• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam penelitian yang telah dilaksanakan, penulis akan melakukan penelitian terhadap 7 (tujuh) perusahaan emiten sektor kelapa sawit yang terdaftar di BEI, antara lain PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), PT Gozco Plantation Tbk (GZCO), PT PP London Sumatera Indonesia Tbk (LSIP), PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO), PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk (SMAR), PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA), dan PT Bakrie Sumatera Plantation Tbk (UNSP). Ketujuh perusahaan ini dipilih karena telah listing di BEI setelah tahun 2008. Hal ini dilakukan dengan beberapa pertimbangan, seperti pelaksanaan tarif tunggal pajak perusahaan yang berlaku di Indonesia sejak tahun 2009 yang akan dapat menyeragamkan jumlah pajak penghasilan emiten kepala sawit, sehingga berdasarkan tanggal IPO emiten sektor industri kelapa sawit, maka ketujuh perusahaan dipilih untuk diolah laporan keuangan dari triwulan II tahun 2009 sampai dengan triwulan IV tahun 2013.

Berdasarkan data statistik penerimaan pajak sektor industri sawit di tempat Emiten terdaftar sebagai Wajib Pajak, peneliti mendapatkan informasi bahwa penerimaan pajak darisektor kelapa sawit terus mengalami peningkatan, teutama sejak tahun 2011. Dari data yang peneliti dapatkan, terdapat indikasi bahwa tiap emiten membukukan pembayaran pajak yang cukup signifikan di tiap triwulan keempat sejak tahun 2011. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya pembukuan laba akuntansi di akhir tahun akibat transaksi dengan pihak ketiga yang berasal dari dalam atau luar negeri. Biasanya pembukuan laba akuntansi yang besar ini akan

menimbulkan pajak penghasilan yang cukup signifikan, yang akan dibayarkan pada triwulan pertama tahun berikutnya. Namun berdasarkan penelitian yang dilakukan, para emiten berusaha untuk melakukan penyetoran pajak penghasilan pasal 25 (PPh Pasal 25), yang lebih besar dari biasanya untuk memperingan beban pengeluaran kas untuk pembayaran pajak di triwulan pertama atau kedua tahun berikutnya, sebab batas waktu pembayaran pajak terutang akan berada di bulan April tahun berikutnya. Hal ini dilakukan karena pembayaran PPh Pasal 25 berfungsi sebagai kredit pajak penghasilan badan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) PPh Badan yang akan dilaporkan pada akhir bulan keempat di tahun berikutnya.

Gambar 3 Penerimaan PPh badan sektor kelapa sawit tempat emiten terdaftar

Apabila kita telusuri lebih lanjut dengan melakukan equalisasi dengan beban pajak penghasilan badan yang dilaporkan dalam laporan keuangan komersial yang dipublikasikan para emiten, peneliti mendapatkan informasi bahwa nilai beban pajak yang dilaporkan laporan keuangan emiten tidaklah otomatis sama dengan jumlah penerimaan PPh Badan di kantor pelayanan pajak tempat emiten terdaftar. Hal ini disebabkan oleh adanya intepretasi yang sedikit berbeda antara pemahaman masing-masing emiten terhadap suatu ketentuan perpajakan dengan maksud pemerintah dalam menerbitkan ketentuan perpajakan. Dari gambar 3 dan 4, peneliti berpendapat bahwa perlu dilakukan penyamaan persepsi antara pemerintah dan pelaku industri kelapa sawit tentang ketentuan perpajakan, sehingga jumlah penerimaan pajak dari sektor kelapa sawit yang ditargetkan di tempat emiten kelapa sawit terdaftar akan sama (equal) dengan jumlah pembayaran beban pajak yang dilaporkan oleh emiten dalam laporan keuangan yang telah dipublikasikan kepada masyarakat.

Namun dalam penelitian ini, peneliti tidak bermaksud untuk meneliti mengenai perbedaan persepsi ini, melainkan untuk melihat pengaruh dari kepatuhan emiten dalam membayar dan melaporkan pajak penghasilan badan yang terutang terhadap perubahan harga saham di BEI. Selain itu juga,

- 200.000.000.000 400.000.000.000 600.000.000.000 800.000.000.000 1.000.000.000.000 1.200.000.000.000 1.400.000.000.000 2009 2010 2011 2012 2013 Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV

peneliti bertujuan untuk melihat pengaruh kepatuhan perpajakan emiten kelapa sawit terhadap kinerja keuangan perusahaan, dan juga untuk melihat pengaruh kinerja keuangan pasca pelaksanaan kepatuhan perpajakan terhadap perubahan harga saham.

