• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Sebaran Jumlah Telur S. manilae Per Larva Inang

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata jumlah inang yang terparasit lebih dari 50%. Pada setiap perlakuan inang yang terparasit oleh

S. manilae berkisar 58%-63%, sedangkan inang yang tidak terparasit berkisar

37%-42% (Tabel 1). Inang yang terparasit satu butir telur memiliki persentase paling tinggi, yaitu berkisar 46%-55%, sedangkan inang yang terparasit lebih dari satu butir telur memiliki persentase yang rendah yaitu berkisar 0.04%-12%.

Ketiadaan inang selama dua hari di awal (P2A), di tengah (P2TB) dan seling (P2S) cenderung menyebabkan peningkatan persentase parasitisasi, sedangkan ketiadaan inang di tengah (P2AT dan P2TT) dan akhir (P2B) cenderung menyebabkan penurunan persentase parasitisasi (Tabel 1). Persentase parasitisasi pada perlakuan-perlakuan ketiadaan inang selama dua hari di tengah dan akhir jumlahnya lebih rendah dari kontrol. Ketiadaan inang selama empat hari di awal (P4A) dan di akhir (P4B) menyebabkan peningkatan persentase parasitisasi, sedangkan ketiadaan inang di tengah (P4AT dan P4TB) dan seling (P4S) justru menyebabkan penurunan persentase parasitisasi (Tabel 1).

S. manilae melakukan superparasitisasi dalam persentase yang lebih

rendah dibandingkan dengan parasitisasi soliter. Superparasitisasi terjadi ketika

S. manilae meletakkan lebih dari satu telur pada inang yang sama. Dalam

penelitian ini data superparasitisasi menunjukkan bahwa betina S. manilae bisa meletakkan dua hingga enam butir telur per larva inang. Kejadian superparasitisasi terbanyak ditemukan pada peletakkan dua butir telur per inang, sedangkan kejadian yang paling sedikit adalah enam butir telur per inang. Pada keadaan ideal seharusnya S. manilae tidak melakukan superparasitisasi bila inang yang tersedia mencukupi, namun berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa S. manilae tetap melakukan superparasitisasi meskipun jumlah inang yang dipaparkan mencukupi. Hal ini dapat dilihat pada kontrol, dari 30 inang yang dipaparkan setiap hari ternyata ada sekitar 39% inang yang tidak terparasit dan ditemukan kejadian superparasitisasi sekitar 14%.

Tabel 1 Sebaran jumlah telur S. manilae yang ditemukan pada setiap inang S. litura

Perlakuan Jumlah telur yang ditemukan pada setiap inang Total Inang

0 1 2 3 4 5 6

Kontrol Larva (individu) Persentase (%) 38.83933 47.151133 11.28 271 2.0850 0.512 0.123 0.041 2403100

P2A Larva (individu) Persentase (%) 35.91739 55.441141 6.32 130 1.7536 0.5311 0.051 00 2058100

P2AT Larva (individu) Persentase (%) 41.29801 48.4939 8.76 170 1.2925 0.265 00 00 1940100

P2TT Larva (individu) Persentase (%) 42.12892 47.971016 180 8.5 0.919 0.388 0.051 0.092 2118100

P2TB Larva (individu) Persentase (%) 39.66773 95549 9.44 184 1.5931 0.316 00 00 1949100

P2B Larva (individu) Persentase (%) 41.83855 46.82957 9.93 203 1.1323 0.24 00 0.12 2044100

P2S Larva (individu) 670 1004 190 40 4 2 0 1910

Persentase (%) 35.08 52.57 9.95 2.09 0.21 0.1 0 100

P4A Larva (individu) 717 826 213 34 9 1 0 1800

Persentase (%) 39.83 45.89 11.83 1.89 0.5 0.06 0 100

P4AT Larva (individu) Persentase (%) 41.17667 49.07795 136 8.4 1.1118 0.193 0.061 00 1620100

P4TB Larva (individu) Persentase (%) 41.31632 49.22753 7.84 120 1.5724 0.071 00 00 1530100

P4B Larva (individu) Persentase (%) 38.19653 51.58882 8.13 139 1.8131 0.295 00 00 1710100

