• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH INOKULAN BAKTERI PENAMBAT NITROGEN NON SIMBIOTIK DAN BAKTERI PELARUT FOSFAT TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT PORANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH INOKULAN BAKTERI PENAMBAT NITROGEN NON SIMBIOTIK DAN BAKTERI PELARUT FOSFAT TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT PORANG"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH INOKULAN BAKTERI PENAMBAT NITROGEN NON SIMBIOTIK DAN BAKTERI PELARUT FOSFAT TERHADAP PERTUMBUHAN

BIBIT PORANG (Amorphophallus oncophyllus Prain.) PADA TANAH ULTISOL DI RUMAH KACA

1

SKRIPSI

OLEH :

RAMSIAH DILIANA 160301104

AGROTEKNOLOGI - ILMU TANAH

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2022

(2)

PENGARUH INOKULAN BAKTERI PENAMBAT NITROGEN NON SIMBIOTIK DAN BAKTERI PELARUT FOSFAT TERHADAP PERTUMBUHAN

BIBIT PORANG (Amorphophallus oncophyllus Prain.) PADA TANAH ULTISOL DI RUMAH KACA

2

SKRIPSI

OLEH :

RAMSIAH DILIANA 160301104

AGROTEKNOLOGI - ILMU TANAH

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2022

(3)
(4)

i ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh inokulan Bakteri Penambat Nitrogen Non Simbiotik dan Bakteri Pelarut Fosfat terhadap pertumbuhan bibit Porang (Amorphophallus oncophyllus Prain.) pada Tanah Ultisol di Rumah Kaca. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah kaca Fakultas Pertanian, Laboratorium Biologi Tanah, Laboratorium Riset Universitas Sumatera Utara, dari bulan Februari sampai September 2021. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan 2 faktor. Masing-masing faktor terdiri dari 4 taraf, faktor pertama yaitu Bakteri Penambat Nitrogen Non Simbiotik, terdiri dari N0 (Kontrol); N1 (106 cfu/ml); N2 (108 cfu/ml); N3 (1010 cfu/ml) dan faktor kedua yaitu Bakteri Pelarut Fosfat, terdiri dari P0 (Kontrol) ; P1 (106 cfu/ml)

; P2 (108 cfu/ml) ; P3 (1010 cfu/ml). Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa Bakteri Penambat Nitrogen Non Simbiotik dan Bakteri Pelarut Fosfat mampu meningkatkan serapan N tanaman, serapan P tanaman, tinggi tanaman, berat kering tajuk, berat kering akar, berat basah umbi dan diameter umbi. Interaksi perlakuan Bakteri Penambat Nitrogen Non Simbiotik dan Bakteri Pelarut Fosfat mampu meningkatkan tinggi tanaman, berat kering akar dan berat basah umbi.

Kata kunci : Bakteri Penambat Nitrogen Non Simbiotik, Bakteri Pelarut Fosfat, Tanaman Porang, TanahUltisol.

(5)

ii ABSTRACT

The purpose of this research is to find out the effect of inoculant non symbiotic nitrogen-fixing bacteria and phosphate solubilizing bacteria towards konjac seed growth (Amorphophallus oncophyllus Prain.) on Ultisol soil at greenhouse.. This research took places at agriculture faculty greenhouse, soil biology laboratory and research laboratory of North Sumatera University, from February 2021 until September 2021. This research used factorial randomized block design with two factors. Each factors consist of four levels. First factor is non symbiotic nitrogen- fixing bacteria, consist of N0 (control); N1 (106 cfu/ml); N2 (108 cfu/ml); N3 (1010 cfu/ml) and the second factor is phosphate solubilizing bacteria, consist of P0 (control); P1 (106 cfu/ml) ; P2 (108 cfu/ml) ; P3 (1010 cfu/ml). Each factor treatment was repeated three times. The result of this research showed that non symbiotic nitrogen-fixing bacteria and phosphate solubilizing bacteria were able to increase plant N uptake, plant P uptake, plant height, canopy dry weight, root dry weight, tuber wet weight and tuber diameter. Interaction between non symbiotic nitrogen- fixing bacteria and phosphate solubilizing bacteria treatment were able to increase plant height, root dry weight and wet weight of tuber.

Keywords: Non Symbiotic Nitrogen-fixing Bacteria, Phosphate Solubilizing Bacteria, Konjac Plant, Ultisol Soil

(6)

iii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Tanjung Pura pada tanggal 18 April 1999 dari Bapak Padillah dan Ibu Marlina S.Ag. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.

Pada tahun 2010 penulis lulus dari SD Negeri 050717 Cempa, tahun 2013 lulus dari SMP Negeri 2 Tanjung Pura, tahun 2016 lulus dari SMA Negeri 1 Tanjung Pura dan pada tahun 2016 diterima di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur SNMPTN.

Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif sebagai anggota HIMAGROTEK (Himpunan Mahasiswa Agroteknologi) dan menjadi anggota PEMA (Pemerintahan Mahasiswa) kepengurusan 2016/2017 Fakultas Pertanian Univeristas Sumatera Utara. Penulis juga aktif dalam organisasi HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) Komisariat FP USU dan menjabat sebagai Ketua Bidang Internal KOHATI Komisariat FP USU kepengurusan 2018/2019. Dalam bidang akademik, penulis aktif sebagai Asisten Laboratorium Dasar Ilmu Tanah, Kimia Tanah, Analisis Tanah dan Tanaman, dan Biologi Tanah.

Pada tahun 2019, penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Perkebunan Nusantara (Persero) IV Kebun Laras Kecamatan Bandar Huluan, Kabupaten Simalungun pada bulan Juli - Agustus 2019 dan melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Gunung Saribu, Kecamatan Munte, Kabupaten Karo tahun 2020.

(7)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Adapun judul skripsi ini adalah “Pengaruh Inokulan Bakteri Penambat Nitrogen Non Simbiotik dan Bakteri Pelarut Fosfat Terhadap Pertumbuhan Bibit Porang (Amorphophallus oncophyllus Prain.) pada Tanah Ultisol di Rumah Kaca” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Mariani Sembiring SP., MP., selaku ketua komisi pembimbing dan kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Asmarlaili S. MS, DAA, selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan saran dalam penyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna. Oleh karena itu, penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan di masa mendatang. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.

Medan, Januari 2022

Penulis

(8)

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian... 4

TINJAUAN PUSTAKA Tanah Ultisol ... 5

Unsur hara N dan P ... 6

Bakteri Penambat Nitrogen Non Simbiotik ... 7

Bakteri Pelarut Fosfat ... 9

Porang (Amorphophallus oncophyllus Prain.) ... 11

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 13

Bahan dan Alat ... 13

Metode Penelitian... 14

Pelaksanaan Penelitian ... 15

Pengambilan dan Penanganan Contoh Tanah ... 15

Analisis Awal Tanah ... 16

Persiapan Inokulan Cair BPN Non Simbiotik dan BPF ... 16

Perhitungan Populasi Bakteri ... 16

Pemilihan Bibit ... 17

Persiapan media tanam ... 17

Penanaman dan Pemupukan ... 17

Aplikasi Inokulan Bakteri ... 17

Pemeliharaan ... 17

Pemanenan ... 18

Pengambilan Contoh dan Analisis Tanah dan Tanaman ... 18

Parameter Pengamatan ... 18

Tanaman ... 18

(9)

vi

Analisis Tanah ... 19 Analisis Tanaman ... 19 HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil ... 20 Pembahasan ... 26 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 33 Saran ... 33 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(10)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel Hal

1 Rataan pH tanah Ultisol akibat Inokulan bakteri penambat nitrogen non simbiotik dan bakteri pelarut fosfat

2 Rataan tinggi tanaman akibat Inokulan bakteri penambat nitrogen non Simbiotik dan bakteri pelarut fosfat

3 Rataan bobot kering tajuk Inokulan bakteri penambat nitrogen non simbiotik dan bakteri pelarut fosfat

4 Rataan bobot kering akar akibat Inokulan bakteri penambat nitrogen non simbiotik dan bakteri pelarut fosfat

5 Rataan bobot basah umbi akibat Inokulan bakteri penambat nitrogen non simbiotik dan bakteri pelarut fosfat

6 Rataan diameter umbi akibat Inokulan bakteri penambat nitrogen non simbiotik dan bakteri pelarut fosfat

7 Rataan serapan N tanaman akibat Inokulan bakteri penambat nitrogen non simbiotik dan bakteri pelarut fosfat

8 Rataan serapan P tanaman akibat Inokulan bakteri penambat nitrogen Non simbiotik dan bakteri pelarut fosfat

20 21 22 23 24 25 26 27

(11)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

No Hal

1. Bagan Penelitian

2. Data Analisis Awal Tanah

3. Komposisi Bahan Kimia Media Pikovskaya 4. Komposisi Bahan Kimia Media Jensen 5. Perhitungan Berat Tanah Per Polybag 6. Perhitungan Kapasitas Lapang

