PENGARUH PEMBERIAN PAKAN TERBATAS
TERHADAP PENAMPILAN ITIK SILANG
MOJOSARI X ALABIO (MA)
UMUR 8 MINGGU
(THE EFFECT OF RESTRICTED FEEDING ON PERFORMANCE
OF MOJOSARI X ALABIO (MA) CROSSBRED DUCK
AT 8 WEEKS OLD)
P. P. Ketaren dan L. H. Prasetyo
Balai Penelitian Ternak, Ciawi-Bogor, P.O Box 221 Bogor, 16002
ABSTRACT
Feed conversion ratio (FCR) of local egg-type duck and meat-type duck are worse compared to FCR of egg-type and broiler chickens. An experiment was conducted to evaluate the effect of restricted feeding on growth and FCR of MA crossbred ducks. One hundred and ninety two of day-old ducks were used in this experiment with three treatments, four replicates and 16 ducks in each replicates. The ducks were fed mash dietsadlibitum from one day to four weeks old and then were fed restricted pelleted diet from five to eight weeks old. Feed consumption, weight gain, FCR and mortality were recorded as parameters. The results showed that restricted feeding reduced growth rate significantly (P<0.05) but did not affect FCR. The growth rate of duck fedadlibitum grew faster than fed 85 and 70%ad libitum which were 1,260, 1,206 and 1,120 g/bird respectively . FCR of the experiments ranged from 3.33-3.43. Feed restriction at 70% ad libitum tended to increase mortality which was recorded at 1.56 compared to none in other treatments . This experiment concluded that feeding pelleted dietad libitum to the ducks produced the highest growth rate with better FCR.
ABSTRAK
Konversi pakan itik petelur maupun pedaging masih sangat buruk jika dibandingkan dengan ayam petelur ataupun ayam pedaging ras. Satu peneliHan telah dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh pemberian pakan terbatas terhadap pertumbuhan dan konversi pakan itik MA betina . Seratus sembilan puluh dua ekor itik betina umur sehari telah digunakan dalam penelitian dengan tiga perlakuan pakan, empat ulangan dan 16 ekor anak itik pada setiap ulangan. Pakan bentuk tepung diberikanad libitum mulai dari umur sehari sampai umur empat minggu dan setelah itu diberikan pakan bentuk pelet pada tingkat : 100%, 85%, dan 70%adlibitum mulai dari umur 5-8 minggu. Konsumsi pakan, pertambahan bobot badan, konversi pakan dan mortalitas itik diukur sebagai parameter peneliHan . Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pakan terbatas menekan pertumbuhan secara nyata (P<0,05) akan tetapi tidak berpengaruh terhadap konversi pakan. Pertumbuhan itik yang diberi pakan adlibitum lebih cepat dari 85 dan 70%adlibitum yaitu masing-masing 1.260, 1.206 dan 1.120 g/ekor. Konversi pakan penelitian berkisar antara 3,33-3,43. Pemberian pakan 700/0adlibitum
cenderung meningkatkan kematian anak itik yaitu 1,56% dibanding tidak ada kematian pads perlakuan lain. Penelitian ini menunjukkan bahwa pakan dalam bentuk pelet lebih baik diberikan 100% ad libitum untuk memperoleh pertumbuhan yang cepat dengan efisiensi pakan yang balk.
PENDAHULUAN
Produksi peternakan di Indonesia belum mampu memenuhi
per-mintaan daging dalam negeri sehingga harus mengimpor bahan pangan
tersebut setiap tahun dari luar negeri. Pada tahun 1999, nilai impor ternak dan
hasil ternak sebesar lebih dari 348 juta dolar Amerika Serikat (Anon., 1999).
Data statistik tersebut juga menunjukkan bahwa suplai daging terbesar di
Indonesia berasal dari daging ternak unggas yaitu sebesar 52,92%, sapi 26,79%
danbabi 10,43 %. Suplai daging dari ternak unggas terutama berasal dari ayam
pedaging dan ayam buras. Ternak itik masih sangat kecil perannya sebagai
penghasil daging yaitu sekitar 1,37% dari total suplai daging di Indonesia. Hal
ini mungkin karena itik diternakkan lebih sebagai penghasil telur dibanding
penghasil daging. Walupun demikian, beberapa tahun terakhir ini ternak itik
sudah mulai dibudidayakan untuk menghasilkan daging.
