• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keadaan Umum Penelitian

Kondisi pisang yang disimpan dalam suhu ruang, tanpa pembungkus dan tanpa perlakuan penghambat pematangan (cek) mencapai kuning penuh pada hari ke-5 dan dihari ke-15 telah mencapai indeks warna kulit kuning dengan bercak coklat diseluruh permukaan (indeks skala 8) serta mengalami kerusakan fisik yaitu pengriputan. Diakhir penyimpanan, susut Bobot mencapai nilai 42%, padatan terlarut total 26,45ºBrix, asam tertitrasi total 17,36, kekerasan 2,03 kg/detik, rasio daging dan kulit adalah 2,35. Keadaan ini menyebabkan pisang cek tidak layak untuk dikonsumsi

Gejala penyakit pasca panen berupa bercak-bercak coklat dan berair mulai muncul dari bagian pangkal pisang pada hari ketiga dan mulai menyebar pada hari ke-5 penyimpanan di hampir semua perlakuan pisang kecuali perlakuan CaCl2

yang hanya menampakkan gejala serangan yang terdapat di pangkal pisang.

Kemungkinan hal ini disebabkan kalsium yang diberikan mampu memperkuat dinding sel sehingga pisang lebih tahan serangan cendawan. Pencelupan pisang selama 120 detik kedalam larutan Clorox 10% (v/v) ternyata tidak efektif dalam mencegah penyebaran cendawan. Selain itu, penyimpanan yang dilakukan pada suhu kamar (27-28ºC) dengan kelembaban 70-80%, menurut Juniarti (1999), penyimpanan yang dilakukan dengan kondisi suhu udara tidak stabil dan kelembaban udara rendah menyebabkan buah lebih peka terhadap serangan penyakit pasca panen.

Pengamatan awal penyimpanan dilakukan untuk mengetahui kondisi buah sebelum dilakukannya penyimpanan. Bobot awal buah pisang berkisar antara 880-1300 gr/setengah sisir (6 jari), warna dengan indeks skala 2 (hijau), nilai kekerasan 5 kg/detik, padatan terlarut total 16,07 ºBrix, asam tertitrasi total 1,84 mg/100 g, rasio daging dan kulit 0,95. Sidik ragam perlakuan bahan penghambat pematangan dilakukan pada hari ke-3, 6, 9, 12 dan 15 penyimpanan serta pada hari ke-6, 9, 12 dan 15 untuk uji hedonik.

Secara umum, perlakuan penyimpanan tidak memberikan pengaruh yang nyata selama penyimpanan terhadap parameter kualitas yang diamati (Tabel 2). Perlakuan penghambat pematangan memberikan pengaruh yang nyata pada hari

ke-9 dan 12 terhadap indeks skala warna dan asam tertitrasi total. Serta berpengaruh nyata hanya pada hari ke-9 penyimpanan untuk parameter kekerasan dan padatan terlarut total. Pengujian organoleptik dilakukan untuk mengetahui kesukaan konsumen terhadap sebuah produk. Sidik ragam respon 10 orang panelis menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang nyata dihampir semua penyimpan kecuali pada hari ke-6 untuk parameter warna kulit, warna daging, tekstur daging, aroma daging dan tingkat kesukaan secara umum. Data yang ditampilkan pada grafik untuk setiap parameter pengamatan memperlihatkan nilai yang berfluktuasi hingga akhir penyimpanan. Diduga hal ini dikarenakan pisang yang dijadikan sampel berasal dari klon dan umur yang berbeda.

Tabel 2. Rekapitulasi Sidik Ragam Perlakuan Bahan Penyerap Etilen KMnO4, Ethylene Block, CaCl2 dan CaO dan Uji Organoleptik pada Pisang Raja Bulu.

