.

Clausen CP. 1940. Entomophagous Insect. New York : McGraw Hill. 688p. Erniwati, Ubaidillah R. 2011. Hymenopteran Parasitoids associated with the

Banana- skipper Erionota thrax L. (Insecta: Lepidoptera, Hesperiidae) in Java, Indonesia. Biodiversitas. Vol 12: 76-85.

Godfray HCJ. 1993. Parasitoids behavioral and Evolutionary Ecology. New Jersey : Princenton University Press.

Goulet H, Huber JT. 1993. Hymenoptera of The World: An Identification Guide to Families. Canada: Agriculture Canada.

Joseph KJ, Narendran TC, Joy PJ. 1973. Oriental Brachymeria (Hymenoptera : Chalcididae). India: Departement of Zoology, University of Calicut. Kalshoven LGE. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Laan PA van der,

penerjemah. Jakarta: Ichtiar Baru-van Hoeve. Terjemahan dari: De Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesie.

Novianti F. 2008. Hama Penggulung Daun Pisang Erionota thrax Linnaeus (Lepidoptera: Hesperiidae) dan Musuh Alaminya di Tempat-Tempat dengan Ketinggian Berbeda. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Prabowo AH. 1996. Biologi Snellenius (Microplitis) Manilae Ashamead (Hymenoptera: Braconidae) pada Inang Spodoptera Litura Fabr. (Lepidoptera: Noctuidae). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pudjianto. 1994. Psyllaephagus yaseeni Noyes (Hymenoptera: Encyrtidae) pada kutu loncat lamtoro Heteropsylla cubana Crawford (Homoptera: Psyllidae). [Tesis]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Shelton A. 1993. Pengendalian hayati. http://biocontrol.entomology.cornell.edu

(12 juni 2012

Suputa. 2011. Ulat Bulu. http://faperta.ugm.ac.id (13 juni 2012)

Wagee J, Greathead D. 1989. Insect Parasitoids. San Diego: Academic Press, Inc.

(38)
(39)

Lampiran Tabel 1 Ukuran larva parasitoid B. lasus

LARVA Ukuran (mm)

Panjang Tubuh Lebar Kepala

1 6,35 0,99

2 6.48 1,47

3 6,49 1,08

4 6,00 0,95

5 5,15 0,90

6 6,60 0,93

7 5,95 0,81

8 6,28 1,08

9 6,89 0,74

10 6,15 0,83

11 4,53 0,91

12 5,33 1,04

13 2,53 0,52

14 4,06 0,54

15 3,91 1,01

16 4,26 1,21

17 3,41 0,73

18 7,48 0,97

19 7,64 1,05

20 5,55 1,66

Rata-rata 5,55 0,97

(40)

Lampiran Tabel 2 Ukuran pupa parasitoid B. lasus

PUPA Ukuran (mm)

Panjang Tubuh Lebar Kepala

1 6,63 2,11

2 6,58 2,28

3 6,65 2,15

4 6,37 2,17

5 6,24 2,12

6 6,56 2,15

7 6,19 2,04

8 6,22 2,11

9 8,18 2,37

10 8,26 2,57

11 7,76 2,27

12 6,64 2,13

13 6,95 2,36

14 6,96 2,36

15 7,54 2,40

16 7,82 2,49

17 6,62 2,15

18 7,82 2,39

19 5,29 1,80

20 6,35 1,99

(41)

Lampiran Tabel 3 Ukuran imago betina parasitoid B. lasus

Imago Betina Ukuran (mm)

Panjang Tubuh Lebar Kepala

1 7,72 2,79

2 7,14 2,92

3 7,67 2,75

4 7,19 2,77

5 7,61 2,78

6 7,57 2,74

7 6,91 2,49

8 6,83 2,53

9 8,94 3,08

10 6,27 2,09

11 6,98 2,59

12 6,48 2,41

13 6,90 2,83

14 6,12 2,23

15 5,16 1,90

16 6,39 2,21

17 5,48 1,98

18 6,24 2,16

19 5,81 1,97

20 7,84 2,79

(42)

Lampiran Tabel 4 Ukuran imago jantan parasitoid B. lasus

Imago Jantan Ukuran (mm)

