• Tidak ada hasil yang ditemukan

Stabilitas Emulsi Lilin

Stabilitas emulsi diukur untuk mengetahui apakah emulsi masih stabil saat dilapisikan pada telur. Emulsi lilin 12% b/b berbentuk oil-in-water emulsions. Stabilitas emulsi dipengaruhi oleh beberapa parameter diantaranya (i) jenis

emulsifier; (ii) ukuran droplet; (iii) viskositas fase kontinyu; dan (iv) rasio

perbandingan volume terdispersi dengan fase kontinyu (Liu 2009). Faktor homogenisasi emulsi juga mempengaruhi kestabilan emulsi. Zhen (2016) menyatakan bahwa lamanya waktu homogenisasi pada kecepatan putar yang sama berpengaruh terhadap kestabilan emulsi. Emulsi lilin pada penelitian ini dihomogenisasi pada kecepatan putar 5000 rpm selama 10 menit. Pada penelitian pelilinan sebelumnya, kecepatan putar homogenizer bervariasi yaitu 6000 rpm selama 10 menit (Sonjaya 2013) dan 11000 rpm selama 7 menit (Hayati 2013).

12

Ketidakstabilan emulsi ditandai dengan terpisahnya putih pekat pada bagian atas dan serum (air) pada bagian bawah. Gambar 3 menunjukkan kondisi emulsi liin pada jam ke-0, ke-8 dan ke-24 pada penyimpanan suhu ruang. Gambar 4 menunjukkan penampakan emulsi lilin penyimpanan suhu dingin jam ke-0, jam ke-9 dan jam ke-24.

Gambar 3 menunjukkan emulsi pada jam ke-0 masih stabil dan mulai mengalami ketidakstabilan atau pemisahan bagian putih pekat dan serum pada jam ke-8. Gambar 4 menunjukkan ketidakstabilan mulai terjadi pada jam ke-9. Pada jam ke-24 untuk penyimpanan dingin dan ruang, serum secara terus-menerus meningkat. Waktu yang dibutuhkan dari awal selesai pembuatan emulsi hingga pelapisan pada telur adalah 3 jam. Penelitian ini menunjukkan bahwa emulsi yang dilapisi pada telur masih stabil hingga lapisan lilin tersebut mengering.

Grafik pada Gambar 5 menunjukkan stabilitas emulsi lilin setelah diamati di suhu dingin dan di suhu ruang selama 24 jam. Cream yang semakin padat mengakibatkan semakin banyak serum yang terbentuk. Hasil pengamatan Lampiran 1 menunjukkan kuantifikasi cream tidak berbeda nyata antara penyimpanan pada suhu ruang dan suhu dingin yaitu pada jam ke-24 berturut-turut 93.45±1.35 % dan 93.51±1.13 %.

Gambar 3 Perubahan emulsi lilin yang disimpan di suhu ruang selama penyimpanan 0, 8, 24 jam Putih pekat Serum (air) 0 8 24 Putih pekat Serum (air) 0 9 24

Gambar 4 Perubahan emulsi lilin yang disimpan di suhu dingin selama penyimpanan 0, 9, 24 jam

13

Kelarutan Emulsi Lilin

Kelarutan emulsi lilin diamati seperti pada Gambar 6. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa emulsi yang dilarutkan kedalam air tidak menggumpal. Setelah didiamkan beberapa saat, larutan juga tidak membentuk sedimentasi serta tidak ada emulsi lilin yang menempel pada dinding beaker. Hal ini sesuai dengan pernyataan Roosmani (1975) bahwa emulsi lilin yang dibentuk harus larut dalam air agar sisa lilin dapat dihilangkan oleh pencucian.