7. Perhitungan Pupuk Urea, Sp-36 Dan KCl 8. Kriteria Penilaian Hasil Analisis Tanah

9. Data Nilai pH Tanah Ultisol Akibat Inokulan Bakteri Penambat Nitrogen Non Simbiotik dan Bakteri Pelarut Fosfat

10. Daftar Sidik Ragam pH Tanah Ultisol Akibat Inokulan Bakteri Penambat Nitrogen Non Simbiotik dan Bakteri Pelarut Fosfat

11. Data Tinggi Tanaman Akibat Inokulan Bakteri Penambat Nitrogen Non Simbiotik dan Bakteri Pelarut Fosfat

12. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman Akibat Inokulan Bakteri Penambat Nitrogen Non Simbiotik dan Bakteri Pelarut Fosfat

13. Data Bobot Kering Tajuk Tanaman Akibat Inokulan Bakteri Penambat Nitrogen Non Simbiotik dan Bakteri Pelarut Fosfat

14. Daftar Sidik Ragam Bobot Kering Tajuk Tanaman Akibat Inokulan Bakteri Penambat Nitrogen Non Simbiotik dan Bakteri Pelarut Fosfat

15. Data Bobot Kering Akar Akibat Inokulan Bakteri Penambat Nitrogen Non Simbiotik dan Bakteri Pelarut Fosfat

16. Daftar Sidik Ragam Bobot Kering Akar Akibat Inokulan Bakteri Penambat Nitrogen Non Simbiotik dan Bakteri Pelarut Fosfat

17. Data Bobot Basah Umbi Akibat Inokulan Bakteri Penambat Nitrogen Non Simbiotik dan Bakteri Pelarut Fosfat

18. Daftar Sidik Ragam Bobot Basah Umbi Akibat Inokulan Bakteri Penambat Nitrogen Non Simbiotik dan Bakteri Pelarut Fosfat

19. Data Diameter Umbi Akibat Inokulan Bakteri Penambat Nitrogen Non Simbiotik dan Bakteri Pelarut Fosfat

20. Daftar Sidik Ragam Diameter Umbi Akibat Inokulan Bakteri Penambat Nitrogen Non Simbiotik dan Bakteri Pelarut Fosfat

21. Data Serapan N Tanaman Akibat Inokulan Bakteri Penambat Nitrogen Non dan Bakteri Pelarut Fosfat

22. Daftar Sidik Ragam Serapan N Tanaman Akibat Inokulan Bakteri Penambat Nitrogen Non Simbiotik dan Bakteri Pelarut Fosfat

23. Data Serapan P Tanaman Akibat Inokulan Bakteri Penambat Nitrogen Non Simbiotik dan Bakteri Pelarut Fosfat

24. Daftar Sidik Ragam Serapan P Tanaman Akibat Inokulan Bakteri Penambat Nitrogen Non Simbiotik dan Bakteri Pelarut Fosfat

25. Foto Tanaman Porang 26. Foto Umbi Porang

27. Foto Rangkaian Penelitian

38 39 39 39 39 40 40 41

42 43 43 44 44 45 45 46 46 47 47

51 50 48 48 49 49 50 42

(12)

ix

ix

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Porang (Amorphophallus oncophyllus Prain.) merupakan tanaman asli daerah tropis yang termasuk dalam family Araceae dan merupakan tumbuhan semak (herba) dengan umbi tunggal di dalam tanah dan umbi inilah yang dipungut hasilnya.

Umbi tanaman porang memiliki kandungan polysacharida (glukomanan) tertinggi diantara umbi-umbi lainnya yaitu sekitar 35%. Selain untuk makanan, senyawa glukomanan ini dimanfaatkan untuk berbagai macam industri, laboratorium kimia, dan obat-obatan. Saat ini, tanaman porang merupakan salah satu komoditi yang sangat menjanjikan karena harga porang dalam bentuk chips cukup tinggi dan permintaan ekspor terus meningkat (Hidayat et al, 2013).

Tingginya permintaan terhadap tanaman porang mengharuskan kita untuk mencari potensi tanah dan memperbaikinya sehingga dapat digunakan sebagai media tanam yang baik. Menurut Subagyo et al (2004) Ultisol merupakan salah satu ordo tanah yang penyebarannya paling luas di Indonesia yaitu sekitar ha atau mencapai 25% dari wilayah daratan Indonesia. Apabila ditinjau dari luasnya, tanah Ultisol mempunyai potensi yang tinggi untuk pengembangan pertanian lahan kering.

Namun ada kendala utama pada karakteristik tanah Ultisol yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman, sehingga perlu dilakukan perbaikan. Menurut Astuti et al (2013) tanah Ultisol memiliki ketersediaan fosfor (P) sangat rendah karena difiksasi oleh Al dan Fe, serta kandungan nitrogen (N) dan bahan organik juga rendah. Syahputra et al (2015) juga menyebutkan bahwa Ultisol merupakan tanah yang memiliki masalah keasaman tanah, bahan organik rendah, nutrisi makro rendah dan memiliki ketersediaan P sangat rendah. Rendahnya ketersediaan unsur

(13)

2

2

hara dalam tanah dapat menyebabkan rendahnya tingkat kesuburan tanah, hal ini akan menjadi faktor pembatas terhadap hasil tanaman.

Salah satu upaya untuk mengatasi masalah tersebut dapat dilakukan dengan memanfaatkan kelompok fungsional mikroba tanah seperti bakteri penambat N non simbiotik dan bakteri pelarut fosfat sebagai penyedia unsur hara N dan P dalam tanah sehingga tersedia untuk tanaman. Menurut Permatasari dan Tutik (2014) Bakteri penambat nitrogen memiliki kemampuan meningkatkan efisiensi penggunaan N-tersedia dalam tanah dengan menggunakan nitrogen bebas untuk sintesis sel protein. Sedangkan bakteri pelarut fosfat mampu mengubah fosfat tidak larut dengan cara mensekresikan asam organik seperti asam format, asetat, propionate, laktat, glikolat, fumarat, dan suksinat.

Ada beberapa jenis mikroba yang dapat menambat nitrogen secara bebas dari udara. Metasari (2012) telah melakukan penelitian eksplorasi bakteri penambat nitrogen non simbiotik pada kawasan hutan mangrove Wonorejo dan ditemukan empat genus isolat bakteri yaitu Azotobacter, Azospirillum, Pseudomonas, dan Streptomycetes. Mikroba yang berperan sebagai pelarut fosfat pada tanah juga sudah banyak ditemukan. Setiawati (2000) mengisolasi dari beberapa rhizosfer tanaman di daerah Jawa Timur dan diperoleh 5 bakteri pelarut fosfat unggul yaitu Pseudomonas aerogenusa, Pseudomonas diminuta, Beneckea sp., Chromobacterium violaceum dan Bacillus sp.

Menurut Widiastuti et al (2010) Azotobacter mampu bertahan menghadapi persaingan dengan mikroorganisme tanah lainnya. Azotobacter memiliki kelebihan dibandingkan dengan bakteri penambat nitrogen non-simbiotik lainnya karena mampu mensintesis hormone seperti IAA (Indole Acetic Acid) sehingga dapat memacu pertumbuhan tanaman. Prayudyaningsih et al (2015) menyatakan bahwa

(14)

3

3

genus bakteri penambat nitrogen non-simbiotik yaitu Azotobacter, dengan jumlah koloni bakteri terbanyak dijumpai pada rhizosfer tanaman umbi Amorphophallus campanulatus (iles-iles/suweg). Burkholderia cepacia merupakan bakteri pelarut fosfat yang efisien digunakan sebagai pupuk hayati pada tanah pertanian (Rodriguez and Fraga, 1999; Gupta et al, 2012). Menurut Sembiring et al (2017) Burkholderia cepacia mampu meningkatkan ketersediaan P sebesar 49,16%

bila dibandingkan dengan tanpa diberi bakteri pada tanah Andisol Tongkoh. Dapat disimpulkan bahwa bakteri ini merupakan pupuk hayati yang memiliki potensi besar dalam penyediaan hara bagi tanaman.

