• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pembatasan Pakan Terhadap Kualitas Semen Segar Itik Mojosari (Anas platyrhynchos javanicus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pembatasan Pakan Terhadap Kualitas Semen Segar Itik Mojosari (Anas platyrhynchos javanicus)"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBATASAN PAKAN TERHADAP KUALITAS

SEMEN SEGAR ITIK MOJOSARI

(Anas platyrhynchos javanicus)

SKRIPSI

OMAR NAJI

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

OMAR NAJI. D01498049. 2006. Pengaruh Pembatasan Pakan terhadap Kualitas Semen Segar Itik Mojosari (Anas platyrhynchos javanicus). Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Niken Ulupi, MS

Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Pius P. Ketaren, M.Agr.Sc.

Pamanfaatan pejantan unggul dapat lebih maksimal apabila ditunjang dengan kemampuan reproduksinya, dalam hal ini kualitas semen yang dihasilkannya. Semen berkualitas penting untuk mendukung fertilisasi dan koleksi semen untuk inseminasi. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kualitas semen adalah faktor pakan. Pakan yang kurang atau berlebih berpengaruh buruk terhadap kemampuan reproduksi dan produksi spermatozoa. Pakan yang berlebih juga menjadikan biaya produksi semakin bengkak. Mengingat biaya pakan merupakan biaya produksi terbesar yang mencapai 60-80% dari total biaya produksi, maka pembatasan jumlah pakan bisa dijadikan solusi untuk menekan biaya produksi.

Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2005 di Balitnak-Ciawi, Bogor, untuk melihat pengaruh pembatasan pakan terhadap kualitas semen segar itik Mojosari. Pengamatan dilakukan pada karakteristik semen segar itik yang ditampung dari 63 ekor itik mojosari jantan pada umur 39 minggu. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah dengan empat perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuannya adalah: pemberian pakan itik masa starter sampai layer ad libitum sebagai kontrol (P1), masa starter-grower 100% dan layer 85% ad libitum (P2), masa starter-grower 85% dan layer 100% ad libitum (P3), masa starter sampai layer 85% ad libitum (P4). Pengaruh nyata perlakuan dilanjutkan dengan uji jarak Tukey.

Hasil penelitian menunjukkan tidak ada pengaruh nyata perlakuan terhadap volume semen per ejakulat, jumlah spermatozoa per ejakulat, konsentrasi, motilitas, viabilitas, dan abnormalitas spermatozoa. Pengaruh nyata (P<0,05) perlakuan hanya terdapat pada keadaan abnormalitas ekor buntung. Pada keadaan abnormalitas ekor buntung, perlakuan kontrol (P1) justru mempunyai jumlah ekor buntung terbesar dan menimbulkan perbedaan nyata (P<0,05) dengan perlakuan P3. Kelompok itik dengan tingkat perlakuan pembatasan pakan yang terbatas, dari starter sampai layer diperlakukan pembatasan pakan tetap sebesar 85% ad libitum yaitu perlakuan P4, dalam kesemua peubah yang diukur menunjukkan tidak berbeda nyata dengan dengan kontrol (P1) yang pemberian pakannya ad libitum. Hal ini mengindikasikan bahwa perlakuan P4 adalah perlakuan yang paling efisien dan efektif dalam produksi kualitas semen yang baik, juga ekonomis dari segi pengeluaran.

(3)

ABSTRACT

The Effect of Feed Restriction on Fresh Semen Characteristics of Mojosari Duck (Anas platyrhynchos javanicus)

Naji O., N. Ulupi and P.P. Ketaren

The high quality semen is important to support fertilization and semen collection for the insemination. One of the factors influencing the semen quality is feed. Both insufficient and over fed affect spermatozoa production. This research was done from May to June 2005 in Balitnak-Ciawi, Bogor. Objective of this study is to evaluate effect of feed restriction on characteristics of Mojosari drake semen. The observation was focus on the characteristics of fresh semen out of 63 drakes of 39 weeks old. The design of the experiment was based on the completely randomized design with four dietary treatments and 3 repetitions. The dietary treatments were: (1) ad libitum feeding for starter, grower and layer=P1 (control), (2) ad libitum feeding for starter, grower and restricted feeding for layer=P2, (3) restricted feeding for starter and grower, and ad libitum feeding for layer=P3, (4) restricted feeding for starter, grower and layer=P4. The results of the study showed that the dietarey treatments did not significantly effect volume semen per ejaculat, spermatozoa concentration, total spermatozoa per ejaculat, motility, viability and spermatozoa abnormality. The number of spermatozoa without tail was significantly (P<0.05) higher on drakes fed P1. All parameters measured on the ducks fed P4 (restricted feeding a during starter, grower and layer) was not significantly different from the control (P1). This study indicates that feeding P4 to drakes is sufficient to produce a high quality of drake semen.

(4)

PENGARUH PEMBATASAN PAKAN TERHADAP KUALITAS

SEMEN SEGAR ITIK MOJOSARI

(Anas platyrhynchos javanicus)

OMAR NAJI D01498049

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(5)

PENGARUH PEMBATASAN PAKAN TERHADAP KUALITAS

SEMEN SEGAR ITIK MOJOSARI

(Anas platyrhynchos javanicus)

Oleh: OMAR NAJI

D01498049

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 29 Januari 2007

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Ir. Niken Ulupi, MS Dr. Ir. Pius P. Ketaren, M.Agr.Sc. NIP. 131 284 604 NIP. 080 036 794

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat, pada tanggal 18 November 1979. Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Lukman Naji dan Balkis Rasyid.

Pendidikan formal penulis dari TK sampai SMU diselesaikan di Bogor. Tahun 1986 penulis lulus dari TK Al Irsyad, kemudian tahun 1992 lulus dari SD Negeri Empang 2, dan pada tahun 1995 lulus dari SMP Negeri 1 Bogor. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan di SMU Negeri 4 Bogor dan lulus pada tahun 1998.

(7)

KATA PENGANTAR

Assalaamualaikum Wr. Wb.

Kami Panjatkan rasa syukur Alhamdulillah ke hadirat Allah Yang Maha Tinggi, puja dan puji hanya milik-Nya semata yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Kami haturkan sholawat salam semoga terus tercurah kepada junjungan kita Rasulullah SAW, para keluarga, sahabat dan orang-orang yang istiqomah mengikuti jalannya hingga akhir zaman.

Pada awalnya jauh sebelum gagasan muncul untuk mengambil topik penelitian ini, penulis sering datang ke perpustakaan dan membaca banyak buku, jurnal dan laporan hasil penelitian yang interaksinya menjadi permulaan dari timbulnya inspirasi. Penulis pun suka berdiskusi dengan kawan-kawan, para peneliti, peternak dan orang-orang lain yang menekuni bidang peternakan. Kemudian penulis sampai pada satu titik kesadaran yang menimbulkan kepedulian tentang tingginya biaya pakan yang banyak membuat para peternak mengeluh, dan pada benak timbul satu minat: bagaimana membantu para peternak ini untuk menyediakan pakan ternak yang lebih terjangkau tetapi berkualitas. Penulis pun pernah membaca beberapa hasil penelitian tentang pembatasan pakan, di antaranya hasil penelitian Matram dan Tamzil yang banyak menggugah, yang ternyata pembatasan pakan yang terkendali dan dengan perhitungan tidak selalu memberikan performa buruk terhadap pertumbuhan dan reproduksi ternak. Jika demikian maka pembatasan pakan bisa diterapkan untuk mengurangi biaya produksi tanpa menimbulkan efek buruk terhadap ternaknya.

(8)

Penulis sadar penuh bahwa skripsi ini banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, karena penulis sendiri bukan manusia sempurna yang tidak luput dari berbuat salah. Setiap kesalahan dan kekurangan datang dari saya sendiri, dan setiap kebenaran dan kesempurnaan hanya milik Allah semata. Penulis mohon maaf atas kekurangan dan kelalaian yang terdapat dalam skripsi ini dan selama pengerjaannya, dan penulis sangat berharap atas kritik dan masukkannya yang membangun. Harapan penulis tentang skripsi ini semoga dapat memberikan informasi berharga, menambah kekayaan baru pengetahuan, dan dapat bermanfaat bagi orang-orang yang memerlukannya khusunya para peternak. Amin ya robbal alamin.

Bogor, Oktober 2006

(9)
(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Kebutuhan Gizi Itik Pekin pada Berbagai Umur ... 6 2. Formula Pakan Grower dan Layer ... 14 3. Kebutuhan Gizi Itik Petelur pada Berbagai Umur ... 18 4. Kandungan Nutrisi Ransum Itik pada Berbagai

Periode Pemeliharaan ... 18 5. Konsumsi Pakan Itik pada Setiap Periode Pemeliharaan

Perlakuan Pembatasan Pakan ... 19 6. Perkiraan konsumsi pakan itik ... 19 7. Karakteristik Warna dan Konsistensi Semen pada Setiap

Perlakuan Pembatasan Pakan ... 20 8. Frekuensi nilai Gerakan Massa Spermatozoa pada Setiap

Perlakuan Pembatasan Pakan ... 21 9. Volume Semen per Ejakulat pada Setiap Perlakuan

Pembatasan Pakan ... 22 10. Konsentrasi Spermatozoa pada Setiap Perlakuan

Pembatasan Pakan ... 23 11. Jumlah Spermatozoa per Ejakulat pada Setiap Perlakuan

Pembatasan Pakan ... 24 12. Motilitas Spermatozoa pada Setiap Perlakuan

Pembatasan Pakan ... 25 13. Viabilitas Spermatozoa pada Setiap Perlakuan

Pembatasan Pakan ... 26 14. Abnormalitas Spermatozoa pada Setiap Perlakuan

Pembatasan Pakan ... 27 15. Macam Keadaan Abnormalitas pada Setiap Perlakuan

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Sidik Ragam Volume Semen per Ejakulasi ... 36

2. Sidik Ragam Konsentrasi Spermatozoa ... 36

3. Sidik Ragam Jumlah Spermatozoa per Ejakulat ... 36

4. Sidik Ragam Motilitas Spermatozoa ... 36

5. Sidik Ragam Viabilitas Spermatozoa ... 36

6. Sidik ragam Abnormalitas Spermatozoa ... 37

7. Sidik Ragam Kepala Bengkak ... 37

8. Sidik Ragam Kepala Rusak ... 37

9. Sidik Ragam Ekor Patah ... 37

10. Sidik Ragam Ekor Buntung ... 37

11. Konsumsi Pakan Itik pada Setiap Perlakuan Pembatasan pakan ... 39

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Itik lokal menyimpan potensi besar untuk dikembangkan dan bermanfaat

sebagai pensuplai kebutuhan protein masyarakat. Itik lokal mempunyai banyak

kelebihan diantaranya mudah beradaptasi dengan lingkungan, memiliki resistensi

terhadap penyakit yang tinggi dan memiliki keragaman yang besar. Keragaman yang

besar dari itik lokal membuka kemungkinan untuk diperoleh bibit-bibit itik lokal

dengan sifat-sifat produksi yang baik, yang bisa dilakukan dengan usaha seleksi dan

persilangan.

