• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PELILINAN DAN SUHU PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS TELUR AYAM RAS SEVEN ROBERTO SIRAIT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PELILINAN DAN SUHU PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS TELUR AYAM RAS SEVEN ROBERTO SIRAIT"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PELILINAN DAN SUHU PENYIMPANAN

TERHADAP KUALITAS TELUR AYAM RAS

SEVEN ROBERTO SIRAIT

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Pelilinan dan Suhu Penyimpanan terhadap Kualitas Telur Ayam Ras adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016

Seven Roberto Sirait

(4)
(5)

ABSTRAK

SEVEN ROBERTO SIRAIT. Pengaruh Pelilinan dan Suhu Penyimpanan terhadap Kualitas Telur Ayam Ras. Dibimbing oleh NANIK PURWANTI.

Telur ayam ras merupakan sumber protein yang murah dan mudah untuk diperoleh. Telur memiliki nutrisi yang lengkap seperti vitamin, lemak dan mineral. Namun, telur melalui pori-pori mudah terkontaminasi oleh mikroorganisme. Telur juga mengalami penguapan air dan pelepasan gas yang dapat mengurangi kualitas telur. Pelilinan dan penyimpanan suhu dingin adalah dua cara yang dapat dilakukan untuk mempertahankan kualitas telur. Lilin lebah berbentuk emulsi minyak didalam air digunakan karena lilin lebah tidak beracun, mudah kering, mengkilat, murah dan mudah untuk diperoleh. Emulsi lilin lebah diformulasi dari lilin lebah, trietanolamin, asam oleat, dan aquadest. Konsentrasi lilin lebah dalam emulsi adalah 12% b/b. Kualitas telur pada hari ke-0 hingga hari ke-28 diamati untuk mengetahui pengaruh pelilinan terhadap telur. Penyimpanan telur dilakukan pada suhu dingin (13°C) dan suhu ruang (28°C). Parameter yang diukur adalah susut bobot, kedalaman kantung udara, nilai Haugh Unit, derajat keasaman (pH), kondisi putih dan kuning telur. Berdasarkan parameter-parameter yang diukur, telur mengalami penurunan kualitas selama penyimpanan. Telur yang dilapisi lilin dan disimpan pada suhu 13°C merupakan kondisi terbaik untuk memperkecil penurunan kualitas selama penyimpanan.

Kata kunci: kualitas, lilin lebah, pelilinan, suhu penyimpanan, telur ayam ras

ABSTRACT

SEVEN ROBERTO SIRAIT. The Influence of Beeswax Coating and Storage Temperature on Qualities of Chicken Egg. Supervised by NANIK PURWANTI.

Chicken egg is one of the protein sources that is cheap and easy to get. It has complete nutrients such as vitamin, fat, and mineral. On the other hand, egg is easy to be contaminated with microorganisms. Furthermore its water and gases vaporize easily which overall decrease the egg quality. Coating and low temperature storage are two of preservation methods that can be done to keep the qualities of egg. Beeswax in the form of oil-in-water emulsions were used for coating because beeswax is not toxic, easy to dry, glassy, cheap and easy to get. The emulsion of beeswax was formulated by beeswax, triethanolamine, oleat acid, and aquadest. The consentration of beeswax in emulsion was 12% w/w. Egg qualities from day 0 to day 28 were observed to know coating influence on eggs. The storage temperature was 13°C and 28°C. The observed parameters were weight loss, depth of air space, Haugh Unit value, pH and the conditions of albumen and yolk. Based on the measured parameters, the qualities of egg decreased during storage. Coated eggs that were stored at 13°C was the best condition to minimize quality loss during storage.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

pada

Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

PENGARUH PELILINAN DAN SUHU PENYIMPANAN

TERHADAP KUALITAS TELUR AYAM RAS

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2016

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2016 ini ialah pelilinan, dengan judul Pengaruh Pelilinan dan Suhu Penyimpanan terhadap Kualitas Telur Ayam Ras.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Nanik Purwanti, STP MSc selaku dosen pembimbing atas arahan dan pengajarannya hingga karya ilmiah ini selesai. Rasa terima kasih penulis sampaikan kepada dosen penguji yang turut memberikan saran dan pengarahan untuk tugas akhir, ini yaitu Dr Ir Lilik Pujantoro Eko Nugroho, MAgr dan Dr Ir Radite Praeko Agus Setiawan, MAgr. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada orang tua tersayang Pandapotan Sirait dan Ruspita Silaban serta seluruh keluarga atas kasih sayang, dukungan serta doa yang tak pernah putus sampai sekarang. Di samping itu terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Sulyaden, Bapak Abas, Bapak Eka, Bapak Ujang dan Bapak Zainal selaku teknisi yang membantu selama pengukuran dan pengambilan data di laboratorium. Terima kasih kepada Roni, Putri, Nur, Yusuf dan sahabat penulis lainnya serta teman-teman Teknik Mesin dan Biosistem 49 yang telah memberi motivasi dan semangat selama penulis berkuliah di Institut Pertanian Bogor. Terima kasih kepada Kelompok Pra-Alumni Angkatan 49, Komisi Kesenian, Akhaikus dan Kelompok Kecil Persekutuan Mahasiswa Kristen atas pengalaman yang bermanfaat dan mendewasakan penulis selama berkuliah di Institut Pertanian Bogor.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2016

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA 2 Telur 2

Kualitas Telur Ayam Ras 3

Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Telur 5

Pelilinan 6

METODE 7

Tempat dan Waktu 7

Bahan 7

Alat 8

Metode Penelitian 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Stabilitas Emulsi Lilin 11

Kelarutan Emulsi Lilin 13

Suhu dan Kelembaban Relatif Ruang Penyimpanan 13

Kualitas Eksterior Telur Ayam 14

Bobot Telur 14

Kedalaman dan Pergerakan Kantung Udara 15

Kualitas Interior Telur Ayam 16

Warna Kuning Telur 16

Bentuk, Posisi, Bayangan dan Kebersihan Kuning Telur 17

Nilai Haugh Unit Putih Telur 18

Kebersihan dan Kekentalan Putih Telur 19

Derajat Keasaman (pH) Telur 20

(13)

SIMPULAN DAN SARAN 21 Simpulan 21 Saran 21 DAFTAR PUSTAKA 22 LAMPIRAN 24 RIWAYAT HIDUP 39

DAFTAR TABEL

1 Komposisi global sebutir telur 2

2 Persyaratan tingkatan kualitas telur 5

3 Komposisi dasar emulsi lilin 12% 7

4 Klasifikasi kualitas kedalaman kantung udara 10

5 Kualitas kedalaman kantung udara dengan berbagai perlakuan selama

28 hari 16

DAFTAR GAMBAR

1 Roche yolk colour fan 4

2 Diagram alir metode penelitian 9

3 Perubahan emulsi lilin yang disimpan di suhu ruang selama

penyimpanan 0, 8, 24 jam 12

4 Perubahan emulsi lilin yang disimpan di suhu dingin selama

penyimpanan 0, 8, 24 jam 12

5 Perubahan cream emulsi (%) pada emulsi lilin yang disimpan di suhu dingin (■) dan di suhu ruang (♦) selama waktu 24 jam 13

6 Kelarutan Emulsi 13

7 Perubahan bobot telur ayam (%) non-pelilinan suhu dingin (♦), non-pelilinan suhu ruang (■), pelilinan suhu dingin (▲), pelilinan suhu ruang(X) selama waktu penyimpanan 0, 7, 14, 21 dan 28 hari 15 8 Kualitas warna kuning telur non-pelilinan suhu dingin (♦),

non-pelilinan suhu ruang (■), pelilinan suhu dingin (▲), pelilinan suhu ruang(X) selama waktu penyimpanan 0, 7, 14, 21 dan 28 hari 17 9 Nilai Haugh Unit (HU) putih telur non-pelilinan suhu dingin (♦),

non-pelilinan suhu ruang (■), pelilinan suhu dingin (▲), pelilinan suhu ruang(X) selama waktu penyimpanan 0, 7, 14, 21 dan 28 hari 19 10 Derajat Keasaman (pH) telur non-pelilinan suhu dingin (♦),

non-pelilinan suhu ruang (■), pelilinan suhu dingin (▲), pelilinan suhu ruang(X) selama waktu penyimpanan 0, 7, 14, 21 dan 28 hari 20

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Stabiitasemulsi lilin penyimpanan ruang dan dingin selama 24 jam 24 2 Analisis ragam pengaruh pelilinan pada lama simpan di suhu dingin dan

ruang terhadap susut bobot telur 25

3 Analisis ragam pengaruh pelilinan pada lama simpan di suhu dingin dan ruang terhadap kualitas kedalaman kantung udara telur 25 4 Analisis ragam pengaruh pelilinan pada lama simpan di suhu dingin dan

ruang terhadap pergerakan kantung udara telur 26

5 Analisis ragam pengaruh pelilinan pada lama simpan di suhu dingin dan

ruang terhadap warna kuning telur 26

6 Analisis ragam pengaruh pelilinan pada lama simpan di suhu dingin dan

ruang terhadap bentuk kuning telur 27

7 Analisis ragam pengaruh pelilinan pada lama simpan di suhu dingin dan

ruang terhadap posisi kuning telur 27

8 Analisis ragam pengaruh pelilinan pada lama simpan di suhu dingin dan

ruang terhadap bayangan kuning telur 28

9 Analisis ragam pengaruh pelilinan pada lama simpan di suhu dingin dan

ruang terhadap kebersihan kuning telur 28

10 Analisis ragam pengaruh pelilinan pada lama simpan di suhu dingin dan

ruang terhadap nilai Haugh Unit putih telur 29

11 Analisis ragam pengaruh pelilinan pada lama simpan di suhu dingin dan

ruang terhadap kebersihan putih telur 29

12 Analisis ragam pengaruh pelilinan pada lama simpan di suhu dingin dan

ruang terhadap kekentalan putih telur 30

13 Analisis ragam pengaruh pelilinan pada lama simpan di suhu dingin dan

ruang terhadap pH telur 30

14 Hasil analisis uji lanjut Duncan pengaruh pelilinan terhadap kualitas

telur 31

15 Hasil analisis uji lanjut Duncan pengaruh suhu penyimpanan terhadap

kualitas telur 32

16 Hasil analisis uji lanjut Duncan pengaruh lama simpan penyimpanan

terhadap kualitas telur 33

17 Klasifikasi penilaian kondisi internal telur 34

18 Keadaan kantung udara dan eksternal telur selama penyimpanan hari ke-0, hari ke-7, hari ke-14, hari ke-21 dan hari ke-28 35 19 Keadaan internal telur selama penyimpanan hari ke-0, hari ke-7, hari

