• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kerapatan Predator terhadap Pemangsaan Larva Spdoptera litura F. (Lepidoptera : Noctuidae

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Kerapatan Predator terhadap Pemangsaan Larva Spdoptera litura F. (Lepidoptera : Noctuidae"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KERAPATAN PREDATOR TERHADAP

PEMANGSAAN LARVA Spodoptera litura F.

(LEPIDOPTERA: NOCTUIDAE)

Oleh:

Triana Aprilizah

A44101017

PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

ABSTRAK

TRIANA APRILIZAH.

Pengaruh Kerapatan Predator terhadap Pemangsaan

Larva

Spodoptera litura

F. (Lepidoptera: Noctuidae). Dibimbing oleh

I WAYAN

WINASA

.

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh kerapatan predator

terhadap kemampuan memangsa larva

S. litura

dan hubungan antara kerapatan

predator dengan kerusakan daun kedelai. Perlakuan pemangsaan menggunakan

larva

S. litura

instar-1 dan instar-3 sebagai mangsa dan sebagai predator yaitu

imago betina

Pardosa pseudoannulata

(Boes. & Str.) dan imago betina

Paederus

fuscipes

(Curt.). Perlakuan dibagi menjadi enam taraf perlakuan dan diulang

sebanyak lima kali, masing- masing perlakuan untuk larva

S. litura

instar-1 dan

instar-3 dilakukan secara terpisah. P0= tanpa predator; P1= 2 ekor

P. fuscipes

, 2

ekor

P. pseudoannulata

; P2= 2 ekor

P. fuscipes

, 1 ekor

P.

pseudoannulata

; P3=

1

ekor

P. fuscipes

, 1 ekor

P. pseudoannulata

; P4= 1 ekor

P. fuscipes

, 2 ekor

P.

pseudoannulata

; P5= 2 ekor

P. fuscipes

; P6= 2 ekor

P. pseudoannulata

. Larva

S.

litura

instar-1 dan instar-3 diinfestasikan ke tanaman diletakkan pada dua daun

teratas sebanyak 10 ekor per tanaman berumur 21 hari setelah tanam dan predator

dengan jumlah sesuai perlakuan kemudian dimasukkan ke dalam kurungan

plastik. Pengamatan dilakukan setiap 24, 48 dan 72 jam setelah infestasi.

Pengamatan dilakukan terhadap jumlah larva

S. litura

yang hilang/rusak karena

dimangsa predator, dimangsa predator lainnya dan tingkat kerusakan daun

kedelai.

(3)

PENGARUH KERAPATAN PREDATOR TERHADAP

PEMANGSAAN LARVA

Spodoptera litura

F.

(LEPIDOPTERA: NOCTUIDAE)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

Triana Aprilizah

A44101017

PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Palembang, Sumatera Selatan tanggal 19 April 1983 dari Ayah Wahidin Dantak dan Ibu Kholmizah. Penulis merupakan putri ketiga dari empat bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Umum di SMU Negeri 11 Palembang tahun 2001. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan tercatat sebagai mahasiswa Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

(5)

PRAKATA

Bismillahirrohmanirrohim,

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini merupakan karya ilmiah hasil penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni sampai Oktober 2005 di Laboratorium Ekologi Serangga Program Studi Hama dan Penyakit Tumbuhan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, terutama kepada Dr. Ir. I Wayan Winasa, MSi selaku dosen pembimbing akademik sekaligus pembimbing skripsi yang telah memberikan banyak nasehat, masukan, pengarahan dan ketelitiannya selama penyusunan skripsi ini. Dr. Ir. A. Muin Adnan, MS yang telah berkenan menjadi dosen penguji dan telah memberikan saran, bimbingan serta perbaikan dalam penulisan skripsi.

Ibu, Ayah, kak Marta, yuk New Reil, dan dek Akhirel atas segala doa, kasih sayangnya yang tiada terputus dan support-nya serta motivasi untuk berkata ‘bisa dan selalu berusaha’ sesuai kemampuan. Seluruh staf karyawan Fakultas Pertanian yang telah memberikan bantuan selama pengurusan administrasi. Ibu Reni, engkau adalah guru dan sahabat bagi saya dan sahabat-sahabat SMU: Sri, Atik, Agung, Nova. Widi Atmoko sahabat terbaik yang telah memberi perhatian, semangat, dan bantuannya. Indah, Mba Ni Akhnita’36 (Alm.), Iik, Lia, Nurfitriani, Chairty, Elsa, Pak Soudik, Pak Wawan, Mas Agung, Ibu Rini, Mas Anis, Pak Dede, Pak Karto untuk semua kebaikan dan bantuannya selama penelitian. Teman-teman Lab. Ekologi yang telah membantu dan memberi keceriaan. Seluruh rekan-rekan HPT’38 atas kebersamaannya selama ini. Teman-teman di kost WJ ceria. Pihak yang telah membantu dan tidak bisa disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik, saran dan masukannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Bogor, Maret 2006

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 3

Manfaat ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Biologi dan Ekologi P. fuscipes ... 4

Biologi dan Ekologi P. pseudoannulata ... 5

Biologi dan Ekologi S. litura ... 6

Pengaruh Kerapatan Predator terhadap Kemampuan Memangsa ... 7

BAHAN DAN METODE ... 8

Tempat dan Waktu Penelitian ... 8

Pengumpulan Kumbang P. fuscipes ... 8

Pengumpulan P. pseudoannulata ... 8

Perbanyakan S. litura ... 8

Persiapan Tanaman Kedelai ... 9

Perlakuan Pemangsaan ... 9

Analisis Data ... 10

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 11

Pengaruh Kerapatan Predator terhadap Pemangsaan Larva S. litura .. 11

Tingkat Kerusakan Tanaman oleh S. litura ... 14

Kanibalisme Antar Predator ... 16

KESIMPULAN DAN SARAN ... 18

(7)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Pengaruh kerapatan predator terhadap pemangsaan larva S. litura

instar-1 ... 11

2. Pengaruh kerapatan predator terhadap pemangsaan larva S. litura

instar-3 ... 12

3. Pengaruh kerapatan predator terhadap kerusakan daun kedelai setelah

diinfestasi larva S. litura instar-1 ... 14

4. Pengaruh kerapatan predator terhadap kerusakan daun kedelai setelah

diinfestasi larva S. litura instar-3 ... 15

5. Kanibalisme antar predator pada tanaman kedelai yang diinfestasi larva

S. litura instar-1 ... 17

6. Kanibalisme antar predator pada tanaman kedelai yang diinfestasi larva

S. litura instar-3 ... 17

(8)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebijakan perlindungan tanaman dalam pengendalian organisme

penganggu tanaman didasarkan atas pendekatan konsep pengendalian hama

terpadu (PHT). Konsep tersebut telah diperkuat dengan kebijakan pemerintah

melalui Instruksi Presiden (Inpres) nomor 3 tahun 1986, yang dituangkan dalam

GBHN 1988 kemudian dijabarkan dalam buku Repelita V (Deptan 2000).

Program pengendalian hama terpadu dilakukan secara komprehensif

berdasarkan pendekatan ekologi dan pertimbangan ekonomi (van den Bosch et al.

1982). PHT bertujuan untuk tetap mempertahankan populasi atau kerusakan hama

berada di bawah ambang ekonomi yaitu dengan memadukan berbagai metode atau

komponen pengendalian hama sehingga sasaran produksi tercapai dan kualitas

lingkungan tetap dapat terjaga (Untung et al. 1988). Dalam PHT, agar

perkembangan populasi hama dapat ditekan harus diketahui sifat-sifat suatu

populasi, interaksinya, dan ekosistem yang mendukung perkembangan populasi

hama tersebut (Oka 1995). Interaksi tersebut dapat terjadi antara dua tingkat

trofik yang berbeda atau yang sama. Tanaman-serangga herbivor merupakan

interaksi antara dua tingkat trofik yang berbeda, tanaman sebagai produsen

termasuk tingkat trofik yang pertama dan serangga herbivor sebagai konsumen

termasuk tingkat trofik yang kedua. Interaksi juga dapat terjadi dalam satu tingkat

trofik, seperti persaingan antara dua spesies populasi predator/ parasitoid atau

antara individu–individu di dalam suatu spesies populasi. Serangga mangsa–

predator, serangga inang-parasitoid adalah interaksi antara tingkat trofik yang

kedua dan ketiga dalam rantai makanan (Oka 1995). Di dalam suatu ekosistem

terjadi rantai makanan yang bertingkat dan kompleks sehingga memungkinkan

terjadinya kesetimbangan antara pemangsa dan yang dimangsa. Namun cepat

atau lambatnya kesetimbangan tersebut tercapai tergantung dari kecepatan

berkembangnya populasi pemangsa dan yang dimangsa (Baehaki & Sukarna

1988).