Faktor pakan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan reproduksi

ternak. Dalam peternakan itik, pakan komersial merupakan biaya terbesar yang

menyita 60-80% biaya produksi (Montong,1987). Menimbang hal itu, perhatian yang

lebih pada faktor pakan dapat menunjang keberhasilan usaha ternak itik. Pemberian

pakan yang baik meliputi kuantitas dan kualitas pakan, jumlah penyajiannya cukup

dengan memperhatikan kandungan nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan ternak.

Menurut Tomaszewska et al. (1991) bahwa pemberian pakan yang kurang maupun

berlebih tidak diragukan lagi memberikan pengaruh buruk pada reproduksi ternak,

yang pada ternak jantan akan berpengaruh terhadap volume testis, fertilitas dan

produksi spermatozoa. Pendapat Tomaszewska et al. ini didukung pula oleh Tillman

et al. (1998) yang menyatakan hal yang sama bahwa pakan yang kurang atau

berlebih berpengaruh buruk terhadap reproduksi dan produksi spermatozoa.

Pakan yang berlebih selain berpengaruh buruk terhadap kemampuan

reproduksi, juga meningkatkan biaya produksi. Pembatasan jumlah pakan bisa

dijadikan solusi untuk menekan biaya produksi, yang mempunyai implikasi

terhadap peningkatan keuntungan. Jumlah pakan yang baik adalah pakan yang tidak

kurang dan tidak berlebih, tetapi memberikan performa bagus terhadap pertumbuhan

dan reproduksi ternak, dalam hal ini kualitas semen yang dihasilkannya. Beberapa

faktor yang mempengaruhi kualitas semen adalah bangsa dan strain, pakan, umur

ternak, ukuran badan ternak, dan frekuensi penampungan semen (Toelihere, 1985).

Pejantan dengan kualitas produksi unggul dapat ditingkatkan kegunaannya

untuk mengawini sejumlah betina dalam jumlah banyak. Dengan demikian dapat

(13)

berumur sama dalam waktu yang relatif singkat. Seleksi dan persilangan sangat

berperan demi dihasilkannya pejantan unggul. Pemanfaatan pejantan unggul secara

maksimal terkait dengan kualitas semen yang dihasilkannya. Semen yang berkualitas

sangat diperlukan untuk fertilitas dan daya tetas telur, terutama yang lebih penting

yang berkaitan dengan persediaan semen untuk inseminasi, dimana semen disimpan

dalam jangka waktu lama dengan tetap menjaga kualitas semen yang tinggi. Masih

belum ada penelitian tentang pengaruh pakan pada itik jantan terhadap kualitas

semen. Penelitian tentang ini sangat diperlukan untuk memperoleh informasi tentang

jumlah pakan yang cukup untuk menghasilkan kualitas semen yang baik.

Perumusan Masalah

1) Seberapa besar perbedaan pengaruh perlakuan pakan ad libitum dibandingkan

pakan terbatas terhadap karakteristik semen segar itik mojosari.

2) Peubah-peubah apa saja dari karakteristik semen yang mendapat pengaruh nyata

sebagai akibat respon perlakuan dan juga sejauh apa perbedaannya.

3) Perlakuan mana yang menghasilkan karakteristik semen segar yang paling baik

Tujuan

Tujuan penelitian ini untuk membandingkan dan mengetahui pengaruh

pemberian pakan antara pakan yang diberikan ad libitum dengan pakan terbatas

(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi Ternak Itik

Itik termasuk unggas air (waterfowl) bersama-sama dengan angsa. Ternak ini

bersifat lebih aquatic daripada angsa. Sifat khas lainnya dari itik omnivorous

(pemakan segala), yaitu memakan bahan makanan yang bersumber dari tumbuhan

hewan, seperti biji-bijian, rumput-rumputan, umbi-umbian, ikan bekicot dan keong

(Suharno dan Setiawan, 1999). Jenis unggas ini mempunyai sifat-sifat khusus yang

secara anatomis menyesuaikan dirinya dengan lingkungan air, yaitu mempunyai

selaput renang (foot web), tulang dada berbentuk sampan, bulu yang berminyak

hingga tahan air, serta paruh berbentuk khusus yang dilapisi selaput peka (Samosir,

1984). Melalui proses domestikasi yang telah terjadi sejak zaman Mesopotamia, itik

liar (Anas boscha) kemudian berubah menjadi ternak piaraan. Nenek-moyangnya

yang sampai saat ini masih banyak tersebar di seluruh dunia ialah burung Belibis

(Mliwis) atau disebut juga Wild mallard (Srigandono, 1980).

Itik termasuk dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, famili Anatidae,

sub-famili Anatinae, rumpun Anatini, genus Anas dan spesies Anas platyrhynchos. Itik

yang tersebar di Indonesia mempunyai banyak variasi dalam besar atau bobot badan,

warna bulu, posisi tubuh waktu berjalan serta tanda khusus misalnya adanya jambul

yaitu bulu di bagian atas kepala dan warna cangkang telur yang bervariasi dari warna

putih sampai hijau-kebiruan (Achmanu, 1997). Itik lokal Indonesia berasal dari

bangsa Indian runner yang banyak diternakkan di pulau Jawa (Samosir, 1984). Itik

lokal indonesia patut dibanggakan karena bangun, bentuk dan ukuran tubuhnya

dipakai sebagai standar itik tipe petelur (Achmanu, 1997).

Itik lokal Indonesia diberi nama identitas berdasarkan asal dari itik tersebut

didapat atau dikembangkan sehingga ada itik Mojosari, Ambarawa, Magelang, Tegal

dan Kerawang. Itik Mojosari berasal dari desa Modopuro, kecamatan Mojokerto,

kabupaten Mojokerto, Jawa Timur (Suharno dan Anwar, 1996). Ciri-ciri itik

Mojosari antara lain kebanyakan berwarna coklat agak gelap dengan garis hitam

samar-samar, disamping warna lain yang dikenal dengan warna branjangan dan ada

yang dinamakan warna jarakan (Achmanu, 1997). Besar ukuran bagian tubuh itik

Mojosari, bobot badan jantan dan betina 1.201,08 ± 183,95 dan 1.227,01 ± 154,32 gr,

(15)

dan betina 25,03 ± 2,92 dan 25,07 ± 2,26 cm, panjang badan jantan dan betina 22,13

± 3,23 dan 21,11 ± 1,98 cm, dan panjang kaki jantan dan betina 24,92 ± 1,15 dan

23,67 ± 1,22 cm (Dinas Peternakan Daerah Tingkat I Propinsi Jawa Timur ,1995).

Sistem Pemeliharaan

Berdasarkan keterlibatan manusia dalam pengelolaannya, sistem

pemeliharaan ternak unggas dapat digolongkan menjadi tiga sistem yaitu sistem

ekstensif (free range), semi intensif dan intensif (Suprijatna et al., 2005). Lebih jauh

lagi diterangkan tentang masing-masing dari sistem pemeliharaan:

1) Sistem ekstensif, pada sistem ini ternak dipelihara pada suatu padang umbaran

luas dan ternak melakukan hampir semua aktifitasnya sendiri. Kebutuhan pakan

hampir seluruhnya diperoleh dari aktifitas ternak mencari pakannya sendiri dan

pada sistem ini sangat kecil sekali keterlibatan pengelola. Padang umbaran

hanya dilengkapai tempat naungan untuk berteduh serta untuk menghindari

hujan dan panas dan tidak terdapat kandang secara umum.

2) Sistem semi intensif, ternak dipelihara di padang umbaran terbatas. Kandang

disediakan untuk memenuhi sebagian besar kebutuhannya, seperti makan,

minum, bertelur, berteduh dan tidur. Padang umbaran hanya untuk melakukan

exercise, berjemur dan mencari pakan tambahan.

3) Sistem intensif, ternak sepenuhnya dipelihara dalam kandang dan aktifitasnya

sangat terbatas. Seluruh kebutuhan hidupnya dipenuhi oleh pengelola.

Menurut Suharno dan Setiawan (1999), berdasarkan fase pemeliharaan dapat

dibagi kandang itik menjadi tiga jenis yaitu:

1) Kandang induk buatan, untuk pemeliharaan itik yang baru menetas sampai

berumur empat minggu. Induk buatan ini dapat dibuat dari papan, bambu atau

kawat, dengan ukuran kandang 90x60x30 cm3. Untuk lantai kandang dapat

digunakan kawat kasa atau bilah-bilah bambu dengan jarak 1-1,5 cm.

