(
Oryza sativa
L.)
Oleh:
MUDI LIANI AMRAH
A34104064
PROGRAM STUDI AGRONOMI
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Pertumbuhan dan Hasil Padi Sawah (Oryza sativa L.). Dibimbing oleh SUGIYANTA
Upaya peningkatan produktivitas padi sawah terus dilakukan untuk dapat
memenuhi kebutuhan konsumsi beras. Salah satu upaya peningkatan produktivitas
padi sawah adalah melalui anjuran pemupukan berimbang dan pemanfaatan
potensi bahan organik setempat. Jerami padi merupakan bahan organik yang
paling potensial untuk tanaman padi sawah. Manajemen atau pengelolaan jerami
dapat dilakukan dengan pembenaman jerami secara langsung di lahan dan dengan
pembuatan kompos jerami.
Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Babakan Sawah Baru, Bogor
sejak bulan Agustus 2007 hingga bulan Januari 2008. Model rancangan percobaan
yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) menggunakan 1 faktor
yaitu manajemen jerami dengan 8 perlakuan dan 3 ulangan. Peubah yang diamati
adalah peubah vegetatif yang terdiri dari tinggi tanaman, jumlah anakan, dan
bagan warna daun. Peubah generatif yang diamati adalah jumlah anakan
produktif, panjang malai, jumlah gabah/malai, bobot 1000 butir, bobot
hasil/rumpun, bobot gabah/rumpun, hasil ubinan serta dugaan hasil per hektar.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa perlakuan manajemen jerami
berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman yaitu tinggi tanaman dan
bagan warna daun. Selain itu perlakuan manajemen jerami juga berpengaruh
terhadap jumlah anakan produktif dan panjang malai serta hasil ubinan dan
dugaan hasil per hektar. Perlakuan kombinasi jerami + 1 dosis pupuk anorganik
menghasilkan hasil gabah tertinggi dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan
jerami + 1 dosis pupuk anorganik lebih efektif bila dibandingkan dengan
perlakuan jerami atau pupuk anorganik secara tunggal serta dengan kombinasi ½
dosis pupuk anorganik. Hasil gabah basah dan kering perlakuan jerami atau
kompos jerami saja, perlakuan jerami + ½ dosis pupuk anorganik, perlakuan
kompos + ½ dosis pupuk anorganik tidak berbeda dengan pemupukan dosis
DAFTAR ISI
Halaman
PENDAHULUAN ………. 1
Latar Belakang ……… 1
Tujuan Percobaan ... 3
Hipotesis ... 3
TINJAUAN PUSTAKA ... 4
Bahan Organik ... 4
Peran Bahan Organik Pada Tanaman Padi ... 5
Jerami Padi ... 7
BAHAN DAN METODE ... 9
Waktu dan Tempat Percobaan ... 9
Bahan dan Alat ... 9
Metode Percobaan ... 9
Pelaksanaan ... 10
Pengamatan ... 11
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 13
Keadaan Umum Percobaan ... 13
Rekapitulasi Sidik Ragam ... 14
Kandungan Hara Bahan Organik ... 14
Kandungan Hara Tanah ... 15
Pertumbuhan Tanaman ... 19
Hasil dan Komponen Hasil ... 22
Pembahasan ... 27
KESIMPULAN DAN SARAN ... 33
Kesimpulan ... 33
Saran ... 33
DAFTAR PUSTAKA ... 34
DAFTAR TABEL
No. Halaman
Teks
1. Hasil Analisis Kandungan Hara Jerami ... 15
2. Hasil Analisis Kandungan Hara Kompos... 15
3. Hasil Analisis Tanah ... 15
4. Selisih Kandungan Hara Tanah ... 16
5. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Tinggi Tanaman Padi Sawah ... 19
6. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Jumlah Anakan Tanaman Padi Sawah ... 20
7. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Diagram Warna Daun Tanaman Padi Sawah ... 21
8. Persentase Jumlah Anakan Produktif... 22
9. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Komponen Hasil Tanaman Padi Sawah ... 23
10. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Jerami/rumpun Padi ... 24
11. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Bobot gabah/rumpun Padi... 25
12. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Bobot Ubinan dan Dugaan Hasil/ha Padi ... 26
13. Persen Peningkatan Hasil ... 26
14. Efektivitas Agronomi... 27
Lampiran 1. Data Iklim Bulan Agustus – Desember 2007 ... 38
2. Kriteria Sifat Kimia Tanah Berdasarkan PPT (1983)... 38
3. Rekapitulasi Sidik Ragam ... 39
4. Deskripsi Varietas Way Apoburu ... 41
5. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Tinggi Tanaman saat 3 MST... 43
6. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Tinggi Tanaman saat 4 MST... 43
7. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Tinggi Tanaman saat 5 MST... 43
8. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Tinggi Tanaman saat 6 MST... 43
9. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Tinggi Tanaman saat 7 MST... 44
10. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Tinggi Tanaman saat 8 MST... 44
Terhadap Jumlah Anakan saat 3 MST ... 44 13. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami
Terhadap Jumlah Anakan saat 4 MST ... 45 14. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami
Terhadap Jumlah Anakan saat 5 MST ... 45 15. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami
Terhadap Jumlah Anakan saat 6 MST ... 45 16. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami
Terhadap Jumlah Anakan saat 7 MST ... 45 17. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami
Terhadap Jumlah Anakan saat 8 MST ... 46 18. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami
Terhadap Warna Daun saat 3 MST... 46 19. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami
Terhadap Warna Daun saat 4 MST... 46 20. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami
Terhadap Warna Daun saat 5 MST... 46 21. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami
Terhadap Warna Daun saat 6 MST... 47 22. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami
Terhadap Warna Daun saat 7 MST... 47 23. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami
Terhadap Warna Daun saat 8 MST... 47 24. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami
Terhadap Jumlah Anakan Produktif ... 47 25. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami
Terhadap Jumlah Gabah/malai ... 48 26. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami
Terhadap Panjang Malai... 48 27. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami
Terhadap Bobot 1000 butir... 48 28. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami
Terhadap Bobot Basah Gabah?Rumpun ... 48 29. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami
Terhadap Bobot Kering Gabah/Rumpun... 49 30. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami
Terhadap Bobot Basah Rumpun... 49 31. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami
Terhadap Bobot Kering Rumpun... 49 32. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami
Terhadap Bobot Basah Ubinan... 49 33. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami
Terhadap Bobot Kering Ubinan... 50 34. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jeram
Terhadap Bobot Gabah Kering Panen ... 50 35. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami
37. Sidik Ragam pH Tanah di Awal Percobaan... 51
38. Sidik Ragam C-organik Tanah di Awal Percobaan ... 51
39. Sidik Ragam Nitrogen Tanah di Awal Percobaan ... 52
40. Sidik Ragam Fosfor Tanah di Awal Percobaan... 52
41. Sidik Ragam Kalium Tanah di Awal Percobaan ... 52
42. Sidik Ragam pH Tanah di Akhir Percobaan ... 52
43. Sidik Ragam C-organik Tanah di Akhir Percobaan ... 52
44. Sidik Ragam Nitrogen Tanah di Akhir Percobaan ... 53
45. Sidik Ragam Fosfor Tanah di Akhir Percobaan... 53
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
Teks
1. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap pH Tanah ... 17 2. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap
Kandungan C-Organik Tanah... 17 3. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap
Kandungan N-total Tanah ... 18 4. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap
Kandungan Fosfor Tanah ... 18 5. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap
Kandungan Kalium Tanah ... 19
Lampiran
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Beras merupakan bahan pangan pokok yang dikonsumsi oleh hampir seluruh
penduduk Indonesia yaitu sebesar 96.87%. Permintaan terhadap beras akan
mengalami peningkatan sebesar 2.23% per tahun, dan menurut Arafah et al. (2003)
proyeksi permintaan beras pada tahun 2010 adalah sebesar 41.50 juta ton.
Selanjutnya dikatakan bahwa defisit beras akan meningkat sekitar 13.50% per tahun
(12.78 juta ton pada tahun 2010) apabila tidak dilakukan peningkatan produktivitas
dan perluasan areal. Produksi beras nasional pada tahun 2008 mengalami
peningkatan sebesar 0.1 juta ton/ha yaitu 4.6 juta ton/ha pada tahun 2007 menjadi
4.7 juta ton/ha (Deptan, 2007). Produktivitas padi sawah mengalami peningkatan
0.07 ton/ha (1.43 %) yaitu pada tahun 2006 sebesar 4.82 ton/ha menjadi 4.89 ton/ha
pada tahun 2007. Indonesia pernah menjadi swasembada beras pada tahun 1984
(Pujo, 2003). Prasetyo (2002) menyatakan bahwa proses pencapaian swasembada
beras tersebut tidak lepas dari penerapan dan inovasi teknologi yang dikembangkan
pemerintah, misalnya dalam penggunaan benih unggul, teknologi pemupukan,
pengendalian organisme penganggu, dan sebagainya.