Panjang Tubuh Lebar Kepala

1 5,80 2,16

2 5,57 1,91

3 5,32 1,92

4 5,95 2,06

5 5,49 1,93

6 6,12 2,19

7 5,10 1,66

8 5,64 1,97

9 6,72 2,27

10 6,22 2,21

11 6,25 2,21

12 6,22 2,12

13 5,83 1,97

14 6,53 2,33

15 6,92 2,57

16 6,55 2,35

17 6,33 2,35

18 7,03 2,63

19 6,53 2,34

20 6,95 2,49

(43)

Lampiran Tabel 5 Perkiraan lama stadia parasitoid B. lasus

Ulangan

Lama stadia (hari)

Telur Larva Pupa Lama hidup

1 2 5 6 13

2 2 5 4 11

3 2 6 5 13

4 2 6 6 14

5 3 6 8 17

6 3 5 6 14

7 3 5 5 13

8 2 6 6 14

9 2 5 8 15

10 3 6 6 15

11 2 6 8 16

12 3 6 8 17

(44)

ABSTRAK

JESSICA VALINDRIA. Biologi Parasitoid Brachymeria lasus Walker (Hymenoptera: Chalcididae) pada Ulat Penggulung Daun Pisang Erionota thrax Linnaeus (Lepidoptera: Hesperiidae). Dibimbing oleh PUDJIANTO.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari beberapa aspek biologi parasitoid Brachymeria lasus seperti siklus hidup, ciri morfologi, dan perilakunya. Penelitian dilakukan di laboratorium dengan mengambil Erionota thrax yang terparasit oleh B. lasus dari lapangan, kemudian dimasukkan ke dalam wadah-wadah plastik. Imago parasitoid B. lasus yang muncul diperbanyak dengan dipelihara dalam tabung yang di dalamnya terdapat pupa E. thrax. Untuk mengamati ciri morfologi dan siklus hidup parasitoid, pupa E. thrax yang terparasit dipelihara pada tabung kemudian, dilakukan pembedahan setiap hari dimulai pada hari kedua setelah terparasit. Untuk mengamati waktu kemunculan imago parasitoid, pupa E. thrax yang terparasit dipelihara dalam tabung reaksi hingga imago muncul. Imago parasitoid B. lasus (betina dan jantan) secara umum bewarna hitam dengan ukuran tubuh kurang lebih 6 mm, tungkai bagian femur membesar. Imago jantan dan betina dapat dibedakan melalui ovipositornya. Parasitoid B. lasus memiliki tipe telur hymenopteriform tipe larva hymenopteriform dan tipe pupa exarata. Siklus hidup parasitoid B. lasus umumnya berkisar 13-14 hari. Waktu kemunculan tertinggi imago parasitoid B. lasus, baik betina maupun jantan, adalah pada kisaran jam 07.00-11.00 WIB.

(45)

BIOLOGI PARASITOID Brachymeria lasus WALKER (HYMEMOPTERA: CHALCIDIDAE)PADA ULAT PENGGULUNG DAUN PISANG Erionota

thrax LINNAEUS(LEPIDOPTERA: HESPERIIDAE)

(Biology of Brachymeria lasus Walker (Hymenoptera:Chalcididae): A Pupal Parasitoid of Banana Skipper,

Erionota thrax Linnaeus (Lepidoptera:Hesperiidae)) ABSTRACT

This research was conducted to study some biological aspects of parasitoid, Brachymeria lasus , such as the life cycle, morphology , and the behavior. Research was carried out in The Laboratory of Parasitoid and Predator Biology, Department of Plant Protection, Bogor Agricultural University. Pupae of Erionota thrax parasitized by B. lasus were collected from the field and then were maintained in plastic containers until the emergence of parasitoid adults. Mated females of B. lasus were kept in a test tube (20 cm long, 3 cm in diameter), and then were provided with 1-day-old pupae of E. thrax to be parasitized. Parasitized pupae of E. thrax then were moved to another test tube and were used for observation of the parasitoid biology. The morphological features of the parasitoid larvae and pupae were observed by dissecting parasitized pupae every day starting on the second day after parasitization. To observe the life cycle of the parasitoid, parasitized pupae of E. thrax were maintained in test tubes until the eclosion of parasitoid adults. In general, adults of B. lasus (females and males) were black in color with the body size was less than 6 mm, and were characterized with the large femur of the hind legs. B. lasus have hymenopteriform eggs, hymenopteriform larvae, and exarate type pupae. The life cycle of B. lasus ranged 13-14 days. Adults of B. lasus mostly emerged in the morning within 07:00 - 11:00 hours.

