• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Contoh

Komponen dari karakteristik contoh ini meliputi jenis kelamin, usia, dan kelas. Pelaksanaan penyuluhan kampanye sarapan sehat ini tidak dilakukan di sekolah dasar, tetapi di balai desa atau TPA sekitar desa sehingga anak-anak yang mengikuti penyuluhan tidak hanya anak sekolah dasar, tetapi ada yang dari taman kanak-kanak dan sekolah menengah pertama. Hal ini dilakukan karena sulitnya mengumpulkan anak-anak di desa sehingga seluruh anak-anak yang ada dikumpulkan. Contoh dalam penelitian ini adalah 229 siswa sekolah dasar kelas satu sampai kelas enam dari sembilan desa di Kabupaten Bogor dengan kondisi awal setiap contoh dari masing-masing kelompok intervensi adalah sama. Anak sekolah dasar ini diambil karena tingkah laku dalam memilih makanan sudah terbentuk pada anak sekolah dasar. Hal ini disebabkan karena faktor lingkungan dan pola pikir yang ingin mencoba hal baru (Harper et al. 1986).

Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik contoh Variabel Power point Wayang-wayangan Kartu

bergambar Drama Total

n % n % n % n % n % Jenis Kelamin Laki-laki 9 36 45 47.4 35 58.3 26 53.1 115 50.2 Perempuan 16 64 50 52.6 25 41.7 23 46.9 114 49.8 Total 25 100 95 100 60 100 49 100 229 100 Usia 4-6 tahun 5 20.0 8 8.4 4 6.7 5 10.2 22 9.6 7-9 tahun 7 28.0 41 43.2 39 65.0 27 55.1 114 49.8 10-12 tahun 13 52.0 46 48.4 17 28.3 16 32.7 92 40.2 13-15 tahun 0 0.0 0 0.0 0 0.0 1 2.0 1 0.4 Total 25 100 95 100 60 100 49 100 229 100 Kelas 1 5 20.0 10 10.5 8 13.3 6 12.2 29 12.7 2 3 12.0 20 21.1 10 16.7 9 18.4 42 18.3 3 3 12.0 10 10.5 11 18.3 12 24.5 36 15.7 4 3 12.0 12 12.6 16 26.7 11 22.4 42 18.3 5 6 24.0 32 33.7 10 16.7 5 10.2 53 23.1 6 5 20.0 11 11.6 5 8.3 6 12.2 27 11.8 Total 25 100 95 100 60 100 49 100 229 100

Status gizi (IMT/U)

Sangat kurus 0 0.0 9 9.5 4 6.7 0 0.0 13 5.7

Kurus 0 0.0 15 15.8 7 11.7 2 4.1 24 10.5

Normal 13 52.0 64 67.4 38 56.7 35 71.4 150 65.5 Kelebihan berat badan 4 16.0 6 6.3 7 11.7 9 18.4 26 11.4

Gemuk 8 32.0 1 1.1 4 6.7 3 6.1 16 7

Total 25 100 95 100 60 100 49 100 229 100

Secara keseluruhan, jumlah contoh yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 115 orang atau sebesar 50.2% dan contoh berjenis kelamin perempuan sebanyak 114 orang atau sebesar 49.8%. Rentang usia contoh dibedakan berdasarkan kategori usia pada angka kecukupan gizi (AKG) 2004 yaitu sebesar

9.6% berada pada rentang usia 4-6 tahun, sebesar 49.8% contoh berada pada rentang usia 7-9 tahun, sebesar 40.2% contoh berada pada rentang usia 10-12 tahun, dan sebesar 0.4% contoh berada pada rentang usia 13-15 tahun. Kelas yang diambil pada penelitian ini adalah kelas satu sampai enam karena penyebaran proporsi jumlah contoh pada kelas cukup merata dan tingkat pengetahuan contoh sebelum intervensi tidak terdapat perbedaan. Umumnya contoh berada di kelas 5 SD yaitu sebesar 23.1%. Hurlock (1999) mengelompokkan anak usia sekolah dasar berdasarkan perkembangan psikologis yang disebut Late Childhood. Usia sekolah dasar dimulai pada usia 6 tahun dan berakhir pada saat individu menunjukkan kematangan seksualnya antara usia 13 sampai 14 tahun.