ke-14, hari ke-21 dan hari ke-28 36

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Telur ayam ras merupakan salah satu sumber protein hewani yang murah dibandingkan dengan harga daging atau sumber protein hewani lainnya. Selain protein, telur juga memiliki kandungan gizi yang lengkap seperti vitamin, lemak dan mineral. Telur juga sering dijadikan sebagai patokan dalam menentukan mutu protein berbagai bahan pangan karena mengandung asam amino esensial lengkap (Yuwanta 2010). Meskipun demikian, telur rentan terhadap kontaminasi mikroba secara langsung maupun tidak langsung dengan sumber pencemaran dari tanah, air dan udara.

Kontaminasi mikroba dapat menyebabkan penurunan kualitas telur. Kerusakan fisik, penguapan air dan gas-gas seperti karbondioksida, amonia, nitrogen dan hidrogen sulfida melalui pori kulit telur dapat mengakibatkan penurunan bobot telur terutama putih telur, perubahan komposisi kimia dan terjadinya pengenceran isi telur (Romanoff dan Romanoff 1963). Selain kontaminasi mikroba, lama penyimpanan telur juga mempengaruhi secara langsung kualitas telur. Semakin lama telur disimpan maka kualitas telur juga semakin menurun karena penguapan berlangsung terus menerus. Penguapan ini tidak hanya dipengaruhi oleh lama penyimpanan tetapi juga dipengaruhi oleh suhu dan kelembapan relatif ruang penyimpanan (Yuwanta 2010).

Kerabang atau sering disebut cangkang telur merupakan bagian yang berperan langsung dalam penguapan dan kontaminasi mikroba. Kerabang telur dibedakan menjadi dua warna utama yaitu putih dan coklat. Sudaryani (2008) menyatakan bahwa ketebalan kerabang dipengaruhi oleh umur, jenis ayam, jenis pakan dan komponen lapisan kerabang telur. Kerabang yang tipis relatif berpori lebih banyak dan besar, sehingga mempercepat turunnya kualitas telur akibat penguapan dan pembusukan yang berlangsung lebih cepat.

Dua cara untuk mempertahankan kualitas telur ayam ras selama penyimpanan adalah dengan pengawetan dan penyimpanan suhu dingin. Pengawetan telur pada prinsipnya memberikan perlakuan pada telur utuh sehingga pori-pori tidak dimasuki mikroba (Sudaryani 2008). Salah satu pengawetan yang aman dan berbahan alami yaitu pelapisan lilin pada kerabang. Pelapisan lilin berguna untuk menutup pori-pori pada cangkang sehingga memperlambat penguapan air dan gas dari dalam telur serta menghambat aktifitas dan perkembangbiakan mikroba.

Lilin yang digunakan untuk pelilinan telur adalah lilin lebah karena tidak beracun, mudah kering, mengkilat, murah dan mudah untuk diperoleh. Emulsi lilin lebah yang digunakan diformulasi dari lilin lebah, trietanolamin, asam oleat, dan

aquadest. Konsentrasi lilin dalam emulsi adalah 12% b/b. Konsentrasi tersebut digunakan agar tidak membuat lapisan terlalu tebal ataupun terlalu tipis. Pelapisan dengan lilin lebah ini memiliki beberapa keuntungan yaitu sifatnya yang aman untuk digunakan terhadap produk pangan, memiliki antioksidan dan antiradang karena adanya kandungan propolis serta kandungan lebah lainnya. Antioksidan dan antiradang tersebut berguna sebagai anti mikroba sehingga tidak terjadi kontaminasi mikroba dari luar ke dalam telur. Pada penelitian ini selain

(16)

2

penggunaan pelapisan lilin, telur ayam ras juga diberi perlakuan penyimpanan suhu rendah.

Perumusan Masalah

Telur ayam mengalami penurunan kualitas akibat kontaminasi mikroba, penguapan air dan gas melalui cangkang telur. Penurunan kualitas tersebut juga mengakibatkan penurunan umur simpan. Pelilinan pada cangkang dan penyimpanan pada suhu dingin dapat menekan penurunan kualitas telur. Peliinan diharapkan dapat mempertahankan kualitas telur selama 28 hari.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi pengaruh pelilinan dan penyimpanan suhu rendah terhadap kualitas telur ayam ras.

TINJAUAN PUSTAKA

Telur

Menurut Sudaryani (2008), telur merupakan salah satu bahan pangan dengan gizi lengkap yang dihasilkan dari unggas. Komposisi yang terkandung dalam sebutir telur terdiri dari 11% kulit telur, 58% putih telur, dan 31% kuning telur. Kuning telur dibungkus oleh bagian putih telur dan diujung membran kuning tersusun serat khalaza (chalaza) yang berfungsi menautkan kuning dan putih telur agar stabil. Bagian terluar dari telur adalah kerabang yang bersifat keras sehingga mampu melindungi isi telur dan memiliki pori-pori serta kutikula yang berada di semua permukaan kerabang (Yuwanta 2010). Komposisi global sebutir telur dapat dilihat di Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi global sebutir telur

Material penyusun Bobot (g) Persen dari total telur (%) Rata-rata Ekstrem Kerabang telur 5.50 9.20 8.50-10.50 Kerabang tipis 0.25 0.40 - Putih telur 37.00 61.50 57.00-65.00 Kuning telur 17.30 29.00 25.00-33.00 Bagian yang dikonsumsi 54.00 90.50 89.00-92.00 Total 60.00 100 - Sumber: Yuwanta (2010) Kerabang Telur

Kerabang telur yang ideal menurut Wulandari et al. (2014) memiliki ketebalan 0.33 mm. Ketebalan kerabang dipengaruhi oleh beberapa faktor

(17)

3 diantaranya pakan. Kurangnya kandungan kalsium dalam pakan dan suhu lingkungan tinggi menyebabkan lapisan bunga karang (CaCO3) yang terbentuk sedikit, sehingga kerabang menjadi tipis. Kerabang telur memiliki beberapa komponen penyusun yaitu 95.1% merupakan mineral, 3.3% protein dan 1.6% air.

Kerabang telur memiliki pori-pori yang digunakan untuk pertukaran udara luar dengan mebrio di dalam telur. Pori-pori telur ayam kurang lebih 7000-15000 dengan jumlah 70-200/cm2. Pori-pori ini banyak ditemukan pada bagian tumpul karena berhubungan langsung dengan rongga udara. Kerabang telur terlindungi oleh kutikula yang berfungsi menahan penetrasi bakteri ke dalam telur. Warna kerabang telur ada putih dan coklat. Perbedaan ini disebabkan kerabang mengandung porphirin yang semata-mata ditentukan oleh genetik ayam (Yuwanta 2010).

Kuning Telur

Warna kuning telur mulai dari kuning pucat sekali sampai orange tua kemerahan. Perbedaan ini disebabkan oleh pigmen dalam pakan ternak ayam (Brown 2000). Pakan yang dimakan oleh ayam juga mempengaruhi massa total dari kuning telur. Massa kuning telur tersebut terdiri dari lapisan kuning dan putih. Penyusun utama kuning telur yaitu asam lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral (Yuwanta 2010).

Putih Telur

Putih telur merupakan cairan kental yang mengandung protein serta bersifat tidak homogen. Putih telur dibagi menjadi empat bagian yaitu putih telur cair 23%, putih telur kental 57%, putih telur cair bagian dalam 17% dan kalaza 3% (Yuwanta 2010). Putih telur cair berhubungan langsung dengan membran kerabang dan cepat melebar di permukaan apabila telur dipecah. Putih telur kental berbentuk seperti gelatin dan putih telur cair bagian dalam adalah bagian yang berhubungan langsung dengan kuning telur. Sedangkan kalaza adalah serat berbentuk spiral yang menghubungkan antara kuning dan putih telur.

Kualitas Telur Ayam Ras

Kualitas adalah ciri atau sifat yang sama dari suatu produk yang menentukan derajat kesempurnaan yang akan mempengaruhi penerimaan konsumen (Romanoff dan Romanoff 1963). Kualitas telur dapat dinilai dari kondisi kantung udara, kuning telur dan putih telur. Kantung udara diukur secara sederhana menggunakan candler dengan prinsip kerja meletakkan telur dalam jalur sorotan sinar yang kuat sehingga dapat dilakukan pemeriksaan terhadap kedalaman kantung udara. Kantung udara yang berkualitas AA menurut SNI 3926:2008 berukuran 0-0.5 cm, kualitas A berukuran 0.5-0.9 cm dan berkualitas B diatas 0.9 cm. Selain kedalaman kantung udara, candler juga dapat memeriksa pergerakan kantung udara, keretakan telur, ukuran serta gerakan kuning telur, bintik darah, bintik daging dan kerusakan oleh mikroorganisme lainnya.

