Hasil pengamatan ginjal tikus (Rattus norvegicus) setelah dilakukan pemberian ekstrak etanol daun sikkam (Bischofia javanica) yang diinduksi diabetes dengan aloksan terdiri dari:
4.1 Berat Ginjal
Data dan analisis statistik berat ginjal dapat dilihat pada Lampiran 4.1. Hasil analisis varians (ANOVA) menunjukkan pemberian ekstrak etanol daun sikkam berpengaruh terhadap berat ginjal (p<0,05). Rata-rata berat ginjal tikus pada tiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 4.1
Gambar 4.1 Berat ginjal tikus setelah diberikan perlakuan ekstrak etanol daun sikkam yang diinduksi diabetes dengan aloksan, K(-) = tidak diberi perlakuan, K(+) = aloksan + CMC 1%, P1= aloksan + ekstrak daun sikkam 300 mg/KgBB, P2= aloksan + ekstrak daun pirdot 600 mg/KgBB, P3= aloksan + ekstrak daun pirdot 900 mg/KgBB, P4=
aloksan + glibenklamid 0,45 mg/KgBB.
Berdasarkan Gambar 4.1 pemberian aloksan (K+) tidak memiliki perbedaan rata-rata berat ginjal yang siginifikan dengan kontrol (K-). Hal ini menyatakan bahwa efek aloksan yang diberikan, tidak mempengaruhi berat ginjal. Pemberian ekstrak etanol daun sikkam hanya memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada P3, yaitu berat ginjal lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (K-). Hal ini tidak diharapkan pada penelitian, dimana Pemberian ekstrak etanol daun sikkam seharusnya dapat menurunkan berat ginjal.
Kenaikan berat ginjal pada P3 terjadi kemungkinan karena diberikan konsentrasi ekstrak etanol daun sikkam yang terlalu tinggi yaitu 900 mg/KgBB.
Menurut Ihwan (2018), semakin tinggi ekstrak etanol daun sikkam dapat menimbulkan efek toksik. Aktivitas toksik dari metabolit sekunder daun sikkam menyebabkan kematian sel. Metabolit sekunder utama yang menyebabkan ketoksikan yaitu flavonoid, dimana terjadi pembendungan transpor aktif sehingga pemasukkan ion tak terkendali dan menyebabkan kematian sel.
Menurut Tumbol et al., (2018), tumbuhan obat menghasilkan senyawa sekunder yang mempunyai efek farmakologi lebih dari satu. Efek yang dihasilkan dapat mendukung (agonis) ataupun berlawanan (antagonis). Efek berlawanan mengeluarkan senyawa toksik yang dapat mempengaruhi fungsi organ. Senyawa toksik yang masuk pada ginjal dapat menyebabkan perubahan berat ginjal yang terjadi akibat akumulasi cairan dan senyawa toksik dalam sel-sel ginjal yang pada akhirnya meningkatkan berat ginjal.
4.2 Morfometri Ginjal
Data dan analisis statistik morfometri ginjal dapat dilihat pada Lampiran 4.2.
Hasil analisis varians (ANOVA) menunjukkan pemberian ekstrak etanol daun sikkam berpengaruh terhadap morfometri ginjal (p<0,05). Rata-rata morfometri ginjal tikus pada tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.2
No Perlakuan Rata-rata Morfometri Ginjal
Panjang (µm) Lebar (µm) Tinggi (µm)
Tabel 4.2 Morfometri ginjal tikus setelah diberikan perlakuan ekstrak etanol daun sikkam yang diinduksi diabetes dengan aloksan, K(-) = tidak diberi perlakuan, K(+) = aloksan + CMC 1%, P1= aloksan + ekstrak daun sikkam 300 mg/KgBB, P2= aloksan + ekstrak daun pirdot 600 mg/KgBB, P3= aloksan + ekstrak daun pirdot 900 mg/KgBB, P4=
aloksan + glibenklamid 0,45 mg/KgBB.