Menurut Supriyanto et al (2011) pemberian mikroorganisme dalam bentuk pupuk hayati (biofertilizer), seperti inokulan bakteri fiksasi nitrogen non simbiotik (Azotobacter sp. dan Azospirillum sp.) dan bakteri pelarut fosfat (Bacillus megaterium dan Bacillus subtilis) dalam berbagai dosis secara deskriptif diketahui dapat memberikan pengaruh pada pertumbuhan tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens L.). Oleh karena itu, inokulan bakteri penambat nitrogen non simbiotik dan bakteri pelarut fosfat koleksi Laboratorium Biologi Tanah Universitas Sumatera Utara, diharapkan juga mampu memberikan pengaruh nyata terhadap peningkatan pertumbuhan bibit porang (Amorphophallus oncophyllus Prain.) pada tanah Ultisol di rumah kaca.

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh inokulan bakteri penambat N non simbiotik terhadap pertumbuhan bibit porang pada tanah Ultisol di rumah kaca.

2. Untuk mengetahui pengaruh inokulan bakteri pelarut fosfat terhadap pertumbuhan bibit porang pada tanah Ultisol di rumah kaca.

(15)

4

4

3. Untuk mengetahui pengaruh interaksi inokulan bakteri penambat N non simbiotik dan bakteri pelarut fosfat terhadap pertumbuhan bibit porang pada tanah Ultisol di rumah kaca.

Hipotesis Penelitian

1. Inokulan bakteri penambat N non simbiotik dapat meningkatkan pertumbuhan bibit porang pada tanah Ultisol di rumah kaca.

2. Inokulan bakteri pelarut fosfat dapat meningkatkan pertumbuhan bibit porang pada tanah Ultisol di rumah kaca.

3. Interaksi inokulan bakteri penambat N non simbiotik dan bakteri pelarut fosfat dapat meningkatkan pertumbuhan bibit porang pada tanah Ultisol di rumah kaca.

Kegunaan Penelitian

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di program studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan sebagai sumber informasi yang dapat diterapkan oleh pihak yang membutuhkan.

(16)

5

5

TINJAUAN PUSTAKA

Tanah Ultisol

Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas yaitu sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia. Sebaran terluas terdapat di Kalimantan (21.938.000 ha), diikuti di Sumatera (9.469.000 ha), Maluku dan Papua (8.859.000 ha), Sulawesi (4.303.000 ha), Jawa (1.172.000 ha), dan Nusa Tenggara (53.000 ha). Tanah ini dapat dijumpai pada berbagai relief, mulai dari datar hingga bergunung (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).

Pada umumnya tanah Ultisol mempunyai potensi yang cukup besar dalam hal sebarannya yang cukup luas. Tanah Ultisol mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan bagi perluasan lahan pertanian untuk tanaman pangan asal dibarengi dengan pengelolaan tanaman dan tanah yang tepat. Penggunaan lahan kering untuk usaha tani tanaman pangan baik di dataran rendah maupun dataran tinggi saat ini seluas 12,9 juta ha, sehingga bila dibandingkan dengan potensinya maka masih terbuka peluang untuk pengembangan tanaman pangan. Namun demikian, kendala yang dihadapi pada tanah ini harus tetap di perhatikan terutama pada sifat kimia tanah dan fisiknya (Syahputra et al, 2015).

Tanah Ultisol dicirikan oleh adanya akumulasi liat (horizon argilik) pada horizon bawah permukaan, yang dapat mengurangi daya resap air dan meningkatkan aliran permukaan dan erosi tanah. Selain itu, Ultisol dari bahan volkan intermedier hingga basis umumnya mempunyai kandungan liat tinggi yang dihasilkan dari pelapukan mineral mudah lapuk. Tingginya kandungan fraksi liat ini menyebabkan tanah menjadi sangat lekat, sulit diolah, permiabilitas menurun dan aliran permukaan meningkat (Prasetyo, 2009).

(17)

6

6

Tanah Ultisol mempunyai tingkat perkembangan yang cukup lanjut, dicirikan oleh penampang tanah yang dalam, reaksi tanah Ultisol pada umumnya masam hingga sangat masam (pH 3-5, dan kejenuhan basa rendah yaitu < 35%.

Pada umumnya tanah ini mempunyai potensi keracunan Al dan miskin kandungan bahan organik. Tanah ini juga miskin kandungan hara terutama P dan kation- kation dapat ditukar seperti Ca, Mg, Na, dan K, kapasitas tukar kation sedang hingga tinggi (> 16 cmol/kg), serta nilai kejenuhan Al tinggi yaitu > 60%

(Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).

Kesuburan alami dari tanah Ultisol pada umumnya terbatas pada horizon A, dan terutama berhubungan dengan kandungan bahan organiknya. Kandungan hara utama seperti nitrogen, fosfor dan kalium sangat rendah. Pemakaian pupuk sering tidak efisien karena tingginya fiksasi P dan rendahnya kapasitas tukar kation tanah.

Kekurangan P pada tanah merah dapat disebabkan oleh bahan induk tanah yang tidak mengandung sumber P ataupun P yang tersedia difiksasi oleh unsur-unsur Al dan Fe dalam tanah menjadi senyawa Al-P dan Fe-P sehingga tidak tersedia untuk tanaman (Prasetyo, 2009).

Rendahnya kandungan hara pada tanah Ultisol juga terjadi karena pencucian basa yang berlangsung secara intensif, dan kandungan bahan organik yang rendah terjadi karena proses dekomposisi yang berlangsung cepat dan sebagian terbawa erosi. Perbaikan kesuburan pada tanah Ultisol dapat dilakukan dengan perbaikan tanah (ameliorasi), pemupukan, dan penambahan bahan organik (Situmorang et al, 2019).

Unsur Hara N dan P

Nitrogen (N) dan Fosfor (P) merupakan unsur hara yang sangat dibutuhkan

(18)

7

7

oleh tanaman dalam jumlah yang besar. Nitrogen merupakan unsur penting dalam pembentukan klorofil, protoplasma, protein, dan asam-asam nukleat. Unsur ini mempunyai peranan yang penting dalam pertumbuhan dan perkembangan semua jaringan hidup. Fosfor merupakan komponen penting penyusun senyawa untuk transfer energi (ATP dan nukleoprotein lain), untuk sistem informasi genetik (DNA dan RNA), untuk membran sel (fosfolipid), dan fosfoprotein (Zakiyah et al, 2018).

Nitrogen pada umumnya diserap tanaman dalam bentuk NH4+ atau NO3-

yang dipengaruhi oleh sifat tanah, jenis tanaman dan tahapan dalam pertumbuhan tanaman. N adalah unsur yang mobil, mudah sekali terlindi dan mudah menguap, sehingga tanaman seringkali mengalami defisiensi. Tanaman menyerap P dalam bentuk ortofosfat primer (H2PO4) dan sebagian kecil dalam bentuk ortofosfat sekunder (HPO4). Bentuk P dalam tanah dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu organik dan anorganik. Proporsi kedua bentuk P tersebut sangat bervariasi. Nilai P-organik dilaporkan antara 5-80% (Fahmi et al, 2010).

Fosfor dan Nitrogen secara bersamaan akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman pada pembentukan sel-sel baru di jaringan meristematik tanaman, sehingga dapat membantu proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Fosfor dan nitrogen diketahui dapat meningkatkan produktivitas lahan. Adanya unsur nitrogen dan fosfor juga mendukung proses fotosintetis sehingga fotosintat yang dihasilkan semakin banyak, kemudian fotosintat tersebut akan ditranslokasikan ke bagian vegetatif tanaman untuk membentuk batang dan daun sehingga dapat meningkatkan bobot kering tanaman secara keseluruhan (Astuti et al, 2013).

Bakteri Penambat N Non Simbiotik

Nitrogen dalam bentuk N2 bebas di atmosfer tidak dapat langsung diserap oleh tanaman tingkat tinggi. Tumbuhan menyerap unsur nitrogen dari lingkungan

(19)

8

8 dalam bentuk senyawa amonium (NH4+

). Unsur ini dapat diperoleh dari tanah dengan bantuan mikrorganisme tertentu yang dikenal sebagai bakteri penambat nitrogen. Bakteri tersebut dapat menambat nitrogen dari atmosfer karena bakteri jenis ini memiliki enzim spesifik didalam sel yang dikenal sebagai Nitrogenase yang disusun oleh dua komponen yang saling menunjang yaitu protein Fe (komponen I) dan protein Mo-Fe (komponen II). Setelah sel bakteri ini mati dan lisis, senyawa nitrogen organik dalam sel seperti protein dan asam nukleat akan dilepaskan ke lingkungan dan selanjutnya dapat dimanfaatkan oleh organisme lain seperti tanaman setelah melalui proses mineralisasi (Hartono dan Jumadi, 2014).

