Nutrisi Pakan
Setiap makhluk hidup memerlukan nutrisi dalam pakan untuk tumbuh, berkembang dan reproduksi. Agar pertumbuhan dan produksi maksimal maka jumlah kandungan nutrisi yang diperlukan ternak harus memadai sesuai kebutuhan ternak dan fungsi produksi khusus. Kebutuhan gizi itik jantan pada penelitian ini menggunakan standar kebutuhan gizi itik petelur yang dikutip dari rekomendasi Sinurat (2000) seperti yang tertera pada Tabel 3.
Tabel 3. Kebutuhan Gizi Itik Petelur pada Berbagai Umur
Gizi Starter (0-8 minggu) Grower (9-20 minggu) Layer (>20 minggu) Protein kasar (%) 17-20 15-18 17-19
Energi (kkal EM/kg) 3.100 2.700 2.700
Metionin (%) 0,37 0,29 0,37
Lisin (%) 1,05 0,74 1,05
Ca (%) 0,60-1,00 0,60-1,00 2,90-3,25
P (%) 0,60 0,60 0,60
Sumber: Sinurat (2000)
Hasil perhitungan kandungan nutrisi pakan yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Kandungan Nutrisi Ransum Itik pada Berbagai Periode Pemeliharaan Nutrisi Starter (0-8 minggu) Grower (8-16 minggu) Layer (16-39 minggu) Protein kasar (%) 18,00-20,00 16,10 17,50
Energi (kkal EM/kg) 3.100 2.743 2.700
Metionin (%) 0,37 0,33 0,38
Lisin (%) 1,05 0,79 1,09
Ca (%) 0,80-1,20 1,06 0,91
P (%) 0,60-1,00 0,94 0,83
Sumber : Perhitungan sendiri berdasarkan kandungan nutrisi yang telah diketahui pada berbagai bahan pakan penyusun formula ransum
Rataan konsumsi pakan ternak itik dari setiap perlakuan pada masing-masing periode pemeliharaan disajikan pada Tabel 5. Perkiraan rekomendasi konsumsi pakan itik disajikan pada Tabel 6.
Tabel 5. Konsumsi Pakan Itik pada Setiap Periode Pemeliharaan Perlakuan Pembatasan Pakan
Umur (minggu)
Konsumsi Pakan Itik pada Setiap Perlakuan (g/ekor/hari)
P1 P2 P3 P4
0-8 113,29 112,30 96,30 96,30
8-16 142,96 140,61 121,54 121,54
16-39 139,67 118,70 138,57 118,70
Tabel 6. Perkiraan konsumsi pakan itik Umur (minggu) Konsumsi Pakan (g/ekor/hari) Umur (minggu) Konsumsi Pakan (g/ekor/hari) 1 15,00 10 74,00 2 31,00 11 74,00 3 40,00 12 76,00 4 61,00 13 76,00 5 78,00 14 78,00 6 80,00 15 78,00 7 71,00 16 80,00 8 72,00 17 80,00 9 74,00 18 90,00 Sumber: Hardjosworo (1989)
Konsumsi pakan penelitian dibandingkan dengan perkiraan konsumsi pakan sampai umur 18 minggu. Rataan konsumsi pakan itik pada semua perlakuan baik pada periode starter (0-8 minggu), grower (9-16 minggu) dan layer (>16 minggu) ternyata lebih tinggi dibandingkan dengan yang direkomendasikan Hardjosworo (1989). Perlakuan konsumsi pakan yang terbatas pun masih sangat berlebih sehingga dapat diperkirakan bahwa kualitas semen yang dihasilkan tidak jauh berbeda.
Kualitas Semen Segar Itik Mojosari
Pemeriksaan dan evaluasi semen harus meliputi keadaan umum contoh semen, volume, konsentrasi, dan motilitas atau daya geraknya (Toelihere, 1985). Pemeriksaan karakteristik semen segar itik pada penelitian ini meliputi warna dan konsistensi semen, volume semen per ejakulat, konsentrasi spermatozoa, jumlah spermatozoa per ejakulat, motilitas, viabilitas, dan abnormalitas spermatozoa beserta empat macam keadaan morfologi abnormalnya yang meliputi kepala bengkak, kepala rusak, ekor patah dan ekor buntung.
