• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Perusahaan Sektor Pertambangan Di BEI

Seluruh perusahaan yang digunakan di dalam penelitian ini merupakan perusahaan yang bergerak di sektor pertambangan dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2012-2013. Total perusahaan yang diteliti ialah sebanyak 41 perusahaan (Lampiran 2).

Analisis Rasio Keuangan

Setelah melakukan perhitungan ACP, AAI, APP, CCC, dan NPM tahun 2012 dan 2013 (Lampiran 3 dan Lampiran 4), maka dibuat analisis sebagai berikut: 1. AnalisisAverage Collection Period(ACP)

Dari Lampiran 5 dapat dilihat bahwa di tahun 2012 periode perolehan piutang rata-rata (ACP) tercepat dari seluruh sub-sektor yaitu hanya 3 hari oleh PT Garda Tujuh Buana Tbk dari sub-sektor batubara, sedangkan ACP terlama dari seluruh sub-sektor yaitu selama 423 hari oleh PT Sugih Energy Tbk dari sub-sektor minyak & gas bumi. Dengan ACP rata-rata dari seluruh sub-sektor di tahun 2012 selama 69 hari, maka dapat dikatakan bahwa ACP PT Garda Tujuh Buana Tbk sangat baik karena jauh di bawah ACP rata-rata dan ACP PT Sugih Energy Tbk sangat buruk karena jauh di atas ACP rata-rata. ACP PT

14

Garda Tujuh Buana Tbk yang sangat baik ini berkaitan dengan nilai piutang usaha PT Garda Tujuh Buana Tbk yang sangat kecil yaitu US$ 822.174 dibanding dengan nilai penjualan di tahun 2012 yang mencapai US$ 85.757.836. Seluruh penjualan PT Garda Tujuh Buana Tbk selama tahun 2012 merupakan kegiatan ekspor ke luar negeri. Sedangkan PT Sugih Energy Tbk memiliki piutang usaha yang bahkan lebih besar dari penjualannya di tahun 2012. Sekitar 15% dari total piutang usahanya di tahun 2012 sudah jatuh tempo, namun manajemen PT Sugih Energy Tbk tetap berpendapat bahwa seluruh piutang usaha dapat ditagih sehingga manajemen perusahaan tidak membentuk cadangan kerugian penurunan nilai atas piutang usaha perusahaan. Di sisi lain, ACP dari PT Cakra Mineral Tbk dan PT Golden Eagle Energy Tbk tidak dapat diperhitungkan karena kedua perusahaan tersebut tidak memiliki piutang usaha per 31 Desember 2012 (Lampiran 3).

Cukup berbeda dengan tahun 2012, ACP tercepat dari seluruh sub-sektor di tahun 2013 yaitu selama 15 hari oleh perusahaan yang sama-sama berasal dari sub-sektor batubara seperti di tahun 2012, yaitu PT Toba Bara Sejahtra Tbk, sedangkan ACP terlama dari seluruh sub-sektor yaitu mencapai 1.550 hari oleh perusahaan yang sama seperti di tahun 2012, yaitu PT Sugih Energy Tbk dari sektor minyak & gas bumi. Dengan ACP rata-rata dari seluruh sub-sektor di tahun 2013 selama 101 hari, maka dapat dikatakan bahwa ACP PT Toba Bara Sejahtra Tbk sangat baik karena jauh di bawah ACP rata-rata dan ACP PT Sugih Energy Tbk sangat buruk karena sangat jauh di atas ACP rata-rata. ACP PT Sugih Energy Tbk yang sangat lama ini masih dipicu oleh hal yang kurang lebih sama seperti yang PT Sugih Energy Tbk alami di tahun 2012. Tidak hanya karena jumlah piutang usaha PT Sugih Energy Tbk yang empat kali lebih besar dari penjualannya di tahun 2013, tetapi juga karena seluruh piutang usaha PT Sugih Energy Tbk di akhir tahun 2013 memang belum ada yang jatuh tempo, dan manajemen perusahaan juga berkeyakinan bahwa seluruh piutang usahanya dapat ditagih, sehingga manajemen perusahaan tidak membentuk cadangan kerugian penurunan nilai atas piutang usahanya di tahun 2013. Penjualan yang menurun hampir tujuh kali lipat dibanding penjualan di tahun 2012 juga menjadi salah satu penyebab lamanya ACP PT Sugih Energy Tbk di tahun 2013. Di sisi lain, ACP dari PT J Resources Asia Pasifik Tbk, PT Golden Eagle Energy Tbk, dan PT SMR Utama Tbk tidak dapat diperhitungkan karena ketiga perusahaan tersebut tidak memiliki piutang usaha per 31 Desember 2013 (Lampiran 4).