Suhu dan Kelembaban Relatif Ruang Penyimpanan

Keadaan umum yang diamati selama penelitian adalah suhu dan kelembaban relatif ruang penyimpanan. Ruang penyimpanan telur yang digunakan ada dua yaitu dingin dan ruang. Menurut Sudaryani (2008) suhu optimum penyimpanan telur antara 12-15°C dengan kelembapan relatif 70-80%. Diatas atau dibawah suhu tersebut akan berpengaruh terhadap kualitas telur. Rata-rata suhu di penyimpanan dingin pada penelitian ini adalah 13.36±0.48 °C dengan kelembaban relatif sebesar 81.71±3.49 %. Penyimpanan pada suhu ruang rata-rata 29.12±0.44 °C suhu dan untuk kelembaban relatif 61.43±5.48 %. Menurut USDA

90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 St a b ilita s (% ) Waktu (jam)

Gambar 5 Stabilitas (%) emulsi lilin yang disimpan di suhu dingin (■) dan di suhu ruang (♦) selama waktu 24 jam

14

(2000) faktor yang mempengaruhi kualitas telur diantaranya adalah suhu dan kelembaban relatif ruang penyimpanan.

Penyimpanan pada suhu ruang menunjukkan kualitas telur secara umum menurun. Penyimpanan pada suhu ruang mungkin mengakibatkan penguapan air dan gas dari dalam telur. Penyimpanan di suhu dingin menunjukkan kualitas telur lebih baik karena pada suhu rendah aktivitas penguapan mungkin bisa ditekan dan kontaminasi mikroba mungkin terhambat. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa CO2 pada telur mengalami lebih banyak penguapan pada suhu tinggi dibanding suhu dingin (Banerjee dan Keener 2012).

Hasil analisis pada Lampiran 16 menunjukkan perbedaan yang nyata untuk setiap parameter pengukuran antara penyimpanan pada suhu dingin dan suhu ruang. Perlakuan penyimpanan pada suhu ruang dan dingin tidak berpengaruh nyata terhadap pergerakan kantung udara. Kualitas telur secara umum di penyimpanan dingin lebih baik. Hal ini didukung oleh penelitian sebelumnya bahwa telur yang disimpan disuhu dingin menunjukkan performa dan kualitas yang lebih baik (Jazil et al. 2013).

Kualitas Eksterior Telur Ayam

Pengukuran kualitas eksterior telur ayam dilakukan tanpa merusak telur atau telur masih dalam kondisi utuh/belum dipecahkan. Pengujian non-destruktif ini dilakukan untuk mengetahui kualitas telur melalui bobot telur dan keadaan kantung udara.

Bobot Telur

Bobot telur merupakan parameter yang diukur untuk mengetahui perubahan bobot dari awal penyimpanan sampai jangka waktu tertentu. Grafik perubahan bobot telur ayam tanpa pelilinan dan dengan pelilinan selama penyimpanan di suhu dingin dan suhu ruang dapat dilihat pada Gambar 7. Hasil pengamatan menunjukkan persentase bobot telur ayam semua jenis perlakuan selama penyimpanan secara umum menurun. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Jones dan Musgrove (2005) yang mengemukakan bahwa telur akan mengalami penurunan bobot selama penyimpanan.

15

Grafik pada Gambar 7 menunjukkan telur tanpa pelilinan dan disimpan disuhu ruang memiliki bobot terendah di hari terakhir penyimpanan. Bobot telur tertinggi sampai hari terakhir penyimpanan adalah telur yang dililini dan disimpan di suhu dingin. Telur mengalami kehilangan air selama penyimpanan sehingga bobot telur menjadi berkurang (Biladeau dan Keener 2009). Hal ini juga mungkin terjadi karena telur pada kondisi tanpa pelilinan mengalami pelepasan gas dari dalam isi telur melalui pori-pori kerabang. Penelitian Biladeau dan Keener (2009) menyatakan tidak terjadinya pelepasan CO2 pada telur yang dilapisi dan disimpan pada suhu refrigerator serta telur tanpa pelapisan kehilangan 12% CO2 pada minggu kedua.

Hasil analisis ragam pada Lampiran 2 menunjukkan bahwa pelilinan, lama simpan dan suhu berpengaruh nyata pada bobot telur. Analisis juga menunjukkan interaksi antara ketiga faktor yaitu pelilinan, lama simpan dan suhu berpengaruh nyata terhadap bobot telur. Hal ini ditunjukkan dengan nilai P<0.05 dan pada Lampiran 14 juga menunjukkan pelilinan mempengaruhi secara nyata bobot telur.