Akan tetapi kebutuhan beras yang semakin meningkat karena jumlah
penduduk yang bertambah dan terjadi pergeseran menu dari non-beras ke beras
mendorong pemerintah untuk mencari terobosan baru guna meningkatkan produksi
pangan yang bersifat massal dan integral (Pujo, 2003). Upaya peningkatan produksi
padi diawali dengan adanya program revolusi hijau pada tahun 1960. Teknologi
revolusi hijau telah mentranformasikan pertanian menjadi pertanian berinput luar
tinggi (High External Input Agriculture, HEIA). Dengan ditanamnya varietas
modern berdaya hasil tinggi, respon terhadap pemupukan, dan tahan terhadap
serangan jasad penganggu maka produksi padi akan meningkat dengan cepat.
Namun demikian, teknologi revolusi hijau menimbulkan berbagai masalah
seperti leveling off, rendahnya keuntungan petani karena tingkat biaya input yang
tinggi, masalah-masalah lingkungan, dan kesehatan serta ketidakseimbangan hara
dan hama serta penyakit (Minami, 1997). Masalah-masalah tersebut telah
rendah (Low External Input Sustainable Agriculture, LEISA) atau pertanian organik
(organic farming).
Dalam pertanian organik terdapat penambahan bahan organik sebagai suatu
tindakan perbaikan lingkungan tumbuh tanaman untuk meningkatkan dan
mengoptimalkan manfaat pupuk sehingga efisiensinya meningkat. Bahan organik
tanah merupakan hasil penimbunan sisa tumbuhan dan binatang yang sebagian telah
mengalami pelapukan dan pembentukan kembali. Bahan organik mempunyai
peranan penting dalam meningkatkan serta mempertahankan kesuburan tanah.
Untuk tanaman padi sawah, jerami merupakan bahan organik yang paling potensial
keberadaannya bagi usaha tani padi sawah (Cho dan Kobata, 2000). Pemanfaatan
atau pengelolaan jerami dapat dilakukan dengan pengangkutan jerami ke luar lahan,
pembakaran jerami di lahan, pembenaman jerami, ataupun dengan pengomposan
jerami.
Penurunan hasil padi pada lahan persawahan yang terus menerus diusahakan
sering terjadi terutama bila jeraminya ikut terangkut. Pengangkutan jerami pada saat
panen mengurangi tingkat kesuburan tanah karena sebagian besar bahan organik dan
unsur hara tanah diangkut ke tempat lain sehingga dalam jangka panjang kesuburan
tanah akan menurun. Pengembalian jerami padi atau pemberian bahan organik
diharapkan dapat memperbaiki keseimbangan unsur hara sehingga kelestarian
kesuburan lahan sawah dapat dipertahankan. Di Indonesia, jerami dibakar atau
diangkut ke luar lahan karena alasan untuk menghilangkan kesulitan pada saat
pengolahan tanah, mengendalikan hama dan penyakit, menghemat tenaga atau untuk
pakan ternak serta untuk keperluan lainnya.
Penambahan bahan organik dapat menekan penggunaan pupuk anorganik.
Bahan organik diperlukan untuk mempertahankan kesuburan tanah dengan menjaga
dan meningkatkan fungsi mikroorganisme di dalam tanah sehingga dapat
meningkatkan ketersediaan hara dalam tanah juga meningkatkan efektivitas
pemupukan. Oleh karena itu pengelolaan bahan organik pada padi sawah yang
dikombinasikan dengan pupuk anorganik sangat diperlukan untuk meningkatkan
produktivitas padi. Adanya penambahan bahan organik dapat meningkatkan efisiensi
ini diteliti pengaruh manajemen jerami yang dikombinasikan dengan pupuk
anorganik.
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perlakuan
manajemen jerami dan penambahan pupuk anorganik terhadap pertumbuhan dan
hasil padi sawah (Oryza sativa L).
Hipotesis
Perlakuan manajemen jerami berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil
(
Oryza sativa
L.)
Oleh:
MUDI LIANI AMRAH
A34104064
PROGRAM STUDI AGRONOMI
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Pertumbuhan dan Hasil Padi Sawah (Oryza sativa L.). Dibimbing oleh SUGIYANTA
Upaya peningkatan produktivitas padi sawah terus dilakukan untuk dapat
memenuhi kebutuhan konsumsi beras. Salah satu upaya peningkatan produktivitas
padi sawah adalah melalui anjuran pemupukan berimbang dan pemanfaatan
potensi bahan organik setempat. Jerami padi merupakan bahan organik yang
paling potensial untuk tanaman padi sawah. Manajemen atau pengelolaan jerami
dapat dilakukan dengan pembenaman jerami secara langsung di lahan dan dengan
pembuatan kompos jerami.
Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Babakan Sawah Baru, Bogor
sejak bulan Agustus 2007 hingga bulan Januari 2008. Model rancangan percobaan
yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) menggunakan 1 faktor
yaitu manajemen jerami dengan 8 perlakuan dan 3 ulangan. Peubah yang diamati
adalah peubah vegetatif yang terdiri dari tinggi tanaman, jumlah anakan, dan
bagan warna daun. Peubah generatif yang diamati adalah jumlah anakan
produktif, panjang malai, jumlah gabah/malai, bobot 1000 butir, bobot
hasil/rumpun, bobot gabah/rumpun, hasil ubinan serta dugaan hasil per hektar.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa perlakuan manajemen jerami
berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman yaitu tinggi tanaman dan
bagan warna daun. Selain itu perlakuan manajemen jerami juga berpengaruh
terhadap jumlah anakan produktif dan panjang malai serta hasil ubinan dan
dugaan hasil per hektar. Perlakuan kombinasi jerami + 1 dosis pupuk anorganik
menghasilkan hasil gabah tertinggi dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan
jerami + 1 dosis pupuk anorganik lebih efektif bila dibandingkan dengan
perlakuan jerami atau pupuk anorganik secara tunggal serta dengan kombinasi ½
dosis pupuk anorganik. Hasil gabah basah dan kering perlakuan jerami atau
kompos jerami saja, perlakuan jerami + ½ dosis pupuk anorganik, perlakuan
kompos + ½ dosis pupuk anorganik tidak berbeda dengan pemupukan dosis
DAFTAR ISI
Halaman
PENDAHULUAN ………. 1
Latar Belakang ……… 1
Tujuan Percobaan ... 3
Hipotesis ... 3
TINJAUAN PUSTAKA ... 4
Bahan Organik ... 4
Peran Bahan Organik Pada Tanaman Padi ... 5
Jerami Padi ... 7
BAHAN DAN METODE ... 9
Waktu dan Tempat Percobaan ... 9
Bahan dan Alat ... 9
Metode Percobaan ... 9
Pelaksanaan ... 10
Pengamatan ... 11
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 13
Keadaan Umum Percobaan ... 13
Rekapitulasi Sidik Ragam ... 14
Kandungan Hara Bahan Organik ... 14
Kandungan Hara Tanah ... 15
Pertumbuhan Tanaman ... 19
Hasil dan Komponen Hasil ... 22
Pembahasan ... 27
KESIMPULAN DAN SARAN ... 33
Kesimpulan ... 33
Saran ... 33
DAFTAR PUSTAKA ... 34
DAFTAR TABEL
No. Halaman
Teks
1. Hasil Analisis Kandungan Hara Jerami ... 15
2. Hasil Analisis Kandungan Hara Kompos... 15
3. Hasil Analisis Tanah ... 15
4. Selisih Kandungan Hara Tanah ... 16
5. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Tinggi Tanaman Padi Sawah ... 19
6. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Jumlah Anakan Tanaman Padi Sawah ... 20
7. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Diagram Warna Daun Tanaman Padi Sawah ... 21
8. Persentase Jumlah Anakan Produktif... 22
9. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Komponen Hasil Tanaman Padi Sawah ... 23
10. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Jerami/rumpun Padi ... 24
11. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Bobot gabah/rumpun Padi... 25
12. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Bobot Ubinan dan Dugaan Hasil/ha Padi ... 26
13. Persen Peningkatan Hasil ... 26
14. Efektivitas Agronomi... 27
Lampiran 1. Data Iklim Bulan Agustus – Desember 2007 ... 38
2. Kriteria Sifat Kimia Tanah Berdasarkan PPT (1983)... 38
3. Rekapitulasi Sidik Ragam ... 39
4. Deskripsi Varietas Way Apoburu ... 41
5. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Tinggi Tanaman saat 3 MST... 43
6. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Tinggi Tanaman saat 4 MST... 43
7. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Tinggi Tanaman saat 5 MST... 43
8. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Tinggi Tanaman saat 6 MST... 43
9. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Tinggi Tanaman saat 7 MST... 44
10. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Tinggi Tanaman saat 8 MST... 44
Terhadap Jumlah Anakan saat 3 MST ... 44 13. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami
Terhadap Jumlah Anakan saat 4 MST ... 45 14. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami
Terhadap Jumlah Anakan saat 5 MST ... 45 15. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami
Terhadap Jumlah Anakan saat 6 MST ... 45 16. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami
Terhadap Jumlah Anakan saat 7 MST ... 45 17. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami
Terhadap Jumlah Anakan saat 8 MST ... 46 18. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami
Terhadap Warna Daun saat 3 MST... 46 19. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami
Terhadap Warna Daun saat 4 MST... 46 20. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami
Terhadap Warna Daun saat 5 MST... 46 21. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami
Terhadap Warna Daun saat 6 MST... 47 22. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami
Terhadap Warna Daun saat 7 MST... 47 23. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami
Terhadap Warna Daun saat 8 MST... 47 24. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami
Terhadap Jumlah Anakan Produktif ... 47 25. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami
Terhadap Jumlah Gabah/malai ... 48 26. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami
Terhadap Panjang Malai... 48 27. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami
Terhadap Bobot 1000 butir... 48 28. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami
Terhadap Bobot Basah Gabah?Rumpun ... 48 29. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami
Terhadap Bobot Kering Gabah/Rumpun... 49 30. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami
Terhadap Bobot Basah Rumpun... 49 31. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami
Terhadap Bobot Kering Rumpun... 49 32. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami
Terhadap Bobot Basah Ubinan... 49 33. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami
Terhadap Bobot Kering Ubinan... 50 34. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jeram
Terhadap Bobot Gabah Kering Panen ... 50 35. Sidik Ragam Perlakuan Manajemen Jerami
37. Sidik Ragam pH Tanah di Awal Percobaan... 51
38. Sidik Ragam C-organik Tanah di Awal Percobaan ... 51
39. Sidik Ragam Nitrogen Tanah di Awal Percobaan ... 52
40. Sidik Ragam Fosfor Tanah di Awal Percobaan... 52
41. Sidik Ragam Kalium Tanah di Awal Percobaan ... 52
42. Sidik Ragam pH Tanah di Akhir Percobaan ... 52
43. Sidik Ragam C-organik Tanah di Akhir Percobaan ... 52
44. Sidik Ragam Nitrogen Tanah di Akhir Percobaan ... 53
45. Sidik Ragam Fosfor Tanah di Akhir Percobaan... 53
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
Teks
1. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap pH Tanah ... 17 2. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap
Kandungan C-Organik Tanah... 17 3. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap
Kandungan N-total Tanah ... 18 4. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap
Kandungan Fosfor Tanah ... 18 5. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap
Kandungan Kalium Tanah ... 19
Lampiran
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Beras merupakan bahan pangan pokok yang dikonsumsi oleh hampir seluruh
penduduk Indonesia yaitu sebesar 96.87%. Permintaan terhadap beras akan
mengalami peningkatan sebesar 2.23% per tahun, dan menurut Arafah et al. (2003)
proyeksi permintaan beras pada tahun 2010 adalah sebesar 41.50 juta ton.
Selanjutnya dikatakan bahwa defisit beras akan meningkat sekitar 13.50% per tahun
(12.78 juta ton pada tahun 2010) apabila tidak dilakukan peningkatan produktivitas
dan perluasan areal. Produksi beras nasional pada tahun 2008 mengalami
peningkatan sebesar 0.1 juta ton/ha yaitu 4.6 juta ton/ha pada tahun 2007 menjadi
4.7 juta ton/ha (Deptan, 2007). Produktivitas padi sawah mengalami peningkatan
0.07 ton/ha (1.43 %) yaitu pada tahun 2006 sebesar 4.82 ton/ha menjadi 4.89 ton/ha
pada tahun 2007. Indonesia pernah menjadi swasembada beras pada tahun 1984
(Pujo, 2003). Prasetyo (2002) menyatakan bahwa proses pencapaian swasembada
beras tersebut tidak lepas dari penerapan dan inovasi teknologi yang dikembangkan
pemerintah, misalnya dalam penggunaan benih unggul, teknologi pemupukan,
pengendalian organisme penganggu, dan sebagainya.
Akan tetapi kebutuhan beras yang semakin meningkat karena jumlah
penduduk yang bertambah dan terjadi pergeseran menu dari non-beras ke beras
mendorong pemerintah untuk mencari terobosan baru guna meningkatkan produksi
pangan yang bersifat massal dan integral (Pujo, 2003). Upaya peningkatan produksi
padi diawali dengan adanya program revolusi hijau pada tahun 1960. Teknologi
revolusi hijau telah mentranformasikan pertanian menjadi pertanian berinput luar
tinggi (High External Input Agriculture, HEIA). Dengan ditanamnya varietas
modern berdaya hasil tinggi, respon terhadap pemupukan, dan tahan terhadap
serangan jasad penganggu maka produksi padi akan meningkat dengan cepat.
Namun demikian, teknologi revolusi hijau menimbulkan berbagai masalah
seperti leveling off, rendahnya keuntungan petani karena tingkat biaya input yang
tinggi, masalah-masalah lingkungan, dan kesehatan serta ketidakseimbangan hara
dan hama serta penyakit (Minami, 1997). Masalah-masalah tersebut telah
rendah (Low External Input Sustainable Agriculture, LEISA) atau pertanian organik
(organic farming).
Dalam pertanian organik terdapat penambahan bahan organik sebagai suatu
tindakan perbaikan lingkungan tumbuh tanaman untuk meningkatkan dan
mengoptimalkan manfaat pupuk sehingga efisiensinya meningkat. Bahan organik
tanah merupakan hasil penimbunan sisa tumbuhan dan binatang yang sebagian telah
mengalami pelapukan dan pembentukan kembali. Bahan organik mempunyai
peranan penting dalam meningkatkan serta mempertahankan kesuburan tanah.
Untuk tanaman padi sawah, jerami merupakan bahan organik yang paling potensial
keberadaannya bagi usaha tani padi sawah (Cho dan Kobata, 2000). Pemanfaatan
atau pengelolaan jerami dapat dilakukan dengan pengangkutan jerami ke luar lahan,
pembakaran jerami di lahan, pembenaman jerami, ataupun dengan pengomposan
jerami.
Penurunan hasil padi pada lahan persawahan yang terus menerus diusahakan
sering terjadi terutama bila jeraminya ikut terangkut. Pengangkutan jerami pada saat
panen mengurangi tingkat kesuburan tanah karena sebagian besar bahan organik dan
unsur hara tanah diangkut ke tempat lain sehingga dalam jangka panjang kesuburan
tanah akan menurun. Pengembalian jerami padi atau pemberian bahan organik
diharapkan dapat memperbaiki keseimbangan unsur hara sehingga kelestarian
kesuburan lahan sawah dapat dipertahankan. Di Indonesia, jerami dibakar atau
diangkut ke luar lahan karena alasan untuk menghilangkan kesulitan pada saat
pengolahan tanah, mengendalikan hama dan penyakit, menghemat tenaga atau untuk
pakan ternak serta untuk keperluan lainnya.
Penambahan bahan organik dapat menekan penggunaan pupuk anorganik.
Bahan organik diperlukan untuk mempertahankan kesuburan tanah dengan menjaga
dan meningkatkan fungsi mikroorganisme di dalam tanah sehingga dapat
meningkatkan ketersediaan hara dalam tanah juga meningkatkan efektivitas
pemupukan. Oleh karena itu pengelolaan bahan organik pada padi sawah yang
dikombinasikan dengan pupuk anorganik sangat diperlukan untuk meningkatkan
produktivitas padi. Adanya penambahan bahan organik dapat meningkatkan efisiensi
ini diteliti pengaruh manajemen jerami yang dikombinasikan dengan pupuk
anorganik.
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perlakuan
manajemen jerami dan penambahan pupuk anorganik terhadap pertumbuhan dan
hasil padi sawah (Oryza sativa L).
Hipotesis
Perlakuan manajemen jerami berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil
TINJAUAN PUSTAKA
Bahan Organik
Salah satu usaha untuk mempertahankan kesuburan tanah adalah dengan
penambahan bahan organik. Pemberian bahan organik ke dalam tanah akan
berpengaruh terhadap sifat fisik, sifat kimia, dan sifat biologi tanah. Bahan organik
merupakan perekat butiran tanah dan sumber unsur hara nitrogen, fosfor, kalium,
dan sulfur sehingga bahan organik mempengaruhi sifat fisik dan kimia tanah.
Sumber asli bahan organik adalah jaringan tumbuhan di alam, bagian tanaman
berupa ranting, daun, cabang, batang dan akar tumbuhan menyediakan jumlah bahan
organik setiap tahunnya.
