• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Umum

Pertumbuhan dan produksi kedelai hitam sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim, kondisi tanah, teknik budidaya dan karakter varietas yang dipilih di lahan pasang surut. Lokasi penelitian merupakan areal lahan pasang surut yang kedalaman muka air tanahnya masih dapat ditemukan kurang dari 50 cm di bawah permukaan tanah dan tidak terluapi oleh pengaruh pasang besar dan kecil air laut. Sumber air yang digunakan di dalam saluran penelitian dipengaruhi oleh pasang surut air laut dengan salinitas yang rendah dan daya hantar listrik yang sangat rendah sehingga tidak membahayakan tanaman kedelai (Lampiran 6).

Kondisi iklim dapat diketahui dari data curah hujan dan hari hujan, suhu rata-rata harian, dan kelembaban rata-rata harian. Kondisi iklim selama penelitian digambarkan dari curah hujan dan hari hujan yang terus menurun dari bulan Juni hingga bulan Agustus dan kecenderungan suhu yang semakin meningkat. Berdasarkan data BMKG Palembang (2012), curah hujan selama penelitian turun

dari 100 ml/bulan yang diikuti penurunan hari hujan dari 10 hari/bulan (Lampiran 4). Suhu rata-rata selama tiga bulan penelitian adalah 27oC dengan

suhu minimum rata-rata mencapai 23oC dan suhu maksimum rata-rata mencapai 32oC. Kelembaban rata-rata terukur rata-rata 80% (Lampiran 5).

Sifat tanah sebelum penelitian ditunjukkan dari sifat fisik dan kimia tanah yang dianalisis dari sampel bahan kering tanah (Lampiran 6). Tekstur tanah bersifat liat berdebu dengan komposisi 54% liat, 44% debu dan 2% pasir. Kandungan karbon organik tergolong sangat tinggi dan nitrogen organik tergolong tinggi dengan nilai berturut-turut yaitu 8.38% dan 0.52% sehingga rasio karbon-nitrogen bahan organiknya adalah 16.00 yang tergolong tinggi. Meskipun kadar P2O5 dan K2O tanah tergolong sedang, ketersediaan kedua hara tersebut sangat tinggi untuk tanaman (Lampiran 6).

Nilai kejenuhan basah (KB) dari kation-kation basa (Ca, Mg, K dan Na) tanahnya tergolong sedang yaitu 44.00% sehingga sekitar 56% kation lainnya berupa Al3+ dan H+ terjerap pada koloid tanah yang membuat tanah memiliki nilai pH yang rendah. Derajat kemasaman tanah sebelum penelitian tergolong sangat

masam dengan nilai pH yaitu 4.4 berdasarkan larutan air dan tergolong masam berdasarkan larutan kalium klorida dengan nilai pH yaitu 3.80 (Lampiran 6).

Keseimbangan nilai pH tanah tergantung pada pertukaran ion-ion basa dan ion-ion asam yang dipertukarkan. Nilai kapasitas tukar kation (KTK) tanah sebelum penelitian yaitu 21.66 cmolc/kg tergolong sedang dan tidak terdapat kation-kation bebas disamping kation-kation dapat ditukar. Nilai KTKCa, KTKMg

KTKNa dan KTKK berturut-turut adalah 4.65 cmolc/kg (sedang), 3.60 cmolc/kg (tinggi), 1.22 cmolc/kg (tinggi) dan 0.14 cmolc/kg (rendah). Nilai KTKAl3+ KTKH+ berturut-turut adalah 2.40 cmolc/kg (sangat rendah) dan 1.22 cmolc/kg.

Gambar 2. Keragaan pertanaman kedelai hitam pada 7 MST (kiri) dan 8 MST (kanan).

