• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Perusahaan

Perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan perusahaan yang bergerak di sektor infrastruktur, utilitas dan transportasi yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia pada periode 2010-2014.Perusahaan sektor ini merupakan perusahaan yang menyediakan fasilitas atau layanan yang dibutuhkan dalam sistem ekonomi agar berfungsi dengan baik dan menghasilkan produk secara optimal.Sedangkan utilitas merupakan sarana penunjang dalam

Modal Kerja

Profitabilit as Likuiditas

ACP AAI APP CCC CR

QR

NPM ROA ROE

pembangunan.Sektor ini dibagi menjadi 5 sub-sektor yaitu sub-sektor energi, Jalan Tol, Pelabuhan, Bandara dan sejenisnya, komunikasi, transportasi dan konstruksi non-bangunan. Total perusahaan yang diteliti yaitu sebanyak 16 perusahaan dari hasil penarikan sampel dengan menggunakan metode penarikan sampel Judgement sampling. Berikut daftar perusahaan yang diteliti dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Daftar perusahaan sektor infrastruktur, utilitas dan transportasi periode 2010-2014

No Nama Perusahaan Kode

Saham

Sub-sektor

1 PT Leyand Internasional Tbk. LAPD Energi

2 PT Rukun Raharja Tbk. RAJA Energi

3 PT Jasa Marga (Persero) Tbk. JSMR Jalan Tol,

Pelabuhan, Bandara dan sejenisnya

4 PT Bakrie Telecom Tbk. BTEL Komunikasi

5 PT Indosat Tbk. ISAT Komunikasi

6 PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. TLKM Komunikasi

7 PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. GIAA Transportasi

8 PT Humpuss Intermoda Transportasi Tbk. HITS Transportasi

9 PT Indonesia Transport & Infrastructur Tbk. IATA Transportasi

10 PT Mitrabahtera Segera Sejati Tbk. MBSS Transportasi

11 PT Samudera Indonesia Tbk. SDMR Transportasi

12 PT Pelayaran Tempuran Emas Tbk. TMAS Transportasi

13 PT Trada Maritime Tbk. TRAM Transportasi

14 PT Wintermar Offshore Marine Tbk. WINS Transportasi

15 PT Indika Energy Tbk. INDY Konstruksi

Non-Bangunan

16 PT Sarana Menara Nusantara Tbk. TWOR Konstruksi

Non-Bangunan Sumber: Bursa Efek Indonesia (2015)

Analisis Laporan Keuangan

Analisis rasio keuangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis rasio mengenai manajemen modal kerja, rasio likuiditas, dan rasio profitabilitas.

Berdasarkan lampiran 2 mengenai rata-rata kinerja keuangan tahun 2010-2014, rasio Average Collection Period (ACP) merupakan rasio yang mengukur rata-rata waktu yang diperlukan untuk menerima kas dari penjualan. Rata-rata ACP tercepatpada perusahaan PT Jasa Marga (Persero) Tbk yaitu selama empat hari. Jumlah piutang yang rendah menandakan bahwa PT Jasa Marga (Persero) Tbk tidak memberikan kredit kepada perusahaan lain. Piutang perusahaan ini diperoleh dari piutang sewa lahan, tempat istirahat dan iklan. Pada tahun 2013 dan 2014, Perusahaan membiayai terlebih dahulu kenaikan harga tanah yang menjadi tanggungan pemerintah dan mengajukan permohonan penggantian danakepada pemerintah sehingga perusahaan memiliki piutang dari kementerian pekerjaan

umum atas dana dukungan pemerintah menegenai pengusahaan jalan tol lingkar luar Jakarta yang cukup tinggi. PT Jasa Marga (Persero) Tbk tidak banyak memberikan hutang sehingga piutang yang dimiliki menjadi sedikit.Rata-rata penjualan yang diperoleh PT Jasa Marga (Persero) Tbkyang berasal dari sewa lahan, jasa pengoperasian jalan tol, iklan, penggunaan jalan tol adalah tinggi, ini membuat ACP perusahaan menjadi cepat. Hal ini menandakan bahwa rata-rata penagihan piutang tidak lama bahkan tidak sampai seminggu, dengan begitu siklus kas perusahaan menjadi baik.