(46)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Parasitoid adalah serangga yang stadia pradewasanya menjadi parasit pada atau di dalam tubuh serangga lain, sementara imago hidup bebas mencari nektar dan embun madu sebagai makanannya. Serangga yang diparasit atau inangnya akhirnya mati ketika parasitoid menyelesaikan perkembangan pradewasanya. Parasitoid biasanya berukuran lebih kecil daripada inangnya.

Musuh alami, seperti parasitoid sering digunakan untuk mengendalikan hama. Pengendalian hayati ini mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan cara kimia, antara lain tidak menimbulkan pencemaran lingkungan. Siklus hidup parasitoid yang lebih pendek dibandingkan inangnya dapat menekan laju pertumbuhan inangnya (Wanta 2003).

Salah satu famili dari ordo Hymenoptera yang dapat digunakan sebagai pengendali hama adalah famili Chalcididae. Famili ini terdiri dari bermacam macam genus, dan salah satunya adalah Brachymeria. Brachymeria sp. dapat dijadikan sebagai pengendali hayati terhadap hama-hama terutama dari ordo Lepidotera dan ordo Diptera dengan teknik pengendalian secara konservasi. Eksplorasi parasitoid Brachymeria sp. untuk mengendalikan hama terutama dari ordo Lepidoptera dapat dilakukan pada stadia pupa, dimana hama atau inang sedang berkembang menjadi pupa, sedangkan pada ordo Diptera dilakukan pada stadia larva instar akhir (Goulet & Huber 1993).

Indonesia memiliki beberapa species Brachymeria, diantaranya adalah Brachymeria lasus Walker dan Brachymeria trachis Crawford yang menyebar di

seluruh pulau Jawa, Sumatra dan di berbagai daerah lainnya. Saat ini parasitoid B. lasus dan B. trachis mulai dimanfaatkan sebagai pengendali hama terutama dari kelompok Lepidoptera, meskipun terkadang parasitoid tersebut juga menyerang Hymenoptera (Erniwati& Rosichon 2011).

Brachymeria lasus dan Brachymeria trachis biasanya memarasit ulat

(47)

dengan bagian apical bewarna kuning, tibia belakang bewarna krem-kekuningan, sedangkan B. trachis mempunyai femur yang membesar dengan sedikit apical bewarna kuning dan tibia belakang bewarna hitam (Erniwati & Rosichon 2011).

B. lasus dapat dijadikan sebagai pengendali hayati dengan teknik pengendalian secara konservasi terhadap hama-hama terutama dari ordo Lepidoptera. Ekplorasi parasitoid B. lasus dapat dilakukan pada stadia pupa,

dimana hama atau inangnya sedang berkembang menjadi pupa. Teknik pengembangan B. lasus sangat praktis dan ekonomis melihat inangnya yang mudah ditemukan di sekitar kita seperti ulat penggulung daun pisang E. thrax. Pengembangan parasitoid ini tidak membutuhkan tenaga yang banyak karena tidak memerlukan perlakuan khusus dalam pemeliharaannya.

Pemanfaatan parasitoid B. lasus untuk mengendalikan ulat penggulung daun pisang memerlukan informasi dasar mengenai biologi dan ekologi parasitoid. Ciri morfologi, siklus hidup, dan perilaku parasitoid sangat penting, namun masih belum banyak diteliti. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai biologi parasitoid B. lasus.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari beberapa aspek biologi parasitoid Brachymeria lasus seperti siklus hidup, ciri morfologi dan perilakunya.

Manfaat

(48)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengendalian Hayati Menggunakan Parasitoid

Pengendalian hayati menggunakan parasitoid adalah upaya menggunakan musuh alami berupa parasitoid. Pengendalian hayati ini mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan cara kimia, antara lain tidak menimbulkan pencemaran lingkungan (Wanta 2003).

Parasitoid adalah serangga yang stadia pradewasanya menjadi parasit pada atau di dalam tubuh serangga lain, sementara imago hidup bebas mencari nektar atau embun madu sebagai makanannya. Serangga yang diparasit atau inangnya akhirnya mati ketika parasitoid menyelesaikan perkembangan pradewasanya. Parasitoid biasanya menyerang tahap kehidupan tertentu dari satu atau beberapa spesies tertentu. Siklus hidup parasitoid yang lebih pendek dibandingkan serangga inangnya dapat digunakan untuk menekan laju pertumbuhan inangnya (Shelton A 2012).

