• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsumsi Pakan

Konsumsi pakan adalah kemampuan ternak untuk menghabiskan sejumlah pakan yang diberikan secara ad libitum. Konsumsi pakan diperoleh dengan cara menghitung jumlah pakan yang diberikan dikurangi dengan pakan sisa keesokan harinya. Data konsumsi pakan ternak domba diambil setiap hari. Pakan yang P2 1686,02 1479,42 2035,23 1445,17 2233,87 1775,94±347,26tn P3 1971,21 1996,25 2194,98 1838,49 2006,06 2001,40±127,45tn Keterangan: Superskrip yang sama pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang

tidak nyata (P > 0,05)

Tabel 7 memperlihatkan rataan konsumsi pakan domba yang diberi kulit singkong fermentasi berkisar 1755,97-2001,40 gram/ekor/hari. Rataan konsumsi pakan domba yang tertinggi terdapat pada P3 yaitu sebesar 2001,40 g/ekor/hari dan rataan konsumsi pakan domba yang terendah terdapat pada P1 yaitu sebesar 1755,97 g/ekor/hari. Konsumsi pakan yang diperoleh lebih tinggi daripada penelitian hermawan (2009) menggunakan substitusi kulit singkong terhadap rumput dengan level 0-60% kulit singkong menunjukkan rataan konsumsi berkisar 503,71-608,60 gram/ekor/hari. Demikian juga hasil penelitian Kusumah (2011) menggunakan rumput Brachiaria humidicola dan kulit singkong dengan level

kulit singkong 0-75% menunjukkan rataan konsumsi berkisar 364,80-411,42 gram/ekor/hari.

Beberapa hasil penelitian dengan kulit singkong fermentasi juga menghasilkan konsumsi yang lebih rendah dari konsumsi di atas seperti Simamora (2011) menggunakan tepung kulit umbi ubi kayu fermentasi dengan Aspergillus niger dengan level 0-45% menghasilkan konsumsi berkisar

421,76-526,54 gram/ekor/hari, Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (2014) menggunakan kulit singkong fermentasi dengan level 0-300 gram menghasilkan rataan konsumsi berkisar 677-739 gram/ekor/hari, dan Pulungan (2018) menggunakan fermentasi kulit umbi ubi kayu dengan starbio pada level 0-60% menunjukkan konsumsi berkisar 330,01-402,92 gram/ekor/hari.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian kulit singkong fermentasi dengan mikroorganisme lokal dalam ransum tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap konsumsi pakan domba lokal jantan (lampiran 7). Pemberian pakan fermentasi kulit singkong dengan MOL sampai dosis 75% memperlihatkan kecenderungan konsumsi yang terus meningkat, namun demikian peningkatannya tidak berpengaruh nyata. Terjadinya peningkatan konsumsi dapat disebabkan karena pakan fermentasi yang diberikan dapat meningkatkan palatabilitas yang meliputi rasa dan aroma dari fermentasi tersebut. Adanya proses fermentasi pada kulit singkong membentuk rasa asam dan aroma wangi yang disukai oleh ternak sehingga membuat palatabilitas serta konsumsi domba meningkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mastuti (2015) yang menyatakan fermentasi dapat menambahkan rasa dan aroma serta mempengaruhi palatabilitas dari ransum.

Parakkasi (1999) menyatakan bahwa tinggi rendahnya konsumsi pada ternak

dipengaruhi oleh palatabilitas pakan. Palatabilitas ransum yang tinggi menyebabkan jumlah ransum yang dikonsumsi meningkat.

Meningkatnya konsumsi pakan dikarenakan pengaruh penambahan larutan mikroorganisme lokal (MOL) pada kulit singkong yang difermentasi, proses fermentasi yang terjadi mampu mengubah kandungan nutrisi dalam pakan seperti meningkatnya kadar protein serta menurunkan serat kasar sehingga aktifitas kerja pencernaan juga meningkat. Kandungan PK kulit singkong sebelum fermentasi 4,17%, setelah fermentasi meningkat menjadi 5,24% sedangkan kandungan SK kulit singkong menurun dari 16,88% sebelum fermentasi menjadi 10,39% setelah difermentasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Siburian (2019) yang menyatakan bahwa untuk meningkatkan mutu pakan perlu dilakukan proses fermentasi dengan menggunakan mikroorganisme. Hal ini memberikan indikasi bahwa selama fermentasi terjadi pemutusan ikatan lignoselulosa dan hemiselulosa. Mikroba lignolitik dalam starbio membantu perombakan ikatan lignoselulosa sehingga selulosa dan lignin dapat terlepas dari ikatan tersebut oleh enzim lignosellulase.

