• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat Serangan Liriomyza spp.

Tanaman bawang daun yang digunakan pada penelitian ini adalah varitetas RP. Varietas tersebut menghasilkan 2.08 anakan per tanaman. Rustam et al.

(2009) melaporkan, pada varietas RP tanaman bawang daun yang ditanam satu batang per rumpun menghasilkan 2.44 anakan per rumpun. Jumlah korokan dalam satu daun berkisar 1-52 korokan. Setiap satu larva menghasilkan satu korokan larva. Perkembangan jumlah korokan berkaitan dengan jumlah larva. Semakin banyak jumlah larva yang menginfestasi daun, maka semakin banyak jumlah korokan yang terbentuk. Bagian daun yang diserang oleh lalat pengorok daun tersebut mulai daun muda sampai daun tua, namun tingkat serangan yang paling tinggi terjadi pada daun yang sudah tua. Hal ini disebabkan telur atau larva pada daun muda (daun yang masih berkembang) akan dikeluarkan oleh daun. Telur atau larva yang dikeluarkan akan mengalami kematian karena adanya paparan kondisi cuaca dan pemangsaan oleh predator (Cisneros dan Mujjica 1999).

Tingkat serangan Liriomyza spp. dihitung berdasarkan perbandingan antara tanaman yang terserang dengan total tanaman contoh yang diamati pada setiap plot perlakuan. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa infestasi lalat pengorok daun cukup tinggi, berkisar 63% - 95% (Tabel 2). Tingkat serangan lalat pengorok daun pada bawang daun dapat mencapai 90% (Rustam et al. 2008). Hasil analisis ragam menyatakan tingkat serangan tidak dipengaruhi oleh perlakuan maupun terhadap umur tanaman (Lampiran 1).

Tabel 2 Tingkat serangan Liriomyza spp. pada petak bawang daun monokultur, disemprot dengan ekstrak daun wortel, dan tumpangsari dengan wortel

Perlakuan1)

Tingkat Serangan Liriomyza spp. (%) pada Setiap Pengamatan (mst) 2)

3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

P1 63 83 87 85 79 74 77 82 76 78

P2 67 90 88 85 78 81 85 85 80 84

P3 77 82 93 95 88 89 86 80 77 70

1) P1= bawang daun yang ditanam secara monokultur, P2= bawang daun yang disemprot dengan ekstrak daun wortel, P3= bawang daun yang ditumpangsari dengan wortel

2) Angka selajur tidak berbeda nyata berdasarkan analisis ragam pada taraf 5%

Tingkat Kerusakan Tanaman

Serangan lalat pengorok daun pada tanaman menyebabkan gejala bintik-bintik putih dan korokan pada daun. Gejala bintik-bintik-bintik-bintik putih merupakan bekas tusukan ovipositor imago betina lalat pengorok daun untuk mendapatkan cairan tanaman sebagai makanan (hostfeeding) dan untuk peletakan telur, sedangkan gejala korokan merupakan aktivitas makan larva di dalam jaringan daun (Gambar 2). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tingkat kerusakan tertinggi terjadi pada P3 ketika tanaman berumur 6 mst sebesar 23% (Gambar 3) yang artinya tanaman

8

bawang mengalami tingkat kerusakan sedang. Kerusakan terjadi hanya terbatas pada daun bagian bawah dan tengah tanaman. Meskipun tingkat kerusakan tergolong sedang tetapi tingkat kerusakan tersebut dapat menurunkan nilai jual dari tanaman bawang daun karena daun merupakan bagian utama yang dipanen. Petani akan memilah tanaman yang terserang dan dipisahkan dari tanaman yang tidak terserang lalat pengorok daun. Pasar tradisional masih memberikan toleransi terhadap gejala korokan pada daun, namun untuk pasar supermarket kerusakan pada tanaman harus nol sehingga pemilahan pada bawang daun akan mengurangi kuantitas produksi tanaman (Rustam et al. 2009).