P4S Larva (individu) 786 884 116 12 2 0 0 1800

Persentase (%) 43.67 49.11 6.44 0.67 0.11 0 0 100

18   

Pengaruh Pola Ketiadaan Inang pada S. manilae Terhadap Tingkat Parasitisasi dan Produksi Telur

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam ketiadaan inang di awal cenderung meningkatkan tingkat parasitisasi S. manilae pada hari ke-8, sedangkan ketiadaan inang dua hari di tengah cenderung menurunkan tingkat parasitisasi S. manilae pada hari ke-8 (Tabel 2). S. manilae yang mengalami ketiadaan inang cukup lama (4 hari) di awal atau di akhir hidupnya cenderung meletakkan telur lebih banyak pada hari ke-8 (Tabel 3). Pola ketiadaan inang tidak berpengaruh terhadap total telur hingga hari ke-8 (Gambar 4). Total telur sampai hari ke-8 menurun seiring bertambahnya lama ketiadaan inang.

Tingkat parasitisasi S. manilae per hari, dari hari pertama hingga hari ke-8 cenderung tidak berbeda nyata dengan kontrol pada semua pola ketiadaan inang, namun terlihat sedikit perbedaan pada tingkat parasitisasi S. manilae pada hari ke-8 (Tabel 2). Kisaran tingkat parasitisasi pada hari ke-8 lebih beragam dibandingkan dengan hari lainnya (Tabel 2). Ketiadaan inang selama dua hari di tengah (P2AT dan P2TT) cenderung menyebabkan penurunan tingkat parasitisasi, sedangkan tingkat parasitisasi pada hari ke-8 cenderung mengalami peningkatan pada ketiadaan inang di awal (P2A), di tengah menuju akhir (P2TB), di akhir (P2B), dan seling (P2S). Perbedaan persentase tingkat parasitisasi yang sangat mencolok terlihat pada P2S dengan P2TT (Tabel 2). Ketiadaan inang selama empat hari di awal (P4A) dan di akhir (P4B) cenderung menyebabkan peningkatan parasitisasi pada hari ke-8, sedangkan ketiadaan inang di tengah (P4AT dan P4TB) dan seling (P4S) cenderung menyebabkan penurunan tingkat parasitisasi pada hari ke-8 (Tabel 2). Persentase parasitisasi pada semua perlakuan ketiadaan inang tidak berbeda nyata dengan kontrol.

Kemampuan parasitisasi harian S. manilae yang diberi perlakuan tidak berbeda nyata dengan kontrol (61.4%), kecuali P4S (56.3%). S. manilae pada P4S memiliki kemampuan parasitisasi harian terendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Gambar 2). Lamanya ketiadaan inang ternyata berpengaruh terhadap rata-rata tingkat parasitisasi harian, karena walaupun keduanya merupakan pola berseling namun P2S berbeda nyata dengan P4S. Ketiadaan inang selama 2 hari menyebabkan peningkatan persentase parasitisasi harian pada perlakuan pola awal

abc* ab cd cd bcd cd a bcd cd cd abc d 50 52 54 56 58 60 62 64 66 R ata -r ata t in gk at pa ra si tis as i ( % ) Perlakuan

(P2A) dan seling (P2S), sedangkan pada perlakuan dengan pola tengah (P2AT, P2TT, P2TB) dan belakang (P2B) persentase parasitisasi harian mengalami penurunan (Gambar 2). Perlakuan ketiadaan inang selama 4 hari cenderung menyebabkan penurunan tingkat parasitisasi harian untuk pola tengah (P4AT dan P4TB), dan seling (P4S). Peningkatan persentase parasitisasi harian hanya terjadi pada pola belakang (P4B).

Gambar 2 Rata-rata tingkat parasitisasi S. manilae per hari.

*Huruf yang sama di atas kelompok diagram tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada α = 5%. A: ketiadaan inang di awal; AT: ketiadaan inang di awal hingga tengah; TT: ketiadaan inang di tengah; TB: ketiadaan inang di tengah hingga akhir; B: ketiadaan inang di akhir; S: ketiadaan inang berseling; Angka: jumlah hari ketiadaan inang.