Berdasarkan Gambar 4.2 pemberian aloksan (K+) tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan kontrol (K-). Hal ini menyatakan efek aloksan yang diberikan tidak menambah ukuran panjang, lebar, dan tinggi pada ginjal. Pemberian ekstrak etanol daun sikkam memberikan pengaruh yang berbeda pada P3, yaitu memiliki panjang, lebar, dan tinggi yang meningkat dibandingkan kontrol (K-). Hal ini tidak diharapkan pada penelitian, dimana seharusnya daun sikkam tidak meningkatkan morfometri dari ginjal. Penambahan ukuran panjang, lebar, dan tinggi pada P3 terjadi dimungkinkan karena berat ginjal yang meningkat sehingga menambah ukuran pada ginjal. Morfometri pada seluruh perlakuan termasuk dalam kisaran normal panjang, lebar, dan tinggi ginjal tikus. Menurut Maurya et al., (2018), ukuran ginjal pada setiap hewan berbeda-beda. Pada tikus ginjal kanan dan ginjal kiri memiliki ukuran panjang, lebar dan tinggi yang berbeda. Ginjal kanan memiliki rata-tata panjang 1,54±0,02 cm, lebar 0,85±0,07 cm, dan tinggi 0,73±0,02. Sementara itu, ginjal kiri memiliki panjang 1,56±0,03, lebar 1,37±0,41, dan tinggi 0,95±0,03.
4.3 Tebal Membran Basalis Glomerulus
Data dan analisis statistik tebal membran basalis glomerulus ginjal dapat dilihat pada Lampiran 4.3. Hasil analisis varians (ANOVA) menunjukkan pemberian ekstrak etanol daun sikkam berpengaruh terhadap tebal membran basalis glomerulus ginjal (p<0,05). Rata-rata tebal membran basalis glomerulus ginjal tikus pada tiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3 Tebal membran basalis ginjal tikus setelah diberikan perlakuan ekstrak etanol daun sikkam yang diinduksi diabetes dengan aloksan, K(-) = tidak diberi perlakuan, K(+) = aloksan + CMC 1%, P1= aloksan + ekstrak daun sikkam 300 mg/KgBB, P2= aloksan + ekstrak daun pirdot 600 mg/KgBB, P3= aloksan + ekstrak daun pirdot 900 mg/KgBB, P4=
aloksan + glibenklamid 0,45 mg/KgBB.
Berdasarakan Gambar 4.3, pemberian aloksan (K+) memberikan perbedaan yang signifikan terhadap (K-), dimana membran basalis menebal setelah diberikan aloksan dibangdingkan dengan (K-). Penginjeksian aloksan menyebabkan efek diabetes dan menyebabkan perubahan histologi pada ginjal seperti penebalan membran basalis. Yuriska (2009) dan Larasti (2010) menyatakan bahwa, Aloksan mendesak efek diabetogenik dengan meningkatkan permeabiltas dari kerusakan sel beta. Perubahan gambaran histologi ginjal diabetes yang paling awal dapat dilihat adalah perubahan membran basalis glomerulus. Menurut Kumara (2017), penebalan membran basalis glomerulus terjadi karena adanya peningkatan ekspresi gen dan sintesis protein seperti kolagen IV, laminin, dan fibronektin.
Pemberian ekstrak etanol daun sikkam menurunkan ketebalan membran basalis pada perlakuan P1, P2, dan P3 dibandingkan dengan kontrol positif (K+).
Pengurangan ketebalan terbaik terdapat pada P3 yang hampir mendekati dengan kontrol (K-). Penurunan ketebalan membran basalis tersebut kemungkinan terjadi karena kandungan yang terdapat pada daun sikkam seperti flavonoid. Majeed (2019) menyatakan bahwa, daun sikkam dimanfaatkan untuk antidiabetes karena mengandung senyawa flavonoid, glikosida, mineral dan serat makanan. Daun sikkam bersifat hipoglikemik pada pada tikus diabetes dengan mengikat radikal bebas. Sinata dan Arifin (2016) menyatakan bahwa, flavonoid merupakan senyawa antioksidan yang dijadikan sebagai obat antidiabetes. Antioksidan dapat mengurangi stress oksidatif dan resistensi insulin untuk mencegah disfungsi dan kerusakan pada sel beta pankreas.
4.4 Jumlah Sel Mesangial
Data dan analisis statistik jumlah sel mesangial ginjal dapat dilihat pada Lampiran 4.4. Hasil analisis varians (ANOVA) menunjukkan pemberian ekstrak etanol daun sikkam berpengaruh terhadap jumlah sel mesangial ginjal (p<0,05).
Rata-rata jumlah sel mesangial ginjal tikus pada tiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 4.4. :
Gambar 4.4 Rata-rata sel mesangial ginjal tikus setelah diberikan perlakuan ekstrak etanol daun sikkam yang diinduksi diabetes dengan aloksan, K(-) = tidak diberi perlakuan, K(+) = aloksan + CMC 1%, P1= aloksan + ekstrak daun sikkam 300 mg/KgBB, P2= aloksan + ekstrak daun pirdot 600 mg/KgBB, P3= aloksan + ekstrak daun pirdot 900 mg/KgBB, P4=
aloksan + glibenklamid 0,45 mg/KgBB.
