• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kerapatan Predator terhadap Pemangsaan Larva S. litura

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jumlah larva S. litura yang dimangsa paling rendah pada pemangsaan oleh laba-laba P. pseudoannulata

dengan kerapatan 2 ekor (Tabel 1). Pengamatan setelah 24 jam menunjukkan jumlah larva yang dimangsa oleh 2 ekor P. pseudoannulata rata-rata sebesar 3,4 ± 2,6 ekor berbeda nyata dibandingkan pemangsaan oleh 2 ekor P. fuscipes

dengan rata-rata 8,8 ± 1,6 ekor. Pemangsaan pada perlakuan yang terdapat kumbang P. fuscipes menunjukkan jumlah yang selalu tinggi yaitu rata-rata diatas 8 ekor kecuali pada pemangsaan oleh seekor kumbang P. fuscipes dan 2 ekor P. pseudoannulata rata-rata 7,2 ± 2,3 ekor.

Tabel 1 Pengaruh kerapatan predator terhadap pemangsaan larva S. litura instar-1

Kerapatan predator

Jumlah S. litura yang dimangsa (X ± SE)a

24 jam 48 jam 72 jam

2Pf+2Pp 8,4 ± 1,1 a 9,4 ± 0,9 a 10,0 ± 0,0 a 2Pf+1Pp 8,8 ± 0,8 a 10,0 ± 0,0 a 10,0 ± 0,0 a 1Pf+1Pp 8,2 ± 2,4 a 9,2 ± 1,3 a 10,0 ± 0,0 a 1Pf+2Pp 7,2 ± 2,3 a 8,2 ± 1,6 a 9,0 ± 0,9 a 2Pf 8,8 ± 1,6 a 9,8 ± 2,2 a 10,0 ± 0,0 a 2Pp 3,4 ± 2,6 b 4,4 ± 2,5 b 6,4 ± 2,4 b Tanpa predator 0,0 ± 0,0 c 0,0 ± 0,0 c 0,0 ± 0,0 c

Keterangan: Pf = P. fuscipes; Pp = P. pseudoannulata.

a

Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut DMRT.

Pengamatan berikutnya, yaitu 48 jam dan 72 jam setelah pemangsaan jumlah larva yang dimangsa meningkat dan untuk perlakuan 2 ekor P. fuscipes

dan seekor P. pseudoannulata jumlah larva yang dimangsa telah habis pada pengamatan 48 jam setelah pemangsaan (Tabel 1 kolom 2). Sampai pada pengamatan 72 jam setelah pemangsaan larva yang tampak masih tersisa hanya pada perlakuan seekor P. fuscipes dan 2 ekor P. pseudoannulata dan perlakuan 2 ekor P. pseudoannulata (Tabel 1 kolom 3). Sedangkan larva yang diinfestasikan

12

pada tanaman kedelai, tanpa predator tetap dapat berkembang secara normal dan tidak ada yang mengalami kematian.

Berbeda dengan pemangsaan terhadap larva S. litura instar-1, larva S. litura instar-3 jumlah yang dimangsa paling rendah terjadi pada pemangsaan oleh 2 ekor P. fuscipes (Tabel 2). Pengamatan setelah 24 jam perlakuan menunjukkan jumlah larva instar-3 yang dimangsa oleh 2 ekor P. fuscipes rata-rata 2,8 ± 0,8 ekor lebih rendah dibandingkan yang dimangsa oleh 2 ekor P. pseudoannulata

rata-rata 3,8 ± 2,2 ekor (Tabel 2 kolom 1). Terdapat kecenderungan bahwa jumlah larva instar-3 yang dimangsa relatif tinggi pada perlakuan pemangsaan dengan laba-laba P. pseudoannulata, yaitu rata-rata di atas 4 ekor dan bahkan ada yang mencapai rata-rata 6,0 ± 1,9 ekor pada kerapatan seekor P. fuscipes dan 2 ekor P. pseudoannulata. Pengamatan berikutnya, yaitu 48 jam dan 72 jam setelah perlakuan menunjukkan jumlah larva S. litura yang dimangsa meningkat tetapi pada semua perlakuan kerapatan predator masih ditemukan larva yang tersisa. Pengamatan 72 jam setelah pemangsaan menunjukkan jumlah larva yang dimangsa paling tinggi pada perlakuan 2 ekor P. pseudoannulata dengan rata-rata 7,6 ± 1,5 ekor (Tabel 2 kolom 3).