Kebutuhan gizi pada anak usia sekolah sudah harus dibedakan menurut jenis kelamin, dimana anak laki-laki membutuhkan asupan kalori yang lebih besar karena aktivitas fisik yang lebih banyak. Sedangkan pada anak perempuan membutuhkan lebih banyak protein dan zat besi dari usia sebelumnya karena ada yang sudah mengalami masa haid (Judarwanto 2006). Oleh sebab itu hal ini dapat berdampak pada pemilihan menu dan porsi sarapan.

Tingkat atau kemampuan adaptasi seseorang ditentukan oleh 3 hal, yaitu masukan (input), kontrol, efektor, dan keluaran (output). Menurut Thompson (2003), perilaku tidak bisa dipelajari dalam semalam, tetapi secara bertahap selama bertahun-tahun seiring dengan pertumbuhan anak. Anak pada masa usia sekolah sangat aktif mempelajari apa saja yang ada di lingkungannya, sehingga dorongan untuk mengetahui dan berbuat terhadap lingkungannya sangat besar. Oleh karena itu anak mudah di bimbing, diarahkan, dan ditanamkan kebiasaan yang baik. Berdasarkan teori perkembangan kognitif dari Piaget, kemampuan intelektual anak usia 6-12 sudah cukup untuk menjadi dasar diberikannya berbagai kecakapan yang dapat mengembangkan pola pikir atau daya nalarnya (Sari 2012). Anak usia ini juga telah mempunyai kemampuan untuk melakukan operasi logis, misalnya konsep sebab-akibat dan pemecahan masalah. Sehingga diharapkan pengetahuan itu akan menimbulkan kesadaran mereka, dan akhirnya membuat mereka berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya (Notoatmodjo 2007). Oleh karena itu, pemberian pendidikan gizi, terutama mengenai sarapan sangat tepat dilakukan pada usia ini.

Status gizi adalah keadaan kesehatan seseorang sebagai hasil dari asupan dan metabolisme berbagai zat gizi didalam tubuh. Menurut Gibson (2005), status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan utilitas zat gizi makanan. Status gizi optimal dapat tercapai jika tubuh memperoleh cukup zat-zat yang digunakan secara efisien sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja, dan kesehatan umum secara maksimal. Baik gizi kurang maupun lebih dapat menghambat optimalisasi pencapaian hal tersebut (Almatsier 2004).

Salah satu penelitian status gizi secara langsung adalah dengan menggunakan metode antropometri (Supariasa et al. 2002). Indikator status gizi yang digunakan untuk kelompok umur ini didasarkan pada jenis kelamin dan pengukuran berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) yang disajikan dalam bentuk Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U). Dengan menggunakan baku antropometri usia 5-19 tahun WHO 2007 dihitung nilai z-score IMT/U masing-masing anak sekolah dasar. Selanjutnya berdasarkan nilai z-score status gizi anak

sekolah dasar dikategorikan berdasarkan indikator IMT/U, meliputi sangat kurus, kurus, normal, kelebihan berat badan, dan gemuk.

Status gizi contoh dengan kategori sangat kurus sebesar 5.7%, status gizi kurus sebesar 10.5%, status gizi normal sebesar 65.6%, status gizi kelebihan berat badan sebesar 11.4% dan status gizi gemuk sebesar 7% (Tabel 3). Jika dibandingkan dengan data riset kesehatan dasar (Riskesdas 2010), status gizi sangat kurus dan kurus pada contoh masih tinggi. Hal ini dapat terjadi karena masih terdapat contoh yang meninggalkan sarapan sehingga asupan zat gizi berkurang dan status gizi menurun. Pada penelitian Riskesdas, status gizi pada anak usia 6-12 tahun di Jawa Barat dengan indikator IMT/U yaitu sangat kurus sebesar 3.5%, kurus sebesar 6.7%, normal sebesar 81.4%, dan gemuk sebesar 8.5%.

