• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keadaan Umum Percobaan

Percobaan dilakukan di kebun percobaan Babakan Sawah Baru Darmaga, Bogor. Tanah di lahan percobaan merupakan jenis tanah latosol dengan pH 5.5-5.8. Curah hujan bulanan di kebun percobaan dari bulan September – Desember 2007 berkisar 205-476 mm/bulan. Berdasar klasifikasi Oldeman, tanaman padi sawah memerlukan curah hujan bulanan sekitar 200 mm/bulan (Handoko, 1995). Dengan demikian curah hujan tersebut cukup untuk pertumbuhan tanaman. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember 2007 mencapai 476 mm/bulan (Tabel Lampiran 1). Suhu rata-rata bulanan mencapai 26.85°C. Rata-rata jumlah hari hujan selama bulan Agustus-Desember 2007 adalah 20 hari hujan.

Bibit yang ditanam berumur 14 Hari Setelah Semai (HSS) dengan 1 bibit per lubang. Pada saat 1-2 MST, bibit berada pada tahap pemulihan atau adaptasi terhadap lingkungan tumbuhnya. Penyulaman dilakukan pada 1 MST. Pada saat 3 MST, bibit sudah tumbuh normal ditandai dengan tajuk berwarna hijau, muncul anakan dan perakaran mulai berkembang.

Secara umum pertumbuhan tanaman setelah pindah tanam cukup baik. Hama yang menyerang sejak pindah tanam bibit hingga panen adalah hama keong mas, walang sangit, dan burung. Intensitas serangan hama keong mas (Pomacea canaliculata) kurang lebih 10% sehingga perlu dilakukan penyulaman supaya diperoleh populasi tanaman yang cukup. Upaya untuk mengatasi serangan hama ini dilakukan dengan cara pengeringan petakan sementara dan pemungutan keong serta telur keong secara manual ke luar petakan. Keong mas merusak tanaman dengan cara memarut jaringan tanaman dan memakannya (Hasanuddin, 2003). Hama keong mas hanya mengganggu pada stadia bibit. Selanjutnya hama ini tidak mempengaruhi pertumbuhan karena laju pertumbuhan tanaman lebih besar dari laju kerusakan oleh keong mas.

Hama lain yang menyerang antara lain walang sangit (Leptocorisa oratorius). Walang sangit menyerang tanaman padi pada fase pemasakan awal. Hama ini menyerang atau merusak bulir padi dengan menghisap cairan bulir padi. Akan tetapi serangan walang sangit tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Pada fase pemasakan lanjut terjadi serangan hama burung. Burung

memakan langsung bulir padi yang sedang menguning. Adanya serangan hama-hama tersebut tidak sampai menurunkan hasil yang berarti (intensitas hanya < 5%).

Pertumbuhan gulma di lahan percobaan cukup mengganggu pertumbuhan tanaman. Gulma yang banyak terdapat di lahan percobaan antara lain Echinocloa cruss-galli dan Fimbristylis miliacea. Oleh karena itu pengendalian gulma secara manual dilakukan secara intensif sejak 3 MST. Panen dilakukan pada saat masak fisiologis yang ditandai dengan 90% malai berwarna kuning atau apabila diremas gabah telah rontok sekitar 30% atau kadar air gabah sekitar 25%.

Rekapitulasi Sidik Ragam

Berdasarkan hasil uji F diperoleh bahwa aplikasi bahan organik atau manajemen jerami pada berbagai perlakuan berpengaruh terhadap tinggi tanaman pada 3-8 MST serta pada saat panen, jumlah anakan produktif, bagan warna daun pada 3 MST, 7 MST dan 8 MST. Selain itu perlakuan juga berpengaruh pada hasil dan komponen hasil yaitu panjang malai, hasil gabah basah/rumpun, hasil gabah kering/rumpun, bobot basah jerami/rumpun, bobot kering jerami/rumpun, hasil basah dan hasil kering ubinan serta dugaan hasil/ha yaitu gabah kering panen dan gabah kering giling. Secara rinci rekapitulasi hasil analisis sidik ragam disajikan pada Tabel Lampiran 3.