Tabel 2 Pengaruh kerapatan predator terhadap pemangsaan larva S. litura instar-3

Kerapatan predator

Jumlah S. litura yang dimangsa (X ± SE)a

24 jam 48 jam 72 jam

2Pf+2Pp 4,4 ± 1,1 ab 6,4 ± 1,1 a 6,8 ± 0,9 ab 2Pf+1Pp 4,2 ± 1,6 ab 6,2 ± 1,6 a 6,4 ± 1,9 ab 1Pf+1Pp 4,6 ± 2,6 ab 7,2 ± 2,6 a 7,2 ± 1,8 a 1Pf+2Pp 6,0 ± 1,9 a 6,8 ± 1,6 a 7,2 ± 1,6 a 2Pf 2,8 ± 0,8 b 6,0 ± 1,9 a 6,2 ± 1,9 b 2Pp 3,8 ± 2,2 ab 6,4 ± 1,4 a 7,6 ± 1,5 a Tanpa predator 0,0 ± 0,0 c 0,0 ± 0,0 b 0,0 ± 0,0 c

Keterangan: Pf = P. fuscipes; Pp = P. pseudoannulata.

a Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut DMRT.

Berdasarkan data pada Tabel 1 dan 2 menunjukkan bahwa kumbang P. fuscipes lebih memilih larva S. litura instar-1 sebagai mangsanya, sedangkan laba-laba P. pseudoannulata lebih memilih larva S. litura instar-3. Meningkatnya

13

kerapatan predator, dalam hal ini 2 ekor P. fuscipes dan 2 ekor P. pseudoannulata

tidak secara nyata meningkatkan jumlah larva S. litura yang dimangsa. Diduga jumlah larva S. litura instar-1 yang habis dimangsa oleh P. fuscipes karena P. fuscipes lebih menyukai larva S. litura instar-1 karena ukurannya lebih kecil. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Nurulalia (2005) yang melaporkan bahwa kumbang P. fuscipes lebih menyukai larva P. xylostella instar-1 dibandingkan dengan instar-2, karena ukuran larva instar-1 yang lebih kecil, dan umumnya mengelompok (gregarius) sehingga lebih mudah ditemukan oleh kumbang predator.

Sebaliknya laba-laba P. pseudoannulata lebih memilih larva S. litura

instar-3 dibandingkan instar-1, diduga karena larva S. litura instar-3 berukuran lebih besar dibandingkan instar-1 sehingga lebih memudahkan P. pseudoannulata

untuk memangsanya. Stadia mangsa mempengaruhi tingkat pemangsaan oleh predator (Tarumingkeng dalam Taulu 2001).

Selain stadia mangsa yang mempengaruhi tingkat pemangsaan oleh predator, faktor kimia juga mempengaruhi predator dalam menemukan mangsa seperti bau dari kotoran larva S. litura atau daun yang rusak dapat merangsang dan memandu predator P. fuscipes dan P. pseudoannulata untuk menemukan larva S. litura (Taulu 2001). Hasil penelitian Nawangsih (1988) menunjukkan bahwa P. pseudoannulata lebih menyukai imago wereng coklat dibandingkan nimfa. Perlakuan pemangsaan antara wereng coklat dengan jumlah imago 20 ekor dan nimfa 75 ekor, maka rata-rata yang dimangsa masing-masing adalah 9,4 imago dan 11,4 nimfa (Nawangsih 1988). Hubungan kemampuan memangsa sangat berkaitan dengan keefektifan predator dalam mengatur keseimbangan populasi mangsa (Taulu 2001). Keefektifan predator dalam mengendalikan populasi hama dapat diukur dari kemampuan pemangsaannya (Anderson & Yeargan 1998 dalam Suastika 2005). Dari hasil yang ditunjukkan di atas dapat dinyatakan P. fuscipes efektif untuk mengendalikan larva S. litura instar-1, sedangkan P. pseudoannulata efektif untuk mengendalikan larva S. litura instar-3. Menurut Oka (1995) menyatakan bahwa jika kepadatan populasi dari predator meningkat secara cepat, maka laju pertumbuhan populasi mangsanya akan menurun. Meningkatnya kerapatan predator tidak selalu diikuti oleh