2. AnalisisAverage Age of Inventory(AAI)

Dari Lampiran 6 dapat dilihat bahwa umur persediaan rata-rata (AAI) tercepat di tahun 2012 dari seluruh sub-sektor yaitu hanya dalam waktu 2 hari oleh PT Radiant Utama Interinsco Tbk dari sub-sektor minyak & gas bumi, sedangkan AAI terlama di tahun 2012 dari seluruh sub-sektor yaitu selama 443 hari atau lebih dari satu tahun oleh PT Citatah Tbk dari sub-sektor batu-batuan. AAI rata-rata dari seluruh sub-sektor di tahun 2012 yang selama 65 hari menandakan bahwa AAI PT Radiant Utama Interinsco Tbk sangat baik karena di bawah AAI rata-rata dan AAI PT Citatah Tbk sangat buruk karena jauh di atas AAI rata-rata. AAI yang tinggi pada PT Citatah Tbk menandakan bahwa PT Citatah Tbk kurang mampu mengelola tingkat persediaannya dengan baik

15

dan dapat berakibat buruk pada perusahaan seperti pengeluaran kas yang berlebih untuk biaya penyimpanan persediaan di gudang. Pihak manajemen perusahaan sendiri berkeyakinan bahwa cadangan persediaan bergerak lambat per tanggal 31 Desember 2012 dan 2011, cukup untuk menutup kemungkinan kerugian persediaan. Hal ini juga kembali kepada karakteristik perusahaan pertambangan yang berproduksi dalam skala besar demi kepentingan jangka panjang dan membutuhkan waktu yang tidak sedikit, sehingga selama menyelesaikan proses produksinya, mau tidak mau perusahaan harus menyimpan persediaan yang sudah jadi hingga proses produksi seluruhnya tuntas dan kemudian dijual, meski menumpuk dan menambah biaya penyimpanan dan biaya lainnya. Di sisi lain, dari seluruh sub-sektor, AAI dari PT ATPK Resources Tbk tidak dapat diperhitungkan karena perusahaan tersebut tidak memiliki persediaan per 31 Desember 2012 (Lampiran 3).

Kurang lebih sama dengan tahun sebelumnya. AAI tercepat dari seluruh sub-sektor di tahun 2013 yaitu selama 4 hari oleh perusahaan yang sama seperti di tahun 2012, PT Radiant Utama Interinsco Tbk dari sub-sektor minyak & gas bumi, sedangkan AAI terlama yaitu selama 374 hari oleh perusahaan yang juga sama seperti di tahun 2012, PT Citatah Tbk dari sub-sektor batu-batuan. Dengan AAI rata-rata dari seluruh sub-sektor di tahun 2013 selama 71 hari, maka AAI PT Radiant Utama Interinsco Tbk sangat baik karena jauh di bawah AAI rata-rata dan AAI PT Citatah Tbk sangat buruk karena sangat jauh di atas AAI rata-rata. PT Radiant Utama Interinsco Tbk menjadi perusahaan dengan AAI tercepat dari seluruh sub-sektor karena pencapaian total beban pokok penjualan perusahaan selama tahun 2013 yang sangat besar, yaitu lebih dari Rp 1,5 trilyun, sementara persediaan perusahaan di akhir tahun hanya sedikit yang tersedia jika dibandingkan dengan beban pokok penjualannya di sepanjang tahun, yaitu tidak lebih dari Rp 15 milyar, sedangkan PT Citatah Tbk menjadi perusahaan dengan AAI terlama dari seluruh sub-sektor karena di akhir tahun 2013 PT Citatah Tbk masih memiliki persediaan yang bahkan nilainya lebih besar dari nilai beban pokok penjualannya di sepanjang tahun. Hal ini mengindikasikan dua hal, yaitu karena produksi yang berlebih, atau kurang baiknya kinerja penjualan perusahaan. Meskipun PT Citatah Tbk memperoleh laba di akhir tahun 2013, namun perusahaan memiliki akumulasi defisit yang sangat besar per 31 Desember 2013 yang berasal dari rugi bersih tahun-tahun sebelumnya. Namun perusahaan tetap mengimplementasikan beberapa langkah untuk memperoleh profitabilitas yang diinginkan, salah satunya yaitu dengan meningkatkan usaha untuk menurunkan tingkat perputaran persediaan. AAI yang tinggi ini dapat berakibat buruk pada perusahaan seperti pengeluaran kas yang berlebih untuk biaya pemeliharaan persediaan lebih lama lagi.