Jumlah telur yang diletakkan oleh S. manilae per hari dari hari pertama hingga hari ke-8 tidak berbeda nyata dengan kontrol pada semua pola ketiadaan inang, namun terlihat sedikit perbedaan pada jumlah telur yang diletakkan

S. manilae pada hari ke-8 (Tabel 3). Sama seperti peubah amatan tingkat

parasitisasi pada hari ke-8, kisaran jumlah telur pada hari ke-8 terlihat lebih beragam dibandingkan dengan hari lainnya (Tabel 3). Ketiadaan inang selama dua hari di tengah (P2AT dan P2TT) cenderung menyebabkan penurunan jumlah telur di hari ke-8, sedangkan jumlah telur di hari ke-8 cenderung mengalami peningkatan pada ketiadaan inang di awal (P2A), di tengah menuju akhir (P2TB), di akhir (P2B), dan seling (P2S) (Tabel 3). Perbedaan yang nyata pada persentase

20   

jumlah telur pada hari ke-8 terlihat pada P2S dengan P2TT. Ketiadaan inang selama empat hari di awal (P4A) dan di akhir (P4B) cenderung menyebabkan peningkatan jumlah telur pada hari ke-8, sedangkan ketiadaan inang di tengah (P4AT dan P4TB) dan seling (P4S) cenderung menyebabkan penurunan jumlah telur pada hari ke-8 (Tabel 3). Perbedaan nyata persentase jumlah telur hari ke-8 sangat terlihat pada P4S dan P4TB dengan P4B. Persentase jumlah telur pada P2S, P4A, P4AT, dan P4B berbeda nyata dengan kontrol.

Gambar 3 menunjukkan korelasi antara tingkat parasitisasi hari ke-8 dengan jumlah telur yang diletakkan pada hari ke-8. Terlihat bahwa terdapat korelasi positif diantara keduanya. Hal ini dapat dilihat dari data berupa titik-titik bergerombol mengikuti sebuah garis lurus dengan kemiringan positif. Koefisien korelasi yang didapat ialah 0.806 menunjukkan adanya hubungan keeratan yang tinggi antara tingkat parasitisasi dengan jumlah telur yang diletakkan pada hari ke-8.

Gambar 3 Diagram pencar korelasi antara tingkat parasitisasi di hari ke-8 dengan jumlah telur yang diletakkan di hari ke-8 pada S. manilae yang telah diberikan perlakuan.

Tabel 2 Pengaruh pola ketiadaan inang pada S. manilae terhadap tingkat parasitisasi per hari hingga hari ke-8

Perlakuan Tingkat parasitisasi hari ke- (%)

1,2) 1 2 3 4 5 6 7 8 Kontrol 54.1±8.78 a 66.3±15.00 ab 63.7±12.76 a 59.3±9.29 b 68.0±11.21 a 61.1±8.63 a 62.2±8.96 a 56.0±5.73 abc P2A - - 65.4±10.44 a 71.1±6.06 a 73.7±6.03 a 68.7±5.63 a 66.7±11.79 a 56.4±8.97 abc P2AT 54.8±12.83 a - - 61.3±11.08 b 63.1±12.23 ab 63.0±7.76 a 60.8±10.78 a 52.7±8.61 bc P2TT 58.3±15.04 a 65.0±10.34 ab - - 68.3±11.99 a 59.1±12.62 a 60.1±7.47 a 49.4±10.81 c P2TB 55.3±14.75 a 64.1±6.78 ab 57.6±15.10 a - - 63.0±5.65 a 63.7±10.47 a 59.5±4.50 ab P2B 54.6±8.83 a 57.4±9.68 b 54.7±11.74 a 60.7±12.10 b 61.7±13.87 ab - - 61.4±12.71 ab P2S - 70.4±10.38 a 59.5±13.98 a - 69.3±12.47 b 63.4±7.86 a 66.6±6.31 a 62.3±4.39 a P4A - - - - 55.4±10.25 a 62.6±11.18 a 59.0±12.03 a 64.3±12.18 a P4AT 57.8±11.29 a - - - - 63.8±16.55 a 64.2±13.56 a 59.2±7.95 ab P4TB 54.6±11.26 a 70.7±9.98 a - - - - 59.9±10.86 a 55.4±10.76 abc P4B 63.4±11.6 a 65.2±7.02 ab 60.5±10.00 a - - - - 61.0±6.71 ab P4S - 62.0±6.94 ab - 58.6±8.89 b - 58.5±9.90 a - 59.0±9.09 ab