Kedalaman dan Pergerakan Kantung Udara

Kantung udara merupakan salah satu parameter yang dapat diidentifikasi untuk menentukan kesegaran telur. Telur yang diamati dalam penelitian ini memiliki kedalaman kantung udara yang berbeda satu dengan lainnya. Secara umum kualitas kantung udara yang ada pada alat pengukur official egg air cell terbagi atas tiga yaitu AA, A dan B. Hasil pengukuran kualitas kedalaman kantung udara dapat dilihat pada Tabel 5.

Gambar 7 Bobot telur ayam (%) non-pelilinan suhu dingin (♦), non-pelilinan suhu ruang (), pelilinan suhu dingin (), pelilinan suhu ruang (X) selama waktu penyimpanan 0, 7, 14, 21 dan 28 hari

90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 0 5 10 15 20 25 30 B o b o t te lu r (% )

16

Tabel 5 Kualitas kedalaman kantung udara dengan berbagai perlakuan selama 28 hari Hari ke- Non-Pelilinan suhu dingin Non-Pelilinan suhu ruang Pelilinan suhu dingin Pelilinan suhu ruang 0 AA AA AA AA 7 AA A AA AA 14 AA B AA AA 21 A B AA AA 28 A B AA AA

Tabel 5 menunjukkan kedalaman kantung udara untuk telur yang dilapisi lilin tidak berubah dari hari ke-0 hingga hari ke-28. Telur tanpa pelilinan mengalami perubahan kedalaman kantung udara secara signifikan. Telur yang semakin lama disimpan mengakibatkan kantung udara membesar karena penguapan cairan (Sudaryani 2008). Suhu penyimpanan juga mempengaruhi penguapan CO2 yang mengakibatkan pembesaran kantung udara seperti pada penelitian Banerjee dan Keener (2012) yang menyatakan bahwa CO2 pada telur mengalami lebih banyak penguapan pada suhu tinggi dibanding suhu dingin. Gambar hasil pengamatan kedalaman telur ini dapat dilihat pada Lampiran 17.

Hasil analisis pada Lampiran 3 menunjukkan perbedaan nyata antara pelilinan, lama simpan, suhu dan interaksi antara ketiganya terhadap kualitas kedalaman kantung udara dengan nilai P<0.05. Penelitian sebelumnya menunjukkan semakin lama telur disimpan maka kantung udara akan semakin besar (Jazil et al. 2013). Hal ini ditunjukkan oleh hasil analisis pada Lampiran 16 yang menunjukkan bahwa lama simpan mempengaruhi secara nyata kedalaman kantung udara.

Kantung udara yang diamati selama penelitian tidak mengalami pergerakan atau diam di tempat. Perubahan yang terjadi pada kantung udara hanya pembesaran kantung udara tanpa adanya pergerakan yang signifikan. Hasil analisis data pada Lampiran 4 menunjukkan perbedaan tidak nyata antara pelilinan, suhu dan lama simpan terhadap pergerakan kantung udara.

Kualitas Interior Telur Ayam

Pengukuran kualitas interior telur ayam dilakukan dengan memecahkan telur diatas kaca datar. Pengamatan kualitas telur bagian dalam dilakukan dengan mengamati kuning telur dan putih telur. Interior telur ayam dapat dilihat pada Lampiran 18. Hasil pengamatan akan dibahas secara rinci untuk setiap parameter.

Warna Kuning Telur

Kecerahan kuning telur merupakan salah satu indikator penentuan kualitas telur ayam ras. Grafik perubahan warna kuning telur selama masa simpan 28 hari disajikan dalam Gambar 8.

Hasil menunjukkan penurunan nilai warna kuning telur paling rendah adalah telur tanpa pelilinan dan disimpan disuhu ruang. Nilai kuning telur menurun dari hari ke-0 hingga hari ke-28 dikarenakan saat penyimpanan terjadi

17 penguapan air dan pelepasan gas yang membuat lemahnya membran vitelin dan rusaknya serabut ovomucin sehingga cairan dari putih telur mudah berpindah ke kuning telur dan akan mengakibatkan kuning telur menjadi encer dan berwarna pucat (Romanoff dan Romanoff 1963).

Gambar 8 juga menunjukkan bahwa telur ayam ras yang dililini dan disimpan disuhu dingin mengalami penurunan nilai warna kuning yang tidak terlalu signifikan. Hal ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa pelapisan pada telur secara signifikan dapat mempertahankan warna kuning telur dibandingkan dengan telur yang tidak dilapisi (Jo et al. 2011).