Hara nitrogen, fosfor, dan kalium merupakan faktor pembatas utama untuk
produktivitas padi sawah. Arafah dan Sirappa (2003) dalam penelitiannya
menyatakan bahwa respon padi terhadap hara nitrogen, fosfor, dan kalium
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain penggunaan bahan organik. Bahan
organik yang ditambahkan ke tanah harus dalam kondisi sudah matang atau sudah
mengalami pengomposan, karena bila diaplikasikan dalan kondisi belum matang
akan merusak tanaman (Inoko, 1984). Lebih lanjut Inoko (1984) juga menyatakan
bahwa selama pengomposan jerami padi, karbohidrat terdekomposisi dan berat total
dari jerami akan menurun. Kandungan nutrisi anorganik akan meningkat sejalan
dengan peningkatan kematangan kompos. Volatilisasi nitrogen dalam bentuk NH3
mungkin dapat terjadi pada tingkat kebasaan sedang.
Kumazawa (1984) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kompos jerami
padi tidak akan memiliki pengaruh yang besar pada lahan yang telah menerima
pemupukan nitrogen secara kimia. Bahan organik mengandung hara yang
dibutuhkan tanaman baik dalam bentuk makroelemen dan mikroelemen. Secara
umum, hal terpenting dari penggunaan kompos jerami terhadap peningkatan
produksi adalah menyediakan unsur nitrogen dan mengatur imobilisasi dan
mineralisasi nitrogen di tanah (Kumazawa, 1984). Menurut De Datta (1984) kompos
atau bahan organik yang ditambahkan ke tanah tidak akan memberikan hasil yang
berlangsung dengan sempurna. Proses dekomposisi jerami akan berjalan cepat pada
lahan sawah yang memiliki drainase sedang dan dilakukan pengolahan intensif.
Peran Bahan Organik Pada Tanaman Padi
Bahan organik berperan terutama dalam perbaikan sifat fisik tanah, sifat
kimia tanah dan aktivitas biologi tanah. Bahan organik berperan dalm perbaikan sifat
fisik tanah yaitu melalui fungsinya dalam pembentukan agregat/granulasi tanah
sehingga meningkatkan porositas dan permeabilitas tanah serta meningkatkan
kemampuan menahan air.
Sifat kimia tanah tidak terlepas dari perubahan bahan organik atau
dekomposisi bahan organik. Pada saat proses dekomposisi terjadi perubahan
terhadap komposisi kimia bahan organik dari senyawa kompleks menjadi senyawa
yang lebih sederhana. Dekomposisi bahan organik tersebut akan menyediakan unsur
hara N, P, S dan unsur lain tergantung penyusun bahan organik tersebut. Pemberian
bahan organik juga akan mempengaruhi kemasaman (pH) tanah serta kemampuan
mempertukarkan kation (KTK) (Soepardi, 1983).
Bahan organik dapat meningkatkan pH tanah tetapi juga dapat menurunkan
pH tanah, tergantung jenis tanah dan macam bahan organiknya. Peningkatan pH
pada perlakuan manajemen jerami menunjukkan adanya proses kimia di dalam tanah
sebagai akibat proses dekomposisi bahan organik. Lebih lanjut Ponnamperuma
(1984) menyatakan peningkatan pH terjadi pada saat kandungan Al dapat
dipertukarkan (Al-dd) tanah tinggi, karena bahan organik dapat mengikat Al sebagai
senyawa kompleks. Hal ini mengakibatkan Al tidak terhidrolisis.
Bahan organik berperan dalam aktivitas biologi yaitu dengan pemberian
bahan organik dapat meningkatkan aktivitas biologi tanah melalui pelepasan
unsur-unsur hara tanah dalam proses dekomposisi sisa-sisa tanaman oleh mikroorganisme
dalam tanah (Sugito et al.,1995). Dalam hubungannya dengan kesuburan tanah dan
produksi tanaman, fungsi mikroorganisme yang penting adalah mineralisasi dan
imobilisasi unsur-unsur hara seperti karbon, N, P, S, fiksasi N2 atau CO2 dari
atmosfer dan kelarutan P.
Penambahan bahan organik pada tanah tergenang (sawah) umumnya dapat
mikroorganisme aerobik ke mikroorganisme anaerobik terutama oleh bakteri,
menyebabkan terjadinya perubahan reaksi biokimia yang pada prinsipnya adalah
oksidasi-reduksi. Setelah oksigen pada tanah tergenang digunakan oleh
mikroorganisme aerobik, maka bahan organik, nitrat, Mn-oksida, Fe-oksida dan
sulfat direduksi. Perubahan atau transformasi bahan organik tanah sawah merupakan
proses fermentasi/biokimia utama dari mikroorganisme sehingga penimbunan bahan
organik dapat dihindarkan. Dalam hubungannya dengan kesuburan tanah dan
produksi tanaman, fungsi mikroorganisme yang penting adalah mineralisasi dan
imobilisasi unsur hara seperti karbon, N, P, S, fiksasi N2 atau CO2 dari atmosfer dan
kelarutan P (Situmorang dan Sudadi, 2002).
Pembenaman jerami ke tanah sawah dapat mempengaruhi N. Menurut Eagle
et al. (2000) aplikasi jerami dengan membenamkannya ke tanah sawah pada tahun
pertama dengan perlakuan pupuk N sesuai dengan dosis rekomendasi tidak
berpengaruh terhadap hasil gabah. Pada tahun ketiga hingga tahun kelima
pembenaman jerami dapat meningkatkan serapan unsur hara. Peningkatan unsur
hara tersebut dikarenakan terbentuknya N pool tanah labil yang mengurangi
ketergantungan tanaman pada N pupuk.
Adiningsih (2000) menyatakan bahwa bahan organik juga memegang
peranan penting dalam meningkatkan efisiensi pupuk dan produktivitas secara
berkelanjutan. Bahan organik meningkatkan aktivitas mikroorganisme di dalam
tanah. Mikroba tanah bersama-sama bahan organik merupakan komponen penting di
dalam tanah dan berperan sebagai penyangga biologi tanah yang menjaga
keseimbangan hara dan menyediakan hara dalam jumlah berimbang bagi tanaman.
Beberapa mikroba penting antara lain adalah mikroba penambat N dari udara,
mikroba pelarut P dan mikroba yang dapat mengubah belerang elemen (S) menjadi
sulfat yang tersedia bagi tanaman serta mikroba dekomposer yang dapat
mempercepat dekomposisi bahan organik sehingga unsur hara cepat tersedia.
Menurut Hesse (1984) dekomposisi bahan organik secara lambat akan
melepaskan CO2 secara langsung akan berguna untuk fotosintesis tanaman padi,
melepaskan bentuk ikatan P yang membentuk kompleks senyawa Fe dan Mn,
membentuk CH4 yang terlibat dalam pengendalian patogen dan menghasilkan
Jerami Padi
Menurut Ponnamperuma (1984) jerami padi adalah semua bahan hijauan
padi di luar biji yang dihasilkan tanaman padi. Jerami padi dimanfaatkan oleh petani
sebagai pupuk organik atau sebagai pengganti pupuk anorganik. Selain itu jerami
padi merupakan bahan organik yang potensial ketersediaannya bagi usaha tani padi
sawah. Hal ini disebabkan karena jerami padi merupakan bahan organik yang mudah
dan ekonomis untuk dikembalikan ke lahan sawah.
Dekomposisi jerami merupakan faktor penting untuk pengembalian nutrisi
dan pemelihara kesuburan tanah. Saint dan Broadbent (1977) menyatakan bahwa
proses dekomposisi jerami dengan cara dibenamkan ke tanah lebih cepat
dibandingkan dengan cara disebarkan di permukaan tanah pada saat musim hujan.
Dekomposisi jerami berjalan cukup cepat pada lahan sawah yang memiliki drainase
sedang dan dilakukan pengolahan tanah secara intensif.
Menurut Hardjowigeno (1987) dan Flinn dan Marciano (1984) menyatakan
bahwa pemberian jerami 5.0 ton/ha dapat menghemat pemakaian pupuk KCl sebesar
100 kg/ha. Ponnamperuma (1984) dalam penelitiannya menyatakan bahwa jerami
padi mengandung sekitar 0.6% N, 0.1% P, 0.1% S, 1.5% K, 5 % Si, dan 40% C.
Lebih lanjut Sukirno (2002) menyatakan dalam 6 ton jerami terkandung 72 kg
Nitrogen, 12 kg Fosfor, 140 kg Kalium, 22 kg Kalsium, 12 kg Magnesium, dan 38
kg Mangan. Jerami tersedia di lahan sawah secara langsung dalam jumlah berkisar
antara 2-10 ton/ha, sehingga jerami cocok sebagai sumber nutrisi padi sawah.