Penentuan kualitas telur juga dapat dilakukan dengan menganalisis bagian kuning telur. Telur yang segar memiliki kuning telur yang tidak cacat, bersih, tidak terdapat pembuluh darah dan tidak ditemui bercak darah serta bercak daging

(18)

4

di dalamnya (Sudaryani 2008). Nilai kuning telur dapat diukur dengan melakukan perbandingan antara tinggi dengan diameter kuning telur sehingga diperoleh tingkatan kualitas pada SNI 3926:2008. Akan tetapi secara umum deskripsi warna kuning telur menjadi kriteria kualitas oleh konsumen. Warna telur dapat dianalisis dengan menggunakan Roche yolk colour fan (Gambar 1), karena setiap kuning telur memiliki warna yang berbeda. Rata-rata warna kuning telur yang beredar di pasaran adalah 8, semantara di Eropa menginginkan nilai 10-11 skala Roche (Yuwanta 2010). Pada penyimpanan telur, kuning telur akan mengalami transfer air dari putih telur yang dapat menyebabkan kuning telur menjadi lembek sehingga nilai indeks kuning telur menurun.

Cara mengukur kualitas fisik telur lainnya yaitu mengukur kualitas putih telur. Putih telur yang baik adalah tebal dan diikat kuat oleh khalaza. Penentuan indeks putih telur dilakukan dengan perbandingan tinggi putih dengan diameter rata-rata putih telur (BSN 2008). Menurut Sudaryani (2008) satuan nilai putih telur juga dapat dihitung dengan metode Haugh Unit (HU). Pengukuran nilai HU lebih umum dikenal dan sudah lama dipergunakan. Semakin tinggi nilai HU maka telur tersebut memiliki kualitas yang semakin baik. Nilai HU diperoleh dengan memecahkan telur kemudian mengukur ketebalan putih telur dengan mikrometer dan menghitung dengan metode HU. Penentuan kualitas telur berdasarkan haugh unit menurut standar United State Departement of Agriculture (USDA), yaitu kualitas AA benilai diatas 72, kualitas A bernilai 60 sampai 72 dan kualitas B dibawah 60.

Selain kedalaman kantung udara, warna kuning telur dan nilai HU, banyak kriteria penentuan kualitas telur lainnya, yaitu susut bobot telur, kondisi kuning telur, dan kondisi putih telur. Tabel 2 menunjukkan persyaratan tingkatan kualitas telur berdasarkan beberapa bagian telur yang dikeluarkan oleh Badan Standardisasi Nasional (2008). Kualitas juga mempengaruhi umur simpan telur. Semakin baik kualitasnya maka semakin lama umur simpan telur tersebut. Telur akan mengalami beberapa perubahan selama penyimpanan antara lain penguapan karbondioksida dan air, perubahan pH serta perubahan struktur telur. Romanoff dan Romanoff (1963) menyatakan bahwa penyimpanan telur pada suhu ruang selama dua minggu berakibat pada peningkatan pH dari putih telur. Penyimpanan telur juga menyebabkan penurunan bobot telur, penurunan tinggi putih telur, pembesaran kantung udara dan semakin mengecilnya diameter kuning telur.

(19)

5 Tabel 2 Persyaratan tingkatan kualitas telur

No. Bagian Telur Kualitas Telur

Kualitas AA Kualitas A Kualitas B 1 Kerabang

a. keutuhan utuh Utuh utuh

b. bentuk normal Normal abnormal

c. kehalusan halus halus sedikit kasar

2 Kantung

udara

a. kedalaman kurang dari 0.5 cm

0.5-0.9 cm 1cm atau lebih b. kebebasan

bergerak

diam ditempat bebas bergerak bebas bergerak dan dapat terbentuk

gelembung udara

3 Putih telur

a. keadaan bebas dari noda, darah, daging dan benda asing lainnya

bebas dari darah, daging dan benda asing lainnya

boleh ada sedikit noda dan darah tetapi tidak boleh ada benda asing lainnya

b. kekentalan kental sedikit encer encer, kuning telur belum tercampur dengan putih telur

c. indeks 0.134-0.175 0.092-0.133 0.050-0.091

4 Kuning telur

a. bentuk bulat agak pipih pipih

b. posisi ditengah sedikit bergeser dari tengah

agak ke pinggir c. bayangan

batas-batas

tidak jelas agak jelas jelas

d. kebersihan bersih Bersih ada sedikit bercak darah

e. indeks 0.458-0.521 0.394-0.457 0.330-0.393

Sumber : SNI 3926:2008 (Badan Standardisasi Nasional 2008)

Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Telur

Telur akan mengalami perubahan kualitas apabila semakin lama waktu penyimpanannya. Menurunnya kualitas telur tersebut terjadi di semua bagian telur. Kerusakan yang terjadi dapat dilihat dari bobot telur yang berkurang, timbulnya bau busuk dan banyak ciri khas lainnya (Sudaryani 2008). Selain waktu penyimpanan, yang berpengaruh dalam penentuan kualitas telur ada dua faktor yaitu sebelum dan setelah telur keluar dari ayam betina.

Faktor sebelum keluar dari organ reproduksi ayam betina diantaranya perbedaan jenis ayam yang mempengaruhi kualitas putih dan kuning telur.

(20)

6

Sudaryani (2008) mengemukakan kandungan zat gizi pakan ayam, umur ayam serta suhu lingkungan ayam juga berpengaruh terhadap kualitas telur ayam. Selain itu, penyakit yang ada pada ayam juga mempengaruhi kualitas putih telur.

Faktor kedua adalah faktor setelah telur keluar dari organ reproduksi ayam betina. Faktor yang mempengaruhi kualitas lebih banyak disebabkan oleh faktor teknis penanganannya. Penanganan dan penyimpanan telur merupakan dua hal penting yang mempengaruhi kualitas telur diluar tubuh ayam betina. Penanganan telur diawali dari pengambilan telur hingga pengemasan. Faktor selanjutnya yaitu penyimpanan telur.

Lama penyimpanan memegang peranan penting karena semakin lama telur disimpan mengakibatkan kantung udara semakin membesar dan banyak penguapan cairan (Sudaryani 2008). Salah satu cara untuk mengurangi penguapan adalah dengan pelapisan dengan bahan tertentu terutama dibagian kantung udara. Penyimpanan juga harus memperhatikan faktor suhu. Hardjosworo et al. (1989) menyebutkan suhu yang tinggi menyebabkan terjadinya penipisan kerabang telur. Suhu sangat mempengaruhi kualitas telur karena pada saat telur dikeluarkan dari rongga badan ayam, telur mengalami penurunan suhu yang sangat besar yaitu dari 41°C menjadi 25°C.

Penurunan suhu tersebut mengakibatkan adanya kantung udara pada telur yang biasanya berada di ujung tumpul telur. Suhu penyimpanan telur yang optimum antara 12-15°C dan dengan kelembaban 70-80%. Dibawah atau diatas suhu tersebut akan menurunkan kualitas telur (Sudaryani 2008). Penyimpanan juga harus memperhatikan benda lain dalam ruang penyimpanan. Bau yang menyengat dari benda disekitar tempat penyimpanan akan mempengaruhi kualitas telur karena telur akan mengabsorpsi bau tajam. Bau tajam yang terabsorpsi membuat telur menjadi berbau busuk.

Pelilinan

Lilin adalah ester dari asam lemak berantai panjang dengan alkohol monohidrat 12 yang umumnya berwarna putih kekuningan sampai coklat dengan titik cair 62.8°C-70.0°C. Lilin yang akan digunakan untuk pelapisan memiliki beberapa syarat yaitu (a) tidak beracun, (b) mudah kering dan tidak lengket (c) tidak mudah pecah, mengkilap dan licin, (d) tidak berpengaruh terhadap bau dan rasa, (e) mudah diperoleh dan murah harganya (Muchtadi 1992). Jenis lilin yang biasa digunakan untuk pelilinan adalah lilin lebah khususnya untuk pelilinan komoditas hortikultura. Lilin lebah dibuat dari sarang lebah yang sudah hancur. Sarang yang hancur serta sisa hasil pengepresan, dicuci dan dikeringkan kemudian dipanaskan kembali untuk menjadi lilin lebah (Winarno 2002).

Pelapisan lilin pada telur dapat mengurangi penguapan air serta mengurangi proses respirasi telur. Pelapisan pada telur menurut Sudaryani (2008) dapat memperpanjang umur simpan telur karena prinsip pelapisan yang menutup pori-pori telur yang dapat menghambat masuknya mikroba. Selain itu, pelapisan tersebut juga bertujuan untuk mencegah keluarnya gas CO2 dan air dari telur. Lilin lebah yang digunakan untuk pelilinan pada telur diformulasikan dalam bentuk emulsi dengan konsentrasi lilin 12%. Konsentrasi yang digunakan mengacu pada pelilinan yang digunakan pada produk hortikultura seperti yang dilakukan pada

(21)

7 penelitian Hayati (2013). Emulsi lilin yang dibuat memiliki empat komposisi dasar yaitu lilin lebah, trietanolamin (C6H15NO3) sebagai emulsifier, asam oleat (C18H34O2), dan aquadest. Pembuatan emulsi lilin tidak boleh menggunakan air sadah karena garam-garam yang terkandung dapat merusak emulsi lilin. Tabel 3 menunjukkan persentase dalam pembuatan emulsi lilin 12%.