Ekosistem pertanaman kedelai dihuni oleh kompleks artropoda yang dapat

(9)

2

(Purwanta & Rauf 2000). Ulat grayak Spodoptera litura F. (Lepidoptera:

Noctuidae) diketahui sebagai salah satu hama penting pada tanaman kedelai di

Indonesia (Widihastuty 2001). Di lahan pertanaman kedelai komunitas artropoda

predator sangat beragam. Predator yang menghuni ekosistem kedelai dapat

dikelompokkan sebagai artropoda predator penghuni tajuk dan penghuni

permukaan tanah (Taulu 2001; Winasa 2001).

Berbeda dengan parasitoid, predator umumnya bersifat generalis yang

memerlukan serangkaian sumber daya ruang dan makanan (mangsa). Penelitian

Taulu (2001) menunjukkan ulat S. litura juga merupakan salah satu mangsa P.

fuscipes di pertanaman kedelai. Sedangkan penelitian Tulung (1999)

menyebutkan bahwa laba-laba P. pseudoannulata juga dapat memangsa larva

Lepidoptera selain memangsa wereng. Dua jenis artropoda predator yang

kelimpahannya selalu dominan di pertanaman kedelai adalah Pardosa

pseudoannulata Boes. & Str. (Araneae: Lycosidae) (CPC 2002; Winasa 2001) dan

Paederus fuscipes Curt. (Coleoptera: Staphylinidae) (Kartohardjono & Arifin

2000). Komunitas predator di ekosistem tanaman semusim seperti padi dan

kedelai cukup kompleks dan berlimpah (Herlinda 2000). P. pseudoannulata dan

P. fuscipes tergolong predator yang time generalist karena aktif memangsa siang

maupun malam hari (Tulung 1999). Pemangsaan oleh kompleks predator tajuk

berlangsung siang dan malam hari (Taulu & Rauf 2000). P. pseudoannulata dan

P. fuscipes juga bersifat generalis mempunyai kisaran mangsa yang luas, memiliki

kemampuan yang tinggi dalam beradaptasi dengan lingkungan (Provencher &

Riechert 1994; Pickett & Bugg 1998) dan kemampuan pemencaran yang tinggi

(Herlinda 2000).

Winasa & Rauf (2000) melaporkan bahwa kelimpahan P. pseudoannulata

mencapai 19,94% dari komunitas predator permukaan tanah. Hasil penelitian

Suastika (2005) diketahui bahwa pada P. fuscipes yang diberi mangsa ulat S.

litura sebanyak 80% dari larva predator ini mampu bertahan hidup sampai

menjadi imago sehingga dapat dinyatakan predator P. fuscipes dapat hidup dan

berkembang biak lebih baik pada mangsa larva S. litura. P. pseudoannulata

(10)

3

instar-1 sampai instar-3 dapat termangsa oleh P. pseudoannulata sebanyak 8

ekor/hari (IRRI 1980 dalam Sujitno 1988).

Penelitian yang banyak dilakukan selama ini adalah melihat kemampuan

memangsa dari predator secara individu. Diketahui bahwa antar predator yang

bersifat generalis dapat terjadi interaksi bahkan saling memangsa. Begon et al.

(1986) manyatakan bahwa antar predator dapat terjadi interferensi atau saling

mengganggu sehingga dapat menurunkan tingkat keefektifannya. Selanjutnya

Rosenheim et al. (1995) menyebutkan terjadinya predasi antar kaum (intraguild

predation), yaitu saling memangsa antar predator yang menempati tingkat trofik

yang sama. Dalam penelitian ini diamati kemungkinan terjadinya interaksi antar

predator sehingga berpengaruh terhadap keefektifannya dalam menekan populasi

mangsa (larva S. litura).

Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh kerapatan predator

terhadap kemampuan memangsa larva S. litura dan mengetahui hubungan antara

kerapatan predator dengan kerusakan pada daun kedelai.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah menambah pemahaman kemampuan

memangsa sebagai dasar konservasi untuk menilai keefektifan P. fuscipes dan P.

(11)

PENGARUH KERAPATAN PREDATOR TERHADAP

PEMANGSAAN LARVA

Spodoptera litura

F.

(LEPIDOPTERA: NOCTUIDAE)

Oleh:

Triana Aprilizah

A44101017

PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

(12)

ABSTRAK

TRIANA APRILIZAH.

Pengaruh Kerapatan Predator terhadap Pemangsaan

Larva

Spodoptera litura

F. (Lepidoptera: Noctuidae). Dibimbing oleh

I WAYAN

WINASA

.

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh kerapatan predator

terhadap kemampuan memangsa larva

S. litura

dan hubungan antara kerapatan

predator dengan kerusakan daun kedelai. Perlakuan pemangsaan menggunakan

larva

S. litura

instar-1 dan instar-3 sebagai mangsa dan sebagai predator yaitu

imago betina

Pardosa pseudoannulata

(Boes. & Str.) dan imago betina

Paederus

fuscipes

(Curt.). Perlakuan dibagi menjadi enam taraf perlakuan dan diulang

sebanyak lima kali, masing- masing perlakuan untuk larva

S. litura

instar-1 dan

instar-3 dilakukan secara terpisah. P0= tanpa predator; P1= 2 ekor

P. fuscipes

, 2

ekor

P. pseudoannulata

; P2= 2 ekor

P. fuscipes

, 1 ekor

P.

pseudoannulata

; P3=

1

ekor

P. fuscipes

, 1 ekor

P. pseudoannulata

; P4= 1 ekor

P. fuscipes

, 2 ekor

P.

pseudoannulata

; P5= 2 ekor

P. fuscipes

; P6= 2 ekor

P. pseudoannulata

. Larva

S.

litura

instar-1 dan instar-3 diinfestasikan ke tanaman diletakkan pada dua daun

teratas sebanyak 10 ekor per tanaman berumur 21 hari setelah tanam dan predator

dengan jumlah sesuai perlakuan kemudian dimasukkan ke dalam kurungan

plastik. Pengamatan dilakukan setiap 24, 48 dan 72 jam setelah infestasi.

Pengamatan dilakukan terhadap jumlah larva

S. litura

yang hilang/rusak karena

dimangsa predator, dimangsa predator lainnya dan tingkat kerusakan daun

kedelai.

(13)

PENGARUH KERAPATAN PREDATOR TERHADAP

PEMANGSAAN LARVA

Spodoptera litura

F.

(LEPIDOPTERA: NOCTUIDAE)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

Triana Aprilizah

A44101017

PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Palembang, Sumatera Selatan tanggal 19 April 1983 dari Ayah Wahidin Dantak dan Ibu Kholmizah. Penulis merupakan putri ketiga dari empat bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Umum di SMU Negeri 11 Palembang tahun 2001. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan tercatat sebagai mahasiswa Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

(15)

PRAKATA

Bismillahirrohmanirrohim,

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini merupakan karya ilmiah hasil penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni sampai Oktober 2005 di Laboratorium Ekologi Serangga Program Studi Hama dan Penyakit Tumbuhan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, terutama kepada Dr. Ir. I Wayan Winasa, MSi selaku dosen pembimbing akademik sekaligus pembimbing skripsi yang telah memberikan banyak nasehat, masukan, pengarahan dan ketelitiannya selama penyusunan skripsi ini. Dr. Ir. A. Muin Adnan, MS yang telah berkenan menjadi dosen penguji dan telah memberikan saran, bimbingan serta perbaikan dalam penulisan skripsi.

Ibu, Ayah, kak Marta, yuk New Reil, dan dek Akhirel atas segala doa, kasih sayangnya yang tiada terputus dan support-nya serta motivasi untuk berkata ‘bisa dan selalu berusaha’ sesuai kemampuan. Seluruh staf karyawan Fakultas Pertanian yang telah memberikan bantuan selama pengurusan administrasi. Ibu Reni, engkau adalah guru dan sahabat bagi saya dan sahabat-sahabat SMU: Sri, Atik, Agung, Nova. Widi Atmoko sahabat terbaik yang telah memberi perhatian, semangat, dan bantuannya. Indah, Mba Ni Akhnita’36 (Alm.), Iik, Lia, Nurfitriani, Chairty, Elsa, Pak Soudik, Pak Wawan, Mas Agung, Ibu Rini, Mas Anis, Pak Dede, Pak Karto untuk semua kebaikan dan bantuannya selama penelitian. Teman-teman Lab. Ekologi yang telah membantu dan memberi keceriaan. Seluruh rekan-rekan HPT’38 atas kebersamaannya selama ini. Teman-teman di kost WJ ceria. Pihak yang telah membantu dan tidak bisa disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik, saran dan masukannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Bogor, Maret 2006

(16)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 3

Manfaat ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Biologi dan Ekologi P. fuscipes ... 4