Hasil analisis pada Lampiran 5 menunjukkan bahwa pelilinan, lama simpan dan suhu berpengaruh nyata terhadap nilai warna kuning telur yaitu dengan nilai P<0.05. Interaksi yang mempengaruhi nilai kuning telur secara nyata adalah interaksi antara pelilinan dan lama simpan serta interaksi antara lama simpan dan suhu. Perbedaan tidak nyata ditunjukkan oleh interaksi pelilinan dengan suhu dan interaksi ketiga faktor yaitu dengan nilai P>0.05. Secara keseluruhan pelilinan sangat berpengaruh nyata terhadap nilai kuning telur seperti yang terlihat dalam hasil analisis pada Lampiran 14. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya bahwa pelapisan pada telur mampu mempertahankan warna kuning telur (Tindjabate et al. 2014).

Bentuk, Posisi, Bayangan dan Kebersihan Kuning Telur

Pengukuran kualitas kuning telur juga didukung dengan pengamatan pada bentuk, posisi, bayangan dan kebersihan kuning telur. Kuning telur berkualitas baik menurut SNI 3926:2008 adalah berbentuk bulat, posisi ditengah, bayangan tidak jelas dan bersih dari noda maupun bercak darah. Pada penyimpanan telur transfer air yang terjadi dari putih telur ke kuning telur mengakibatkan kuning Gambar 8 Kualitas warna kuning telur non-pelilinan suhu dingin (♦),

non-pelilinan suhu ruang (), pelilinan suhu dingin (▲), pelilinan suhu ruang (X) selama waktu penyimpanan 0, 7, 14, 21 dan 28 hari

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 5 10 15 20 25 30 N ilai war n a k u n in g t e lu r (-)

18

telur menjadi lembek (Romanoff dan Romanoff 1963). Hasil penelitian pada Lampiran 18 menunjukkan telur yang diililini dan disimpan di suhu dingin dapat mempertahankan kualitas kuning telur dari hari ke-0 hingga hari ke-28. Telur pada kondisi tersebut memiliki bentuk kuning yang bulat, posisi ditengah, bayangan tidak jelas, dan bersih dari noda. Sedangkan telur dengan kualitas yang buruk ditunjukkan oleh telur tanpa pelilinan dan disimpan disuhu ruang. Telur kondisi tersebut pada hari ke-28 menunjukkan kuning telur yang sudah pecah, tidak berbentuk, banyak noda dan darah pada bagian kuning serta menimbulkan bau yang tidak sedap.

Pelilinan pada telur menunjukkan hasil yang terbaik karena mungkin tidak terjadi kontaminasi mikroba ke dalam telur. Hal ini didukung penelitian Figueiredo et al. (2014) yang menyatakan tidak terjadinya kontaminasi

Salmonella spp dan Staphylococcus aureus pada telur yang dilapisi. Hal lain yang

mungkin menyebabkan hal tersebut adalah hanya sedikit terjadi penguapan air sehingga kuning telur dapat mempertahankan bentuknya. Seperti pada penelitian Jo et al. (2011) yang menyatakan air yang keluar dari telur mempengaruhi kualitas internal telur.

Hasil analisis pada Lampiran 6, Lampiran 7, Lampiran 8 dan Lampiran 9 menunjukkan pelilinan, suhu penyimpanan, lama simpan dan interaksi ketiganya mempengaruhi secara nyata kualitas kuning telur dengan taraf kepercayaan 95% dengan nilai P<0.05.

Nilai Haugh Unit Putih Telur

Nilai Haugh Unit (HU) adalah alat ukur internasional untuk mengetahui kondisi kualitas internal telur. Menurut United State Departement of

Agriculture (USDA) telur berkualitas AA memiliki nilai Haugh Unit putih telur

minimal 72. Grafik pengaruh pelilinan dan suhu penyimpanan selama masa simpan hari ke-0 hingga hari ke-28 tersaji dalam Gambar 9. Hasil pengamatan menunjukkan telur yang dililini dan disimpan selama 8 hari di suhu dingin memiliki nilai HU yang lebih tinggi daripada yang tidak dililini.