Tabel 3 Komposisi dasar emulsi lilin 12% Bahan Dasar Komposisi Lilin lebah 120 g Trietanolamin 40 ml

Asam oleat 20 ml

Aquadest 820 ml

Sumber: Hayati 2013

Pelapisan dengan lilin dapat dilakukan dengan cara pembusaan, pencelupan, pengolesan, dan penyemprotan. Pembusaan dilakukan dengan cara membuat lilin berbentuk busa kemudian produk segar dilapisi menggunakan sikat. Pencelupan dilakukan dengan mencelupkan produk ke dalam bahan pelapis sedangkan pengolesan dilakukan dengan cara mengoles bahan pelapis menggunakan kuas atau dengan alat lainnya. Penyemprotan dilakukan dengan dengan menyemprotkan pelapis langsung ke produk, namun penyemprotan cenderung boros dibanding pengolesan dan pencelupan. Ahmad et al. (2014) menyatakan pelilinan yang terlalu tipis tidak berpengaruh nyata terhadap laju respirasi dan transpirasi, sedangkan yang terlalu tebal dapat menyebabkan bau dan kerusakan akibat udara didalam produk terlalu banyak mengandung CO2 dan sedikit O2. Pelapisan lilin yang dibuat haruslah larut dalam air karena sisa lilin harus dapat dihilangkan oleh pencucian air biasa (Roosmani 1975).

METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, F-Technopark

Fakultas Teknologi Pertanian dan Laboratorium Unggas Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada bulan April 2016 sampai dengan Juli 2016.

Bahan

Bahan utama yang digunakan adalah telur ayam ras yang belum berumur 24 jam yang diperoleh dari peternakan Global Buana Farm. Telur disortasi berdasarkan kerusakan pada kerabang seperti kerabang pecah, tergores dan bolong. Telur yang diamati adalah yang memiliki bobot berkisar 60 gram dengan kondisi kerabang utuh serta tidak rusak. Bahan lain yang digunakan untuk membuat emulsi lilin lebah yaitu lilin lebah (produk lokal Bogor), trietanolamin (C6H15NO3) (technical grade, Bratachem), asam oleat (C18H34O2) (technical grade, Bratachem), dan aquadest (Bratachem).

(22)

8

Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah timbangan analitik (Adam PW-184, USA), timbangan digital (Henherr scale, China), homogenizer (IKA Ultra-Turrax T25, Jerman), official egg air cell gauge (PY-35, USA), egg tray, meja kaca, jangka sorong, magnetic stirer (SW 79-1A, Cina), candler, roche yolk

colour fan, pH meter (Kedid CT-6020A). Peralatan laboratorium lain yang

digunakan dalam penelitian ini adalah gelas beaker, pipet, vial tube, termometer dan pinset. Gambar alat dapat dilihat dalam Lampiran 20.

Metode Penelitian Materi penelitian

Penelitian ini menggunakan telur yang berumur 0 hari dari ayam ras sebanyak 120 butir yang diambil dari peternakan Global Buana Farm, Cibanteng.

Pembuatan Emulsi Lilin 12%

Proses pembuatan emulsi lilin menurut Dhyan et al. (2014) adalah sebagi berikut.

1. Lilin lebah diletakkan pada panci A dan aquadest diletakkan pada panci B, keduanya dipanaskan hingga suhu mencapai 90-95°C (diukur menggunakan termometer).

2. Setelah mencapai suhu 90-95°C, timbang 840 gram aquadest dan masukkan 40 gr trietanolamin (C6H15NO3). Kemudian timbang 120 gram lilin lebah dan masukkan 20 gram asam oleat (C18H34O2). Masing-masing dicampur menggunakan magnetic stirer selama 10 menit.

3. Campuran aquadest dan trietanolamin (C6H15NO3) di homogenkan dengan

homogenizer pada kecepatan 3000 rpm serta secara perlahan masukkan

campuran lilin lebah dan asam oleat (C18H34O2).

4. Setelah bahan tercampur, naikkan kecepatan homogenizer menjadi 5000 rpm dan homogenkan emulsi selama 10 menit.

5. Hasil yang diperoleh 1 liter emulsi lilin lebah 12%.

Perlakuan Telur

Telur yang diambil dari peternakan sebanyak 120 butir ditimbang satu persatu untuk mengetahui bobot awal setiap telur. Enam puluh butir untuk perlakuan suhu ruang dan 60 butir untuk perlakuan suhu 13°C. Untuk suhu ruang maupun suhu dingin, 30 butir telur dilapisi dengan emulsi lilin 12% dan 30 butir tanpa pelapisan. Pengamatan parameter-parameter kualitas telur dilakukan pada hari ke-0, hari ke-7, hari ke-14, hari ke-21 dan hari ke-28. Diagram alir metode penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Pelapisan Telur

Telur yang sudah dibersihkan dilapisi dengan emulsi lilin dengan cara mengoles menggunakan kuas. Bagian tumpul sampai dengan ke tengah telur diolesi dengan rata kemudian diletakkan diatas egg tray dengan bagian yang belum diolesi berada dibawah. Setelah bagian tumpul kering, bagian lainnya diolesi dengan cara yang sama.

(23)

9

Karakteristik Emulsi Lilin

Karakteristik emulsi lilin diidentifikasi dengan mengamati kestabilan emulsi dan kelarutan emulsi. Karakteristik emulsi lilin pada penelitian ini diamati agar diketahui sifat emulsi lilin yang dilapisi pada telur ayam.

A. Stabilitas Emulsi (Zehn 2016)

Stabilitas emulsi diketahui dengan mengamati perubahan emulsi setiap jam selama 24 jam. Stabilitas emulsi diamati untuk dua kondisi penyimpanan yaitu suhu dingin dan suhu ruang. Tinggi bagian creaming diukur setiap jam (ht) dan dibandingkan dengan ketinggian emulsi awal (h0). Persentase stabilitas dapat dihitung dengan rumus berikut.

( ( ))

B. Kelarutan Emulsi

Emulsi lilin yang terbentuk haruslah larut dalam air agar mudah dihilangkan saat pencucian produk yang dililini. Kelarutan emulsi dilihat dengan mencampurkan 100 ml emulsi lilin ke dalam 1 liter air. Pengamatan terhadap larutan dilakukan dengan melihat apakah ada emulsi yang menggumpal, menempel pada dinding dan terjadi pengendapan (sedimentasi) atau tidak.

Gambar 2 Diagram alir metode penelitian

120 g lilin lebah 40 g trietanolamin 20 g asam oleat 820 mL air panas Mulai Sortasi telur Pencucian & pengeringan telur

Pembuatan emulsi lilin lebah 12% b/b

Pelilinan 60 butir telur pelilinan pada 60 butir Perlakuan tanpa telur Penyimpanan suhu dingin (13°C) Penyimpanan suhu dingin (13°C) Penyimpanan suhu ruang (28°C) Penyimpanan suhu ruang (28°C)

Pengukuran bobot telur, kedalaman kantung udara, nilai HU, warna kuning telur, pH dan pengamatan

kondisi telur. Analisis data Selesai Pengukuran stabilitas emulsi lilin Selesai (1)

(24)

10

Kualitas Eksterior Telur

Pengamatan kualitas eksterior telur yang diamati adalah bobot telur dan keadaan kedalaman kantung udara.

A. Bobot Telur

Bobot telur selama penyimpanan ditimbang menggunakan timbangan digital

dalam satuan gram. Perubahan bobot telur dapat dihitung dengan:

( ) ( )

Keterangan:

bo = bobot awal penyimpanan (gram)

bi = bobot bahan pada penyimpanan hari ke-i (gram) B. Kedalaman Kantung Udara

Telur diteropong menggunakan candler untuk melihat kantung udara dengan posisi bagian tumpul diatas. Kantung udara dilingkari dengan menggunakan pensil. Kedalaman kantung udara diukur dengan menggunakan

official egg air cell gauge. Semakin besar kantung udara maka semakin rendah kualitas telur tersebut. Hasilnya dinyatakan seperti Tabel 4 dibawah.

Tabel 4 Klasifikasi kualitas kedalaman kantung udara Kualitas yang ditunjukkan alat Ukuran kantung udara (cm) Kode pengamatan AA 0-0.5 3 A 0.5-0.9 2 B >0.9 1 Kualitas Interior

Pengamatan kualitas interior telur yang diamati adalah pengukuran HU, keadaan kuning dan putih telur.

A. Pengukuran Nilai Haugh Unit (HU)

Bobot telur ditimbang menggunakan timbangan digital lalu telur dipecahkan dan diletakkan secara hati-hati di tempat datar. Ketinggian putih telur (H) diukur dengan jangka sorong. Bagian putih yang diukur dipilih 1 cm dari pinggir kuning telur dan pinggir putih telur. Nilai HU menurut Sudaryani (2008) dihitung sebagai satuan kualitas telur dengan rumus sebagai berikut:

HU=100 log ((H+7,57)-(1,7.W0.37)) Keterangan :

HU = Haugh unit

H = tinggi putih telur kental (mm) W = bobot telur (gram)

Nilai HU dapat diklasifikasikan kedalaman satuan kualitas telur yaitu AA, A dan B. Kualitas AA menurut USDA apabila nilai HU lebih besar dari 72, kualitas A sebesar 60-72 dan kualitas B apabila nilai HU dibawah 60.

B. Keadaan Kuning Telur dan Putih Telur

(2)

(25)

11 Warna kuning telur diamati dan dibandingkan dengan yolk colour fan

dengan skala 1-15. Keadaan kuning yang diamati bentuk, posisi, bayangan dan kebersihan dari noda. Kedaan putih telur yang diamati kebersihan dan kekentalan yang mengacu pada standar SNI 3926:2008 (BSN 2008). Acuan penilaian untuk masing-masing parameter dapat dilihat pada Lampiran 19. Selanjutnya putih dan kuning telur dicampurkan untuk mengetahui derajat keasaman (pH).