Kampanye Sarapan Sehat

Kampanye sarapan sehat merupakan suatu gerakan perubahan perilaku mengenai sarapan terhadap masyarakat umum yang dilakukan secara terintegrasi dan didukung oleh seluruh komponen didalam masyarakat dengan menggunakan berbagai media pendidikan gizi. Pendidikan gizi diartikan sebagai proses belajar dalam bidang gizi sehingga dapat mempengaruhi pengetahuan, sikap, dan prilaku dalam bidang gizi yang lebih baik (Notoatmodjo 2003). Sebuah penelitian menunjukkan bahwa pendidikan gizi merupakan promosi efektif kepada konsumen mengenai konsumsi pangan dan gizi yang baik (Rinke 1986). Menurut Hamalik (1994), pendidikan adalah alat, metode dan teknik yang digunakan untuk lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran disekolah. Media dapat menghindari kesalahan persepsi, memperjelas informasi, dan mempermudah pengertian.

Media promosi kesehatan pada hakikatnya adalah alat bantu promosi kesehatan. Dengan demikian, sasaran dapat mempelajari pesan-pesan kesehatan dan mampu memutuskan mengadopsi perilaku sesuai dengan pesan yang disampaikan (Notoatmodjo 2005). Materi intervensi kampanye sarapan sehat

yang diberikan menggunakan materi yang sudah disiapkan dalam “Gerakan

Sarapan Sehat Melalui Kampanye Terintegrasi Antara Ibu, Anak, Guru, dan

Masyarakat”. Penelitian pada contoh anak sekolah dasar ini menggunakan media yang berbeda-beda pada setiap desa. Terdapat 4 media yang digunakan, yaitu media penyuluhan dengan menggunakan power point, wayang-wayangan (loly puppet), kartu bergambar, dan drama.

Penyuluhan dengan menggunakan power point dilakukan dengan cara memberikan pendidikan mengenai sarapan, contoh memperhatikan materi yang disampaikan oleh tim penyuluh dan dapat membaca materi yang disampaikan tersebut pada slide yang ditampilkan. Penyuluhan dengan wayang-wayangan menggunakan wayang-wayangan sebagai media dan dalang untuk memainkan wayang tersebut. Para penyuluh berperan sebagai dalang, lalu memainkan wayang-wayangan tersebut di depan contoh. Pada penyuluhan dengan kartu bergambar, kartu yang digunakan dalam penyuluhan ini adalah kartu yang bergambar dengan tema sarapan. Pada penyuluhan dengan media kartu bergambar ini, diberikan kuis dimana contoh diminta untuk mencocokan pertanyaan dengan

jawaban menggunakan gambar-gambar yang telah disediakan. Penyuluhan lain yang dilakukan yaitu dengan metode drama. Pada penyuluhan ini tim penyuluh menyampaikan pesan dalam sebuah drama yang ditonton oleh contoh. Tim penyuluh memiliki peran masing-masing lalu memainkan perannya.

Pengetahuan Sarapan

Pengetahuan merupakan hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Selain itu, pengetahuan akan membuat seseorang mengerti sesuatu hal dan merubah kebiasaannya, sehingga meningkatnya pengetahuan akan merubah kebiasaan seseorang mengenai sesuatu. Jika peningkatan itu terjadi pada pengetahuan akan gizi, maka akan terjadi perubahan kebiasaan terkait dengan gizi sehingga menjadi lebih baik (Notoatmodjo 2005). Pengetahuan gizi adalah pemahaman seseorang tentang ilmu gizi, zat gizi, serta interaksi antara zat gizi terhadap status gizi dan kesehatan (Suhardjo 2003). Salah satu pertimbangan seseorang mengonsumsi makanan adalah tingkat pengetahuan tentang manfaat makanan tersebut bagi kesehatan. Semakin baik pengetahuan gizinya, maka seseorang akan semakin memperhatikan kuantitas dan kualitas pangan yang akan dikonsumsinya (Soediaoetama 1996).

Tabel 4 Rata-rata skor pengetahuan sebelum dan setelah intervensi kampanye sarapan sehat

Rata-rata ± SD

Power point Wayang Kartu

bergambar

Drama Total

Sebelum 55.49 ± 1.21 a 53.97 ± 1.30 a 53.68 ± 1.28 a 48.92 ± 1.42 a 52.93 ± 1.32 Setelah 59.47 ± 1.23a 59.62 ± 1.34a 73.23 ± 1.141b 60.57 ± 1.311a 63.13 ± 1.291

Selisih skor 3.98 5.65 19.55 11.65 10.2

Keterangan : 1peubah yang diikuti oleh angka yang berbeda pada kolom yang sama, menunjukkan hasil uji sebelum dan setelah intervensi berbeda signifikan (p<0.05), a,bpeubah yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan antara perlakuan (p<0.05).

