• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Dari hasil pengamatan, analisis tanah dan tanaman dari aplikasi bakteri penambat nitrogen non simbiotik dan bakteri pelarut fosfat pada tanaman porang di tanah Ultisol, diperoleh data sebagai berikut:

pH Tanah

Dari hasil percobaan terhadap parameter pH Tanah (Lampiran 8) dan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 9) menunjukkan bahwa aplikasi bakteri penambat nitrogen non simbiotik dan bakteri pelarut fosfat, serta interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pH tanah. Berikut disajikan rataan nilai pH H2O tanah:

Tabel 1. Rataan Nilai pH Tanah Akibat Inokulan Bakteri Penambat Nitrogen Non Simbiotik dan Bakteri Pelarut Fosfat pada Tanaman Porang di Tanah

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test pada taraf 5%

Pada Tabel 1 terlihat bahwa nilai rataan pH tanah Ultisol tertinggi terdapat pada perlakuan N2 dan P3 yaitu 4,50.

Tinggi Tanaman

Dari hasil percobaan terhadap parameter tinggi tanaman (Lampiran 10) dan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 11) menunjukkan bahwa aplikasi bakteri penambat nitrogen non simbiotik dan bakteri pelarut fosfat serta interaksi keduanya

21

21

berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Berikut disajikan rataan tinggi tanaman:

Tabel 2. Rataan Tinggi Tanaman Akibat Inokulan Bakteri Penambat Nitrogen Non Simbiotik dan Bakteri Pelarut Fosfat pada Tanaman Porang di Tanah

N0(Kontrol) 16.91i 19.22hi 20.46gh 22.66efg 19.81d N1(106 cfu/ml) 19.33hi 22.42fg 24.61cdef 24.63cdef 22.75c N2(108 cfu/ml) 22.88defg 25.22cdef 25.92cd 30.55b 26.14b N3(1010 cfu/ml) 25.69cde 27.54bc 35.02a 34.55a 30.70a

Rataan 21.20d 23.60c 26.50b 28.10a 24.85

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test pada taraf 5%

Berdasarkan Tabel 2 tampak bahwa tinggi tanaman tertinggi diperoleh dari perlakuan bakteri penambat nitrogen non simbiotik yaitu N3 (1010 cfu/ml) dengan rataan 30,70 cm dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Pemberian bakteri pelarut fosfat yang menghasilkan tinggi tertinggi yaitu perlakuan P3 (1010 cfu/ml) dengan rataan tinggi 28,10 cm dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Interaksi bakteri penambat nitrogen non simbiotik dan bakteri pelarut fosfat menunjukkan rataan tertinggi terdapat pada Perlakuan N3P2 yang mampu meningkatkan tinggi tanaman dari N0P0 (Kontrol) 16,9 cm menjadi 35,02 cm.

Bobot Kering Tajuk

Dari hasil percobaan terhadap parameter bobot kering tajuk (Lampiran 12) dan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 13) menunjukkan bahwa aplikasi bakteri penambat nitrogen non simbiotik dan bakteri pelarut fosfat berpengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk, namun interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk. Berikut disajikan rataan bobot kering tajuk :

22

22

Tabel 3. Rataan Bobot Kering Tajuk Akibat Inokulan Bakteri Penambat Nitrogen Non Simbiotik dan Bakteri Pelarut Fosfat pada Tanaman Porang di Tanah Ultisol

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test pada taraf 5%

Berdasarkan Tabel 3, diperoleh rataan bobot kering tajuk tertinggi dari perlakuan bakteri penambat nitrogen non simbiotik yaitu N3 (1010 cfu/ml) dengan rataan 4,09 g. Rataan tertinggi dari pemberian bakteri pelarut fosfat yaitu perlakuan P3 (1010 cfu/ml) dengan rataan 3,66 g.