Berdasarkan Gambar 4.4, diperoleh data jumlah sel mesangial pada perlakuan K(+) berbeda signifikan dengan K(-), dimana jumlah sel mesangial meningkat secara signifikan dibandingkan kontrol (K-). Pemberian aloksan menyebabkan hiperglikemia pada diabetes dan menyebabkan pertumbuhan sel yang tak terkontrol.
Widowati et al., (2018) menyatakan bahwa, hiperglikemia diyakini berperan dalam penurunan fungsi ginjal. Glukosa yang berlebihan menyebabkan pengambilan glukosa oleh sel mesangial. Penyebab ini kemudian dapat mengarah pada aktivitas sejumlah metabolik yang mengahasilkan peningkatan produksi reaktif spesies oksigen (ROS). Menurut Kamaliani et al., (2019), kondisi hiperglikemia menyebabkan sel mesangial menghasilkanTGF-β1 untuk peningkatan konsumsi dan transport glukosa akibat ekspresi berlebih. Kondisi tersebut menyebabkan abnormalitas metabolisme pada sel mesangial.
Pemberian ekstrak etanol daun sikkam menurunkan jumlah sel mesangial pada P1, P2, dan P3 dibandingkan kontrol positif (K+). Pengurangan jumlah sel mesangial terbaik terdapat pada P2 yang memiliki jumlah sel mesangial hampir mendekati kontrol (K-). Penurunan jumlah sel mesangial kemungkinan terjadi dikarenakan terdapatnya kandungan antioksidan yang ada pada daun sikkam sehingga dapat menurunkan stress oksidatif akibat hiperglikemia. Rajbongshi et al., (2014) menyatakan bahwa, antioksidan pada ektrak etanol daun sikkam telah
a
menunjukkan kemampuannya dalam membasmi radikal bebas. Kemampuan ini didapati karena adanya friedelin 3-α-acetate (FA) dan β amyrin. Menurut Handani et al., (2015), antioksidan adalah senyawa yang dapat mematikan zat lain, dan memperbaiki sel yang rusak. Antioksidan merupakan senyawa yang berfungsi sebagai penangkal radikal bebas bagi penderita diabetes mellitus. Antioksidan menurunkan peroksida lipid untuk dapat meminimalkan kerusakan jaringan pada penderita diabetes mellitus.
4.5 Gambaran Histologis Ginjal
Hasil pengamatan histologis ginjal tikus menunjukkan adanya perbedaan bermakna antar perlakuan. Pada kontrol K(-) membran basalis glomerulus tidak terlihat jelas dan sel mesangial pada perlakuan ini dengan jumlah yang sedikit. Pada control positif K(+) membran basalis glomerulus terlihat sangat jelas dengan garis berwarna ungu yang terlihat, dan sel mesangial yang berjumlah sangat banyak hingga memenuhi glomerulus. Pada perlakuan P1, P2, P3, dan P4 membran basalis glomerulus masih terlihat dengan jelas dengan garis berwarna dan sel mesangial yang mengisi ruang glomerulus dengan warna gelap dan inti sel di tengahnya.
Gambar 4.5 Gambaran histologi ginjal tikus diabetes menggunakan Pewarnaan HE dengan perbesaran 100 X 10. (a) membran Basalis glomerulus (b) sel
Menurut Miner (2012), membran basalis glomerulus (GBM) adalah komponen matriks ekstraseluler dari filtrasi glomerulus permeabel selektif (GFB).
GBM terletak diantara sel endotel yang melapisi kapiler glomerulus dan podosit.
GBM adalah matriks ekstraseluer seperti lembaran yang terdiri dari empat makromolekul utama yaitu laminin, kolagen tipe IV, nidogen, dan proteoglikan sulfat heparan. GBM mengandung protein membran dasar tertentu yang penting untuk perkembangan glomerulus baik morfologi ataupun fungsi.
Menurut Scindia et al., (2010), sel mesangial tertanam pada ekstraseluler matriks dan mengandung kolagen, laminin, fibronektin dan proteoglikan. Sel mesangial merupakan 30-40% dari total populasi glomerulus. Sel mesangial dapat menyempitkan lumen kapiler yang menyebabkan perubahan aliran darah ke berkas glomerulus dan mempengaruhi filtrasi glomerulus. Fungsi besar yang dilakukan sel mesangial adalah membersihkan komplek imun yang bersirkulasi, untuk mengatur menghasilkan mediator pro-inflamasi, dan untuk mengatur pembentukan dan pemecahan matriks mesangial pada penyakit glomerulus.
BAB 5