Gambar 4 Beban PPh badan emiten kelapa sawit 2009-2013 Analisis Regresi Linier Berganda dengan Data Panel

Sebelum dilakukan pembentukan persamaan regresi perlu dilakukan uji asumsi klasik, dengean pengujian multikolineritas, heteroskedastisitas dan autokorelasi.

a. Uji multikolineritas

Dalam penelitian ini pengujian multikolineritas dilakukan dengan bantuan software Minitab 14 yang menghasilkan informasi sebagai berikut. Nilai VIF pada output menunjukkan keberadaan multikolinearitas yang signifikan pada variabel EPS, NPM dan ROE, artinya ada indikasi multikolinearitas dalam model. Oleh karenanya perlu dihilangkan variabel yang memiliki kolinearitas tinggi, seperti NPM dan ROE. EPS dipilih karena berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Anwar (2010) dan Istianawati (2014) menunjukkan bahwa EPS merupakah variabel yang berpengaruh besar pada return saham. Kemudian dilakukan kembali pengujian multikolinearitas dengan 7 variabel. Pengujian kali ini menghasilkan output yang menyatakan tidak adanya multokilinearitas. Ini ditunjukkan dengan nilai VIF berturut-turut untuk X1, X2, X4, X7, X8, X9, X10 adalah 1,1; 1,1; 1,2;

1,1; 1,2; 1,0; dan 1,0 yang nilainya tidak ada yang lebih dari 10. b. Uji heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan program EViews 7.2 melalui Uji Park yang meregresikan nilai residual yang dihasilkan dari persamaan awal, dengan variabel yang ada. Dari koefesien yang dihasilkan dari uji Park, didapatkan nilai koefesien

variabel independen yang nilainya diatas nilai α (0,05), yaitu X1, X2,

(300.000.000.000) (200.000.000.000) (100.000.000.000) - 100.000.000.000 200.000.000.000 300.000.000.000 400.000.000.000 500.000.000.000 2009 -1 2009 -3 2010 -1 2010 -3 2011 -1 2011 -3 2012 -1 2012 -3 2013 -1 2013 -3 AALI SGRO TBLA UNSP GZCO LSIP SMAR

X4, X7, X8, X9, X10 adalah 0,1514; 0,0449; 0,4481; 0,3445; 0,3793;

0,5638; dan 0,2241 yang nilainya lebih dari 0,05 dan disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas. Menurut Murhadi (2011), apabila terjadi heteroskedastisitas ini diatasi dengan bantuan software EViews melalui prosedur equation dengan menggunakan opsi heteroscedastisity consistent koefisient covarian. Dari pengujian yang dilakukan, nilai heteroskedastisitas menurun dan Standar error intercept menurun.

c. Uji autokorelasi

Dalam penelitian ini pengujian multikolineritas dan autokorelasi dilaksanaan secara bersamaan dengan menggunakan bantuan software Minitab 14. dengan langsung melakukan perhitungan semua variabel kecuali Kepatuhan Audit. Melalui perhitungan regresi yang dilakukan, diperoleh nilai Durbin-Watson statistic = 1,75112. Nilai tersebut terletak pada daerah tidak ada autokorelasi dalam rentang pengujian autokorelasi Durbin Watson. Hal ini memperlihatkan bahwa nilai 1,75112 berada dalam rentang 1,54 dan 2,46 yang merupakan daerah terima Ho (tidak

ada autokorelasi).

Untuk pengujian model dimulai dengan memasukkan data kedalam model dengan menggunakan bantuan software Microsoft Excel 2007 untuk menghitung perubahan rasio keuangan emiten kelapa sawit dan mengkalkulasi data perubahan pembayaran pajak, pelaporan pajak serta audit. Setelah data tersebut selesai dibuat, pemodelan dilanjutkan dengan menggunakan software EViews 7.2 untuk memfasilitasi metode analisis regresi linier berganda berbentuk data panel. Data hasil olahan Excel dimasukkan ke dalam kertas kerja Eviews 7.2 melalui prosedur impor data.