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman kedelai dengan BJA mengikuti pola pertumbuhan sigmoid. Kecambah kedelai hitam mulai keluar ke permukaan tanah pada 3 hari setelah tanam (HST) dan serentak muncul dengan unifoliet pada 7 HST. Serangan ulat penggulung daun dan pemakan daun dikendalikan pada 3 MST dan 7 MST. Kedelai hitam pada BJA mengalami pemulihan sempurna pada 7 MST dari cekaman jenuh air di bawah perkaran (Gambar 2). Serangan tikus dikendalikan pada 8 MST. Varietas Ceneng berbunga lebih awal, yaitu pada 35 HST yang diikuti oleh varietas Cikuray dan Lokal Malang pada 38 HST serta Tanggamus pada 42 HST. Varietas Cikuray memiliki umur panen lebih awal, yaitu pada 80 HST yang diikuti oleh varietas Ceneng dan Lokal Malang pada 84 HST serta Tanggamus pada 92 HST. Kedelai hitam dan Tanggamus yang ditanam di lahan kering umumnya berbunga dan panen lebih awal dari kedelai yang ditanam dengan BJA.

16

Hasil

Faktor kedalaman muka air tanah dan varietas kedelai hitam nyata mempengaruhi beberapa peubah pengamatan. Tidak ada peubah pengamatan yang hanya dipengaruhi faktor varietas saja tetapi ada peubah yang hanya dipengaruhi kedalaman muka air tanah saja seperti jumlah daun tanaman pada 10 MST, jumlah cabang, bobot kering daun, bobot kering batang dan bobot kering akar (Tabel 1).

Tabel 1. Uji beda nyata perlakuan kedalaman muka air tanah dan varietas terhadap berbagai peubah yang diamati

Peubah pengamatan

Sumber Keragaman Ulangan

(U)

Kedalaman muka air tanah

(K) U*K Varietas (V) K*V Tinggi 2 MST tn * tn ** * 4 MST tn ** tn ** tn 6 MST tn ** tn ** tn 8 MST tn ** * ** tn 10 MST tn ** ** ** * Jumlah daun 2 MST tn * tn ** ** 4 MST tn ** tn * tn 6 MST tn ** tn * tn 8 MST tn ** tn ** ** 10 MST tn * tn tn tn Jumlah cabang tn ** tn tn ** Jumlah polong tn ** tn ** ** Bobot kering biomassa tn ** tn tn tn daun tn * tn tn tn batang tn ** * tn tn akar tn ** tn tn tn bintil akar tn ** tn * tn Serapan hara nitrogen tn * * ** tn fosfor tn * * * tn kalium tn * * ** * kalsium tn * tn ** tn Bobot 100 biji tn ** ** ** ** Bobot ubinan tn ** tn ** ** Produktivitas tn ** tn ** **

Keterangan: * = berbeda nyata, ** = berbeda sangat nyata, tn = tidak berbeda nyata

Kedalaman Muka Air Tanah

Kedalaman muka air tanah nyata mempengaruhi tinggi dan jumlah daun tanaman dari 2 MST hingga 10 MST, jumlah cabang, jumlah polong, bobot kering biomassa, serapan hara, bobot 100 biji, bobot ubinan dan produktivitas kedelai hitam di lahan pasang surut. Umumnya nilai peubah pertanaman kedelai hitam pada BJA lebih tinggi dari pada tanaman kedelai hitam dari budidaya kering (Tabel 1).

Tinggi tanaman kedelai dari 2 MST hingga 10 MST pada BJA pada kedalaman muka air 10 cm dengan 20 cm di bawah permukaan tanah berbeda nyata dengan budidaya kering di lahan pasang surut. Tinggi tanaman antara BJA kedalaman muka air 10 cm tidak berbeda nyata dengan kedalaman muka air 20 cm di bawah permukaan tanah pada umur tanaman sebelum 8 MST tetapi berbeda nyata saat berumur 8 MST hingga 10 MST (Tabel 2).

Tinggi tanaman kedelai pada umur 10 MST pada BJA kedalaman muka air 20 cm di bawah permukaan tanah lebih tinggi dari pada kedelai pada BJA kedalaman 10 cm di bawah permukaan tanah dan budidaya kering. Tinggi tanaman kedelai rata-rata pada BJA kedalaman muka air 20 cm dan 10 cm di bawah permukaan tanah adalah 70.16 cm dan 66.50 cm sedangkan pada budidaya kering tinggi tanaman kedelai hanya mencapai rata-rata 22.15 cm (Tabel 2).

