• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hari Mulai Berkecambah (hari)

Hasil analisis statistik terhadap hari mulai berkecambah menunjukkan bahwa perlakuan mikoriza berpengaruh sangat nyata, tetapi pemberian NaCl dan interaksi NaCl terhadap mikoriza berpengaruh tidak nyata terhadap hari mulai berkecambah. Uji beda rataan antar perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1. Data dan analisis sidik ragam hari mulai berkecambah dapat dilihat pada Lampiran 4–5.

Tabel 1. Rata-rata Hari Mulai Berkecambah (Hari) Perlakuan Salinitas Spesies FMA 0%(S0) 1%(S1) 2%(S2) 3%(S3) Rataan Gigaspora margarita (M1) 13.33 (13.00) 13.33 (13,00) 13.00 14.67 (15,00) 13.58 (14,00) A Acaulospora tuberculata (M2) 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 B Rataan 6.67 6.67 6.50 7.33

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama menunjukkan pengaruh berbeda sangat nyata

Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa pemberian NaCl pada taraf 3% menunjukkan waktu perkecambahan terlama, tetapi perkecambahan tercepat pada perlakuan 2%, 0% dan 1%. Perlakuan mikoriza FMA Gigaspora margarita (M1) menunjukkan waktu perkecambahan tercepat dan berbeda sangat nyata dengan perlakuan mikoriza FMA Acaulospora tuberculata. Perlakuan kombinasi S2M1 yaitu hari ke - 13 menunjukkan waktu perkecambahan tercepat.

Persentase Perkecambahan (%)

Hasil analisis statistik terhadap persentase perkecambahan menunjukkan bahwa perlakuan mikoriza berpengaruh sangat nyata, tetapi pemberian NaCl dan interaksi NaCl dan mikoriza berpengaruh tidak nyata terhadap persentase perkecambahan. Uji beda rataan antar perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2. Data dan analisis sidik ragam persentase perkecambahan dapat dilihat pada Lampiran 6–7.

Tabel 2. Rata-rata Persentase Perkecambahan (%) Perlakuan Salinitas Spesies FMA 0%(S0) 1%(S1) 2%(S2) 3%(S3) Rataan Gigaspora margarita (M1) 100.00 93.33 86.67 80.00 90.00 A Acaulospora tuberculata (M2) 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 B Rataan 50.00 46.67 43.33 40.00

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama menunjukkan pengaruh berbeda sangat nyata

Dari Tabel 2 dapat diketahui bahwa pemberian NaCl pada taraf 0% menunjukkan persentase perkecambahan tertinggi, tetapi persentase perkecambahan yang terendah pada perlakuan 3%. Perlakuan mikoriza FMA Gigaspora margarita (M1) menunjukkan persentase perkecambahan tertinggi dan berbeda sangat nyata dengan perlakuan mikoriza FMA Acaulospora tuberculata. Perlakuan kombinasi S0M1 yaitu 100% menunjukkan persentase perkecambahan tertinggi.

Laju Perkecambahan (%/hari)

Hasil analisis statistik terhadap laju perkecambahan menunjukkan bahwa perlakuan mikoriza berpengaruh sangat nyata, tetapi pemberian NaCl dan interaksi NaCl dan mikoriza berpengaruh tidak nyata terhadap laju perkecambahan. Uji beda rataan antar perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3. Data dan analisis sidik ragam laju perkecambahan dapat dilihat pada Lampiran 8–9.

Tabel 3. Rata-rata Laju Perkecambahan (%/hari) Perlakuan Salinitas Spesies FMA 0%(S0) 1%(S1) 2%(S2) 3%(S3) Rataan Gigaspora margarita (M1) 7.47 7.57 7.94 6.84 7.46 A Acaulospora tuberculata (M2) 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 B Rataan 3.74 3.78 3.97 3.42

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama menunjukkan pengaruh berbeda sangat nyata

Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa pemberian NaCl pada taraf 2% menunjukkan laju perkecambahan tercepat, tetapi laju perkecambahan terendah pada perlakuan 3%. Perlakuan mikoriza FMA Gigaspora margarita (M1) menunjukkan laju perkecambahan tercepat dan berbeda sangat nyata dengan perlakuan mikoriza FMA Acaulospora tuberculata. Perlakuan kombinasi S2M1 menunjukkan laju perkecambahan tercepat.