3. AnalisisAverage Payment Period(APP)

Dari Lampiran 7 dapat dilihat bahwa periode pembayaran hutang rata-rata (APP) tercepat dari seluruh sub-sektor di tahun 2012 yaitu hanya dalam waktu 1 hari oleh PT Central Omega Resources Tbk dari sub-sektor logam & mineral lain, sedangkan APP terlama yaitu selama 818 hari atau lebih dari dua tahun lamanya oleh PT Sugih Energy Tbk dari sub-sektor minyak & gas bumi. Dengan APP rata-rata dari seluruh sub-sektor di tahun 2012 selama 90 hari, maka dapat dikatakan bahwa APP PT Central Omega Resources Tbk sangat

16

baik karena jauh di bawah APP rata-rata dan APP PT Sugih Energy Tbk sangat buruk karena sangat jauh di atas APP rata-rata. APP tercepat oleh PT Central Omega Resources Tbk berkaitan dengan nilai hutang usaha perusahaan senilai Rp 807.670.374 yang sangat kecil jika dibandingkan dengan pencapaian total beban pokok penjualan perusahaan selama tahun 2012 yang mencapai Rp 481.733.214.139, sedangkan APP terlama oleh PT Sugih Energy Tbk dari sub-sektor minyak & gas bumi dikarenakan jumlah hutang usaha PT Sugih Energy Tbk yang besarnya lebih dari dua kali beban pokok penjualannya per 31 Desember 2012, ditambah dengan kecilnya jumlah kas yang tersedia per 31 Desember 2012. Akan tetapi, tingginya APP pada PT Sugih Energy Tbk mengindikasikan kemungkinan adanya pengelolaan kas yang tersedia dengan baik, seperti penggunaan kas yang sebenarnya dapat digunakan untuk melunasi hutang-hutang usaha, namun digunakan untuk keperluan lain seperti untuk biaya produksi. Di sisi lain, dari seluruh sub-sektor, APP dari PT Cakra Mineral Tbk dan PT Golden Eagle Energy Tbk tidak dapat diperhitungkan karena kedua perusahaan tidak memiliki hutang usaha per 31 Desember 2012 (Lampiran 3).

Kurang lebih sama dengan tahun 2012, APP tercepat dari seluruh sub-sektor di tahun 2013 yaitu selama 9 hari masih dari sub-sub-sektor logam & mineral lain, yaitu PT SMR Utama Tbk, sedangkan APP terlama mencapai 993 hari oleh perusahaan yang sama seperti di tahun 2012, yaitu PT Sugih Energy dari sektor minyak & gas bumi. Dengan APP rata-rata dari seluruh sub-sektor di tahun 2013 selama 79 hari, maka dapat dikatakan bahwa APP PT SMR Utama Tbk sangat baik karena jauh di bawah APP rata-rata dan APP PT Sugih Energy Tbk sangat buruk karena sangat jauh di atas APP rata-rata. APP PT Sugih Energy Tbk yang sangat lama ini disebabkan oleh hutang perusahaan yang mencapai lebih dari US$ 4,8 juta per akhir tahun 2013 dan tidak diimbangi dengan beban pokok penjualan atau biaya produksi atas penjualan selama setahun yang kurang dari US$ 1,8 juta. Jumlah kas per 31 Desember 2013 yang kecil yaitu hanya US$ 103.737 juga disinyalir menjadi salah satu hambatan bagi perusahaan dalam melunasi hutang-hutangnya. Akan tetapi, tingginya APP pada PT Sugih Energy Tbk ini dapat juga mengindikasikan adanya pengelolaan kas tersedia yang memang berjalan dengan baik, seperti menggunakan kas yang sebenarnya dapat digunakan untuk melunasi hutang-hutang usaha, namun digunakan oleh perusahaan untuk keperluan lain seperti untuk biaya produksi. Di sisi lain, dari seluruh sub-sektor yang ada, APP dari PT Cakra Mineral Tbk, PT Central Omega Resources Tbk, dan PT Golden Eagle Energy Tbk tidak dapat diperhitungkan karena ketiga perusahaan tersebut tidak memiliki hutang usaha per 31 Desember 2013 (Lampiran 4). 4. AnalisisCash Conversion Cycle(CCC)