Tabel 2 . Tinggi dan jumlah daun tanaman kedelai pada berbagai kedalaman muka air tanah di lahan pasang surut

Peubah pengamatan Budidaya kering Kedalaman muka air BJA 20 cm 10 cm Tinggi ---(cm)--- 2 MST 4.12b 4.97a 5.22a 4 MST 9.26b 18.80a 17.84a 6 MST 19.98b 53.52a 50.77a 8 MST 21.96c 70.09a 66.28b 10 MST 22.15c 70.16a 66.50b Jumlah daun ---(daun)---

2 MST 3.0ab 2.9b 3.1a

4 MST 4.6b 7.7a 7.4a

6 MST 6.9b 17.3a 16.9a

8 MST 7.0b 25.0a 23.4a

10 MST 3.7b 21.6a 22.8a

Keterangan: Nilai tengah yang memiliki huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT α= 5% (BJA= Budidaya jenuh air)

18

Jumlah daun kedelai pada BJA tidak berbeda nyata dengan budidaya kering pada 2 MST. Jumlah daun kedelai antara BJA kedalaman muka air 10 cm tidak berbeda nyata dengan kedalaman muka air 20 cm di bawah permukaan tanah saat tanaman berumur 4 MST hingga 10 MST. Jumlah daun kedelai pada BJA berbeda nyata dengan kedelai pada budidaya kering saat berumur 4 MST hingga 10 MST di lahan pasang surut (Tabel 2).

Jumlah daun maksimum rata-rata tanaman kedelai pada 8 MST tidak berbeda nyata antara BJA kedalaman muka air 10 cm dan 20 cm di bawah permukaan tanah di lahan pasang surut. Jumlah daun kedelai dari BJA kedalaman muka air 10 cm dan 20 cm di bawah permukaan tanah berbeda nyata terhadap jumlah daun tanaman kedelai dengan budidaya kering pada 8 MST. Jumlah daun kedelai rata-rata pada BJA kedalaman muka air 10 cm dan 20 cm dapat mencapai 23.44 daun dan 25.03 daun sedangkan jumlah daun rata-rata kedelai dengan budidaya kering hanya mencapai 6.97 daun (Tabel 2).

Kedalaman muka air tanah mempengaruhi bobot kering biomassa, daun, batang, akar, dan bintil akar tanaman kedelai. Bobot kering biomassa, daun, batang, akar dan bintil akar kedelai dari BJA kedalaman muka air tanah 10 cm dan 20 cm di bawah permukaan tanah tidak berbeda nyata tetapi bobot-bobot kedua perlakuan tersebut berbeda nyata terhadap kedelai pada budidaya kering (Tabel 3).

Bobot kering biomassa kedelai dengan BJA 767-790% (delapan kali) lebih tinggi dari pada kedelai dengan budidaya kering. Bobot kering biomasa tanaman kedelai sebesar 3.79 g per tanaman dibagi menjadi 46% bahan kering daun, 43% bahan kering batang, 3% bahan kering akar, dan 0% bahan kering bintil akar. Bobot kering biomassa kedelai pada BJA kedalaman muka air 10 cm di bawah permukaan tanah sebesar 28.68 g per tanaman dibagi menjadi 35% bahan kering daun, 56% bahan kering batang, 6% bahan kering akar dan 3% bahan kering bintil akar. Bobot kering biomassa kedelai pada BJA kedalaman muka air 20 cm di bawah permukaan tanah sebesar 29.53% dibagi menjadi 34% bahan kering daun, 58% bahan kering batang, 5% bahan kering akar dan 3% bahan kering bintil akar (Tabel 3).

Bobot kering daun kedelai dengan BJA mencapai 9.98 g per tanaman pada kedalaman muka air 10 cm dan 10.14 g per tanaman pada kedalaman muka air

20 cm di bawah permukaan tanah. Bobot kering daun kedelai dengan BJA 584-593% (enam kali) lebih tinggi dari pada bobot daun kedelai dengan budidaya kering (Tabel 3).