2) Kandang itik remaja (kandang ren), untuk pemeliharaan itik pada fase

pertumbuhan antara umur 4-18 minggu. Kandang ini adalah kandang ren yang

beralaskan litter. Tujuan pemeliharaan itik dikandang ren adalah untuk

menyiapkan kondisi fisik itik pra bertelur, mengurangi penumpukan lemak

dalam rongga telur karena itik banyak bergerak dan juga untuk menyeleksi itik

(16)

Pada kandang ini dibuat dua bagian, bagian yang beratap dan bagian yang

terbuka (untuk umbaran). Untuk atap dapat digunakan genteng yang ukuran

bagian beratap 150x125 cm, sedangkan untuk umbaran berukuran 100x125 cm.

Kapasitas ideal untuk ukuran kandang ren 10-15 ekor untuk umur 0-2 minggu

dan 10-15 ekor untuk umur 2- 4 minggu.

3) Kandang baterai, digunakan untuk memelihara itik dewasa selepas umur 18

minggu. Kandang baterai ini merupakan kandang berbentuk sangkar (cage) yang

disusun secara berderet. Bahan pembuat cage dapat dipilih dari bilah-bilah

bambu atau kawat. Setiap cage digunakan untuk memelihara seekor itik. Ukuran

cage untuk seekor itik, panjang 40 cm, lebar 30 cm, tinggi depan 55 cm dan

tinggi belakang 50 cm. Untuk tempat telur dapat ditambah ukuran 12 cm

sehingga panjang kandang menjadi 52 cm. Pemilihan jumlah tingkat dan model

susunan cage yang akan dibuat harus mempertimbangkan kemudahan pekerja

dalam melakukan kegiatan, kemudahan dalam pembersihan kotoran dan luas

lahan yang tersedia. Untuk itu konstruksi kandang baterai dapat dibuat 2-3

tingkat, tetapi disarankan yang baik hanya dua tingkat saja.

Suprijatna et al. (2005) menjelaskan pada pemeliharaan unggas bahwa

kandang harus dilengkapi peralatan seperti tempat pakan, tempat minum, alat

pemanas, alat penerangan dan alat sanitasi atau alat kebersihan. Alat pemanas

diperlukan terutama untuk kandang indukan, saat pemeliharaan dari umur satu hari

sampai 2-3 minggu, tergantung kondisi pertumbuhan anak ayam, temperatur

lingkungan dan musim. Lampu penerangan disediakan untuk penerangan pada

malam hari, pemberiannya dapat disesuaikan dengan program pemeliharaan.

Kebutuhan Nutrisi untuk Itik Jantan

Untuk dapat tumbuh, berkembang dan berproduksi ternak memerlukan nutrisi

sebagai bahan untuk pembentukan jaringan tubuh dan produksi. Sumber nutrisi

tersebut terkandung di dalam pakan yang dikonsumsinya. Oleh karena itu, untuk

tercapai pertumbuhan dan produksi yang maksimal maka nutrisi yang terkandung di

dalam pakan yang di konsumsi harus memadai. Pertumbuhan dan produksi

merupakan sifat genetis. Setiap jenis ternak mempunyai potensi genetis yang berbeda

(17)

potensi genetisnya, karena itu terdapat standar kebutuhan nurisi untuk setiap jenis

ternak dengan fungsi produksi yang khusus (Suprijatna et al., 2005).

Itik jantan yang biasa diternakkan sebagai itik pedaging atau bibit belum

tersedia informasi kebutuhan gizinya, karena itik jantan masih belum umum

diternakkan (Ketaren, 2001). Kebutuhan gizi itik jantan pada penelitian ini

menggunakan standar kebutuhan gizi itik petelur yang dikutip dari rekomendasi

Sinurat (2000).

Tabel 1. Kebutuhan Gizi Itik Petelur pada Berbagai Umur

Gizi Starter

Istilah pembatasan pakan mempunyai maksud pengurangan asupan nutrisi

dengan membatasi konsumsi pakan ternak dibawah standar kebutuhannya untuk

mencapai hasil-hasil yang diinginkan. Beberapa cara pembatasan pakan yang telah

dilakukan para peneliti yaitu antara lain dengan membatasi waktu pemberian pakan,

jumlah pakan, dan kualitas pakan atau kandungan nutrisinya. Menurut Montong

(1987) faktor-faktor yang perlu diperhatikan selama melakukan program pembatasan

pakan antara lain adalah:

1) Penimbangan pakan harus dilakukan dengan hati-hati dan jumlah pakan yang

dikonsumsi harus diketahui dengan tepat sesuai dengan temperatur lingkungan.

2) Tempat pakan dan minum harus cukup.

3) Bobot badan harus senantiasa dikontrol.

Kebutuhan energi tidak selalu menjadi faktor utama yang mempengaruhi

konsumsi pakan, hal ini karena unggas tidak mampu beradaptasi terhadap

(18)

Matram (1984) yang menyatakan bahwa pemberian pakan ad libitum pada itik

cenderung berperilaku pakan melebihi kebutuhannya, sehingga konsumsi pakan

menimbulkan kelebihan energi yang ditimbun sebagai lemak tubuh. Katanabaf et al.

(1989) juga memperoleh hasil yang sama bahwa kadar lemak ayam yang diberi

pakan ad libitum nyata lebih tinggi dibanding dengan ayam yang mendapat

perlakuan terbatas. Penelitian lebih lanjut yang dilaporkan Tamzil (1995) mendapati

bahwa konversi pakan itik yang mendapat pakan ad libitum nyata lebih tinggi

dibanding yang mendapat pakan terbatas. Pendapat lebih jauh dijelaskan oleh

Ketaren et al. (1999), tingginya konversi pakan diduga karena banyaknya pakan

terbuang akibat kebiasaan itik untuk segera mencari minum setelah makan, yang

dapat terjadi baik pada saat pindah dari tempat pakan ke tempat minum maupun pada

saat minum. Menurut Gowe et al. (1960) pembatasan pakan dapat meningkatkan

efisiensi penggunaan pakan dan menunda umur dewasa kelamin. Hal yang serupa

dilaporkan pula oleh Oliver et al. (1978) dari itik-itik pekin yang dibatasi konsumsi

pakannya dari umur 8 sampai 22 minggu mengalami penundaan umur dewasa

kelamin. Penundaan umur dewasa kelamin dapat terjadi karena umur dewasa

kelamin mempunyai korelasi erat dengan kadar lemak tubuh dan bobot badan yang

dapat berkurang sebagai akibat respon pembatasan pakan (Hocking, 1993). Pendapat

yang sama dikatakan pula oleh Bunan (1990) bahwa umur dewasa kelamin pada

unggas lebih ditentukan oleh kandungan lemak tubuh daripada bobot badan.

Tomaszewska et al. (1991) berpendapat bahwa pemberian pakan yang kurang

maupun berlebih berpengaruh buruk terhadap reproduksi. Pada ternak jantan

pemberian pakan kurang yang berat akan menurunkan volume testis, produksi

spermatozoa dan kapasitas reproduksi dari pejantan, sedangkan pakan berlebih akan

mengurangi tingkat fertilitasnya karena berkurangnya ketangkasan secara umum.

Tillman et al. (1998) mendukung hal ini pula bahwa kelebihan pakan dapat

menyebabkan deposisi lemak pada organ reproduksi yang dapat mengganggu proses

reproduksi pada semua ternak, pada ternak betina ovaria akan mengalami infiltrasi

jaringan lemak yang dapat mencegah pertumbuhan normal folikel dan pelepasan

telur yang pada akhirnya estrus akan menjadi tidak teratur dan menghambat

pembuahan. Demikian juga pada ternak jantan deposisi lemak yang terjadi pada

(19)

menjadi sulit kawin. Lebih lanjut Tillman et al. (1998) menyatakan pula bahwa

pakan yang kurang dalam waktu lama pada ternak jantan dapat mengurangi produksi

spermatozoa dan menurunkan fertilitasnya, sedangkan pada ternak betina akan

terjadi pengurangan ovarium dan tidak teratur estrus. Informasi yang dikemukakan

Tillman et al. (1998) makin menegaskan kembali bahwa kelebihan pakan tidak

selamanya berdampak baik terhadap performa ternak.

Fisiologi Semen

Semen adalah cairan yang disekresikan oleh alat kelamin jantan yang secara

normal diejakulasikan ke dalam saluran reproduksi hewan betina sewaktu kopulasi

(Toelihere, 1985). Bagian semen terdiri dari dua bagian utama yaitu sel-sel gamet

jantan atau spermatozoa yang bersuspensi di dalam plasma semen yang dihasilkan

oleh kelenjar-kelenjar kelamin pelengkap hewan jantan (Garner dan Hafez, 1987).

Fungsi plasma semen antara lain sebagai sarana transportasi spermatozoa dari

kelenjar reproduksi jantan selama ejakulasi, dan sebagai penyangga (buffer) yang

berperan untuk membantu spermatozoa agar tetap hidup sesudah dideposisikan ke

dalam saluran reproduksi betina (Evans dan Maxwell, 1987). Karena unggas tidak

memiliki kelenjar kelamin pelengkap maka plasma semen unggas hanya berasal dari

ductus deferens ditambah dengan campuran cairan transparan yang berasal dari

sekresi lipatan-lipatan limphe dan badan-badan vasculer di dalam kloaka bila semen

ditampung dengan cara pemijatan (King dan McLelland, 1975). Plasma semen terdiri

dari zat-zat organik dan zat-zat inorganik. Zat-zat organik penyusun plasma yaitu

phosporicholine, glyceryl phosporicholine, asam sitrat, fruktosa, inositol, sorbitol,

ergothionine dan sperumine. Zat-zat inorganiknya yaitu kalium, kalsium dan

bikarbonat (Partodihardjo, 1982).

Spermatozoa dibentuk melalui proses spermatogenesis di dalam testis.

Permukaan spermatozoa ditutupi oleh suatu membran lipoprotein yang akan

meninggi permeabilitasnya pada saat sel mati terutama di bagian kepala (Toelihere,

1981). Spermatozoa unggas terdiri dari kepala, bagian tengah dan ekor. Bagian

kepala spermatozoa unggas berukuran 12,5 μm, sementara akrosom berukuran 1,75

μm. Bagian tengah spermatozoa berukuran 4 μm dan ekor berukuran 80 μm. Diameter bagian tengah dan kepala spermatozoa berukuran 0,5 μm (Etches, 1996).