1) Angka selajur yang diikuti dengan huruf yang samatidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada α=5% 2) Untuk keperluan sidik ragam, data ditransformasi dengan Arcsin ( )

21   

Tabel 3 Pengaruh pola ketiadaan inang pada S. manilae terhadap jumlah telur yang diletakkan per hari hingga hari ke-8

Perlakuan Jumlah telur hari ke- (%)

1,2) 1 2 3 4 5 6 7 8 Kontrol 19.1±5.83 a 28.0±7.28 ab 27.9±12.02 a 23.8±3.56 ab 27.0±7.38 a 24.8±8.78 a 22.2±3.76 a 16.8±1.61 de P2A - - 27.1±4.28 a 26.8±3.76 a 25.2±7.08 a 24.0±4.12 a 20.8±1.09 a 18.1±3.60 cde P2AT 19.7±6.21 a - - 21.6±4.44 ab 23.4±9.91 a 23.4±7.02 a 20.0±4.69 a 17.4±2.01 cde P2TT 20.2±4.84 a 21.4±6.06 ab - - 24.6±8.47 a 20.0±5.29 a 19.2±2.58 a 16.3±3.56 e P2TB 21.6±9.04 a 21.4±3.28 ab 26.4±5.85 a - - 21.4±2.07 a 20.6±4.72 a 20.4± 3.71 cd P2B 19.9±4.33 a 19.6±3.91 b 22.4±6.34 a 25.8±5.35 ab 24.6±10.92 a - - 20.3±4.62 cd P2S - 26.6±5.22 a 22.1±5.66 a - 29.6±7.16 a 25.8±1.30 a 21.8±2.16 a 21.2±2.34 abc P4A - - - - 19.4±8.96 a 23.6±6.84 a 24.8±8.70 a 25.4±6.05 ab P4AT 19.3±4.37 a - - - - 22.6±7.63 a 26.0±12.46 a 20.9±3.60 bc P4TB 18.3±4.27 a 27.0±5.04 a - - - - 19.8±5.11 a 19.1±4.09 cde P4B 21.7±5.37 a 24.2±5.80 ab 24.0±5.57 a - - - - 25.6± 5.03 a P4S - 22.0±3.16 ab - 21.4±2.19 b - 20.0±2.54 a - 18.7±2.79 cde

1) Angka selajur yang diikuti dengan huruf yang samatidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada α=5% 2) Untuk keperluan sidik ragam, data ditransformasi dengan Log (y)

a* b b b b b b c c c c c 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200

Kontrol P2A P2AT P2TT P2TB P2B P2S P4A P4AT P4TB P4B P4S

Ju m la h t el ur (b ut ir) Perlakuan

Gambar 4 menunjukkan bahwa ketiadaan inang berseling, di awal, di tengah, dan di akhir hidup S. manilae ternyata tidak berpengaruh terhadap jumlah telur yang diletakkan hingga hari ke-8. Jumlah telur yang diletakkan hingga hari ke-8 ternyata lebih dipengaruhi oleh lama ketiadaan inang. Semakin lama imago

S. manilae tidak mendapatkan inang maka jumlah telur yang diletakkan hingga

hari ke-8 semakin menurun. Dapat dilihat pada Gambar 4 bahwa jumlah telur hingga hari ke-8 tertinggi terdapat pada kontrol, diikuti oleh pola-pola ketiadaan inang dua hari, dan yang terendah ialah pola-pola ketiadaan inang empat hari. Total telur sampai hari ke-8 pada kontrol berbeda nyata dengan pola lainnya.

Gambar 4 Total telur yang diletakkan hingga hari ke-8 oleh S. manilae.

*Huruf yang sama di atas kelompok diagram tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada α = 5%. A: ketiadaan inang di awal; AT: ketiadaan inang di awal hingga tengah; TT: ketiadaan inang di tengah; TB: ketiadaan inang di tengah hingga akhir; B: ketiadaan inang di akhir; S: ketiadaan inang berseling; Angka: jumlah hari ketiadaan inang.