Sebagian besar parasitoid merupakan ordo Hymenoptera. Hymenoptera parasit merupakan kelompok terbesar dari serangga parasit yang larvanya berkembang pada atau dalam tubuh inangnya yang juga berupa serangga yang lain. Hymenoptera parasit berjumlah ribuan spesies di seluruh dunia dan memiliki biologi yang kompleks dan menarik. Parasitoid mempunyai satu sifat yang sama yang membedakannya dari serangga karnivor yang lain (predator), yaitu hanya memerlukan satu individu inang selama perkembangannya, sedangkan predator membutuhkan lebih dari satu mangsa untuk perkembangannya (Pudjianto 1994).

(49)

Parasitoid Brachymeria sp.

Brachymeria sp. termasuk ordo Hymenoptera famili Chalcididae yang berukuran sedang (panjangnya 2-7 mm) dengan femur belakang sangat menggembung dan bergeligi, mempunyai alat peletakan telur (ovipositor) yang sangat pendek dan sayap-sayap tidak terlipat secara longitudinal saat beristirahat (Boror et al. 1996). Parasitoid ini memiliki ciri fisik bewarna hitam dengan ukuran tubuh mencapai 12mm, dan tungkai belakang bagian femur membesar. Imago betina dapat dibedakan melalui ovipositornya. Jumlah Telur parasitoid Brachymeria sp. sangat bervariasi sesuai dengan ukuran inang. Perkembangan parasit umumnya berlangsung cepat. Siklus hidup parasitoid ini berkisar antara 12-13 hari (Kalshoven 1981).

Brachymeria sp. merupakan endoparasitoid yang bersifat gregarious bila

ukuran inangnya besar, tetapi soliter bila ukuran inangnya kecil. Imago parasitoid meletakkan telur dalam pupa yang baru terbentuk. Pupa inang yang terparasit akan mati dalam satu atau dua hari, kemudian mengeras dan kaku ketika parasitoid di dalamnya telah menetas dari telurnya. Telur yang dihasilkan oleh induk parasitoid diletakkan pada permukaan kulit inang atau dimasukkan langsung ke dalam tubuh inang dengan tusukan ovipositornya. Larva yang keluar dari telur kemudian menghisap cairan tubuh atau memakan jaringan bagian dalam tubuh inang (Kalshoven 1981). Genus Brachymeria mempunyai banyak spesies, dan salah satu di antaranya yang terdapat di Indonesia adalah Brachymeria lasus.

Parasitoid Brachymeria lasus

Taksonomi

Brachymeria lasus Walker (Hymenoptera : Chalcididae) termasuk ke

dalam ordo Hymenoptera, Superfamili Chalcidoidae dan Famili Chalcididae (Joseph et al. 1973)

Morfologi

(50)

panjang dan ruas-ruas berikutnya kecil dan membelok pada satu sudut dengan yang pertama merupakan antena bertipe genikulat (Boror et al. 1996).

Imago B. lasus baik jantan maupun betina mempunyai femur tungkai belakang yang membesar dengan bagian apikal bewarna kuning, dan tibia belakang bewarna krem-kekuningan (Joseph et al. 1973). Erniwati dan Ubaidillah (2011) menyatakan bahwa antena berbentuk siku terdiri dari empat sampai enam ruas (Gambar 1a) dan femur bagian belakang membesar dengan bagian apikal berwana kuning dan tibia belakang berwarna kuning (Gambar 1b).

a b

Gambar 1 Antena B. lasus (a) dan femur tungkai belakang (b) (Sumber: Erniwati dan Ubaidillah 2011)

Serangga dewasa jantan dan betina yang keluar dari inang pada waktu bersamaan dapat segera berkopulasi, tetapi pada beberapa spesies kopulasi terjadi setelah imago keluar dari inang. Di lapangan kopulasi mungkin terjadi lebih dari satu kali (Prabowo 1996). Serangga jantan umumnya muncul sedikit lebih awal daripada serangga betina sehingga kopulasi terjadi segera setelah kemunculan serangga (Pudjianto 1994).