Warna dan Konsistensi Semen
Pemeriksaan warna semen dilakukan secara kualitatif dan hasilnya tersaji pada Tabel 7. Seluruh perlakuan mempunyai rata-rata warna yang sama yaitu putih serta tidak tembus cahaya. Hasil ini menunjukkan faktor perlakuan pembatasan pakan tidak berpengaruh terhadap warna semen. Rerata warna semen yang sama pada semua perlakuan yaitu putih menunjukkan ciri semen yang baik, sesuai seperti yang dikatakan Supriatna (2000) bahwa semen berkualitas, berwarna putih dan tidak tembus cahaya menunjukkan konsentrasi semen yang tinggi.
Tabel 7. Karakteristik Warna dan Konsistensi Semen pada Setiap Perlakuan Pembatasan Pakan
Perlakuan Pembatasan Pakan Warna Konsistensi
P1 (kontrol) Putih Kental
P2 (starter-grower 100% dan layer
85% ad libitum) Putih Kental
P3 (starter-grower 85% dan layer
100% ad libitum) Putih Kental
P4 (starter-layer 85% ad libitum) Putih Kental
Rataan Putih Kental
Konsistensi semen setiap perlakuan pembatasan pakan tersaji pada Tabel 4. Seluruh perlakuan mempunyai konsistensi yang relatif tidak berbeda yaitu kental. Hal ini menunjukkan tidak ada pengaruh perlakuan pembatasan pakan terhadap konsistensi semen. Warna bersama konsistensi semen menentukan konsentrasi spermatozoa, bila semen kental dan berwarna putih maka konsentrasi spermatozoa tinggi dan jika spermatozoa encer dan berwarna bening maka hal ini menunjukkan
konsentrasi semen yang rendah (Toelihere, 1981). Warna dan konsistensi tidak berbeda nyata antar kelompok perlakuan diduga hal ini karena pembatasan pakan yang paling lama pun telah cukup memberikan gizi dan zat-zat makanan yang diperlukan untuk memberikan karakteristik warna semen dan konsistensi yang baik.
Gerakan Massa Spermatozoa
Gerakan massa spermatozoa merupakan gambaran kasar kualitas semen dan secara cepat dapat dilihat dengan mata secara langsung, tetapi akan lebih akurat jika menggunakan mikroskop (Evans dan Maxwell, 1987). Gerakan massa spermatozoa dapat terjadi karena pergerakan spermatozoa secara massal yang bergerak ke arah yang sama secara bersamaan.
Tabel 8. Frekuensi nilai Gerakan Massa Spermatozoa pada Setiap Perlakuan Pembatasan Pakan
Perlakuan Gerakan Massa Spermatozoa (%)
(-) (+) (++) (+++) (++++)
P1 (kontrol) - - 29,41 35,29 35,29
P2 (starter-grower 100% dan layer
85% ad libitum) - - - 44,44 55,56
P3 (starter-grower 85% dan layer
100% ad libitum) - 13,33 20,00 53,33 13,33
P4 (starter-layer 85% ad libitum) - - 53,85 46,15
Tabel 8 menyajikan frekuensi nilai gerakan massa spermatozoa dari setiap perlakuan pembatasan pakan. Seluruh perlakuan terlihat mempunyai gerakan massa spermatozoa yang sebagian besar bernilai (+++) dan (++++) yaitu gerakan massa spermatozoa dengan gelombang-gelombang yang besar dan sangat cepat. Hasil ini menunjukkan sebagian besar perlakuan mempunyai kualitas semen yang baik seperti yang dikatakan Toelihere (1981) bahwa kualitas semen yang baik mempunyai gelombang yang besar, gelap, tebal dan aktif seperti gumpalan awan hitam yang bergerak capat dan berpindah-pindah. Gelombang-gelombang pergerakan spermatozoa yang besar dan tebal seperti yang dimaksud Toelihere (1981) terdapat pada gerakan massa spermatozoa yang bernilai (+++) dan (++++), sedangkan pada gerakan massa yang bernilai (++) yang terlihat adalah gelombang-gelombang yang tipis, kecil, jarang dan bergerak lamban.