Secara umum, rata-rata skor pengetahuan setelah intervensi kampanye sarapan sehat meningkat. Peningkatan rata-rata skor tertinggi terdapat pada penggunaan media kartu bergambar sebesar 19.55 (sebelum intervensi kampanye sarapan sehat 53.68 ± 1.28 menjadi 73.23 ± 1.14). Hasil uji paired t-test

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata total skor pengetahuan sebelum dan setelah intervensi kampanye sarapan sehat (p<0.05). Hasil uji paired t-test menyatakan bahwa perbedaan skor pengetahuan hanya diperoleh dari media kartu bergambar dan drama, sedangkan pada media power point dan wayang tidak terdapat perbedaan. Hasil uji ANOVA sebelum intervensi kampanye sarapan sehat menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antar penggunaan media intervensi kampanye sarapan sehat. Hasil uji ANOVA setelah intervensi kampanye sarapan sehat menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antar media intervensi kampanye sarapan sehat yang digunakan (p<0.05). Hasil uji lanjut ANOVA menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada media power point, wayang-wayangan, dan

drama terhadap media kartu bergambar. Media yang dapat meningkatkan skor pengetahuan paling tinggi adalah media kartu bergambar (Tabel 4).

Penelitian Qazvin tentang efek pendidikan kesehatan dalam merubah perilaku gizi khusunya pengetahuan pada siswa sekolah dasar, menunjukkan bahwa pengetahuan anak sebelum diberikan pendidikan sebesar 22.79 ± 5.4 dan meningkat menjadi 51.46 ± 4.75 setelah dilakukan pelatihan pendidikan (Motamedrezaei 2013). Penelitian lain yang dilakukan oleh Shariff et al. (2008) tentang intervensi pendidikan gizi dalam upaya peningkatan pengetahuan, sikap, dan praktek gizi terhadap 335 anak sekolah dasar di Malaysia menunjukkan hasil terdapat peningkatan skor terhadap pengetahuan, sikap, dan praktek setelah diberikan intervensi. Rata-rata perubahan pengetahuan sebesar 2.71 (p<0.001), rata-rata perubahan sikap sebesar 1.40 (p<0.001), dan rata-rata perubahan praktek sebesar 0.87 (p<0.001). Hasil uji t-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pengetahuan, sikap, dan praktek yang signifikan antara grup control dan grup intervensi setelah diberikan intervensi.

Penelitian Steinman (2002) tentang “host defence” menggunakan format kartu permainan pada siswa kelas delapan, sepuluh, dan mahasiswa kesehatan di Amerika Serikat menunjukan hasil bahwa terdapat peningkatan skor yang signifikan. Pada siswa kelas 8 terdapat peningkatan skor dari 39% menjadi 58% yang menjawab benar (p<0.0001), pada siswa kelas 10 peningkatan skor dari 47% menjadi 59% (p=0.007) dan dari mahasiswa kesehatan terjadi peningkatan skor dari 80% sampai 88% (p=0.049). Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan kartu permainan yang interaktif adalah metode yang berguna untuk menyampaikan informasi tentang “host defence” dan kesehatan.

Hasil penelitian Dunn (2006) juga menunjukkan bahwa 91.8% responden mengakui jika kartu bergambar “Color Me Healthy” meningkatkan pengetahuan

anak-anak tentang gerakan. Selain itu, 93.0% responden menunjukkan bahwa

menggunakan kartu begambar “Color Me Healthy” meningkatkan pengetahuan

anak-anak tentang makan yang sehat.

Pada penelitian Suhardiyana (2010) yang dilaksanakan di SLB Negeri Kendal memberikan hasil bahwa penggunaan kartu angka, kartu gambar, kartu angka bergambar dapat meningkatkan kemampuan kognitif anak didik kelas persiapan tunarungu wicara Sekolah Luar Biasa Negeri Kabupaten Kendal tahun pelajaran 2009 / 2010. Hasil penelitian pre test diperoleh nilai rata-rata 55.71 dan meningkat pada hasil post test dengan nilai rata-rata 81.57.