ACP terlama pada PT Mitrabahtera Segara Sejati Tbk selama 121 hari.Piutang yang terus mengalami kenaikan selama lima tahun tidak diimbangi dengan penjualan yang menurun. Hal ini menyebabkan rata-rata hari penagihan piutang menjadi lama.Jumlah piutang terbanyak pada perusahaan-perusahaan pihak ketiga sedangkan piutang perusahaan pihak relasi hanya sedikit dan manajemen grup telah menjamin piutang usaha atas hutang jangka panjang bank sehingga piutang tersebut dapat ditagih.Penjualan yang dihasilkan PT Mitrabahtera Segara Sejati Tbk berasal dari kontrak dan sewa.Rata-rata penjualan ini mengalami penurunan selama periode 2010 hingga 2014.Rata-rata piutangyang tinggi dan penurunan penjualan menjadikan rata-rata penagihan piutang menjadi lama.Hal ini dapat menghambat perputaran kas dan mengganggu kegiatan operasional perusahaan karena untuk mengkonversikan kas dari piutang membutuhkan waktu yang lama.

Rata-rata industri ACP adalah 53 hari,maka dapat dikatakan bahwa ACP PT Jasa Marga (Persero) Tbk sangat baik karena memiliki ACP tercepat dibawah rata-rata industri.Sedangkan, PT Mitrabahtera Segara Sejati Tbk dinilai memiliki ACP yang buruk karena berada diatas rata-rata industri.

Average Age Of Inventory (AAI) merupakan rasio yang mengukur berapa hari rata-rata dana terikat dalam persediaan. Semakin lama dana terikat dalam persediaan menunjukan semakin tidak efisien pengelolaan persediaan. Persediaan setiap sub-sektor berbeda-beda.Tingkat AAI pada sektor infrastruktur, utilitas dan trasnportasi terbilang cepat karena persediaan yang dihitung merupakan persediaan yang dapat diperjual-belikan dan dapat dikonversikan menjadi kas. Rata-rata ACP yang cepat membuat AAI perusahaan menjadi cepat pula karena hari penagihan piutang yang cepat membuat bahan persediaan menjadi cepat keluar dari gudang

AAI tercepatdimiliki olehPTJasa Marga (Persero) Tbk, PT Humpuss Intermoda Transportasi Tbk, PT Indonesia Transport & Infrastruktur Tbk, PT Mitrabahtera Segara Sejati Tbk, PT Pelayaran Tempura Emas Tbk, PT Rukun Raharja, PT Samudera Indonesia Tbk, PT Trade Maritime Tbk, PT Sarana Menara Nusantara Tbk dan PT Wintermar Offshore Marine Tbk yaitu selama 0 hari.Hal tersebut karena dalam laporan keuangan, perusahaan-perusahaan ini tidak memiliki persediaan yang dapat dikonversikan kedalam kas atau persediaan yang bersifat sebagai aset tetap.Persediaan dalam perusahaan–perusahaan tersebut merupakan persediaan yang tidak diperuntukan untuk penjualanyang tidak dapat dikonversikan menjadi kas.Tidak adanya persediaan yang dapat dikonversikan ke kas, membuat rata-rata hari dana terikat dalam persediaan menjadi tidak adaatau 0, sehingga perusahaaan tidak perlu khawatir akan terjadi kerusakan barang. Selain itu, perusahaan juga tidak perlu mengeluarkan tambahan biaya gudang dan asuransi untuk persediaan.

AAI terlama pada PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk yaitu selama empat hari. Jumlah persediaan perusahaan yang cukup besar, membuat rata-rata hari dana terikat dalam persediaan menjadi lama. Persediaan perusahaan ini terdiri dari kartu SIM, kartu RUIM, pesawat telepon, set top box, modem wireless broadband dan voucher prabayar.Persediaan merupakan aktiva yang paling tidak likuid karena membutuhkan waktu yang lama untuk menjadi kas sehingga harus dikelola dengan baik agar perputaran kas menjadi baik. AAI perusahaan ini terbilang cukup lama diantara perusahaan sektor infrastruktur, utilitas dan transportasi yang lainnya karena jenis dan jumlah persediaan yang dapat diperjualbelikan cukup banyak dibandingkan dengan yang lain sehingga rata-rata hari dana terikat dalam persediaan menjadi lama pula. Hal ini tidak cukup mengganggu perputaran kas karena rata-rata hari dana terikat dalam persediaan terbilang sebentar bahkan tidak sampai seminggu persediaan tersebut berada di gudang.