Kandungan Hara Bahan Organik

Jerami merupakan bahan organik yang digunakan dalam penelitian ini. Hasil analisis jerami (Tabel 1.) menunjukkan bahwa kandungan C-organik berkisar 54%-55%, nitrogen 0.78%-0.84%, fosfor 0.17%-0.21%, kalium 0.30-0.32% dan nisbah C/N berkisar 65.62%-70.21%. Menurut Dobermann dan Fairhurst (2000) jerami padi memiliki kandungan hara N berkisar 0.5%-0.8%, P berkisar 0.07%-0.12%, dan K berkisar 1.2%-1.7%. Sedangkan nisbah C/N jerami padi adalah 80% (Miller, 2000). Dengan demikian kandungan hara pada jerami tersebut tergolong tinggi.

C N P K Contoh ……….%... C/N Ratio 1 54.76 0.78 0.18 0.30 70.21 2 55.12 0.84 0.17 0.30 65.62 3 54.83 0.82 0.21 0.32 66.86

Dalam penelitian ini jerami juga diaplikasikan dalam bentuk kompos. Hasil analisis kompos menunjukkan bahwa kandungan C-organik mencapai 30%-33%, nitrogen 1%, fosfor 0.1%, kalium 0.3%-0.6% dan nisbah C/N mencapai 25%-29% (Tabel 2). Nisbah C/N kompos lebih rendah dari nisbah C/N jerami. Hal tersebut dapat mengakibatkan terjadinya fiksasi nitrogen.

Tabel 2. Hasil Analisis Kandungan Hara Kompos Jerami

C N P K Contoh ……….%... C/N Ratio 1 30.00 1.02 0.10 0.32 29.41 2 31.81 1.18 0.12 0.54 26.96 3 33.84 1.35 0.15 0.62 25.07

Kandungan Hara Tanah

Analisis kandungan hara dilakukan dengan pengambilan contoh tanah pada setiap petak perlakuan. Analisis tanah yang dilakukan meliputi pH, C-organik, N-total, K, dan P. Hasil analisis tanah selengkapnya disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Analisis Tanah

pH H2O C-Organik (%) N-Total (%) P Bray 1 (ppm) K (me/100g) Perlakuan

Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir P0 5.57 5.53b 2.24d 1.22c 0.14e 0.10c 2.73f 2.43c 0.31b 0.11b P1 5.53 5.66ab 3.27c 1.67b 0.19d 0.13b 4c 6.13a 0.31a 0.24ab P2 5.63 5.83a 3.59b 1.67b 0.19cd 0.13b 3.37e 4.26b 0.41b 0.35a P3 5.63 5.76a 3.95a 1.18c 0.23b 0.10c 4.87b 3.30c 0.35b 0.22ab P4 5.57 5.76a 3.67b 2.18a 0.20c 0.15a 3.7d 4.80b 0.34b 0.26ab P5 5.57 5.83a 4.10a 1.09c 0.24a 0.09c 5.37a 3.26c 0.33b 0.13ab

Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5%

P0 = tanpa perlakuan P3 = Jerami+pupuk

P1 = Kompos P4 = Kompos+pupuk

Berdasarkan kriteria PPT dalam Mutmainah (2006), kriteria sifat kimia tanah pada awal percobaan, kandungan C-organik tergolong tinggi sedangkan kandungan N-total, P, dan K tergolong rendah (Tabel Lampiran 2.). Hal tersebut dapat diduga bahwa pada tanah percobaan masih mengandung unsur hara yang berasal dari percobaan organik sebelumnya. Lahan percobaan merupakan lahan yang telah diaplikasikan bahan organik selama kurang lebih empat tahun (merupakan musim tanam ke-9). Hasil analisis tanah pada awal percobaan berbeda nyata kecuali pada nilai pH. Hasil analisis tanah diakhir percobaan juga berbeda nyata pada setiap perlakuan. Sementara itu selisih pada masing-masing parameter analisis tanah juga berbeda nyata.