Penelitian Saloso (2011) terhadap 109 anak sekolah dasar tentang pengaruh penggunaan media lagu anak-anak dan kartu bergambar serta tingkat penerimaannya dalam pendidikan gizi terkait PUGS dan PHBS terhadap pengetahuan gizi anak usia Sekolah Dasar Negeri di Kota Bogor, didapatkan hasil yaitu terdapat peningkatan rata-rata skor pengetahuan pada perlakuan kartu. Rata-rata skor pengetahuan gizi sebelum perlakuan sebesar 74.9 ± 9.4 dengan kategori sedang, kemudian meningkat menjadi 85.0 ± 11.7 dengan kategori baik setelah pemberian media kartu bergambar (p<0.05).

Menurut Arsyad (2002) dalam Suhardiyana (2010), media gambar memberikan manfaat sebagai berikut: 1) Menimbulkan daya tarik pada anak. Gambar dengan berbagai warna akan lebih menarik dan membangkitkan minat dan perhatian anak; 2) Mempermudah pengertian anak. Suatu penjelasan yang

abstrak akan lebih mudah dipahami bila dibantu dengan gambar; 3) Memperjelas bagian-bagian penting; 4) Menyingkat suatu uraian.

Menurut Notoatmodjo (2007), peningkatan pengetahuan tidak hanya dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang dimiliki baik formal maupun non-formal, tetapi juga dipengaruhi oleh sumber informasi, pengalaman, dan kegiatan penyuluhan. Dengan demikian diduga kegiatan intervensi pendidikan gizi merupakan salah satu sarana bagi anak-anak untuk memperoleh pengetahuan baru sehingga ada kecenderungan peningkatan pengetahuan pada saat setelah intervensi pendidikan gizi.

Gambar 4 Sebaran pengetahuan sarapan sebelum dan setelah intervensi kampanye sarapan sehat

Skor pengetahuan sebelum intervensi kampanye sarapan sehat sebagian besar tergolong dalam kategori kurang (58.5%). Setelah dilakukan intervensi kampanye sarapan sehat, skor pengetahuan meningkat dan tergolong dalam kategori sedang (49.3%) dan kategori baik (16.6%) (Gambar 4). Hasil uji

Wilcoxon menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terhadap proporsi kategori pengetahuan sebelum dan setelah intervensi (<0.05).

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian tentang efek promosi kesehatan terhadap asupan makanan yang dilakukan Shi-Chang dkk di China tahun 2004 juga menunjukkan bahwa pengetahuan anak sekolah tentang pedoman asupan makanan meningkat dari 49.2% sebelum intervensi menjadi 68.0% setelah intervensi (p<0.01), pengetahuan orang tua siswa tentang defisiensi gizi juga meningkat dari 35.0% menjadi 66.2% (p<0.01) (Depkes 2008).

Sikap Sarapan

Sikap gizi adalah kecenderungan seseorang untuk menyetujui atau tidak menyetujui terhadap suatu pernyataan yang diajukan terkait dengan gizi dan makanan. Sikap gizi seringkali terkait erat dengan pengetahuan gizi. Seseorang yang berpengetahuan baik, cenderung akan memiliki sikap gizi yang baik pula (Khomsan 2009). Menurut WHO (1992), sikap mencerminkan kesenangan atau ketidaksenangan seseorang terhadap sesuatu.

Tabel 5 Rata-rata skor sikap sebelum dan setelah intervensi kampanye sarapan sehat

Rata-rata ± SD

Power point Wayang Kartu

bergambar

Drama Total

Sebelum 84.18 ± 1.19a 76.19 ± 1.19b 80.98 ± 1.16 a 79.73 ± 1.15 a 79.03 ± 1.18 Setelah 87.88 ± 1.12 a 85.49 ± 1.151a 91.84 ± 1.091b 85.67 ± 1.111a 87.41 ± 1.131

Selisih skor 3.7 9.3 10.86 5.94 8.38

Keterangan : 1 peubah yang diikuti oleh angka yang berbeda pada kolom yang sama, menunjukkan hasil uji sebelum dan setelah intervensi berbeda signifikan (p<0.05), a,bpeubah yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan antara perlakuan (p<0.05).