Tabel 7 menunjukkan bahwa setiap perlakuan memiliki nilai standar deviasi yang cukup tinggi terkecuali pada P0, hal ini disebabkan domba P1, P2 dan P3 diberi perlakuan ransum kulit singkong fermentasi sedangkan domba P0 tanpa kulit singkong fermentasi. Domba yang diberi perlakuan kulit singkong fermentasi memiliki nilai standar deviasi yang tinggi dikarenakan ransum kulit singkong fermentasi merupakan pakan yang kurang familiar bagi domba. Domba penelitian merupakan domba yang berasal dari peternakan rakyat yang pakannya hanya menggunakan rumput. Masa adaptasi membuat beberapa domba mulai terbiasa dan mulai menyukai kulit singkong namun sebagian lagi masih tidak menyukainya. Hal

ini disebabkan oleh adanya perbedaan kemampuan tiap individu domba dalam beradaptasi dengan perubahan lingkungan (Lynch et al., 1992).

Pertambahan Bobot Badan

Pengambilan data pertambahan bobot badan dilakukan dengan cara penimbangan setiap 1 minggu sekali berdasarkan bobot badan akhir dikurangi bobot badan awal dibagi dengan lama penelitian dalam satuan g/ekor/hari.

Rataan pertambahan bobot badan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Rataan pertambahan bobot badan domba lokal jantan selama penelitian Keterangan: Superskrip yang sama pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang

tidak nyata (P > 0,05)

Tabel 8 memperlihatkan rataan pertambahan bobot badan domba yang diberi kulit singkong fermentasi berkisar 133,64-156,20 gram/ekor/hari. Rataan pertambahan bobot badan domba terendah yaitu sebesar 133,64 g/ekor/hari (P3) dan rataan pertambahan bobot badan domba tertinggi yaitu sebesar 156,20 g/ekor/hari (P0). Pertambahan bobot badan domba hasil penelitian ini lebih tinggi dari penelitian Hermawan (2009) yang menggunakan substitusi kulit singkong dengan pertambahan bobot badan harian berkisar 15,32-50,54 gram/ekor/hari dan Kusumah (2011) yang menggunakan rumput Brachiaria humidocola dan kulit singkong dengan pertambahan bobot badan harian berkisar 78,33-141,67 gram/ekor/hari.

Beberapa hasil penelitian dengan kulit singkong fermentasi juga menghasilkan pertambahan bobot badan lebih rendah dibanding pertambahan bobot badan penelitian di atas, seperti penelitian Simamora (2011) menggunakan tepung kulit umbi ubi kayu fermentasi dengan Aspergillus niger memiliki pertambahan bobot badan berkisar 30,12-53,45 gram/ekor/hari, Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (2014) menggunakan kulit singkong fermentasi memiliki pertambahan bobot badan berkisar 43-56 gram/ekor/hari, dan Pulungan (2018) menggunakan fermentasi kulit umbi ubi kayu dengan starbio memiliki pertambahan bobot badan berkisar 52,86-101,80 gram/ekor/hari.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan kulit singkong fermentasi dengan mikroorganisme lokal dalam ransum tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap pertambahan bobot badan domba lokal jantan (lampiran 8). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian kulit singkong fermentasi menggunakan MOL dengan dosis yang berbeda memberikan respon pertambahan bobot badan domba lokal jantan yang relatif sama.

Pertambahan bobot badan harian pada perlakuan kulit singkong fermentasi (P1,P2,P3) cenderung mengalami penurunan yaitu berkisar 133,64–151,02 gram/ekor/hari sedangkan konsumsi ransum cenderung mengalami peningkatan berkisar 1755,97–2001,40 g/ekor/hari. Semakin tinggi konsumsi ransum mengindikasikan akumulasi HCN semakin tinggi. Kulit singkong fermentasi yang digunakan dalam penelitian ini mengandung HCN sebesar 38,53 mg/kg kulit singkong fermentasi. Bila dihitung maka rataan konsumsi HCN per ekor domba berdasarkan perlakuan yaitu P1 sebesar 5,68 mg/kg, P2 sebesar 12,48 mg/kg, dan

P3 sebesar 23,64 mg/kg. Menurut Sudaryanto (1987), dosis aman dalam mengkonsumsi HCN yaitu sebesar 2,5-4,5 mg/kg per ekor/hari, tetapi apabila domba mengkonsumsi rumput dapat tahan hingga 15-20 mg/kg per ekor/hari.