Bobot Kering Akar

Dari hasil percobaan terhadap parameter bobot kering akar (Lampiran 14) dan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 15) menunjukkan bahwa aplikasi bakteri penambat nitrogen non simbiotik dan bakteri pelarut fosfat serta interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar. Berikut disajikan rataan bobot kering akar :

Tabel 4. Rataan Bobot Kering Akar Akibat Inokulan Bakteri Penambat Nitrogen Non Simbiotik dan Bakteri Pelarut Fosfat pada Tanaman Porang di Tanah Ultisol

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test pada taraf 5%

23

23

Berdasarkan Tabel 4, diperoleh rataan bobot kering akar tertinggi dari perlakuan bakteri penambat nitrogen non simbiotik yaitu N3 (1010 cfu/ml) dengan rataan 1,32 g dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Rataan tertinggi dari pemberian bakteri pelarut fosfat yaitu perlakuan P2 (108 cfu/ml) dengan rataan 0,95 g dan berbeda nyata dengan perlakuan P0 dan P1.

Interaksi bakteri penambat nitrogen non simbiotik dan bakteri pelarut fosfat menunjukkan rataan tertinggi terdapat pada Perlakuan N3P3 yang mampu meningkatkan bobot kering akar dari N0P0 (Kontrol) 0,24 g menjadi 1,72 g.

Bobot Basah Umbi

Dari hasil percobaan terhadap parameter bobot basah umbi (Lampiran 16) dan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 17) menunjukkan bahwa aplikasi bakteri penambat nitrogen non simbiotik dan bakteri pelarut fosfat serta interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap bobot basah umbi. Berikut disajikan rataan bobot basah umbi :

Tabel 5. Rataan Bobot Basah Umbi Akibat Inokulan Bakteri Penambat Nitrogen Non Simbiotik dan Bakteri Pelarut Fosfat pada Tanaman Porang di Tanah Ultisol

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test pada taraf 5%

Berdasarkan Tabel 5, diperoleh rataan bobot basah umbi tertinggi dari perlakuan bakteri penambat nitrogen non simbiotik yaitu N3 (1010 cfu/ml) dengan

24

24

rataan 16,30 g dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Rataan tertinggi dari pemberian bakteri pelarut fosfat yaitu perlakuan P3 (1010 cfu/ml) dengan rataan 13,58 g dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Interaksi bakteri penambat nitrogen non simbiotik dan bakteri pelarut fosfat menunjukkan rataan tertinggi terdapat pada Perlakuan N3P3 yang mampu meningkatkan bobot basah umbi dari N0P0 (Kontrol) 1,76 g menjadi 22,80 g.

Diameter Umbi

Dari hasil percobaan terhadap parameter diameter umbi (Lampiran 18) dan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 19) menunjukkan bahwa aplikasi bakteri penambat nitrogen non simbiotik dan bakteri pelarut fosfat berpengaruh nyata terhadap diameter umbi, namun interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap diameter umbi. Berikut disajikan rataan diameter umbi :

Tabel 6. Rataan Diameter Umbi Akibat Inokulan Bakteri Penambat Nitrogen Non Simbiotik dan Bakteri Pelarut Fosfat pada Tanaman Porang di Tanah

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test pada taraf 5%

Berdasarkan Tabel 6, diperoleh rataan diameter umbi tertinggi dari perlakuan bakteri penambat nitrogen non simbiotik yaitu N3 (1010 cfu/ml) dengan rataan 38,29 mm dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Rataan tertinggi dari pemberian bakteri pelarut fosfat yaitu pada perlakuan P3 (1010 cfu/ml) dengan

25

25

pemberian bakteri pelarut fosfat yaitu pada perlakuan P3 (1010 cfu/ml) dengan rataan 35,06 mm dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Serapan N

Dari hasil percobaan terhadap parameter serapan N tanaman (Lampiran 20) dan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 21) menunjukkan bahwa aplikasi bakteri penambat nitrogen non simbiotik dan bakteri pelarut fosfat berpengaruh nyata terhadap serapan N tanaman, namun interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap serapan N tanaman. Berikut disajikan rataan nilai serapan N:

Tabel 7. Rataan Serapan N Tanaman Akibat Inokulan Bakteri Penambat Nitrogen Non Simbiotik dan Bakteri Pelarut Fosfat pada Tanaman Porang di Tanah Ultisol