14

meningkatnya jumlah larva yang dimangsa (Tabel 1 dan 2). Dari Tabel 1 dan 2, hal ini tampaknya berkaitan dengan sifat predator, yaitu adanya interferensi atau saling mengganggu antar predator sehingga efisiensi pemangsaan menurun (Begon et al. 1986). Selain itu Rosenheim et al. (1995) menyebutkan adanya predasi antar kaum (intraguild predation) yaitu saling memangsa antar predator yang menempati jenjang trofik yang sama. Bila hal ini terjadi maka peningkatan keragaman predator tidak selalu berpengaruh positif terhadap efisiensi pemangsaan.

Pengamatan terhadap tingkat kerusakan daun kedelai menunjukkan bahwa pada tanaman yang diinfestasi larva S. litura instar-1 dengan perlakuan 2 ekor predator P. fuscipes sama sekali tidak menimbulkan kerusakan pada tanaman (Tabel 3). Sedangkan pada perlakuan lainnya tingkat kerusakan daun relatif rendah. Hal ini diduga berkaitan dengan rendahnya populasi larva yang tersisa. Sedangkan pada perlakuan tanpa predator kerusakan daun mencapai 57,1% setelah 72 jam diinfestasi 10 ekor larva instar-1 (Tabel 3).

Tabel 3 Pengaruh kerapatan predator terhadap kerusakan daun kedelai setelah diinfestasi larva S. litura instar-1

Kerapatan predator

Tingkat kerusakan daun kedelai (%) (X ± SE)a

24 jam 48 jam 72 jam

2Pf+2Pp 2,4 ± 4,1 cd 2,4 ± 4,1 cd 2,4 ± 4,1 d 2Pf+1Pp 4,8 ± 4,1 cd 4,8 ± 4,1 cd 4,8 ± 4,1 d 1Pf+1Pp 7,1 ± 0,0 c 9,5 ± 4,1 c 19,1 ± 7,1 c 1Pf+2Pp 8,9 ± 7,7 c 11,1 ± 6,7 c 17,8 ± 3,9 c 2Pf 0,0 ± 0,0 d 0,0 ± 0,0 d 0,0 ± 0,0 d 2Pp 16,7 ± 11,6 b 23,3 ± 11,6 b 33,3 ± 5,8 b Tanpa predator 45,2 ± 4,1 a 52,4 ± 8,2 a 57,1 ± 7,2 a

Keterangan: Pf = P. fuscipes; Pp = P. pseudoannulata.

a

Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut DMRT.

Berbeda dengan kerusakan daun yang disebabkan larva instar-1, larva instar-3 menimbulkan kerusakan yang lebih berat (Tabel 4). Tingkat kerusakan daun paling rendah pada pengamatan 24 jam, 48 jam dan 72 jam setelah perlakuan terdapat pada tanaman yang diberi perlakuan seekor P. fuscipes dan 2 ekor P. pseudoannulata yaitu berturut-turut 24,4%, 31,1%, dan 42,2% (Tabel 4).