Arafah dan Sirappa (2003) menyatakan bahwa nutrisi dari mineral yang
terkandung dalam jerami setelah dipanen tergantung dari tanah, kualitas air irigasi,
jumlah pupuk yang diberikan, species asal jerami dan musim tanam. Jerami secara
tidak langsung menjadi sumber N dan C sebagai substrat untuk metabolisme biologi
termasuk sintesis gula, pati, selulosa, hemiselulosa, pektin, lignin, lemak, dan
protein. Kumazawa (1984) menyatakan bahwa jerami kering mengandung 40% C.
Lebih lanjut Ponnamperuma (1984) menyatakan bahwa 1/3 N total tanaman padi
diperoleh dari jerami sehingga kebutuhan pupuk N bisa digantikan dengan
pengembalian jerami ke lahan sawah.
Pembakaran jerami 5 ton/ha jerami pada areal pertanian menyebabkan
1998). Pada percobaan jangka panjang mengindikasikan bahwa aplikasi jerami pada
lahan sawah menyebabkan penambahan C, N, P, K dan Si organik. Penggunaan
jerami dengan tidak membakar dapat meningkatkan hasil 0.4 ton/ha tiap musim dan
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan IPB Babakan Sawah Baru
Dramaga, Bogor. Analisis jerami padi, analisis tanah, analisis kompos jerami, dan
analisis pupuk anorganik dilakukan di laboratorium Tanah, Departemen Ilmu Tanah
dan Sumber daya Lahan, Fakultas Pertanian IPB. Penelitian dilaksanakan pada bulan
Agustus 2007 – Januari 2008.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan terdiri atas benih padi varietas Way Apo Buru,
pupuk urea, SP-36, dan KCl. Bahan lain yang digunakan adalah jerami padi yang
digunakan sebagai kompos, EM4, furadan pestisida curacron secara terbatas apabila
diperlukan. Alat-alat yang digunakan adalah seperangkat alat-alat budidaya
pertanian, timbangan analitik, alat tulis, dan kantong plastik.
Metode
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan tiga
ulangan. Perlakuan pada percobaan ini adalah manajemen jerami, terdiri dari
delapan perlakuan, yaitu :
1. P0 : Tanpa aplikasi jerami dan pupuk anorganik
2. P1 : Kompos jerami
3. P2 : Jerami
4. P3 : Jerami + 1 dosis pupuk anorganik
5. P4 : Kompos jerami + 1 dosis pupuk anorganik
6. P5 : Pupuk anorganik
7. P6 : Kompos jerami + ½ dosis pupuk anorganik
8. P7 : Jerami + ½ dosis pupuk anorganik
Dosis rekomendasi pemupukan adalah pupuk urea 250 kg/ha, SP-36 100 kg/ha, dan
KCl 100 kg/ha. Dalam percobaan ini terdapat 24 satuan percobaan dengan satu
Model linier yang digunakan pada percobaan ini adalah:
Yij =
µ
+α
i +β
j +ε
ijDengan keterangan:
Yij = Pengamatan perlakuan dari manajemen jerami ke-i dan kelompok ke-j
µ
= Rataan umumα
i = Pengaruh perlakuan ke-iβ
j = Pengaruh kelompok ke-jε
ij = Galat percobaan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j i = 1,2, ... t = 1,2, ...rUntuk mengetahui ada tidaknya pengaruh perlakuan yang diuji dilakukan analisis
sidik ragam, jikan hasilnya menunjukkan pengaruh nyata dilakukan uji lanjut
Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.
Pelaksanaan
Petakan yang digunakan pada setiap percobaan berukuran 25 m2 pada lahan
sawah irigasi. Percobaan diawali dengan pembuatan kompos. Pembuatan kompos
menggunakan jerami dengan kebutuhan jerami 7 ton/ha kemudian menggunakan
EM 4 dengan dosis 2 liter/ton jerami dengan konsentrasi 8 – 10 ml/10 liter air.
Kondisi fisik yang harus dijaga adalah kandungan air. Diusahakan agar kandungan
air sekitar 40-50% dengan suhu sekitar 40-50ºC. Setiap minggu tumpukan kompos
dibalik agar suhu tidak terlalu tinggi dan sirkulasi udara ke bagian tengah kompos
menjadi lancar. Proses pengomposan jerami berlangsung selama 30 hari atau sampai
kompos telah matang dan siap pakai. Ciri-ciri kompos jerami yang telah siap dipakai
adalah jerami telah mengalami pembusukan oleh mikroorganisme, suhu kompos
menjadi dingin, dan warna jerami menjadi hitam kecoklatan serta hancur. Analisis
jerami dilakukan sebelum dan setelah pengomposan.
Persiapan tanam meliputi kegiatan pengolahan tanah, pemberian jerami dan
kompos jerami serta persemaian benih padi. Pengaplikasian jerami dan kompos
jerami dilakukan pada saat pengolahan tanah yaitu pada saat 2 minggu sebelum
tanam. Sebelum disemai, benih direndam satu malam di dalam air agar benih
selama dua hari sehingga benih mulai berkecambah dan disemai pada lahan
persemaian yang telah dipersiapkan. Bibit dipindah tanam ke lahan sawah dengan
jarak tanam legowo 2 : 1 (15 cm x 10 cm x30 cm) pada umur 14 hari. Tiap lubang
ditanam satu bibit. Penyulaman dilakukan 1 Minggu Setelah Tanam (MST) dengan
bibit yang umurnya sama. Penyiangan dan pengendalian gulma dilakukan pada 4
MST hingga 8 MST. Pemupukan diaplikasikan sesuai dengan perlakuan. Dosis
rekomendasi pupuk adalah urea 250 kg/ha, KCl 100 kg/ha,dan SP-36 100 kg/ha.
Pupuk urea diaplikasikan dua kali yaitu pada saat pindah bibit dan pada saat 7 MST
atau pada saat anakan mencapai maksimum. Pupuk KCl dan SP-36 diaplikasikan
pada saat tanam.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan terhadap setiap petakan dengan masing-masing
sepuluh tanaman contoh dan bergantung pada peubah yang diamati. Adapun peubah
yang diamati adalah sebagai berikut:
1. Analisis kandungan hara jerami (C-organik, N, P, K) yang dilakukan sebanyak
dua kali yaitu sebelum dan setelah pengomposan.
2. Analisis hara tanah (C-organik, pH, N, P, K) pada petak perlakuan kontrol,
perlakuan kompos, perlakuan jerami, perlakuan jerami + 1 dosis pupuk
anorganik, perlakuan kompos + 1 dosis pupuk anorganik, dan perlakuan pupuk
anorganik yang dilakukan dua kali yaitu sebelum perlakuan dan sesudah
percobaan.
3. Tinggi tanaman, yang dihitung dari permukaan tanah sampai ujung daun
terpanjang sejak 3 MST sampai keluar malai (heading)
4. Jumlah anakan, yang dihitung sejak 3 MST sampai keluar malai (heading)
5. Skala Bagan warna daun yang diamati setiap minggu dimulai sejak 3 MST
sampai keluar malai (heading)
6. Hasil dan komponen hasil. Peubah yang diamati dari setiap petak dengan 10
tanaman contoh adalah jumlah anakan produktif, hasil ubinan, dan bobot 1000
butir serta pengamatan panjang malai dan jumlah gabah per malai pada saat
7. Efisiensi agronomi dapat diukur dengan:
Hasil (kg gabah pada petak perlakuan) – Hasil (kg gabah pada petak tanpa perlakuan) x 100%
Hasil (kg gabah pada perlakuan pupuk anorganik) - Hasil (kg gabah pada petak tanpa perlakuan)
8. Persen peningkatan hasil dapat diukur dengan:
Hasil (kg gabah pada petak perlakuan) – Hasil (kg gabah pada petak tanpa perlakuan) x 100%
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Percobaan
Percobaan dilakukan di kebun percobaan Babakan Sawah Baru Darmaga,
Bogor. Tanah di lahan percobaan merupakan jenis tanah latosol dengan pH 5.5-5.8.
Curah hujan bulanan di kebun percobaan dari bulan September – Desember 2007
berkisar 205-476 mm/bulan. Berdasar klasifikasi Oldeman, tanaman padi sawah
memerlukan curah hujan bulanan sekitar 200 mm/bulan (Handoko, 1995). Dengan
demikian curah hujan tersebut cukup untuk pertumbuhan tanaman. Curah hujan
tertinggi terjadi pada bulan Desember 2007 mencapai 476 mm/bulan (Tabel
Lampiran 1). Suhu rata-rata bulanan mencapai 26.85°C. Rata-rata jumlah hari hujan
selama bulan Agustus-Desember 2007 adalah 20 hari hujan.