Bakteri penambat nitrogen (BPN) ada yang bersifat simbiotik dan non simbiotik. Keragaman dan populasinya tersebar di tanah subur dan tanah marginal, di dataran rendah hingga dataran tinggi. Kehidupan BPN dalam tanah dipengaruhi oleh tingkat keasaman dan kandungan hara utama seperti karbon (C), nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), sejumlah macam unsur mikro, kondisi aerasi, pH, dan kesuburan tanah. Beberapa spesies dapat beradaptasi dan belajar tumbuh pada berbagai habitat yang mempunyai perbedaan temperatur, keasaman, dan tekanan oksigen yang ekstrim (Widawati, 2015).

Bakteri penambat nitrogen non simbiotik hidup bebas pada daerah perakaran dan dalam jaringan tanaman. Misalnya pada tanaman padi seperti Pseudomonas spp., Enterobacteriaceae, Bacillus, Azotobacter, Azospirillum, dan Herbaspirillum. Bakteri penambat nitrogen pada rizosfer tanaman gramineae, seperti Azotobacter paspali dan Beijerinckia spp. adalah kelompok bakteri aerobik yang mengkolonisasi permukaan akar (Hartono dan Jumadi, 2014).

Bakteri penambat N non simbiotik dapat membantu menyediakan unsur N dan P bagi tanaman melalui penambatan N bebas dari udara dan pelarutan P terikat

(20)

9

9

pada unsur lain. Selain itu juga dapat memproduksi hormon tumbuh IAA. Bakteri yang mempunyai kemampuan seperti itu termasuk dalam kelompok Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) dan bermanfaat sebagai biofertilizer. Dampak bakteri nonsimbiotik akan terlihat efektifitasnya jika diinokulasikan pada tanaman (Widawati, 2015).

Bakteri penambat nitrogen hidup bebas yang sudah banyak digunakan sebagai inokulan adalah Azotobacter, Beijerinckia, Azospirillum, dan bakteri endofitik diazotrof lainnya. Pemanfaatan BPN, baik yang diaplikasikan melalui tanah maupun disemprotkan pada tanaman mampu meningkatkan efisiensi pemupukan N. Penggunaan BPN berpotensi mengurangi kebutuhan pupuk N sintetis, meningkatkan produksi dan pendapatan usaha tani dengan harga yang lebih murah (Mallombasi, 2018). Berdasarkan penelitian, bakteri Azospirillum yang digunakan sebagai biofertilizer mampu menambat nitrogen (N2) 30% N dari total N pada jagung (Widiyawati et al, 2014). Pemanfaatan teknologi penambatan nitrogen secara biologis (BNF) juga dapat mencegah penurunan bahan organik tanah dan mengurangi polusi terhadap lingkungan (Danapriatna, 2010).

Bakteri Pelarut Fosfat

Mikroba tanah banyak berperan dalam penyediaan maupun penyerapan unsur hara bagi tanaman yang salah satunya adalah bakteri pelarut fosfat (phosphate solubilizing bacteria). Bakteri pelarut fosfat merupakan kelompok mikroba yang mengubah fosfat tidak larut dalam tanah menjadi bentuk yang dapat larut dengan cara mensekresikan asam organik. Bakteri tersebut menghasilkan vitamin dan fitohormon yang dapat memperbaiki pertumbuhan akar tanaman dan meningkatkan serapan hara (Suliasih, 2010).

(21)

10

Pelarutan fosfat secara biologis terjadi karena bakteri pelarut fosfat menghasilkan enzim fosfatase. Fosfatase diekskresikan oleh akar tanaman dan mikroorganisme. Di dalam tanah, lebih dominan adalah fosfatase yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Pada proses mineralisasi bahan organik, senyawa fosfat organik diuraikan menjadi bentuk fosfat anorganik yang tersedia bagi tanaman dengan bantuan enzim fosfatase. Enzim fosfatase dapat memutuskan fosfat yang terikat oleh senyawa-senyawa organik menjadi bentuk tersedia (Simanungkalit, 2006).

Efisiensi pupuk P dapat ditingkatkan dengan pemanfaatan mikroba pelarut fosfat. Mikroba tersebut selain dapat menghasilkan enzim fosfatase juga dapat mengeluarkan asam-asam organik. Asam-asam organik tersebut seperti: asam sitrat, glutamat, suksinat, tartat, format, asetat, propionat, laktonat, glikonat dan fumarat.

Asam-asam organik ini akan bereaksi dengan FePO4, yang dapat membentuk khelat (kompleks stabil) dengan kation-kation pengikat P di dalam tanah seperti Fe3+ dan Al3+. Akibatnya dapat menurunkan reaktivitas ion-ion dan menyebabkan pelarutan yang efektif sehingga P yang terfiksasi dapat tersedia untuk tanaman (Setiawati et al, 2014).

Bakteri Pelarut Fosfat mampu meningkatkan P terekstrak pada tanah masam sampai 50%. Bakteri pelarut fosfat juga diketahui mampu meningkatkan kelarutan P pada tanah Ultisol yang kondisi pH-nya rendah. Bakteri pelarut fosfat (BPF) sangat berpengaruh nyata terhadap peningkatan P tersedia di tanah (Astuti et al, 2013). Bakteri pelarut fosfat juga berperan dalam transfer energi, penyusunan protein, koenzim, asam nukleat dan senyawa-senyawa metabolik lainnya yang dapat menambah aktivitas penyerapan P pada tumbuhan yang kekurangan P (Nadzifah, 2011).

(22)

11

11

Kemampuan BPF dalam menghasilkan asam-asam organik sangat beragam tergantung dari jenis mikroba, daya adaptasi, hingga kemampuan dalam memproduksi enzim. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Setiawati et al (2014) P terlarut yang dihasilkan oleh kedua jenis BPF terbukti nyata lebih tinggi dibandingkan tanpa pemberian isolat BPF. Pseudomonas cepaceae menghasilkan P terlarut lebih tinggi dibandingkan dengan BPF AVM Lembab walaupun besarnya enzim fosfatase dan asam organik (asam laktat) yang dihasilkannya sama.

Perbedaan P terlarut yang dihasilkan tersebut diduga karena jenis asam-asam organik yang dihasilkannya berbeda sehingga kemampuan asam-asam organik tersebut dalam mengkhelat pengikat P akan berbeda pula.

Porang (Amorphophallus oncophyllus Prain.)

Porang (Amorphophallus oncophyllus Prain.) termasuk dalam famili Araceae. Porang memiliki bulbil (umbi daun) pada persimpangan vena, yang merupakan organ pembeda antara porang dengan spesies Amorphophallus yang lain. Umbi porang berwarna coklat tua dengan daging umbi berwarna kuning hingga oranye. Perbanyakan dan perkembangbiakan porang dapat dilakukan secara vegetatif menggunakan bahan tanaman berupa umbi dan bulbil, dan secara generatif menggunakan biji (Anturida et al, 2015).

Umbi porang merupakan bahan baku dalam pembuatan tepung mannan yang mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi dan kegunaan yang luas. Zat mannan ini dapat digunakan untuk bahan perekat, bahan seluloid, kosmetik, bahan makanan, industri tekstil dan kertas. Indonesia mengekspor porang dalam bentuk gaplek atau tepung ke Jepang, Australia, Srilanka, Malaysia, Korea, Selandia Baru, Pakistan, Inggris dan Italia. Permintaan porang dalam bentuk segar maupun chip kering terus meningkat. Sebagai contoh, produksi porang di Jawa Timur tahun 2009

(23)

12

baru mencapai 600 - 1000 ton chip kering sedangkan kebutuhan industri sekitar 3.400 ton chip kering (Sulistiyo, 2015).

Tanaman porang tumbuh dengan baik pada dataran rendah 100-600 mdpl, dengan suhu optimum 22-300C. Pada suhu diatas 350C daun tanaman akan terbakar, sedangkan pada suhu rendah menyebabkan Porang dorman. Tanaman Porang menghendaki curah hujan tinggi antara 300-500 mm/bulan, terutama pada saat pertumbuhan vegetatif. Porang dapat tumbuh baik pada tanah bertekstur ringan yaitu pada kondisi liat berpasir, struktur gembur , dan kaya unsur hara serta pada pH 6-7 (Siswanto, 2016).