15

Rendahnya tingkat kerusakan daun ini berkaitan dengan rendahnya populasi larva

S. litura yang tersisa (Tabel 2). Secara keseluruhan tingginya tingkat kerusakan daun pada tanaman yang diinfestasi larva instar-3 selain disebabkan oleh masih banyaknya larva yang tersisa dari pemangsaan predator juga karena larva tersebut sudah berukuran besar sehingga memerlukan makanan yang lebih banyak. Pada tingkat kerapatan predator tinggi (2 ekor P. fuscipes dan 2 ekor P. pseudoannulata) tingkat kerusakan daun mencapai 57,1% setelah 72 jam perlakuan. Kerapatan predator yang tinggi tidak secara langsung menyebabkan menurunnya kerusakan tanaman yang disebabkan oleh larva S. litura (Tabel 4). Beberapa penelitian sebelumnya mengungkapkan bahwa dampak tidak langsung dari adanya kumbang Carabidae dan laba-laba P. Pseudoannulata dapat menurunkan tingkat kerusakan daun pada tanaman dimana kerapatan Carabidae dan P. Pseudoannulata meningkat (Synder & Wise 1999).

Pada perlakuan tanpa predator kerusakan daun cukup tinggi yaitu mencapai 92,9% dan 97,6% masing-masing pada pengamatan 48 jam dan 72 jam (Tabel 4).

Tabel 4 Pengaruh kerapatan predator terhadap kerusakan daun kedelai setelah diinfestasi larva S. litura instar-3

Kerapatan predator

Tingkat kerusakan daun kedelai (%) (X ± SE)a

24 jam 48 jam 72 jam

2Pf+2Pp 45,2 ± 10,9 b 54,8 ± 4,1 b 57,1 ± 0,0 c 2Pf+1Pp 31,1 ± 7,7 bc 37,8 ± 3,9 c 40,0 ± 0,0 d 1Pf+1Pp 44,4 ± 7,7 b 53,3 ± 0,0 b 60,0 ± 0,0 bc 1Pf+2Pp 24,4 ± 10,2 c 31,1 ± 3,9 c 42,2 ± 7,7 d 2Pf 42,9 ± 0,0 b 59,5 ± 4,1 b 64,3 ± 0,0 b 2Pp 26,7 ± 0,0 c 35,6 ± 7,7 c 44,4 ± 3,9 d Tanpa predator 64,3 ± 12,4 a 92,9 ± 0,0 a 97,6 ± 4,1 a

Keterangan: Pf = P. fuscipes; Pp = P. pseudoannulata.

a

Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut DMRT.

Larva S. litura instar-1 yang dimangsa oleh P. fuscipes pada kerapatan 2 ekor rata-rata mencapai lebih dari 8 ekor dengan tingkat kerusakan 0,0% (tidak terdapat kerusakan sama sekali). Sedangkan pemangsaan larva S. litura instar-3 pada kerapatan 2 ekor P. pseudoannulata tingkat kerusakan daun kedelai cukup

16

rendah dibandingkan pada kerapatan 2 ekor P. fuscipes dan lebih tinggi dari seekor P. fuscipes dan 2 ekor P. pseudoannulata. Hal ini menunjukkan bahwa P. fuscipes dan P. pseudoannulata berpeluang dikembangkan sebagai agens hayati. Suastika (2005) menyatakan untuk meningkatkan potensi P. fuscipes perlu dilakukan pengamatan terhadap rataan kelimpahan populasi P. fuscipes dan hama sasaran secara periodik. Nurulalia (2005) melaporkan bahwa kelimpahan relatif predator P. fuscipes di lahan organik pertanaman kubis cukup meningkat dengan populasi tertinggi mencapai 0,83 ekor/10 tanaman pada saat 10 dan 12 MST yaitu sebesar 20,15%. Kelimpahan populasi laba-laba cukup rendah dengan populasi tertingginya mencapai 0,67 ekor/10 tanaman yaitu sebesar 13,43% (Nurulalia 2005).