Dari Lampiran 8 dapat dilihat bahwa siklus konversi kas tercepat atau lamanya suatu perusahaan dalam mengkonversi kasnya yang paling cepat dari seluruh sub-sektor di tahun 2012 berasal dari sub-sektor batubara, yaitu PT Garda Tujuh Buana Tbk dengan CCC selama (650) hari, sedangkan CCC terlama yaitu CCC PT Citatah Tbk dari sub-sektor batu-batuan selama 427 hari. Dengan CCC rata-rata dari seluruh sub-sektor di tahun 2012 selama 43 hari, maka dapat dikatakan bahwa CCC PT Garda Tujuh Buana Tbk sangat baik

17

karena sangat jauh di bawah CCC rata-rata dan CCC PT Citatah Tbk sangat buruk karena sangat jauh di atas CCC rata-rata. CCC yang semakin rendah bahkan sampai bernilai negatif, menandakan bahwa siklus konversi kas pada perusahaan tersebut semakin cepat. Siklus konversi kas yang semakin cepat menandakan bahwa kas perusahaan semakin likuid. Dengan siklus konversi kas yang semakin likuid, maka perusahaan semakin dapat terhindar dari permasalahan kas. Dengan kata lain, semakin cepat siklus konversi kas maka semakin baik. Selain PT Garda Tujuh Buana Tbk, ada beberapa perusahaan yang juga memiliki CCC negatif di tahun 2012, seperti PT Sugih Energy Tbk selama (246) hari, PT Benakat Integra Tbk selama (75) hari, PT Toba Bara Sejahtra Tbk selama (16) hari, PT Surya Esa Perkasa Tbk selama (8) hari, dan PT Cita Mineral Investindo Tbk selama (5) hari. CCC yang negatif menandakan bahwa CCC sangat cepat atau sangat likuid. CCC yang sangat cepat pada PT Garda Tujuh Buana Tbk di tahun 2012 berkaitan dengan ACP perusahaan yang hanya selama 3 hari, AAI perusahaan yang selama 65 hari, namun APP perusahaan dapat sangat lama yaitu sampai 719 hari. Hal ini menandakan bahwa perusahaan dapat menagih piutang usahanya dengan sangat baik, sekaligus melakukan kebijakan pengeluaran kas untuk melunasi hutang usaha selama mungkin, sehingga kedua hal ini tentunya sangat menguntungkan bagi perusahaan karena dengan begitu maka siklus konversi kas perusahaan menjadi sangat cepat. Lain halnya dengan CCC PT Citatah Tbk yang sangat lama. Hal ini disebabkan oleh perpaduan rendahnya kemampuan perusahaan dalam memperoleh piutang usaha, menjual persediaannya, dan melunasi hutang-hutang usahanya, terutama disebabkan oleh AAI perusahaan yang sangat lama yakni mencapai 443 hari, sedangkan ACP perusahaan juga lama, yaitu selama 77 hari, ditambah APP perusahaan selama 93 hari. Hal ini tentu dapat berakibat buruk pada perusahaan karena perusahaan dapat mengalami permasalahan kas yang tidak likuid sehingga perusahaan dapat mengalami kekurangan dalam memenuhi kebutuhan kasnya sehari-hari.