Tanaman porang perlu dipupuk dengan pupuk kandang (5 t/ha) untuk mendapatkan hasil yang optimal. Pemberian pupuk kandang sebanyak 30 t/ha dapat meningkatkan berat ubi segar sebanyak 15%. Pengaruh penggunaan pupuk biologis juga sudah mulai diteliti. Perlakuan ubi dengan larutan 2% Azotobacter pada saat tanam dan aplikasi biakan murni sebanyak 9,0 kg/ha dicampur dengan 40 kg tanah dari daerah perakaran dan 150 kg N/ha menghasilkan ubi sebanyak 64,9 dan 62,2 t/ha (Saleh et al, 2015).

Porang dapat dipanen setelah tanamannya rebah dan daunnya telah kering.

Pada saat itu, kandungan glukomanan lebih tinggi dibandingkan pada saat sebelum rebah. Bobot umbi 3 - 9 kg tergantung kondisi iklim yang sesuai untuk pertumbuhannya. Kandungan glukomanan pada awal pertumbuhan lebih rendah karena digunakan sebagai sumber energi untuk pertumbuhan daun. Setelah daun mengalami pertumbuhan yang maksimal, glukomanan tidak digunakan untuk proses metabolisme, sehingga terakumulasi pada umbi hingga mencapai fase dormansi (Sari dan Suhartati, 2015).

(24)

13

13

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September 2021 di rumah kaca, Laboratorium Biologi Tanah serta Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah Ultisol asal Gebang Kabupaten Langkat sebagai media tanam, Inokulan Bakteri Penambat N Non Simbiotik (Azotobacter) dan Bakteri Pelarut Fosfat (Burkholderia cepacia) koleksi Laboratorium Biologi Tanah Universitas Sumatera Utara sebagai bahan percobaan, bibit tanaman Porang (Amorphophallus oncophyllus Prain.) sebagai objek pengamatan, bahan kimia untuk pembuatan media Jensen dan Pikovskaya, pupuk Urea, SP-36 dan KCl sebagai pupuk dasar dan polybag ukuran 40x25cm sebagai wadah media tanam serta bahan-bahan lain yang diperlukan dalam penelitian.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan untuk menimbang tanah, timbangan analitik untuk menimbang bahan kimia, Laminar Air Flow sebagai tempat isolasi bakteri, autoklaf untuk mensterilkan alat dan bahan, erlenmeyer sebagai wadah perbanyakan isolat, pipet tetes untuk pemberian inokulan, penggaris dan meteran untuk mengukur tinggi tanaman, jangka sorong untuk mengukur diameter umbi, cangkul untuk mengambil contoh tanah, serta alat lainnya yang digunakan dalam penelitian.

(25)

14 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial dengan 2 faktor perlakuan. Faktor I adalah bakteri penambat N non simbiotik dengan 4 perlakuan dan faktor II adalah bakteri pelarut fosfat dengan 4 perlakuan.

Faktor I : Bakteri Penambat N Non Simbiotik (N) N0 : Kontrol

N1 : 106 cfu/ml N2 : 108 cfu/ml N3 : 1010 cfu/ml

Faktor II : Bakteri Pelarut Fosfat (P) P0 : Kontrol

P1 : 106 cfu/ml P2 : 108 cfu/ml P3 : 1010 cfu/ml

Diperoleh kombinasi perlakuan sebanyak 16 kombinasi, yaitu:

N0P0 N1P0 N2P0 N3P0

N0P1 N1P1 N2P1 N3P1

N0P2 N1P2 N2P2 N3P2

N0P3 N1P3 N2P3 N3P3

Jumlah kombinasi perlakuan : 16 Jumlah ulangan : 3

Jumlah unit percobaan : 48

(26)

15

15

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam berdasarkan model linear sebagai berikut :

Yijk = μ + αi + βj + ρk + (αβ)ij + εijk i = 1,2,3,4 ; j = 1,2,3 ; k = 1,2,3

Yijk : Hasil pengamatan pada ulangan ke-i yang diberi bakteri penambat non simbiotik pada taraf ke-j dan bakteri pelarut fosfat pada taraf ke-k Μ : Nilai tengah perlakuan

α : Pengaruh faktor pemberian bakteri penambat N non simbiotik pada taraf ke i

βj : Pengaruh faktor pemberian bakteri pelarut fosfat pada taraf ke j ρk : Pengaruh blok ke k

(αβ)ij : Pengaruh kombinasi dari faktor berdasarkan pemberian bakteri penambat N non simbiotik dan bakteri pelarut fosfat

Εijk : Efek galat dari faktor pemberian bakteri penambat N non simbiotik taraf ke-i, faktor berdasarkan pemberian bakteri pelarut fosfat taraf ke-j dan ulangan ke-k

Jika dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan pengaruh yang nyata, maka dilanjutkan dengan menggunakan Uji Jarak Duncan (Duncan’s Multiple Range Test) pada taraf 5%.

Pelaksanaan Penelitian

Pengambilan dan Penanganan Bahan Tanah

Tanah Ultisol yang diambil berasal dari Kecamatan Gebang, Kabupaten Langkat. Pengambilan bahan tanah Ultisol dilakukan secara zig-zag pada kedalaman 0-20 cm lalu dikompositkan. Tanah dikering udarakan dan dihaluskan

(27)

16

menggunakan ayakan tanah dan ayakan 10 mesh untuk tanah yang akan dianalisis.

Analisis Awal Tanah

Analisis awal tanah dilakukan untuk menilai kondisi tanah dilapangan.

Analisis awal tanah yang dilakukan meliputi pengukuran % kadar air, % kapasitas lapang, pH H2O, pH KCl, C-Organik, N-total, P-tersedia dan KTK dan Al-dd.

Persiapan Inokulan Cair Bakteri Penambat N Non Simbiotik dan Bakteri Pelarut Fosfat

Semua alat yang digunakan dalam persiapan inokulan harus disterilkan dengan autoklaf. Media yang digunakan untuk bakteri penambat N non simbiotik yaitu media Jensen sedangkan untuk bakteri pelarut fosfat yaitu media pikovskaya.

Ditimbang bahan-bahan yang digunakan untuk membuat media dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 1 L lalu dilarutkan dengan aquades. Selanjutnya distirer agar media homogen dan diukur pH media sampai ± 6,8 (jika asam ditambah NaOH dan basa ditambah HCl). Media cair lalu disterilkan dengan auotoklaf dan setelah itu disimpan ke Laminar Air Flow. Diinokulasi biakan murni bakteri penambat N non simbiotik (Azotobacter) dan bakteri pelarut fosfat (Burkholderia cepacia) yang merupakan koleksi Laboratorium Biologi Tanah FP USU ke dalam media cair dengan jarum ose lalu ditutup mulut Erlenmeyer dengan kapas, aluminium foil, dan cling wrap agar steril, kemudian diinkubasi selama ± 2 minggu.

Perhitungan Populasi Bakteri

Dilakukan perhitungan kepadatan sel bakteri pada media padat yang telah ditumbuhi Bakteri penambat N non simbiotik dan Bakteri pelarut fosfat dengan melakukan seri pengenceran. Kepadatan Populasi yang digunakan yaitu 106 cfu/ml, 108 cfu/mldan 1010 cfu/ml.

(28)

17

17 Pemilihan Bibit

Sumber bibit yang digunakan berumur ± 1 bulan. Bibit yang digunakan harus memiliki pertumbuhan seragam dan bebas dari serangan hama dan penyakit. Sumber bibit diambil dari Pembibitan di daerah Tanjung Morawa.

Persiapan Media Tanam

Media tanam yang dipakai yaitu tanah Ultisol. Tanah Ultisol yang telah kering udara dimasukkan ke dalam polybag sebanyak 10,78 kg berat tanah kering mutlak, sesuai dengan % kadar air yang telah diukur.

Penanaman dan Pemupukan

Penanaman dilakukan dengan cara membuat lubang tanam sedalam ± 5cm dari permukaan tanah. Lubang lalu ditutup kembali dengan tanah. Pemupukan yang dilakukan yaitu pemupukan dasar dan dilakukan pada saat penanaman dengan cara ditugal pada media tanam dengan dosis pupuk sesuai dengan rekomendasi pupuk SP- 36 dan Kcl untuk tanaman porang dan 1/4 rekomendasi untuk pupuk Urea. Dosis yang digunakan yaitu 0,05 g urea/polybag, 0,3 g SP-36/polybag, dan 0,225 g KCl/polybag.