(20)

Proses metabolisme spermatozoa yang paling utama melalui jalur glikolisis

dan respirasi (Salisbury dan Vandemark, 1985). Metabolisme spermatozoa unggas

mendapat energi melalui jalur glikolisis pada kondisi aerob dan anaerob, namun

proses metabolisme ini lebih cepat pada kondisi anaerob. Energi untuk motilitas

berasal dari perombakan adenosin triphospat (ATP) di dalam selubung mitokondria

melalui reaksi pengurainya menjadi adenosin diphospat (ADP) dan adenosin

monophospat (AMP) (Lake, 1966).

Penampungan Semen

Metode penampungan semen yang telah dikenal sampai saat ini di antaranya

adalah teknik pengurutan (massage technique), teknik penyedotan (aspiration

technique), vagina buatan (artificial vagina) dan elektroejakulasi (electroejaculation)

(Herrick dan Self, 1962). Widodo (2004) mengungkapkan hal yang sama tentang

beberapa metode penampungan semen yang dapat dilakukan yaitu dengan

rangsangan listrik, rangsangan urut dengan pemijatan dan dengan teknik vagina

buatan. Metode yang banyak dilakukan pada ternak unggas adalah rangsangan urut

diikuti dengan rangsangan listrik. Lebih jauh diterangkan tentang masing-masing

dari metode penampungan semen:

1) Teknik rangsangan urut

Teknik ini pertama kali diberitakan oleh Quinn dan Burrows (1936) dan

digunakan sebagai dasar teknik pengumpulan semen unggas hingga sekarang.

Cara melakukan rangsangan dengan pengurutan, pejantan yang dipegang oleh

operator lain dilakukan pengurutan dengan jari-jari tangan kiri pada kedua sisi

punggung pejantan dan jari tangan kanan mengurut bagian perut sampai kloaka.

Gerakan dilakukan secara beraturan dan diulang beberapa kali sampai pejantan

terangsang (ereksi). Pada saat terjadi ejakulasi, semen dihisap oleh alat

penghisap (aspirator) dan akan tertampung dalam termos kecil. Untuk

mendapatkan hasil yang baik, pejantan memerlukan latihan-latihan selama 10-15

hari sampai semen dapat tertampung.

2) Teknik rangsangan listrik

Itik jantan yang tidak dapat dilatih dengan metode rangsangan urut,

(21)

dipakai terdiri dari transformer, volt meter (0-30 volt), milliamper meter (1-100

milliamper) dan tombol kontak. Cara melakukannya, itik jantan dipegang oleh

seorang operator, sebuah kutub listrik berbentuk jarum disuntikkan dibawah

kulit dibagian sisi punggung. Kemudian kutub listrik yang lain berupa batang

besi kecil dimasukkan ke dalam kloaka sedalam ± 4 cm. Pada rangsangan

pertama arus listrik 30 volt dan 60-80 miliamper dialirkan dengan menekan

tombol kontak selama tiga detik dan diulangi sampai tiga atau lima kali dengan

inteval lima detik. Dengan teknik ini umumnya phallus pada posisi normal tanpa

adanya penonjolan, sehingga perlu dilakukan peremasan (milking) ke dalam

gelas penampung.

3) Teknik vagina buatan

Penampungan semen itik dengan teknik vagina buatan pertama kali dilaporkan

oleh Kuzmina (1933) dengan menggunakan tabung dari gelas yang dimasukkan

ke dalam lingkaran karet dan difiksasi di kloaka itik betina. Secara otomatis

semen akan tertampung di tabung tersebut apabila itik jantan melakukan kawin

alam. Alat ini mirip vagina buatan pada ternak besar, tetapi ukurannya lebih

kecil dan tidak perlu mengisikan air hangat maupun pemberian pelumas. Itik

jantan dimasukkan ke dalam kandang betina, pada saat pejantan naik ke atas

punggung betina, phallus diarahkan ke dalam vagina buatan. Dengan metode ini

semen yang bersih dan berkualitas baik dapat dikumpulkan dengan cepat. Tan

(1980) melakukannya dengan menggunakan tabung gelas berukuran 3,5 cm

dengan panjang 10 cm, entok betina digunakan sebagai dummy. Selanjutnya

dilaporkan bahwa dengan teknik vagina buatan ini, semen itik dapat lebih sering

dikumpulkan tanpa mempengaruhi kualitas dan kuantitasnya, dan menghasilkan

semen yang lebih bersih karena pencemaran urine dan feces dapat berkurang.

Pemeriksaan Semen

Pemeriksaan semen dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis.

Pemeriksaan makroskopis meliputi penilaian terhadap volume, warna, bau,

kekentalan atau konsistensi dan derajat keasaman atau pH. Pemeriksaan mikroskopis

meliputi penghitungan konsentrasi, motilitas, jumlah spermatozoa hidup dan

penghitungan jumlah spermatozoa normal dan yang abnormal (Partodihardjo, 1982).

(22)

semen umumnya digunakan sebagai ukuran kesanggupan spermatozoa membuahi sel

telur (Toelihere, 1985). Menurut Perry (1969) penentuan motilitas mempunyai

kriteria sebagai berikut: spermatozoa motil atau tidak bergerak (nilai 0), gerakan

melingkar dan kurang dari 50% bergerak progresif serta tidak ada gelombang (nilai

2), spermatozoa bergerak progresif 50-80% dan terdapat gerakan massa (nilai 3),

pergerakan spermatozoa motil progresif yang gesit yang membentuk gelombang

(nilai 4), pergerakan spermatozoa motil progresif yang gesit yang membentuk

gelombang yang sangat cepat menunjukkan 100% motil aktif.

Penilaian konsentrasi atau jumlah spermatozoa per mililiter semen sangat

perlu dilakukan, karena faktor inilah yang menggambarkan sifat-sifat semen dan

dipakai sebagai salah satu kritea penentuan kualitas semen. Konsentrasi digabung

dengan volume dan persentase spermatozoa motil memberikan jumlah spermatozoa

motil per ejakulat, yaitu kuantitas yang menentukan berapa jumlah betina yang dapat

diinseminasi dengan ejakulat tersebut (Toelihere, 1985). Lebih jauh lagi diterangkan

beberapa metode penghitungan konsentrasi yaitu:

1) Penghitungan jarak antar kepala spermatozoa

Penghitungan ini dilakukan dengan memperkirakan jarak antara dua kepala

spermatozoa dibawah mikroskop dengan pembesaran 45x10, dengan hasil

penghitungan dikelompokkan sebagai berikut:

a) Densum (D) atau padat, jika jarak dua kepala spermatozoa kurang dari satu

panjang kepala; konsentrasi diperkirakan kurang lebih 1.000 sampai 2.000

juta spermatozoa per ml semen.

b) Semidensum (SD) atau sedang, jika jarak dua kepala spermatozoa sama

dengan panjang satu sampai 1,5 kepala; konsentrasinya diperkirakan kurang

lebih 500 sampai 1.000 juta spermatozoa per ml semen.

c) Rarum (R) atau jarang, jika jarak antar dua kepala melebihi panjang satu

kepala atau sama dengan panjang seluruh spermatozoa dan konsentrasinya

berada antara 200 sampai 500 juta spermatozoa per ml semen.

d) Oligospermia (OS) atau sedikit spermatozoa, apabila jarak dua kepala

berjarak panjang seluruh spermatozoa dengan perkiraan konsentrasi kurang

(23)

e) Aspermia (A) atau tidak ada spermatozoa, apabila sama sekali tidak terdapat

spermatozoa di dalam semen.

2) Penghitungan dengan hemocytometer

Pipet erythrocyt diisi dengan semen yang belum diencerkan sampai tanda 0,5.

Suatu larutan 3% NaCl dihisap sampai tanda 101 pada pipet. Larutan tersebut

mengencerkan dan membunuh spermatozoa. Campuran ini dikocok dengan

hati-hati dan cukup cepat menurut angka delapan selama 2-3 menit. Beberapa tetes

lagi dibuang, kemudian suatu tetes ditempatkan dibawah gelas penutup pada

kamar hitung sel darah merah menurut Neubauer. Spermatozoa di dalam lima

kamar dihitung menurut arah diagonal. Karena setiap kamar terdapat 16 ruangan

kecil (Gambar 2), maka di dalam lima kamar terdapat 80 ruangan kecil. Dengan

volume setiap ruangan kecil 0,1 mm3 dengan pengenceran 200x, dan apabila

didalam lima kamar terdapat X spermatozoa, maka nilai konsentrasi

spermatozoanya adalah: X x 400/80 x 10 x 200 = 10.000 = X x 0,01 juta

spermatozoa per mm3

3) Penghitungan dengan kolorimeter fotoelektrik

Penghitungan metode ini dengan memperkirakan turbiditas atau kepekaan optik

suatu contoh semen dengan kolorimeter fotoelektrik yang telah dikalibrasikan

terhadap konsentrasi spermatozoa yang telah diketahui.

4) Penghitungan secara elektronik

Penghitungan dengan cara ini digunakan di laboratorium-laboratorium modern

atau pada pusat-pusat inseminasi buatan yang besar yang harus memeriksa

beberapa ratus contoh semen dalam sehari.

Pewarnaan diferensial digunakan untuk mengetahui persentase spermatozoa

yang mati dan yang hidup (Hafez, 1993). Perbedaan afinitas zat warna antara

spermatozoa yang mati dengan yang hidup digunakan untuk menghitung jumlah

spermatozoa secara objektif. Zat warna yang digunakan adalah eosin atau

(24)

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada Mei sampai dengan Juni 2005 di Kompleks

Kandang Itik dan Laboratorium Reproduksi Balai Penelitian Ternak.