Perlakuan yang diberikan pada S. manilae dapat memengaruhi jumlah telur pada hari pertama setelah ketiadan inang. S. manilae yang mengalami ketiadaan inang selama dua hari di awal (P2A), di tengah (P2TT), dan seling (P2S) cenderung meletakkan jumlah telur yang lebih banyak pada hari pertama setelah ketiadaan inang, sedangkan ketiadaan inang selama dua hari di tengah (P2AT dan P2TB) dan di akhir (P2B) menyebabkan S. manilae cenderung

24    ab* bcd ab bcd cd ab ab bcd abc a abc bcd cd bcd d 0 5 10 15 20 25 30 35

P2A P2AT P2TT P2TB P2B P2S2 P2S5 P4A P4AT P4TB P4B P4S2 P4S4 P4S6 P4S8

Ju m la h t el ur (b ut ir) Perlakuan

meletakkan telur yang lebih sedikit pada hari pertama setelah ketiadaan inang (Gambar 5). Hanya S. manilae pada P2B yang memiliki jumlah telur pada hari pertama berbeda nyata dengan P2A. Hal yang berbeda terjadi pada S. manilae yang mengalami ketiadaan inang selama empat hari. S. manilae yang mengalami ketiadaan inang empat hari di awal (P4A), di akhir (P4B), dan seling (P4S) cenderung meletakkan telur yang lebih sedikit dibandingkan dengan S. manilae yang mengalami ketiadaan inang selama empat hari di tengah (P4AT dan P4TB) (Gambar 5).

Jumlah telur S. manilae pada hari pertama setelah ketiadaan inang berkisar 18 butir hingga 31 butir (Gambar 5). Jarak antara 18-31 butir terlihat cukup jauh, namun dari Gambar 5 terlihat bahwa data banyak berkumpul pada kisaran 25 butir. Telur yang diletakkan pada hari pertama setelah ketiadaan inang oleh S. manilae pada P4TB merupakan jumlah telur paling banyak (31 butir) dibandingkan dengan pola yang lain, sedangkan S. manilae pada P4S8 memiliki jumlah telur yang diletakkan pada hari pertama setelah ketiadan inang paling sedikit (18.7 butir) dibandingkan dengan pola yang lain.

Gambar 5 Jumlah telur yang diletakkan S. manilae pada hari pertama setelah ketiadaan inang. *Huruf yang sama di atas kelompok diagram tidak berbeda nyata menurut uji

Duncan pada α = 5%. A: ketiadaan inang di awal; AT: ketiadaan inang di awal hingga tengah; TT: ketiadaan inang di tengah; TB: ketiadaan inang di tengah hingga akhir; B: ketiadaan inang di akhir; S: ketiadaan inang berseling; Angka dibelakang P: jumlah hari ketiadaan inang; Angka dibelakang S: hari ke-.

bcde* e bcde cde bc bcde bcde a b bcde bcd de 0 1 2 3 4 5 6

Kontrol P2A P2AT P2TT P2TB P2B P2S P4A P4AT P4TB P4B P4S

Su pe rp ar as iti sas i ( in an g) Perlakuan

Gambar 6 menunjukkan bahwa tingkat superparasitisasi pada hari ke-8 cukup rendah, dari 30 ekor inang terdapat 1-5 inang yang mengalami superparasitisasi. S. manilae yang mengalami ketiadaan inang di awal cenderung melakukan superparasitisasi yang rendah pada hari ke-8. Hal sebaliknya terjadi pada S. manilae yang mengalami ketiadaan inang selama empat hari. Pola ketiadaan inang di awal yang cukup lama (4 hari) dapat menyebabkan S. manilae melakukan superparasitisasi yang tinggi pada hari ke-8. Terlihat hanya P4A yang memiliki superparasitisasi paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya, kemudian diikuti oleh P4AT (Gambar 6). S. manilae yang sebelumnya telah bertemu dengan inang, kemudian mengalami ketiadaan inang selama empat hari memiliki tingkat superparasitisasi yang tidak berbeda nyata dengan kontrol. Lamanya ketiadaan inang ternyata memengaruhi superparasitisasi pada hari ke-8. Ketika S. manilae mengalami ketiadaan inang yang lama (4 hari) di awal ternyata superparasitisasi yang terjadi pada hari ke-8 jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ketiadaan inang pada S. manilae yang mengalami ketiadaan inang dua hari di awal.