Pada sektor ini, kebanyakan perusahaan memiliki tingkat AAI selama 0 hari, karena persediaan yang dimiliki merupakan bahan-bahan yang digunakan dalam operasional sehari-hari dan tidak diperjual-belikan. Selain itu perusahaan tersebuttidak memiliki persediaanyang dapat dikonversikan menjadi kas atau persediaan yang bersifat sebagai aset tetap

Rata-rata industriAAI pada sektor infrastruktur, utilitas dan transportasi selama dua hari. Hal ini menjadikan PT Jasa Marga (Persero) Tbk, PT Humpuss Intermoda Transportasi Tbk, PT Indonesia Transport & Infrastruktur Tbk, PT Mitrabahtera Segara Sejati Tbk, PT Pelayaran Tempura Emas Tbk, PT Rukun Raharja, PT Samudera Indonesia Tbk, PT Trade Maritime Tbk, PT Sarana Menara Nusantara Tbk dan PT Wintermar Offshore Marine Tbk memiliki nilai AAI dibawah rata-rata industri. Sedangkan, PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk beradadiatas rata-rata industri.

Rata-rata periode pembayaran hutang (APP)tercepat adalah PT Indosat Tbk dengan rata-rata pembayaran hutang dalam jangka waktu yang singkat yaitu selama delapan hari. Hal ini karena perusahaan memiliki jumlah hutang usaha yang rendah jika dibandingkan dengan harga pokok penjualannya yaitu Rp425 293 800 000 untuk hutang usaha sebesar Rp19 734 938 600 000 yang diperoleh dari pihak relasi dan pihak ketiga. Kegiatan operasional perusahaan ini sedikit menggunakan hutang usahanya. Hal ini dibuktikan dari jumlah hutang usaha yang yang dimilikinya adalah sedikit juka dibandingkan dengan perusahaan lain.Rata-rata jumlah kas yang dimiliki sebesar Rp2 786 051 000 000 mengindikasikan bahwa kas tersebut digunakan untuk membayar hutang usahanya.Sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama dalam pembayaran hutang.Hal ini dapat menguntungkan perusahaan karena dengan rata-rata pembayaran hutang yang cepat dapat menumbuhkan kepercayaan dari perusahaan kreditur.Namun, kas yang dimiliki untuk meningkatkan profitabilitas perusahaan digunakan untukpembayaran hutang.

PT Sarana Menara Nusantara Tbk merupakan perusahaan dengan APP terlama yaitu 463 hari. Hutang usaha pada PT Sarana Menara Nusantara Tbk sebesar Rp345 578 000 000 yang diperuntukan untuk pembangunan menara pada pihak ketiga yang jauh lebih besar dibandingkan dengan harga pokok pendapatan perusahaan ini yaitu sebesar Rp666 724 000 000 membuat periode pembayaran hutang menjadi lama.Rata-rata jumlah kas yang dimiliki sebesar Rp1 129 791

400 000 tidak dialokasikansepenuhnya untuk membayar hutang usahanya.Hutang usaha tertinggi berada pada tahun 2010dan terus mengalami penurunan hingga tahun 2014.Tingkat APP yang tinggi mengindikasikan kemungkinan bahwa PT Sarana Menara Nusantara Tbk melakukan pengelolaan kas yang tersedia dengan baik dan lebih memilih menggunakan kas perusahaan untuk keperluan lain, seperti pemenuhan kebutuhan operasional sehari-hari selain membayar hutang usahanya. Hal ini dapat menguntungkan perusahaan, karena dengan waktu pembayaran hutang yang lama, perusahaan dapat memutarkankasnya dan meningkatkan kinerja perusahaan.Selain itu dapat meningkatkan profitabilitas perusahaan, sehingga dana tersebut dapat digunakan untuk menopang kegiatan perusahaan.

Rata-rata APP sektor infrastruktur, utilitas dan transportasi selama 91 hari, maka PT Sarana Menara Nusantara Tbk berada diatas rata-rata dan PT Indosat Tbk berada dibawah rata-rata.

CCC merupakan periode saat kas dibayarkan untuk pembelian persediaan sampai dengan saat kas dikumpulkan dari piutang. CCC yang semakin pendek akan semakin baik, karena kas yang tertanam akan semakin sedikit yang berarti kas berputar lebih cepat. Perusahaan yang memiliki CCC tercepat ditandai oleh ACP dan AAI yang cepat sedangkan APP yang lama. Hal ini membuat siklus konversi kas perusahaan menjadi cepat dan efisien.