Tabel 4. Selisih Kandungan Hara Tanah

Perlakuan pH C-organik (%) N-total (%) P Bray 1 (ppm) K (me/100g) Tanpa Perlakuan 0.04b (-) 1.02c (-) 0.04b (-) 0.30c (-) 0.20ab (-)

Kompos 0.13ab (+) 1.60b (-) 0.06b (-) 2.13a (+) 0.07c (-)

Jerami 0.20ab (+) 1.92b (-) 0.06b (-) 0.89abc (+) 0.06a (-) Jerami + pupuk 0.13ab (+) 2.77a (-) 0.13a (-) 1.57bc (-) 0.13ab (-) Kompos + pupuk 0.19ab (+) 1.49bc (-) 0.05b (-) 1.10ab (+) 0.08bc (-) Pupuk anorganik 0.26a (+) 3.01a (-) 0.15a (-) 2.11a (-) 0.20ab (-)

Sumber : Hasil Analisis dari Laboratorium Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, IPB.

(+) : peningkatan (-) : penurunan

Pada Tabel 4. menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pH (kecuali kontrol) akibat aplikasi bahan organik. Selain itu juga terjadi penurunan C-organik, N-total dan K. Aplikasi bahan organik berupa jerami dan kompos terlihat tidak meningkatkan kandungan C, N, dan K tanah. Sementara itu, kandungan P mengalami fluktuasi.

Peningkatan pH pada aplikasi bahan organik serta kombinasi dengan pupuk cenderung lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan pupuk anorganik saja (Gambar 1.).

pH Tanah 5.2 5.4 5.6 5.8 6

kontrol kompos jerami jerami+pupuk kompos+pupuk pupuk

perlakuan p H t a n a h awal akhir

Gambar 1. Pengaruh Perlakuan Jerami Terhadap pH Tanah

Pada Gambar 2. menunjukkan bahwa kandungan C-organik tanah mengalami penurunan pada masing-masing perlakuan. Pada perlakuan dengan aplikasi bahan organik baik jerami maupun kompos menunjukkan penurunan yang lebih kecil dibandingkan dengan pada perlakuan pupuk anorganik saja. Akan tetapi penurunan kandungan C-organik pada perlakuan jerami + pupuk lebih tinggi dibandingkan dengan aplikasi kompos.

Karbon berperan dalam pembentukan energi pada tanaman. Tanaman memperoleh karbon dari hasil dekomposisi bahan organik maupun berasal dari tanah. Selama proses dekomposisi jerami pada perlakuan jerami + pupuk, karbon lebih cepat hilang dibandingkan nitrogen, sehingga selain pemakaian oleh tanaman, karbon juga hilang pada saat proses dekomposisi bahan organik.

Kandungan C-organik tanah

0 2 4 6

kontrol kompos jerami jerami+pupuk kompos+pupuk pupuk

perlakuan k a n d u n g a n C -o rg a n ik ( % ) awal akhir

Gambar 2. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Kandungan C-organik Tanah

Pada perlakuan bahan organik terjadi penurunan kadar N-total. Dari Gambar 3. memperlihatkan penurunan tertinggi terjadi pada perlakuan pupuk anorganik saja yaitu 0.15% dan perlakuan jerami dan pupuk sebesar 0.13%. Aplikasi bahan organik baik kompos atau jerami saja menunjukkan penurunan kandungan N-total tanah lebih rendah dibandingkan dengan aplikasi bahan organik dengan penambahan pupuk.

Kndungan Nitrogen Tanah

0 0.1 0.2 0.3

kontrol kompos jerami jerami+pupuk kompos+pupuk pupuk

perlakuan k a n d u n g a n n it ro g e n ( % ) awal akhir

Gambar 3. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Kandungan Nitrogen Tanah

Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa kandungan fosfor meningkat kecuali pada perlakuan kontrol, jerami dan pupuk serta pupuk anorganik saja (Gambar 4). Pada perlakuan jerami dan pupuk serta pupuk anorganik saja menunjukkan penurunan kandungan P. Penurunan kandungan fosfor pada perlakuan jerami dan pupuk anorganik lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan pupuk anorganik saja.