Setelah semua data berada dalam software EViews, penelitian dilanjutkan dengan pembentukan model OLS, FEM dan REM. Namun karena model REM membutuhkan jumlah cross section (individu) yang diteliti, harus lebih besar dari jumlah variabel maka pemodelan dengan metode REM tidak dapat dilaksanakan sebab jumlah cross section yang ada hanya 7 sedangkan jumlah variabel penelitian adalah 10.

Dalam penelitian ini dilakukan uji Chow dengan hasil output, nilai Prob=0.9791 untuk Cross section F, yang berarti lebih dari 0.05 (keputusan: Terima Ho) sehingga dapat disimpulkan dengan tingkat keyakinan 95 persen model Common Effect (OLS) lebih baik daripada model Fixed Effect.

Tabel 3 Uji Chow

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 0.190081 (6,119) 0.9791 Cross-section Chi-square 1.268593 6 0.9734

Namun karena model yang dihasilkan metode Fixed Effect memiliki kofesien determinasi yang relatif lebih baik, penelitian dilanjutkan dengan

menggunakan model yang dihasilkan metode Fixed effect. Ariefianto (2012) menyebutkan bahwa unruk meningkatkan kualitas regresi dan mengakomodir gejala heteroskedastisitas maka dilakukan penyesuaian pada metode Generalized Least Square (GLS) melalui pemilihan cross-section weights pada opsi GLS Weight dan pemilihan cross-section SUR pada opsi Coef Covariance method.

Dari penelitian yang dilakukan maka dihasilkan output persamaan regresi data panel dari metode FEM sebagai berikut:

Tabel 4 Output metode FEM Dependent Variable: HRG

Method: Panel EGLS (Cross-section SUR) Date: 07/11/14 Time: 15:32

Sample: 2009Q2 2013Q4 Periods included: 19 Cross-sections included: 7

Total panel (balanced) observations: 133 Linear estimation after one-step weighting matrix

Cross-section SUR (PCSE) standard errors & covariance (d.f. corrected)

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.064381 0.027068 2.378465 0.0190 BYR -0.009803 0.009980 -0.982268 0.3280 LPR 0.429571 0.371959 1.154888 0.2505 EPS 0.006377 0.002353 2.709807 0.0077 PER 0.003162 0.005200 0.608204 0.5442 QR 0.009663 0.025030 0.386054 0.7001 EVA 0.003350 0.001038 3.227280 0.0016 MVA -0.007195 0.004118 -1.747207 0.0832 Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

Weighted Statistics

R-squared 0.242494 Mean dependent var 0.173387 Adjusted R-squared 0.159741 S.D. dependent var 1.128655 S.E. of regression 1.030314 Sum squared resid 126.3240 F-statistic 2.930340 Durbin-Watson stat 1.967049 Prob(F-statistic) 0.001001

Unweighted Statistics

R-squared 0.140463 Mean dependent var 0.051199 Sum squared resid 8.114416 Durbin-Watson stat 1.416675

Berdasarkan output diatas, peneliti membuat persamaan regresi sebagai berikut.

Y = 0,064381 - (0,009803Xl) + (0,429571 X2) + 0 X3 + (0,006377 X4)* +

(0,003162 X7) + (0,009663 X8) + (0,003350X9)* - (0,007195 X10) + e --(22) Dari persamaan regresi di atas, peneliti mendapatkan informasi bahwa perubahan kepatuhan bayar yang dilakukan emiten (X1) memiliki pengaruh

negatif walaupun tidak besar terhadap perubahan harga saham emiten. Hal ini disebabkan adanya sentimen pasar terhadap kondisi likuiditas perusahaan, karena calon investor tentunya merasa likuiditas perusahaan akan terganggu apabila jumlah pembayaran pajak yang dilakukan emiten membesar. Mereka khawatir likuiditas yang terganggu ini akan mengganggu perusahaan dalam pembagian dividen yang diharapkan investor. Pengaruh negatif lainnya adalah perubahan MVA. hal ini lebih disebabkan bahwa nilai pasar perusahaan tidak terlalu berpengaruh bagi calon investor, sebab yang lebih dicari adalah tingkat pengembalian (return) yang diterima oleh investor.