Bibit yang ditanam berumur 14 Hari Setelah Semai (HSS) dengan 1 bibit per
lubang. Pada saat 1-2 MST, bibit berada pada tahap pemulihan atau adaptasi
terhadap lingkungan tumbuhnya. Penyulaman dilakukan pada 1 MST. Pada saat 3
MST, bibit sudah tumbuh normal ditandai dengan tajuk berwarna hijau, muncul
anakan dan perakaran mulai berkembang.
Secara umum pertumbuhan tanaman setelah pindah tanam cukup baik. Hama
yang menyerang sejak pindah tanam bibit hingga panen adalah hama keong mas,
walang sangit, dan burung. Intensitas serangan hama keong mas (Pomacea
canaliculata) kurang lebih 10% sehingga perlu dilakukan penyulaman supaya
diperoleh populasi tanaman yang cukup. Upaya untuk mengatasi serangan hama ini
dilakukan dengan cara pengeringan petakan sementara dan pemungutan keong serta
telur keong secara manual ke luar petakan. Keong mas merusak tanaman dengan
cara memarut jaringan tanaman dan memakannya (Hasanuddin, 2003). Hama keong
mas hanya mengganggu pada stadia bibit. Selanjutnya hama ini tidak mempengaruhi
pertumbuhan karena laju pertumbuhan tanaman lebih besar dari laju kerusakan oleh
keong mas.
Hama lain yang menyerang antara lain walang sangit (Leptocorisa
oratorius). Walang sangit menyerang tanaman padi pada fase pemasakan awal.
Hama ini menyerang atau merusak bulir padi dengan menghisap cairan bulir padi.
Akan tetapi serangan walang sangit tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan
memakan langsung bulir padi yang sedang menguning. Adanya serangan
hama-hama tersebut tidak sampai menurunkan hasil yang berarti (intensitas hanya < 5%).
Pertumbuhan gulma di lahan percobaan cukup mengganggu pertumbuhan
tanaman. Gulma yang banyak terdapat di lahan percobaan antara lain Echinocloa
cruss-galli dan Fimbristylis miliacea. Oleh karena itu pengendalian gulma secara
manual dilakukan secara intensif sejak 3 MST. Panen dilakukan pada saat masak
fisiologis yang ditandai dengan 90% malai berwarna kuning atau apabila diremas
gabah telah rontok sekitar 30% atau kadar air gabah sekitar 25%.
Rekapitulasi Sidik Ragam
Berdasarkan hasil uji F diperoleh bahwa aplikasi bahan organik atau
manajemen jerami pada berbagai perlakuan berpengaruh terhadap tinggi tanaman
pada 3-8 MST serta pada saat panen, jumlah anakan produktif, bagan warna daun
pada 3 MST, 7 MST dan 8 MST. Selain itu perlakuan juga berpengaruh pada hasil
dan komponen hasil yaitu panjang malai, hasil gabah basah/rumpun, hasil gabah
kering/rumpun, bobot basah jerami/rumpun, bobot kering jerami/rumpun, hasil
basah dan hasil kering ubinan serta dugaan hasil/ha yaitu gabah kering panen dan
gabah kering giling. Secara rinci rekapitulasi hasil analisis sidik ragam disajikan
pada Tabel Lampiran 3.
Kandungan Hara Bahan Organik
Jerami merupakan bahan organik yang digunakan dalam penelitian ini. Hasil
analisis jerami (Tabel 1.) menunjukkan bahwa kandungan C-organik berkisar
54%-55%, nitrogen 0.78%-0.84%, fosfor 0.17%-0.21%, kalium 0.30-0.32% dan nisbah
C/N berkisar 65.62%-70.21%. Menurut Dobermann dan Fairhurst (2000) jerami padi
memiliki kandungan hara N berkisar 0.5%-0.8%, P berkisar 0.07%-0.12%, dan K
berkisar 1.2%-1.7%. Sedangkan nisbah C/N jerami padi adalah 80% (Miller, 2000).
Dengan demikian kandungan hara pada jerami tersebut tergolong tinggi.
C N P K Contoh
……….%...
C/N Ratio
1 54.76 0.78 0.18 0.30 70.21
2 55.12 0.84 0.17 0.30 65.62
3 54.83 0.82 0.21 0.32 66.86
Dalam penelitian ini jerami juga diaplikasikan dalam bentuk kompos. Hasil
analisis kompos menunjukkan bahwa kandungan C-organik mencapai 30%-33%,
nitrogen 1%, fosfor 0.1%, kalium 0.3%-0.6% dan nisbah C/N mencapai 25%-29%
(Tabel 2). Nisbah C/N kompos lebih rendah dari nisbah C/N jerami. Hal tersebut
[image:32.612.127.464.308.377.2]dapat mengakibatkan terjadinya fiksasi nitrogen.
Tabel 2. Hasil Analisis Kandungan Hara Kompos Jerami
C N P K
Contoh
……….%...
C/N Ratio
1 30.00 1.02 0.10 0.32 29.41
2 31.81 1.18 0.12 0.54 26.96
3 33.84 1.35 0.15 0.62 25.07
Kandungan Hara Tanah
Analisis kandungan hara dilakukan dengan pengambilan contoh tanah pada
setiap petak perlakuan. Analisis tanah yang dilakukan meliputi pH, C-organik,
N-total, K, dan P. Hasil analisis tanah selengkapnya disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Analisis Tanah
pH H2O C-Organik
(%)
N-Total (%) P Bray 1 (ppm)
K (me/100g) Perlakuan
Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir P0 5.57 5.53b 2.24d 1.22c 0.14e 0.10c 2.73f 2.43c 0.31b 0.11b P1 5.53 5.66ab 3.27c 1.67b 0.19d 0.13b 4c 6.13a 0.31a 0.24ab P2 5.63 5.83a 3.59b 1.67b 0.19cd 0.13b 3.37e 4.26b 0.41b 0.35a P3 5.63 5.76a 3.95a 1.18c 0.23b 0.10c 4.87b 3.30c 0.35b 0.22ab P4 5.57 5.76a 3.67b 2.18a 0.20c 0.15a 3.7d 4.80b 0.34b 0.26ab P5 5.57 5.83a 4.10a 1.09c 0.24a 0.09c 5.37a 3.26c 0.33b 0.13ab
Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5%
P0 = tanpa perlakuan P3 = Jerami+pupuk
P1 = Kompos P4 = Kompos+pupuk
Berdasarkan kriteria PPT dalam Mutmainah (2006), kriteria sifat kimia tanah
pada awal percobaan, kandungan C-organik tergolong tinggi sedangkan kandungan
N-total, P, dan K tergolong rendah (Tabel Lampiran 2.). Hal tersebut dapat diduga
bahwa pada tanah percobaan masih mengandung unsur hara yang berasal dari
percobaan organik sebelumnya. Lahan percobaan merupakan lahan yang telah
diaplikasikan bahan organik selama kurang lebih empat tahun (merupakan musim
tanam ke-9). Hasil analisis tanah pada awal percobaan berbeda nyata kecuali pada
nilai pH. Hasil analisis tanah diakhir percobaan juga berbeda nyata pada setiap
perlakuan. Sementara itu selisih pada masing-masing parameter analisis tanah juga
berbeda nyata.
Tabel 4. Selisih Kandungan Hara Tanah
Perlakuan pH C-organik
(%)
N-total (%)
P Bray 1 (ppm)
K (me/100g) Tanpa Perlakuan 0.04b (-) 1.02c (-) 0.04b (-) 0.30c (-) 0.20ab (-)
Kompos 0.13ab (+) 1.60b (-) 0.06b (-) 2.13a (+) 0.07c (-)
Jerami 0.20ab (+) 1.92b (-) 0.06b (-) 0.89abc (+) 0.06a (-) Jerami + pupuk 0.13ab (+) 2.77a (-) 0.13a (-) 1.57bc (-) 0.13ab (-) Kompos + pupuk 0.19ab (+) 1.49bc (-) 0.05b (-) 1.10ab (+) 0.08bc (-) Pupuk anorganik 0.26a (+) 3.01a (-) 0.15a (-) 2.11a (-) 0.20ab (-)
Sumber : Hasil Analisis dari Laboratorium Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, IPB.
(+) : peningkatan (-) : penurunan
Pada Tabel 4. menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pH (kecuali kontrol)
akibat aplikasi bahan organik. Selain itu juga terjadi penurunan C-organik, N-total
dan K. Aplikasi bahan organik berupa jerami dan kompos terlihat tidak
meningkatkan kandungan C, N, dan K tanah. Sementara itu, kandungan P
mengalami fluktuasi.