Kandungan Fosfor Tanah

0 2 4 6 8

kontrol kompos jerami jerami+pupuk kompos+pupuk pupuk

perlakuan k a n d u n g a n f o s fo r (p p m ) awal akhir

Gambar 4. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Kandungan Fosfor Tanah

Peningkatan kandungan fosfor tertinggi di akhir percobaan terjadi pada perlakuan kompos yaitu sebesar 2.13 ppm. Peningkatan kandungan fosfor pada perlakuan kompos saja lebih besar dibandingkan dengan perlakuan kompos dengan penambahan pupuk anorganik. Dengan demikian adanya aplikasi bahan organik menunjukkan penurunan yang lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan pupuk anorganik saja.

Kandungan kalium pada semua petak perlakuan mengalami penurunan (Gambar 5.). Penurunan Kalium tertinggi terjadi pada perlakuan kontrol dan pupuk anorganik saja. Sedangkan penurunan kalium terendah pada akhir percobaan terjadi pada perlakuan jerami. Aplikasi bahan organik baik kompos atau jerami saja menunjukkan penurunan kalium lebih kecil bila dibandingkan dengan aplikasi bahan

organik dengan penambahan pupuk serta lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan pupuk anorganik saja. Pada akhir percobaan kandungan kalium tersedia di dalam tanah pada aplikasi bahan organik (jerami dan kompos) baik dengan penambahan pupuk anorganik maupun tanpa penambahan pupuk anorganik lebih tinggi daripada perlakuan pupuk anorganik saja.

kandungan Kalium Tanah

0 0.2 0.4 0.6

kontrol kompos jerami jerami+pupuk kompos+pupuk pupuk

perlakuan k a n d u n g a n K (m e /1 0 0 g ) awal akhir

Gambar 5. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Kandungan Kalium Tanah

Pertumbuhan Tanaman Tinggi Tanaman

Pengaruh perlakuan manajemen jerami terhadap tinggi tanaman terlihat sejak awal pengamatan (3 MST) hingga pada saat panen. Secara rinci pengaruh perlakuan manajemen jerami terhadap rata-rata tinggi tanaman disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Tinggi Tanaman Padi Sawah Umur Tanaman (MST) Perlakuan 3 4 5 6 7 8 Panen ...cm... Kontrol 30.2d 41.8c 49.8b 57.0b 63.4c 66.6c 80.9b

Kompos jerami 34.8ab 46.2ab 56.9ab 62.9b 69.3bc 73.3b 88.3ab

Jerami 33.3bc 45.6abc 54.5ab 62.1b 68.2bc 71.3bc 87.0ab

Jerami + Pupuk

anorganik

32.2c 46.2ab 72.5a 62.7b 72.2b 76.1b 90.4ab

Kompos + Pupuk

anorganik

35.4a 48.5a 59.4ab 69.7a 79.7a 83.8a 92.8a

Pupuk Anorganik 33.3bc 46.1ab 53.8ab 63.4b 71.0b 74.7a 89.0ab

Kompos + anorganik ½ dosis

32.8c 45.1abc 53.4ab 60.5b 67.5bc 71.9bc 89.9ab

Jerami + anorganik ½ dosis

32.1c 42.7bc 50.9b 57.2b 65.7ab 69.9bc 85.7b

Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5%

Pada saat panen, perlakuan kompos jerami + 1 dosis pupuk anorganik menghasilkan tinggi tanaman tertinggi dan nyata lebih tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan kontrol dan perlakuan jerami + ½ dosis pupuk anorganik. Walaupun demikian, tinggi tanaman pada perlakuan kompos + 1 dosis pupuk anorganik tersebut tidak berbeda dengan perlakuan kompos jerami, jerami ataupun dengan perlakuan pupuk anorganik secara sendiri-sendiri

Jumlah Anakan

Perlakuan manajemen jerami tidak berpengaruh terhadap jumlah anakan tanaman padi sejak 3 MST hingga 8 MST. Pengaruh perlakuan manajemen jerami terhadap jumlah anakan disajikan dalam Tabel 6.