Hari Setelah Perlakuan

Parameter 3 6 9 12 15

Indeks warna tn tn * * tn

Organoleptik Warna Kulit - tn * * *

Organoleptik Warna Daging - tn * * *

Kekerasan Buah tn tn * tn tn

Organoleptik Tekstur Daging - tn * * *

Susut Bobot tn tn tn tn tn

Rasio Daging dan Kulit tn tn tn tn tn

Padatan Terlarut Total tn tn * tn tn

Asam Tertitrasi Total tn tn * * tn

Organoleptik Rasa Buah - * * * *

Organoleptik Aroma Buah - tn * * *

Organoleptik Kesukaan

(Umum) - tn * * *

Keterangan : tn : tidak berbeda nyata uji F taraf 5 % * : berbeda nyata uji F taraf 5% - : tidak dilakukan pengamatan

Perubahan Kondisi Visual Buah

Warna

Warna merupakan sifat penting yang terdapat pada buah-buahan termasuk buah pisang, umumnya warna dijadikan kriteria utama oleh konsumen dalam menilai matang-mentah atau bagus-tidaknya buah-buahan. Pisang merupakan buah klimaterik yang akan memperlihatkan kehilangan warna hijau yang cepat saat pematangan. Klorofil pada buah akan terdegradasi selama masa penyimpanan normal, terjadi perubahan warna dari hijau saat mentah menjadi kuning merata ketika matang.

Perlakuan penghambat pematangan berpengaruh nyata terhadap perubahan kulit pada hari pengamatan ke-9 dan 12. Grafik 1 memperlihatkan hingga akhir penyimpanan perlakuan penyerap etilen KMnO4 dan Ethylene Block serta perlakuan kalsium CaO lebih efektif dalam mempertahankan perubahan warna kulit dibandingkan perlakuan kontrol dan CaCl2 yang mendekati kuning.

Indeks Skala Warna

0 1 2 3 4 5 6 7 8 0 3 6 9 12 15

Hari Setelah Perlakuan

Sk

al

a

KMnO4 Ethylene Block CaCl2

CaO Kontrol Cek

Grafik 1. Perubahan indeks skala warna pisang Raja Bulu selama penyimpanan.

Rendahnya indeks warna akibat perlakuan penghambat pematangan sangat bermanfaat untuk memperpanjang umur simpan pisang Raja saat akan dipasarkan. Pisang cek mengalami peningkatan indeks skala warna selama 15 hari penyimpanan, diakhir penyimpanan mengalami overripe dengan kondisi kulit penuh bercak coklat.

Uji hedonik warna kulit buah pada Grafik 2 terlihat bahwa perlakuan penghambat pematangan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada hari ke-6 dan berada pada nilai 2,22-2,6 (hijau-hijau kekuningan) namun berbeda nyata pada penyimpanan hari-hari berikutnya. Penilaian panelis selama dilakukan uji mutu hedonik terhadap skor warna kulit pada hari ke-9 dan 12 selama hari penyimpanan sebesar 2,25-3,71 (hijau-kuning). Sedangkan pada hari ke-15, perlakuan KMnO4 menunjukkan perbedaan dibandingkan perlakuan lainnya dengan tetap mempertahankan kisaran warna hijau kekuningan.

Organoleptik Warna Kulit

0 1 2 3 4 6 9 12 15

Hari Setelah Perlakuan

Skala

KMnO4 Ethylene Block CaCl2 CaO Kontrol

Grafik 2. Uji organoleptik warna kulit pisang Raja Bulu selama penyimpanan

Grafik 3 menunjukkan bahwa penilaian yang diberikan oleh panelis, terhadap uji warna daging buah tidak berbeda nyata hanya pada hari ke-6 dengan kisaran 2,31-2,85 (kuning biasa-kuning cerah). Pilihan panelis pada hari ke-9 dan 12 berada pada kisaran nilai 2,19-3,25 (kuning cerah-kuning kemerahan).

Penilaian visual yang diberikan panelis diakhir pengamatan menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan antar perlakuan Ethylene Block dan CaCl2 yang berada pada range warna yang sama yakni kuning cerah-kuning kemerahan. Pada perlakuan CaO dan kontrol meskipun berbeda secara statistik namun kisaran warna tidak menunjukkan perbedaan yaitu kuning biasa-kuning cerah. Perlakuan penyerap etilen KMnO4 dapat mempertahankan warna daging buah pada nilai 1,91 (kuning pucat-kuning biasa).