Materi

Ternak

Ternak yang digunakan dalam penelitian ini 63 ekor itik Mojosari jantan

umur 39 minggu.

Kandang

Kandang yang digunakan sebelum dan selama penelitian ini terdiri dari:

1) Kandang indukan digunakan sebelum penelitian untuk memelihara itik yang

baru menetas sampai umur delapan minggu. Kandang ini berukuran 90x60x30

cm dengan ketinggian 87 cm dari lantai, dilengkapi dengan alat pemanas, tempat

makan dan tempat minum.

2) Kandang pertumbuhan digunakan sebelum penelitian untuk memelihara itik

setelah umur delapan minggu sampai 16 minggu. Kandang ini adalah kandang

lantai beralaskan litter, berukuran 500x100 cm. Kandang ini dilengkapi dengan

lampu penerang, tempat pakan dan tempat minum.

3) Kandang individu digunakan sebelum dan selama penelitian untuk memelihara

itik setelah umur 16 minggu. Kandang ini berukuran 120x50x55 cm yang

disekat menjadi dua bagian yang sama. Ketinggian kandang sekitar 95 cm dari

lantai. Kandang ini dilengkapi dengan lampu penerang, tempat makan dan

tempat minum.

Pakan

Pakan yang digunakan sebelum dan selama penelitian ini terdiri dari tiga

macam sesuai periode pemeliharaannya yaitu:

1) Pakan fase starter yang diberikan sebelum penelitian untuk itik umur sehari

sampai delapan minggu, berupa pakan komersial “Gold Coin 202 C” yang

diproduksi oleh pabrik pakan ternak sehingga diharapkan mutu lebih terjamin

(25)

2) Pakan fase grower diberikan sebelum penelitian untuk itik setelah umur delapan

minggu sampai 16 minggu, berupa hasil pencampuran pakan komersial untuk

broiler “Gold Coin 202 C” dengan dedak, premix, DCP dan kapur.

3) Pakan fase layer diberikan sebelum dan selama penelitian untuk itik setelah

umur 16 minggu, berupa hasil pencampuran pakan komersial untuk broiler

“Gold Coin 202 C” dengan dedak, metionin, lisin, premix, kapur dan garam.

Pakan campuran yang digunakan pada fase grower dan layer mempunyai

formula yang tersaji pada Tabel 2.

Tabel 2. Formula Pakan Grower dan Layer

Bahan Pakan Persentase Bahan Pakan (%)

Starter Grower Layer

Pakan komersial “Gold Coin 202 C” 100 62,00 80,00

Dedak - 36,80 19,17

Premix - 0,20 0,20

DCP - 0,40 -

Kapur - 0,60 0,20

Metionin - - 0,03

Lisin - - 0,20

Garam - - 0,20

Total 100 100 100

Bahan dan Peralatan

Peralatan lain yang digunakan alat penghisap (aspirator), haemocytometer,

mikroskop, counter, pipet, erlenmeyer, gelas ukur, tabung penampung, pembakar

bunsen, objek gelas, cover glass, syringe insuline 1 cc dan kertas tissue.

Bahan-bahan yang digunakan antara lain alkohol, cairan NaCl fisiologis,

larutan formalin, cairan pewarna eosin/nigrosin, minyak emersi, air es, dan

aquadestilata steril.

Rancangan

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak

(26)

dengan masing-masing perlakuan terdiri atas 3 ulangan. Perlakuan yang diamati

terdiri dari empat macam yaitu: pemberian pakan masa starter sampai layer ad

libitum sebagai kontrol (P1), pakan masa starter-grower 100% dan layer 85% ad

libitum (P2), pakan masa starter-grower 85% dan layer 100% ad libitum (P3), pakan

masa starter sampai layer 85% ad libitum (P4).

Model linier yang digunakan untuk rancangan ini menurut Steel dan Torrie

(1993) adalah:

Yij = µ + άi + εij

Yij = respon tingkat pembatasan pakan ke-i (i = 1,2,3,4), ulangan ke-j (j =1,2,3)

µ = rataan umum hasil percobaan

άi = pengaruh tingkat pembatasan pakan ke-i

εij = galat pada tingkat pembatasan pakan ke-i dan ulangan ke-j.

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah warna dan konsistensi

semen, volume semen per ejakulat, konsentrasi spermatozoa, jumlah spermatozoa

per ejakulat, gerakan massa spermatozoa, motilitas, viabilitas, dan abnormalitas

spermatozoa beserta morfologi keadaan abnormalnya yang meliputi kepala bengkak,

kepala rusak, ekor patah dan ekor buntung. Data dari seluruh peubah (kecuali peubah

warna semen, konsistensi semen, dan gerakan massa spermatozoa) dilakukan analisis

ragam. Data yang di analisis ragam sebelumnya dilakukan pengujian asumsi yang

meliputi kenormalan, kehomogenan, dan kebebasan galat. Data yang tidak

memenuhi asumsi dilakukan transformasi arcsin. Hasil analisis ragam yang

menunjukkan perbedaan nyata dilanjutkan dengan uji jarak Tukey (Steel dan Torrie,

1993). Peubah warna semen, konsistensi semen, dan gerakan massa spermatozoa di

analisis secara deskriptif.

Prosedur

Pemberian Pakan

Pemberian pakan terbagi dalam dua bagian yaitu pemberian pakan ad libitum

dan pakan yang dibatasi. Kelompok pemberian pakan ad libitum sebagai kontrol dan

digunakan sebagai acuan untuk membatasi konsumsi pakan itik pada kelompok

perlakuan lainnya, karena itu itik dalam kelompok ini diberi pakan satu minggu lebih

(27)

Penampungan Semen

Koleksi semen dilakukan pada itik umur 39 minggu. Jumlah itik yang

dikoleksi semen sebanyak 63 ekor. Pengambilan semen dilakukan dengan

menggunakan metode urut. Penampungan semen dilakukan dengan cara mengurut

bagian punggung hingga ke pangkal ekor. Pengurutan diulang beberapa kali hingga

itik menunjukkan ereksi maksimal. Hal ini ditandai dengan meregangnya bulu ekor

keatas dan mencuatnya penis keluar dari permukaan kloaka. Spermatozoa yang

keluar dihisap oleh alat penghisap aspirator dan akan tertampung dibotol. Lalu semen

dimasukkan dalam tabung-tabung yang selanjutnya tabung disimpan dalam termos

yang diisi air es. Kisaran suhu penyimpanan 5 –10 oC.

Pemeriksaan Semen

1. Warna dan konsistensi semen, pengukurannya dilakukan secara kualitatif.

2. Volume semen per ejakulat, pengukurannya dengan membaca langsung skala

pada tabung penampung.

3. Konsentrasi spermatozoa, penghitungannya dengan menggunakan kamar hitung

haemocytometer. Semen diencerkan sampai 400x menggunakan NaCl fisiologis

dengan kadar formalin 1%, kemudian diteteskan diatas haemocytometer dan

dihitung dibawah mikroskop dengan pembesaran 10x40. Jumlah spermatozoa

pada lima kotak haemocytometer dihitung secara diagonal dan hasilnya dikalikan

dengan 20 x 106.

4. Jumlah spermatozoa per ejakulat, dihitung dengan mengalikan volume semen

dengan konsentrasi.

5. Gerakan massa spermatozoa, pengukurannya dengan mengamati langsung semen

yang diteteskan di atas objek glass dan diamati pergerakannya dibawah

mikroskop dengan pembesaran 10x10 dengan cahaya dikurangi. Nilai gerakan

massa disimbolkan dengan notasi “+“ sesuai besar tingkat gelombangnya., kritea

penghitungan meliputi dari tidak ada pergerakan (-) sampai gelombang yang

sangat besar, gelap dan tebal (++++).

6. Motilitas spermatozoa, pengukurannya dengan meneteskan semen diatas objek

glass kemudian ditambahkan satu tetes NaCl fisiologis. Kemudian diaduk dengan

(28)

dilakukan penghitungan dibawah mikroskop jumlah sperma yang motil progresif

dengan pembesaran 10x10 dari jumlah pengamatan 100 ekor spermatozoa.

7. Viabilitas spermatozoa, pengukurannya menggunakan preparat ulas yang

kemudian diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran 10x100. Preparat ulas

dibuat dengan cara mencampurkan cairan semen dengan larutan eosin-nigrosin

dengan perbandingan 1:3 tetes diatas objek glass. Dengan objek glass lainnya

yang membentuk posisi sudut lancip, diaduk campuran tersebut untuk

mendapatkan selapis semen yang telah diwarnai setipis mungkin. Lalu difiksasi

atau dikeringkan dengan api bunsen yang hasilnya preparat yang siap diamati.

Preparat diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran 10x100, lalu dilakukan

penghitungan jumlah spermatozoa yang hidup dari luas pengamatan 100 ekor

spermatozoa. Spermatozoa mati adalah yang berwarna merah dan spermatozoa

hidup yang tidak menyerap warna.

8. Abnormalitas spermatozoa, pengukurannya menggunakan preparat ulas yang sama dengan perhitungan viabilitas. Penghitungan dilakukan di bawah mikroskop

dengan pembesaran 10x100 dari luas pandang 100 ekor spermatozoa yang

diamati. Penghitungannya meliputi keadaan-keadaan spermatozoa yang

mempunyai morfologi yang abnormal yang meliputi kepala bengkak, kepala

(29)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Nutrisi Pakan

Setiap makhluk hidup memerlukan nutrisi dalam pakan untuk tumbuh,

berkembang dan reproduksi. Agar pertumbuhan dan produksi maksimal maka jumlah

kandungan nutrisi yang diperlukan ternak harus memadai sesuai kebutuhan ternak

dan fungsi produksi khusus. Kebutuhan gizi itik jantan pada penelitian ini

menggunakan standar kebutuhan gizi itik petelur yang dikutip dari rekomendasi

Sinurat (2000) seperti yang tertera pada Tabel 3.