Gambar 6 Superparasitisasi pada hari ke-8 oleh S. manilae yang telah diberikan perlakuan. *Huruf yang sama di atas kelompok diagram tidak berbeda nyata menurut uji

Duncan pada α = 5%. A: ketiadaan inang di awal; AT: ketiadaan inang di awal hingga tengah; TT: ketiadaan inang di tengah; TB: ketiadaan inang di tengah hingga akhir; B: ketiadaan inang di akhir; S: ketiadaan inang berseling; Angka: jumlah hari ketiadaan inang.

26   

Pengaruh Pola Ketiadaan Inang pada S. manilae Terhadap Sisa Telur, Total Telur, dan Lama Hidup

Pola ketiadaan inang tidak begitu berpengaruh terhadap total produksi telur dan lama hidup imago S. manilae. S. manilae yang mengalami ketiadaan inang memiliki total telur yang lebih rendah dibandingkan dengan S. manilae yang selalu mendapatkan inang. Lama hidup imago S. manilae lebih dipengaruhi oleh lamanya ketiadaan inang, sedangkan sisa telur dalam ovari S. manilae dipengaruhi baik oleh pola ketiadaan inang maupun lama ketiadaan inang. Pola ketiadaan inang selama dua hari di tengah (P2AT dan P2TT) cenderung menyebabkan sisa telur dalam ovari S. manilae menjadi lebih banyak, sedangkan ketiadaan inang di awal (P2A), di akhir (P2TB dan P2B) dan seling (P2S) cenderung menurunkan sisa telur dalam ovari S. manilae (Tabel 4). Hal yang sama terjadi pada pola-pola ketiadaan inang selama empat hari, kecuali pada pola seling (P4S). Semakin lama S. manilae mengalami ketiadaan inang maka sisa telur dalam ovari S. manilae cenderung lebih banyak. Hal ini dapat dilihat dari ketiadaan inang dengan pola seling selama empat hari ternyata dapat menyebabkan peningkatan sisa telur dalam ovari, namun bila ketiadaan inang terjadi selama dua hari maka sisa telur dalam ovari akan menurun. Sisa telur dalam ovari S. manilae pada P2S memiliki jumlah yang paling sedikit dibandingkan dengan perlakuan lain, yaitu 26.1 butir telur.

Hasil penelitian menunjukan bahwa total telur dari semua perlakuan tidak berbeda nyata satu dengan lainnya, kecuali P2TT dengan P4TB (Tabel 4). Akan tetapi ketiadaan inang ternyata menurunkan total produksi telur S. manilae pada semua perlakuan. Secara statistik, hanya P2TT yang tidak berbeda nyata dengan kontrol. Bila dibandingkan dengan jumlah telur yang diletakkan hingga hari ke-8 terlihat bahwa lama ketiadaan inang memengaruhi jumlah telur yang diletakkan hingga hari ke-8, tetapi jumlah total produksi telur baik pada ketiadaan inang selama dua hari dan empat hari cenderung sama. Hal tersebut membuktikan bahwa lama ketiadaan inang hingga empat hari untuk semua pola tidak berpengaruh pada total produksi telur.

Tabel 4 Pengaruh pola ketiadaan inang pada S. manilae terhadap sisa telur, total produksi telur, dan lama hidup

Perlakuan Sisa telur dalam ovari (butir)1,2)*

Total produksi telur (butir)1,2)**

Lama hidup (hari)1,2)***

Kontrol 36.0±6.49 defg 224.2±29.62 a 8.0±0.00 c

P2A 32.7±8.57 efg 189.7±21.59 bc 8.9±0.73 abc

P2AT 45.3±13.54 bcde 174.4±7.21 bc 8.5±0.70 bc P2TT 48.3±10.28 abcd 197.5±41.66 ab 9.1±1.37 abc P2TB 42.3±17.35 cdef 186.5±24.11 bc 8.5±0.52 bc P2B 29.7±7.21 fg 175.1±25.68 bc 8.8±1.03 abc P2S 26.1± 3.47 g 180.9±14.41 bc 8.4±0.51 bc P4A 31.1±9.68 fg 171.7±29.73 bc 10.0±0.94 a P4AT 63.9±16.98 a 178.0±40.86 bc 9.4±1.77 ab P4TB 47.7±17.38 abcd 162.6±21.23 c 9.1±1.19 abc P4B 54.9±18.21 abc 186.6±33.29 bc 9.7±2.05 ab P4S 60.3±15.54 ab 176.2±38.13 bc 10.0±2.53 a