Perusahaan dengan cash conversion cycle (CCC) tercepatatau lamanya suatu perusahaan dalam mengkonversikan kas yang yang paling cepat adalah PT Sarana Menara Nusantara Tbk yaitu dengan CCC selama (415).Hal ini menunjukan bahwa CCC PT Sarana Menara Nusantara Tbk sangat baik karena memiliki CCC yang nilainya negatif yang berarti kurang dari satu tahun perusahaan ini dapat mengkonversikan kasnya.Siklus konversi kas yang semakin cepat menandakan bahwa kas perusahaan semakin likuid dan dapat terhindar dari permasalahan kas.Pada PT Sarana Menara Nusantara Tbk tingkat CCC menjadi sangat cepat berkaitan dengan ACP perusahaan yang hanya 48 hari dan tidak memiliki AAI yang dapat dikonversikan menjadi kas, sedangkan rata-rata APP yang lama yaitu 463 hari. Hal ini menandakan bahwa perusahaan dalam menagih piutang sangat baik dan dalam perputaran persediaan yang sangat cepat karena persediaan perusahaan merupakan persediaan yang digunakan untuk operasional dan tidak untuk diperjual-belikan melainkan digunakan untuk operasional perusahaan.Kebijakan pengeluaran kas untuk melunasi hutang usahanya selama mungkin juga dinilai sangat baik sehingga ketiga hal ini tentunya sangat menguntungkan bagi perusahaan dengan begitu siklus konversi kas PT Sarana Menara Nusantara Tbk menjadi sangat cepat.

CCC terlama dimiliki olehPTMitrabahtera Segara Sejati Tbk selama 78 hari.Hal ini disebabkan karena perpaduan antara rendahnya kemampuan perusahaan dalam memperoleh piutang dengan pelunasan hutang usahanya.ACP perusahaan yang lama yaitu 121 hari, sedangkan APP yang hanya43 hari membuat CCC menjadi lama.ACP perusahaan dapat dikatakanburuk karena memiliki ACP terlama dalam industri selama lima tahun. Sedangkan AAI perusahaan selama 0 hari dikarenakan perusahaan ini tidak memiliki persediaan yang digunakan untuk operasional sehari-hari dan bukan untuk diperjual-belikan.Sehingga dapat dikatakan bahwa periode kas terkumpul dari piutang dinilaikurang baik karena membutuhkan waktu yang lama dan kebijakan pengeluaran kas untuk melunasi hutang usahanya kurang baik karena waktu

pembayarannya dinilai singkat.Hal inimembuat CCC perusahaan dinilai buruk karena perusahaan dapat mengalami permasalahan kas sehingga dapat mengalami kekurangan dalam memenuhi kebutuhan operasional sehari-hari.Rata-rata CCC sektor infrastruktur, utilitas dan transportasi selama (21) hari, maka PT Sarana Menara Nusantara Tbk memiliki CCC jauh dibawah rata-rata, sedangkan PT Indonesia Mitrabahtera Segara Sejati Tbkmemiliki CCC diatas rata-rata.

Likuiditas Perusahaan Sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi Periode 2010-2014

Likuiditas menggambarkan kemampuan perusahaan dalam menyelesaikan atau memenuhi hutang lancarnya.Rasio likuiditas yang digunakan dalam penelitian ini adalah current ratio yaitu sejauh mana aset lancar menutupi hutang-hutang lancar. Semakin besar CR, maka semakin tinggi danquick ratio yaitu kemampuan asset lancar yang paling likuid mampu menutupi hutang lancar. Semakin besar QR maka semakin baik untuk perusahaan.

Berdasarkan lampiran 2dapat dilihat bahwa perusahaan dengan tingkat CR terbaik adalah perusahaan PT Indika Energy Tbk sebesar 210.29 persen. Hal ini karena selama lima tahun jumlah rata-rata aktiva lancarnya lebih besar dibandingkan jumlah rata-rata hutang lancar yang dimiliki. Pada tahun 2010 dan 2011 PT Indika Energy Tbk mendapat pinjaman dari Bank UBS AG, Cabang Singapura yang akan digunakan untuk membiayai modal kerja serta keperluan perusahaan. Hal tersebut menunjukkan bahwa hutang lancar perusahaan digunakan untuk membiayai kegiatan operasional.Berdasarkan perhitungan tersebut, dapat ditarik hasil bahwa perusahaan tersebut likuid karena memiliki nilai CR diatas 200 persen.