Tabel 3. Kebutuhan Gizi Itik Petelur pada Berbagai Umur

Gizi Starter

Hasil perhitungan kandungan nutrisi pakan yang digunakan dalam penelitian

ini disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Kandungan Nutrisi Ransum Itik pada Berbagai Periode Pemeliharaan

(30)

Rataan konsumsi pakan ternak itik dari setiap perlakuan pada masing-masing

periode pemeliharaan disajikan pada Tabel 5. Perkiraan rekomendasi konsumsi

pakan itik disajikan pada Tabel 6.

Tabel 5. Konsumsi Pakan Itik pada Setiap Periode Pemeliharaan Perlakuan Pembatasan Pakan

Umur (minggu)

Konsumsi Pakan Itik pada Setiap Perlakuan (g/ekor/hari)

P1 P2 P3 P4

0-8 113,29 112,30 96,30 96,30

8-16 142,96 140,61 121,54 121,54

16-39 139,67 118,70 138,57 118,70

Tabel 6. Perkiraan konsumsi pakan itik

Umur

Konsumsi pakan penelitian dibandingkan dengan perkiraan konsumsi pakan

sampai umur 18 minggu. Rataan konsumsi pakan itik pada semua perlakuan baik

pada periode starter (0-8 minggu), grower (9-16 minggu) dan layer (>16 minggu)

ternyata lebih tinggi dibandingkan dengan yang direkomendasikan Hardjosworo

(1989). Perlakuan konsumsi pakan yang terbatas pun masih sangat berlebih sehingga

(31)

Kualitas Semen Segar Itik Mojosari

Pemeriksaan dan evaluasi semen harus meliputi keadaan umum contoh

semen, volume, konsentrasi, dan motilitas atau daya geraknya (Toelihere, 1985).

Pemeriksaan karakteristik semen segar itik pada penelitian ini meliputi warna dan

konsistensi semen, volume semen per ejakulat, konsentrasi spermatozoa, jumlah

spermatozoa per ejakulat, motilitas, viabilitas, dan abnormalitas spermatozoa beserta

empat macam keadaan morfologi abnormalnya yang meliputi kepala bengkak, kepala

rusak, ekor patah dan ekor buntung.

Warna dan Konsistensi Semen

Pemeriksaan warna semen dilakukan secara kualitatif dan hasilnya tersaji

pada Tabel 7. Seluruh perlakuan mempunyai rata-rata warna yang sama yaitu putih

serta tidak tembus cahaya. Hasil ini menunjukkan faktor perlakuan pembatasan

pakan tidak berpengaruh terhadap warna semen. Rerata warna semen yang sama

pada semua perlakuan yaitu putih menunjukkan ciri semen yang baik, sesuai seperti

yang dikatakan Supriatna (2000) bahwa semen berkualitas, berwarna putih dan tidak

tembus cahaya menunjukkan konsentrasi semen yang tinggi.

Tabel 7. Karakteristik Warna dan Konsistensi Semen pada Setiap Perlakuan Pembatasan Pakan

Perlakuan Pembatasan Pakan Warna Konsistensi

P1 (kontrol) Putih Kental

P2 (starter-grower 100% dan layer

85% ad libitum) Putih Kental

P3 (starter-grower 85% dan layer

100% ad libitum) Putih Kental

P4 (starter-layer 85% ad libitum) Putih Kental

Rataan Putih Kental

Konsistensi semen setiap perlakuan pembatasan pakan tersaji pada Tabel 4.

Seluruh perlakuan mempunyai konsistensi yang relatif tidak berbeda yaitu kental.

Hal ini menunjukkan tidak ada pengaruh perlakuan pembatasan pakan terhadap

konsistensi semen. Warna bersama konsistensi semen menentukan konsentrasi

spermatozoa, bila semen kental dan berwarna putih maka konsentrasi spermatozoa

(32)

konsentrasi semen yang rendah (Toelihere, 1981). Warna dan konsistensi tidak

berbeda nyata antar kelompok perlakuan diduga hal ini karena pembatasan pakan

yang paling lama pun telah cukup memberikan gizi dan zat-zat makanan yang

diperlukan untuk memberikan karakteristik warna semen dan konsistensi yang baik.

Gerakan Massa Spermatozoa

Gerakan massa spermatozoa merupakan gambaran kasar kualitas semen dan

secara cepat dapat dilihat dengan mata secara langsung, tetapi akan lebih akurat jika

menggunakan mikroskop (Evans dan Maxwell, 1987). Gerakan massa spermatozoa

dapat terjadi karena pergerakan spermatozoa secara massal yang bergerak ke arah

yang sama secara bersamaan.

Tabel 8. Frekuensi nilai Gerakan Massa Spermatozoa pada Setiap Perlakuan Pembatasan Pakan

Perlakuan Gerakan Massa Spermatozoa (%)

(-) (+) (++) (+++) (++++)

P1 (kontrol) - - 29,41 35,29 35,29

P2 (starter-grower 100% dan layer

85% ad libitum) - - - 44,44 55,56

P3 (starter-grower 85% dan layer

100% ad libitum) - 13,33 20,00 53,33 13,33

P4 (starter-layer 85% ad libitum) - - 53,85 46,15

Tabel 8 menyajikan frekuensi nilai gerakan massa spermatozoa dari setiap

perlakuan pembatasan pakan. Seluruh perlakuan terlihat mempunyai gerakan massa

spermatozoa yang sebagian besar bernilai (+++) dan (++++) yaitu gerakan massa

spermatozoa dengan gelombang-gelombang yang besar dan sangat cepat. Hasil ini

menunjukkan sebagian besar perlakuan mempunyai kualitas semen yang baik seperti

yang dikatakan Toelihere (1981) bahwa kualitas semen yang baik mempunyai

gelombang yang besar, gelap, tebal dan aktif seperti gumpalan awan hitam yang

bergerak capat dan berpindah-pindah. Gelombang-gelombang pergerakan

spermatozoa yang besar dan tebal seperti yang dimaksud Toelihere (1981) terdapat

pada gerakan massa spermatozoa yang bernilai (+++) dan (++++), sedangkan pada

gerakan massa yang bernilai (++) yang terlihat adalah gelombang-gelombang yang

(33)

Semen dengan nilai gerakan massa spermatozoa (-) dan (+) tidak memenuhi

syarat untuk digunakan inseminasi, gerakan massa yang layak adalah paling sedikit

yang bernilai (++) (Taurin, 1977). Hal ini berarti seluruh perlakuan hampir

mempunyai nilai gerakan massa yang layak untuk digunakan inseminasi, hanya pada

perlakuan P3 terdapat gerakan massa spermatozoa (+) yang tidak layak sebesar

13,33%. Kemungkinan hal ini karena faktor keragaman yang besar pada itik lokal

yang sebagian besar belum mengalami seleksi.

Volume Semen per Ejakulat

Volume semen yang dipancarkan oleh seekor pejantan dapat berbeda-beda

tergantung dari umur, ras, besar dan berat badan, mutu pakan, frekuensi

penampungan, faktor genetik dan kondisi dari ternak itu sendiri (Salisbury dan

Vandemark, 1985). Hasil sidik ragam menunjukkan tidak terdapat pengaruh

perlakuan pembatasan pakan terhadap volume semen per ejakulat. Seluruh

perlakuan mempunyai rata-rata volume semen per ejakulat yang relatif tidak berbeda.

Kemungkinan hal ini disebabkan selain karena itik yang diambil semennya berasal

dari bangsa dan umur yang sama, asupan nutrisi esensial itik pada perlakuan pakan

terbatas sudah mencukupi untuk menunjang volume semen yang baik. Rataan

volume semen per ejakulat dari setiap perlakuan pembatasan pakan dapat dilihat

pada tabel 9.

Tabel 9. Volume Semen per Ejakulat pada Setiap Perlakuan Pembatasan Pakan

Perlakuan Pembatasan Pakan Volume Semen per Ejakulat (ml)

P1 (kontrol) 0,20 ± 0,15

P2 (starter-grower 100% dan layer 85%

ad libitum) 0,20 ± 0,09

P3 (starter-grower 85% dan layer 100%

ad libitum) 0,25 ± 0,17

P4 (starter-layer 85% ad libitum) 0,26 ± 0,13

Rataan 0,23 ± 0,13

Rataan volume semen per ejakulat yang didapatkan dari setiap perlakuan

pembatasan pakan, dibawah yang dilaporkan Setioko (1981) pada itik Pekin yaitu

(34)

yaitu 0,6-0,8 ml. Kemungkinan perbedaan ini timbul karena faktor galur dan strain

yang berbeda, umur ternak, seta faktor ukuran atau bobot badan.

Konsentrasi Spermatozoa

Penilaian konsentrasi sangat penting dalam penentuan kualitas semen.

Penghitungan konsentrasi yang digambarkan dengan volume dan persentase

spermatozoa motil memberikan jumlah spermatozoa motil per ejakulat, yaitu kualitas

yang menentukan berapa betina yang dapat diinseminasikan dengan ejakulat tersebut

(Hafez,1993). Konsentrasi spermatozoa semakin tinggi, kualitas semen semakin baik

dan semakin banyak pula jumlah betina yang dapat diinseminasikan.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pembatasan pakan tidak

berpengaruh terhadap konsentrasi spermatozoa. Konsentrasi setiap perlakuan relatif

sama. Dugaan hal ini karena pembatasan pakan sudah mencukupi kebutuhan nutrisi

dan energi pada itik untuk mendukung konsentrasi spermatozoa yang optimal.