Biologi dan Ekologi P. pseudoannulata ... 5

Biologi dan Ekologi S. litura ... 6

Pengaruh Kerapatan Predator terhadap Kemampuan Memangsa ... 7

BAHAN DAN METODE ... 8

Tempat dan Waktu Penelitian ... 8

Pengumpulan Kumbang P. fuscipes ... 8

Pengumpulan P. pseudoannulata ... 8

Perbanyakan S. litura ... 8

Persiapan Tanaman Kedelai ... 9

Perlakuan Pemangsaan ... 9

Analisis Data ... 10

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 11

Pengaruh Kerapatan Predator terhadap Pemangsaan Larva S. litura .. 11

Tingkat Kerusakan Tanaman oleh S. litura ... 14

Kanibalisme Antar Predator ... 16

KESIMPULAN DAN SARAN ... 18

(17)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Pengaruh kerapatan predator terhadap pemangsaan larva S. litura

instar-1 ... 11

2. Pengaruh kerapatan predator terhadap pemangsaan larva S. litura

instar-3 ... 12

3. Pengaruh kerapatan predator terhadap kerusakan daun kedelai setelah

diinfestasi larva S. litura instar-1 ... 14

4. Pengaruh kerapatan predator terhadap kerusakan daun kedelai setelah

diinfestasi larva S. litura instar-3 ... 15

5. Kanibalisme antar predator pada tanaman kedelai yang diinfestasi larva

S. litura instar-1 ... 17

6. Kanibalisme antar predator pada tanaman kedelai yang diinfestasi larva

S. litura instar-3 ... 17

(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebijakan perlindungan tanaman dalam pengendalian organisme

penganggu tanaman didasarkan atas pendekatan konsep pengendalian hama

terpadu (PHT). Konsep tersebut telah diperkuat dengan kebijakan pemerintah

melalui Instruksi Presiden (Inpres) nomor 3 tahun 1986, yang dituangkan dalam

GBHN 1988 kemudian dijabarkan dalam buku Repelita V (Deptan 2000).

Program pengendalian hama terpadu dilakukan secara komprehensif

berdasarkan pendekatan ekologi dan pertimbangan ekonomi (van den Bosch et al.

1982). PHT bertujuan untuk tetap mempertahankan populasi atau kerusakan hama

berada di bawah ambang ekonomi yaitu dengan memadukan berbagai metode atau

komponen pengendalian hama sehingga sasaran produksi tercapai dan kualitas

lingkungan tetap dapat terjaga (Untung et al. 1988). Dalam PHT, agar

perkembangan populasi hama dapat ditekan harus diketahui sifat-sifat suatu

populasi, interaksinya, dan ekosistem yang mendukung perkembangan populasi

hama tersebut (Oka 1995). Interaksi tersebut dapat terjadi antara dua tingkat

trofik yang berbeda atau yang sama. Tanaman-serangga herbivor merupakan

interaksi antara dua tingkat trofik yang berbeda, tanaman sebagai produsen

termasuk tingkat trofik yang pertama dan serangga herbivor sebagai konsumen

termasuk tingkat trofik yang kedua. Interaksi juga dapat terjadi dalam satu tingkat

trofik, seperti persaingan antara dua spesies populasi predator/ parasitoid atau

antara individu–individu di dalam suatu spesies populasi. Serangga mangsa–

predator, serangga inang-parasitoid adalah interaksi antara tingkat trofik yang

kedua dan ketiga dalam rantai makanan (Oka 1995). Di dalam suatu ekosistem

terjadi rantai makanan yang bertingkat dan kompleks sehingga memungkinkan

terjadinya kesetimbangan antara pemangsa dan yang dimangsa. Namun cepat

atau lambatnya kesetimbangan tersebut tercapai tergantung dari kecepatan

berkembangnya populasi pemangsa dan yang dimangsa (Baehaki & Sukarna

1988).

Ekosistem pertanaman kedelai dihuni oleh kompleks artropoda yang dapat

(19)

2

(Purwanta & Rauf 2000). Ulat grayak Spodoptera litura F. (Lepidoptera:

Noctuidae) diketahui sebagai salah satu hama penting pada tanaman kedelai di

Indonesia (Widihastuty 2001). Di lahan pertanaman kedelai komunitas artropoda

predator sangat beragam. Predator yang menghuni ekosistem kedelai dapat

dikelompokkan sebagai artropoda predator penghuni tajuk dan penghuni

permukaan tanah (Taulu 2001; Winasa 2001).

Berbeda dengan parasitoid, predator umumnya bersifat generalis yang

memerlukan serangkaian sumber daya ruang dan makanan (mangsa). Penelitian

Taulu (2001) menunjukkan ulat S. litura juga merupakan salah satu mangsa P.

fuscipes di pertanaman kedelai. Sedangkan penelitian Tulung (1999)

menyebutkan bahwa laba-laba P. pseudoannulata juga dapat memangsa larva

Lepidoptera selain memangsa wereng. Dua jenis artropoda predator yang

kelimpahannya selalu dominan di pertanaman kedelai adalah Pardosa

pseudoannulata Boes. & Str. (Araneae: Lycosidae) (CPC 2002; Winasa 2001) dan

Paederus fuscipes Curt. (Coleoptera: Staphylinidae) (Kartohardjono & Arifin

2000). Komunitas predator di ekosistem tanaman semusim seperti padi dan

kedelai cukup kompleks dan berlimpah (Herlinda 2000). P. pseudoannulata dan

P. fuscipes tergolong predator yang time generalist karena aktif memangsa siang

maupun malam hari (Tulung 1999). Pemangsaan oleh kompleks predator tajuk

berlangsung siang dan malam hari (Taulu & Rauf 2000). P. pseudoannulata dan

P. fuscipes juga bersifat generalis mempunyai kisaran mangsa yang luas, memiliki

kemampuan yang tinggi dalam beradaptasi dengan lingkungan (Provencher &

Riechert 1994; Pickett & Bugg 1998) dan kemampuan pemencaran yang tinggi

(Herlinda 2000).

Winasa & Rauf (2000) melaporkan bahwa kelimpahan P. pseudoannulata

mencapai 19,94% dari komunitas predator permukaan tanah. Hasil penelitian

Suastika (2005) diketahui bahwa pada P. fuscipes yang diberi mangsa ulat S.

litura sebanyak 80% dari larva predator ini mampu bertahan hidup sampai

menjadi imago sehingga dapat dinyatakan predator P. fuscipes dapat hidup dan

berkembang biak lebih baik pada mangsa larva S. litura. P. pseudoannulata

(20)

3

instar-1 sampai instar-3 dapat termangsa oleh P. pseudoannulata sebanyak 8

ekor/hari (IRRI 1980 dalam Sujitno 1988).

Penelitian yang banyak dilakukan selama ini adalah melihat kemampuan

memangsa dari predator secara individu. Diketahui bahwa antar predator yang

bersifat generalis dapat terjadi interaksi bahkan saling memangsa. Begon et al.

(1986) manyatakan bahwa antar predator dapat terjadi interferensi atau saling

mengganggu sehingga dapat menurunkan tingkat keefektifannya. Selanjutnya

Rosenheim et al. (1995) menyebutkan terjadinya predasi antar kaum (intraguild

predation), yaitu saling memangsa antar predator yang menempati tingkat trofik

yang sama. Dalam penelitian ini diamati kemungkinan terjadinya interaksi antar

predator sehingga berpengaruh terhadap keefektifannya dalam menekan populasi

mangsa (larva S. litura).

Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh kerapatan predator

terhadap kemampuan memangsa larva S. litura dan mengetahui hubungan antara

kerapatan predator dengan kerusakan pada daun kedelai.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah menambah pemahaman kemampuan

memangsa sebagai dasar konservasi untuk menilai keefektifan P. fuscipes dan P.

(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi dan Ekologi P. fuscipes

P. fuscipes termasuk ke dalam famili Staphylinidae, kumbang dewasa

sangat gesit dan berlari sangat cepat, mempunyai bentuk tubuh yang relatif

ramping (Clausen 1940). Umumnya kumbang dewasa berukuran antara 6 sampai

8 mm. Kepala berwarna hitam, pronotumnya kecoklatan, abdomen berwarna

merah kecoklatan, kadang-kadang hitam atau kemerahan. Mempunyai kebiasaan

mengangkat bagian belakang abdomennya ke atas ketika ada gangguan (Clausen

1940). Sayap depan pendek, tidak menutupi semua ruas abdomen, dan berwarna

hitam kebiru-biruan. Sayap belakang berwarna bening transparan, panjang, serta

terlipat dan tersembunyi di bawah elitranya (Booth dalam Taulu 2001).

Siklus hidup berkisar antara 39-83 hari, dan lama hidup imago 23-48 hari

(Sujak et al. 1996 dalam Taulu 2001). Banyaknya telur yang dihasilkan oleh

seekor betina berkisar antara 20-30 butir (Clausen 1940). Stadia telur empat hari.