Semen dengan nilai gerakan massa spermatozoa (-) dan (+) tidak memenuhi syarat untuk digunakan inseminasi, gerakan massa yang layak adalah paling sedikit yang bernilai (++) (Taurin, 1977). Hal ini berarti seluruh perlakuan hampir mempunyai nilai gerakan massa yang layak untuk digunakan inseminasi, hanya pada perlakuan P3 terdapat gerakan massa spermatozoa (+) yang tidak layak sebesar 13,33%. Kemungkinan hal ini karena faktor keragaman yang besar pada itik lokal yang sebagian besar belum mengalami seleksi.
Volume Semen per Ejakulat
Volume semen yang dipancarkan oleh seekor pejantan dapat berbeda-beda tergantung dari umur, ras, besar dan berat badan, mutu pakan, frekuensi penampungan, faktor genetik dan kondisi dari ternak itu sendiri (Salisbury dan Vandemark, 1985). Hasil sidik ragam menunjukkan tidak terdapat pengaruh perlakuan pembatasan pakan terhadap volume semen per ejakulat. Seluruh perlakuan mempunyai rata-rata volume semen per ejakulat yang relatif tidak berbeda. Kemungkinan hal ini disebabkan selain karena itik yang diambil semennya berasal dari bangsa dan umur yang sama, asupan nutrisi esensial itik pada perlakuan pakan terbatas sudah mencukupi untuk menunjang volume semen yang baik. Rataan volume semen per ejakulat dari setiap perlakuan pembatasan pakan dapat dilihat pada tabel 9.
Tabel 9. Volume Semen per Ejakulat pada Setiap Perlakuan Pembatasan Pakan
Perlakuan Pembatasan Pakan Volume Semen per Ejakulat (ml)
P1 (kontrol) 0,20 ± 0,15
P2 (starter-grower 100% dan layer 85%
ad libitum) 0,20 ± 0,09
P3 (starter-grower 85% dan layer 100%
ad libitum) 0,25 ± 0,17
P4 (starter-layer 85% ad libitum) 0,26 ± 0,13
Rataan 0,23 ± 0,13
Rataan volume semen per ejakulat yang didapatkan dari setiap perlakuan pembatasan pakan, dibawah yang dilaporkan Setioko (1981) pada itik Pekin yaitu 0,46 ml, Nishiyama et al. (1976) pada itik Pekin yaitu 0,39 ml dan Moss et al. (1979)
yaitu 0,6-0,8 ml. Kemungkinan perbedaan ini timbul karena faktor galur dan strain yang berbeda, umur ternak, seta faktor ukuran atau bobot badan.
Konsentrasi Spermatozoa
Penilaian konsentrasi sangat penting dalam penentuan kualitas semen. Penghitungan konsentrasi yang digambarkan dengan volume dan persentase spermatozoa motil memberikan jumlah spermatozoa motil per ejakulat, yaitu kualitas yang menentukan berapa betina yang dapat diinseminasikan dengan ejakulat tersebut (Hafez,1993). Konsentrasi spermatozoa semakin tinggi, kualitas semen semakin baik dan semakin banyak pula jumlah betina yang dapat diinseminasikan.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pembatasan pakan tidak berpengaruh terhadap konsentrasi spermatozoa. Konsentrasi setiap perlakuan relatif sama. Dugaan hal ini karena pembatasan pakan sudah mencukupi kebutuhan nutrisi dan energi pada itik untuk mendukung konsentrasi spermatozoa yang optimal. Konsentrasi spermatozoa pada setiap taraf perlakuan dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Konsentrasi Spermatozoa pada Setiap Perlakuan Pembatasan Pakan
Perlakuan Pembatasan Pakan Konsentrasi Spermatozoa
(x 108 spermatozoa/ml)
P1 (kontrol) 7,600 ± 3,193
P2 (starter-grower 100% dan layer 85%
ad libitum) 6,225 ± 2,104
P3 (starter-grower 85% dan layer 100%
ad libitum) 8,053 ± 3,217
P4 (starter-layer 85% ad libitum) 6,240 ± 3,473
Rataan 7,057 ± 3,001
Rataan konsentrasi semen dari seluruh perlakuan dibawah yang dilaporkan oleh Tan (1980) pada entog yaitu 10,800 x 108 spermatozoa/ml, dibawah juga yang didapat oleh Zubir (1984) pada itik hasil persilangan antara itik lokal dengan itik Manila yaitu 17,640 x 108 spermatozoa/ml dan sangat jauh dibawah yang didapat oleh Setioko (1981) pada itik Pekin yaitu sebesar 91,600 x 108 spermatozoa/ml. Perbedaan ini diduga disebabkan karena perbedaan bangsa ternak, umur ternak, kondisi ternak dan lingkungan.