Konsentrasi spermatozoa pada setiap taraf perlakuan dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Konsentrasi Spermatozoa pada Setiap Perlakuan Pembatasan Pakan

Perlakuan Pembatasan Pakan Konsentrasi Spermatozoa

(x 108 spermatozoa/ml)

P1 (kontrol) 7,600 ± 3,193

P2 (starter-grower 100% dan layer 85%

ad libitum) 6,225 ± 2,104

P3 (starter-grower 85% dan layer 100%

ad libitum) 8,053 ± 3,217

P4 (starter-layer 85% ad libitum) 6,240 ± 3,473

Rataan 7,057 ± 3,001

Rataan konsentrasi semen dari seluruh perlakuan dibawah yang dilaporkan

oleh Tan (1980) pada entog yaitu 10,800 x 108 spermatozoa/ml, dibawah juga yang

didapat oleh Zubir (1984) pada itik hasil persilangan antara itik lokal dengan itik

Manila yaitu 17,640 x 108 spermatozoa/ml dan sangat jauh dibawah yang didapat

oleh Setioko (1981) pada itik Pekin yaitu sebesar 91,600 x 108 spermatozoa/ml.

Perbedaan ini diduga disebabkan karena perbedaan bangsa ternak, umur ternak,

(35)

Jumlah Spermatozoa Per Ejakulat

Beberapa faktor lingkungan dan fisiologi yang mempengaruhi produksi

semen itik yaitu periode lamanya siang dan malam, musim, aktivitas sexual, umur

ternak, nutrisi, manajemen, keturunan, frekuensi penampungan semen dan teknik

penampungan semen (Setioko,1981). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jumlah

spermatozoa per ejakulasi tidak dipengaruhi oleh perlakuan pembatasan pakan.

Jumlah spermatozoa per ejakulasi antar perlakuan mempunyai rata-rata jumlah yang

relatif sama. Pembatasan pakan tidak menimbulkan perbedaan antar perlakuan pada

jumlah spermatozoa per ejakulasi diperkirakan karena pembatasan pakan sudah

mencukupi kebutuhan nutrisi penting pada itik untuk produksi jumlah spermatozoa

per ejakulat yang memadai. Jumlah spermatozoa per ejakulat dari setiap perlakuan

pembatasan pakan disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Jumlah Spermatozoa per Ejakulat pada Setiap Perlakuan Pembatasan Pakan

Perlakuan Pembatasan Pakan Jumlah Spermatozoa per Ejakulat

(x 108 Spermatozoa)

P1 (kontrol) 1,894 ± 1,737

P2 (starter-grower 100% dan layer 85%

ad libitum) 1,421 ± 0,802

P3 (starter-grower 85% dan layer 100%

ad libitum) 2,337 ± 2,288

P4 (starter-layer 85% ad libitum) 1,830 ± 1,350

Rataan 1,865 ± 1,635

Hasil rataan jumlah spermatozoa dari seluruh perlakuan lebih rendah dari

yang dilaporkan Chelmonska et al. (1962) pada itik Pekin yaitu 12,090 x 108

spermatozoa dan yang dilaporkan Setioko (1981) pada itik Pekin dengan rataan

42,300 x 109 spermatozoa. Tetapi jumlah spermatozoa yang diperoleh sudah

termasuk baik dan layak untuk digunakan inseminasi. Hal ini sesuai dengan yang

dikatakan Setioko (1981) bahwa jumlah spermatozoa yang memadai yaitu 50-100

juta spermatozoa untuk inseminasi setiap hari atau 150-200 juta spermatozoa untuk

(36)

Motilitas Spermatozoa

Motilitas spermatozoa adalah pergerakan spermatozoa yang berfungsi untuk

mencapai dan menembus ovum (Salisburry dan Van Demark, 1985). Faktor yang

mempengaruhi motilitas spermatozoa antara lain umur spermatozoa, energi ATP,

bagian-bagian agen yang aktif, faktor biofisikal dan psiologikal, kandungan cairan

dan stimulasi inhibisi (Hafez, 1993). Hasil sidik ragam menunjukkan perlakuan

pembatasan pakan tidak mempengaruhi motilitas spermatozoa. Pada perlakuan

pemberian pakan ad libitum (kontrol) dan pakan yang terbatas mempunyai rata-rata

motilitas spermatozoa yang relatif sama dimungkinkan hal ini karena pakan terbatas

sudah mencukupi kebutuhan nutrisi itik untuk mendukung pergerakan spermatozoa

yang progresif.Pada Tabel 12 disajikan motilitas spermatozoa dari setiap perlakuan

pembatasan pakan,

Tabel 12. Motilitas Spermatozoa pada Setiap Perlakuan Pembatasan Pakan

Perlakuan Pembatasan Pakan Motilitas Spermatozoa (%)

P1 (kontrol) 71,18 ± 11,11

P2 (starter-grower 100% dan layer 85%

ad libitum) 75,00 ± 7,07

P3 (starter-grower 85% dan layer 100%

ad libitum) 67, 33 ± 18,70

P4 (starter-layer 85% ad libitum) 75,39 ± 7,76

Rataan 72,22 ± 12,11

Rataan konsentrasi semen yang didapatkan penelitian ini sesuai dengan yang

dikatakan Garner dan Hafez (1987) yang mengatakan bahwa motilitas pada unggas

berkisar antara 60-80% dan hasil ini hampir sesuai dengan yang didapat Setioko et

al. (2002) yaitu rata-rata berkisar antara 66-72% dan Bahr dan Bakst (1987) pada

unggas ayam yaitu 60-80%. Semen yang diperoleh termasuk kategori baik, karena

semen yang mengandung 50% sperma motil layak digunakan untuk inseminasi

buatan (Toelihere, 1985).

Viabilitas Spermatozoa

Viabilitas spermatozoa adalah jumlah spermatozoa yang hidup dari 100 ekor

(37)

perlakuan pembatasan pakan terhadap viabilitas spermatozoa. Seluruh perlakuan

mempunyai rata-rata viabilitas spermatozoa yang sama diduga hal ini karena

pembatasan pakan sudah memberikan asupan nutrisi yang memadai bagi itik untuk

produksi semen yang baik yang berkaitan dengan viabilitas spermatozoanya. Pada

Tabel 13 tersaji viabilitas spermatozoa pada setiap perlakuan pembatasan pakan.

Tabel 13. Viabilitas Spermatozoa pada Setiap Perlakuan Pembatasan Pakan

Perlakuan Pembatasan Pakan Viabilitas Spermatozoa (%)

P1 (kontrol) 81,65 ± 6,64

P2 (starter-grower 100% dan layer 85%

ad libitum) 82,56 ± 4,34

P3 (starter-grower 85% dan layer 100%

ad libitum) 84, 13 ± 6,56

P4 (starter-layer 85% ad libitum) 83, 75 ± 3,93

Rataan 82, 92 ± 5,52

Rata-rata viabilitas dari seluruh kelompok perlakuan adalah 82,92% dan

hasil ini dibawah yang dilaporkan Setioko et al. (2002) yang berkisar 92-94%

Perbedaan ini diduga terjadi karena perbedaan bangsa, umur ternak, berat badan

ternak dan lingkungan. Hasil ini sudah mensyarati untuk semen normal yang baik

dari yang pernah dilaporkan oleh Chemineau et al. (1991) tentang kisaran jumlah

spermatozoa mati untuk semen normal, menurutnya jumlah semen yang

mengandung 20-30% spermatozoa mati adalah normal. Berarti, untuk 20-30%

spermatozoa mati, jumlah spermatozoa hidup atau viabilitas 70-80% dan hasil yang

yang didapat pada penelitian ini lebih baik dari yang dikatakan Chemineau et al.

Abnormalitas Spermatozoa

Penghitungan abnormalitas spermatozoa meliputi penghitungan dari

spermatozoa yang keluar dari morfologi normal. Seperti yang dikatakan Nalbandof

(1990) bahwa penyimpangan dari morfologi normal dianggap sebagai abnormalitas.

Bentuk-bentuk abnormalitas spermatozoa menurut Hafez (1993) yaitu mikrocepalik,

makrocepalik, kepala pendek melebar, kepala sempit memanjang, kepala kepala

pyriformis, kepala ganda, ekor ganda, bagian tengah membengkak, ekor melingkar,

(38)

yang distal dan bagian tengah membengkak, dan akrosom yang terlepas. Hasil sidik

ragam menunjukkan tidak ada pengaruh perlakuan pembatasan pakan terhadap

abnormalitas spermatozoa, tetapi menimbulkan pengaruh nyata (P<0,05) pada satu

macam keadaan abnormalitasnya yaitu pada ekor buntung, dan tidak menimbulkan

pengaruh pada beberapa macam abnormalitas spermatozoa lainnya.

Tabel 14. Abnormalitas Spermatozoa pada Setiap Perlakuan Pembatasan Pakan

Perlakuan Pembatasan Pakan Abnormalitas Spermatozoa (%)

P1 (kontrol) 21,76 ± 9,00

P2 (starter-grower 100% dan layer 85%

ad libitum) 19,28 ± 3, 97

P3 (starter-grower 85% dan layer 100%

ad libitum) 19.47 ± 6,76

P4 (starter-layer 85% ad libitum) 22,08 ± 7,97

Rataan 20,55 ± 7,01

Pada Tabel 14 dapat dilihat nilai rataan abnormalitas spermatozoa untuk

semua perlakuan yaitu 20,55%, hampir sesuai dengan yang dikatakan Parker et al.

(1974) bahwa spermatozoa abnormal yang ditemukan dalam beberapa ejakulasi

berkisar 5-20%. Hasil ini hampir sesuai dengan yang dikatakan Toelihere (1981)

tentang abnormalitas semen yang layak digunakan untuk inseminasi tidak lebih dari

20%. Beberapa perlakuan lebih tipis diatas angka 20% yaitu perlakuan kontrol (P1)

dan P4 yang jumlah abnormalitasnya 21,76% dan 22,08% tetapi tidak sampai

menimbulkan perbedaan nyata dengan perlakuan P2 dan P3 yang abnormalitasnya

dibawah 20%.