Telur diletakkan di dalam tanah sehingga keadaan fisik lapisan atas tanah sangat

berpengaruh terhadap mortalitas serangga ini (Clausen 1940).

Larva sangat aktif dan agresif. Larva hidup sebagai predator dengan

memangsa serangga lain atau memakan bahan organik jika tidak ada mangsa. P.

fuscipes selama perkembangannya melalui tiga instar larva, prapupa, dan pupa,

kemudian menjadi imago (Wijayanti 2005).

Kumbang jantan mempunyai sersi pada ujung ruas abdomen terakhir yang

ditumbuhi seta, sedangkan kumbang betina tidak. Ukuran tubuh kumbang betina

lebih besar dan bentuknya lebih ramping dibandingkan kumbang jantan

(Stephenson & Cameron 1931 dalam Taulu 2001).

P. fuscipes menyukai tempat-tempat dengan kelembaban tinggi terutama

pada tanah yang banyak mengandung bahan organik (serasah tanaman). Hal ini

berhubungan dengan tempat pembiakannya dan kehidupan pradewasa yang

(22)

5

Biologi dan Ekologi P. pseudoannulata

P. pseudoannulata betina mempunyai pedipalpus pendek, berwarna coklat

dan ukuran tubuh lebih besar daripada P. pseudoannulata jantan (Nawangsih

1988). Alat mulut terdiri dari chelicera dan sepasang pedipalpi. P.

pseudoannulata betina mempunyai karapas yang panjangnya 4,2 mm dan

lebarnya 3,42 mm. Karapas berwarna coklat dengan rambut-rambut kelabu.

Panjang tubuh 8,33 mm, panjang abdomen 4,33 mm dan lebarnya 2,66 mm. Pada

bagian dorsal abdomen terdapat lima gugusan terang seperti mangkuk

tertelungkup (Barrion & Litsinger 1995). Pada sepalotoraks terdapat garis kuning

membentuk huruf Y menuju bagian belakang mata dan dua garis kuning sejajar

terdapat pada pangkalnya (Barrion & Litsinger 1995). Sepalotoraks agak

memanjang, cembung pada kedua sisinya, melebar ditengah-tengah. Bagian

depan sepalotoraks biasanya disebut kepala dan bagian belakang disebut toraks

dengan empat pasang tungkai. Kepala berwarna hitam yang disebabkan oleh

warna dasar mata. Lekukan kepala yang panjang dan berwarna hitam terdapat

pada pangkal garis yang berbentuk Y seperti bentuk garpu (Shepard et al. 1987).

P. pseudoannulata betina dapat meletakkan telur sebanyak 200-400 butir

dalam waktu 3-4 bulan lama hidupnya, dari jumlah telur tersebut sekitar 60-80

akan menetas (Shepard et al. 1987). Betina tersebut meletakkan telur dalam

kantung yang berlapis sutera. Kantung itu terletak di bagian bawah abdomen

induknya dan dibawa oleh induknya sampai menetas, dan menghasilkan anak

laba-laba yang tetap berada di punggung induknya selama 1-2 hari (Shepard et al.

1987; Tulung 1999). Laba-laba betina selalu menjaga telur dan anaknya sewaktu

masih muda (Nawangsih 1988).

P. pseudoannulata merupakan laba-laba pemburu mangsa yang aktif

berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya dan dapat bermukim serta bertahan

pada lahan yang baru dalam waktu yang sangat singkat. P. Pseudoannulata dapat

menekan populasi hama sebelum populasinya meningkat ke arah yang merusak

(Shepard et al. 1987; Tulung 1999). P. pseudoannulata adalah salah satu jenis

laba-laba yang banyak ditemukan di pertanaman padi sawah (Suana 2005) dan

sebagai predator penghuni permukaan tanah pada pertanaman kedelai (Winasa &

(23)

6

P. pseudoannulata merupakan predator yang gesit. Mangsa yang lebih

disukai adalah yang banyak bergerak. Mangsa yang tertangkap dijepit dengan

pedipalpi sambil digigit. P. pseudoannulata tidak selalu memakan habis

mangsanya, seringkali mangsa hanya digigit pada bagian abdomen (Nawangsih

1988). Laba-laba diketahui sebagai karnifora, pemakan artropoda lainnya.

Jenis-jenis serangga yang dimangsa adalah dari ordo Diptera, Collembola, Coleoptera,

Orthoptera, Lepidoptera, Homoptera, Hemiptera, Thysanoptera, Hymenoptera,

kelompok laba-laba sendiri, dan artropoda lainnya (CPC 2002).

Biologi dan Ekologi S. litura

S. litura merupakan hama perusak daun yang bersifat polifag. Cara

penyerangannya menggerombol dan aktif malam hari, sedang siang hari

bersembunyi di dalam tanah/pangkal rumpun tanaman (Kalshoven 1981, Sudarmo

1991). Telur S. litura yang baru diletakkan berwarna putih berbentuk bulat

dengan permukaannya yang halus seperti mutiara. Telur diletakkan berkelompok

di bawah permukaan daun. Satu kelompok telur rata-rata terdiri dari 300-350

butir telur yang menetas dalam waktu tiga sampai lima hari (Kalshoven 1981).

Stadium telur berlangsung selama tiga hari (Mardiningsih & Baringbing 1997).

Perkembangan telur sampai ngengat yang relatif pendek, yaitu sekitar 30-36 hari

(Kalshoven 1981).

Stadia larva terdiri dari enam instar dengan setiap instar memiliki ciri

tersendiri. Lama stadia ulat 20-46 hari. Masa prapupa merupakan stadium saat

larva berhenti makan dan tidak aktif bergerak. Pada masa ini tubuh larva

memendek. Masa prapupa berkisar antara 1-2 hari. Pupa S. litura bertipe obtekta,

membentuk kokon biasanya berada dalam tanah atau pasir (Sudarmo 1991).

Lama perkembangan pupa 7-18 hari tergantung temperatur dan suhu (Waterhouse

& Sands 2001). Lama hidup imago berkisar antara 9-18 hari.

Tanaman inang utama S. litura adalah kedelai, cabai, kubis, kemiri

(Mardiningsih & Baringbing 1997). Ulat grayak memiliki berbagai jenis musuh

alami antara lain kelompok patogen (nuclear-polyhedrosis virus, Metarhizium

anisopliae), parasitoid (telur, Telenomus spodopterae Dodd., larva, Apanteles

(24)

7

pseudoannulata, Selenopsis gemminata) (CPC 2002; Mardiningsih & Baringbing

1997).

Pengaruh Kerapatan Predator terhadap Kemampuan Memangsa

Kerapatan predator yang tinggi dapat terjadi dalam lingkungan yang ideal

yaitu makanan (mangsa) yang berlimpah, ruang cukup luas, iklim sesuai dan tidak

ada gangguan lainnya (Oka 1995). Perubahan kerapatan suatu populasi predator

dapat terjadi karena adanya peningkatan jumlah predator akibat tingkat reproduksi

yang tinggi, banyak atau sedikitnya kematian yang dialami predator untuk setiap

unit habitat yang ditempatinya seperti sebaran umur yang berbeda, ada sejumlah

predator yang umurnya muda, ada yang dewasa dan ada juga yang sudah tua

menyebabkan kematian, dimangsa predator lain atau sesamanya. Juga persaingan

intraspesifik dan interspesifik dalam hal tempat dan makanan atau terjadi imigrasi

(Nicholson 1933 dalam Oka 1995).

Beberapa faktor yang berperan dalam menentukan laju pemangsaan oleh

suatu predator terhadap mangsanya diantaranya adalah preferensi terhadap

mangsa, kerapatan mangsa, kualitas makanan (mangsa) dan adanya mangsa

alternatif (Tarumingkeng 1994 dalam Taulu 2001).

Pengelolaan agroekosistem dapat mempengaruhi keanekaragaman musuh

alami dan kelimpahan atau kerapatan populasi hama (Altieri 1999 dalam Herlinda

2000). Predator umum biasanya mengonsumsi setiap mangsa yang ditanganinya

(Winasa 2001). Predator penghuni tajuk (Taulu 2001) maupun penghuni tanah

(Winasa 2001) memberikan tekanan pemangsaan yang tinggi terhadap hama

kedelai. Pada ekosistem padi, keeratan hubungan antara kerapatan populasi P.

pseudoannulata dengan kerapatan populasi wereng cenderung tinggi bila

kerapatan populasi wereng tidak terlalu tinggi (Herlinda 2000).