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test pada taraf 5%

Dari hasil analisis serapan N tanaman, diperoleh rataan tertinggi dari perlakuan bakteri penambat nitrogen non simbiotik yaitu N3 (1010 cfu/ml) dengan rataan 97,71 mg/tanaman dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Rataan tertinggi dari pemberian bakteri pelarut fosfat yaitu pada perlakuan P3 (1010 cfu/ml) dengan rataan 83,88 mg/tanaman dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Serapan P

Dari hasil percobaan terhadap parameter serapan P tanaman (Lampiran 22) dan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 23) menunjukkan bahwa aplikasi bakteri penambat nitrogen non simbiotik dan bakteri pelarut fosfat berpengaruh nyata

26

26

terhadap serapan P tanaman, namun interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap serapan P tanaman. Berikut disajikan rataan nilai serapan P:

Tabel 8. Rataan Serapan P Tanaman Akibat Inokulan Bakteri Penambat Nitrogen Non Simbiotik dan Bakteri Pelarut Fosfat pada Tanaman Porang di Tanah Ultisol

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test pada taraf 5%

Dari hasil analisis serapan P tanaman, diperoleh rataan tertinggi dari perlakuan bakteri penambat nitrogen non simbiotik yaitu N3 (1010 cfu/ml) dengan rataan 11,71 mg/tanaman dan berbeda nyata dengan perlakuan N0 dan N1. Rataan tertinggi dari pemberian bakteri pelarut fosfat yaitu pada perlakuan P3 (1010 cfu/ml) dengan rataan 10,74 mg/tanaman dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Pembahasan

Pengaruh Inokulan Bakteri Penambat Nitrogen Non Simbiotik terhadap Pertumbuhan Bibit Porang (Amorphophallus oncophyllus Prain.)

Mikroorganisme penambat N non simbiotik mampu meningkatkan ketersediaan unsur hara nitrogen pada tanah sehingga dapat diserap tanaman. Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa pemberian bakteri penambat N non simbiotik berpengaruh signifikan terhadap variabel serapan N. Terlihat adanya perbedaan yang nyata pada perlakuan dengan pemberian inokulan bakteri penambat nitrogen dengan perlakuan kontrol. Pemberian bakteri penambat N non simbiotik sebesar 1010 cfu/ml juga menunjukkan nilai rata – rata serapan N tertinggi, yaitu sebesar

27

27 97.71 mg/tanaman.

Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa pemberian bakteri penambat N non simbiotik juga berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan tanaman. Variabel pertumbuhan tanaman seperti tinggi tanaman, bobot kering tajuk, bobot kering akar, bobot basah umbi dan diameter batang menunjukkan perbedaan yang nyata antara perlakuan dan kontrol.

Hindersah et al (2018) menyatakan bahwa peningkatan tinggi tanaman oleh Azotobacter disebabkan oleh akuisisi nitrogen tersedia yang dihasilkan dari fiksasi nitrogen, dan peningkatan kadar fitohormon tanaman yang diproduksi oleh Azotobacter. Mekanisme di atas secara langsung meningkatkan serapan N dan perakaran tanaman yang menginduksi pertumbuhan vegetatif. Pemberian Azotobacter dengan cara inokulasi lebih efektif dalam meningkatkan tinggi karena nitrogen dan fitohormon yang telah terbentuk selama produksi pupuk hayati diserap melalui stomata daun, lebih cepat memasuki sistem metabolisme tanaman untuk pembentukan dan perbesaran sel selama fase vegetatif.

Pengaruh Inokulan Bakteri Pelarut Fosfat terhadap Pertumbuhan Bibit Porang (Amorphophallus oncophyllus Prain.)

Pemberian bakteri pelarut fosfat (BPF) tidak berpengaruh nyata dalam peningkatan pH dan telah terjadi penurunan dari pH awal sebelum perlakuan.