Persentase Kolonisasi FMA pada Akar Tanaman Contoh Pueraria javanica

Hasil analisis statistik terhadap persentase kolonisasi akar menunjukkan bahwa perlakuan NaCl berpengaruh sangat nyata, tetapi pemberian mikoriza dan

interaksi NaCl dan mikoriza berpengaruh tidak nyata terhadap persentase kolonisasi akar. Uji beda rataan antar perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4. Data dan analisis sidik ragam persentase kolonisasi akar dapat dilihat pada Lampiran 10-11.

Tabel 4. Rata-rata Persentase Kolonisasi Akar (%) Perlakuan Salinitas Spesies FMA 0%(S0) 1%(S1) 2%(S2) 3%(S3) Rataan Gigaspora margarita (M1) 55.00 11.00 4.00 3.33 18.33 Acaulospora tuberculata (M2) 33.67 6.33 2.67 0.67 10.83 Rataan 44.33 A 8.67 B 3.33 C 2.00 C

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama menunjukkan pengaruh berbeda sangat nyata

Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa pemberian NaCl pada taraf 0% menunjukkan persentase kolonisasi akar tertinggi dan berbeda sangat nyata terhadap perlakuan 1%, 2% dan 3%, antar perlakuan 1% terhadap 2%dan 3% juga berbeda sangat nyata, tetapi antar 2% dan 3% berbeda tidak nyata. Perlakuan mikoriza FMA

Gigaspora margarita (M1) menunjukkan persentase kolonisasi akar tertinggi, tetapi berbeda tidak nyata dengan perlakuan mikoriza FMA Acaulospora tuberculata (M2). Perlakuan kombinasi S0M1 menunjukkan persentase kolonisasi akar tertinggi, tetapi kolonisasi akar yang terendah pada perlakuan S3M2.

4.2. Pembahasan

Pada hasil penelitian ini rata-rata hari mulai berkecambah (hari) akibat

Acaulospora tuberculata sampai hari ke - 30 belum berkecambah. Contoh spora yang

berkecambah dan tidak berkecambah disajikan pada Gambar 6 dan 7.

hifa

Gambar 6. Spora Gigaspora margarita yang Sudah Memunculkan Hifa

Gambar 7. Spora Acaulospora tuberculata Belum Berkecambah Hingga Hari ke - 30

Hal ini mungkin dikarenakan Acaulospora tuberculata memiliki masa dormansi yang lebih dari 30 hari. Tommerup (1983) dalam Gazey, et al (1993) melihat perbedaan yang mencolok antar FMA dalam kebutuhan mereka untuk transisi dari dormansi ke fase perkecambahan di bawah kondisi-kondisi yang cocok. Belum

diketahui apakah jamur yang berhubungan secara taksonomi sama secara fungsional.

Acaulospora laevis Gerd dan A. trappe memiliki dormansi 6 bulan sedangkan yang

lain dengan genera yang berbeda adalah lebih singkat. Sebuah eksperimen yang mengamati perkecambahan dan pertumbuhan hifa dari spora setelah penyimpanan menunjukkan bahwa Acaulospora longular juga memiliki periode dormansi. Kejadian dormansi dalam spesies lain pada FMA Acaulospora belum diamati dan belum diketahui apakah dormansi panjang merupakan karakteristik umum dari genus

Acaulospora atau apakah itu spesifik spesies (Douds & Schenck, 1991 dalam Juniper

& Abbot, 1993). Selain itu juga mungkin dikarenakan Acaulospora tuberculata tidak dirangsang oleh eksudat-eksudat akar.