Organoleptik Warna Daging Buah 0 1 2 3 4 6 9 12 15

Hari Setelah Perlakuan

S

kal

a

KMnO4 Ethylene Block CaCl2 CaO Kontrol

Grafik 3. Uji organoleptik warna daging buah pisang Raja Bulu selama penyimpanan

Kekerasan Buah

Perlakuan penghambat pematangan memberikan pengaruh nyata hanya pada hari ke-9 penyimpanan (Grafik 4). Pada dasarnya perlakuan penghambat pematangan tidak dapat menghambat penurunan kekerasan buah, meskipun demikian perlakuan KMnO4 mampu menghambat kelunakan lebih baik dibandingkan perlakuan Ethylene Block dan perlakuan pemberian kalsium yang ditunjukkan dengan besarnya nilai kekerasan buah diakhir penyimpanan. Etilen yang diserap KMnO4 berakibat protopektin dalam buah pisang tidak terhidrolisa. Cek dihari ke-15 penyimpanan lebih keras dibandingkan perlakuan kontrol namun dengan kondisi kulit berkeriput.

Menurunnya nilai kekerasan buah menandakan bahwa kulit telah mengalami proses pelunakan. Menurut Muchtadi (1992), kekerasan buah menurun karena hemiselulosa dan protopektin terdegradasi. Protopektin menurun jumlahnya karena berubah menjadi pektin yang bersifat larut dalam air. Perlakuan Ethylene Block, CaCl2 dan CaO memperlihatkan hasil akhir yang seragam, meskipun memiliki kecenderungan setiap harinya semakin melunak namun CaO setelah hari ke-12 justru mengalami peningkatan kekerasan. Tucker (1993) menjelaskan pelunakan buah selama penyimpanan merupakan penentu kualitas utama yang sering menentukan umur simpan produk. Peningkatan kekerasan

diduga sebagai akibat dari berkurangnya air karena transpirasi selama penyimpanan sehingga kulit menjadi keras

Kekerasan Buah 0 1 2 3 4 5 0 3 6 9 12 15

Hari Setelah Perlakuan

Kg

/d

et

ik

KMnO4 Ethylene Block CaCl2 CaO Kontrol Cek

Grafik 4. Perubahan kekerasan buah pisang Raja Bulu selama penyimpanan

Hasil yang diperlihatkan pada Grafik 5 terhadap nilai tekstur menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada penyimpanan hari ke-9, 12 dan 15. Penurunan nilai tekstur mulai terlihat pada hari ke-12 dengan range 3,41-1,47 (agak lunak-sangat lunak). Pada hari ke-15, meskipun antar perlakuan Ethylene Block, CaO dan kontrol berbeda nyata namun nilai yang ditampilkan tidak memiliki selang yang besar yakni 1,03-1,85 (sangat lunak).

Organoleptik Tekstur Daging Buah

0 1 2 3 4 6 9 12 15

Hari Setelah Perlakuan

Te

ks

tu

r

KMnO4 Ethylene Block CaCl2 CaO Kontrol

Perubahan Mutu

Susut Bobot

Susut bobot merupakan salah satu indikasi penilaian terhadap kesegaran dan mutu buah. Seiring dengan makin lamanya waktu penyimpanan, susut bobot akan mengalami peningkatan. Tetap berlangsungnya proses respirasi pada buah selama waktu penyimpanan menurut Kader (1992) akan mengubah gula (C6H12O6) menjadi karbondioksida (CO2) dan air (H2O) kemudian mengalami penguapan (transpirasi) sehingga susut bobot pun meningkat. Peningkatan susut bobot diupayakan dapat ditekan dengan menggunakan beberapa bahan pengemas, bahan penyerap etilen dan atau kemasan plastik.