Pada Tabel 15 dapat dilihat besar macam keadaan abnormalitas pada setiap

taraf perlakuan pemberian pakan. Beberapa keadaan abnormalitas yaitu kepala

bengkak, kepala rusak dan ekor patah tidak menimbulkan perbedaan nyata sebagai

akibat respon perlakuan. Hanya pada ekor buntung terdapat pengaruh perlakuan,

perlakuan kontrol (P1) yang pemberian pakannya ad libitum justru mempunyai

jumlah terbesar ekor buntung yaitu 5,71% dan menimbulkan perbedaan nyata

(P<0,05) dengan perlakuan P3 yang mempunyai jumlah ekor buntung paling sedikit

(39)

kelebihan energi yang disimpan dalam bentuk kelebihan lemak tubuh pada organ

reproduksinya yang berpengaruh pada produksi spermatozoa yang dihasilkan. Sesuai

dengan yang dikatakan Tillman et al. (1998) bahwa pakan berlebih pun bisa

berdampak tidak baik terhadap produksi spermatozoa karena pada organ reproduksi

hewan akan terjadi penumpukan lemak yang berpengaruh buruk terhadap produksi

spermatozoa.

Tabel 15. Macam Keadaan Abnormalitas Spermatozoa pada Setiap Perlakuan Pembatasan Pakan

Perlakuan

Macam Abnormalitas (%)

Kepala Bengkak

Kepala Rusak

Ekor Patah

Ekor Buntung

P1 (kontrol) 7,88 ± 3,26 4,77 ± 1,97 3,41 ± 1,41 5,71 ± 2,36 a

P2 11,00 ± 2,23 4,72 ± 0,96 0,94 ± 0,19 2,56 ± 0,52 ab

P2 10,27 ± 3,07 5,47 ± 1,64 1,47 ± 0,44 2,07 ± 0,62 b

P4 12,75 ± 4,60 5,92 ± 2,14 1,00 ± 0,36 2,42 ± 0,87 ab

Rataan 10,31 ± 3,51 5,15 ± 1,76 1,76 ± 0,60 3,27 ± 1,11

Ket: P1=pakan starter-grower dan layer ad libitum (kontrol), P2=pakan starter-grower 100% dan layer 85% ad libitum, P3=pakan starter-grower 85% dan layer 100% ad libitum, P4=pakan starter-grower dan layer 85% ad libitum

(40)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Warna dan konsistensi semen seluruh perlakuan sebagian besar putih dan

kental. Gerakan massa spermatozoa seluruh perlakuan sebagian besar bernilai (+++)

dan (++++), hanya pada perlakuan P3 terdapat gerakan massa spermatozoa yang

bernilai (+) sebesar 13,33%, hasil ini menunjukkan kualitas semen yang tidak layak

digunakan untuk inseminasi.

Perlakuan pembatasan pakan tidak berpengaruh terhadap volume semen per

ejakulat, konsentrasi spermatozoa, jumlah spermatozoa per ejakulat, motilitas,

viabilitas, dan abnormalitas spermatozoa serta pada beberapa keadaan

abnormalitasnya yaitu pada kepala bengkak, kepala rusak dan ekor patah Terdapat

pengaruh pembatasan pakan (P<0,05) hanya pada macam abnormalitas ekor buntung.

Perlakuan P1 (kontrol) yang pemberian pakannya ad libitum justru mempunyai

jumlah ekor buntung terbanyak sampai pada tingkat menimbulkan perbedaan nyata

dengan perlakuan P3 (pakan starter-grower 85% dan layer 100% ad libitum).

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan jumlah unit percobaan ekor itik

dan ulangan yang lebih banyak dengan kisaran waktu penelitian yang panjang untuk

mendapatkan informasi karakteristik semen segar dari berbagai tingkat umur,

sehingga akan diperoleh informasi tentang umur ternak yang menghasilkan kualitas

(41)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan hanya kepada Allah semata yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya yang tak terhingga, sehingga dengan

pertolongan-Nya penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada kedua orang tua yang telah

banyak pengorbanannya dan tidak pernah berhenti baik materi, motivasi serta kasih

sayang yang diberikannya. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada

Ir. Niken Ulupi, MS dan Dr. Ir. Pius P. Ketaren, MAgrSc selaku pembimbing utama

dan pembimbing anggota yang dengan sabar dan telaten telah banyak mencurahkan

waktu, bimbingan dan intelektualnya hingga tahap akhir penulisan skripsi. Terima

kasih kepada Dr. Ir. Cece Sumantri, MAgrSc dan Dr. Ir. Sumiati, MSc yang telah

bersedia menjadi penguji sehingga penulis mendapatkan banyak masukan dan

perbaikan yang berharga. Berikutnya penulis haturkan ucapan terima kasih yang

tulus kepada Ir. Hotnida C.H. Siregar, MS selaku pembimbing akademik yang telah

banyak memberi arahan, semangat dan membesarkan hati penulis sepanjang masa

studi perkuliahan.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Balai Penelitian Ternak yang

telah memberi kesempatan dan fasilitas untuk melakukan penelitian di sana. Terima

kasih juga penulis haturkan kepada Bapak Ajum dan Bapak Pipih yang banyak

membantu dan mengajar penulis dalam koleksi semen. Penulis juga mengucapkan

rasa terima kasih yang dalam kepada Ibu Resmi yang dengan sabar telah banyak

menolong penulis dan mengajar dalam evaluasi semen. Kepada seluruh staff

manajeman Balitnak yang banyak memberi bantuan dalam penelitian ini yang tidak

dapat disebutkan satu per satu namanya.

Terakhir penulis ucapkan terima kasih kepada civitas akademik Fakultas

Peternakan IPB dan kepada rekan-rekan sekalian yang telah membantu yang tidak

bisa disebutkan namanya satu per satu. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

yang membacanya.

Bogor, Oktober 2006

(42)

DAFTAR PUSTAKA

Achmanu. 1997. Ilmu Ternak Itik. Karangan Ilmiah. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang.

Bahr, J.M. and M.R. Bakst. 1987. Poultry. Dalam: E.S.E. Hafes (Ed). Reproduction in Farm Animals 5th Ed. Lea and Febriger, Philadhelphia.

Bunan, A.T. 1990. Reproductive performance as influenced by nutritional management in chickens selected for aspects of growth and body composition. Proceeding of The Australian Poultry Science Symposium. p: 119 (Abstr.).

Chelmonska, B., H. Galuszkowa and J. Lisieky. 1962. Electroejaculation in drakes. Med. Water. 18: 712-714.

Chemineau, P., Y. Cagnie, Y. Gverin, P. Orgeur and J.C. Vallet. 1991. Training Manual of Artificial Insemination in Sheep and Goat. FAO, Rome.

Dinas Peternakan Daerah Tingkat I Propinsi Jawa Timur .1995. Laporan pemantapan standar bibit unggas di Jawa Timur. Dinas Peternakan Daerah Tingkat I Jawa Timur, Surabaya.

Etches, R.J. Reproduction in Poultry. Cab International, Canada.

Evans, G. dan W.M.C. Maxwell. 1987. Salamon’s Artificial Insemination of Sheep and Goat. Butterworths, London.

Garner, D.L. dan E.S.E. Hafez. 1987. Spermatozoa and seminal plasma. Dalam: E.S.E. Hafez (Ed). Reproduction in Farm Animals. 5th Ed. Lea and Febiger, Philadelphia.

Gowe, R.S., A.S. Johnson, R.D. Crawford, J.H. Strain. 1960. Restricted vs full-feeding during the growing period for egg production stock. British Poult. Sci. 1: 37-56.

Hafez, E.S.E. 1993. Reproduction In Farm Animals. Lea and Febiger, Philadelphia.

Hardjosworo, P.S. 1989. Budidaya Itik Petelur. Fakultas Politeknik Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Herrick, J.B. dan H.L. Self.1962. Evaluation of Fertility in The Bull and Boar. State University Press, Ames, Iowa, USA.

Hocking, P.M. 1993. Effect of body weight at sexual maturity and the degree and age of restriction during rearing on the ovarian follicular hierarchy of broiler breeder females. Brit. Poult. Sci. 34: 793-801.

Katanabaf, M.N., E.A. Dunnington and P.B. Siegel. 1989. Restricted feeding in early and late-feathering chickens. 3. Organ size and carcass composition. Poult. Sci. 68: 359-368.

Gambar

Tabel 1.  Kebutuhan Gizi Itik Petelur pada Berbagai Umur
Tabel 2.  Formula Pakan Grower dan Layer
Tabel 3.  Kebutuhan Gizi Itik Petelur pada Berbagai Umur
Tabel 6.  Perkiraan konsumsi pakan itik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Diagnosa pola eliminasi urin tindakan yang dilakukan adalah berikan informasi tentang perubahan perkemihan sehubungan dengan trimester ketiga, menganjurkan pasien

(5) Untuk kepentingan pemeriksaan di Pengadilan dalam perkara pidana atau perdata atas permintaan hakim sesuai dengan Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata, Bupati

Program 6.9 di atas merupakan contoh penggunaan fungsi implode() untuk menggabungkan semua isi array menjadi satu string. Fungsi implode merupakan kebalikan dari

Dengan melihat peraturan dari Menteri Dalam Negeri ini peneliti ingin melihat adanya Peran serta dari Pemerintah kota padang dalam mengatasi masalah narkotika dan

1) Tambahan pengetahuan mengenai pengaruh media sosial sebagai strategi promosi untuk meningkatkan brand awareness Taman Wisata Alam Mangrove dan mengetahui aspek apa saja yang

Tujuan Penelitian : Mengetahui efek ekstrak etanol 70% kulit buah asam jawa (Tamarindus indica L) terhadap kadar kolesterol total dan trigliserida tikus yang diinduksi Triton

Menetapkan calon Penghulu terpilih 4 Merujuk pada Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Siak Nomor 5 Tahun 2015 tentang Badan Permusyawaratan Kampung (Bapekam) pasal 3,

Sejalan dengan pendapat tersebut, Syamsuddin dan Damaianti (2011, hlm. 14) mengemukakan bahwa metode penelitian merupakan cara pemecahan masalah penelitian yang