Penelitian Kartohardjono et al. (1988) melaporkan bahwa kerapatan

predator yang dijumpai pada rumpun padi yaitu Cyrtorhinus sp., Paederus sp.,

Coccinella, Ophionea dan laba-laba Tetragnatha, Lycosa, Oxyopes, Callitrichia

(25)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ekologi Serangga, Departemen

Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian

dilaksanakan mulai bulan Juni sampai Oktober 2005.

Metode Penelitian

Pengumpulan Kumbang P. fuscipes

Kumbang P. fuscipes diperoleh dari lapang. Kemudian dipelihara dalam

wadah plastik berdiameter 22 cm dan tinggi 16 cm yang telah diisi dengan tanah ±1/3 bagian wadah. Untuk menjaga kelembaban tanah maka disemprotkan air secukupnya dengan menggunakan handsprayer. Sebagai makanan sementara

kumbang P. fuscipes, diberi mangsa berupa kutu daun A. glycines. Untuk

menjaga kecukupan dan kesegaran makanan, pemberian mangsa dilakukan setiap

3 hari sekali dalam jumlah yang mencukupi.

Pengumpulan P. pseudoannulata

P. pseudoannulata yang diperoleh dari lapang, dipelihara di Laboratorium

dengan suhu ±28oC. Pakan sementara P. pseudoannulata digunakan Aphis cracivora yang juga diambil dari lapang. P. pseudoannulata di tempatkan dalam

gelas plastik (d=3,5 cm) dan diisi dengan tanah ±1/3 bagian wadah.

Perbanyakan S. litura

Larva yang diambil dari lapang dipelihara dalam wadah plastik (40x30x7

cm3) tempat pemeliharaan larva dan diberi pakan daun talas yang telah agak tua sampai larva mencapai instar akhir. Larva yang akan memasuki masa prapupa

berkisar 1-2 hari, ukuran tubuh larva mengecil dipindahkan ke dalam wadah

plastik tempat pemeliharaan yang telah diberi serbuk gergaji setebal ±2 cm

sebagai tempat persembunyian larva. Imago yang muncul dipelihara dalam

(26)

9

peletakan telur. Imago diberi makan madu 10% yang digantungkan dalam

kurungan. Setiap hari daun kedelai diganti dengan yang baru. Setelah tiga hari

telur menjadi larva instar-1, kemudian instar-2, selama 2-4 hari larva menjadi

instar-3. Larva instar-1 dan instar-3 ini digunakan sebagai mangsa.

Persiapan tanaman kedelai

Tanaman kedelai yang digunakan untuk percobaan ditanam dalam polibag

berukuran 15x8 cm2. Ke dalam polibag dimasukkan tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 2:1. Di dalam setiap polibag ditanam 2-3 biji kedelai.

Setelah tanaman kedelai berumur 21 hari setelah tanam (HST) dipilih dua

tanaman terbaik dalam setiap polibag, kemudian dibersihkan dari serangga dan

predator dan selanjutnya digunakan untuk percobaan.

Perlakuan pemangsaan

Dalam percobaan ini sebagai mangsa digunakan larva S. litura instar-1 dan

instar-3 dan sebagai predator digunakan imago betina P. pseudoannulata dan

imago betina P. fuscipes. Sebagai perlakuan adalah banyaknya predator yang

dimasukkan ke kurungan. Perlakuan ini dibagi menjadi enam taraf perlakuan dan

diulang sebanyak lima kali, masing-masing perlakuan untuk mangsa instar-1

maupun mangsa instar-3 dilakukan secara terpisah yaitu

Tahap 1: P0 = larva S. litura instar-1 tanpa predator; P1 = larva S. litura instar-1;

P. fuscipes, dan P. pseudoannulata dengan perbandingan 10:2:2; P2 = larva S.

litura instar-1; P. fuscipes dan P. pseudoannulata dengan perbandingan 10:1:1 ;

P3 = larva S. litura instar-1; P. fuscipes dan P. pseudoannulata dengan

perbandingan 10:2:1; P4 = larva S. litura instar-1; P. fuscipes dan P.

pseudoannulata dengan perbandingan 10:1:2; P5 = larva S. litura instar-1; P.

fuscipes dan P. pseudoannulata dengan perbandingan 10:2:0; P6 = larva S. litura

instar-1; P. fuscipes dan P. pseudoannulata dengan perbandingan 10:0:2.

Tahap 2: P0 = larva S. litura instar-3 tanpa predator; P1 = larva S. litura instar-3;

P. fuscipes, dan P. pseudoannulata dengan perbandingan 10:2:2 ; P2 = larva S.

litura instar-3; P. fuscipes dan P. pseudoannulata dengan perbandingan 10:1:1 ;

(27)

10

perbandingan 10:2:1; P4 = larva S. litura instar-3; P. fuscipes dan P.

pseudoannulata dengan perbandingan 10:1:2; P5 = larva S. litura instar-3; P.

fuscipes dan P. pseudoannulata dengan perbandingan 10:2:0; P6 = larva S. litura

instar-3; P. fuscipes dan P. pseudoannulata dengan perbandingan 10:0:2.

Larva S. litura (instar-1 atau instar-3) diinfestasikan ke tanaman dengan

cara meletakkan larva pada dua daun teratas sebanyak 10 ekor per tanaman

dengan menggunakan kuas. Semua tanaman yang telah diinfestasi larva

kemudian dikurung dengan kurungan plastik yang diberi ventilasi menggunakan

kain kasa. Ke dalam kurungan selanjutnya dimasukkan predator dengan jumlah

sesuai perlakuan yang sebelumnya telah dipuasakan selama 1x24 jam.

Pengamatan dilakukan setiap 24 jam, 48 jam dan 72 jam setelah infestasi.

Pengamatan dilakukan terhadap jumlah larva S. litura yang hilang atau rusak

karena dimangsa predator, jumlah predator yang hilang atau rusak karena

dimangsa predator lainnya. Selain itu diamati juga tingkat kerusakan tanaman

yang terjadi pada masing-masing perlakuan.

Penghitungan kerusakan daun kedelai dilakukan dengan cara menghitung

jumlah daun yang terserang sebagai berikut:

Kerusakan daun = ×

+b

a a

100%

a = Jumlah daun yang rusak

b = Jumlah daun yang tidak rusak (tidak menunjukkan gejala serangan)

Analisis data

Rancangan percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL).

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Statistical Analysis of Variance

Procedure (SAS GLM) tahun 1989-1996. Apabila hasil sidik ragam

menunjukkan perbedaan nyata pada taraf 5%, maka dilakukan uji berganda

(28)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Kerapatan Predator terhadap Pemangsaan Larva S. litura

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jumlah larva S. litura yang

dimangsa paling rendah pada pemangsaan oleh laba-laba P. pseudoannulata

dengan kerapatan 2 ekor (Tabel 1). Pengamatan setelah 24 jam menunjukkan

jumlah larva yang dimangsa oleh 2 ekor P. pseudoannulata rata-rata sebesar

3,4 ± 2,6 ekor berbeda nyata dibandingkan pemangsaan oleh 2 ekor P. fuscipes

dengan rata-rata 8,8 ± 1,6 ekor. Pemangsaan pada perlakuan yang terdapat

kumbang P. fuscipes menunjukkan jumlah yang selalu tinggi yaitu rata-rata diatas

8 ekor kecuali pada pemangsaan oleh seekor kumbang P. fuscipes dan 2 ekor P.

pseudoannulata rata-rata 7,2 ± 2,3 ekor.

Tabel 1 Pengaruh kerapatan predator terhadap pemangsaan larva S. litura instar-1

Kerapatan predator

Jumlah S. litura yang dimangsa (X ± SE)a

24 jam 48 jam 72 jam

2Pf+2Pp 8,4 ± 1,1 a 9,4 ± 0,9 a 10,0 ± 0,0 a 2Pf+1Pp 8,8 ± 0,8 a 10,0 ± 0,0 a 10,0 ± 0,0 a

1Pf+1Pp 8,2 ± 2,4 a 9,2 ± 1,3 a 10,0 ± 0,0 a

1Pf+2Pp 7,2 ± 2,3 a 8,2 ± 1,6 a 9,0 ± 0,9 a 2Pf 8,8 ± 1,6 a 9,8 ± 2,2 a 10,0 ± 0,0 a 2Pp 3,4 ± 2,6 b 4,4 ± 2,5 b 6,4 ± 2,4 b Tanpa predator 0,0 ± 0,0 c 0,0 ± 0,0 c 0,0 ± 0,0 c

Keterangan: Pf = P. fuscipes; Pp = P. pseudoannulata.

a

Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut DMRT.