Selain itu QR terbaik juga pada perusahaan PT Indika Energy Tbk sebesar 206.65 persen. Rata-rata jumlah persediaan selama lima tahun dinilai sedikit, yaitu sebesar Rp147 066 475 220. PT Indika Energy Tbk telah mengasuransikan seluruh persediaan kepada sebuah konsorsium yang dipimpin oleh PT Asuransi Wahana Tata.Jumlah persediaan yang sedikit, membuat current ratio dan quick ratio tidak jauh berbeda.Berdasarkan perhitungan tersebut, dapat disimpulkan bahwa perusahaan tersebut likuid.

CR dan QR terkecil selama lima tahun yaitu pada PT Leyand Internasional Tbk sebesar 21.65 persen dan 20.14 persen. Jumlah rata-rata aktiva lancar Rp57150 770 600 dan rata-rata hutang lancar Rp260 892 180 000 membuat rasio CR menjadi sangat rendah. Dengan melihat rasio CR dan QR menandakan bahwa setiap satu persen hutang lancar perusahaan hanya dapat ditanggung 21.65 persenaktiva lancar, hal ini menandakan bahwa PT Leyand Internasional Tbk tidak likuid karena jumlah current ratio yang kurang dari 200 persen. Jumlah rata-rata persediaan yang kecil membuat nilai CR dan QR tidak jauh berbeda.Persediaan yang dimiliki PT Leyand Internasional Tbk adalah suku cadang dan pelumas yang merupakan persediaan untuk operasi dan pemeliharaan pembangkit listrik.

Rata-rata CR pada industri sektor infrastruktur, utilitas dan transportasi adalah 94.81 persen yang berarti tingkat CR PT Indika Energy Tbk jauh berada diatas rata-rata dan tingkat CR PT Leyand Internasional Tbk dibawah rata-rata. Sedangkan, rata-rata QR adalah 89.77 persen yang mana QR PT Indika Energy

Tbk berada diatas rata-rata industri dan PT Leyand Internasional Tbk memiliki QR dibawah rata-rata industri.

Hal tersebut dapat diindikasikan bahwa terdapat hubungan yang positif antara likuiditas dengan modal kerja perusahaan sektor infrastruktur, utilitas dan trasnportasi.Sebagian besar perusahaan sektor infrastruktur, utilitas dan trasnportasi yang memiliki Cash Conversion Cycle yang cepat, dinilai memiliki rasio likuiditas yang baik.

Profitabilitas Perusahaan Sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi Periode 2010-2014

Profitabilitas mengindikasikan tingkat profit yang didapat oleh perusahaan. dalam penelitian ini, rasio profitabilitas yang digunakan adalah NPM dimana rasio ini Menunjukan seberapa besar presentase pendapatan bersih yang diperoleh dari setiap penjualan, ROA digunkan menggambarkan perputaran asset yang diukur dari volume penjualan, dan ROE menunjukan berapa perolehan laba bersih bila diukur dari modal pemilik. Semakin besar tingkat rasio tersebut, maka semakin baik kinerja perusahaan dalam memperoleh profit.

Berdasarkan lampiran 2, NPM, ROA dan ROE terbaik yaitu pada PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. Selama lima tahun, PT Telkom dapat menghasilkan rata-rata profit sebesar Rp 18 287 600 000 000. Penjualan selama limatahun sebesar Rp77 937 600 000 000 membuat rasio Net profit margin PT. Telkom sebesar 23.40 persen.Hal tersebut menandakan bahwa perusahaan mampu memperoleh laba yang tinggi dari penjualan.Selain itu, perusahaan juga mampu mengelola beban yang dikeluarkan dengan baik sehingga didapat angka yang kecil dari beban tersebut.Hal ini membuat perusahaan memperoleh laba yang cukup besar.Dengan begitu perusahaan ini memiliki perbandingan laba bersih dan penjualan yang besar.

PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) memiliki rasio ROA terbaik sebesar 15.67 persen. Hal tersebut karena perusahaan memiliki perbandingan (rasio) yang optimal antara total asset yang dimiliki dengan laba bersih yang dihasilkan jika dibandingkan dengan perusahaan yang lain dalam sektor infrastruktur, utilitas dan transportasi. Perusahaan mampu mengelola seluruh asset yang dimiliki baik asset lancar maupun tidak lancar untuk dapat menghasilkan laba bersih.