Gambar 2 Gejala kerusakan yang disebabkan oleh Liriomyza spp. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan antara tanaman bawang daun yang ditanam monokultur (P1), perlakuan yang disemprot ekstrak daun wortel (P2), dan bawang daun yang ditanam secara tumpangsari dengan wortel (P3) tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kerusakan yang disebabkan oleh

Liriomyza spp. (Lampiran 2). Kerusakan tanaman yang paling tinggi terjadi pada

perlakuan tumpangsari dengan wortel (P3) dibandingkan dengan perlakuan lain. Serangan lalat pengorok daun pada P3 tinggi pada awal-awal pengamatan yaitu, ketika tanaman bawang daun berumur 5 dan 6 mst (Gambar 3), karena tanaman wortel masih kecil sehingga pengaruhnya sebagai tanaman tumpangsari belum terlihat. Ketika tanaman berumur 7-12 mst tanaman wortel sudah mulai rimbun sehingga mungkin dapat menarik kedatangan parasitoid untuk menekan serangan

Liriomyza spp. dan mengakibatkan tingkat kerusakan bawang daun oleh pengorok

daun menurun. Selain itu, menurunnya tingkat kerusakan pada plot P3 disebabkan pertumbuhan tanaman pada bawang daun. Bawang daun akan menggugurkan daun yang sudah tua, sehingga gejala korokan yang terdapat pada bawang daun berkurang akibat pengguguran daun tersebut. Liriomyza spp. sangat menyukai bagian daun yang sudah tua dibandingkan bagian daun yang masih muda.

Tanaman wortel yang digunakan sebagai tanaman tumpangsari, sebaiknya ditanam lebih awal dibandingkan tanaman utama agar terlihat pengaruh dari tanaman tumpangsari tersebut. Suatu agroeksistem dengan keragaman tanaman yang tinggi akan mempunyai peluang adanya interaksi antar spesies yang tinggi sehingga menciptakan agroekosistem yang stabil dan akan berakibat pada

9 stabilitas produktivitas lahan dan rendahnya fluktuasi populasi spesies-spesies yang tidak diinginkan (Nurindah 2012).

Pada plot-plot yang disemprot dengan ekstrak daun wortel, tingkat serangan lalat pengorok daun cenderung stabil per minggunya sedangkan, pada tanaman bawang daun yang ditanam secara monokultur serangan Liriomyza spp. lebih fluktuatif (Gambar 3). Hal ini menunjukkan bahwa penanaman secara monokultur dapat membuat populasi hama semakin melonjak tinggi dalam periode pendek. Hal tersebut dikarenakan makanan tersedia secara berkesinambungan, sedangkan pada lahan tumpangsari rata-rata populasi hama jauh lebih rendah dibandingkan pada lahan organik monokultur (Wahyuni 2006).

Gambar 3 Tingkat kerusakan akibat serangan Liriomyza spp. pada petak bawang daun monokultur (P1), disemprot dengan ekstrak daun wortel (P2), dan tumpangsari dengan wortel (P3)

Berdasarkan hasil perolehan bobot bawang daun pada tiga perlakuan menunjukkan bahwa bobot bawang daun tertinggi dihasilkan oleh perlakuan P2 dibandingkan perlakuan yang lain. Tingginya bobot tanaman pada P2 berhubungan dengan jumlah anakan bawang daun yang lebih banyak dihasilkan dibandingkan pada perlakuan yang lain (Tabel 3), sedangkan bobot tanaman terendah dihasilkan pada perlakuan P3. Namun demikian, jumlah anakan dan bobot tanaman bawang daun pada ketiga perlakuan secara statistik tidak berbeda nyata (Lampiran 3 dan Lampiran 4). Rendahnya bobot tanaman pada P3 dikarenakan adanya pengaruh tanaman tumpangsari yaitu tanaman wortel. Umbi pada wortel tersebut menghambat pertumbuhan bawang daun karena perakaran bawang daun terhimpit oleh umbi dari wortel tersebut sehingga unsur hara yang diperoleh bawang daun pun berkurang. Berdasarkan hasil pengamatan terlihat bahwa pada perlakuan P3 anakan bawang daun terlihat lebih kecil dan jumlahnya lebih sedikit, hal tersebut dikarenakan adanya persaingan untuk memperoleh nutrisi antara bawang daun dan wortel.