1) Angka selajur yang diikuti dengan huruf yang samatidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada α=5% 2) Untuk keperluan sidik ragam, data ditransformasi dengan Log (y) *Koef. keragaman=8.84 **Koef.

keragaman=2.95 ***Koef. keragaman=5.89

Pola ketiadaan inang tidak berpengaruh terhadap lama hidup imago

S. manilae, sedangkan lama ketiadaan inang ternyata berpengaruh terhadap lama

hidup imago S. manilae. Pemberian inang secara terus menerus menyebabkan imago S. manilae memiliki umur yang paling singkat, yaitu delapan hari, sedangkan rata-rata lama hidup imago S. manilae terpanjang dalam penelitian ini adalah 10 hari (Tabel 4). Semakin lama imago S. manilae tidak mendapatkan inang maka semakin panjang lama hidupnya. Pada Tabel 4 terlihat bahwa pola ketiadaan inang selama dua hari cenderung memiliki lama hidup yang lebih singkat dibandingkan dengan pola ketiadaan inang empat hari.

Korelasi positif terjadi antara peubah amatan total produksi telur dan lama hidup. Dari Gambar 7 dapat dilihat bahwa beberapa titik begerombol mengikuti sebuah garis lurus dengan kemiringan positif, namun cukup banyak titik yang memencar atau menjauhi titik-titik dari garis lurus. Koefisien korelasi yang didapat ialah 0.494 menunjukkan adanya hubungan keeratan yang rendah antara total produksi telur dan lama hidup imago.

28   

Gambar 7 Diagram pencar korelasi antara lama hidup dengan total produksi telur pada imago betina S. manilae yang telah diberikan perlakuan.

Pembahasan

Penelitian ini menunjukkan bahwa parasitisasi yang dilakukan oleh

S. manilae yang diberi perlakuan tidak selalu efisien. Parasitisasi soliter (satu butir

telur parasitoid per inang) memiliki persentase yang paling tinggi, namun persentase inang yang tidak terparasit juga cukup tinggi, selain itu superparasitisasi selalu terjadi pada semua perlakuan. Parasitisasi soliter pada penelitian ini tidak berbeda jauh dengan penelitian Ratna (2008), yaitu parasitisasi satu butir telur per inang S. manilae pada pemaparan inang S. litura instar II sebanyak 30 ekor yaitu sebesar 44.7%. Terlihat bahwa S. manilae yang mengalami ketiadaan inang ataupun selalu mendapatkan inang sama-sama memiliki kisaran parasitisasi soliter yang tidak berbeda jauh.

Fenlon (2009) menyatakan bahwa superparasitisasi akan menurun seiring dengan meningkatnya kepadatan inang. Ketika kepadatan inang sudah cukup memenuhi kebutuhan S. maniale untuk melakukan parasitisasi seharusnya kejadian superparsitisasi menjadi rendah atau bahkan tidak terjadi. Kepadatan inang yang diberikan untuk parasitisasi S. manilae pada penelitian ini sudah sesuai. Hal ini dapat terlihat dari cukup tingginya persentase inang yang tidak terparasit. Walaupun persentase inang yang tidak terparasit cukup tinggi namun superparasitisasi tetap terjadi dalam persentase yang rendah.

Kekeliruan S. manilae dalam membedakan antara inang yang sudah terparasit atau belum merupakan salah satu penyebab superparasitisasi serta tingginya persentase inang yang tidak terparasit. Van Giessen (dalam Ratna 2008) menyatakan bahwa diskriminasi inang oleh imago parasitoid betina sangat bergantung pada pengalaman pemilihan inang dan lingkungan. Selain itu, tempat ketika pemaparan dilakukan berupa tabung reaksi pyrex berdiameter 3 cm, terdapat kemungkinan inang melekat pada lapisan bawah daun kedelai yang berhadapan langsung dengan dinding tabung. Walaupun ukuran S. manilae kecil, namun kondisi tersebut tetap dapat membatasi ruang gerak parasitoid ini dalam melakukan parasitisasi. Hal ini membuat S. manilae mengalami kesulitan dalam menemukan inang yang berada di bagian bawah daun kedelai.