Selama penelitian domba diberi pakan rumput dan fermentasi kulit singkong sehingga konsumsi HCN sebesar 5,68 mg/kg (P1) dan 12,48 mg/kg (P2) per ekor/hari masih dalam kategori aman karena masih di bawah ambang batas konsumsi HCN domba yang mengkonsumsi rumput, yaitu sebesar 20 mg/kg per ekor/hari. Konsumsi HCN pada perlakuan P3 yaitu 23,64 mg/kg menunjukkan bahwa jumlah HCN yang dikonsumsi lebih besar jika dibandingkan dengan batas ambang kemampuan domba dalam menerima HCN. Penjelasan tersebut memberi gambaran bahwa rataan kandungan HCN pada ransum P3 melebihi batas kemampuan domba untuk menerimanya, sehingga ini menyebabkan pertambahan bobot badan harian pada P3 relatif lebih kecil dari perlakuan lain

Adanya HCN di dalam tubuh dapat mengganggu transpor elektron yang dapat menyebabkan terjadi reduksi oksigen sehingga pernafasan atau oksidasi sel terganggu (Sudaryanto, 1987), selain itu HCN dapat mengikat oksigen dalam darah yang mengakibatkan sesak napas pada domba (Purwantisari, 2007).

Rochmy (2009) menyatakan bahwa dalam jumlah kecil, HCN dapat dinetralkan tubuh menjadi tiosianat, sedangkan dalam jumlah besar dapat mengakibatkan kematian dalam waktu singkat karena kegagalan pernafasan.

Konversi Pakan

Konversi pakan merupakan perbandingan antara konsumsi pakan dalam bentuk bahan kering dengan pertambahan bobot badan dalam kurun waktu yang sama. Konversi pakan dapat digunakan untuk mengetahui efisiensi produksi karena

erat kaitannya dengan biaya produksi. Semakin rendah nilai konversi pakan maka efisiensi penggunaan pakan makin tinggi. Data konversi pakan dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Konversi pakan domba lokal jantan selama penelitian.

Perlakuan Ulangan Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh

yang nyata (P < 0,05)

Tabel 9 memperlihatkan rataan konversi pakan domba yang diberi kulit singkong fermentasi berkisar 11,62-15,01. Rataan konversi pakan terendah sebesar 11,62 (P0) dan rataan konversi pakan tertinggi sebesar 15,01 (P3).

Konversi pakan hasil penelitian ini lebih rendah dari penelitian Hermawan (2009) berkisar 12,47-37,43 (menggunakan kulit singkong) dan Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (2014) berkisar 12,5-17,2 (menggunakan kulit singkong fermentasi) namun lebih tinggi jika dibandingkan penelitian Simamora (2011) berkisar 10,12-14,65 (menggunakan tepung kulit umbi ubi kayu difermentasi dengan Aspergillus niger) dan Pulungan (2018) berkisar 4,04-6,42 (menggunakan kulit umbi ubi kayu difermentasi oleh starbio).

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan kulit singkong fermentasi dengan mikroorganisme lokal memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap konversi pakan domba lokal jantan (Lampiran 9). Rataan konversi pakan antar perlakuan berkisar 11,62-15,01 artinya untuk menaikkan 1 kg bobot badan membutuhkan sebanyak 11,62-15,01 kg pakan. Hasil ini kurang efisien dibanding penelitian Pulungan (2018) berkisar 4,04-6,42 (menggunakan kulit umbi ubi kayu

difermentasi oleh starbio). Hal ini karena kulit umbi ubi kayu fermentasi pada penelitian pulungan berbentuk tepung sehingga daya cernanya lebih baik dan penyerapan nutrisi lebih efisien.

Pada perlakuan P3 dengan konsumsi pakan tertinggi mendapatkan Pertambahan bobot badan terkecil sehingga konversi pakannya (15,01) lebih besar dibanding perlakuan lainnya. Hal ini diduga karena adanya akumulasi HCN dalam tubuh yang berasal dari konsumsi kulit singkong fermentasi. Domba P3 mengkonsumsi kulit singkong fermentasi lebih banyak daripada domba lainnya, sehingga jumlah akumulasi HCN yang terkandung dalam tubuhnya juga lebih banyak daripada domba lain. Akumulasi HCN ini menyebabkan domba mengalami gangguan kesehatan seperti gangguan pernapasan (Purwantisari, 2007) dan pertumbuhan (Sudaryanto, 1987). Selain karena terjadi akumulasi HCN, kondisi rumen yang terlalu asam akan mengganggu aktivitas mikroba rumen dalam mendegradasi zat makanan.

Pemberian pakan yang mengandung kulit singkong fermentasi pada konversi pakan memberikan pengaruh yang nyata, dengan nilai KK (koefisien keragaman) = 3,62 maka untuk menentukan perlakuan mana yang paling potensial (untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan) perlu dicari dahulu nilai pembandingnya dan dilakukan uji lanjut yaitu uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT).