Variabel yang memiliki pengaruh positif bagi perubahan harga saham adalah perubahan kepatuhan lapor (X2), EPS (X4), PER (X7), QR (X8) dan

EVA (X9). Perubahan kewajiban lapor memiliki pengaruh positif terhadap

perubahan harga saham, karena makin patuh suatu perusahaan akan mengecilkan resiko dilakukannya pemeriksaan terhadap suatu perusahaan. Ketidakpatuhan pelaporan perpajakan akan memberikan efek negatif berupa tambahan pengeluaran biaya untuk pembayaran sanksi administrasi dan Ketetapan Pajak yang juga akan membuat likuiditas dan keberlangsungan perusahaan akan mengalami gangguan.

Sedangkan rasio keuangan seperti EPS, PER, QR dan EVA akan memberikan pengaruh positif terhadap perubahan harga saham emiten kelapa sawit. Makin besar EPS, kemungkinan investor untuk mendapatkan return yang besar akan semakin terbuka. Hal ini akan menyebabkan investor untuk menanamkan modalnya pada emiten sektor kelapa sawit. Demikian halnya dengan PER dan QR, akan memberikan pengaruh yang positif terhadap kepercayaan calon investor kepada perusahaan. Untuk rasio keuangan seperti EVA, merupakan gambaran laba ekonomis yang sebenarnya dari kegiatan bisnis emiten sektor kelapa sawit, menjadikannya daya tarik bagi investor dengan harapan return yang lebih besar dari saham yang telah dimilikinya atau akan dibelinya.

Untuk mengetahui kesuaian model regresi yang dihasilkan agar dapat digunakan dalam proses peramalan maka perlu dilakukan uji statistik model. Uji F

Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai F hitung adalah 2,93034 yang lebih besar dari F Tabel (2,09) yang memberi kesimpulan untuk menolak H0. Hal ini berarti bahwa minimal terdapat 1 variabel penjelas (X)

yang mempunyai pengaruh secara simultan terhadap variabel respon (Y). Uji t

Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai p-value dari beberapa

variabel memiliki nilai kurang dari α (0,05) yang memberi kesimpulan bahwa terdapat variabel penjelas (X) seperti ΔEPS (0,0077) dan ΔEVA

(0,0016) mempunyai pengaruh secara sendiri-sendiri secara signifikan terhadap variabel respon (Y), sedangkan variabel yang memiliki nilai p-

value diatas 0,05 seperti ΔBayar, ΔLapor, ΔPER, ΔQR dan ΔMVA tidak memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap Δharga saham (Y).

Uji Koefisien Determinasi (R Squared /R2 dan Adjusted R Squared) Nilai R2 yang diperoleh dari pengujian ini adalah sebesar 24,25%

yang memiliki pengertian bahwa keragaman perubahan harga saham dapat dijelaskan oleh perubahan kepatuhan pajak dan perubahan rasio keuangan perusahaan sebesar 24,25%. Sedangkan nilai Adjusted R2 sebesar 15,97%

berarti sebesar 15,97% perubahan harga saham emiten kelapa sawit dapat dijelaskan oleh variabel bebas secara bersama-sama.

Vector Autoregression (VAR) dengan Data Panel

Untuk melakukan peramalan harga saham, peneliti menggunakan VAR dengan bantuan software Eviews 7.2. Sebelum dilakukan pembentukan model VAR perlu dilakukan uji stasioneritas data time series dan uji kestabilan model. Dalam penelitian ini pengujian stasioneritas dilakukan dengan melakukan pengecekan dengan unit root test terhadap semua data time series mulai dari harga, kepatuhan bayar, kepatuhan lapor, EPS, PER, QR, EVA dan MVA. dari hasil pengujian masing-masing variabel, ternyata diperoleh hasil bahwa data stasioner pada difference pertama dan kedua untuk variabel Harga, EPS, QR dan MVA.

Pada dasarnya untuk membuat model VAR, sebenarnya harus dengan syarat bahwa seluruh variabel stasioner pada level (ketika memakai VAR dengan data level) atau salah satu variabel stasioner pada level dan yang lainnya pada difference (ketika memakai VAR dengan different data). Setelah dilakukan uji stasioneritas, penelitian dilanjutkan dengan model Unrestricted VAR (VAR in difference). Uji stabilitas dilakukan dengan menggunakan program EViews 7.2 melalui prosedur: View > Lag Structure > AR Roots Table. Dari prosedur yang dilakukan didapatkan data yang stabil.