10,0 12,0 14,0 16,0 18,0 20,0 22,0 24,0 5 6 7 8 9 10 11 12 T ing kat Ker us akan T anaman (%) Umur Tanaman (mst) P1 P2 P3

10

Tabel 3 Bobot bawang daun yang diperoleh pada petak bawang daun monokultur, disemprot dengan ekstrak daun wortel, dan tumpangsari dengan wortel

Perlakuan1

Jumlah anakan per

rumpun2 Bobot tanaman ± sd2,3 (kg/15 rumpun)

P1 7,95 1.425 ± 0.58

P2 9,10 1.983 ± 0.49

P3 7,69 1.183 ± 0.36

1) P1= bawang daun yang ditanam secara monokultur, P2= bawang daun yang disemprot dengan ekstrak daun wortel, P3= bawang daun yang ditumpangsari dengan wortel

2) Angka selajur tidak berbeda nyata berdasarkan analisis ragam pada taraf 5% 3) Sd= simpangan baku

Kelimpahan Imago Liriomyza spp.

Analisis ragam menunjukkan bahwa banyaknya lalat pengorok daun yang tertangkap perangkap kuning dan jumlah lalat pengorok daun yang muncul dari tanaman contoh pada ketiga perlakuan (P1, P2, dan P3) tidak berbeda nyata (Lampiran 5 dan Lampiran 6). Imago Liriomyza spp. yang muncul dari daun contoh dan imago yang terperangkap perangkap kuning sudah ditemukan saat tanaman berumur 2 mst, artinya imago sudah ada di lapangan pada awal pertanaman. Populasi imago Liriomyza spp. yang terperangkap perangkap kuning pada minggu ke 2-4, sebanyak tujuh kali lebih tinggi dibandingkan pada saat tanaman berumur 5-10 mst (Gambar 4). Banyaknya jumlah imago lalat pengorok daun yang tertangkap perangkap kuning pada awal tanam, disebabkan lalat yang terperangkap tersebut dapat berasal dari pertanaman sekitarnya yang sebagian besar ditanami bawang daun. Tanaman sekitar sangat mempengaruhi perpindahan lalat pengorok daun tersebut. Hasil penelitian yang dilakukan Rustam et al. (2009) melaporkan hal yang sama yaitu lalat yang terperangkap oleh perangkap kuning dapat berasal dari petak sekelilingnya, bukan dari petak perlakuan saja. Hal ini menunjukkan bahwa lalat pengorok daun langsung menyerang pertanaman bawang daun setelah bibit bawang daun ditanam pada lahan percobaan karena keberadaan lalat pengorok daun yang berlimpah di pertanaman sekitar.

Puncak kedatangan imago di petak percobaan pada minggu 2, 3, dan 4 (Gambar 4) mengakibatkan puncak jumlah lalat pengorok daun yang muncul dari daun contoh pada tiga minggu selanjutnya yaitu pada saat tanaman berumur 5, 6, dan 7 mst (Gambar 5). Perbedaan waktu tiga minggu ini merupakan akibat siklus hidup dari lalat tersebut selama kurang lebih tiga minggu yaitu 23,86 hari (Setiawati 1998).