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang dilakukan pada penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang disusun secara faktorial dengan tiga faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama yang digunakan adalah perlakuan pelilinan terdiri atas 2 taraf yaitu :

NP = Tanpa pelilinan P = Pelilinan

Faktor kedua yang digunakan adalah lama simpan yang terdiri atas 5 taraf yaitu:

LS0 = Lama simpan hari ke-0 LS7 = Lama simpan hari ke-7 LS14 = Lama simpan hari ke-14 LS21 = Lama simpan hari ke-21 LS28 = Lama simpan hari ke-28

Faktor ketiga yang digunakan adalah perlakuan suhu yang terdiri atas 2 taraf yaitu:

T1 = Perlakuan penyimpanan pada suhu dingin (13°C) T2 = Perlakuan penyimpanan pada suhu ruang (28°C)

Data dianalisis dengan menggunakan tabel sidik ragam (Annova) untuk mengetahui pengaruh dan interaksi serta menggunakan uji lanjut Duncan pada taraf kepercayaan 95% (α=0.05).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Stabilitas Emulsi Lilin

Stabilitas emulsi diukur untuk mengetahui apakah emulsi masih stabil saat dilapisikan pada telur. Emulsi lilin 12% b/b berbentuk oil-in-water emulsions.

Stabilitas emulsi dipengaruhi oleh beberapa parameter diantaranya (i) jenis

emulsifier; (ii) ukuran droplet; (iii) viskositas fase kontinyu; dan (iv) rasio perbandingan volume terdispersi dengan fase kontinyu (Liu 2009). Faktor homogenisasi emulsi juga mempengaruhi kestabilan emulsi. Zhen (2016) menyatakan bahwa lamanya waktu homogenisasi pada kecepatan putar yang sama berpengaruh terhadap kestabilan emulsi. Emulsi lilin pada penelitian ini dihomogenisasi pada kecepatan putar 5000 rpm selama 10 menit. Pada penelitian pelilinan sebelumnya, kecepatan putar homogenizer bervariasi yaitu 6000 rpm selama 10 menit (Sonjaya 2013) dan 11000 rpm selama 7 menit (Hayati 2013).

(26)

12

Ketidakstabilan emulsi ditandai dengan terpisahnya putih pekat pada bagian atas dan serum (air) pada bagian bawah. Gambar 3 menunjukkan kondisi emulsi liin pada jam ke-0, ke-8 dan ke-24 pada penyimpanan suhu ruang. Gambar 4 menunjukkan penampakan emulsi lilin penyimpanan suhu dingin jam ke-0, jam ke-9 dan jam ke-24.

Gambar 3 menunjukkan emulsi pada jam ke-0 masih stabil dan mulai mengalami ketidakstabilan atau pemisahan bagian putih pekat dan serum pada jam ke-8. Gambar 4 menunjukkan ketidakstabilan mulai terjadi pada jam ke-9. Pada jam ke-24 untuk penyimpanan dingin dan ruang, serum secara terus-menerus meningkat. Waktu yang dibutuhkan dari awal selesai pembuatan emulsi hingga pelapisan pada telur adalah 3 jam. Penelitian ini menunjukkan bahwa emulsi yang dilapisi pada telur masih stabil hingga lapisan lilin tersebut mengering.

Grafik pada Gambar 5 menunjukkan stabilitas emulsi lilin setelah diamati di suhu dingin dan di suhu ruang selama 24 jam. Cream yang semakin padat mengakibatkan semakin banyak serum yang terbentuk. Hasil pengamatan Lampiran 1 menunjukkan kuantifikasi cream tidak berbeda nyata antara penyimpanan pada suhu ruang dan suhu dingin yaitu pada jam ke-24 berturut-turut 93.45±1.35 % dan 93.51±1.13 %.

Gambar 3 Perubahan emulsi lilin yang disimpan di suhu ruang selama penyimpanan 0, 8, 24 jam Putih pekat Serum (air) 0 8 24 Putih pekat Serum (air) 0 9 24

Gambar 4 Perubahan emulsi lilin yang disimpan di suhu dingin selama penyimpanan 0, 9, 24 jam

(27)

13

Kelarutan Emulsi Lilin

Kelarutan emulsi lilin diamati seperti pada Gambar 6. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa emulsi yang dilarutkan kedalam air tidak menggumpal. Setelah didiamkan beberapa saat, larutan juga tidak membentuk sedimentasi serta tidak ada emulsi lilin yang menempel pada dinding beaker. Hal ini sesuai dengan pernyataan Roosmani (1975) bahwa emulsi lilin yang dibentuk harus larut dalam air agar sisa lilin dapat dihilangkan oleh pencucian.

Suhu dan Kelembaban Relatif Ruang Penyimpanan

Keadaan umum yang diamati selama penelitian adalah suhu dan kelembaban relatif ruang penyimpanan. Ruang penyimpanan telur yang digunakan ada dua yaitu dingin dan ruang. Menurut Sudaryani (2008) suhu optimum penyimpanan telur antara 12-15°C dengan kelembapan relatif 70-80%. Diatas atau dibawah suhu tersebut akan berpengaruh terhadap kualitas telur. Rata-rata suhu di penyimpanan dingin pada penelitian ini adalah 13.36±0.48 °C dengan kelembaban relatif sebesar 81.71±3.49 %. Penyimpanan pada suhu ruang rata-rata 29.12±0.44 °C suhu dan untuk kelembaban relatif 61.43±5.48 %. Menurut USDA

90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 St a b ilita s (% ) Waktu (jam)

Gambar 5 Stabilitas (%) emulsi lilin yang disimpan di suhu dingin (■) dan di suhu ruang (♦) selama waktu 24 jam

(28)

14

(2000) faktor yang mempengaruhi kualitas telur diantaranya adalah suhu dan kelembaban relatif ruang penyimpanan.

Penyimpanan pada suhu ruang menunjukkan kualitas telur secara umum menurun. Penyimpanan pada suhu ruang mungkin mengakibatkan penguapan air dan gas dari dalam telur. Penyimpanan di suhu dingin menunjukkan kualitas telur lebih baik karena pada suhu rendah aktivitas penguapan mungkin bisa ditekan dan kontaminasi mikroba mungkin terhambat. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa CO2 pada telur mengalami lebih banyak penguapan pada suhu tinggi dibanding suhu dingin (Banerjee dan Keener 2012).

Hasil analisis pada Lampiran 16 menunjukkan perbedaan yang nyata untuk setiap parameter pengukuran antara penyimpanan pada suhu dingin dan suhu ruang. Perlakuan penyimpanan pada suhu ruang dan dingin tidak berpengaruh nyata terhadap pergerakan kantung udara. Kualitas telur secara umum di penyimpanan dingin lebih baik. Hal ini didukung oleh penelitian sebelumnya bahwa telur yang disimpan disuhu dingin menunjukkan performa dan kualitas yang lebih baik (Jazil et al. 2013).

Kualitas Eksterior Telur Ayam

Pengukuran kualitas eksterior telur ayam dilakukan tanpa merusak telur atau telur masih dalam kondisi utuh/belum dipecahkan. Pengujian non-destruktif ini dilakukan untuk mengetahui kualitas telur melalui bobot telur dan keadaan kantung udara.

Bobot Telur

Bobot telur merupakan parameter yang diukur untuk mengetahui perubahan bobot dari awal penyimpanan sampai jangka waktu tertentu. Grafik perubahan bobot telur ayam tanpa pelilinan dan dengan pelilinan selama penyimpanan di suhu dingin dan suhu ruang dapat dilihat pada Gambar 7. Hasil pengamatan menunjukkan persentase bobot telur ayam semua jenis perlakuan selama penyimpanan secara umum menurun. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Jones dan Musgrove (2005) yang mengemukakan bahwa telur akan mengalami penurunan bobot selama penyimpanan.

(29)

15

Grafik pada Gambar 7 menunjukkan telur tanpa pelilinan dan disimpan disuhu ruang memiliki bobot terendah di hari terakhir penyimpanan. Bobot telur tertinggi sampai hari terakhir penyimpanan adalah telur yang dililini dan disimpan di suhu dingin. Telur mengalami kehilangan air selama penyimpanan sehingga bobot telur menjadi berkurang (Biladeau dan Keener 2009). Hal ini juga mungkin terjadi karena telur pada kondisi tanpa pelilinan mengalami pelepasan gas dari dalam isi telur melalui pori-pori kerabang. Penelitian Biladeau dan Keener (2009) menyatakan tidak terjadinya pelepasan CO2 pada telur yang dilapisi dan disimpan pada suhu refrigerator serta telur tanpa pelapisan kehilangan 12% CO2 pada minggu kedua.

Hasil analisis ragam pada Lampiran 2 menunjukkan bahwa pelilinan, lama simpan dan suhu berpengaruh nyata pada bobot telur. Analisis juga menunjukkan interaksi antara ketiga faktor yaitu pelilinan, lama simpan dan suhu berpengaruh nyata terhadap bobot telur. Hal ini ditunjukkan dengan nilai P<0.05 dan pada Lampiran 14 juga menunjukkan pelilinan mempengaruhi secara nyata bobot telur.

Kedalaman dan Pergerakan Kantung Udara

Kantung udara merupakan salah satu parameter yang dapat diidentifikasi untuk menentukan kesegaran telur. Telur yang diamati dalam penelitian ini memiliki kedalaman kantung udara yang berbeda satu dengan lainnya. Secara umum kualitas kantung udara yang ada pada alat pengukur official egg air cell

terbagi atas tiga yaitu AA, A dan B. Hasil pengukuran kualitas kedalaman kantung udara dapat dilihat pada Tabel 5.