Jumlah Spermatozoa Per Ejakulat
Beberapa faktor lingkungan dan fisiologi yang mempengaruhi produksi semen itik yaitu periode lamanya siang dan malam, musim, aktivitas sexual, umur ternak, nutrisi, manajemen, keturunan, frekuensi penampungan semen dan teknik penampungan semen (Setioko,1981). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jumlah spermatozoa per ejakulasi tidak dipengaruhi oleh perlakuan pembatasan pakan. Jumlah spermatozoa per ejakulasi antar perlakuan mempunyai rata-rata jumlah yang relatif sama. Pembatasan pakan tidak menimbulkan perbedaan antar perlakuan pada jumlah spermatozoa per ejakulasi diperkirakan karena pembatasan pakan sudah mencukupi kebutuhan nutrisi penting pada itik untuk produksi jumlah spermatozoa per ejakulat yang memadai. Jumlah spermatozoa per ejakulat dari setiap perlakuan pembatasan pakan disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Jumlah Spermatozoa per Ejakulat pada Setiap Perlakuan Pembatasan Pakan
Perlakuan Pembatasan Pakan Jumlah Spermatozoa per Ejakulat
(x 108 Spermatozoa)
P1 (kontrol) 1,894 ± 1,737
P2 (starter-grower 100% dan layer 85%
ad libitum) 1,421 ± 0,802
P3 (starter-grower 85% dan layer 100%
ad libitum) 2,337 ± 2,288
P4 (starter-layer 85% ad libitum) 1,830 ± 1,350
Rataan 1,865 ± 1,635
Hasil rataan jumlah spermatozoa dari seluruh perlakuan lebih rendah dari yang dilaporkan Chelmonska et al. (1962) pada itik Pekin yaitu 12,090 x 108 spermatozoa dan yang dilaporkan Setioko (1981) pada itik Pekin dengan rataan 42,300 x 109 spermatozoa. Tetapi jumlah spermatozoa yang diperoleh sudah termasuk baik dan layak untuk digunakan inseminasi. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Setioko (1981) bahwa jumlah spermatozoa yang memadai yaitu 50-100 juta spermatozoa untuk inseminasi setiap hari atau 150-200 juta spermatozoa untuk inseminasi setiap lima hari.