Untuk pembuatan model VAR dimulai dengan memasukkan data kedalam model dengan menggunakan bantuan software Microsoft Excel 2007 untuk menghitung perubahan rasio keuangan emiten kelapa sawit dan mengkalkulasi data perubahan pembayaran pajak, pelaporan pajak serta rasio keuangan yang akan diuji. Setelah data tersebut selesai dibuat, pemodelan dilanjutkan dengan menggunakan software EViews 7.2. Setelah penentuan lag maksimum dan lag optimal, peramalan harga saham dengan model VAR dilanjutkan dengan mengestimasi sistem VAR. dari estimasi yang dilakukan didapatkan output persamaan VAR sebagaimana tertera dalam lampiran 4. Sedangkan persamaan VAR tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:

Yt = - (0,83812*(Yt-1)) - (0,882291*(Yt-2)) - (1,001118*(Yt-3)) -

(0,876623*(Yt-4)) - (0,306347*(Yt-5)) - (0,449236*(Yt-6)) - (0,08927*(Yt-7))

+ (0,027182*(X1,t-1)) - (0,016293*(X1,t-2)) + (0,002464*(X1,t-3)) - (0,002218*(X1,t-4)) - (0,006342*(X1,t-5)) + (0,032284*(X1,t-6)) + (0,000918*(X1,t-7)) + (0,130174*(X2,t-1)) + (0,616371*(X2,t-2)) - (1,437076*(X2,t-3)) - (0,687153*(X2,t-4)) + (4,820136*(X2,t-5)) - (0,16654*(X2,t-6)) - (2,244069*(X2,t-7)) + (0,012028*(X4,t-1)) + (0,019796*(X4,t-2)) + (0,046497*(X4,t-3)) + (0,062519*(X4,t-4)) + (0,052534*(X4,t-5)) + (0,022543*(X4,t-6)) + (0,006729*(X4,t-7)) +

(0,005376*(X7,t-1)) - (0,018112*(X7,t-2)) - (0,030087*(X7,t-3)) - (0,02958*(X7,t-4)) - (0,031841*(X7,t-5)) - (0,046422*(X7,t-6)) - (0,035188*(X7,t-7)) + (0,070896*(X8,t-1)) + (0,079478*(X8,t-2)) + (0,149514*(X8,t-3)) + (0,078741*(X8,t-4)) + (0,116641*(X8,t-5)) + (0,062997*(X8,t-6)) + (0,089804*(X8,t-7)) - (0,003455*(X9,t-1)) - (0,0018*(X9,t-2)) - (0,000206*(X9,t-3)) + (0,002596*(X9,t-4)) - (0,001911*(X9,t-5)) - (0,001983*(X9,t-6)) + (0,001717*(X9,t-7)) + (0,034543*(X10,t-1)) + (0,048485*(X10,t-2)) + (0,178585*(X10,t-3)) - (0,056113*(X10,t-4)) - (0,132626*(X10,t-5)) - (0,011133*(X10,t-6)) - (0,070105*(X10,t-7)) - 0,049289 ---(23)

Analisis impulse response function (IRF)

Setelah diperoleh persamaan, analisis dilanjutkan dengan proses analisis impulse response function (IRF) untuk melihat dampak perubahan variabel satu dengan yang lain. Dari prosedur yang dilaksanakan, didapatkan tabel sebagai berikut.

Tabel 5 Impulse response function harga saham

Response of D(HRG):