Tabel 3. Bobot kering biomassa tanaman kedelai pada berbagai kedalaman muka air tanah di lahan pasang surut

Peubah pengamatan Budidaya kering Kedalaman muka air BJA

20 cm 10 cm

---(g)---

Bobot kering daun 1.71b 10.14a 9.98a

Bobot kering batang 1.60b 16.97a 15.92a

Bobot kering akar 0.43b 1.60a 1.69a

Bobot kering bintil akar 0.00b 0.82a 1.09a

Bobot kering biomassa 3.74b 29.53a 28.68a

Keterangan: Nilai tengah yang memiliki huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT α= 5% (BJA= Budidaya jenuh air)

Bobot kering batang kedelai dengan BJA mencapai 15.92 per tanaman pada kedalaman 10 cm dan 16.97 g pada kedalaman 20 cm di bawah permukaan tanah. Bobot kering batang kedelai dengan BJA 995-1061% (sepuluh kali) lebih tinggi dari pada bobot kering batang kedelai pada budidaya kering (Tabel 3).

Bobot kering akar kedelai dengan BJA mencapai 1.69 g per tanaman pada BJA kedalaman muka air 10 cm dan 1.60 g per tanaman pada kedalaman muka air 20 cm di bawah permukaan tanah. Bobot kering akar kedelai dengan BJA 372% (empat kali) lebih tinggi dari pada bobot kering akar kedelai dengan budidaya kering (Tabel 3).

Bobot kering bintil akar kedelai dengan BJA mencapai 0.91 g per tanaman pada kedalaman muka air 10 cm dan 0.82 g per tanaman pada kedalaman muka air pada 20 cm di bawah permukaan tanah. Bintil akar kedelai dengan budidaya kering tidak ditemukan (Tabel 3).

Kemampuan tanaman kedelai dalam menyerap hara dipengaruhi oleh kedalaman muka air tanah di lahan pasang surut. Kadar hara dalam daun yang diserap tanaman di lahan pasang surut disajikan pada lampiran 7. Jumlah hara yang diserap tanaman kedelai pada BJA perlakuan kedalaman muka air tanah 10 cm dan 20 cm tidak berbeda nyata tetapi kedua perlakuan tersebut berbeda nyata dan lebih tinggi menyerap hara dari pada kedelai pada budidaya kering.

20

Kemampuan tanaman kedelai pada BJA dalam menyerap unsur nitrogen 509-523% (5 kali) lebih tinggi, unsur fosfor 3,142-3,428% (31-34 kali) lebih tinggi, unsur kalium 4,281-4,719% (43-47) kali lebih tinggi, dan unsur kalsium 9,994-10,200% (100-102) kali lebih tinggi dari pada tanaman kedelai pada budidaya kering (Tabel 4).

Tabel 4. Serapan unsur hara tanaman kedelai pada berbagai kedalaman muka air tanah di lahan pasang surut

Serapan

unsur Budidaya kering

Kedalaman muka air BJA

20 cm 10 cm

---(g)---

Nitrogen 0.94b 4.79a 4.92a

Fosfor 0.01b 0.22a 0.24a

Kalium 0.03b 1.37a 1.51a

Kalsium 0.01b 1.50a 1.53a

Keterangan: Nilai tengah yang memiliki huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT α= 5% (BJA= Budidaya jenuh air)

Varietas

Peubah yang nyata dipengaruhi oleh varietas adalah tinggi tanaman dari 2 MST hingga 10 MST, jumlah daun dari 2 MST hingga 8 MST, jumlah polong, bobot bintil akar, serapan hara, bobot 100 biji, bobot ubinan dan produktivitas (Tabel 1). Pertambahan tinggi kedelai terus menigkat secara nyata setelah tanaman berumur 4 MST dan pertambahan tinggi melandai pada saat tanaman berumur 8 MST. Jumlah daun kedelai terus meningkat hingga mencapai maksimum pada 8 MST dan jumlah daun mengalami penurunan pada saat tanaman berumur 10 MST. Perbedaan kemampuan varietas dalam menyerap hara ditunjukkan serapan hara masing-masing varietas meskipun tidak ada perbedaan biomassa antar varietas (Tabel 5).

Tinggi tanaman kedelai hitam varietas Ceneng dan Lokal Malang pada 10 MST tidak berbeda nyata tetapi tinggi kedua varietas tersebut berbeda dengan varietas Cikuray. Tinggi tanaman rata-rata Lokal Malang pada 10 MST tidak berbeda nyata dengan varietas Tanggamus, sebagai kedelai kuning pembanding (Tabel 5).