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kumbang P. fuscipes lebih sering berada di bagian tajuk tanaman pada pagi maupun sore hari. Sedangkan P. pseudoannulata pada pagi hari aktif berjalan di permukaan tanah di dalam kurungan dan pada sore hari cenderung berada di atas atau di bawah permukaan daun untuk mencari dan menunggu mangsanya. Laba-laba serigala P. pseudoannulata termasuk kelompok laba-laba yang aktif bergerak di permukaan tanah dan memburu mangsa di bagian tajuk tanaman (Nyffeler et al. 1994; Tulung 1999).

Penempatan beberapa ekor predator dalam ruang terbatas dengan jumlah mangsa yang juga terbatas memungkinkan terjadinya interaksi antar predator. Salah satu bentuk interaksi antar predator sejenis adalah kanibalisme. Tabel 5 dan 6 menunjukkan bahwa pemangsaan antar predator hanya terjadi pada perlakuan yang berisi 2 ekor laba-laba P. pseudoannulata. Berkaitan dengan Tabel 1 dan 2 di atas tampak bahwa makin berkurang jumlah mangsa yang tersedia maka jumlah predator lain yang dimangsa semakin meningkat. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pemangsaan antar predator hanya terjadi antar laba-laba P. pseudoannulata

dengan sejenisnya atau terjadi kanibalisme. Sedangkan antar kumbang P. fuscipes

tidak ditemukan adanya kanibalisme.

Penelitian Puspinanti (2006) menunjukkan adanya kanibalisme antar larva

P. fuscipes. Hasil pengamatan juga menunjukkan tidak adanya predasi antar kaum, yaitu predasi laba-laba P. pseudoannulata terhadap kumbang P. fuscipes

17

atau sebaliknya predasi kumbang P. fuscipes terhadap laba-laba. Kumbang P. fuscipes diketahui mampu menghasilkan senyawa kimia pederin yang dapat menyebabkan iritasi pada kulit (Kellner & Dettner 1996 dalam Taulu 2001). Senyawa tersebut dikeluarkan bila kumbang merasa terganggu. Diduga adanya senyawa pederin yang dihasilkan kumbang P. fuscipes menyebabkan laba-laba tidak tertarik untuk memangsanya, selain itu kumbang bergerak sangat lincah sehingga menyulitkan laba-laba untuk menangkapnya.

Tabel 5 Kanibalisme antar predator pada tanaman kedelai yang diinfestasi larva

S. litura instar-1

Kerapatan predator Predator yang dimangsa predator lain (%)

24 jam 48 jam 72 jam

2Pf+2Pp 5,00 15,00 20,00 2Pf+1Pp 0,00 0,00 0,00 1Pf+1Pp 0,00 0,00 0,00 1Pf+2Pp 0,00 6,67 13,33 2Pf 0,00 0,00 0,00 2Pp 20,00 30,00 30,00 Tanpa predator 0,00 0,00 0,00

Keterangan: Pf = P. fuscipes; Pp = P. pseudoannulata.

Tabel 6 Kanibalisme antar predator pada tanaman yang diinfestasi larva S. litura

instar-3

Kerapatan predator Predator yang dimangsa predator lain (%)

24 jam 48 jam 72 jam

2Pf+2Pp 5,00 10,00 10,00 2Pf+1Pp 0,00 0,00 0,00 1Pf+1Pp 0,00 0,00 0,00 1Pf+2Pp 13,33 33,33 33,33 2Pf 0,00 0,00 0,00 2Pp 10,00 30,00 30,00 Tanpa predator 0,00 0,00 0,00

Keterangan: Pf = P. fuscipes; Pp = P. pseudoannulata.

Sebaliknya kumbang P. fuscipes tidak memangsa laba-laba P. pseudoannulata diduga berkaitan dengan ukuran tubuh laba-laba yang digunakan dalam percobaan ini cukup besar. Diketahui bahwa kumbang P. fuscipes

menyukai mangsa yang berukuran kecil seperti telur dan larva instar awal (Taulu 2001; Nurulalia 2005).

Dokumen terkait