Itik silang Mojosari x Alabio (MA) diperoleh dengan menyilangkan itik
jantan Mojosari dengan itik betina Alabio. Konversi pakan itik MA yang
sedang tumbuh maupun itik MA yang sudah bertelur masih sangat tinggi
yaitu masing-masing 4,2 dan 4,1 (Ketaren et al., 1999; dan Ketaren dan
Prasetyo, 2000). Walaupun konversi pakan tersebut sedikit lebih baik dari
konversi pakan itik pada umumnya, akan tetapi masih sangat tinggi
dibanding konversi pakan ayam pedaging umur 8 minggu yaitu 2,14 (NRC,
1994) dan 2,5 untuk ayam petelur (Anon., 1986).
Ketaren et al. (1999) menduga bahwa buruknya konversi pakan itik
tersebut disebabkan oleh tabiat makan itik termasuk kebiasaan yang segera
mencari air minum setelah makan. Pada umumnya pakan tercecer/terbuang
pada saat itik tersebut pindah dari tempat pakan ke tempat minum maupun
juga terlarut di dalam sewaktu itik minum. Buruknya konversi pakan tersebut
juga mungkin disebabkan oleh ketidakmampuan itik mengontrol jumlah
konsumsi pakan yang diatur oleh jumlah konsumsi energi seperti yang dapat
dilakukan oleh ayam. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk
mengevaluasi pengaruh pemberian pakan terbatas yang diberikan dalam
bentuk pelet terhadap pertumbuhan dan konversi pakan itik MA yang sedang
tumbuh.
MATERI DAN METODE
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan tiga
tingkat pemberian pakan: 100%, 85% dan 70% ad libitum, 4 ulangan dengan 16
ekor anak itik MA betina umur sehari pada setiap ulangan. Pakan bentuk
tepung diberikan ad libitum untuk semua perlakuan mulai dari umur sehari
sampai empat minggu dan setelah itu diberikan pakan terbatas dalam bentuk
pelet dari umur 5 sampai 8 minggu. Pemberian pakan secara ad libitum sampai
itik berumur 4 minggu dilakukan agar itik dapat tumbuh normal termasuk pertumbuhan kerangka tulang yang sempurna. Hardjosworo (komunikasi pribadi) melaporkan bahwa itik yang diberi pakan terbatas sejak umur dua minggu ternyata tumbuh secara tidak normal dan cenderung meningkatkan angka kematian. Untuk memperoleh jumlah konsumsi pakan secara ad libitum maka itik pada perlakuan 100% (ad libitum) diberi pakan satu minggu lebih awal dari perlakuan pakan 85 dan 70% ad libitum. Dengan demikian jumlah pakan yang harus diberikan untuk perlakuan 85 dan 70% ad libitum dapat dihitung secara tepat. Jenis pakan yang diberikan adalah pakan starter layer ayam yang diproduksi oleh pabrik pakan tennak. Mutu pakan produksi pabrik pakan ternak dipandang lebih stabil dibanding mutu bahan baku pakan yang dibeli dari toko pakan ternak dalam kurun waktu penelitian yaitu 8 minggu. Dua ratus gram sampel diambil dari setiap pembelian pakan dan kemudian digabung menjadi satu sampel pakan gabungan. Kandungan protein dan mineral pakan penelitian memenuhi kebutuhan gizi yang direkomendasikan oleh Chen (1996) dan Sinurat (2000) seperti tertera pada Tabe11 .