Pengamatan berikutnya, yaitu 48 jam dan 72 jam setelah pemangsaan

jumlah larva yang dimangsa meningkat dan untuk perlakuan 2 ekor P. fuscipes

dan seekor P. pseudoannulata jumlah larva yang dimangsa telah habis pada

pengamatan 48 jam setelah pemangsaan (Tabel 1 kolom 2). Sampai pada

pengamatan 72 jam setelah pemangsaan larva yang tampak masih tersisa hanya

pada perlakuan seekor P. fuscipes dan 2 ekor P. pseudoannulata dan perlakuan 2

(29)

12

pada tanaman kedelai, tanpa predator tetap dapat berkembang secara normal dan

tidak ada yang mengalami kematian.

Berbeda dengan pemangsaan terhadap larva S. litura instar-1, larva S.

litura instar-3 jumlah yang dimangsa paling rendah terjadi pada pemangsaan oleh

2 ekor P. fuscipes (Tabel 2). Pengamatan setelah 24 jam perlakuan menunjukkan

jumlah larva instar-3 yang dimangsa oleh 2 ekor P. fuscipes rata-rata 2,8 ± 0,8

ekor lebih rendah dibandingkan yang dimangsa oleh 2 ekor P. pseudoannulata

rata-rata 3,8 ± 2,2 ekor (Tabel 2 kolom 1). Terdapat kecenderungan bahwa

jumlah larva instar-3 yang dimangsa relatif tinggi pada perlakuan pemangsaan

dengan laba-laba P. pseudoannulata, yaitu rata-rata di atas 4 ekor dan bahkan ada

yang mencapai rata-rata 6,0 ± 1,9 ekor pada kerapatan seekor P. fuscipes dan 2

ekor P. pseudoannulata. Pengamatan berikutnya, yaitu 48 jam dan 72 jam setelah

perlakuan menunjukkan jumlah larva S. litura yang dimangsa meningkat tetapi

pada semua perlakuan kerapatan predator masih ditemukan larva yang tersisa.

Pengamatan 72 jam setelah pemangsaan menunjukkan jumlah larva yang

dimangsa paling tinggi pada perlakuan 2 ekor P. pseudoannulata dengan rata-rata

7,6 ± 1,5 ekor (Tabel 2 kolom 3).

Tabel 2 Pengaruh kerapatan predator terhadap pemangsaan larva S. litura instar-3

Kerapatan predator

Jumlah S. litura yang dimangsa (X ± SE)a

24 jam 48 jam 72 jam

2Pf+2Pp 4,4 ± 1,1 ab 6,4 ± 1,1 a 6,8 ± 0,9 ab 2Pf+1Pp 4,2 ± 1,6 ab 6,2 ± 1,6 a 6,4 ± 1,9 ab 1Pf+1Pp 4,6 ± 2,6 ab 7,2 ± 2,6 a 7,2 ± 1,8 a 1Pf+2Pp 6,0 ± 1,9 a 6,8 ± 1,6 a 7,2 ± 1,6 a 2Pf 2,8 ± 0,8 b 6,0 ± 1,9 a 6,2 ± 1,9 b 2Pp 3,8 ± 2,2 ab 6,4 ± 1,4 a 7,6 ± 1,5 a Tanpa predator 0,0 ± 0,0 c 0,0 ± 0,0 b 0,0 ± 0,0 c

Keterangan: Pf = P. fuscipes; Pp = P. pseudoannulata.

a Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada taraf 5%

menurut DMRT.

Berdasarkan data pada Tabel 1 dan 2 menunjukkan bahwa kumbang P.

fuscipes lebih memilih larva S. litura instar-1 sebagai mangsanya, sedangkan

(30)

13

kerapatan predator, dalam hal ini 2 ekor P. fuscipes dan 2 ekor P. pseudoannulata

tidak secara nyata meningkatkan jumlah larva S. litura yang dimangsa. Diduga

jumlah larva S. litura instar-1 yang habis dimangsa oleh P. fuscipes karena P.

fuscipes lebih menyukai larva S. litura instar-1 karena ukurannya lebih kecil.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Nurulalia (2005) yang melaporkan

bahwa kumbang P. fuscipes lebih menyukai larva P. xylostella instar-1

dibandingkan dengan instar-2, karena ukuran larva instar-1 yang lebih kecil, dan

umumnya mengelompok (gregarius) sehingga lebih mudah ditemukan oleh

kumbang predator.

Sebaliknya laba-laba P. pseudoannulata lebih memilih larva S. litura

instar-3 dibandingkan instar-1, diduga karena larva S. litura instar-3 berukuran

lebih besar dibandingkan instar-1 sehingga lebih memudahkan P. pseudoannulata

untuk memangsanya. Stadia mangsa mempengaruhi tingkat pemangsaan oleh

predator (Tarumingkeng dalam Taulu 2001).

Selain stadia mangsa yang mempengaruhi tingkat pemangsaan oleh

predator, faktor kimia juga mempengaruhi predator dalam menemukan mangsa

seperti bau dari kotoran larva S. litura atau daun yang rusak dapat merangsang

dan memandu predator P. fuscipes dan P. pseudoannulata untuk menemukan

larva S. litura (Taulu 2001). Hasil penelitian Nawangsih (1988) menunjukkan

bahwa P. pseudoannulata lebih menyukai imago wereng coklat dibandingkan

nimfa. Perlakuan pemangsaan antara wereng coklat dengan jumlah imago 20 ekor

dan nimfa 75 ekor, maka rata-rata yang dimangsa masing-masing adalah 9,4

imago dan 11,4 nimfa (Nawangsih 1988). Hubungan kemampuan memangsa

sangat berkaitan dengan keefektifan predator dalam mengatur keseimbangan

populasi mangsa (Taulu 2001). Keefektifan predator dalam mengendalikan

populasi hama dapat diukur dari kemampuan pemangsaannya (Anderson &

Yeargan 1998 dalam Suastika 2005). Dari hasil yang ditunjukkan di atas dapat

dinyatakan P. fuscipes efektif untuk mengendalikan larva S. litura instar-1,

sedangkan P. pseudoannulata efektif untuk mengendalikan larva S. litura instar-3.

Menurut Oka (1995) menyatakan bahwa jika kepadatan populasi dari

predator meningkat secara cepat, maka laju pertumbuhan populasi mangsanya

(31)

14

meningkatnya jumlah larva yang dimangsa (Tabel 1 dan 2). Dari Tabel 1 dan 2,

hal ini tampaknya berkaitan dengan sifat predator, yaitu adanya interferensi atau

saling mengganggu antar predator sehingga efisiensi pemangsaan menurun

(Begon et al. 1986). Selain itu Rosenheim et al. (1995) menyebutkan adanya

predasi antar kaum (intraguild predation) yaitu saling memangsa antar predator

yang menempati jenjang trofik yang sama. Bila hal ini terjadi maka peningkatan

keragaman predator tidak selalu berpengaruh positif terhadap efisiensi

pemangsaan.

Pengamatan terhadap tingkat kerusakan daun kedelai menunjukkan bahwa

pada tanaman yang diinfestasi larva S. litura instar-1 dengan perlakuan 2 ekor

predator P. fuscipes sama sekali tidak menimbulkan kerusakan pada tanaman

(Tabel 3). Sedangkan pada perlakuan lainnya tingkat kerusakan daun relatif

rendah. Hal ini diduga berkaitan dengan rendahnya populasi larva yang tersisa.

Sedangkan pada perlakuan tanpa predator kerusakan daun mencapai 57,1%

setelah 72 jam diinfestasi 10 ekor larva instar-1 (Tabel 3).

Tabel 3 Pengaruh kerapatan predator terhadap kerusakan daun kedelai setelah diinfestasi larva S. litura instar-1

Kerapatan predator

Tingkat kerusakan daun kedelai (%) (X ± SE)a

24 jam 48 jam 72 jam

2Pf+2Pp 2,4 ± 4,1 cd 2,4 ± 4,1 cd 2,4 ± 4,1 d 2Pf+1Pp 4,8 ± 4,1 cd 4,8 ± 4,1 cd 4,8 ± 4,1 d 1Pf+1Pp 7,1 ± 0,0 c 9,5 ± 4,1 c 19,1 ± 7,1 c 1Pf+2Pp 8,9 ± 7,7 c 11,1 ± 6,7 c 17,8 ± 3,9 c 2Pf 0,0 ± 0,0 d 0,0 ± 0,0 d 0,0 ± 0,0 d 2Pp 16,7 ± 11,6 b 23,3 ± 11,6 b 33,3 ± 5,8 b Tanpa predator 45,2 ± 4,1 a 52,4 ± 8,2 a 57,1 ± 7,2 a

Keterangan: Pf = P. fuscipes; Pp = P. pseudoannulata.

a

Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut DMRT.

Berbeda dengan kerusakan daun yang disebabkan larva instar-1, larva

instar-3 menimbulkan kerusakan yang lebih berat (Tabel 4). Tingkat kerusakan

daun paling rendah pada pengamatan 24 jam, 48 jam dan 72 jam setelah perlakuan

terdapat pada tanaman yang diberi perlakuan seekor P. fuscipes dan 2 ekor P.