Aplikasi Inokulan Bakteri

Pemberian inokulan bakteri dilakukan 1 minggu setelah penanaman, dengan cara meneteskan inokulan menggunakan pipet tetes sebanyak 10 ml di daerah rizosfer tanaman. Inokulasi dilakukan pada semua perlakuan sesuai dengan masing-masing perlakuan.

Pemeliharaan Tanaman

Penyiraman dilakukan setiap hari sesuai dengan kebutuhan air kapasitas lapang. Penyiraman dilakukan dengan melakukan penimbangan dan dengan cara mengalirkan air melalui pipa ke dalam pot percobaan . Kebutuhan volume air pada

(29)

18

saat penyiraman yaitu selisih dari berat tanah pada kapasitas lapang. Pengendalian gulma dilakukan dengan cara mekanis, yaitu dengan mencabut gulma secara manual dengan tangan.

Pemanenan

Pemanenan dilakukan ketika bibit tanaman porang berumur 4 bulan.

Pemanenan dilakukan dengan memotong bagian pangkal batang sebagai bagian dari tajuk. Diambil bagian akar di bawah tanah lalu dibersihkan dan dipisahkan akar dan umbi ke tempat yang berbeda. Bobot basah umbi ditimbang dan diukur diameter umbinya. Bagian tajuk dan akar lalu dikering ovenkan pada suhu 70-800C selama 48 jam dan ditimbang sebagai bobot kering tajuk dan akar.

Pengambilan Contoh dan Analisis Tanah dan Tanaman

Pengambilan contoh tanah dilakukan pada saat setelah panen dan keadaan tanah masih lembab pada kedalaman 0-20 cm untuk dianalisis pH tanah.

Pengambilan contoh tanaman pada saat setelah dikering ovenkan lalu bagian tajuk diambil untuk dianalisis kadar P (%) dan kadar N (%) dan dihitung serapan P dan N (mg/tanaman). Contoh tanah dan tanaman yang dianalisis adalah seluruh unit percobaan.

Parameter Pengamatan Tanaman

- Tinggi tanaman (cm) setiap 1 minggu sekali, setelah aplikasi inokulan bakteri.

- Bobot kering tajuk (g) pada akhir masa vegetatif.

- Bobot kering akar (g) pada akhir masa vegetatif.

- Bobot basah umbi (g) pada akhir masa vegetatif.

- Diameter umbi (mm) pada akhir masa vegetatif.

(30)

19

19 Analisis Tanah

- pH tanah dengan metode elektrometri.

Analisis Tanaman

- Kadar serapan P (mg/tanaman) oleh tanaman dilakukan dengan mengalikan kadar P tanaman (Spectrophometry) dengan bobot kering tajuk tanaman.

- Kadar serapan N (mg/tanaman) oleh tanaman dilakukan dengan mengalikan kadar N tanaman (Spectrophometry) dengan bobot kering tajuk tanaman.

(31)

20

20

14

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Dari hasil pengamatan, analisis tanah dan tanaman dari aplikasi bakteri penambat nitrogen non simbiotik dan bakteri pelarut fosfat pada tanaman porang di tanah Ultisol, diperoleh data sebagai berikut:

pH Tanah

Dari hasil percobaan terhadap parameter pH Tanah (Lampiran 8) dan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 9) menunjukkan bahwa aplikasi bakteri penambat nitrogen non simbiotik dan bakteri pelarut fosfat, serta interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pH tanah. Berikut disajikan rataan nilai pH H2O tanah:

Tabel 1. Rataan Nilai pH Tanah Akibat Inokulan Bakteri Penambat Nitrogen Non Simbiotik dan Bakteri Pelarut Fosfat pada Tanaman Porang di Tanah Ultisol

Perlakuan

pH Tanah (pH H2O)

Rataan P0(Kontrol) P1(106

cfu/ml)

P2(108 cfu/ml)

P3(1010 cfu/ml)

N0(Kontrol) 4.38 4.44 4.36 4.37 4.39

N1(106 cfu/ml) 4.46 4.49 4.51 4.47 4.48

N2(108 cfu/ml) 4.50 4.46 4.41 4.61 4.50

N3(1010 cfu/ml) 4.39 4.43 4.40 4.55 4.44

Rataan 4.43 4.45 4.42 4.50 4.45

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test pada taraf 5%

Pada Tabel 1 terlihat bahwa nilai rataan pH tanah Ultisol tertinggi terdapat pada perlakuan N2 dan P3 yaitu 4,50.

Tinggi Tanaman

Dari hasil percobaan terhadap parameter tinggi tanaman (Lampiran 10) dan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 11) menunjukkan bahwa aplikasi bakteri penambat nitrogen non simbiotik dan bakteri pelarut fosfat serta interaksi keduanya

(32)

21

21

berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Berikut disajikan rataan tinggi tanaman:

Tabel 2. Rataan Tinggi Tanaman Akibat Inokulan Bakteri Penambat Nitrogen Non Simbiotik dan Bakteri Pelarut Fosfat pada Tanaman Porang di Tanah Ultisol

Perlakuan

Tinggi Tanaman (cm)

Rataan P0(Kontrol) P1(106

cfu/ml)

P2(108 cfu/ml)

P3(1010 cfu/ml)

N0(Kontrol) 16.91i 19.22hi 20.46gh 22.66efg 19.81d N1(106 cfu/ml) 19.33hi 22.42fg 24.61cdef 24.63cdef 22.75c N2(108 cfu/ml) 22.88defg 25.22cdef 25.92cd 30.55b 26.14b N3(1010 cfu/ml) 25.69cde 27.54bc 35.02a 34.55a 30.70a

Rataan 21.20d 23.60c 26.50b 28.10a 24.85

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test pada taraf 5%

Berdasarkan Tabel 2 tampak bahwa tinggi tanaman tertinggi diperoleh dari perlakuan bakteri penambat nitrogen non simbiotik yaitu N3 (1010 cfu/ml) dengan rataan 30,70 cm dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Pemberian bakteri pelarut fosfat yang menghasilkan tinggi tertinggi yaitu perlakuan P3 (1010 cfu/ml) dengan rataan tinggi 28,10 cm dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Interaksi bakteri penambat nitrogen non simbiotik dan bakteri pelarut fosfat menunjukkan rataan tertinggi terdapat pada Perlakuan N3P2 yang mampu meningkatkan tinggi tanaman dari N0P0 (Kontrol) 16,9 cm menjadi 35,02 cm.

Bobot Kering Tajuk

Dari hasil percobaan terhadap parameter bobot kering tajuk (Lampiran 12) dan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 13) menunjukkan bahwa aplikasi bakteri penambat nitrogen non simbiotik dan bakteri pelarut fosfat berpengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk, namun interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk. Berikut disajikan rataan bobot kering tajuk :

(33)

22

22

Tabel 3. Rataan Bobot Kering Tajuk Akibat Inokulan Bakteri Penambat Nitrogen Non Simbiotik dan Bakteri Pelarut Fosfat pada Tanaman Porang di Tanah Ultisol

Perlakuan

Bobot Kering Tajuk (g)

Rataan P0(Kontrol) P1(106

cfu/ml)

P2(108 cfu/ml)

P3(1010 cfu/ml)

N0(Kontrol) 1.39 1.64 2.13 2.54 1.93d

N1(106 cfu/ml) 2.14 2.30 2.62 2.72 2.45c

N2(108 cfu/ml) 2.78 2.83 3.19 4.34 3.29b

N3(1010 cfu/ml) 3.39 3.75 4.17 5.04 4.09a

Rataan 2.43c 2.63c 3.03b 3.66a 2.94

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test pada taraf 5%

Berdasarkan Tabel 3, diperoleh rataan bobot kering tajuk tertinggi dari perlakuan bakteri penambat nitrogen non simbiotik yaitu N3 (1010 cfu/ml) dengan rataan 4,09 g. Rataan tertinggi dari pemberian bakteri pelarut fosfat yaitu perlakuan P3 (1010 cfu/ml) dengan rataan 3,66 g.