Susut Bobot 0 2 4 6 8 10 3 6 9 12 15

Hari Setelah Perlakuan

%

KMnO4 Ethylene Block CaCl2 CaO Kontrol

Grafik 6. Perubahan susut bobot pisang Raja Bulu selama penyimpanan

Grafik 6 menunjukkan terjadi peningkatan susut bobot buah selama masa penyimpanan 15 hari. Perlakuan penghambat pematangan tidak berpengaruh terhadap peningkatan susut bobot buah pisang Raja Bulu. Perlakuan penyerap etilen KMnO4 dan Ethylene Block serta pemberian kalsium tidak mampu menekan perubahan susut bobot pisang Raja Bulu selama masa penyimpanan. Buah pisang yang dikemas dengan plastik dan tanpa perlakuan bahan penghambat pematangan (kontrol) ternyata lebih mampu menghambat perubahan susut bobot. Susut bobot pisang cek diakhir penyimpanan menunjukkan persentase tertinggi sebesar 42%.

Rasio Daging dan Kulit Buah

Grafik 7 menunjukkan, perlakuan bahan penghambat pematangan memberikan hasil yang tidak berbeda nyata dalam menghambat nilai rasio daging dan kulit buah. Pisang dengan perlakuan Ethylene Block, CaCl2, CaO dan kontrol mengalami peningkatan rasio daging/kulit selama penyimpanan dibandingkan perlakuan KMnO4 yang memiliki nilai rasio lebih kecil.

Simmonds (1966) menyatakan peningkatan rasio daging/kulit disebabkan air berpindah dari kulit ke daging buah. Rendahnya nilai rasio daging/kulit buah pada perlakuan KMnO4 juga dipengaruhi oleh penggunaan plastik sebagai kemasan yang ternyata cukup efektif untuk menghambat kehilangan air.

Rasio Daging dan Kulit

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 0 3 6 9 12 15

Hari Setelah Perlakuan

Ras

io

KMnO4 Ethylene Block CaCl2 CaO Kontrol Cek

Grafik 7. Perubahan rasio daging/kulit pisang Raja Bulu selama penyimpanan

Padatan Terlarut Total

Perlakuan penghambat pematangan memberikan pengaruh yang nyata terhadap padatan terlarut total hanya pada hari ke-9 (Grafik 8). Umumnya, padatan terlarut total (PTT) buah pisang akan mengalami peningkatan seiring dengan penyimpanan dan kemudian akan mengalami penurunan.

Pisang dengan perlakuan Ethylene Block mengalami peningkatan PTT pada hari ke-6 dan menurun tajam pada hari kesembilan begitupula halnya dengan perlakuan KMnO4 dan CaO menurun dihari ke-12 setelah hari kesembilan mengalami peningkatan ºBrix. Pada hari ke-15, penggunaan KMnO4 dan Ethylene

Block lebih baik dalam menghambat degradasi pati menjadi gula sehingga dapat mempertahankan PTT pisang Raja Bulu tetap rendah dibandingkan perlakuan pemberian kalsium dan kontrol. Padatan terlarut total cek pada hari ke-15 menunjukkan nilai tertinggi, hal ini disebabkan enzim amilase tidak mengalami hambatan dalam mengubah pati menjadi gula

Padatan Terlarut Total

0 5 10 15 20 25 30 O 3 6 9 12 15

Hari Setelah Perlakuan

Bri

x

KMnO4 Ethylene Block CaCl2 CaO Kontrol Cek

Grafik 8 Perubahan padatan terlarut total pisang Raja Bulu selama penyimpanan

Selama masa penyimpanan baik kondisi normal maupun dengan perlakuan, padatan terlarut total dipastikan akan mengalami peningkatan. Setelah mencapai puncak respirasi, PTT buah pisang akan mengalami penurunan yang ditandai dengan rendahnya derajat Brix karena gula yang dihasilkan dari hidrolisis pati digunakan untuk proses respirasi yang mengubahnya menjadi air dan karbondioksida.

Asam Tertitrasi Total

Perlakuan memberikan pengaruh yang nyata terhadap asam tertitrasi pada hari ke-9 dan 12 (Grafik 9). Umumnya, kandungan asam organik buah menurun selama proses pematangan karena direspirasikan atau diubah menjadi gula. Lebih lanjut, ada pengecualian pada pisang dan nenas, di mana taraf asam yang sangat tinggi diperoleh pada stadia matang penuh (Santoso dan Purwoko, 1995).