Tabel 5. Tinggi dan jumlah daun beberapa varietas kedelai di lahan pasang surut

Peubah pengamatan

Varietas

Ceneng Cikuray Lokal Malang Tanggamus Tinggi ---(cm)---

2MST 4.71b 3.85c 4.45b 6.08a

4MST 16.33a 12.93c 14.72b 17.21a

6MST 45.15a 37.55a 39.65b 43.35b

8MST 55.74a 44.81b 54.00a 56.55a

10MST 55.98b 44.99c 53.38ab 57.41a

Jumlah daun ---(daun)---

2MST 2.8b 2.8b 2.9b 3.5a

4MST 6.1c 6.4bc 6.7ab 7.0a

6MST 12.4c 13.2bc 15.0a 14.3ab

8MST 16.7c 16.3c 21.9a 19.0b

10MST 13.5ab 12.4b 17.6ab 20.8a

Keterangan: Nilai tengah yang memiliki huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT α= 5%

Jumlah daun maksimum rata-rata tanaman kedelai hitam pada 8 MST tidak berbeda nyata antara Ceneng dan Cikuray tetapi jumlah daun kedua varietas tersebut berbeda nyata dengan jumlah daun varietas Lokal Malang. Jumlah daun Lokal lebih tinggi dari pada dari pada Ceneng dan Cikuray bahkan dari Tanggamus pada 8 MST (Tabel 5).

Bobot kering biomassa, daun, batang dan akar tidak berbeda nyata antar varietas kedelai hitam dan terhadap varietas Tanggamus. Bobot kering biomassa kedelai hitam berkisar 18.46-21.92 g per tanaman di lahan pasang surut. Bobot kering daun kedelai hitam berkisar 6.41-8.44 g per tanaman. Bobot kering batang kedelai hitam berkisar 10.59-12.14 g per tanaman. Bobot kering akar kedelai hitam berkisar 0.97-1.25 g per tanaman (Tabel 6).

Bobot kering bintil akar kedelai hitam berbeda nyata dengan varietas Tanggamus tetapi tidak ada perbedaan yang nyata antar varietas kedelai hitam. Bobot kering bintil akar secara berturut-turut dari varietas Lokal Malang, Ceneng dan Cikuray, yaitu 0.57 g, 0.52 g, dan 0.48 g per tanaman. Bobot kering bintil akar Tanggamus adalah 0.97 g per tanaman (Tabel 6).

22

Tabel 6. Bobot kering biomassa tanaman kedelai dari berbagai varietas kedelai di lahan pasang surut

Peubah pengamatan

Varietas

Ceneng Cikuray Lokal Malang Tanggamus ---(g)---

Bobot kering daun 6.53a 6.41a 8.44a 7.72a

Bobot kering batang 12.14a 10.59a 11.65a 11.59a

Bobot kering akar 1.20ab 0.97b 1.25ab 1.54a

Bobot kering bintil akar 0.52b 0.48b 0.57b 0.97a Bobot kering biomassa 20.39a 18.45a 21.91a 21.82a Keterangan: Nilai tengah yang memiliki huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT α= 5%

Kemampuan tanaman kedelai dalam menyerap hara dipengaruhi oleh varietas tanaman kedelai. Kemampuan kedelai hitam varietas Lokal Malang berbeda nyata dan lebih tinggi dari pada varietas Ceneng dan Cikuray dalam menyarap unsur nitrogen, fosfor, kalium dan kalsium. Kemampuan varietas Lokal Malang dalam menyerap hara tidak berbeda nyata dengan varietas Tanggamus (Tabel 7).

Tabel 7. Serapan unsur hara beberapa varietas kedelai di lahan pasang surut

Serapan unsur

Varietas

Ceneng Cikuray Lokal Malang Tanggamus ---(g)---

Nitrogen 2.319b 2.468b 4.252a 4.037a

Fosfor 0.110c 0.128bc 0.205a 0.189ab

Kalium 0.523c 0.860bc 1.295a 1.206ab

Kalsium 0.786b 0.679b 1.467a 1.132ab

Keterangan: Nilai tengah yang memiliki huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT α= 5%

Interaksi Faktor Kedalaman Muka Air Tanah dengan Varietas

Interaksi kedalaman muka air tanah dan varietas nyata pada peubah tinggi tanaman pada 2 MST dan 10 MST, jumlah daun pada 2 MST dan 8 MST serta jumlah cabang tanaman kedelai hitam di lahan pasang surut. Interaksi kedalaman muka air tanah dan varietas juga nyata pada jumlah polong, serapan kalium, bobot 100 biji, bobot ubinan dan produktivitas (Tabel 1).