Peletakan dua butir telur per inang merupakan superparasitisasi yang paling banyak ditemukan. Kejadian superparasitisasi semakin menurun seiring bertambahnya jumlah telur yang ditemukan dalam tubuh inang. Hal ini kemungkinan merupakan strategi S. manilae untuk menghindari kompetisi antar larva yang terjadi di dalam tubuh inang. Adanya kompetisi antar larva S. manilae di dalam tubuh inang dapat menurunkan kebugaran S. manilae nantinya.

Pengaruh Ketiadaan Inang pada S. manilae Terhadap Tingkat Parasitisasi dan Produksi Telur

Secara umum tingkat parasitisasi S. manilae yang mengalami ketiadaan inang memiliki persentase yang tidak berbeda nyata dengan S. manilae yang selalu mendapatkan inang. Hal ini menunjukkan bahwa S. manilae yang mengalami ketiadaan inang sampai empat hari memiliki kemampuan memarasit yang sama dengan S. manilae yang selalu mendapatkan inang selama hidupnya. Jika dilihat dari pola ketiadaan inang, maka akan terlihat beberapa kecenderungan. Ketiadaan inang selama dua hari dan empat hari di awal menyebabkan S. manilae mengalami peningkatan parasitisasi pada hari ke-8. Ketika S. manilae mengalami ketiadaan inang di tengah menuju akhir hidupnya, tingkat parasitisasi pada hari ke-8 mengalami penurunan. Tingkat parasitisasi mengalami peningkatan kembali ketika S. manilae mengalami ketiadaan inang secara berseling dan ketiadaan inang di akhir hidupnya. Adanya keeratan/ korelasi positif yang tinggi diantara tingkat

30   

parasitisasi pada hari ke-8 dan jumlah telur yang diletakkan pada hari ke-8 menyebabkan kecenderungan yang terjadi pada jumlah telur yang diletakkan pada hari ke-8 relatif sama dengan tingkat parasitisasi pada hari ke-8. Namun pada peubah amatan jumlah telur di hari ke-8 lebih terlihat jelas bahwa ketiadaan inang yang cukup lama (4 hari) di awal dan akhir menyebabkan jumlah telur yang diletakkan di hari ke-8 menjadi lebih banyak. Hal tersebut kemungkinan terjadi karena S. manilae yang sudah pernah bertemu dengan inang sebelumnya baru bertemu kembali dengan inang ketika pada hari ke-8. Perjumpaan kembali

S. manilae dengan inangnya merangsang S. manilae untuk segera meletakkan

telur yang telah di produksi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hegazi (2007), yaitu Microplitis rufiventris yang diberikan inang larva Spodoptera littoralis setelah ketiadaan inang selama 1, 3, 5, 6, 7, dan 8 mengalami puncak parasitisasi pada saat pertama atau kedua kalinya setelah ketersediaan inang. S. manilae yang mengalami ketiadaan inang cukup lama di awal hidupnya membuat parasitoid ini kurang memiliki pengalaman dalam melakukan parasitisasi. Drost dan Carde (1992) menyebutkan bahwa ketiadaan inang parasitoid dapat menyebabkan rendahnya tingkat parasitisasi karena belum adanya pengalaman oviposisi.       S. manilae yang mengalami ketiadaan inang cukup lama di awal hidupnya

memiliki kesempatan mendapatkan pengalaman oviposisi sebelum mencapai hari ke-8. Adanya kesempatan tersebut merangsang parasitoid ini untuk terus meletakkan telur, sehingga jumlah telur yang diletakkan pada hari ke-8 mengalami peningkatan.

S. manilae yang selalu mendapatkan inang sepanjang hidupnya maupun

yang mengalami ketiadaan inang memiliki rata-rata parasitisasi harian yang tidak terlalu berbeda. Namun adanya pola berseling yang cukup lama membuat rata-rata tingkat parasitisasi harian S. manilae menjadi rendah. Adanya pola seperti ini kemungkinan membentuk perilaku parasitisasi yang sama dari awal sampai akhir hidup imago S. manilae. Ketika S. manilae baru pertama kali menemukan inang tingkat parasitisasinya belum terlalu tinggi karena belum memiliki pengalaman

Dokumen terkait