Tabel 1 . Kandungan gizi pakan starter itik MA betina umur 1-8 minggu*
Air Protein kasar Serat kasar Lemak GE Ca P
(%) (%) (%) (%) (Kkal /kg) (%) (%)
11,3 19,4 5,7 6,4 3.895 1,1 0,6
* Hasil analisis proksimat di Balai Penelitian Ternak Ciawi
Itik umur sehari - 4 minggu dipelihara di dalam kandang kawat yang ditempatkan di kandang yang dilengkapi pemanas dan kemudian dipindah-kan ke dipindah-kandang litter sampai dengan umur 8 minggu. Konsumsi padipindah-kan dan bobot badan ditimbang setiap minggu. Konversi pakan dihitung berdasarkan rasio antara jumlah konsumsi pakan dengan pertambahan bobot badan pada umur 8 minggu. Jumlah itik yang mati dicatat selama penelitian berlangsung.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh pemberian pakan terbatas terhadap jumlah konsumsi pakan, pertambahan bobot badan dan konversi pakan clan mortalitas itik MA umur sehari - 8 minggu dapat dilihat pada Tabe12. Dari Tabel tersebut terlihat bawa pemberian pakan terbatas berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan itik akan tetapi tidak mempengaruhi konversi pakan. Pertambahan bobot badan tertinggi adalah pada itik yang diberi pakan ad libitum yaitu 1.260 g dan terendah pada itik yang diberi pakan 70% ad libitum yaitu 1.120 g pada umur delapan minggu. Akan tetapi Makalah Penunjang (Poster) - 107
sebaliknya, konversi pakan tidak berbeda nyata antar perlakuan yaitu berkisar antara 3,33 - 3,43, walaupun ada kecenderungan bahwa konversi pakan terbaik adalah pada itik yang diberi pakan 70% ad libitum yaitu 3,33. Konversi pakan itik MA tersebut sudah lebih baik dari konversi pakan itik pada umumnya walaupun masih lebih tinggi dari konversi pakan ayam pedaging yang kurang dari 2,0. Konversi pakan itik MA dalam penelitian ini lebih baik dari kisaran konversi pakan itik jantan yang dilaporkan oleh Sinurat et al (1996), Prasetyo dan Susanti (1997) dan Bintang et al. (1999) yaitu antara 3,53-5,27 pada umur 8 minggu. Konversi pakan itik Mandalung umur 8 minggu hasil persilangan itik Alabio dan entok yaitu 3,6 (Setioko, 2001) masih lebih buruk dari konvensi pakan itik hasil penelitian ini. Bahkan Hardjosworo (2001) melaporkan bahwa konversi pakan itik Mandalung yang diberi pakan komersial adalah 4,5 pada umur 12 minggu. Begitu juga, konversi pakan itik ini setara atau bahkan lebih baik bila dibandingkan dengan konversi pakan itik lokal maupun itik Pekin yang dilaporkan oleh Yeong (1985) yaitu masing-masing adalah 4,23 dan 3,18. Akan tetapi konversi pakan hasil penelitian ini lebih buruk jika dibandingkan dengan konversi pakan itik pedaging yang dilakukan di War negeri yaitu berkisar antara 2,73-3,20. Buruknya konversi pakan itik Mandalung dalam negeri tersebut dapat disebabkan oleh berbagai faktor termasuk ketidaksesuaian nutrisinya yang sampai saat ini rekomendasi kebutuhan gizi untuk itik Mandalung masih belum tersedia di Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konversi pakan itik yang diberi pakan terbatas dalam bentuk pelet memperbaiki konversi pakan itik secara umum. Oleh karena itu konversi pakan itik Mandalung kemungkinan juga dapat diperbaiki dengan memberikan pakan dalam bentuk pelet. Sinurat et al. (1993) melaporkan bahwa konversi pakan dapat diperbaiki dengan pemberian pakan pelet. Sidqi (1987) melaporkan bahwa pemberian pakan bentuk crumble tercecer sebanyak 2,6% dan pakan bentuk tepung tercecer sebanyak 14,4% dari jumlah pakan yang dikonsumsi . Walaupun itik MA betina diarahkan untuk produksi telur namun demikian konversi pakan itik selama masa pertumbuhan dipandang cukup signifikan dalam menentukan biaya produksi itik dara yang selanjutnya akan menentukan efisiensi produksi telur itik pada masa bertelur.
Tabel2. Pengaruh perlakuan terhadap konsumsi pakan (g), pertambahan bobot badan (g) dan konversi pakan itik MA betina umur sehari - 8 minggu Perlakuan 100% (Ad libitum) Konsumsi pakan (g) 4.324 a PBB (g) 1.260 a Konversi pakan 3,43 a Mortalitas (%) 0 85% Ad libitum 4.139 ab 1.206 b 3,43 a 0 70% Ad libitum 3.726 b 1 .120 c 3,33 a 1,56
Pengamatan menunjukkan bahwa itik yang memperoleh pakan terbatas yaitu 70 dan 85% ad libitum cenderung menghabiskan pakan dulu baru kemudian mencari air minum sehingga pakan umumnya habis dikonsumsi selama kurang lebih 30 menit. Bahkan itik yang diberi pakan 70% ad libitum menghabiskan pakan dalam waktu relatif lebih singkat dan diduga mengakibatkan kematian tinggi (1,56%) karena berebut pakan. Pengamatan secara visual menunjukkan bahwa itik yang diberi pakan 70% ad libitum jarang sekah yang pergi ketempat air minum sebelum pakan di dalam wadah pakan habis dikonsumsi. Hal ini diduga mengganggu proses menelan pakan dan bahkan mempersulit itik untuk bernafas karena mulut penuh dengan pakan. Walaupun demikian pemberian pakan terbatas dalam bentuk pelet cenderung mengurangi pakan yang tercecer karena pakan yang terbuang ke lantai kandang masih dapat dimakan kembah oleh itik. Belum diketahui apakah perubahan tabiat ntakan dan minum tersebut mempengaruhi produktivitas itik selanjutnya. Hal ini akan diteliti lebih lanjut pada penelitian berikutnya sampai dengan masa produksi selama 12 bulan penuh.