11

Gambar 4 Rataan banyaknya Liriomyza spp. yang tertangkap perangkap kuning

Gambar 5 Populasi Liriomyza spp. yang muncul dari daun contoh pada petak bawang daun monokultur (P1), disemprot dengan ekstrak daun wortel (P2), dan tumpangsari dengan wortel (P3)

Puncak populasi imago Liriomyza spp. yang muncul dari daun contoh terjadi saat tanaman berumur 5 mst pada perlakuan P1 dan P2, sedangkan pada P3 puncak populasi Liriomyza spp. terjadi pada 5 mst dan 6 mst (Gambar 5). Puncak populasi pada minggu ke-5 menyebabkan tingginya tingkat kerusakan tanaman bawang daun pada minggu tersebut dibandingkan minggu-minggu lainnya (Gambar 3). Hal tersebut menunjukkan bahwa kerusakan pada tanaman dipengaruhi oleh kelimpahan hama pada tanaman tersebut. Populasi imago terendah pada setiap perlakuan terjadi pada saat tanaman berumur 8 mst (Gambar 5) dan pada minggu tersebut tingkat parasitisasi mencapai puncaknya dengan nilai P1 sebesar 46%, P2 sebesar 75%, dan P3 sebesar 68%. (Gambar 8). Tingginya tingkat parasitisasi tersebut berkaitan dengan menurunya jumlah imago

Liriomyza spp. yang muncul dari daun contoh.

0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 P opulasi L iri omy za (I ndivi du/P era ng ka p) Umur Tanaman (mst) p1 p2 p3 0 5 10 15 20 25 30 35 40 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 P opulasi L iri omy za (individu/5 da un) Waktu (mst) p1 p2 p3

12

Identifikasi yang dilakukan pada imago pengorok daun yang muncul dari daun contoh, menemukan dua spesies yang menyerang pertanaman bawang daun. Kedua spesies tersebut adalah L. huidobrensis dan L. chinensis (Gambar 6). Satu helai daun bawang daun dapat diinfestasi oleh kedua spesies tersebut secara bersamaan. L. chinensis bersifat monofag yaitu hanya menyerang satu jenis inangnya yaitu bawang sedangkan L. huidobrensis merupakan hama yang bersifat polifag yang lebih banyak ditemukan pada dataran tinggi dengan ketinggian lebih dari 800 m dpl (Budiarti 2014).

Gambar 6. Spesies Liriomyza spp. yang muncul dari daun contoh (a) L.

huidobrensis dan (b) L. chinensis

Jumlah imago L. huidobrensis yang muncul pada P1 sebanyak 147.3 individu, P2 sebanyak 128.0 individu, dan P3 sebanyak 145.0 individu, jumlah spesies tersebut lebih banyak lima kali lipat dibandingkan dengan spesies L.

chinensis yang muncul pada setiap perlakuan, yaitu P1 sebanyak 33.5 individu, P2

sebanyak 32.8 individu, dan P3 sebanyak 45.0 individu (Tabel 4). Rustam et al.

(2008) melaporkan, spesies L. huidobrensis mendominasi semua daerah, sedangkan L. sativae dan L. chinensis lebih banyak ditemukan pada daerah dengan ketinggian yang lebih rendah. Semakin tinggi ketinggian tempat dari permukaan laut, proporsi populasi L. huidobrensis semakin meningkat.

Tabel 4 Rata-rata jumlah Liriomyza spp. yang muncul dari daun contoh pada petak bawang daun monokultur, disemprot dengan ekstrak daun wortel, dan tumpangsari dengan wortel

Spesies Liriomyza spp. yang muncul

Perlakuan1,2

P1 P2 P3

L. chinensis 33.5 32.8 45.0

L. huidobrensis 147.3 128.0 145.0

Total 180.8 160.8 160.0

1) P1= bawang daun yang ditanam secara monokultur, P2= bawang daun yang disemprot dengan ekstrak daun wortel, P3= bawang daun yang ditumpangsari dengan wortel

2) Angka selajur tidak berbeda nyata berdasarkan analisis ragam pada taraf 5%

Berdasarkan pengamatan terlihat bahwa pada setiap perlakuan jumlah spesies L. huidobrensis lebih banyak ditemukan saat awal tanam, yaitu saat tanaman bawang daun berumur 2-7 mst dan menurun pada minggu-minggu berikutnya, sedangkan jumlah spesies L. chinensis lebih banyak ditemukan pada minggu-minggu terakhir, yaitu pada saat tanaman berumur 8-12 mst (Gambar 7).