PT Telkom memiliki rasio ROE terbaik yaitu 26.81 persen.Hal ini karena perusahaan memiliki perbandingan yang besar antara laba bersih yang dihasilkan dengan ekuitas yang dimiliki.Perusahaan ini dapat dikatakan mampu mengelola ekuitas yang dimiliki sehingga dapat menghasilkan laba bersih yang lebih besar dibandingkan perusahaan sektor infrastruktur, utilitas dan transportasi yang lain.

Rata-rata NPM dan ROA terburuk selama lima tahun yaitu pada PT Bakrie Telecom Tbk rasio NPM perusahaan sebesar (105.65 persen). Hal ini disebabkan karena perusahaan ini selalu mengalami kerugian dari tahun 2011 hingga 2014 sehingga laba bersih bernilai negatif atau mengalami kerugian. Penurunan penjualan dan meningkatnya beban-beban yang ditanggung perusahaan dari tahun ke tahun menyebabkan perusahaan mengalami kerugiaan. Perbandingan antara laba bersih yang bernilai negatif (rugi) dengan penjualan yang kecil menjadikan rasio NPM bernilai negatif. Rata-rata rasio ROA perusahaan ini sebesar (21.57

persen). Perbandingan antara rugi yang dialami perusahaan dengan total asset yang dimiliki membuat nilai ROA menjadi negatif. Total asset yang dimiliki perusahaan juga mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Perbandingan antara kerugian dan total asset yang kecil membuat rasio ROA menjadi negatif. Dengan begitu dapat dikatakan bahwa perusahaan kurang mampu mengelola penjualan yang dihasilkan dengan total asset yang dimiliki, karena perusahaan selalu mengalami kerugian dari tahun ke tahun.ROE terburuk pada PT Humpus Intermoda Transportasi Tbk sebesar (25.52 persen). Hal ini disebabkan karena dari tahun 2011 hingga 2013 selalu mengalami kerugian menyebabkan rasio ROE menjadi bernilai negatif. Selain itu perbandingan antara rata-rata kerugian dengan jumlah ekuitas yang kecil dibandingkan dengan perusahaan sektor infrastruktur, utilitas dan trasnportasi yang membuat rasio ROE menjadi paling kecil diantara yang lain bahkan bernilai negatif. Hal ini menandakan bahwa PT Humpus Intermoda Transportasi Tbk kurang mampu mengelola ekuitas yang dimiliki untuk dapat menghasilkan profit, namun sebaliknya menimbulkan kerugian yang cukup besar.

Rata-rata industri NPM, ROA dan ROE pada sektor infrastruktur, utilitas dan transportasi adalah (3.66 persen), 0.98persen dan 5.82persen membuat PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk jauh berada diatas rata-rata. Sedangkan, PT Bakrie Telecom Tbk memiliki rasio NPM dan ROA dibawah rata-rata industri.Sedangkan, pada PT Humpus Intermoda Transportasi Tbk memiliki rasio ROE dibawah rata-rata sektor infrastruktur, utilitas dan transportasi.Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa PT Bakrie Telecom Tbk dan PT Humpus Intermoda Transportasi Tbk tercatat memiliki CCC negatif dan dapat dikatakan Cash Conversion Cycle yang cepat memiliki pengaruh yang negatif antara CCC dengan profitabilitas.

Berdasarkan analisis dan perhitungan, PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk merupakan perusahaan yang memiliki rasio keuangan yang terbaik.Hal tersebut karena PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk mampu mengelolah modal kerja yang dimiliki sehingga memiliki tingga CCC yang rendah yaitu (33) hari. Selain itu rasio likuiditas PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk juga tergolong baik, hal ini dilihat dari current rasiosebesar 105.17% dan quick rasio sebesar 102.85% berada diatas rata-rata industri. Rasio profitabilitas perusahaan ini dinilai juga baik karena nilai NPM, ROA dan ROE yang tinggi dan diatas rata-rata industry. Hal ini menunjukkan bahwa PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk mampu mengelolah modal kerja, aktiva lancar dan hutang lancar sehingga mampu meningkatkan profitabilitas dari perusahaan.

Analisis Partial Least Square (PLS)

Pada penelitian ini, pengujian model dengan menggunakan SmartPLS. Terdapat 3 variabel laten yaitu variabel laten modal kerja, variabel laten likuiditas dan variabel laten profitabilitas. Masing-masing variabellaten tersebut memiliki variabelmanifest atau indikator. Variabel laten modal kerja memiliki variabel manifest ACP, AAI, APP dan CCC. Variabel laten likuiditas memiliki variabelmanifest CR dan QR. Sedangkan variabel laten profitabilitas memiliki

Dokumen terkait