Di tahun 2013, CCC tercepat juga datang dari sub-sektor batubara, yaitu selama (29) hari oleh PT Atlas Resources Tbk, sedangkan CCC terlama selama 568 hari oleh PT Sugih Energy Tbk dari sub-sektor minyak & gas bumi. Dengan CCC rata-rata dari seluruh sub-sektor di tahun 2013 selama 92 hari, maka dapat dikatakan bahwa CCC PT Atlas Resources Tbk sangat baik karena jauh di bawah CCC rata-rata dan CCC PT Sugih Energy Tbk sangat buruk karena sangat jauh di atas CCC rata-rata. CCC PT Atlas Resources Tbk yang sangat cepat ini dikarenakan komposisi ACP yang selama 34 hari dan AAI selama 32 hari, namun PT Atlas Resources Tbk dapat melonggarkan waktu pembayaran rata-ratanya dalam melunasi hutang-hutang usahanya selama mungkin, yaitu selama 95 hari. CCC yang semakin rendah bahkan sampai bernilai negatif, menandakan bahwa siklus konversi kas pada perusahaan tersebut semakin baik. Lain halnya dengan PT Sugih Energy Tbk yang memiliki ACP dan APP sangat lama, yang berarti terjadi gabungan antara rendahnya kemampuan perusahaan dalam menagih piutang usahanya dan melunasi hutang usahanya. Hal ini tentu dapat berakibat buruk pada perusahaan karena perusahaan dapat mengalami permasalahan atau kekurangan dalam memenuhi kebutuhan kasnya sehari-hari.

18

5. AnalisisNet Profit Margin(NPM)

Marjin laba bersih yang tinggi mengindikasikan tingkat profitabilitas yang juga tinggi. Dari Lampiran 9 dapat dilihat bahwa NPM tertinggi dari seluruh sub-sektor di tahun 2012 ialah sebesar 59,58% oleh PT Golden Eagle Energy Tbk dari subsektor batubara, sedangkan NPM terendah yaitu -155,86% oleh PT SMR Utama Tbk dari sub-sektor logam & mineral lain. Dengan NPM rata-rata dari seluruh sub-sektor di tahun 2012 sebesar 5,67%, maka dapat dikatakan bahwa NPM PT Golden Eagle Energy Tbk sangat baik karena cukup jauh di atas NPM rata-rata dan NPM PT SMR Utama Tbk sangat buruk karena jauh di bawah NPM rata-rata. NPM PT Golden Eagle Energy Tbk yang tinggi ini dikarenakan perolehan laba bersih perusahaan yang besarnya lebih dari setengah penjualannya selama tahun 2012. Sedangkan rendahnya NPM pada PT SMR Utama Tbk dikarenakan oleh kerugian perusahaan yang lebih besar dari total penjualannya selama tahun 2012. Hal ini dipicu oleh harga pokok penjualan yang lebih besar dari total penjualan itu sendiri, juga beban umum, beban penjualan, dan beban-beban lainnya sehingga perusahaan mengalami kerugian.

Di tahun 2013, NPM tertinggi justru diperoleh PT Sugih Energy Tbk dari sub-sektor minyak & gas bumi dengan besar NPM yang mencapai 2.769,53%, sedangkan NPM terendah tetap diperoleh PT SMR Utama Tbk dari sub-sektor logam & mineral lain yang memperoleh NPM senilai -489,91%. Dengan NPM rata-rata dari seluruh sub-sektor di tahun 2013 sebesar 61,21%, maka dapat dikatakan bahwa NPM PT Sugih Energy Tbk sangat baik karena sangat jauh di atas NPM rata-rata dan NPM PT SMR Utama Tbk sangat buruk karena sangat jauh di bawah NPM rata-rata. NPM PT Sugih Energy Tbk yang luar biasa besar ini difaktori oleh laba yang begitu besar dari keuntungan atas akuisisi saham di tahun 2013 yang termasuk ke dalam penghasilan lain-lain perusahaan, sehingga total penjualannya saja kurang lebih berbanding 1:30 dengan laba bersihnya. Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa meskipun suatu perusahaan mengalami CCC yang sangat lama atau sangat tidak likuid, namun tidak menutup kemungkinan bahwa perusahaan tersebut tetap dapat memperoleh NPM yang sangat tinggi. Bertolak belakang dengan NPM PT Sugih Energy Tbk, NPM PT SMR Utama Tbk yang begitu rendah diakibatkan oleh kerugian perusahaan yang sebesar 5x lebih besar dari total penjualannya selama tahun 2013.

Uji Asumsi Klasik

Sebelum mengolah data dengan SPSS, dilakukan penyamaan satuan dari seluruh variabel terlebih dahulu. Seluruh satuan hari pada variabel-variabel independen di dalam penelitian ini dirubah menjadi satuan persen (%) seperti variabel dependen, sehingga 1% pada masing-masing variabel independen sama dengan kurang lebih 3-4 hari.