Kisaran Inang

B. lasus dapat memarasit kelompok Lepidoptera, tetapi terkadang juga

(51)

Suputa (2011) menyebutkan bahwa B. lasus merupakan salah satu parasitoid yang ditemukan memarasit serangga Arctornis sp. (Lepidoptera: Lymantriidae). Selain itu, parasitoid B. lasus juga telah diketahui dapat memarasit sekitar 120 spesies serangga lain (Erniwati & Ubaidillah 2011)

(52)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengendalian Hayati, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada bulan Februari 2012 sampai April 2012.

Bahan dan Alat

(53)

[image:53.595.114.493.94.465.2]

Gambar 2 Alat-alat yang digunakan dalam penelitian (a, wadah berbentuk tabung; b, tabung reaksi; c, kotak kayu berdinding kasa; d, mikroskop stereo; e, alat bedah; f, mikroskop berkamera)

Persiapan Penelitian

Pengambilan Inang

Inang yang digunakan dalam penelitian ini adalah pupa E. thrax. Pupa disiapkan dengan cara mengambil larva instar terakhir dari lapangan, kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik untuk dibawa ke laboratorium dan dipelihara dalam kotak kasa di Laboratorium Pengendalian Hayati, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Inang tersebut diperoleh dari daerah sekitar Desa Sawah Baru dan Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemeliharaan dilakukan dengan menggunakan kurungan yang terbuat dari kayu berdinding kain kasa dengan ukuran panjang 50cm, lebar 50cm, dan tinggi 50cm yang telah diberikan daun pisang segar. Daun pisang tersebut diganti sesuai dengan kebutuhan.

a b c

(54)

Pemeliharaan dan Pengembangbiakan Brachymeria lasus

Parasitoid B. lasus diperoleh dari lapangan dengan mengumpulkan pupa penggulung daun pisang yang terparasit pada tanaman inang. Hama penggulung daun yang terparasit dicirikan oleh pupa yang berwarna hitam, mati dan keras. Pupa penggulung daun pisang tersebut dimasukkan ke dalam kantong plastik untuk dibawa dan dipelihara di laboratorium. E. thrax yang terparasit dipelihara dalam wadah plastik yang berukuran tinggi 30cm, diameter 13cm yang ditutup dengan kain kasa. Wadah plastik tersebut disimpan di laboratorium sampai imago parasitoid muncul. Imago parasitoid yang muncul diidentifikasi untuk diketahui jenis kelaminnya, kemudian dipelihara secara berpasangan di dalam wadah plastik yang lain yang ditutup dengan kain kasa dan diberi madu sebagai makanannya. Madu tersebut sebelumnya dilarutkan dengan air hingga 40%. Larutan madu diberikan dengan menggunakan jarum. Larutan madu ditambahkan atau diganti setiap hari sesuai kebutuhan.

Pengembangbiakan parasitoid dilakukan dengan cara memasukkan parasitoid betina yang telah kawin ke dalam tabung reaksi berukuran panjang 20cm dan diameter 3cm yang telah berisi pupa sehat E. thrax berumur 1 hari, kemudian ditutup dengan tisu dan diikat menggunakan karet gelang. Parasitoid dan inangnya dibiarkan selama kurang lebih 24 jam agar parasitoid meletakkan telur. Setelah 24 jam, pupa inang yang terparasit diambil dan diganti dengan inang yang sehat. Pupa E. thrax yang terparasit kemudian dipelihara sampai imago parasitoid muncul.

Metode Penelitian Morfologi

Morfologi B. lasus diamati dengan cara melakukan pembedahan pada pupa E. thrax yang terparasit dengan jarum halus bertangkai di bawah mikroskop stereo. Ciri-ciri morfologi telur, larva, pupa dan imago parasitoid diamati serta diduga lama stadia masing-masing tingkat perkembangannya. Pembedahan E. thrax yang terparasit dilakukan secara berseri. Pembedahan dilakukan pada hari

(55)

Parasitoid yang ditemukan diamati ciri-ciri morfologi dari masing-masing tingkat perkembangan parasitoid, dan kemudian diukur. Sebelum melakukan pengukuran, terlebih dahulu stadia parasitoid yang ditemukan saat pembedahan didokumentasikan menggunakan mikroskop berkamera dengan perbesaran yang sama, untuk mempermudah pengukuran. Pengukuran menggunakan program TPS DIG. Program ini digunakan untuk mengukur serangga menggunakan skala pada gambar yang kemudian dihitung menggunakan Microsoft Excel, untuk telur diukur panjang dan lebarnya dengan perbesaran 11x10, larva dan pupa diukur panjang tubuh dan lebar kepalanya dengan perbesaran 2x,10 dan untuk imago diukur panjang tubuh, dan lebar kepalanya dengan perbesaran 1,8x10.