Tabel 6. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Jumlah Anakan Padi Sawah Umur Tanaman (MST) Perlakuan 3 4 5 6 7 8 ...Batang... Kontrol 6.43 14.80 18.56 17.20 12.60 13.13 Kompos jerami 8.20 15.90 23.06 28.00 17.83 15.96 Jerami 8.96 18.20 22.96 21.76 14.93 22.83 Jerami + Pupuk anorganik 7.70 18.20 25.00 26.30 19.16 17.20 Kompos + Pupuk anorganik 9.66 16.90 21.36 23.96 19.60 23.53 Pupuk Anorganik 8.56 21.00 19.13 23.13 15.10 14.90 Kompos + anorganik ½ dosis 6.03 13.70 15.90 18.26 14.66 12.63 Jerami + anorganik ½ dosis 5.70 13.63 17.96 19.46 14.16 12.86

Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5%

Perlakuan kompos + 1 dosis pupuk anorganik cenderung memiliki jumlah anakan yang terbanyak dan lebih banyak dibandingkan perlakuan kontrol sedangkan perlakuan kompos + ½ dosis pupuk anorganik menghasilkan jumlah anakan yang terendah pada 8 MST.

Bagan Warna Daun

Nilai rata-rata pengaruh perlakuan manajemen jerami terhadap skala bagan warna daun disajikan pada Tabel 7. Pada tabel tersebut, perlakuan manajemen jerami berpengaruh terhadap bagan warna daun pada saat tanaman berumur 3 MST, 7 MST, dan 8 MST.

Pada 3 MST, perlakuan kompos + 1 dosis pupuk anorganik, kompos + ½ dosis pupuk anorganik serta jerami + ½ dosis pupuk anorganik menghasilkan bagan warna daun dengan skala terbesar dan lebih besar bila dibandingkan dengan kontrol. Walaupun demikian, ketiga perlakuan tersebut tidak berbeda dengan perlakuan lain. Pada 7 MST dan 8 MST, perlakuan jerami + 1 dosis pupuk anorganik menghasilkan skala pembacaan bagan warna daun terbesar bila dibandingkan dengan kontrol tetapi tidak berbeda dengan perlakuan lain. Perlakuan jerami + 1 dosis pupuk anorganik menghasilkan skala bagan warna daun tertinggi yaitu mencapai skala 4 pada 8 MST.

Tabel 7. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Warna Daun Padi Sawah

Umur Tanaman (MST) Perlakuan

3 4 5 6 7 8

Kontrol 2.5b 3.26 3.53 3.36 3.2b 2.9b Kompos jerami 2.7ab 3.33 4.86 3.33 3.3ab 3.8ab Jerami 2.7ab 3.36 3.30 3.26 3.3ab 3.8ab Jerami + Pupuk

anorganik

2.7ab 3.40 3.60 3.46 3.6a 4.0a Kompos + Pupuk

anorganik

2.8a 3.30 3.76 3.50 3.5ab 4.0ab Pupuk Anorganik 2.7ab 3.26 3.66 3.60 3.4ab 3.9ab Kompos + anorganik

½ dosis

2.8a 3.26 3.40 3.56 3.3ab 4.0ab Jerami + anorganik ½

dosis

2.8a 3.03 3.40 3.30 3.2ab 3.9ab

Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5%

Lebih lanjut perlakuan pupuk anorganik saja menghasilkan skala bagan warna daun terbesar jika dibandingkan dengan perlakuan jerami saja atau kompos jerami saja. Di sisi lain, perlakuan kombinasi bahan organik dengan 1 dosis pupuk anorganik menghasilkan skala bagan warna daun yang lebih besar jika dibandingkan dengan kombinasi bahan organik dan ½ dosis pupuk anorganik.