Setelah itu, dilakukan penyisihan data dan transformasi data agar seluruh data dapat memenuhi uji asumsi klasik. Pertama, penyisihan data diawali dengan menghitung rata-rata dan standar deviasi pada masing-masing variabel. Kemudian keduanya dijumlahkan (rata-rata + standar deviasi = nilai maksimum) dan

19

dikurangi (rata-rata - standar deviasi = nilai minimum). Setelah itu, maka penyisihan data dilakukan terhadap data-data yang bernilai lebih besar dari nilai maksimum dan lebih kecil dari nilai minimum. Langkah kedua, setelah dilakukan penyisihan data, seluruh data ditransformasikan dengan Ln agar memperoleh hasil pengolahan data yang baik.

Setelah melakukan pengolahan data menggunakan SPSS dan sebelum melakukan analisis regresi linier berganda lebih jauh, ada beberapa uji asumsi klasik yang harus dilakukan terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan Uji F, Uji T, dan Uji Koefisien Determinasi.

1. Uji Asumsi Klasik Multikolinieritas

Dari Lampiran 10, dapat dilihat bahwa seluruh nilai tolerance lebih kecil dari 1. Nilai VIF juga tidak lebih besar dari 10. Dengan demikian, maka dapat diambil kesimpulan bahwa tidak terjadi multikolinieritas antar variabel independen di dalam penelitian ini.

2. Uji Asumsi Klasik Heteroskedastisitas

Dari Lampiran 11 tampak titik-titik menyebar di atas dan di bawah sumbu Y, maka dapat diambil kesimpulan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas di dalam penelitian ini.

3. Uji Asumsi Klasik Normalitas

Dari Lampiran 12, dapat dilihat bahwa seluruh nilai Asymp. Sig. lebih besar dari 0,05. Dengan begitu maka dapat dikatakan bahwa data yang digunakan di dalam penelitian ini berdistribusi normal.

4. Uji Asumsi Klasik Autokorelasi

Dari Lampiran 13 dapat dilihat bahwa nilai Durbin-Watson (DW) dalam penelitian ini ialah sebesar 2,166 atau berada di antara dU dan 4-dU yang dalam penelitian ini masing-masing sebesar 1,72770 dan 2,2723. Maka dari itu, dapat diambil kesimpulan bahwa tidak terjadi autokorelasi pada penelitian ini.

Uji F

Dari Lampiran 14, persamaan regresi yang terbentuk ialah:

... (8) Berdasarkan persamaan regresi di atas dapat diinterpretasikan bahwa jika seluruh variabel independen = 0, maka NPM adalah sebesar 3,444.

1. Jika CCC naik sebesar 1% dan variabel independen yang lain bernilai tetap, maka NPM akan naik sebesar 0,104

2. Jika ACP naik sebesar 1% dan variabel independen yang lain bernilai tetap, maka NPM akan turun sebesar 0,101

3. Jika AAI naik sebesar 1%, dan variabel independen yang lain bernilai tetap maka NPM akan naik sebesar 0,036

20

4. Jika APP naik sebesar 1% dan variabel independen yang lain bernilai tetap, maka NPM akan turun sebesar 0,619

Dari Lampiran 14 juga dapat diketahui bahwa nilai Sig dari persamaan ini secara simultan atau serempak yang sebesar 0,094 lebih besar dari 0,05. Dengan demikian, maka H10 diterima dan H11 ditolak. Dapat disimpulkan bahwa CCC, ACP, AAI, dan APP secara simultan atau serempak tidak berpengaruh terhadap NPM. Kesimpulan ini bertolak belakang dengan pendapat Deloof (2003) yang mengatakan bahwa pengelolaan modal kerja memiliki dampak yang signifikan terhadap kinerja keuangan, khususnya profitabilitas perusahaan.

Uji T

1. Analisis Pengaruh CCC Terhadap NPM

Dari Lampiran 14 dapat diketahui bahwa nilai Sig CCC yang sebesar 0,787 lebih besar dari a yang dalam penelitian ini a = 0,05. Oleh karena itu, maka H20 diterima dan H21 ditolak. Dapat diambil kesimpulan bahwa CCC tidak berpengaruh terhadap NPM.

2. Analisis Pengaruh ACP Terhadap NPM

Dari Lampiran 14 dapat diketahui bahwa nilai Sig ACP yang sebesar 0,829 lebih besar dari 0,05. Oleh karena itu, maka H30 diterima dan H31 ditolak. Dapat

Dokumen terkait