Gambar 7 Bobot telur ayam (%) non-pelilinan suhu dingin (♦), non-pelilinan suhu ruang (■), pelilinan suhu dingin (▲), pelilinan suhu ruang (X) selama waktu penyimpanan 0, 7, 14, 21 dan 28 hari

90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 0 5 10 15 20 25 30 B o b o t te lu r (% )

(30)

16

Tabel 5 Kualitas kedalaman kantung udara dengan berbagai perlakuan selama 28 hari Hari ke- Non-Pelilinan suhu dingin Non-Pelilinan suhu ruang Pelilinan suhu dingin Pelilinan suhu ruang 0 AA AA AA AA 7 AA A AA AA 14 AA B AA AA 21 A B AA AA 28 A B AA AA

Tabel 5 menunjukkan kedalaman kantung udara untuk telur yang dilapisi lilin tidak berubah dari hari ke-0 hingga hari ke-28. Telur tanpa pelilinan mengalami perubahan kedalaman kantung udara secara signifikan. Telur yang semakin lama disimpan mengakibatkan kantung udara membesar karena penguapan cairan (Sudaryani 2008). Suhu penyimpanan juga mempengaruhi penguapan CO2 yang mengakibatkan pembesaran kantung udara seperti pada penelitian Banerjee dan Keener (2012) yang menyatakan bahwa CO2 pada telur mengalami lebih banyak penguapan pada suhu tinggi dibanding suhu dingin. Gambar hasil pengamatan kedalaman telur ini dapat dilihat pada Lampiran 17.

Hasil analisis pada Lampiran 3 menunjukkan perbedaan nyata antara pelilinan, lama simpan, suhu dan interaksi antara ketiganya terhadap kualitas kedalaman kantung udara dengan nilai P<0.05. Penelitian sebelumnya menunjukkan semakin lama telur disimpan maka kantung udara akan semakin besar (Jazil et al. 2013). Hal ini ditunjukkan oleh hasil analisis pada Lampiran 16 yang menunjukkan bahwa lama simpan mempengaruhi secara nyata kedalaman kantung udara.

Kantung udara yang diamati selama penelitian tidak mengalami pergerakan atau diam di tempat. Perubahan yang terjadi pada kantung udara hanya pembesaran kantung udara tanpa adanya pergerakan yang signifikan. Hasil analisis data pada Lampiran 4 menunjukkan perbedaan tidak nyata antara pelilinan, suhu dan lama simpan terhadap pergerakan kantung udara.

Kualitas Interior Telur Ayam

Pengukuran kualitas interior telur ayam dilakukan dengan memecahkan telur diatas kaca datar. Pengamatan kualitas telur bagian dalam dilakukan dengan mengamati kuning telur dan putih telur. Interior telur ayam dapat dilihat pada Lampiran 18. Hasil pengamatan akan dibahas secara rinci untuk setiap parameter.

Warna Kuning Telur

Kecerahan kuning telur merupakan salah satu indikator penentuan kualitas telur ayam ras. Grafik perubahan warna kuning telur selama masa simpan 28 hari disajikan dalam Gambar 8.

Hasil menunjukkan penurunan nilai warna kuning telur paling rendah adalah telur tanpa pelilinan dan disimpan disuhu ruang. Nilai kuning telur menurun dari hari ke-0 hingga hari ke-28 dikarenakan saat penyimpanan terjadi

(31)

17 penguapan air dan pelepasan gas yang membuat lemahnya membran vitelin dan rusaknya serabut ovomucin sehingga cairan dari putih telur mudah berpindah ke kuning telur dan akan mengakibatkan kuning telur menjadi encer dan berwarna pucat (Romanoff dan Romanoff 1963).

Gambar 8 juga menunjukkan bahwa telur ayam ras yang dililini dan disimpan disuhu dingin mengalami penurunan nilai warna kuning yang tidak terlalu signifikan. Hal ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa pelapisan pada telur secara signifikan dapat mempertahankan warna kuning telur dibandingkan dengan telur yang tidak dilapisi (Jo et al. 2011).

Hasil analisis pada Lampiran 5 menunjukkan bahwa pelilinan, lama simpan dan suhu berpengaruh nyata terhadap nilai warna kuning telur yaitu dengan nilai P<0.05. Interaksi yang mempengaruhi nilai kuning telur secara nyata adalah interaksi antara pelilinan dan lama simpan serta interaksi antara lama simpan dan suhu. Perbedaan tidak nyata ditunjukkan oleh interaksi pelilinan dengan suhu dan interaksi ketiga faktor yaitu dengan nilai P>0.05. Secara keseluruhan pelilinan sangat berpengaruh nyata terhadap nilai kuning telur seperti yang terlihat dalam hasil analisis pada Lampiran 14. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya bahwa pelapisan pada telur mampu mempertahankan warna kuning telur (Tindjabate et al. 2014).

Bentuk, Posisi, Bayangan dan Kebersihan Kuning Telur

Pengukuran kualitas kuning telur juga didukung dengan pengamatan pada bentuk, posisi, bayangan dan kebersihan kuning telur. Kuning telur berkualitas baik menurut SNI 3926:2008 adalah berbentuk bulat, posisi ditengah, bayangan tidak jelas dan bersih dari noda maupun bercak darah. Pada penyimpanan telur transfer air yang terjadi dari putih telur ke kuning telur mengakibatkan kuning Gambar 8 Kualitas warna kuning telur non-pelilinan suhu dingin (♦),

non-pelilinan suhu ruang (■), pelilinan suhu dingin (▲), pelilinan suhu ruang(X) selama waktu penyimpanan 0, 7, 14, 21 dan 28 hari

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 5 10 15 20 25 30 N ilai war n a k u n in g t e lu r (-)

(32)

18

telur menjadi lembek (Romanoff dan Romanoff 1963). Hasil penelitian pada Lampiran 18 menunjukkan telur yang diililini dan disimpan di suhu dingin dapat mempertahankan kualitas kuning telur dari hari ke-0 hingga hari ke-28. Telur pada kondisi tersebut memiliki bentuk kuning yang bulat, posisi ditengah, bayangan tidak jelas, dan bersih dari noda. Sedangkan telur dengan kualitas yang buruk ditunjukkan oleh telur tanpa pelilinan dan disimpan disuhu ruang. Telur kondisi tersebut pada hari ke-28 menunjukkan kuning telur yang sudah pecah, tidak berbentuk, banyak noda dan darah pada bagian kuning serta menimbulkan bau yang tidak sedap.

Pelilinan pada telur menunjukkan hasil yang terbaik karena mungkin tidak terjadi kontaminasi mikroba ke dalam telur. Hal ini didukung penelitian Figueiredo et al. (2014) yang menyatakan tidak terjadinya kontaminasi

Salmonella spp dan Staphylococcus aureus pada telur yang dilapisi. Hal lain yang mungkin menyebabkan hal tersebut adalah hanya sedikit terjadi penguapan air sehingga kuning telur dapat mempertahankan bentuknya. Seperti pada penelitian Jo et al. (2011) yang menyatakan air yang keluar dari telur mempengaruhi kualitas internal telur.

Hasil analisis pada Lampiran 6, Lampiran 7, Lampiran 8 dan Lampiran 9 menunjukkan pelilinan, suhu penyimpanan, lama simpan dan interaksi ketiganya mempengaruhi secara nyata kualitas kuning telur dengan taraf kepercayaan 95% dengan nilai P<0.05.

Nilai Haugh Unit Putih Telur

Nilai Haugh Unit (HU) adalah alat ukur internasional untuk mengetahui kondisi kualitas internal telur. Menurut United State Departement of Agriculture (USDA) telur berkualitas AA memiliki nilai Haugh Unit putih telur minimal 72. Grafik pengaruh pelilinan dan suhu penyimpanan selama masa simpan hari ke-0 hingga hari ke-28 tersaji dalam Gambar 9. Hasil pengamatan menunjukkan telur yang dililini dan disimpan selama 8 hari di suhu dingin memiliki nilai HU yang lebih tinggi daripada yang tidak dililini.

Telur yang dililini berdasarkan USDA dapat dikategorikan menjadi kualitas AA yaitu dengan rata-rata nilai HU sebesar 82.76±4.49 pada hari ke-7. Nilai HU telur yang dilapisi liin dan disimpan disuhu ruang juga masih masuk dalam kualitas AA yaitu dengan rata-rata 74.78±0.92. Telur dengan kualitas terburuk adalah telur tanpa pelapisan dan disimpan disuhu ruang dengan nilai rata-rata HU pada hari ke-7 yaitu 50.39±4.64 dengan kategori B. Telur terus mengalami penurunan nilai kualitas dari waktu ke waktu seperti yang ditunjukkan grafik pada Gambar 9. Hari ke-28 penyimpanan menunjukkan telur tanpa pelilinan dan disimpan disuhu ruang sudah tidak masuk dalam kategori kualitas karena memiliki nilai HU yang sangat rendah yaitu 13.16±3.48 dan telur yang dililini dan disimpan di suhu dingin berkualitas A dengan nilai HU 69.55±1.97.

(33)

19

Nilai HU telur dari waktu ke waktu menurun untuk setiap perlakuan. Nilai HU terbaik ditunjukkan oleh telur dengan pelilinan. Hal ini sesuai dengan penelitian Biladeau dan Keener (2009) yang menunjukkan bahwa telur yang dilapisi dengan paraffin wax, mineral oil, soy protein isolate (SPI), and whey protein isolate (WPI) memiliki nilai HU lebih tinggi dibandingkan telur yang tidak dilapisi. Penurunan nilai HU menurut Jo et al. (2011) dipengaruhi oleh penguapan air dan pelepasan gas yang berakibat putih telur semakin mengencer. Pengenceran tersebut berakibat pada penurunan tinggi putih yang juga membuat nilai HU semakin rendah.

Hasil analisis ragam pada Lampiran 10 menunjukkan faktor pelilinan, suhu dan lama simpan berpengaruh nyata terhadap nilai HU. Interaksi antara ketiga faktor tersebut juga berpengaruh nyata dengan nilai P<0.05 pada taraf kepercayaan 95%. Pada Lampiran 14 dan Lampiran 15 juga menunjukkan pelilinan dan suhu penyimpanan mempengaruhi secara nyata nilai HU.