KESIMPULAN DAN SARAN
Pemberian pakan terbatas menurunkan pertambahan bobot badan itik MA umur delapan minggu akan tetapi tidak mempengaruhi konversi pakan. Konversi pakan itik MA betina pada umur 8 minggu berkisar antara 3,33 -3,43 dan sudah cukup baik dibanding itik pejantan yang dilaporkan sebelum-nya. Pemberian pakan 70% ad libitum meningkatkan kematian anak itik. Disarankan agar itik pada fase pertumbuhan diberi pakan ad libitum dalam bentuk pelet sehingga tercapai pertumbuhan yang sempurna serta konversi pakan yang baik. Pengaruh pemberian pakan terbatas terhadap umur itik bertelur pertama dan konversi pakan serta mutu telur itik petelur diteliti lebih lanjut dengan demikian diharapkan akan diperoleh tingkat pemberian pakan yang optimal untuk menghasilkan tingkat konversi pakan yang baik atau mendekati konversi pakan ayam ras.
DAFTAR PUSTAKA
Anon. 1986. Hy-Line Variety Brown, Comercial Management Guide. Hy-Line International, West Des Moines, Iowa, USA.
Anon. 1999. Buku Statistik Peternakan. Direktoral Jendral Peternakan, Departemen Pertanian dan Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI). Bird, R.S. 1985. The future of modern duck production, breeds, and husbandry
in south east Asia. In Duck Production Science and World Practice.
Farrell, D.J. and Stapleton, P. (Eds) . University of New England, pp. 229-237.
Bintang, I.A.K., A.P. Sinurat, T. Murtisari, T. Pasaribu, T. Purwadaria dan T. Haryati.1999. Penggunaan bungkil inti sawit dan produk fermentasinya dalam ransum itik sedang bertumbuh. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 4 (3) pp. 179-184.
Chen, T. F. 1996. Nutrition and feedstuffs of ducks. In The Training Course for Duck Production and Management. Taiwan Livestock Research Institute, Monograph No. 46.
Hardjosworo, P.S. 2001. Blasteran entok dan itik, sumber daging masa depan. Trobos edisi Juni.
Ketaren, P.P. dan L.H. Prasetyo. 2000. Produktivitas itik silang MA di Ciawi dan Cirebon. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian Peternakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.
Ketaren, P.P., L.H. Prasetyo, dan T. Murtisari. 1999. Karakter produksi telur itik silang Mojosari x Alabio. Prosiding Seminar Nasional dan Pameran Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta. National Research Council. 1994. Nutrient Requirement of Poultry. National
Academy Press, Washington, D.C. USA.
Prasetyo, L.H. dan T. Susanti. 1997. Persilangan timbal balik antara itik Tegal dan Mojosari: I. Awal pertumbuhan dan awal bertelur . Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 2 (3) pp.152-156.
Sidqi Zead, R. Z. M. 1987. Pengaruh ransum bentuk tepung dan pelet terhadap banyaknya ransum yang tercecer. Karya ilmiah. Fapet IPB, Bogor. Sinurat, A.P. 2000. Penyusunan ransum ayam buras dan itik. Pelatihan proyek
pengembangan agribisnis peternakan, Dinas Peternakan DKI Jakarta, 20 Juni 2000.
Sinurat, A.P., P. Setiadi, T. Purwadaria, A.R. Setioko dan Jinadasa Darma. 1996. Nilai gizi bungkil kelapa yang difermentasi dan pemanfaatannya dalam ransum itik pejantan. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 1 (3) pp.161-168.
Sinurat, A.P., A.R. setioko, A. Lasmini dan P. Setiadi. 1993. Pengaruh tingkat dedak padi dan bentuk pakan terhadap performan itik Pekin. Ilmu dan Peternakan. Vol 6 pp. 21-26.
Yeong, S.W. 1985. Utilisation of local feedstuffs in diets of meat and laying duck in Malaysia . In Duck Production Science and World Practice. Farrell, D. J. and Stapleton, P. (Eds). University of New England, pp. 323-332.