(32)

15

Rendahnya tingkat kerusakan daun ini berkaitan dengan rendahnya populasi larva

S. litura yang tersisa (Tabel 2). Secara keseluruhan tingginya tingkat kerusakan

daun pada tanaman yang diinfestasi larva instar-3 selain disebabkan oleh masih

banyaknya larva yang tersisa dari pemangsaan predator juga karena larva tersebut

sudah berukuran besar sehingga memerlukan makanan yang lebih banyak. Pada

tingkat kerapatan predator tinggi (2 ekor P. fuscipes dan 2 ekor P.

pseudoannulata) tingkat kerusakan daun mencapai 57,1% setelah 72 jam

perlakuan. Kerapatan predator yang tinggi tidak secara langsung menyebabkan

menurunnya kerusakan tanaman yang disebabkan oleh larva S. litura (Tabel 4).

Beberapa penelitian sebelumnya mengungkapkan bahwa dampak tidak langsung

dari adanya kumbang Carabidae dan laba-laba P. Pseudoannulata dapat

menurunkan tingkat kerusakan daun pada tanaman dimana kerapatan Carabidae

dan P. Pseudoannulata meningkat (Synder & Wise 1999).

Pada perlakuan tanpa predator kerusakan daun cukup tinggi yaitu

[image:32.612.132.509.442.587.2]

mencapai 92,9% dan 97,6% masing-masing pada pengamatan 48 jam dan 72 jam

(Tabel 4).

Tabel 4 Pengaruh kerapatan predator terhadap kerusakan daun kedelai setelah diinfestasi larva S. litura instar-3

Kerapatan predator

Tingkat kerusakan daun kedelai (%) (X ± SE)a

24 jam 48 jam 72 jam

2Pf+2Pp 45,2 ± 10,9 b 54,8 ± 4,1 b 57,1 ± 0,0 c 2Pf+1Pp 31,1 ± 7,7 bc 37,8 ± 3,9 c 40,0 ± 0,0 d 1Pf+1Pp 44,4 ± 7,7 b 53,3 ± 0,0 b 60,0 ± 0,0 bc 1Pf+2Pp 24,4 ± 10,2 c 31,1 ± 3,9 c 42,2 ± 7,7 d 2Pf 42,9 ± 0,0 b 59,5 ± 4,1 b 64,3 ± 0,0 b 2Pp 26,7 ± 0,0 c 35,6 ± 7,7 c 44,4 ± 3,9 d Tanpa predator 64,3 ± 12,4 a 92,9 ± 0,0 a 97,6 ± 4,1 a

Keterangan: Pf = P. fuscipes; Pp = P. pseudoannulata.

a

Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut DMRT.

Larva S. litura instar-1 yang dimangsa oleh P. fuscipes pada kerapatan 2

ekor rata-rata mencapai lebih dari 8 ekor dengan tingkat kerusakan 0,0% (tidak

terdapat kerusakan sama sekali). Sedangkan pemangsaan larva S. litura instar-3

(33)

16

rendah dibandingkan pada kerapatan 2 ekor P. fuscipes dan lebih tinggi dari

seekor P. fuscipes dan 2 ekor P. pseudoannulata. Hal ini menunjukkan bahwa P.

fuscipes dan P. pseudoannulata berpeluang dikembangkan sebagai agens hayati.

Suastika (2005) menyatakan untuk meningkatkan potensi P. fuscipes perlu

dilakukan pengamatan terhadap rataan kelimpahan populasi P. fuscipes dan hama

sasaran secara periodik. Nurulalia (2005) melaporkan bahwa kelimpahan relatif

predator P. fuscipes di lahan organik pertanaman kubis cukup meningkat dengan

populasi tertinggi mencapai 0,83 ekor/10 tanaman pada saat 10 dan 12 MST yaitu

sebesar 20,15%. Kelimpahan populasi laba-laba cukup rendah dengan populasi

tertingginya mencapai 0,67 ekor/10 tanaman yaitu sebesar 13,43% (Nurulalia

2005).

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kumbang P. fuscipes lebih sering

berada di bagian tajuk tanaman pada pagi maupun sore hari. Sedangkan P.

pseudoannulata pada pagi hari aktif berjalan di permukaan tanah di dalam

kurungan dan pada sore hari cenderung berada di atas atau di bawah permukaan

daun untuk mencari dan menunggu mangsanya. Laba-laba serigala P.

pseudoannulata termasuk kelompok laba-laba yang aktif bergerak di permukaan

tanah dan memburu mangsa di bagian tajuk tanaman (Nyffeler et al. 1994; Tulung

1999).

Penempatan beberapa ekor predator dalam ruang terbatas dengan jumlah

mangsa yang juga terbatas memungkinkan terjadinya interaksi antar predator.

Salah satu bentuk interaksi antar predator sejenis adalah kanibalisme. Tabel 5 dan

6 menunjukkan bahwa pemangsaan antar predator hanya terjadi pada perlakuan

yang berisi 2 ekor laba-laba P. pseudoannulata. Berkaitan dengan Tabel 1 dan 2

di atas tampak bahwa makin berkurang jumlah mangsa yang tersedia maka jumlah

predator lain yang dimangsa semakin meningkat. Hasil pengamatan menunjukkan

bahwa pemangsaan antar predator hanya terjadi antar laba-laba P. pseudoannulata

dengan sejenisnya atau terjadi kanibalisme. Sedangkan antar kumbang P. fuscipes

tidak ditemukan adanya kanibalisme.

Penelitian Puspinanti (2006) menunjukkan adanya kanibalisme antar larva

P. fuscipes. Hasil pengamatan juga menunjukkan tidak adanya predasi antar

(34)

17

atau sebaliknya predasi kumbang P. fuscipes terhadap laba-laba. Kumbang P.

fuscipes diketahui mampu menghasilkan senyawa kimia pederin yang dapat

menyebabkan iritasi pada kulit (Kellner & Dettner 1996 dalam Taulu 2001).

Senyawa tersebut dikeluarkan bila kumbang merasa terganggu. Diduga adanya

senyawa pederin yang dihasilkan kumbang P. fuscipes menyebabkan laba-laba

tidak tertarik untuk memangsanya, selain itu kumbang bergerak sangat lincah

[image:34.612.133.503.267.395.2]

sehingga menyulitkan laba-laba untuk menangkapnya.

Tabel 5 Kanibalisme antar predator pada tanaman kedelai yang diinfestasi larva

S. litura instar-1

Kerapatan predator Predator yang dimangsa predator lain (%)

24 jam 48 jam 72 jam

2Pf+2Pp 5,00 15,00 20,00 2Pf+1Pp 0,00 0,00 0,00 1Pf+1Pp 0,00 0,00 0,00 1Pf+2Pp 0,00 6,67 13,33 2Pf 0,00 0,00 0,00 2Pp 20,00 30,00 30,00 Tanpa predator 0,00 0,00 0,00

Keterangan: Pf = P. fuscipes; Pp = P. pseudoannulata.

Tabel 6 Kanibalisme antar predator pada tanaman yang diinfestasi larva S. litura

instar-3

Kerapatan predator Predator yang dimangsa predator lain (%)

24 jam 48 jam 72 jam

2Pf+2Pp 5,00 10,00 10,00

2Pf+1Pp 0,00 0,00 0,00

1Pf+1Pp 0,00 0,00 0,00

1Pf+2Pp 13,33 33,33 33,33

2Pf 0,00 0,00 0,00

2Pp 10,00 30,00 30,00

Tanpa predator 0,00 0,00 0,00

Keterangan: Pf = P. fuscipes; Pp = P. pseudoannulata.

Sebaliknya kumbang P. fuscipes tidak memangsa laba-laba P.

pseudoannulata diduga berkaitan dengan ukuran tubuh laba-laba yang digunakan

dalam percobaan ini cukup besar. Diketahui bahwa kumbang P. fuscipes

menyukai mangsa yang berukuran kecil seperti telur dan larva instar awal (Taulu

[image:34.612.132.504.457.585.2]
(35)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Meningkatnya kerapatan predator P. fuscipes dan P. pseudoannulata tidak

selalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah larva S. litura yang dimangsa.

Tingginya tingkat pemangsaan lebih ditentukan oleh kesesuaian stadia mangsa,

kumbang P. fuscipes lebih memilih larva S. litura instar-1 sebagai mangsanya,

sedangkan P. pseudoannulata memilih larva instar-3. Keberadaan predator pada

tanaman kedelai yang diinfestasi larva S. litura instar-1 maupun instar-3 secara

nyata menurunkan tingkat kerusakan daun. Berkurangnya kerapatan populasi

mangsa (larva S. litura) berdampak pada meningkatnya kanibalisme P.

pseudoannulata.