Hasil penelitian tersebut berbeda dengan hasil yang didapat jika dikultur bersama-sama dengan tanaman inang di mana terdapat perbedaan hasil pada FMA

Acaulospora tuberculata yang ditumbuhkan di media pasir yang menggunakan kertas

saring dengan yang ditumbuhkan di perakaran tanaman inang Pueraria javanica dimana yang ditumbuhkan di perakaran tanaman inang Pueraria javanica mampu berkecambah membentuk kolonisasi FMA di dalam sel akar. Hal itu sesuai dengan pendapat Bowen (1987) yang menyatakan bahwa hasil yang didapatkan dari berbagai eksperimen dengan menggunakan spora yang diinkubasi dalam media buatan belum tentu menunjukkan respon yang terjadi dalam tanah. Ada tidaknya tanaman inang ternyata berpengaruh terhadap ada atau tidaknya koloni mikoriza dan produksi spora (Hetrick, 1984).

Melin (1963) dalam Imas, et al (1988) yang mempelajari metabolisme akar terhadap pembentukan jamur mikoriza pada potongan-potongan akar Pinus sylvestris yang dalam hasil studinya berkesimpulan bahwa akar-akar pinus dapat mengeluarkan satu atau lebih metabolit yang dapat merangsang pertumbuhan mikoriza yaitu faktor M, yang pada prinsipnya mengungkapkan bahwa suatu zat yang rumit, faktor M, terlibat dalam pembentukan mikoriza. Selain itu juga menurut Bjorkman (1942)

dalam Imas, et al (1988), adanya teori karbohidrat yang mempengaruhi pembentukan

mikoriza. Pembentukan mikoriza sangat tergantung kepada tersedianya karbohidrat-karbohidrat sederhana yang berlebihan di dalam akar tumbuhan.

Pada beberapa FMA pertumbuhan tabung germ dari spora yang berkecambah bisa distimulasi dengan cara didekatkan dengan akar tanaman (Moose & Hepper, 1975 dalam Juniper & Abbott, 1993) dan oleh eksudat akar tanaman (Graham, 1972

dalam Juniper & Abbott, 1993). Perkecambahan FMA di media pasir dengan

menggunakan kertas saring tidak distimulasi oleh akar dan eksudat-eksudat akar sehingga perkecambahan terhambat sedangkan di media pot kultur dengan diberi tanaman inang distimulasi oleh eksudat-eksudat akar sehingga dapat membentuk hifa dan membentuk formasi hifa (kolonisasi) pada akar tanaman. Contoh formasi hifa dalam sel akar Pueraria javanica disajikan pada Gambar 8.

B A

Gambar 8. Hifa FMA Membentuk Formasi (Kolonisasi) dalam Sel Akar

Pueraria javanica, A. Hifa internal B. Hifa eksternal

Hasil yang diperoleh terlihat adanya penurunan persentase kolonisasi FMA pada akar tanaman seiring dengan meningkatnya salinitas tanah. Penurunan kolonisasi FMA sebesar 51,67% pada kolonisasi FMA Gigaspora

margarita (M1) dan menurun sebesar 33% pada Acaulospora tuberculata (M2). Hal ini disebabkan oleh perubahan fisiologi tanaman yang akan mempengaruhi simbionnya secara langsung maupun tidak langsung. Tanaman yang tumbuh di tanah bergaram akan mengalami dua tekanan fisiologis yang berbeda. Pertama, pengaruh racun dari beberapa ion tertentu seperti sodium dan klorida, yang lazim terdapat dalam tanah bergaram, yang akan menghancurkan struktur enzim dan makromolekul lainnya, merusak organel sel, mengganggu fotosintesis dan respirasi, akan menghambat sintesis protein dan mendorong kekurangan

ion (Marschner, 1995). Kedua, tanaman yang dihadapkan pada potensial osmotik yang rendah dari larutan tanah bergaram akan terkena resiko “kekeringan fisiologi” karena tanaman-tanaman tersebut harus mempertahankan potensial internal osmotik yang lebih rendah dalam rangka untuk mencegah pergerakan air akibat osmosis dari akar ke tanah. Tanaman mungkin akan menyerap ion untuk mempertahankan potensial osmotik internal yang rendah, namun hal ini akan menyebabkan kelebihan ion yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya penurunan pertumbuhan pada beberapa tanaman (Greenway dan Munns, 1980). Tingginya konsentrasi garam akan menyebabkan penurunan permeabilitas akar terhadap air dan mengakibatkan penurunan laju masuknya air ke dalam tanaman (Marschner, 1995).