Kebersihan dan Kekentalan Putih Telur

Kebersihan putih telur dinilai dari ada tidaknya noda, daging dan bercak darah. Putih telur sebaiknya bebas dari benda asing lainnya. Putih telur pada penelitian ini bebas dari noda dan masih kental (Lampiran 18, hari ke-0). Selama penyimpanan kualitas putih telur secara terus menerus menurun. Penurunan kualitas kebersihan dan kekentalan telur untuk empat perlakuan berbeda satu dengan lainnya. Putih telur tanpa pelilinan dan disimpan pada suhu ruang menunjukkan hasil tidak baik yaitu berwarna pucat dan tidak jernih lagi. Putih telur pada kondisi tersebut saat penyimpanan 28 hari sudah sangat encer seperti air dan memiliki banyak bercak noda. Penelitian ini menunjukkan bahwa telur yang dilapisi lilin dan disimpan pada suhu dingin dapat mempertahankan kekentalan putih telur hingga hari ke-28. Perubahan pada telur yang dilapisi lilin tidak signifikan dan dapat menjaga dan mempertahankan kebersihan putih telur.

Gambar 9 Nilai Haugh Unit (HU) non-pelilinan suhu dingin (♦), non-pelilinan suhu ruang (■), pelilinan suhu dingin (▲), pelilinan suhu ruang (X) selama waktu penyimpanan 0, 7, 14, 21 dan 28 hari 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 5 10 15 20 25 30 N ilai H au gh Uni t (-)

(34)

20

Penelitian Silversides dan Budgell (2004) menyatakan hubungan nilai HU terhadap kualitas putih telur secara keseluruhan, semakin tinggi nilai HU maka kondisi telur juga semakin baik. Kontaminasi dan penguapan yang terjadi pada telur yang tidak dilapisi mungkin membuat kualitas putih menjadi menurun. Penelitian yang dilakukan Biladeau dan Keener (2009) menyatakan bahwa kondisi pelapisan pada telur dapat mempertahankan kandungan CO2 didalam telur. Telur yang mengandung banyak CO2 selama penyimpanan dingin dapat mempertahankan CO2 yang berada di putih telur sehingga memperlambat proses perubahan kimia (Jones et al. 2002).

Hasil analisis ragam pada Lampiran 11 dan Lampiran 12 menyatakan bahwa pelilinan, suhu penyimpana, lama simpan dan interaksi ketiganya berpengaruh nyata terhadap kebersihan dan kekentalan telur pada taraf kepercayaan 95% dengan nilai P<0.05. Hasil analisis uji lanjut Duncan pada Lampiran 14 dan Lampiran 15 juga menunjukkan bahwa pelilinan dan suhu penyimpanan mempengaruhi secara nyata kebersihan dan kekentalan telur.

Derajat Keasaman (pH) Telur

Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu indikator untuk mengetahui penurunan kualitas pada telur. Meningkatnya pH pada telur menunjukkan kualitas telur yang semakin rendah (Romanoff dan Romanoff 1963). Derajat keasaman telur pada penelitian ini saat awal pengukuran di hari ke-0 yaitu antara 7.75-7.79. Berdasarkan penelitian sebelumnya pH akan mengalami kenaikan selama penyimpanan (Biladeau dan Keener 2009). Hasil penelitian menunjukkan bahwa telur yang mengalami kenaikan pH tertinggi adalah telur dengan perlakuan tanpa dililini dan disimpan disuhu ruang. Grafik perubahan nilai pH telur selama 28 hari penyimpanan disajikan dalam Gambar 10.

Gambar 10 menunjukkan pH pada penyimpanan suhu ruang dengan perlakuan tanpa pelilinan menunjukkan peningkatan yang signifikan. Telur pada Gambar 10 Derajat Keasaman (pH) telur non-pelilinan suhu dingin (♦), non-pelilinan suhu ruang (■), pelilinan suhu dingin (▲), pelilinan suhu ruang(X) selama waktu penyimpanan 0, 7, 14, 21 dan 28 hari

7.00 7.20 7.40 7.60 7.80 8.00 8.20 8.40 8.60 8.80 9.00 0 5 10 15 20 25 30 p H ( -)

(35)

21 kondisi tersebut pada penyimpanan 28 hari memiliki pH yang semakin basa yaitu 8.23±0.09. Gambar 10 menunjukkan tidak banyak perubahan pH untuk tiga perlakuan lainnya. Derajat keasaman paling rendah ditunjukkan oleh telur dengan pelilinan dan disimpan disuhu ruang. Namun nilai pH yang rendah tersebut masih memenuhi standar derajat keasaman telur. Biladeau dan Keener (2009) dalam penelitian pelapisan pada telur menunjukkan bahwa telur yang tidak dilapisi menunjukkan peningkatan pH secara signifikan dan telur yang dilapisi cenderung tidak menunjukkan perubahan pH.

Hasil analisis ragam Lampiran 13 menunjukkan pelilinan memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap pH telur. Interaksi antara pelilinan dan lama simpan serta interaksi pelilinan dan suhu juga memberi pengaruh nyata terhadap pH telur.

Pembahasan Umum

Penelitian ini menunjukkan emulsi yang dilapisi pada telur masih stabil dari awal pengolesan hingga lapisan mengering. Perlu dilakukan metode lain selain pengolesan dengan kuas untuk melapisi telur misalnya pencelupan dan penyemprotan agar diketahui cara paling efektif dalam pelilinan pada telur dengan skala komersial. Candling pada awal penelitian perlu dilakukan untuk menentukan kualitas telur agar masing-masing sampel berkualitas sama. Pelilinan pada telur menunjukkan hasil yang sangat baik yaitu dapat mempertahankan kualitas hingga hari ke-28. Perhitungan biaya pelilinan yaitu Rp 80,00 per butir telur atau sekitar Rp 1000,00 sampai Rp 1200,00 per kilogram telur. Aplikasi pelilinan ini diharapkan berguna bagi industri peternakan khususnya untuk telur ayam ras yang berkualitas premium.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penelitian ini menunjukkan pelilinan dapat mempertahankan kualitas telur ayam selama penyimpanan 28 hari sedangkan telur tanpa pelilinan mengalami penurunan kualitas secara signifikan. Suhu rendah juga berpengaruh nyata terhadap kualitas telur ayam. Telur yang dililini dan disimpan disuhu rendah merupakan kondisi yang paling optimum untuk mempertahankan kualitas telur selama penyimpanan 28 hari.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan pelilinan pada telur dengan perbedaan kecepatan homogenisasi dan konsentrasi lilin agar dapat diketahui kondisi emulsi lilin terbaik untuk pelilinan. Metode pelapisan lain juga perlu dilakukan agar diketahui cara pelapisan paling baik dalam pelilinan pada telur.

(36)

22

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad U, Darmawati E, Refilia NR. 2014. Kajian metode pelilinan terhadap umur simpan buah manggis (Garcinia mangostana) semi-cutting dalam penyimpanan dingin. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI). Vol. 19 (2): 104-110.

Badan Standardisasi Nasional. 2008. SNI 3926:2008. Telur Ayam Konsumsi. Jakarta (ID): Standar Nasional Indonesia.

Banerjee P, Keneer KM. 2012. Maximizing carbon dioxide content of shell eggs by rapid cooling treatment and its effect on shell egg quality. Poultry Science. 91:1444-1453.

Biladeau AM, Keener KM. 2009. The effects of edible coatings on chicken egg quality under refrigerated storage. Poultry Science. 88:1266-1274.

Brown A. 2000. Understanding Food Principle and Preparation. Wadsworth Hawaii (US): University of Hawaii.

Dhyan C, Sumarlan SH, Susilo B. 2014. Pengaruh pelapisan lilin lebah dan suhu penyimpanan terhadap kualitas buah jambu biji (Psidium guajava L.).

Jurnal Bioproses Komoditas Tropis. Vol. 2 No. 1:79-90.

Figueiredo TC, Assis DCS, Menezes LDM, Oliveira DD, Lima AL, Souza MR, Heneine LGD, Cancado SV. 2014. Effects of packaging, mineral oil coating, and storage time on biogenic amine levels and internal quality of eggs.

Poultry Science. 93:3171-3178.

Hardjosworo EG, Rukmiasih PS, Ernawati. 1989. Penanganan Hasil Ternak. Bogor (ID): IPB Pr.

Hayati N. 2013. Pengaruh pelilinan pada ujung buah salak pondoh pascapanen dengan suhu yang berbeda terhadap investasi penyakit [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Jazil N, Hintono A, Mulyani S. 2013. Penurunan kualitas telur ayam ras dengan intensitas warna coklat kerabang berbeda selama penyimpanan. Jurnal Apikasi Teknologi Pertanian Vol.2:43-47.

Jo C, Ahn DU, Liu XD, Kim KH, Nam KC. 2011. Effects of chitosan coating and storage with dry ice on the freshness and quality of eggs. Poultry Science.

90:467-472.

Jones DR, Musgrove MT. 2005. Effects of extended storage on egg quality factors.

Poultry Science Vol.84:1774-1777.

Jones DR, Tharrington JB, Curtis PA, Anderson KE, Keener KM, Jones FT. 2002. Effects of cryogenic cooling of shell eggs on egg quality. Poultry Science. 81:727-733.

Joseph NS, Robinson NA, Renema RA, Robinson FE. 1999. Shell quality and color variation in broiler eggs. J. Appl. Poult. Res. 8:70-74.

Liu S. 2009. Encapsulation of flax oil by complex coacervation [Thesis]. Canada (US): University of Saskatchewan.

Muchtadi TR. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor(ID): Diktat UPG IPB.

Romanoff AL, Romanoff AJ. 1963. The Avian Eggs. New York (US): John Willey and Sons Inc.

Roosmani AB. 1975. Percobaan pendahuluan pelapisan lilin terhadap buah-buahan dan sayuran. Buletin Penelitian Hortikultura Vol. III No. 2.