Saran

Perlu penelitian lebih lanjut mengenai interaksi antar predator dari jenis

yang lain mengingat predator yang menghuni pertanaman kedelai sangat beragam

(36)

DAFTAR PUSTAKA

Baehaki SE, Sukarna D. 1988. Peranan predator dan insektisida terhadap perkembangan wereng coklat di pertanaman padi. Di dalam: Penelitian Wereng Coklat. Edisi khusus ke-2. Balai Penelitian Tanaman Pangan Sukamandi dan Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor.

Barrion AT, Litsinger JA. 1995. Rice Land Spiders of South and South East Asia. International Rice Research Institute. Manila. CAB International. 716p.

Begon M, Harper JL, Townsend CR. 1986. Ecology: Individuals, Population and Communities. London: Blackwell.

[CPC] Crop Protection Compendium. 2002. Crop Protection Compendium Global Module, 2002 ed. Wallingford, University of Kentucky: CAB International

Clausen CP. 1940. Entomophagous Insect. Mc. Graw Hill, Book Company Inc. New York & London. 688p.

[Deptan] Departemen Pertanian. 2000. Pedoman pengamatan dan pelaporan perlindungan tanaman pangan. Di dalam: Basis Data Pertanian. Direktorat Perlindungan Tanaman. http://www.database.deptan.go.id/bdspweb/f4-free-frame.asp. [26 Januari 2006].

Herlinda S. 2000. Analisis komunitas artropoda predator penghuni lanskap persawahan di daerah Cianjur, Jawa Barat [disertasi]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, IPB Bogor.

Kalshoven LGE. 1981. The Pest of Crops in Indonesia. van der Laan PA, penerjemah. Jakarta: Ichtiar Baru-van Hoeve. Terjemahan dari: De Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesie.

Kartohardjono A, Arifin M. 2000. Spesies ulat grayak dan musuh alaminya pada kedelai. Di dalam: Prosiding Simposium Keanekaragaman Hayati Artropoda pada Sistem Produksi Pertanian. Cipayung, Bogor, 16-18 Oktober 2000. Bogor: Perhimpunan Entomologi Indonesia. hal 371-377.

Kartohadjono A, Tersyana T, Atmajaya WR, Nursasongko. 1988. Peranan predator Cyrtorhinus sp. dalam memangsa wereng coklat pada tanaman padi. Di dalam: Penelitian Wereng Coklat. Edisi khusus ke-2. Balai Penelitian Tanaman Pangan Sukamandi dan Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor.

(37)

20

Entomologi Indonesia Cabang Bogor. Tantangan Entomologi pada Abad XXI Bogor, 8 Januari 1997. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor. Hal 96-103.

Mattjik AN, Sumertajaya M. 2000. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS & MINITAB: Jilid 1. IPB Press. Bogor.

Nawangsih AA. 1988. Beberapa catatan tentang perilaku dan preferensi pemangsaan Lycosa pseudoannulata Boes. et Str. (Araneae: Lycosidae) terhadap berbagai fase hidup wereng coklat, Nilaparvata lugens Stal. (Homoptera: Delphacidae) [skripsi]. Jurusan Hama Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Nurulalia L. 2005. Kelimpahan kumbang jelajah Paederus fuscipes Curt. (Coleptera: Staphylinidae) di pertanaman kubis dan studi pemangsaannya di Laboratorium [skripsi]. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Nyffeler M, Sterling WL, Dean DA. 1994. How spiders make a living. Environ. Entomol. 23(6): 1357-1367.

Oka IN. 1995. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Pickett CH, Bugg RL. 1998. Enhancing Biological Control: Habitat, Management to Promote Natural Enemies of Agricultural Pests. University of California Press. 422p.

Provencher L, Riechert SE. 1994. Model and field test of prey control effects by spider assemblages. Environ. Entomol. 23(1): 1-17.

Purwanta FX, Rauf A. 2000. Pengaruh samping aplikasi insektisida terhadap predator dan parasitoid pada pertanaman kedelai di Cianjur. Bul HPT 12 (2): 35-43.

Puspinanti I. 2006. Pengaruh kerapatan mangsa terhadap kemampuan memangsa dan potensi kanibalisme larva P. fuscipes Curt. (Coleoptera: Staphylinidae) [skripsi]. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Rosenheim JA, Kaya JA, Ehler LE, Marois JJ, Jaffee BA. 1995. Intraguild predation among biological-control agents: theory and evidence. Bio Cont. 5: 303-335.

(38)

21

Suana IW. 2005. Bioekologi laba–laba pada bentang alam pertanian di Cianjur: kasus Daerah Aliran Sungai (DAS) Cianjur, sub–sub DAS Citarum Tengah, kabupaten Cianjur, Jawa Barat [disertasi]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, IPB Bogor.

Suastika IBK. 2005. Kumbang jelajah Paederus fuscipes Curt. (Coleoptera: Staphylinidae): pengaruh jenis mangsa terhadap perkembangan dan reproduksi, serta kajian pemangsaan pada ulat Spodoptera litura [tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, IPB Bogor.

Sudarmo S. 1991. Pengendalian Serangga Hama Sayuran dan Palawija. Jakarta: Penerbit Kanisius.

Sujitno J, Kilin D, Sutrisno SHS, Gunara U. 1988. Penelitian wereng coklat 1987/1988. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor.

Synder WE, Wise DH. 1999. Predator interference and the establisment of generalist predator populations for biocontrol. Bio Cont. 15: 283-292.

Taulu LA. 2001. Kompleks artropoda predator penghuni tajuk kedelai dan peranannya dengan perhatian utama pada Paederus fuscipes (Curt.) (Coleoptera: Staphylinidae) [disertasi]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, IPB Bogor.

Tulung M. 1999. Ekologi laba-laba di pertanaman padi dengan perhatian utama pada Pardosa pseudoannulata (Boes & Str.) [disertasi]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, IPB Bogor.

Untung K, Mahrub E, Sudjono S, Ananda K. 1988. Studi populasi, distribusi, migrasi wereng coklat dan musuh alaminya. Di dalam: Penelitian Wereng Coklat. Edisi khusus ke-2. Balai Penelitian Tanaman Pangan Sukamandi dan Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor.

van den Bosch R, Messenger PS, Gutierrez AP. 1982. An Introduction to Biological Control. New York: Plenum Press.

Waterhouse DF, Sands DPA. 2001. Classical biological control of artropods in Australia. Australian center for International Agricultural Research. CSIRO Entomology. Canberra. 351-354p.

Widihastuty. 2001. Evaluasi peranan predator dan parasitoid telur dan larva instar awal Spodoptera litura (F.) (Lepidoptera: Noctuidae) di pertanaman kedelai [tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, IPB Bogor.

(39)

22

Winasa IW, Rauf A. 2000. Komunitas artropoda predator penghuni permukaan tanah pada pertanaman kedelai. Di dalam: Prosiding Simposium Keanekaragaman Hayati Artropoda pada Sistem Produksi Pertanian. Cipayung, Bogor, 16-18 Oktober 2000. Bogor: Perhimpunan Entomologi Indonesia. hal 81-87.

Gambar

Tabel 1  Pengaruh kerapatan predator terhadap pemangsaan larva S. litura instar-1
Tabel 2  Pengaruh kerapatan predator terhadap pemangsaan larva S. litura instar-3
Tabel 4   Pengaruh kerapatan predator terhadap kerusakan daun kedelai setelah diinfestasi larva S
Tabel 5   Kanibalisme antar predator pada tanaman kedelai yang diinfestasi larva S. litura instar-1

Referensi

Dokumen terkait

Penyelenggaraan Penguatan Pendidikan Kararker (PPK) dilakukan melalui tiga jalur, yakni: berbasis kelas, dilakukan terintegrasi dalam mata pelajaran, optimalisasi

Untuk itu saya sebagai penulis tertarik untuk membuat suatu konten sebagai layanan publik pada BlackBerry berupa aplikasi pencari hotel menggunakan teknologi

Sebagaimana pendapat Sills yang menyatakan bahwa keyakinan akan adanya kekuatan impersonal (supranatural) adalah magis dan kekuatan yang dipersonifikasikan sebagai

Reduce, Reuse, Recycle (3R) merupakan metode dasar dalam meminimalkan efek lingkungan, sehingga tujuan dari penelitian ini membangun strategi dan inovasi dengan konsep 3R

Jika segala hal yang dipaparkan sebelumnya telah digabungkan dengan algoritma program dinamis sekuensial yang telah dijelaskan diatas, masalah pemotongan bahan baku

[r]

Judul Penelitian : Keanekaragaman Plankton di Sungai Pelawi Desa Pelawi Utara Kabupaten Langkat Sumatera Utara..

Dari proses membatik diketahui faktor pekerjaan yang merupakan faktor risiko terjadinya Carpal Tunnel Syndrome pada proses membatik yaitu gerakan tangan berulang,