Gejala Inang

Gejala yang timbul pada inang terparasit diamati setiap hari dengan memperhatikan perubahan warna tubuh inang, perbedaan struktur tubuh inang yang mulai mengeras setiap harinya, dan gejala lain yang ditimbulkan parasitoid terhadap inang dari hari pertama terparasit hingga imago parasitoid muncul.

Siklus Hidup Parasitoid

Siklus hidup adalah periode sejak peletakan telur sampai keluarnya imago dan kembali meletakkan telur. Pengamatan siklus hidup B. lasus dilakukan dengan cara mengamati imago yang memarasit inang E. thrax, kemudian inang yang terparasit diamati setiap harinya hingga imago B. lasus muncul agar diketahui berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk perkembangan parasitoid pada inangnya. Setelah parasitoid muncul dipelihara lebih lanjut untuk diparasitkan kembali pada inang sehat yang telah disediakan. Pemeliharan parasitoid dilakukan di dalam wadah plastik berukuran tinggi 30cm, diameter 13cm yang ditutup dengan kain kasa dan diberi madu 40% sebagai makanannya.

Perilaku Parasitoid

(56)
(57)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus

Telur

[image:57.595.100.503.37.821.2]

Telur parasitoid B. lasus berbentuk agak lonjong dan melengkung seperti bulan sabit dengan ujung-ujung yang tumpul, transparan dan berwarna kuning kehijau-hijauan di bagian tengahnya (Gambar 3). Menurut Clausen (1940), telur dengan ciri-ciri tersebut merupakan telur tipe hymenopteriform. Telur tersebut diperoleh dari hasil pembedahan alat reproduksi imago parasitoid betina yang baru saja kopulasi. Pembedahan dilakukan pada alat reproduksinya karena pembedahan pada inang yang terparasit sangat sulit dilakukan, karena telur telah bercampur dengan jaringan lemak inangnya. Telur B. lasus mempunyai panjang 0,86 mm dan lebar 0,19 mm. Pengukuran telur menggunakan program TPS DIG dengan perbesaran 11x10. Produksi telur berkisar sekitar 75 butir tergantung pada ketersediaan inang dan makanan bagi imago (Kalshoven 1981).

Gambar 3 Telur parasitoid B. lasus

Tipe produksi telur sebagian besar Hymenoptera adalah synovigenic sehingga ketersediaan makanan menjadi sangat penting bagi imago. Jika imago betina tidak menemukan makanan yang mengandung nutrisi yang dibutuhkan, atau imago tidak menemukan inang yang sesuai maka telur masak tidak akan diletakkan tetapi diserap kembali (ovisorption) (Prabowo 1996).

Reproduksi serangga parasit dari ordo Hymenoptera dapat terjadi secara partenogenetik dan dapat dikelompokkan menjadi tiga tipe yaitu thelyotoky,

(58)

deuterotoky dan arrhenotoky. Arrhenotoky merupakan tipe reproduksi yang paling

umum pada Hymenoptera, telur dapat berkembang baik secara partenogenetik maupun melalui pembuahan. Telur yang dibuahi menjadi diploid dan akan berkembang menjadi individu individu betina. Telur yang tidak dibuahi tetap haploid dan akan berkembang menjadi individu individu jantan (Pudjianto 1994).

Larva

Tubuh larva parasitoid B. lasus berwarna bening kekuningan. Larva parasitoid pada pembedahan hari ke-3 dan ke-4 setelah inang terparasit ruas-ruas tubuhnya belum tampak, berwarna kuning pucat dan kecil. Larva pada pembedahan hari ke-5 dan ke-6 berwarna kuning dengan panjang tubuh 5,55 mm dan lebar kepala 0,97 mm (lampiran tabel 1), dan ruas-ruas tubuhnya mulai tampak. Pengukuran ini menggunakan program TPS DIG dengan perbesaran 2x10.