Secara umum, rata-rata skor sikap setelah intervensi kampanye sarapan sehat meningkat. Peningkatan rata-rata skor tertinggi terdapat pada penggunaan media kartu bergambar sebesar 10.86 (sebelum intervensi kampanye sarapan sehat 80.98 ± 1.16 menjadi 91.84 ± 1.09). Hasil uji paired t-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata total skor sikap sebelum dan setelah intervensi kampanye sarapan sehat (p<0.05). Hasil uji paired t-test

menyatakan bahwa perbedaan skor sikap hanya diperoleh dari media power point, kartu bergambar, dan drama, sedangkan pada media wayang tidak terdapat perbedaan. Hasil uji ANOVA sebelum dan setelah intervensi kampanye sarapan sehat menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antar media intervensi kampanye sarapan sehat yang digunakan (p<0.05). Hasil uji lanjut ANOVA setelah intervensi kampanye sarapan sehat menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada media power point, wayang-wayangan, dan drama terhadap media kartu bergambar. Media yang dapat meningkatkan skor sikap paling tinggi adalah media kartu bergambar (Tabel 5).

Penelitian Kuhu (2011) tentang pengaruh penggunaan kartu bergambar sebagai media promosi kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap bahaya merokok pada siswa SD Negeri Karangmangu Kabupaten Banyumas terhadap 40 siswa menyatakan bahwa terdapat peningkatan pengetahuan dan sikap terhadap bahaya merokok pada kelompok eksperimen lebih besar dibandingkan dengan kelompok pembanding. Ada perbedaan yang bermakna terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap antara kedua kelompok responden. Selain itu, hasil penelitian Dunn (2006) juga menunjukkan bahwa 92.0% responden yang

menggunakan kartu begambar “Color Me Healthy” mengaku jika media tersebut

meningkatkan aktivitas fisik anak-anak yang mereka rawat.

Penelitian yang dilakukan oleh Dunts (2012) mengenai efek dari media

puppet terhadap pengetahuan dan sikap anak sekolah dasar penyandang cacat dengan jumlah responden sebanyak 966 dalam 40 kelas di enam sekolah dasar di daerah utara selatan Amerika Serikat menunjukkan bahwa terdapat peningkatan sikap yang lebih positif skor sikap pada kelompok intervensi 7.21 ± 1.55, sedangkan pada kelompok kontrol 6.53 ± 1.85 (p<0.0001).

Menurut Notoatmodjo (2005), faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukkan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lebaga pendidikan dan lembaga agama serta faktor emosi dalam diri individu. Lembaga pendidikan sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukkan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep pada anak.

Gambar 5 Sebaran sikap sarapan sebelum dan setelah intervensi kampanye sarapan sehat Skor sikap sebelum intervensi kampanye sarapan sehat sebagian besar tergolong dalam kategori netral (54.1%). Setelah dilakukan intervensi kampanye sarapan sehat, skor sikap meningkat dan tergolong dalam kategori positif (69.4%) (Gambar 5). Hasil uji Wilcoxon menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terhadap proporsi kategori sikap sebelum dan setelah intervensi (p<0.05).

Kebiasaan Sarapan

Kualitas dan kuantitas sarapan meliputi kebiasaan sarapan, frekuensi sarapan, waktu sarapan, kebiasaan jajan, kebiasaan membawa bekal, dan kontribusi zat gizi perhari dan kecukupan gizi. kebiasaan sarapan, frekuensi sarapan, waktu sarapan, kebiasaan jajan, kebiasaan membawa bekal menggambarkan kuantitas sarapan, sedangkan kontribusi zat gizi perhari dan kecukupan gizi menggambarkan kualitas sarapan.

Makan pagi atau sarapan adalah hal yang paling penting dilakukan dalam sehari waktu makan. Sarapan bergizi dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan (Sizer & Whitney 2008). Membiasakan sarapan pada anak usia 8-11 tahun dengan kondisi gizi baik akan mempengaruhi kemampuan anak dalam memecahkan masalah dan konsentrasi membaik, sikap, dan prestasi lebih baik. Melewatkan sarapan akan menyebabkan tubuh kekurangan glukosa, sehingga dapat menyebabkan tubuh lemah dan kurang konsentrasi karena tidak tersedia suplai energi. Gambar 6 menunjukkan kebiasaan sarapan contoh sebelum dan setelah intervensi.