Hasil dan Komponen Hasil

Jumlah Anakan Produktif, Panjang Malai, Jumlah Gabah/malai, dan Bobot 1000 butir

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan manajemen jerami berpengaruh terhadap jumlah anakan produktif tanaman padi. Secara rinci pengaruh perlakuan manajemen jerami terhadap jumlah anakan produktif disajikan pada Tabel 8.

Perlakuan jerami + 1 dosis pupuk anorganik menghasilkan jumlah anakan produktif terbanyak dan lebih banyak jika dibandingkan dengan kontrol, tetapi tidak berbeda dengan perlakuan yang lain. Perlakuan jerami saja menghasilkan jumlah anakan produktif yang lebih banyak jika dibandingkan dengan perlakuan pupuk anorganik saja maupun perlakuan kompos jerami saja.

Tabel 8. Persentase Jumlah Anakan Produktif

Perlakuan Jumlah Anakan Jumlah Anakan Produktif Persentase Jumlah Anakan Produktif Kontrol 13.13 8.6b 65.49%

Kompos jerami 15.96 9.7ab 60.77%

Jerami 22.83 10.3ab 45.11% Jerami + Pupuk anorganik 17.20 14.7a 85.46% Kompos + Pupuk anorganik 15.53 10.6ab 68.25% Pupuk Anorganik 14.90 9.9ab 66.44% Kompos + anorganik ½ dosis 12.63 10.1ab 79.96% Jerami + anorganik ½ dosis 12.86 10.0ab 77.76%

Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5%

Dengan demikian, perlakuan jerami + 1 dosis pupuk anorganik menghasilkan persentase jumlah anakan yang terbesar dan nyata lebih besar jika dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan jerami saja menghasilkan persentase anakan yang terendah. Perlakuan pupuk anorganik saja menghasilkan persentase jumlah anakan produktif yang lebih besar jika dibandingkan dengan perlakuan bahan organik saja baik jerami atau kompos jerami. Selain itu adanya kombinasi perlakuan bahan

organik dengan pupuk anorganik menghasilkan persentase jumlah anakan yang lebih besar jika dibandingkan dengan perlakuan bahan organik saja.

Perlakuan manajemen jerami berpengaruh terhadap salah satu komponen hasil padi yaitu panjang malai. Pengaruh perlakuan manajemen jerami terhadap komponen hasil padi disajikan pada Tabel 9. Perlakuan jerami serta perlakuan kompos jerami saja menghasilkan panjang malai yang terpanjang dan lebih panjang jika dibandingkan dengan kontrol. Walaupun demikian, panjang malai perlakuan jerami serta kompos jerami tidak berbeda dengan perlakuan yang lain. Perlakuan bahan organik baik jerami maupun kompos jerami saja menghasilkan panjang malai yang lebih panjang jika dibandingkan dengan perlakuan pupuk anorganik saja. Perlakuan manajemen jerami tidak berpengaruh terhadap jumlah gabah/malai serta bobot 1000 butir gabah.

Tabel 9. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Komponen Hasil Padi Sawah

Perlakuan Panjang Malai

(cm) Jumlah gabah/Malai Bobot 1000 butir (g) Kontrol 21.6b 92.50 29.70

Kompos jerami 24.9a 117.20 31.36

Jerami 25.5a 118.97 34.53 Jerami + Pupuk anorganik 23.6ab 115.67 34.10 Kompos + Pupuk anorganik 24.4ab 119.27 30.06

Pupuk Anorganik 23.8ab 105.70 30.03

Kompos + anorganik ½ dosis 23.3ab 105.03 35.00 Jerami + anorganik ½ dosis 24.0ab 102.40 30.60

Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5%

Bobot Jerami/Rumpun, Bobot Gabah, Bobot Ubinan dan Dugaan Hasil per Ha

Pengaruh perlakuan manajemen jerami terlihat pada peubah bobot basah dan bobot kering jerami/rumpun padi. Secara rinci pengaruh perlakuan manajemen jerami disajikan pada Tabel 10. Perlakuan kompos jerami menghasilkan jerami/rumpun serta hasil kering/rumpun yang terbesar dan lebih besar dibandingkan dengan perlakuan jerami + 1 dosis pupuk anorganik serta perlakuan kompos + ½

dosis pupuk anorganik. Walaupun demikian perlakuan kompos jerami tidak berbeda dengan perlakuan kontrol, jerami, kompos + 1 dosis pupuk aborganik, pupuk anorganik, serta jerami + ½ dosis pupuk anorganik.