Selain itu proses fotosintesis tanaman akan terganggu pada kondisi salinitas yang tinggi, di mana pada umumnya fotosintesis tanaman non halofit akan menurun dengan meningkatnya salinitas. Hal ini terjadi karena adanya perubahan konsentrasi osmotik dari cairan daun, potensial air dan pembukaan stomata (Gale, et al, 1967). Sementara itu simbiosis FMA dan perkembangannya sangat tergantung pada nutrisi karbohidrat hasil fotosintesis tanaman inang, sehingga perubahan ketersediaan produk fotosintesis akan mempengaruhi pembentukan dan perkembangan serta fungsi FMA (Thomson et al, 1990). Beberapa peneliti telah melakukan penelitian tentang pengaruh potensial air terhadap perkecambahan spora dan pertumbuhan hifa FMA seperti Koske (1991) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa rendahnya potensial air lebih

bersifat menunda daripada menurunkan perkecambahan. Tommerup (1984) menyatakan bahwa ketersediaan air tanah dapat mengubah durasi setiap fase perkecambahan spora Acaulospora laevis dan G. caledonium dan juga mengubah jumlah perkecambahan dalam setiap waktu. Penelitian-penelitian di atas menunjukkan bahwa rendahnya potensial air adalah pembatas yang sangat penting dalam perkecambahan spora.

Pfeiffer & Bloss (1988) telah melaporkan dalam sebuah studi tentang pengaruh salinitas terhadap intensitas kolonisasi dan pembentukan vesikula dan arbuskula dengan melakukan penelitian pengaruh NaCl terhadap keberadaan struktur dan kolonisasi akar oleh G. Intraradices. Penelitian dilakukan dengan perlakuan tanpa NaCl menghasilkan 8,1% hifa, 54,4% arbuskula, 32,0% vesikula, kosong 5,6% dan total persentase kolonisasi 51,7%, tetapi perlakuan penambahan 750 mg NaCl per kg tanah menghasilkan 14,8% hifa, 37,7% arbuskula, 10,6% vesikula, kosong 36,9% dan total persentase kolonisasi 33,4%. Salinitas menurunkan proses pembentukan arbuskula dan vesikula FMA namun tidak mereduksi pertumbuhan hifa pada akar. Intensitas kolonisasi bisa menurun dengan peningkatan NaCl (Juniper & Abbott, 1992). Penundaan atau penghambatan semua atau salah satu fase perkecambahan spora akibat tingginya konsentrasi garam terlarut dalam larutan tanah akan menunda atau mencegah pertumbuhan hifa. Pada akhirnya akan menunda atau mencegah pula kolonisasi akar tanaman dan pembentukan simbiosis (Juniper & Abbott, 1993). Hasil penelitian pada persentase perkecambahan spora FMA Gigaspora