Gambar 6 Sebaran kebiasaan sarapan pagi sebelum dan setelah intervensi kampanye sarapan sehat

Sebagian besar contoh melakukan sarapan baik sebelum maupun setelah dilakukan intevensi kampanye sarapan sehat. Peningkatan kebiasaan sarapan contoh yang melakukan sarapan tertinggi yaitu pada penggunaan media kartu bergambar, yaitu sebesar 86.7% setelah diberikan intervensi kampanye sarapan sehat. Selisih peningkatan contoh yang melakukan sarapan tertinggi terdapat pada contoh yang diberi intervensi dengan media drama, yaitu sebesar 10.2%. Namun masih juga terdapat contoh yang tidak melakukan kebiasaan sarapan yaitu pada penggunaan media power point sebesar 8% (Gambar 6). Persentase tersebut masih lebih rendah dari hasil studi di Indonesia, dimana sekitar 20 hingga 40 persen anak-anak Indonesia tidak terbiasa untuk sarapan (Hardinsyah 2012). Hasil penelitian Kayapinar (2011) tentang “Body Mass Index, Dietary Habits, and Nutrition Knowledge among Primary School” menunjukkan hasil bahwa sebesar 32% dari 200 siswa melewati sarapan mereka. Hasil penelitian di Amerika juga menunjukkan 22% anak sekolah berangkat sekolah tanpa sarapan (Mahoney et al.

2005).

Frekuensi sarapan

Anak-anak membutuhkan asupan zat gizi yang cukup untuk pertumbuhan, energi dan untuk pemeliharaan fungsi tubuh. Otak mereka mengandalkan asupan zat gizi yang konstan untuk berfungsi dengan baik. Sarapan memberikan anak-anak energi untuk otak mereka sehingga dapat meningkatkan keterampilan belajar mereka. Namun, jika tidak sarapan, cadangan energi tubuh menjadi habis setelah semalaman. Jarak sekitar dua belas jam antara makan malam dan sarapan akan menyebabkan penurunan kadar glukosa darah, sehingga menyebabkan kekurangan glukosa. Jika hal ini terjadi, dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi otak (Wurtman et al. 1977 dalam Al-Oboudi et al. 2010).

Kebiasaan meninggalkan sarapan dapat mempengaruhi kemampuan kognitif. Penurunan kadar insulin dan glukosa secara bertahap dapat menyebabkan stress yang mengganggu berbagai aspek fungsi kognitif seperti perhatian dan memori kerja. Anak-anak yang tidak sarapan akan mengalami penurunan fungsi memori, kurang konsentrasi, dan kinerja berkurang dalam mengerjakan tugas-tugas yang membutuhkan kosentrasi apabila dibandingkan

dengan mereka yang mengonsumsi sarapan yang cukup. Oleh karena itu, mengonsumsi sarapan dapat meningkatkan fungsi kognitif dan prestasi (Mahoney

et al. 2005; Al-Oboudi et al. 2010).

Gambar 7 Sebaran frekuensi sarapan pagi sebelum dan setelah intervensi kampanye sarapan sehat

Frekuensi sarapan contoh dalam satu minggu berkisar antara satu sampai tujuh kali. Gambar 7 menunjukkan frekuensi sarapan contoh sebelum dan setelah intervensi kampanye sarapan sehat. Sebagian besar contoh melakukan sarapan setiap hari, setelah diberikan intervensi kampanye sarapan sehat terdapat peningkatan frekuensi sarapan contoh tertinggi berada pada contoh yang diberikan intervensi dengan menggunakan media power point, yaitu sebesar 68%, dengan selisih 16% dari sebelum intervensi. Penelitian Al-Oboudi et al. (2010) menunjukkan bahwa sekitar 40.83% anak-anak melakukan sarapan setiap hari, sementara sebesar 23.33% anak-anak tidak melakukan sarapan sama sekali atau hanya seminggu sekali.

Waktu sarapan

Sarapan merupakan makan di awal hari biasanya dilakukan di pagi hari

Dokumen terkait