Bobot Kering Akar

Dari hasil percobaan terhadap parameter bobot kering akar (Lampiran 14) dan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 15) menunjukkan bahwa aplikasi bakteri penambat nitrogen non simbiotik dan bakteri pelarut fosfat serta interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar. Berikut disajikan rataan bobot kering akar :

Tabel 4. Rataan Bobot Kering Akar Akibat Inokulan Bakteri Penambat Nitrogen Non Simbiotik dan Bakteri Pelarut Fosfat pada Tanaman Porang di Tanah Ultisol

Perlakuan

Bobot Kering Akar (g)

Rataan P0(Kontrol) P1(106

cfu/ml)

P2(108 cfu/ml)

P3(1010 cfu/ml)

N0(Kontrol) 0.24e 0.38de 0.36de 0.41de 0.34c

N1(106 cfu/ml) 0.27e 0.38de 0.65cd 0.46de 0.44c

N2(108 cfu/ml) 0.80bc 0.63cd 1.14b 1.08b 0.91b

N3(1010 cfu/ml) 0.92bc 1.01b 1.65a 1.72a 1.32a

Rataan 0.56b 0.60b 0.95a 0.92a 0.76

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test pada taraf 5%

(34)

23

23

Berdasarkan Tabel 4, diperoleh rataan bobot kering akar tertinggi dari perlakuan bakteri penambat nitrogen non simbiotik yaitu N3 (1010 cfu/ml) dengan rataan 1,32 g dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Rataan tertinggi dari pemberian bakteri pelarut fosfat yaitu perlakuan P2 (108 cfu/ml) dengan rataan 0,95 g dan berbeda nyata dengan perlakuan P0 dan P1.

Interaksi bakteri penambat nitrogen non simbiotik dan bakteri pelarut fosfat menunjukkan rataan tertinggi terdapat pada Perlakuan N3P3 yang mampu meningkatkan bobot kering akar dari N0P0 (Kontrol) 0,24 g menjadi 1,72 g.

Bobot Basah Umbi

Dari hasil percobaan terhadap parameter bobot basah umbi (Lampiran 16) dan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 17) menunjukkan bahwa aplikasi bakteri penambat nitrogen non simbiotik dan bakteri pelarut fosfat serta interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap bobot basah umbi. Berikut disajikan rataan bobot basah umbi :

Tabel 5. Rataan Bobot Basah Umbi Akibat Inokulan Bakteri Penambat Nitrogen Non Simbiotik dan Bakteri Pelarut Fosfat pada Tanaman Porang di Tanah Ultisol

Perlakuan

Bobot Basah Umbi (g)

Rataan P0(Kontrol) P1(106

cfu/ml)

P2(108 cfu/ml)

P3(1010 cfu/ml)

N0(Kontrol) 1.76h 3.43gh 4.34gh 5.26efgh 3.70d

N1(106 cfu/ml) 4.56fgh 5.46efgh 8.58def 10.64cd 7.31c N2(108 cfu/ml) 5.25efgh 6.49defg 13.44bc 15.62ab 10.20b N3(1010 cfu/ml) 9.39cde 13.72bc 19.31a 22.80a 16.30a

Rataan 5.24d 7.27c 11.42b 13.58a 9.38

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test pada taraf 5%

Berdasarkan Tabel 5, diperoleh rataan bobot basah umbi tertinggi dari perlakuan bakteri penambat nitrogen non simbiotik yaitu N3 (1010 cfu/ml) dengan

(35)

24

24

rataan 16,30 g dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Rataan tertinggi dari pemberian bakteri pelarut fosfat yaitu perlakuan P3 (1010 cfu/ml) dengan rataan 13,58 g dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Interaksi bakteri penambat nitrogen non simbiotik dan bakteri pelarut fosfat menunjukkan rataan tertinggi terdapat pada Perlakuan N3P3 yang mampu meningkatkan bobot basah umbi dari N0P0 (Kontrol) 1,76 g menjadi 22,80 g.

Diameter Umbi

Dari hasil percobaan terhadap parameter diameter umbi (Lampiran 18) dan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 19) menunjukkan bahwa aplikasi bakteri penambat nitrogen non simbiotik dan bakteri pelarut fosfat berpengaruh nyata terhadap diameter umbi, namun interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap diameter umbi. Berikut disajikan rataan diameter umbi :

Tabel 6. Rataan Diameter Umbi Akibat Inokulan Bakteri Penambat Nitrogen Non Simbiotik dan Bakteri Pelarut Fosfat pada Tanaman Porang di Tanah Ultisol

Perlakuan

Diameter Umbi (mm)

Rataan P0(Kontrol) P1(106

cfu/ml)

P2(108 cfu/ml)

P3(1010 cfu/ml)

N0(Kontrol) 14.25 21.35 23.37 25.23 21.05d

N1(106 cfu/ml) 21.32 23.80 30.13 31.65 26.73c

N2(108 cfu/ml) 22.35 25.32 31.33 37.02 29.00b

N3(1010 cfu/ml) 31.52 34.33 40.97 46.35 38.29a

Rataan 22.36d 26.20c 31.45b 35.06a 28.77

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test pada taraf 5%

Berdasarkan Tabel 6, diperoleh rataan diameter umbi tertinggi dari perlakuan bakteri penambat nitrogen non simbiotik yaitu N3 (1010 cfu/ml) dengan rataan 38,29 mm dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Rataan tertinggi dari pemberian bakteri pelarut fosfat yaitu pada perlakuan P3 (1010 cfu/ml) dengan

(36)

25

25

pemberian bakteri pelarut fosfat yaitu pada perlakuan P3 (1010 cfu/ml) dengan rataan 35,06 mm dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Serapan N

Dari hasil percobaan terhadap parameter serapan N tanaman (Lampiran 20) dan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 21) menunjukkan bahwa aplikasi bakteri penambat nitrogen non simbiotik dan bakteri pelarut fosfat berpengaruh nyata terhadap serapan N tanaman, namun interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap serapan N tanaman. Berikut disajikan rataan nilai serapan N:

Tabel 7. Rataan Serapan N Tanaman Akibat Inokulan Bakteri Penambat Nitrogen Non Simbiotik dan Bakteri Pelarut Fosfat pada Tanaman Porang di Tanah Ultisol

Perlakuan

Serapan N (mg/tanaman)

Rataan P0(Kontrol) P1(106

cfu/ml)

P2(108 cfu/ml)

P3(1010 cfu/ml)

N0(Kontrol) 32.02 37.29 48.01 57.91 43.81d

N1(106 cfu/ml) 49.35 52.12 60.63 63.23 56.33c

N2(108 cfu/ml) 63.98 64.31 72.54 99.15 74.99b

N3(1010 cfu/ml) 91.04 88.05 96.51 115.23 97.71a

Rataan 59.10c 60.44bc 69.42b 83.88a 68.21

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test pada taraf 5%

Dari hasil analisis serapan N tanaman, diperoleh rataan tertinggi dari perlakuan bakteri penambat nitrogen non simbiotik yaitu N3 (1010 cfu/ml) dengan rataan 97,71 mg/tanaman dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Rataan tertinggi dari pemberian bakteri pelarut fosfat yaitu pada perlakuan P3 (1010 cfu/ml) dengan rataan 83,88 mg/tanaman dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Serapan P

Dari hasil percobaan terhadap parameter serapan P tanaman (Lampiran 22) dan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 23) menunjukkan bahwa aplikasi bakteri penambat nitrogen non simbiotik dan bakteri pelarut fosfat berpengaruh nyata

(37)

26

26

terhadap serapan P tanaman, namun interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap serapan P tanaman. Berikut disajikan rataan nilai serapan P:

Tabel 8. Rataan Serapan P Tanaman Akibat Inokulan Bakteri Penambat Nitrogen Non Simbiotik dan Bakteri Pelarut Fosfat pada Tanaman Porang di Tanah Ultisol

Perlakuan

Serapan P (mg/tanaman)

Rataan P0(Kontrol) P1(106

cfu/ml)

P2(108 cfu/ml)

P3(1010 cfu/ml)

N0(Kontrol) 4.22 4.82 5.83 7.23 5.52b

N1(106 cfu/ml) 5.64 6.59 7.18 6.87 6.57b

N2(108 cfu/ml) 8.63 8.45 9.42 14.60 10.27a

N3(1010 cfu/ml) 9.50 12.19 10.86 14.28 11.71a

Rataan 7.00b 8.01b 8.32b 10.74a 8.52

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test pada taraf 5%

Dari hasil analisis serapan P tanaman, diperoleh rataan tertinggi dari perlakuan bakteri penambat nitrogen non simbiotik yaitu N3 (1010 cfu/ml) dengan rataan 11,71 mg/tanaman dan berbeda nyata dengan perlakuan N0 dan N1. Rataan tertinggi dari pemberian bakteri pelarut fosfat yaitu pada perlakuan P3 (1010 cfu/ml) dengan rataan 10,74 mg/tanaman dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Pembahasan

Pengaruh Inokulan Bakteri Penambat Nitrogen Non Simbiotik terhadap Pertumbuhan Bibit Porang (Amorphophallus oncophyllus Prain.)