Jumlah daun kedelai hitam pada budidaya kering tidak berbeda nyata antar varietas kedelai hitam pada 8 MST. Jumlah daun kedelai hitam pada BJA berbeda nyata terhadap kedelai hitam pada budidaya kering. Jumlah daun kedelai hitam varietas Ceneng dan Cikuray tidak berbeda nyata pada BJA kedalaman 10 cm dan 20 cm di bawah permukaan tanah. Jumlah daun varietas Lokal Malang berbeda nyata antar BJA kedalaman 10 cm dan 20 cm di bawah permukaan tanah dan jumlah daunnya berbeda nyata dan lebih tinggi dari pada varietas Ceneng dan Cikuray pada BJA kedalaman 20 cm di bawah permukaan tanah (Tabel 8).

Jumlah daun varietas Ceneng dengan BJA berbeda nyata dengan budidaya kering. Meskipun tidak berbeda nyata antar kedalaman 10 cm dan 20 cm di bawah permukaan tanah, jumlah daun pada BJA 303-311% (3 kali) lebih tinggi dari pada pada budidaya kering. Jumlah daun varietas Ceneng pada BJA dapat mencapai 21-22 daun sedangkan pada budidaya kering hanya 7 daun (Tabel 8).

Jumlah daun varietas Cikuray dengan BJA berbeda nyata dengan budiaya kering. Meskipun tidak berbeda nyata antar kedalaman 10 cm dan 20 cm di bawah permukaan tanah, jumlah daun pada BJA 361-381% (4 kali) lebih tinggi dari pada budidaya kering. Jumlah daun varietas Cikuray pada BJA dapat mencapai 21-22 daun sedangkan pada budidaya kering hanya 6 daun (Tabel 8).

Tabel 8. Jumlah daun tanaman kedelai pada berbagai kedalaman muka air tanah dan varietas pada 8 MST

Perlakuan Jumlah daun

Ceneng Cikuray Lokal Malang Tanggamus

Budidaya kering 7.0e 5.8e 7.6e 7.4e

BJA 20 cm 21.2d 20.9d 32.0a 25.9bc

BJA 10 cm 21.8cd 22.1bcd 26.1b 23.7bcd

Keterangan: Nilai tengah yang memiliki huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT α= 5% (BJA= Budidaya jenuh air)

Jumlah daun varietas Lokal Malang dengan BJA berbeda nyata pada semua perlakuan kedalaman muka air tanah. Jumlah daun tertinggi ditunjukkan pada BJA kedalaman 20 cm di bawah permukaan tanah. Terhadap jumlah daun pada budidaya kering, jumlah daun pada BJA kedalaman 10 cm 342% (3 kali) lebih tinggi dan 419% (4 kali) lebih tinggi pada BJA kedalaman 20 cm di bawah permukaan tanah. Jika pada budidaya kering jumlah daun hanya mencapai 8 daun,

24

jumlah daun pada BJA kedalaman 10 cm mencapi 26 daun dan 32 daun pada BJA 20 cm di bawah permukaan tanah. Jumlah daun varietas Lokal Malang tidak berbeda nyata dengan varietas Tanggamus pada BJA kedalaman 10 cm tetapi menjadi berbeda nyata dan lebih tinggi pada BJA kedalaman 20 cm di bawah permukaan tanah (Tabel 8).

Jumlah cabang dari ketiga varietas kedelai hitam pada BJA kedalaman 10 cm dan 20 cm di bawah permukaan tanah lebih tinggi dari pada budidaya kering. Jumlah cabang dari ketiga varietas kedelai hitam tidak berbeda nyata pada perlakuan budidaya kering dan pada BJA kedalaman muka air tanah 10 cm di bawah permukaan tanah. Jumlah cabang varietas Lokal Malang dan varietas Cikuray tidak berbeda nyata tetapi jumlah cabang kedua varietas tersebut berbeda nyata dan lebih tinggi dari pada varietas Ceneng pada BJA kedalaman 20 cm di bawah permukaan tanah. Jumlah cabang ketiga varietas kedelai hitam tidak berbeda nyata dengan varietas Tanggamus pada BJA kedalaman muka air 10 cm di bawah permukaan tanah (Tabel 9).