Nasution (2006) menyatakan bahwa mikroorganisme pelarut fosfat tidak berpengaruh terhadap peningkatan pH tanah Ultisol. Menurut Ginting et al bakteri pelarut fosfat mengekskresikan sejumlah asam organik berbobot molekul rendah seperti oksalat, suksinat, tartrat, sitrat, laktat, a-ketoglutarat, asetat, formiat, propionat, glikolat, glutamat, glioksilat, malat, fumarate. Meningkatnya asam-asam

28

28

organik tersebut diikuti dengan penurunan pH tanah.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam INOVA terdapat perbedaan yang nyata antara perlakuan pemberian bakteri pelarut fosfat dan perlakuan kontrol. Nilai serapan P paling tinggi yaitu sebesar 10.7 mg/tanaman pada perlakuan P3 (10x1010 cfu/ml), sedangkan nilai serapan P yang paling rendah yaitu 7.00 mg/tanaman pada perlakuan P0 (control).

Astuti et al (2013) menyatakan bahwa bakteri pelarut fosfat mampu meningkatkan kelarutan P pada tanah Ultisol yang memiliki pH rendah dan mampu meningkatkan P terekstrak pada tanah masam hingga 50%. Nasution (2006) menyatakan bahwa bakteri pelarut fosfat sangat berpengaruh nyata terhadap peningkatan P tersedia di tanah, selain menghasilkan asam-asam organik, bakteri pelarut fosfat juga menghasilkan enzim fosfatase yang dapat melarutkan Ca-P sehingga P menjadi tersedia dan dapat diserap oleh tanaman.

Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa pemberian bakteri pelarut fosfat juga berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan tanaman. Variabel pertumbuhan tanaman seperti tinggi tanaman, bobot kering tajuk, bobot kering akar, bobot basah umbi dan diameter batang menunjukkan perbedaan yang nyata antara perlakuan dan kontrol.

Dapat dilihat dari data bahwa perlakuan dengan populasi 1010 cfu/ml menunjukkan rataan tertinggi. Semakin tinggi populasi bakteri yang diberikan maka akan semakin baik bagi peningkatan pertumbuhan tanaman. Hal ini sesuai literatur Ginting et al (2016) yang menyatakan bahwa pemberian inokulan pelarut fosfat pada tanaman harus dengan kepadatan yang tinggi, yaitu lebih dari 108 sel gram-1 media pembawanya. Dengan kepadatan yang tinggi diharapkan

29

29

mikroorganisme pelarut fosfat yang diberikan tersebut dapat bersaing dengan mikroorganisme yang ada di dalam tanah. Dengan demikian mampu mendominasi di sekitar perakaran tanaman.

Pengaruh Inokulan Bakteri Penambat Nitrogen Non Simbiotik dan Bakteri Pelarut Fosfat terhadap Pertumbuhan Bibit Porang (Amorphophallus oncophyllus Prain.)

Interaksi perlakuan bakteri penambat nitrogen non simbiotik dan bakteri pelarut fosfat mampu meningkatkan tinggi tanaman, berat kering akar dan berat basah umbi secara nyata. Tinggi tanaman yang tertinggi yaitu pada perlakuan N3P2 35,02 cm sedangkan yang terendah pada perlakuan kontrol (N0P0) yaitu 16,9 cm.

Berat kering akar tertinggi yaitu pada perlakuan N3P3 sebesar 1,72 g sedangkan yang terendah pada perlakuan kontrol (N0P0) yaitu 0,24 g. Berat basah umbi tertinggi yaitu 22,8 g pada perlakuan N3P3 sedangkan yang terendah pada perlakuan kontrol (N0P0) yaitu 1,76 g.