Motilitas Spermatozoa
Motilitas spermatozoa adalah pergerakan spermatozoa yang berfungsi untuk mencapai dan menembus ovum (Salisburry dan Van Demark, 1985). Faktor yang mempengaruhi motilitas spermatozoa antara lain umur spermatozoa, energi ATP, bagian-bagian agen yang aktif, faktor biofisikal dan psiologikal, kandungan cairan dan stimulasi inhibisi (Hafez, 1993). Hasil sidik ragam menunjukkan perlakuan pembatasan pakan tidak mempengaruhi motilitas spermatozoa. Pada perlakuan pemberian pakan ad libitum (kontrol) dan pakan yang terbatas mempunyai rata-rata motilitas spermatozoa yang relatif sama dimungkinkan hal ini karena pakan terbatas sudah mencukupi kebutuhan nutrisi itik untuk mendukung pergerakan spermatozoa yang progresif.Pada Tabel 12 disajikan motilitas spermatozoa dari setiap perlakuan pembatasan pakan,
Tabel 12. Motilitas Spermatozoa pada Setiap Perlakuan Pembatasan Pakan
Perlakuan Pembatasan Pakan Motilitas Spermatozoa (%)
P1 (kontrol) 71,18 ± 11,11
P2 (starter-grower 100% dan layer 85%
ad libitum) 75,00 ± 7,07
P3 (starter-grower 85% dan layer 100%
ad libitum) 67, 33 ± 18,70
P4 (starter-layer 85% ad libitum) 75,39 ± 7,76
Rataan 72,22 ± 12,11
Rataan konsentrasi semen yang didapatkan penelitian ini sesuai dengan yang dikatakan Garner dan Hafez (1987) yang mengatakan bahwa motilitas pada unggas berkisar antara 60-80% dan hasil ini hampir sesuai dengan yang didapat Setioko et al. (2002) yaitu rata-rata berkisar antara 66-72% dan Bahr dan Bakst (1987) pada unggas ayam yaitu 60-80%. Semen yang diperoleh termasuk kategori baik, karena semen yang mengandung 50% sperma motil layak digunakan untuk inseminasi buatan (Toelihere, 1985).
Viabilitas Spermatozoa
Viabilitas spermatozoa adalah jumlah spermatozoa yang hidup dari 100 ekor spermatozoa yang diamati. Hasil sidik ragam menunjukkan tidak ada pengaruh
perlakuan pembatasan pakan terhadap viabilitas spermatozoa. Seluruh perlakuan mempunyai rata-rata viabilitas spermatozoa yang sama diduga hal ini karena pembatasan pakan sudah memberikan asupan nutrisi yang memadai bagi itik untuk produksi semen yang baik yang berkaitan dengan viabilitas spermatozoanya. Pada Tabel 13 tersaji viabilitas spermatozoa pada setiap perlakuan pembatasan pakan.
Tabel 13. Viabilitas Spermatozoa pada Setiap Perlakuan Pembatasan Pakan
Perlakuan Pembatasan Pakan Viabilitas Spermatozoa (%)
P1 (kontrol) 81,65 ± 6,64
P2 (starter-grower 100% dan layer 85%
ad libitum) 82,56 ± 4,34
P3 (starter-grower 85% dan layer 100%
ad libitum) 84, 13 ± 6,56
P4 (starter-layer 85% ad libitum) 83, 75 ± 3,93
Rataan 82, 92 ± 5,52
Rata-rata viabilitas dari seluruh kelompok perlakuan adalah 82,92% dan hasil ini dibawah yang dilaporkan Setioko et al. (2002) yang berkisar 92-94% Perbedaan ini diduga terjadi karena perbedaan bangsa, umur ternak, berat badan ternak dan lingkungan. Hasil ini sudah mensyarati untuk semen normal yang baik dari yang pernah dilaporkan oleh Chemineau et al. (1991) tentang kisaran jumlah spermatozoa mati untuk semen normal, menurutnya jumlah semen yang mengandung 20-30% spermatozoa mati adalah normal. Berarti, untuk 20-30% spermatozoa mati, jumlah spermatozoa hidup atau viabilitas 70-80% dan hasil yang yang didapat pada penelitian ini lebih baik dari yang dikatakan Chemineau et al. Abnormalitas Spermatozoa
Penghitungan abnormalitas spermatozoa meliputi penghitungan dari spermatozoa yang keluar dari morfologi normal. Seperti yang dikatakan Nalbandof (1990) bahwa penyimpangan dari morfologi normal dianggap sebagai abnormalitas. Bentuk-bentuk abnormalitas spermatozoa menurut Hafez (1993) yaitu mikrocepalik, makrocepalik, kepala pendek melebar, kepala sempit memanjang, kepala kepala pyriformis, kepala ganda, ekor ganda, bagian tengah membengkak, ekor melingkar, pertautan abaxial, kepala tanpa ekor, ekor terputus, butiran protoplasma proksimal
yang distal dan bagian tengah membengkak, dan akrosom yang terlepas. Hasil sidik ragam menunjukkan tidak ada pengaruh perlakuan pembatasan pakan terhadap abnormalitas spermatozoa, tetapi menimbulkan pengaruh nyata (P<0,05) pada satu macam keadaan abnormalitasnya yaitu pada ekor buntung, dan tidak menimbulkan pengaruh pada beberapa macam abnormalitas spermatozoa lainnya.