Mikroorganisme penambat N non simbiotik mampu meningkatkan ketersediaan unsur hara nitrogen pada tanah sehingga dapat diserap tanaman. Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa pemberian bakteri penambat N non simbiotik berpengaruh signifikan terhadap variabel serapan N. Terlihat adanya perbedaan yang nyata pada perlakuan dengan pemberian inokulan bakteri penambat nitrogen dengan perlakuan kontrol. Pemberian bakteri penambat N non simbiotik sebesar 1010 cfu/ml juga menunjukkan nilai rata – rata serapan N tertinggi, yaitu sebesar

(38)

27

27 97.71 mg/tanaman.

Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa pemberian bakteri penambat N non simbiotik juga berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan tanaman. Variabel pertumbuhan tanaman seperti tinggi tanaman, bobot kering tajuk, bobot kering akar, bobot basah umbi dan diameter batang menunjukkan perbedaan yang nyata antara perlakuan dan kontrol.

Hindersah et al (2018) menyatakan bahwa peningkatan tinggi tanaman oleh Azotobacter disebabkan oleh akuisisi nitrogen tersedia yang dihasilkan dari fiksasi nitrogen, dan peningkatan kadar fitohormon tanaman yang diproduksi oleh Azotobacter. Mekanisme di atas secara langsung meningkatkan serapan N dan perakaran tanaman yang menginduksi pertumbuhan vegetatif. Pemberian Azotobacter dengan cara inokulasi lebih efektif dalam meningkatkan tinggi karena nitrogen dan fitohormon yang telah terbentuk selama produksi pupuk hayati diserap melalui stomata daun, lebih cepat memasuki sistem metabolisme tanaman untuk pembentukan dan perbesaran sel selama fase vegetatif.

Pengaruh Inokulan Bakteri Pelarut Fosfat terhadap Pertumbuhan Bibit Porang (Amorphophallus oncophyllus Prain.)

Pemberian bakteri pelarut fosfat (BPF) tidak berpengaruh nyata dalam peningkatan pH dan telah terjadi penurunan dari pH awal sebelum perlakuan.

Nasution (2006) menyatakan bahwa mikroorganisme pelarut fosfat tidak berpengaruh terhadap peningkatan pH tanah Ultisol. Menurut Ginting et al bakteri pelarut fosfat mengekskresikan sejumlah asam organik berbobot molekul rendah seperti oksalat, suksinat, tartrat, sitrat, laktat, a-ketoglutarat, asetat, formiat, propionat, glikolat, glutamat, glioksilat, malat, fumarate. Meningkatnya asam-asam

(39)

28

28

organik tersebut diikuti dengan penurunan pH tanah.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam INOVA terdapat perbedaan yang nyata antara perlakuan pemberian bakteri pelarut fosfat dan perlakuan kontrol. Nilai serapan P paling tinggi yaitu sebesar 10.7 mg/tanaman pada perlakuan P3 (10x1010 cfu/ml), sedangkan nilai serapan P yang paling rendah yaitu 7.00 mg/tanaman pada perlakuan P0 (control).

Astuti et al (2013) menyatakan bahwa bakteri pelarut fosfat mampu meningkatkan kelarutan P pada tanah Ultisol yang memiliki pH rendah dan mampu meningkatkan P terekstrak pada tanah masam hingga 50%. Nasution (2006) menyatakan bahwa bakteri pelarut fosfat sangat berpengaruh nyata terhadap peningkatan P tersedia di tanah, selain menghasilkan asam-asam organik, bakteri pelarut fosfat juga menghasilkan enzim fosfatase yang dapat melarutkan Ca-P sehingga P menjadi tersedia dan dapat diserap oleh tanaman.

Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa pemberian bakteri pelarut fosfat juga berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan tanaman. Variabel pertumbuhan tanaman seperti tinggi tanaman, bobot kering tajuk, bobot kering akar, bobot basah umbi dan diameter batang menunjukkan perbedaan yang nyata antara perlakuan dan kontrol.

Dapat dilihat dari data bahwa perlakuan dengan populasi 1010 cfu/ml menunjukkan rataan tertinggi. Semakin tinggi populasi bakteri yang diberikan maka akan semakin baik bagi peningkatan pertumbuhan tanaman. Hal ini sesuai literatur Ginting et al (2016) yang menyatakan bahwa pemberian inokulan pelarut fosfat pada tanaman harus dengan kepadatan yang tinggi, yaitu lebih dari 108 sel gram-1 media pembawanya. Dengan kepadatan yang tinggi diharapkan

(40)

29

29

mikroorganisme pelarut fosfat yang diberikan tersebut dapat bersaing dengan mikroorganisme yang ada di dalam tanah. Dengan demikian mampu mendominasi di sekitar perakaran tanaman.

Pengaruh Inokulan Bakteri Penambat Nitrogen Non Simbiotik dan Bakteri Pelarut Fosfat terhadap Pertumbuhan Bibit Porang (Amorphophallus oncophyllus Prain.)

Interaksi perlakuan bakteri penambat nitrogen non simbiotik dan bakteri pelarut fosfat mampu meningkatkan tinggi tanaman, berat kering akar dan berat basah umbi secara nyata. Tinggi tanaman yang tertinggi yaitu pada perlakuan N3P2 35,02 cm sedangkan yang terendah pada perlakuan kontrol (N0P0) yaitu 16,9 cm.

Berat kering akar tertinggi yaitu pada perlakuan N3P3 sebesar 1,72 g sedangkan yang terendah pada perlakuan kontrol (N0P0) yaitu 0,24 g. Berat basah umbi tertinggi yaitu 22,8 g pada perlakuan N3P3 sedangkan yang terendah pada perlakuan kontrol (N0P0) yaitu 1,76 g.

Interaksi antara bakteri penambat nitrogen non simbiotik dan bakteri pelarut fosfat tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap berat kering tajuk, diameter umbi, serapan N dan serapan P. Hal ini bisa jadi disebabkan karena umur tanaman yang masih muda sehingga rhizosfer belum luas dan eksudat yang dihasilkan akar masih sedikit. Hal ini sesuai literatur Antralia et al (2015) yang menyatakan bahwa populasi Azotobacter meningkat dengan bertambahnya usia tanaman. Hal ini disebabkan oleh perbedaan aktivitas metabolisme akar, dimana semakin bertambah umur, akar yang tumbuh dan aktif semakin banyak sehingga menyebabkan komposisi dan jumlah eksudat yang dikeluarkan juga semakin banyak. Eksudat tersebut dimanfaatkan mikrobia di dalam tanah sehingga mikrobia tersebut dapat bertahan hidup dan memperbanyak diri (Makarim dan Suhartatik, 2010).

Referensi

Dokumen terkait

Apabila anak tidak mampu menyesuaikan diri maka pada perkembangan selanjutnya akan terganggu, misalnya tidak memiliki teman, kesulitan dalam kerja kelompok, tidak

Halaman ini digunakan untuk memanajemen data pendaftaran yang sudah , pada halaman ini terdapat menu edit, hapus, dan info dari pendaftar, dapat dilihat pada gambar 3.63

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan terkait dengan jaringan komunikasi dengan adopsi inovasi budidaya padi organik dikelompok tani Marsudi Mulyo Desa

1. Merumuskan rencana prongram dan kegiatan ketatausahaan, rumah tangga serta pembinaan, pengembangan dan peningkatan kegiatan pelayanan umum perparkiran sesuai

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Indeks Kepuasan Masyarakat pada Kantor Kementerian Agama Kota Banda Aceh Terhadap Kinerja Alumni Fakultas

Dengan adanya fenomena di atas, penulis tertarik untuk menjadikannya sebuah penelitian ilmiah, dengan rumusan masalah sebagai berikut: “Bagaimana proses komunikasi

Dalam hukum nasional pengaturan terkait dengan pemberian ganti rugi terhadap korban kecelakaan pesawat yang meninggal dunia, cacat diatur dalam pasal 141