Jumlah cabang varietas Ceneng pada BJA kedalaman muka air 10 cm dan 20 cm di bawah permukaan tanah tidak berbeda nyata tetapi kedua perlakuan tersebut berbeda nyata dan lebih tinggi dari perlakuan budidaya kering. Jumlah cabang varietas Ceneng tidak berbeda nyata dengan varietas Tanggamus pada budidaya kering dan BJA kedalaman 10 cm tetapi berbeda nyata dengan BJA kedalaman 20 cm di bawah permukaan tanah. Jumlah cabang varietas Ceneng mencapai 3.60-3.73 cabang pada BJA sedangkan pada budidaya kering hanya mencapai 2.00 cabang (Tabel 9).

Jumlah cabang varietas Cikuray pada BJA kedalaman muka air 10 cm dan 20 cm di bawah permukaan tanah tidak berbeda nyata tetapi kedua perlakuan tersebut berbeda nyata dan lebih tinggi dari perlakuan budidaya kering. Jumlah cabang varietas Cikuray tidak berbeda nyata dengan jumlah cabang varietas Lokal Malang pada budidaya kering maupun BJA. Jumlah cabang varietas Cikuray mencapai 4.07-4.20 cabang pada BJA sedangkan pada budidaya kering hanya mencapai 2.00 cabang (Tabel 9).

Jumlah cabang varietas Lokal Malang berbeda nyata pada ketiga perlakuan kedalaman muka air tanah. Jumlah cabang varietas Lokal Malang tidak berbeda

nyata dengan varietas Tanggamus pada perlakuan kedalaman muka air tanah 10 cm dan 20 cm di bawah permukaan tanah. Jumlah cabang varietas Lokal Malang berbeda nyata dan lebih rendah daripada varietas Tanggamus pada perlakuan budidaya kering. Varietas Lokal Malang memiliki jumlah cabang paling terendah pada dari varietas lainnya, yaitu 1.5 cabang pada budidaya kering tetapi jumlah cabangnya dapat mencapai 4.00-4.60 cabang pada BJA (Tabel 9).

Tabel 9. Jumlah cabang tanaman kedelai pada berbagai kedalaman muka air tanah dan varietas

Perlakuan Jumlah cabang

Ceneng Cikuray Lokal Malang Tanggamus

Budidaya kering 2.0de 2.0de 1.5e 2.1d

BJA 20 cm 3.6c 4.2ab 4.6a 4.6a

BJA 10 cm 3.7bc 4.1abc 4.0bc 3.7bc

Keterangan: Nilai tengah yang memiliki huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT α= 5% (BJA= Budidaya jenuh air)

Jumlah polong dari ketiga varietas kedelai hitam dan varietas Tanggamus pada budidaya kering tidak berbeda nyata. Jumlah polong dari varietas Ceneng dan Cikuray pada BJA kedalaman 10 cm dan 20 cm di bawah permukaan tanah tidak berbeda myata tetapi berbeda nyata dan lebih rendah dari pada varietas Lokal Malang (Tabel 10).

Jumlah polong dari varietas Ceneng pada BJA kedalaman muka air 10 cm dan 20 cm di bawah permukaan tanah tidak berbeda nyata tetapi kedua perlakuan tersebut berbeda nyata dan lebih tinggi dari pada budidaya kering. Jumlah polong varietas Ceneng pada BJA mencapai 65.36-65.40 polong sedangkan pada budidaya kering hanya mencapai 7.00 polong (Tabel 10).

Jumlah polong dari varietas Cikuray pada BJA kedalaman muka air tanah 10 cm dan 20 cm di bawah permukaan tanah tidak berbeda nyata tetapi kedua perlakuan tersebut berbeda nyata dan lebih tinggi dari pada budidaya kering.

Dokumen terkait