Period D(HRG) D(BYR) D(LPR) D(EPS) D(PER) D(QR) D(EVA) D(MVA) 1 0,172841 0,000000 0,000000 0,000000 0,000000 0,000000 0,000000 0,000000 2 -0,175628 0,022005 0,002539 0,045512 0,011586 0,025728 -0,038673 0,010748 3 0,017494 -0,025380 0,027159 -0,001282 -0,008403 0,005499 0,011329 -0,004158 4 -0,019837 -0,037759 -0,095485 -0,038617 -0,041372 -0,002792 0,031992 0,039171 5 -0,052996 0,052144 0,062139 -8,46E-06 -0,030329 -0,028778 0,076864 0,008460 6 0,104884 0,027961 0,053088 -0,337422 0,132594 -0,001665 -0,151592 -0,049671 7 -0,055094 -0,118625 -0,245971 -0,280967 -0,387682 -0,038150 0,179135 -0,107602 8 0,145118 0,213993 0,178283 0,932767 -0,524674 -0,192847 0,322550 -0,171594 9 0,349041 0,373118 0,128373 0,101467 0,465258 0,288926 -0,571084 0,116330 10 -0,061565 -0,356750 0,767955 0,790921 2,365965 0,253534 -0,519397 -0,531517 Dari Tabel 5 terlihat bahwa pengaruh perubahan harga terhadap dirinya sendiri menunjukkan adanya pergerakan yang fluktuatif. Variabel lainnya pun memiliki efek yang sama terhadap perubahan harga saham. Hal ini berarti selama 10 triwulan ke depan, dampak respons yang diterima oleh variabel perubahan harga akibat guncangan seluruh variabel yang ada, bersifat divergence, dimana perubahan variabel yang ada, akan memberikan guncangan yang meninggalkan pengaruh terhadap perubahan harga dimasa depan. Namun untuk beberapa triwulan kedepan, pengaruh tiap variabel terhadap perubahan harga saham masih berada di daerah keseimbangan, namun tidak menghilang seiring berjalannya waktu.

Analisis forecast error decomposition variance (FEDV)

Untuk analisis forecast error decomposition variance (FEDV), prosedur dilakukan untuk memprediksi kontribusi persentase varians setiap variabel karena adanya perubahan variabel tertentu dalam sistem VAR. Dari prosedur dalam Eviews 7.2, didapatkan tabel sebagai berikut.

Tabel 6 Variance decomposition dari harga saham

Variance Decomposition of D(HRG):

Period S.E. D(HRG) D(BYR) D(LPR) D(EPS) D(PER) D(QR) D(EVA) D(MVA)

1 0,172841 100,0000 0,000000 0,000000 0,000000 0,000000 0,000000 0,000000 0,000000 2 0,256298 92,43507 0,737165 0,009817 3,153268 0,204339 1,007640 2,276836 0,175867 3 0,260047 90,24145 1,668558 1,100300 3,065428 0,302904 1,023512 2,401448 0,196402 4 0,290396 72,83180 3,028702 11,69397 4,226519 2,272624 0,830004 3,139440 1,976948 5 0,318507 63,31175 5,197932 13,52713 3,513396 2,795892 1,506335 8,433635 1,713929 6 0,522429 27,56294 2,218475 6,060543 43,02088 7,480766 0,560908 11,55447 1,541023 7 0,790509 12,52409 3,220777 12,32880 31,42246 27,31854 0,477886 10,18158 2,525865 8 1,428128 4,869834 3,232064 5,335887 52,28670 21,86745 1,969869 8,220619 2,217575 9 1,722494 7,453765 6,913974 4,223400 36,28968 22,32781 4,167679 16,64319 1,980501 10 3,244644 2,136669 3,157447 6,792192 16,16938 59,46453 1,785137 7,252997 3,241647

Dari tabel 6 terlihat bahwa sumber penting dari variasi perubahan harga untuk satu periode kedepan adalah guncangan dari harga itu sendiri, sedangkan untuk dua periode kedepan, variasi nilai prediksi perubahan harga disumbangkan oleh harga sebesar 92,43% sedangkan sisanya disumbangkan oleh kepatuhan bayar pajak sebesar 0,73%; kepatuhan lapor sebesar 0,01%; EPS sebesar 3,15%; .PER sebesar 0,20%; QR sebesar 1,01%; EVA sebesar 2,27% dan MVA sebesar 0,17%. Demikian selanjutnya untuk periode-periode selanjutnya.

Analisis Kausalitas (Granger Causality Test)

Pengujian kausalitas dilakukan dengan menggunakan prosedur Eviews 7.2 yang menghasilkan output sebagaimana terlampir dalam Lampiran 6. Sebagian isi Lampiran 6 telah peneliti tuliskan dalam tabel di bawah ini. Tabel 7 Uji kausalitas

Pairwise Granger Causality Tests Sample: 2009Q2 2014Q2 Lags: 7

Null Hypothesis: F-Statistic Prob. BYR does not Granger Cause HRG 2.41632 0.0284 HRG does not Granger Cause BYR 3.28122 0.0045

LPR does not Granger Cause HRG 2.69716 0.0157 HRG does not Granger Cause LPR 3.90764 0.0012