Tabel 10. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Jerami/Rumpun Padi Sawah

Jerami/Rumpun Perlakuan

Bobot Basah Bobot Kering ...g...

Kontrol 49.17abc 18.6abc

Kompos jerami 84.17a 28.07a

Jerami 73.33ab 24.82ab

Jerami + Pupuk anorganik 20.00c 15.55c Kompos + Pupuk anorganik 48.33abc 17.3abc

Pupuk Anorganik 69.17ab 25.33ab

Kompos + anorganik ½ dosis 40.33bc 12.63bc Jerami + anorganik ½ dosis 61.67ab 19.3abc

Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5%

Perlakuan bahan organik baik jerami maupun kompos jerami saja menghasilkan bobot hasil/rumpun tanaman yang lebih besar jika dibandingkan dengan perlakuan pupuk anorganik saja. Lebih lanjut perlakuan bahan organik saja menghasilkan bobot hasil/rumpun tanaman lebih besar jika dibandingkan dengan perlakuan kombinasi dengan pupuk anorganik baik 1 dosis penuh maupun ½ dosis.

Rata-rata bobot basah dan bobot kering gabah per rumpun tanaman disajikan pada Tabel 11. Pada tabel tersebut terlihat bahwa perlakuan manajemen jerami berpengaruh terhadap bobot gabah per rumpun. Perlakuan pupuk anorganik menghasilkan bobot basah gabah tertinggi dan lebih tinggi jika dibandingkan dengan kontrol tetapi tidak berbeda dengan perlakuan lain. Lebih lanjut perlakuan pupuk anorganik dan perlakuan kompos jerami menghasilkan bobot kering gabah yang tertinggi dan lebih tinggi jika dibandingkan dengan kontrol tetapi tidak berbeda dengan perlakuan lain.

Tabel 11. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Bobot Gabah/Rumpun

Bobot Gabah/rumpun Perlakuan

Bobot Basah Bobot Kering

...g...

Kontrol 188.03b 161.47b

Kompos jerami 336.23ab 292.20a

Jerami 334.87ab 252.40ab

Jerami + Pupuk anorganik 306.57ab 252.80ab

Kompos + Pupuk anorganik 247.23ab 191.13ab

Pupuk Anorganik 360.10a 293.40a

Kompos + anorganik ½ dosis 242.63ab 197.07ab

Jerami + anorganik ½ dosis 292.07ab 227.57ab

Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5%

Pada Tabel 12. terlihat bahwa perlakuan manejemen jerami berpengaruh terhadap bobot basah dan kering ubinan serta dugaan hasil per hektar yang dinyatakan dengan Gabah Kering Panen (GKP) dan (GKG). Perlakuan jerami saja dan perlakuan jerami + 1 dosis pupuk anorganik menghasilkan hasil ubinan yang tertinggi dan lebih tinggi jika dibandingkan dengan kontrol. Seperti halnya hasil ubinan, perlakuan jerami saja dan perlakuan jerami + 1 dosis pupuk anorganik menghasilkan dugaan hasil per ha yang tertinggi dan lebih tinggi jika dibandingkan dengan kontrol. Akan tetapi kedua perlakuan tersebut tidak berbeda dengan perlakuan lainnya.

Perlakuan jerami saja menghasilkan hasil ubinan serta dugaan hasil per hektar yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan kompos saja dan perlakuan pupuk anorganik saja. Walaupun demikian hasil yang diperoleh dari perlakuan jerami saja tidak berbeda dengan perlakuan kombinasi jerami dengan pupuk anorganik.