Hasil uji lanjut DMRT menunjukkan bahwa perlakuan P3 berbeda nyata dengan perlakuan P0, P1, dan P2 (lampiran 10). Perlakuan P0, P1, dan P2 memiliki notasi yang sama, artinya antar perlakuan tersebut tidak berbeda nyata.

Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan kulit singkong sampai dosis 50% (P2) masih memberikan pengaruh yang sama dengan perlakuan kontrol (P0).

Income Over Feed Cost

Tujuan utama dari usaha peternakan adalah untuk memperoleh keuntungan secara ekonomis. Keuntungan merupakan selisih antara penerimaan dengan pengeluaran. Income Over Feed Cost merupakan salah satu cara menghitung keuntungan secara sederhana pada pemeliharaan domba. Keuntungan diperoleh dari pendapatan (selisih bobot akhir dengan bobot awal dan dikali dengan harga jual) dikurangi dengan biaya pakan (total konsumsi dikali harga pakan) dinyatakan dalam rumus:

IOFC = (PBB x Harga jual domba/kg) - (Total konsumsi x Harga pakan/kg) Tabel 10. Rataan Income over Feed Cost domba selama penelitian (Rp).

Perlakuan Ulangan

Harga Kulit singkong pada saat penelitian Rp 250/kg, bungkil kedelai Rp 7.500/kg, bungkil inti sawit Rp 2.000/kg, dedak jagung Rp 4.000/kg, dedak padi Rp 3.700/kg, onggok Rp 2.600/kg, molases Rp 7.000/kg, ultra mineral Rp 8.000/kg, urea Rp 7.000/kg dan rumput lapangan didapat dari lahan sekitar lokasi penelitian. Harga pakan sesuai BK. Harga jual domba sebesar Rp. 50.000/kg sesuai harga yang berlaku disekitar lokasi penelitian. Harga jual domba dan biaya pakan selama penelitian dapat dilihat pada lampiran 6. Biaya-biaya lain yang

dikeluarkan selama proses pemeliharaan ternak tidak diperhitungkan dalam sistem IOFC.

Tabel 10 memperlihatkan rataan Income over Feed Cost domba yang diberi kulit singkong fermentasi berkisar Rp 430.404,00-Rp 505.481,00 rataan IOFC terendah sebesar Rp 430.404,00 (P3) dan rataan konversi pakan tertinggi sebesar Rp 505.481,00 (P2). IOFC hasil penelitian ini tinggi dari penelitian Hermawan (2009) berkisar Rp 21.870,00-Rp 86.746,00 (menggunakan kulit singkong) dan Pulungan (2018) berkisar Rp 165.165,28-Rp 276.656,01 (menggunakan kulit umbi ubi kayu fermentasi dengan Starbio)

Data Tabel 10 menunjukkan bahwa Rataan Income Over Feed Cost (IOFC) kulit singkong fermentasi yang diberikan pada domba lokal jantan cenderung meningkat dibanding Income Over Feed Cost (IOFC) tanpa kulit singkong fermentasi. Perlakuan P2 dengan level pemberian 50% kulit singkong fermentasi memiliki nilai IOFC lebih baik dibaik dari perlakuan lainnya. ini karena perlakuan tersebut memiliki keseimbangan antara pertambahan bobot badan yang baik, nilai konversi pakan yang rendah serta biaya pakan yang relatif lebih murah sehingga keuntungan yang didapat menjadi lebih besar. Hal ini sesuai dengan pendapat Kasim (2002) yang menyatakan bahwa pertumbuhan yang baik belum tentu menjamin keuntungan, tetapi pertumbuhan yang baik dan diikuti konversi pakan yang baik serta biaya pakan yang minimum akan mendapatkan keuntungan yang maksimum.

Rekapitulasi Hasil Penelitian

Hasil penelitian rataan dari keempat parameter yaitu: konsumsi pakan, pertambahan bobot badan, konversi pakan, dan Income over Feed Cost (IOFC) terhadap domba lokal jantan dapat dlihat pada table 16.

Tabel 11. Rekapitulasi hasil penelitian pengaruh kulit singkong fermentasi menggunakan mikroorganisme lokal (MOL) dalam ransum terhadap performans domba lokal jantan. Keterangan: Superskrip yang sama pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang

tidak nyata (P>0,05)

Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang nyata (P<0,05)

Berdasarkan Tabel 11 rekapitulasi hasil penelitian di peroleh bahwa pengaruh pemberian kulit singkong fermentasi dengan mikroorganisme lokal (MOL) dalam ransum pada domba lokal jantan tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan, memberikan pengaruh nyata terhadap konversi pakan dan income Over Feed Cost (IOFC) tertinggi terdapat pada P2 (50% kulit singkong fermentasi dalam ransum).

Dokumen terkait