EPS does not Granger Cause HRG 1.29753 0.2647 HRG does not Granger Cause EPS 1.99075 0.0688

PER does not Granger Cause HRG 0.78985 0.5982 HRG does not Granger Cause PER 0.97882 0.4538

QR does not Granger Cause HRG 1.34323 0.2436 HRG does not Granger Cause QR 1.64914 0.1364

EVA does not Granger Cause HRG 1.23618 0.2953 HRG does not Granger Cause EVA 0.29178 0.9550

MVA does not Granger Cause HRG 0.78212 0.6045 HRG does not Granger Cause MVA 4.88737 0.0002

Dari tabel 7 diketahui bahwa perubahan kepatuhan bayar dan lapor berpengaruh signifikan terhadap perubahan harga saham. Demikian juga halnya perubahan harga saham, yang berpengaruh signifikan terhadap perubahan kepatuhan bayar dan lapor.dengan demikian, terjadi hubungan kausalitas 2 arah antara perubaan harga dan perubahan bayar dan lapor.

Pengujian Hipotesis

Pengaruh kepatuhan pajak (tax compliance) terhadap kinerja keuangan perusahaan emiten sektor industri kelapa sawit.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, ketiga indikator yang dijadikan parameter untuk menilai kepatuhan pajak suatu perusahaan, yaitu pelaporan pajak, pembayaran pajak dan audit laporan keuangan. Secara teoritis, kepatuhan pajak yang dilambangkan oleh adanya pembayaran pajak, tentunya akan mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan, terutama pada bagian Laba Bersih Setelah Pajak (Earning After Tax /EAT). Hal ini tentunya akan mempengaruhi rasio keuangan yang mengandung unsur EAT dalam perhitungannya seperti EPS, PER dan EVA serta beberapa rasio lainnya, karena setiap rupiah dari pembayaran pajak tentunya akan menimbulkan perubahan dalam perhitungan rasio dalam mengukur kinerja keuangan perusahaan. Untuk meningkatkan besaran rasio keuangan, biasanya perusahaan akan melakukan perencanaan pajak, agar nilai pembayaran pajak yang dilakukan dapat seminimal mungkin namun tetap berada dalam koridor peraturan perpajakan yang berlaku.

Dari 7 emiten yang diteliti, data pembayaran pajak dari DJP tidak dapat dirinci satu per satu mengingat adanya kerahasiaan jabatan sebagaimana diatur dalam pasal 34 UU Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan, yang menyebutkan bahwa setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Sehingga dalam menganalisis kepatuhan pajak 7 emiten, digunakan statistik penerimaan PPh Badan dari KPP tempat ketujuh emiten tersebut terdaftar.

Berdasarkan analisis regresi yang dilakukan secara sendiri terhadap perubahan kepatuhan pajak dan perubahan rasio keuangan perusahaan, didapatkan hasil sebagai berikut:

Pengaruh Kepatuhan Pajak terhadap EPS

ΔEPS = - 0,21984 + (0,093043*ΔKepatuhan Bayar) -

(7,378884*ΔKepatuhan Lapor) ---(24) F-stat : 1,125177; p-value: 0,351031; R2 :0.067679 dan Adjusted R2 :

Pengaruh Kepatuhan Pajak terhadap PER

ΔPER = -0,101349 + (0,284167*ΔKepatuhan Bayar) + (5,927645*ΔKepatuhan Lapor) ---(25) F-stat : 1,225963; p-value: 0,289362; R2 :0,073297 dan Adjusted R2 :

0,013510  F Tabel 3,07

Pengaruh Kepatuhan Pajak terhadap QR

ΔQR = 0,053906 – (0,002977*ΔKepatuhan Bayar) -

(0,044527*ΔKepatuhan Lapor) ---(26) F-stat : 0,544124; p-value: 0,821231; R2 : 0,033914 dan Adjusted R2 : -

0,028414  F Tabel 3,07

Pengaruh Kepatuhan Pajak terhadap EVA

ΔEVA = 0,977412 (0,798669*ΔKepatuhan Bayar) + (4,65539*ΔKepatuhan Lapor) ---(27) F-stat : 0,499781; p-value: 0,854455; R2 : 0,031237 dan Adjusted R2 : 0,031264  F Tabel 3,07