Peningkatan pH pada aplikasi bahan organik serta kombinasi dengan pupuk
cenderung lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan pupuk anorganik saja
pH Tanah 5.2 5.4 5.6 5.8 6
kontrol kompos jerami jerami+pupuk kompos+pupuk pupuk
perlakuan p H t a n a h awal akhir
Gambar 1. Pengaruh Perlakuan Jerami Terhadap pH Tanah
Pada Gambar 2. menunjukkan bahwa kandungan C-organik tanah mengalami
penurunan pada masing-masing perlakuan. Pada perlakuan dengan aplikasi bahan
organik baik jerami maupun kompos menunjukkan penurunan yang lebih kecil
dibandingkan dengan pada perlakuan pupuk anorganik saja. Akan tetapi penurunan
kandungan C-organik pada perlakuan jerami + pupuk lebih tinggi dibandingkan
dengan aplikasi kompos.
Karbon berperan dalam pembentukan energi pada tanaman. Tanaman
memperoleh karbon dari hasil dekomposisi bahan organik maupun berasal dari
tanah. Selama proses dekomposisi jerami pada perlakuan jerami + pupuk, karbon
lebih cepat hilang dibandingkan nitrogen, sehingga selain pemakaian oleh tanaman,
karbon juga hilang pada saat proses dekomposisi bahan organik.
Kandungan C-organik tanah
0 2 4 6
kontrol kompos jerami jerami+pupuk kompos+pupuk pupuk
perlakuan k a n d u n g a n C -o rg a n ik ( % ) awal akhir
Gambar 2. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Kandungan C-organik Tanah
Pada perlakuan bahan organik terjadi penurunan kadar N-total. Dari Gambar
3. memperlihatkan penurunan tertinggi terjadi pada perlakuan pupuk anorganik saja
yaitu 0.15% dan perlakuan jerami dan pupuk sebesar 0.13%. Aplikasi bahan organik
baik kompos atau jerami saja menunjukkan penurunan kandungan N-total tanah
lebih rendah dibandingkan dengan aplikasi bahan organik dengan penambahan
Kndungan Nitrogen Tanah
0 0.1 0.2 0.3
kontrol kompos jerami jerami+pupuk kompos+pupuk pupuk
perlakuan k a n d u n g a n n it ro g e n ( % ) awal akhir
Gambar 3. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Kandungan Nitrogen Tanah
Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa kandungan fosfor meningkat
kecuali pada perlakuan kontrol, jerami dan pupuk serta pupuk anorganik saja
(Gambar 4). Pada perlakuan jerami dan pupuk serta pupuk anorganik saja
menunjukkan penurunan kandungan P. Penurunan kandungan fosfor pada perlakuan
jerami dan pupuk anorganik lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan pupuk
anorganik saja.
Kandungan Fosfor Tanah
0 2 4 6 8
kontrol kompos jerami jerami+pupuk kompos+pupuk pupuk
perlakuan k a n d u n g a n f o s fo r (p p m ) awal akhir
Gambar 4. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Kandungan Fosfor Tanah
Peningkatan kandungan fosfor tertinggi di akhir percobaan terjadi pada
perlakuan kompos yaitu sebesar 2.13 ppm. Peningkatan kandungan fosfor pada
perlakuan kompos saja lebih besar dibandingkan dengan perlakuan kompos dengan
penambahan pupuk anorganik. Dengan demikian adanya aplikasi bahan organik
menunjukkan penurunan yang lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan pupuk
anorganik saja.
Kandungan kalium pada semua petak perlakuan mengalami penurunan
(Gambar 5.). Penurunan Kalium tertinggi terjadi pada perlakuan kontrol dan pupuk
anorganik saja. Sedangkan penurunan kalium terendah pada akhir percobaan terjadi
pada perlakuan jerami. Aplikasi bahan organik baik kompos atau jerami saja
organik dengan penambahan pupuk serta lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan
pupuk anorganik saja. Pada akhir percobaan kandungan kalium tersedia di dalam
tanah pada aplikasi bahan organik (jerami dan kompos) baik dengan penambahan
pupuk anorganik maupun tanpa penambahan pupuk anorganik lebih tinggi daripada
perlakuan pupuk anorganik saja.
kandungan Kalium Tanah
0 0.2 0.4 0.6
kontrol kompos jerami jerami+pupuk kompos+pupuk pupuk
perlakuan k a n d u n g a n K (m e /1 0 0 g ) awal akhir
Gambar 5. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Kandungan Kalium Tanah
Pertumbuhan Tanaman Tinggi Tanaman
Pengaruh perlakuan manajemen jerami terhadap tinggi tanaman terlihat sejak
awal pengamatan (3 MST) hingga pada saat panen. Secara rinci pengaruh perlakuan
manajemen jerami terhadap rata-rata tinggi tanaman disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Tinggi Tanaman Padi Sawah
Umur Tanaman (MST) Perlakuan
3 4 5 6 7 8 Panen
...cm...
Kontrol 30.2d 41.8c 49.8b 57.0b 63.4c 66.6c 80.9b
Kompos jerami 34.8ab 46.2ab 56.9ab 62.9b 69.3bc 73.3b 88.3ab
Jerami 33.3bc 45.6abc 54.5ab 62.1b 68.2bc 71.3bc 87.0ab
Jerami + Pupuk
anorganik
32.2c 46.2ab 72.5a 62.7b 72.2b 76.1b 90.4ab
Kompos + Pupuk
anorganik
35.4a 48.5a 59.4ab 69.7a 79.7a 83.8a 92.8a
Pupuk Anorganik 33.3bc 46.1ab 53.8ab 63.4b 71.0b 74.7a 89.0ab
Kompos + anorganik ½ dosis
32.8c 45.1abc 53.4ab 60.5b 67.5bc 71.9bc 89.9ab
Jerami + anorganik ½ dosis
32.1c 42.7bc 50.9b 57.2b 65.7ab 69.9bc 85.7b
Pada saat panen, perlakuan kompos jerami + 1 dosis pupuk anorganik
menghasilkan tinggi tanaman tertinggi dan nyata lebih tinggi jika dibandingkan
dengan perlakuan kontrol dan perlakuan jerami + ½ dosis pupuk anorganik.
Walaupun demikian, tinggi tanaman pada perlakuan kompos + 1 dosis pupuk
anorganik tersebut tidak berbeda dengan perlakuan kompos jerami, jerami ataupun
dengan perlakuan pupuk anorganik secara sendiri-sendiri
Jumlah Anakan
Perlakuan manajemen jerami tidak berpengaruh terhadap jumlah anakan
tanaman padi sejak 3 MST hingga 8 MST. Pengaruh perlakuan manajemen jerami
terhadap jumlah anakan disajikan dalam Tabel 6.
Tabel 6. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Jumlah Anakan Padi Sawah
Umur Tanaman (MST) Perlakuan
3 4 5 6 7 8
...Batang...
Kontrol 6.43 14.80 18.56 17.20 12.60 13.13
Kompos jerami 8.20 15.90 23.06 28.00 17.83 15.96
Jerami 8.96 18.20 22.96 21.76 14.93 22.83
Jerami + Pupuk anorganik
7.70 18.20 25.00 26.30 19.16 17.20
Kompos + Pupuk anorganik
9.66 16.90 21.36 23.96 19.60 23.53
Pupuk Anorganik 8.56 21.00 19.13 23.13 15.10 14.90
Kompos + anorganik ½ dosis
6.03 13.70 15.90 18.26 14.66 12.63
Jerami + anorganik ½ dosis
5.70 13.63 17.96 19.46 14.16 12.86
Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5%
Perlakuan kompos + 1 dosis pupuk anorganik cenderung memiliki jumlah
anakan yang terbanyak dan lebih banyak dibandingkan perlakuan kontrol sedangkan
perlakuan kompos + ½ dosis pupuk anorganik menghasilkan jumlah anakan yang
Bagan Warna Daun
Nilai rata-rata pengaruh perlakuan manajemen jerami terhadap skala bagan
warna daun disajikan pada Tabel 7. Pada tabel tersebut, perlakuan manajemen
jerami berpengaruh terhadap bagan warna daun pada saat tanaman berumur 3 MST,
7 MST, dan 8 MST.
Pada 3 MST, perlakuan kompos + 1 dosis pupuk anorganik, kompos + ½
dosis pupuk anorganik serta jerami + ½ dosis pupuk anorganik menghasilkan bagan
warna daun dengan skala terbesar dan lebih besar bila dibandingkan dengan kontrol.
Walaupun demikian, ketiga perlakuan tersebut tidak berbeda dengan perlakuan lain.
Pada 7 MST dan 8 MST, perlakuan jerami + 1 dosis pupuk anorganik menghasilkan
skala pembacaan bagan warna daun terbesar bila dibandingkan dengan kontrol tetapi
tidak berbeda dengan perlakuan lain. Perlakuan jerami + 1 dosis pupuk anorganik
menghasilkan skala bagan warna daun tertinggi yaitu mencapai skala 4 pada 8 MST.