Telur yang dililini berdasarkan USDA dapat dikategorikan menjadi kualitas AA yaitu dengan rata-rata nilai HU sebesar 82.76±4.49 pada hari ke-7. Nilai HU telur yang dilapisi liin dan disimpan disuhu ruang juga masih masuk dalam kualitas AA yaitu dengan rata-rata 74.78±0.92. Telur dengan kualitas terburuk adalah telur tanpa pelapisan dan disimpan disuhu ruang dengan nilai rata-rata HU pada hari ke-7 yaitu 50.39±4.64 dengan kategori B. Telur terus mengalami penurunan nilai kualitas dari waktu ke waktu seperti yang ditunjukkan grafik pada Gambar 9. Hari ke-28 penyimpanan menunjukkan telur tanpa pelilinan dan disimpan disuhu ruang sudah tidak masuk dalam kategori kualitas karena memiliki nilai HU yang sangat rendah yaitu 13.16±3.48 dan telur yang dililini dan disimpan di suhu dingin berkualitas A dengan nilai HU 69.55±1.97.

19

Nilai HU telur dari waktu ke waktu menurun untuk setiap perlakuan. Nilai HU terbaik ditunjukkan oleh telur dengan pelilinan. Hal ini sesuai dengan penelitian Biladeau dan Keener (2009) yang menunjukkan bahwa telur yang dilapisi dengan paraffin wax, mineral oil, soy protein isolate (SPI), and whey

protein isolate (WPI) memiliki nilai HU lebih tinggi dibandingkan telur yang

tidak dilapisi. Penurunan nilai HU menurut Jo et al. (2011) dipengaruhi oleh penguapan air dan pelepasan gas yang berakibat putih telur semakin mengencer. Pengenceran tersebut berakibat pada penurunan tinggi putih yang juga membuat nilai HU semakin rendah.

Hasil analisis ragam pada Lampiran 10 menunjukkan faktor pelilinan, suhu dan lama simpan berpengaruh nyata terhadap nilai HU. Interaksi antara ketiga faktor tersebut juga berpengaruh nyata dengan nilai P<0.05 pada taraf kepercayaan 95%. Pada Lampiran 14 dan Lampiran 15 juga menunjukkan pelilinan dan suhu penyimpanan mempengaruhi secara nyata nilai HU.

Kebersihan dan Kekentalan Putih Telur

Kebersihan putih telur dinilai dari ada tidaknya noda, daging dan bercak darah. Putih telur sebaiknya bebas dari benda asing lainnya. Putih telur pada penelitian ini bebas dari noda dan masih kental (Lampiran 18, hari ke-0). Selama penyimpanan kualitas putih telur secara terus menerus menurun. Penurunan kualitas kebersihan dan kekentalan telur untuk empat perlakuan berbeda satu dengan lainnya. Putih telur tanpa pelilinan dan disimpan pada suhu ruang menunjukkan hasil tidak baik yaitu berwarna pucat dan tidak jernih lagi. Putih telur pada kondisi tersebut saat penyimpanan 28 hari sudah sangat encer seperti air dan memiliki banyak bercak noda. Penelitian ini menunjukkan bahwa telur yang dilapisi lilin dan disimpan pada suhu dingin dapat mempertahankan kekentalan putih telur hingga hari ke-28. Perubahan pada telur yang dilapisi lilin tidak signifikan dan dapat menjaga dan mempertahankan kebersihan putih telur.

Gambar 9 Nilai Haugh Unit (HU) non-pelilinan suhu dingin (♦), non-pelilinan suhu ruang (), pelilinan suhu dingin (▲), pelilinan suhu ruang (X) selama waktu penyimpanan 0, 7, 14, 21 dan 28 hari 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 5 10 15 20 25 30 N ilai H au gh Uni t (-)

20

Penelitian Silversides dan Budgell (2004) menyatakan hubungan nilai HU terhadap kualitas putih telur secara keseluruhan, semakin tinggi nilai HU maka kondisi telur juga semakin baik. Kontaminasi dan penguapan yang terjadi pada telur yang tidak dilapisi mungkin membuat kualitas putih menjadi menurun. Penelitian yang dilakukan Biladeau dan Keener (2009) menyatakan bahwa kondisi pelapisan pada telur dapat mempertahankan kandungan CO2 didalam telur.Telur yang mengandung banyak CO2 selama penyimpanan dingin dapat mempertahankan CO2 yang berada di putih telur sehingga memperlambat proses perubahan kimia (Jones et al. 2002).