Asam Tertitrasi Total 0 5 10 15 20 25 30 35 40 0 3 6 9 12 15

Hari Setelah Perlakuan

m

g/

100g

r

KMnO4 Ethylene Block CaCl2 CaO Kontrol Cek

Grafik 9. Perubahan asam tertitrasi total pisang Raja Bulu selama penyimpanan

Asam tertitrasi total pada buah yang diberi perlakuan peghambat pematangan menunjukkan nilai yang berfluktuasi. Diakhir penyimpanan, pisang dengan perlakuan penyerap etilen KMnO4 dan Ethylene Block memiliki nilai terkecil dibandingkan perlakuan kalsium dan kontrol. Etilen yang diserap mengakibatkan proses respirasi menjadi terhambat yang menyebabkan terhambatnya pematangan. Asam tertitrasi total cek memiliki nilai setara dengan perlakuan CaCl2. Menurut Thompson (1996), walaupun peningkatan rasa manis penting tetapi cita rasa buah secara keseluruhan juga dipengaruhi oleh asam organik. Kesetimbangan rasa manis dan asam penting untuk rasa yang menyenangkan pada buah.

Organoleptik Rasa Daging Buah

0 1 2 3 4 6 9 12 15

Hari Setelah Perlakuan

Ra

sa

KMnO4 Ethylene Block CaCl2 CaO Kontrol

Berdasarkan analisis statistik, penilaian rata-rata yang diberikan panelis terhadap rasa daging buah menunjukkan perbedaan yang nyata (Grafik 10). Perlakuan penyerap etilen KMnO4 dan Ethylene Block berada pada range 1,03-1,6 (sangat sepat sampai sepat), rata-rata nilai perlakuan CaO dan kontrol sebesar 2,17-2,68 (sepat sampai agak manis). Panelis merespon perlakuan CaCl2 dengan memberikan skor 3,79 (agak manis sampai manis).

Perlakuan memberikan hasil yang berbeda nyata selama dilakukannya pengujian terhadap aroma daging buah (Grafik 11). Secara statistik perlakuan penyerap etilen KMnO4 dan Ethylene Block serta perlakuan CaO dan kontrol menunjukkan perbedaan nyata, namun selang yang kecil menjadikan perubahan tidak menonjol dengan range nilai 1,06-1,88 (sangat tidak harum sampai tidak harum) dan 2,14-2,61 (tidak harum sampai agak harum). Sedangkan skor CaCl2

memiliki nilai tertinggi yakni sebesar 3,54 (agak harum sampai harum). Organoleptik Aroma Daging Buah

0 1 2 3 4 6 9 12 15

Hari Setelah Perlakuan

Ar

om

a

KMnO4 Ethylene Block CaCl2 CaO Kontrol

Grafik 11. Uji organoleptik aroma buah pisang Raja Bulu selama penyimpan

Organoleptik Kesukaan (Umum)

Grafik 12 memperlihatkan hasil yang tidak berbeda nyata hanya pada penyimpanan hari ke-6. Batas penerimaan panelis terhadap perlakuan KMnO4, Ethylene Block dan kontrol hanya sampai hari ke-9 dan mengalami penurunan nilai kesukaan pada pengujian berikutnya.

Organoleptik Tingkat Kesukaan 0 1 2 3 4 6 9 12 15

Hari Setelah Perlakuan

K

es

ukaan

KMnO4 Ethylene Block CaCl2 CaO Kontrol

Grafik 12. Uji organoleptik tingkat kesukaan pisang Raja Bulu selama penyimpanan

Sedangkan perlakuan CaO, panelis masih dapat menerima kondisi buah hingga hari ke-12. Uji hedonik keseluruhan untuk perlakuan penghambat pematangan pada pisang Raja Bulu yang masih disukai panelis sampai hari ke-15 penyimpanan adalah perlakuan CaCl2 berturut-turut adalah perlakuan KMnO4, Ethylene Block, CaO dan kontrol.

Dokumen terkait