(37)

23 Silversides FG, Budgell K. 2004. The relationships among measures of egg albumen height, pH, and whipping volume. Poultry Science. 83:1619-1623. Sonjaya NA. 2013. Pengaruh pelapisan lilin lebah terhadap perubahan mutu

selada (Lactusa sativa) terolah minimal selama penyimpanan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sudaryani T. 2008. Kualitas Telur. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Tindjabate RS, Suada IK, Rudyanto MD. 2014. Pengawetan telur ayam ras dengan pencelupan dalam ekstrak air kulit manggis pada suhu ruang.

Indonesia Medicus Veterinus Vol.3(4):310-316.

[USDA] United States Department of Agriculture. 2000. Egg Grading Manual. Washington DC (US): Federal Crop Insurance Corporation (FCIC).

Winarno FG. 2002. Fisiologi Lepas Panen Produk Hortikultura. Bogor (ID): M-Brio Pr.

Wulandari Z, Rukmiasih, Suryati T, Budiman C, Ulupi N. 2014. Teknik

Pengolahan Telur dan Daging Unggas. Bogor (ID): IPB Pr.

Yuwanta T. 2010. Telur dan Kualitas Telur. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Pr.

Zehn AS. 2016. Pengaruh kecepatan homogenisasi dan jenis penyalut terhadap kestabilan emulsi minyak cengkeh dalam air [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(38)

24

LAMPIRAN

Lampiran 1 Stabiitasemulsi lilin penyimpanan ruang dan dingin selama 24 jam Jam ke- Stabiitas (%)

Suhu ruang Suhu dingin

0 100.00 100.00 1 100.00 100.00 2 100.00 100.00 3 100.00 100.00 4 100.00 100.00 5 100.00 100.00 6 100.00 100.00 7 100.00 100.00 8 98.90±2.18 100.00 9 96.28±1.03 97.24±0.24 10 95.88±1.17 96.43±0.86 12 95.54±1.11 95.72±1.11 14 95.08±1.37 95.00±1.32 16 94.46±1.18 94.64±1.23 18 94.35±1.20 94.53±1.19 20 94.02±1.28 94.25±1.20 22 93.71±1.49 93.83±1.18 24 93.45±1.35 93.51±1.13

(39)

25 Lampiran 2 Analisis ragam pengaruh pelilinan pada lama simpan di suhu dingin

dan ruang terhadap susut bobot telur

Keterangan : jika P< alpha 5% maka faktor berpengaruh nyata terhadap respon Lampiran 3 Analisis ragam pengaruh pelilinan pada lama simpan di suhu dingin

dan ruang terhadap kualitas kedalaman kantung udara telur

Sumber db JKK JKT F hitung P Hitung

Pelilinan 1 11.2667 11.2667 676 <.0001

Lama Simpan 4 5.0667 1.2667 76 <.0001

Suhu 1 3.2667 3.2667 196 <.0001

Interaksi Pelilinan dengan lama simpan

4 5.0667 1.2667 76 <.0001

Interaksi pelilinan dengan suhu

1 3.2667 3.2667 196 <.0001 Interaksi lama simpan

dengan suhu

4 1.0667 0.2667 16 <.0001

Interaksi pelilinan, lama simpan dan suhu

4 1.0667 0.2667 16 <.0001

Galat 40 0.6667 0.0167

Total 59 30.7333

Keterangan : jika P< alpha 5% maka faktor berpengaruh nyata terhadap respon Keterangan singkatan pada lampiran

db : derajat bebas

JKK : jumlah kuadrat kolom JKT : jumlah kuadrat total

Fhitung : nilai distribusi F (perbandingan variance antar kelompok dan variance

dalam kelompok

Phitung : nilai kesalahan hasil perhitungan statistik α (Alpha) : batas kesalahan maksimal

Sumber db JKK JKT F hitung P Hitung

Pelilinan 1 25.6722 25.6722 238.57 <.0001

Lama Simpan 4 61.5136 15.3784 142.91 <.0001

Suhu 1 53.0079 53.0079 492.59 <.0001

Interaksi Pelilinan

dengan lama simpan 4 13.9628 3.4907 32.44 <.0001 Interaksi pelilinan

dengan suhu 1 17.7678 17.7678 165.11 <.0001 Interaksi lama simpan

dengan suhu 4 25.3562 6.3390 58.91 <.0001

Interaksi pelilinan,

lama simpan dan suhu 4 9.1447 2.2861 21.25 <.0001

Galat 40 4.3043 0.1076

(40)

26

Lampiran 4 Analisis ragam pengaruh pelilinan pada lama simpan di suhu dingin dan ruang terhadap pergerakan kantung udara telur

Sumber db JKK JKT F hitung P Hitung

Pelilinan Lama Simpan 1 4 0 0 0 0 . . . . Suhu 1 0 0 . . Interaksi Pelilinan dengan lama simpan

4 0 0 . .

Interaksi pelilinan dengan suhu

1 0 0 . .

Interaksi lama simpan dengan suhu

4 0 0 . .

Interaksi pelilinan, lama simpan dan suhu

4 0 0 . .

Galat 40 0 0

Total 59 0

Keterangan : jika P< alpha 5% maka faktor berpengaruh nyata terhadap respon Lampiran 5 Analisis ragam pengaruh pelilinan pada lama simpan di suhu dingin

dan ruang terhadap warna kuning telur

Sumber db JKK JKT F hitung P Hitung

Pelilinan Lama Simpan 1 4 20.4167 45.1667 20.4167 11.2917 175.00 96.79 <.0001 <.0001 Suhu 1 10.4167 10.4167 89.29 <.0001 Interaksi Pelilinan dengan lama simpan

4 12.1667 3.0417 26.07 <.0001 Interaksi pelilinan

dengan suhu

1 0.1500 0.1500 1.29 0.2636 Interaksi lama simpan

dengan suhu

4 3.500 0.8750 7.50 0.0001

Interaksi pelilinan, lama simpan dan suhu

4 0.7667 0.1917 1.64 0.1824

Galat 40 4.6667 0.1167

Total 59 97.2500

(41)

27 Lampiran 6 Annova pengaruh pelilinan pada lama simpan di suhu dingin dan

ruang terhadap bentuk kuning telur

Sumber db JKK JKT F hitung P Hitung

Pelilinan 1 9.600 9.600 ∞ <.0001

Lama Simpan 4 9.900 2.4750 ∞ <.0001

Suhu 1 2.400 2.400 ∞ <.0001

Interaksi Pelilinan dengan lama simpan

4 9.900 2.4750 ∞ <.0001

Interaksi pelilinan dengan suhu

1 2.400 2.400 ∞ <.0001

Interaksi lama simpan dengan suhu

4 2.100 0.525 ∞ <.0001

Interaksi pelilinan, lama simpan dan suhu

4 2.100 0.525 ∞ <.0001

Galat 40 0.000 0.0000

Total 59 38.4000

Keterangan : jika P< alpha 5% maka faktor berpengaruh nyata terhadap respon Lampiran 7 Analisis ragam pengaruh pelilinan pada lama simpan di suhu dingin

dan ruang terhadap posisi kuning telur

Sumber db JKK JKT F hitung P Hitung

Pelilinan 1 3.7500 3.7500 ∞ <.0001

Lama Simpan 4 3.000 0.7500 ∞ <.0001

Suhu 1 3.7500 3.7500 ∞ <.0001

Interaksi Pelilinan dengan lama simpan

4 3.000 0.7500 ∞ <.0001 Interaksi pelilinan

dengan suhu

1 3.7500 3.7500 ∞ <.0001 Interaksi lama simpan

dengan suhu

4 3.000 0.7500 ∞ <.0001 Interaksi pelilinan, lama

simpan dan suhu

4 3.000 0.7500 ∞ <.0001

Galat 40 0.0000 0.0000

Total 59 23.2500

Gambar

Tabel 1 Komposisi global sebutir telur
Gambar 1 Roche colour yolk fan
Gambar 2 Diagram alir metode penelitian
Gambar  3  menunjukkan  emulsi  pada  jam  ke-0    masih  stabil  dan  mulai  mengalami  ketidakstabilan  atau  pemisahan  bagian  putih  pekat  dan  serum  pada  jam  ke-8
+7

Referensi

Dokumen terkait

Telur segar memiliki HU rata-rata 86,63 ± 9,67 yang berarti telur masih dalam kualitas AA, telur yang telah disimpan selama 1 minggu memiliki nilai HU 41,59 ± 19,69 yang

Kualitas telur itik yang terkait sistem peternakan dan lama penyimpanan, dapat diukur dari aspek Indeks Putih Telur (IPT), Indeks Kuning Telur (IKT) dan Haugh Unit

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyimpanan telur ayam kampung pada suhu kamar jumlah Escherichia coli lebih banyak dibanding disimpan pada suhu chilling

Pertama – tama telur akan memasuki tahapan seleksi baik buruknya kualitas telur menggunakan sensor LDR , apabila telur tidak masuk dalam kategori yang telah ditentukan maka

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai HU telur itik pada penyimpanan 0 hari yang relatif sama pada kedua warna kerabang menunjukkan bahwa kondisi jala ovomucin

Penyimpanan yang semakin lama pada telur tetas semakin menurunkan kualitas interior yang ditandai dengan menurunnya bobot putih telur dan haugh unit namun

berat telur 60 gram. berat telur 60 gram.. Kualitas interior telur ayam ras selama 21 hari penyimpanan dan jumlah telur busuk setiap perlakuan Table 1. Rata-rata telur mempunyai

Rata-rata dari hasil jumlah bakteri Coliform pada telur ayam lokal yang disimpan pada suhu kamar dan suhu chilling pada hari ke-1, 8, 15 dan 22 menunjukkan