Tabel 14. Abnormalitas Spermatozoa pada Setiap Perlakuan Pembatasan Pakan
Perlakuan Pembatasan Pakan Abnormalitas Spermatozoa (%)
P1 (kontrol) 21,76 ± 9,00
P2 (starter-grower 100% dan layer 85%
ad libitum) 19,28 ± 3, 97
P3 (starter-grower 85% dan layer 100%
ad libitum) 19.47 ± 6,76
P4 (starter-layer 85% ad libitum) 22,08 ± 7,97
Rataan 20,55 ± 7,01
Pada Tabel 14 dapat dilihat nilai rataan abnormalitas spermatozoa untuk semua perlakuan yaitu 20,55%, hampir sesuai dengan yang dikatakan Parker et al. (1974) bahwa spermatozoa abnormal yang ditemukan dalam beberapa ejakulasi berkisar 5-20%. Hasil ini hampir sesuai dengan yang dikatakan Toelihere (1981) tentang abnormalitas semen yang layak digunakan untuk inseminasi tidak lebih dari 20%. Beberapa perlakuan lebih tipis diatas angka 20% yaitu perlakuan kontrol (P1) dan P4 yang jumlah abnormalitasnya 21,76% dan 22,08% tetapi tidak sampai menimbulkan perbedaan nyata dengan perlakuan P2 dan P3 yang abnormalitasnya dibawah 20%.
Pada Tabel 15 dapat dilihat besar macam keadaan abnormalitas pada setiap taraf perlakuan pemberian pakan. Beberapa keadaan abnormalitas yaitu kepala bengkak, kepala rusak dan ekor patah tidak menimbulkan perbedaan nyata sebagai akibat respon perlakuan. Hanya pada ekor buntung terdapat pengaruh perlakuan, perlakuan kontrol (P1) yang pemberian pakannya ad libitum justru mempunyai jumlah terbesar ekor buntung yaitu 5,71% dan menimbulkan perbedaan nyata (P<0,05) dengan perlakuan P3 yang mempunyai jumlah ekor buntung paling sedikit yaitu 2,07%. Hal ini diduga karena pakan berlebih yang meinimbulkan ternak
kelebihan energi yang disimpan dalam bentuk kelebihan lemak tubuh pada organ reproduksinya yang berpengaruh pada produksi spermatozoa yang dihasilkan. Sesuai dengan yang dikatakan Tillman et al. (1998) bahwa pakan berlebih pun bisa berdampak tidak baik terhadap produksi spermatozoa karena pada organ reproduksi hewan akan terjadi penumpukan lemak yang berpengaruh buruk terhadap produksi spermatozoa.
Tabel 15. Macam Keadaan Abnormalitas Spermatozoa pada Setiap Perlakuan Pembatasan Pakan
Perlakuan Macam Abnormalitas (%) Kepala Bengkak Kepala Rusak Ekor Patah Ekor Buntung P1 (kontrol) 7,88 ± 3,26 4,77 ± 1,97 3,41 ± 1,41 5,71 ± 2,36 a P2 11,00 ± 2,23 4,72 ± 0,96 0,94 ± 0,19 2,56 ± 0,52 ab P2 10,27 ± 3,07 5,47 ± 1,64 1,47 ± 0,44 2,07 ± 0,62 b P4 12,75 ± 4,60 5,92 ± 2,14 1,00 ± 0,36 2,42 ± 0,87 ab Rataan 10,31 ± 3,51 5,15 ± 1,76 1,76 ± 0,60 3,27 ± 1,11 Ket: P1=pakan starter-grower dan layer ad libitum (kontrol), P2=pakan starter-grower 100% dan
layer 85% ad libitum, P3=pakan starter-grower 85% dan layer 100% ad libitum, P4=pakan starter-grower dan layer 85% ad libitum