Ruas-ruas tubuh larva pada pembedahan hari ke-4 (Gambar 4a) dan ke-5 (Gambar 4b) masih belum jelas. Ruas-ruas tubuh larva semakin jelas pada pembedahan hari ke-7 (Gambar 4c) dan ke-8 (Gambar 4d). Tubuh larva terdiri dari 12 ruas, tidak bertungkai dengan kapsul kepala berkembang jelas pada pembedahan hari ke-7. Berdasarkan ciri-ciri tersebut, tipe larva B. lasus dapat digolongkan kedalam tipe hymenopteriform. Menurut Clausen (1940), larva tipe hymenopteriform terdiri dari 12 atau 13 ruas dan tidak mempunyai sistem trakea

yang terbuka. Larva hidup bebas dalam rongga tubuh inangnya.

Gambar 4 Larva parasitoid B. lasus ( a, hari ke-4; b, ke- 5; c, ke-7; d, hari ke-8)

2 mm 2 mm

2 mm 2 mm

a

b

c

d

(59)

Pupa ,05

Pupa B. lasus memiliki ukuran panjang tubuh 6,88 mm, dan lebar kepala 2,22 mm (lampiran tabel 2). Pengukuran pupa dilakukan pada 20 pupa berumur sebelas hari setelah pemarasitan. Pengukuran menggunakan program TPS DIG dengan perbesaran 2x10. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pupa umumnya dijumpai pada pembedahan hari ke-9 dan hari ke-10 setelah inang terparasit. Pada awalnya, pupa berwarna cokelat belum berbentuk dan tertutup kokon, hal tersebut terlihat saat pembedahan hari ke-9 (Gambar 5a). Pada hari ke-10, pupa mulai terbentuk dan terlihat lebih jelas bentuknya, tidak tertutup oleh kokon dan bewarna kuning kecoklatan (Gambar 5b). Pada hari ke-11 pupa mulai berubah warna dengan menimbulkan warna hitam sedikit demi sedikit (Gambar 5c). Berdasarkan hasil pengamatan dengan cara pembedahan warna hitam ini biasanya dimulai dari bagian toraks kemudian bagian abdomen, terakhir pada bagian tungkai dan kepala, hingga pada akhirnya seluruh tubuhnya berwarna hitam pekat. Pupa parasitoid B. lasus bertipe exarate (Gambar 5b). Borror et al. (1996) menyatakan bahwa pupa tipe exarate mempunyai ciri yaitu embelan-embelan bebas dan tidak melekat pada tubuh. Pupa demikian kelihatan sangat pucat. Pupa berada dalam tubuh inang yang telah mengalami pengerasan dan umumnya tidak ditutupi oleh kokon.

Gambar 5 Pupa parasitoid B. lasus (a, hari ke-9; b, 10; c, 11)

Imago

Imago parasitoid, baik jantan maupun betina, umumnya berwarna hitam dengan tanda kuning dengan sayap yang transparan. Kepala dan antena berwarna hitam. Antena imago jantan dan betina memiliki persamaan bentuk dan tidak ada

2 mm 2 mm

2 mm

Gambar

Tabel 1. Ukuran imago parasitoid B. lasus……………………………………….. 16
Gambar 1  Antena dan femur B. lasus………………………………………………
Gambar 2  Alat-alat yang digunakan dalam penelitian (a, wadah berbentuk
Gambar 3  Telur parasitoid B. lasus
+7

Referensi

Dokumen terkait

meletakkan telurnya pada saat hari yang sama setelah imago betina keluar

[r]

virgata pada respon penemuan inang, penyelidikan ovipositor, inang terparasit dan jumlah telur/larva yang ditemukan di dalam tubuh kutu putih dari satu imago

Hasil menunjukkan bahwa di kebun plasma nutfah pisang Yogyakarta terdapat 5 jenis Hymenoptera parasitoid yang memarasit stadia pradewasa dari E.. Dari ke-lima parasitoid

Berdasarkan sampel telur hama penggulung daun pisang yang diambil dari lapangan dan dipelihara di laboratorium dapat diketahui bahwa mortalitas stadia telur diseb abkan

Adapun judul dari Usulan Penelitian ini adalah “Inventarisasi Parasitoid Larva Hama Penggulung Daun Pisang (Erionota Thrax L.) Di Desa Sampali Kecamatan Percut Sei

Berdasarkan sampel telur hama penggulung daun pisang yang diambil dari lapangan dan dipelihara di laboratorium dapat diketahui bahwa mortalitas stadia telur diseb abkan

Macrocentrus homonae bersifat endoparasit, sejak telur diletakkan dalam tubuh inang hingga periode larva instar terakhir, parasitoid akan berada di dalam tubuh inang (Damiri,2015)