Hasil analisis ragam pada Lampiran 11 dan Lampiran 12 menyatakan bahwa pelilinan, suhu penyimpana, lama simpan dan interaksi ketiganya berpengaruh nyata terhadap kebersihan dan kekentalan telur pada taraf kepercayaan 95% dengan nilai P<0.05. Hasil analisis uji lanjut Duncan pada Lampiran 14 dan Lampiran 15 juga menunjukkan bahwa pelilinan dan suhu penyimpanan mempengaruhi secara nyata kebersihan dan kekentalan telur.

Derajat Keasaman (pH) Telur

Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu indikator untuk mengetahui penurunan kualitas pada telur. Meningkatnya pH pada telur menunjukkan kualitas telur yang semakin rendah (Romanoff dan Romanoff 1963). Derajat keasaman telur pada penelitian ini saat awal pengukuran di hari ke-0 yaitu antara 7.75-7.79. Berdasarkan penelitian sebelumnya pH akan mengalami kenaikan selama penyimpanan (Biladeau dan Keener 2009). Hasil penelitian menunjukkan bahwa telur yang mengalami kenaikan pH tertinggi adalah telur dengan perlakuan tanpa dililini dan disimpan disuhu ruang. Grafik perubahan nilai pH telur selama 28 hari penyimpanan disajikan dalam Gambar 10.

Gambar 10 menunjukkan pH pada penyimpanan suhu ruang dengan perlakuan tanpa pelilinan menunjukkan peningkatan yang signifikan. Telur pada Gambar 10 Derajat Keasaman (pH) telur non-pelilinan suhu dingin (♦), non-pelilinan suhu ruang (), pelilinan suhu dingin (▲), pelilinan suhu ruang (X) selama waktu penyimpanan 0, 7, 14, 21 dan 28 hari

7.00 7.20 7.40 7.60 7.80 8.00 8.20 8.40 8.60 8.80 9.00 0 5 10 15 20 25 30 p H ( -)

21 kondisi tersebut pada penyimpanan 28 hari memiliki pH yang semakin basa yaitu 8.23±0.09. Gambar 10 menunjukkan tidak banyak perubahan pH untuk tiga perlakuan lainnya. Derajat keasaman paling rendah ditunjukkan oleh telur dengan pelilinan dan disimpan disuhu ruang. Namun nilai pH yang rendah tersebut masih memenuhi standar derajat keasaman telur. Biladeau dan Keener (2009) dalam penelitian pelapisan pada telur menunjukkan bahwa telur yang tidak dilapisi menunjukkan peningkatan pH secara signifikan dan telur yang dilapisi cenderung tidak menunjukkan perubahan pH.

Hasil analisis ragam Lampiran 13 menunjukkan pelilinan memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap pH telur. Interaksi antara pelilinan dan lama simpan serta interaksi pelilinan dan suhu juga memberi pengaruh nyata terhadap pH telur.

Pembahasan Umum

Penelitian ini menunjukkan emulsi yang dilapisi pada telur masih stabil dari awal pengolesan hingga lapisan mengering. Perlu dilakukan metode lain selain pengolesan dengan kuas untuk melapisi telur misalnya pencelupan dan penyemprotan agar diketahui cara paling efektif dalam pelilinan pada telur dengan skala komersial. Candling pada awal penelitian perlu dilakukan untuk menentukan kualitas telur agar masing-masing sampel berkualitas sama. Pelilinan pada telur menunjukkan hasil yang sangat baik yaitu dapat mempertahankan kualitas hingga hari ke-28. Perhitungan biaya pelilinan yaitu Rp 80,00 per butir telur atau sekitar Rp 1000,00 sampai Rp 1200,00 per kilogram telur. Aplikasi pelilinan ini diharapkan berguna bagi industri peternakan khususnya untuk telur ayam ras yang berkualitas premium.

Dokumen terkait