Tabel 7. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Warna Daun Padi Sawah
Umur Tanaman (MST) Perlakuan
3 4 5 6 7 8
Kontrol 2.5b 3.26 3.53 3.36 3.2b 2.9b Kompos jerami 2.7ab 3.33 4.86 3.33 3.3ab 3.8ab Jerami 2.7ab 3.36 3.30 3.26 3.3ab 3.8ab Jerami + Pupuk
anorganik
2.7ab 3.40 3.60 3.46 3.6a 4.0a
Kompos + Pupuk anorganik
2.8a 3.30 3.76 3.50 3.5ab 4.0ab
Pupuk Anorganik 2.7ab 3.26 3.66 3.60 3.4ab 3.9ab Kompos + anorganik
½ dosis
2.8a 3.26 3.40 3.56 3.3ab 4.0ab
Jerami + anorganik ½ dosis
2.8a 3.03 3.40 3.30 3.2ab 3.9ab
Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5%
Lebih lanjut perlakuan pupuk anorganik saja menghasilkan skala bagan
warna daun terbesar jika dibandingkan dengan perlakuan jerami saja atau kompos
jerami saja. Di sisi lain, perlakuan kombinasi bahan organik dengan 1 dosis pupuk
anorganik menghasilkan skala bagan warna daun yang lebih besar jika dibandingkan
Hasil dan Komponen Hasil
Jumlah Anakan Produktif, Panjang Malai, Jumlah Gabah/malai, dan Bobot 1000 butir
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan manajemen jerami
berpengaruh terhadap jumlah anakan produktif tanaman padi. Secara rinci pengaruh
perlakuan manajemen jerami terhadap jumlah anakan produktif disajikan pada Tabel
8.
Perlakuan jerami + 1 dosis pupuk anorganik menghasilkan jumlah anakan
produktif terbanyak dan lebih banyak jika dibandingkan dengan kontrol, tetapi tidak
berbeda dengan perlakuan yang lain. Perlakuan jerami saja menghasilkan jumlah
anakan produktif yang lebih banyak jika dibandingkan dengan perlakuan pupuk
anorganik saja maupun perlakuan kompos jerami saja.
Tabel 8. Persentase Jumlah Anakan Produktif
Perlakuan Jumlah
Anakan
Jumlah Anakan Produktif
Persentase Jumlah Anakan Produktif
Kontrol 13.13 8.6b 65.49%
Kompos jerami 15.96 9.7ab 60.77%
Jerami 22.83 10.3ab 45.11%
Jerami + Pupuk
anorganik 17.20 14.7a 85.46%
Kompos + Pupuk
anorganik 15.53
10.6ab 68.25%
Pupuk Anorganik
14.90 9.9ab 66.44%
Kompos + anorganik
½ dosis 12.63 10.1ab
79.96%
Jerami + anorganik ½
dosis 12.86 10.0ab
77.76%
Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5%
Dengan demikian, perlakuan jerami + 1 dosis pupuk anorganik menghasilkan
persentase jumlah anakan yang terbesar dan nyata lebih besar jika dibandingkan
dengan kontrol. Perlakuan jerami saja menghasilkan persentase anakan yang
terendah. Perlakuan pupuk anorganik saja menghasilkan persentase jumlah anakan
produktif yang lebih besar jika dibandingkan dengan perlakuan bahan organik saja
organik dengan pupuk anorganik menghasilkan persentase jumlah anakan yang lebih
besar jika dibandingkan dengan perlakuan bahan organik saja.
Perlakuan manajemen jerami berpengaruh terhadap salah satu komponen
hasil padi yaitu panjang malai. Pengaruh perlakuan manajemen jerami terhadap
komponen hasil padi disajikan pada Tabel 9. Perlakuan jerami serta perlakuan
kompos jerami saja menghasilkan panjang malai yang terpanjang dan lebih panjang
jika dibandingkan dengan kontrol. Walaupun demikian, panjang malai perlakuan
jerami serta kompos jerami tidak berbeda dengan perlakuan yang lain. Perlakuan
bahan organik baik jerami maupun kompos jerami saja menghasilkan panjang malai
yang lebih panjang jika dibandingkan dengan perlakuan pupuk anorganik saja.
Perlakuan manajemen jerami tidak berpengaruh terhadap jumlah gabah/malai serta
bobot 1000 butir gabah.
Tabel 9. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Komponen Hasil Padi Sawah
Perlakuan Panjang Malai
(cm)
Jumlah gabah/Malai
Bobot 1000 butir (g)
Kontrol 21.6b 92.50 29.70
Kompos jerami 24.9a 117.20 31.36
Jerami 25.5a 118.97 34.53
Jerami + Pupuk anorganik
23.6ab 115.67 34.10
Kompos + Pupuk anorganik
24.4ab 119.27 30.06
Pupuk Anorganik 23.8ab 105.70 30.03
Kompos + anorganik ½ dosis
23.3ab 105.03 35.00
Jerami + anorganik ½ dosis
24.0ab 102.40 30.60
Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5%
Bobot Jerami/Rumpun, Bobot Gabah, Bobot Ubinan dan Dugaan Hasil per Ha
Pengaruh perlakuan manajemen jerami terlihat pada peubah bobot basah
dan bobot kering jerami/rumpun padi. Secara rinci pengaruh perlakuan manajemen
jerami disajikan pada Tabel 10. Perlakuan kompos jerami menghasilkan
jerami/rumpun serta hasil kering/rumpun yang terbesar dan lebih besar dibandingkan
dosis pupuk anorganik. Walaupun demikian perlakuan kompos jerami tidak berbeda
dengan perlakuan kontrol, jerami, kompos + 1 dosis pupuk aborganik, pupuk
anorganik, serta jerami + ½ dosis pupuk anorganik.
Tabel 10. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Jerami/Rumpun Padi Sawah
Jerami/Rumpun Perlakuan
Bobot Basah Bobot Kering ...g...
Kontrol 49.17abc 18.6abc
Kompos jerami 84.17a 28.07a
Jerami 73.33ab 24.82ab
Jerami + Pupuk anorganik 20.00c 15.55c Kompos + Pupuk anorganik 48.33abc 17.3abc
Pupuk Anorganik 69.17ab 25.33ab
Kompos + anorganik ½ dosis 40.33bc 12.63bc Jerami + anorganik ½ dosis 61.67ab 19.3abc
Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5%
Perlakuan bahan organik baik jerami maupun kompos jerami saja
menghasilkan bobot hasil/rumpun tanaman yang lebih besar jika dibandingkan
dengan perlakuan pupuk anorganik saja. Lebih lanjut perlakuan bahan organik saja
menghasilkan bobot hasil/rumpun tanaman lebih besar jika dibandingkan dengan
perlakuan kombinasi dengan pupuk anorganik baik 1 dosis penuh maupun ½ dosis.
Rata-rata bobot basah dan bobot kering gabah per rumpun tanaman disajikan
pada Tabel 11. Pada tabel tersebut terlihat bahwa perlakuan manajemen jerami
berpengaruh terhadap bobot gabah per rumpun. Perlakuan pupuk anorganik
menghasilkan bobot basah gabah tertinggi dan lebih tinggi jika dibandingkan dengan
kontrol tetapi tidak berbeda dengan perlakuan lain. Lebih lanjut perlakuan pupuk
anorganik dan perlakuan kompos jerami menghasilkan bobot kering gabah yang
tertinggi dan lebih tinggi jika dibandingkan dengan kontrol tetapi tidak berbeda
Tabel 11. Pengaruh Perlakuan Manajemen Jerami Terhadap Bobot Gabah/Rumpun
Bobot Gabah/rumpun Perlakuan
Bobot Basah Bobot Kering
...g...
Kontrol 188.03b 161.47b
Kompos jerami 336.23ab 292.20a
Jerami 334.87ab 252.40ab
Jerami + Pupuk anorganik 306.57ab 252.80ab
Kompos + Pupuk anorganik 247.23ab 191.13ab
Pupuk Anorganik 360.10a 293.40a
Kompos + anorganik ½ dosis 242.63ab 197.07ab
Jerami + anorganik ½ dosis 292.07ab 227.57ab
Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5%
Pada Tabel 12. terlihat bahwa perlakuan manejemen jerami berpengaruh
terhadap bobot basah dan kering ubinan serta dugaan hasil per hektar yang
dinyatakan dengan Gabah Kering Panen (GKP) dan (GKG). Perlakuan jerami saja
dan perlakuan jerami + 1 dosis pupuk anorganik menghasilkan hasil ubinan yang
tertinggi dan lebih tinggi jika dibandingkan dengan kontrol. Seperti halnya hasil
ubinan, perlakuan jerami saja dan perlakuan jerami + 1 dosis pupuk anorganik
menghasilkan dugaan hasil per ha yang tertinggi dan lebih tinggi jika dibandingkan
dengan kontrol. Akan tetapi kedua perlakuan tersebut tidak berbeda dengan
perlakuan lainnya.
Perlakuan jerami saja menghasilkan hasil ubinan serta dugaan hasil per
hektar yang lebih tinggi jika dib