peningkatan salinitas dari 0% ke 3%. Hal ini memperlihatkan bahwa dengan peningkatan konsentrasi NaCl menunda pertumbuhan hifa. Tommerup (1984) dalam Gazey et al (1993) dalam studinya mengemukakan bahwa perkecambahan spora FMA dapat dibagi ke dalam empat fase yaitu hidrasi, aktivasi, pertumbuhan saluran kecambah dan pertumbuhan hifa. Pada fase pertama, air masuk ke dalam spora sehingga komponen dalam spora menjadi terhidrasi. Setelah hidrasi sebagian atau seluruh organel dan makromolekul menjadi utuh, asam ribonukleat dan enzim menjadi aktif sehingga terjadi peningkatan aktivitas metabolisme. Dua hingga sepuluh hari setelah spora diaktifkan, tabung germ nampak dan diikuti oleh pertumbuhan hifa. Penundaan ataupun pencegahan seluruh atau sebagian fase perkecambahan spora oleh garam-garam yang terlarut dalam larutan tanah akan menunda pertumbuhan hifa, kolonisasi akar tanaman dan pembentukan simbiosis. Jika pengaruh primer dari NaCl terhadap perkecambahan spora terjadi karena perubahan-perubahan dalam osmotik, dan demikian juga dengan potensi air dari substrat pertumbuhan, maka bisa dipastikan bahwa meningkatkan konsentrasi NaCl akan sama pengaruhnya dengan menurunkan potensi air dan lainnya.

Garam dalam media pertumbuhan bisa memicu perubahan-perubahan bukan saja dalam panjang namun juga dalam sifat-sifat morfologis lainnya dari hifa. Konsentrasi yang tinggi dari CaCl2, KCl atau NaCl dalam media pertumbuhan jelas memperpendek tabung germ dan menstimulasi percabangan lateral dari hifa

Gigaspora margarita (Hirrel 1981). Contoh percabangan lateral dari hifa Gigaspora

hifa

Gambar 9. Percabangan Lateral Hifa Spora Gigaspora margarita

Hirel (1981) dalam penelitiannya melaporkan terjadinya pemulihan kemampuan berkecambah dari spora-spora FMA setelah masa inkubasi yang diperpanjang, akan tetapi karena hifa yang terbentuk masih berumur sangat muda sehingga kurang ekstensif dalam larutan dengan konsentrasi tinggi. Dengan demikian pertumbuhan hifa lebih dipengaruhi oleh potensial air daripada perkecambahan spora. Hasil penelitian diperoleh laju perkecambahan tercepat terdapat pada FMA

Gigaspora margarita (M1) pada perlakuan salinitas 2% dan laju perkecambahan terlama pada perlakuan 3%, sementara pada FMA Acaulospora tuberculata sampai hari ke 30 belum berkecambah. Rendahnya laju perkecambahan pada Gigaspora

margarita (M1) dengan perlakuan 0% dibanding dengan laju perkecambahan pada perlakuan salinitas 2% (dapat dilihat pada Tabel 3) dikarenakan masih adanya spora

Gigaspora margarita (M1) pada perlakuan salinitas 2% yang masih belum berkecambah sebesar 13,33% dan salinitas 1% yang masih belum berkecambah sebesar 6,67% (dapat dilihat pada Tabel 2) hingga hari ke 30 sehingga memunculkan angka laju yang lebih tinggi dibanding Gigaspora margarita (M1) pada perlakuan salinitas 0%. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh pada pemberian NaCl yang semakin meningkat akan menunda munculnya hifa. Penelitian Juniper & Abbot (1993) menunjukkan laju pertumbuhan hifa Acaulospora trappei, Scutellospora

calospora dan Gigaspora decipiens menurun secara diferensial dengan bertambahnya

konsentrasi NaCl dalam media tumbuh. Tommerup (1984) melaporkan bahwa pertumbuhan hifa Acaulospora laevis dan Glomus caledonium memerlukan banyak air dan menurun dalam kondisi ketersediaan air yang rendah. Perkecambahan spora beberapa jenis FMA akan tertunda pada saat potensial air substrat rendah dan akan terhambat pada potensial air sangat rendah. Pengaruhnya hampir serupa pada kontrol osmotik dari potensial air dan mungkin berhubungan dengan kemampuan spora untuk menyerap dan mendapatkan kembali air dari substrat agar menjadi atau tetap dalam keadaan terhidrasi. Jadi pengaruh utama NaCl terhadap perkecambahan spora adalah karena daya osmotik bukan karena toksisitas ion sodium maupun klorida (Tommerup, 1984).

Dokumen terkait