13 Menurunnya jumlah L. huidobrensis pada minggu terakhir disebabkan adanya pengaruh dari aktivitas parasitoid yang memarasit L. huidobrensis.

Parasitoid yang dominan memarasit L. huidobrensis adalah H. varicornis

(Supartha 1998). Populasi L. huidobrensis yang berlimpah menyebabkan ketertarikan parasitoid H. varicornis. Tingginya populasi L. huidobrensis pada minggu ke-2 sampai ke-7 (Gambar 7a) mempengaruhi kelimpahan H. varicornis

pada minggu yang sama (Gambar 10a). Susilawati (2002) mengatakan bahwa meningkatnya kelimpahan parasitoid di pertanaman dipengaruhi oleh kelimpahan larva pada daun tanaman inang. Tingginya populasi L. huidobrensis pada minggu awal tersebut menyebabkan populasi L. chinensis rendah (Gambar 7b). Hal ini disebabkan L. chinensis merupakan lalat pengorok daun yang lebih banyak ditemukan pada dataran rendah. L. chinensis telah dapat beradaptasi dengan tanaman bawang daun pada dataran tinggi namun proporsinya masih rendah. Ketika populasi L. huidobrensis mendominasi ekosistem pertanaman bawang daun, maka L. chinensis pun akan tertekan perkembangan populasinya.

Puncak populasi H. varicornis terjadi pada saat tanaman berumur 7 mst (Gambar 10a). Puncak parasitoid tersebut menyebabkan penurunan drastis L.

huidobrensis pada minggu ke-8 yang berdampak pada minggu-minggu

selanjutnya (Gambar 7a). Menurunnya populasi L. huidobrensis pada minggu-minggu terakhir diikuti juga dengan menurunnya populasi H. varicornis, namun ketika populasi L. huidobrensis menurun di minggu-minggu terakhir, justru populasi L. chinensis meningkat. Meningkatnya populasi L. chinensis disebabkan parasitoid H. varicornis kurang tertarik terhadap L. chinensis. Parasitoid yang umumnya memarasit L. chinensis di dataran rendah adalah N. okazakii (Nonci dan Muis 2011). Berdasarkan hasil pengamatan, parasitoid Neochrysocharis sp. pada penelitian ini ditemukan dengan populasi yang rendah, sehingga belum dapat menekan populasi L. chinensis.

Gambar 7 Populasi L. huidobrensis (A) dan L. chinensis (B) yang muncul dari daun contoh pada petak bawang daun monokultur, disemprot dengan ekstrak daun wortel, dan tumpangsari dengan wortel

0 10 20 30 40 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Imdi vidu/ 5 da un p1 p2 p3 0 10 20 30 40 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Indivi du/5 da un Umur Tanaman (mst) B A

14

Kelimpahan Parasitoid Liriomyza spp.pada Pertanaman Bawang Daun

Perbedaan perlakuan antara P1, P2, dan P3 tidak memiliki pengaruh terhadap jumlah populasi parasitoid (Lampiran 7) dan tingkat parasitisasi (Lampiran 8). Tingkat parasitisasi parasitoid pada perlakuan P1 selalu lebih rendah dibandingkan P2 dan P3 pada setiap minggunya (Gambar 8). Tingginya tingkat parasitisasi dan jumlah parasitoid pada P3 menunjukkan bahwa parasitoid lebih menyukai tanaman yang ditanam secara tumpangsari yang menciptakan lingkungan sesuai bagi perkembangan parasitoid tersebut. Tingkat parasitisasi pada perlakuan P2 yang lebih tinggi dari P1, menunjukkan adanya ketertarikan parasitoid pada petak yang disemprot ekstrak daun wortel. Optimalisasi peran parasitoid dapat dilakukan dengan meningkatkan populasinya melalui penambahan keanekaragaman vegetasi atau penyemprotan atraktan (Nurindah 2012). Puncak parasitisasi untuk semua perlakuan terjadi pada saat tanaman berumur 8 mst dengan nilai P1 sebesar 46%, P2 sebesar 75%, dan P3 sebesar 68% (Gambar 8). Tingkat parasitisasi yang tinggi pada minggu ke-8 menyebabkan penurunan tingkat parasitisasi mulai dari minggu ke-9 sampai minggu ke-12. Tingkat parasitisasi terendah terjadi ketika tanaman berumur 5 mst pada setiap perlakuan (Gambar 8) karena pada minggu tersebut terjadi puncak populasi imago