Pengaruh Kepatuhan Pajak terhadap MVA

ΔMVA = - 0,101349 + (0,284167*ΔKepatuhan Bayar) + (5,927645*ΔKepatuhan Lapor) ---(28) F-stat : 1,225963; p-value: 0,289362; R2 : 0,073297 dan Adjusted R2 : 0,01351  F Tabel 3,07

Dari analisis regresi yang dilakukan, sebagian besar pengujian memiliki F hitung dibawah F Tabel, hal ini mengindikasikan bahwa perubahan kepatuhan perpajakan tidak akan mempengaruhi perubahan rasio keuangan perusahaan. Namun secara perhitungan setiap bagan dari rasio kinerja keuangan, perusahaan seharusnya merasakan dampak positif maupun negatif dari setiap pelaksanaan kepatuhan perpajakan, sebab disadari atau tidak setiap pembayaran pajak tentunya akan sangat mempengaruhi likuiditas dan profitabilitas perusahaan. Selain itu perubahan tiap elemen dari tiap rasio keuangan tidaklah sesederhana yang dibayangkan, sebab elemen perhitungan rasio kadang kala memiliki perhitungan yang sama sekali tidak dipengaruhi oleh kepatuhan pajak. Namun berdasarkan persamaan regresi yang dilakukan, pengaruh kepatuhan pajak terhadap kinerja keuangan perusahaan tetap ada, namun tidak signifikan.

Ketidaksignifikanan hasil regresi antara perubahan kepatuhan perpajakan dengan kepatuhan perpajakan ini, kemungkinan disebabkan data penelitian berupa kepatuhan pembayaran dan pelaporan dari masing-masing emiten yang tidak secara lengkap diperoleh dari DJP, mengingat terdapat limitasi berupa kerahasiaan jabatan yang harus dipegang teguh oleh DJP. Hal ini diatur secara jelas dalam Pasal 34 UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang melarang setiap pejabat DJP untuk memberitahukan

kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Peneliti meyakini bahwa apabila tidak terdapat limitasi ini, maka setiap emiten akan dapat terdeskripsikan kepatuhan pembayaran dan pelaporan pajaknya, sehingga secara spesifik akan dapat terlihat pengaruh dari pembayaran pajak terhadap EPS, PER, QR, EVA dana MVA. karena dalam pembentukan rasio keuangan ini terdapat komponen beban pajak yang secara langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi nilai laporan keuangan dan rasio keuangan perusahaan.

Berdasarkan uraian diatas, maka berdasarkan persamaan regresi yang dihasilkan dapat disimpulkan bahwa kepatuhan pajak yang dilakukan oleh perusahaan akan tidak berpengaruh pada kinerja keuangan perusahaan, sehingga hipotesis pertama yang diajukan dalam penelitian ini, yaitu

“kepatuhan pajak (tax compliance) memiliki pengaruh terhadap kinerja

keuangan perusahaan emiten sektor industri kelapa sawit” tidak dapat diterima (H01 diterima.)

Pengaruh image “wajib pajak patuh” yang melekat pada perusahaan emiten sektor industri kelapa sawit terhadap harga saham.

Kriteria Wajib Pajak Patuh yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 192/PMK.03/2007 jo. PMK Nomor 74/PMK.03/2012, berupa Wajib Pajak yang tepat waktu melaporkan pembayaran pajak dalam Surat Pemberitahuan, tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut; dan tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir, sepertinya cukup sulit dipenuhi oleh para emiten sektor kelapa sawit, mengingat tingkat pelaporan dan pembayaran pajaknya belum sesuai dengan yang diharapkan oleh DJP sebagai penghimpun penerimaan pajak.

Oleh karenanya, dalam penelitian ini ditetapkan 3 indikator yang

dianggap mampu menggambarkan image “wajib pajak patuh” pada ketujuh emiten sektor kelapa sawit, antara lain, pembayaran pajak, pelaporan Surat Pemberitahuan dan audit terhadap laporan keuangan. Di sisi lain, untuk mengukur tingkat kepercayaan investor terhadap emiten, digunakan 2 indikator, a

ntara lain harga saham pada akhir pelaporan laporan keuangan triwulanan dan rata-rata volume penjualan saham dalam satu triwulan. Namun saat uji validitas, dan reliabilitas melalui analisis SEM yang juga

Dokumen terkait