Interaksi antara bakteri penambat nitrogen non simbiotik dan bakteri pelarut fosfat tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap berat kering tajuk, diameter umbi, serapan N dan serapan P. Hal ini bisa jadi disebabkan karena umur tanaman yang masih muda sehingga rhizosfer belum luas dan eksudat yang dihasilkan akar masih sedikit. Hal ini sesuai literatur Antralia et al (2015) yang menyatakan bahwa populasi Azotobacter meningkat dengan bertambahnya usia tanaman. Hal ini disebabkan oleh perbedaan aktivitas metabolisme akar, dimana semakin bertambah umur, akar yang tumbuh dan aktif semakin banyak sehingga menyebabkan komposisi dan jumlah eksudat yang dikeluarkan juga semakin banyak. Eksudat tersebut dimanfaatkan mikrobia di dalam tanah sehingga mikrobia tersebut dapat bertahan hidup dan memperbanyak diri (Makarim dan Suhartatik, 2010).

30

30

Meskipun interaksi antara bakteri penambat nitrogen non simbiotik dan bakteri pelarut fosfat tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap berat kering tajuk, diameter umbi, serapan N dan serapan P secara statistik, namun tetap terjadi peningkatan. Serapan N tanaman meningkat dari perlakuan kontrol (N0P0) sebesar 32,02 mg/tanaman menjadi115,23 mg/tanaman pada perlakuan N3P3. Serapan P tanaman juga meningkat dari perlakuan kontrol (N0P0) sebesar 4,22 mg/tanaman menjadi 14,60 mg/tanaman pada perlakuan N2P3. Bobot kering tajuk meningkat dari perlakuan kontrol (N0P0) sebesar 1,39 g menjadi 5,04 g pada perlakuan N3P3.

Bobot kering akar meningkat dari perlakuan kontrol (N0P0) sebesar 0,24 g menjadi 1,72 g pada perlakuan N3P3 dan pada diameter umbi meningkat dari perlakuan kontrol (N0P0) sebesar 14,25 mm menjadi 46,35 mm pada perlakuan N3P3.

Bakteri pelarut fosfat (BPF) dan bakteri penambat nitrogen (BPN) menyediakan unsur hara secara cepat bagi tanaman. Unsur nitrogen (N) tersedia berguna untuk mempercepat pertumbuhan tanaman secara keseluruhan, khususnya batang (Salisbury dan Ross, 1995). Unsur fosfor (P) tersedia penting untuk pertumbuhan sel sehingga dapat memperkuat batang (Elfiati, 2005; Lastianingsih, 2008).

Penggabungan unsur nitrogen (N) dan fosfor (P) tersedia bagi tanaman yang dihasilkan bakteri pelarut fosfat dan bakteri penambat nitrogen, dapat meningkatkan kandungan klorofil dan kloroplas pada daun dan proses fotosintesis juga meningkat akibatnya pertumbuhan tanaman lebih baik. Meningkatnya fotosintesis maka akan meningkatkan pertumbuhan dan perpanjangan sel, sehingga pertumbuhan tinggi tanaman yang terbentuk semakin tinggi (Tania et al, 2012).

Bentuk interaksi yang positif menunjukkan bahwa hara P dan N memiliki

31

31

fungsi atau peranan yang berbeda bagi tanaman. Hara N berfungsi sebagai penyusun protein, klorofil, asam amino dan banyak senyawa organik lainnya, sedangkan P adalah penyusun fosfolipid nukleoprotein, gula fosfat dan khususnya pada transport dan penyimpanan energi yang mana fungsi dan peranan sebagian besar dari bahan/senyawa tersebut saling mendukung dan melengkapi (Havlin et al, 2005 ; Gardner et al, 1991; Barker and Pilbeam, 2007). Adanya interaksi positif ini mempertegas bahwa ketersediaan N di tanah sangat mempengaruhi serapan tanaman terhadap P ataupun sebaliknya di mana ketersedian P di tanah akan mempengaruhi serapan tanaman terhadap N.

Nitrogen akan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan akar sehingga tanaman mampu menyerap P lebih efektif dan selain in. N juga merupakan penyusun utama enzim phosphatase yang terlibat dalam proses mineralisasi P di tanah (Wang et al, 2007; Horner, 2008). Sehingga walaupun P yang diberikan ke tanah banyak yang mengalami fiksasi oleh komponen tanah seperti Al dan mineral lempung, tanaman masih mampu menyerap P lebih efektif.

32

32

Dokumen terkait