Tabel 12. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Hasil Ubinan dan Dugaan Hasil per Ha Padi Sawah

Hasil Ubinan Dugaan Hasil per Ha

Perlakuan Bobot Basah Bobot Kering GKP GKG ...kg... Kontrol 2.36b 1.86b 3786.7b 2986.7b

Kompos jerami 2.80ab 2.30ab 4480.0ab 3680.0ab

Jerami 3.30a 2.46a 5280.0a 3946.7a

Jerami + Pupuk

anorganik 3.26a 2.83a 5226.7a 4533.3a

Kompos + Pupuk

anorganik 2.90ab 2.33ab 4640.0ab 3733.3ab Pupuk Anorganik 2.76ab 2.43ab 4426.7ab 3893.3ab Kompos + anorganik ½

dosis 2.70ab 2.30ab 4320.0ab 3680.0ab

Jerami + anorganik ½

dosis 3.06ab 2.43ab 4906.7ab 3893.3ab

Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5%

Persen peningkatan hasil menunjukkan tingkat peningkatan hasil pada petak perlakuan jika dibandingkan dengan kontrol. Persen peningkatan hasil padi disajikan pada Tabel 13. Berdasarkan tabel tersebut, perlakuan jerami + 1 dosis pupuk anorganik menghasilkan persen peningkatan hasil berupa GKP dan GKG tertinggi jika dibandingkan dengan perlakuan lain.

Tabel 13. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Persen Peningkatan Hasil

Peningkatan Hasil (%)

Perlakuan GKP GKG

Kompos jerami 18.31 23.21

Jerami 38.03 32.14

Jerami + Pupuk anorganik 39.44 51.78

Kompos + Pupuk anorganik 22.53 25.00

Pupuk Anorganik 29.90 30.35

Kompos + anorganik ½ dosis 16.08 23.21

Jerami + anorganik ½ dosis 29.58 30.35

Sementara itu, perlakuan kompos + 1 dosis pupuk anorganik menghasilkan persen peningkatan hasil yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan

kompos saja maupun perlakuan kompos + ½ dosis pupuk anorganik. Akan tetapi, perlakuan pupuk anorganik menghasilkan persen peningkatan hasil yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan kompos, perlakuan kompos + 1 dosis organik, dan perlakuan kompos + ½ dosis pupuk anorganik.

Efektivitas Agronomi

Efektifitas agronomi relatif menunjukkan tingkat efektifitas dari perlakuan bahan organik terhadap perlakuan pupuk anorganik dan perlakuan kontrol. Nilai efektivitas agronomi masing-masing perlakuan disajikan pada Tabel 9. Pada tabel tersebut terlihat bahwa perlakuan jerami + 1 dosis pupuk anorganik menghasilkan efektivitas agronomi tertinggi yaitu 107.59%.

Tabel 14. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Efektifitas Agronomi

Perlakuan Efektivitas Agronomi

Relatif (%)

Kompos jerami 76.47

Jerami 105.89

Jerami + Pupuk anorganik 107.59

Kompos + Pupuk anorganik 82.35

Pupuk Anorganik 0

Kompos + anorganik ½ dosis 76.47

Jerami + anorganik ½ dosis 100

Perlakuan jerami + 1 dosis pupuk anorganik lebih efektif secara agronomi jika dibandingkan dengan perlakuan pupuk anorganik, perlakuan kompos, perlakuan kompos + 1 dosis pupuk anorganik, perlakuan kompos + ½ dosis pupuk anorganik. Perlakuan jerami + ½ dosis pupuk anorganik sama efektifnya dengan perlakuan pupuk anorganik.

Pembahasan

Bahan organik yaitu jerami memiliki kandungan hara yang cukup tinggi. Nisbah C/N jerami yang diaplikasikan berkisar 65.62%-70.21%. Umumnya jerami padi memiliki nisbah C/N 80% (Miller, 2000). Lebih lanjut Ponnamperuma (1984)

Dokumen terkait