Liriomya spp. yang muncul dari daun contoh (Gambar 4).

Gambar 8 Tingkat parasitisasi parasitoid Liriomyza spp. pada petak bawang daun monokultur (P1), disemprot dengan ekstrak daun wortel (P2), dan tumpangsari dengan wortel (P3)

Spesies parasitoid lalat pengorok daun yang muncul pada setiap perlakuan adalah H. varicornis, O. chromatomyiae dan Neochrysocharis sp. (Gambar 9). Populasi H. varicornis lebih berlimpah pada setiap perlakuan dibandingkan parasitoid yang lain, sedangkan jumlah parasitoid yang paling rendah adalah parasitoid Neochrysocharis sp. (Gambar 10). Budiarti (2014) melaporkan bahwa populasi H. varicornis ditemukan lebih berlimpah pada dataran tinggi dan

Neochrysocharis sp. merupakan parasitoid yang biasanya ditemukan di dataran

sedang. 0 10 20 30 40 50 60 70 80 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 T ing ka t P ara sit isasi (% ) Umur Tanaman (mst) p1 p2 p3

15

Gambar 9 Parasitoid yang ditemukan pada daun contoh (a) H. varicornis,

(b) O. chromatomyiae dan (c) Neochrysocharis sp.

Spesies O. chromatomyiae banyak ditemukan pada ketinggian 1001-1300 dan 1301-1600 mdpl namun populasinya masih lebih rendah dibandingkan dengan populasi H. varicornis (Rustam et al. 2008). Selain itu Rustam (2008) menambahkan bahwa tingkat parasitisasi O. chromatomyiae sangat rendah pada bawang daun, sedangkan pada tanaman caisin dan selada tingkat parasitisasinya lebih tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa adanya pengaruh tanaman inang yang dapat mempengaruhi pencarian parasitoid dalam mencari inangnya. Vinson (1981) mengatakan bahwa tanaman merupakan isyarat utama parasitoid dalam pencarian inang karena tanaman mempunyai peran yang dominan dalam mendukung suatu habitat yang khas. Akibatnya, suatu parasitoid kadang-kadang tertarik pada tanaman tertentu meskipun tidak terdapat inang. Parasitoid terkadang juga memarasit inang yang terdapat pada jenis tanaman tertentu dan tidak pada jenis tanaman yang lain.

Gambar 10 Rata-rata jumlah parasitoid H. varicornis (A), O. chromatomyiae (B),

dan Neochrysocharis sp. (C) yang muncul dari daun contoh

0,0 5,0 10,0 15,0 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Indivi du/ 5 da un p1 p2 p3 A 0,0 5,0 10,0 15,0 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Indivi du/ 5 da un B 0,0 5,0 10,0 15,0 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Indivi du/ 5 da un Umur Tanaman (mst) C a b c

16

Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada P3 jumlah parasitoid yang paling banyak ditemukan terjadi saat tanaman berumur 6 mst sampai 9 mst pada parasitoid H. varicornis (Gambar 10a), O. chromatomyiae

(Gambar 10b), dan Neochrysocharis sp. pada minggu ke-5, 7, dan 9 (Gambar 10c). Tingginya jumlah parasitoid pada minggu-minggu tersebut disebabkan bagian-bagian pada tanaman wortel terutama bagian daun wortel mulai bermunculan, sehingga parasitoid-parasitoid pun tertarik untuk mendatangi lahan P3.

Dokumen terkait